hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · jumlah siswa kelas sepuluh sebagai populasi...
TRANSCRIPT
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai pengaruh gaya pengasuhan dan teman sebaya terhadap
perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja SMA di kota Bogor
ditujukan untuk mendapatkan gambaran tingkat perilaku konsumsi rokok dan
perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja SMA di kota Bogor, serta untuk
mendapatkan gambaran bagaimana pengaruh dari faktor diri, faktor keluarga dan
faktor teman sebaya terhadap perilaku konsumsi rokok dan perilaku konsumsi
minuman beralkohol remaja SMA di kota Bogor. Sekolah-sekolah yang mengikuti
penelitian ini antara lain, SMA A, B, dan C kemudian SMK D, SMK E, dan SMK
F.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pertama dilakukan di SMA A, sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah cukup baik. Jumlah siswa keseluruhan adalah 938 siswa dengan
68 orang guru dan 18 orang pegawai. Kelas sepuluh terbagi atas 8 kelas dan
jumlah siswa kelas sepuluh sebagai populasi penelitian di sekolah ini adalah 270
siswa.
Lokasi penelitian kedua dan ketiga dilakukan di SMA B dan SMA C, sarana
dan prasarana yang dimiliki sekolah kurang memadai. Jumlah siswa kelas sepuluh
dari kedua sekolah ini sebagai populasi penelitian adalah 83 siswa.
Lokasi penelitian keempat dilakukan di SMK D, sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah cukup baik. Jumlah siswa kelas sepuluh sebagai populasi
penelitian di sekolah ini adalah 490 siswa.
Lokasi penelitian kelima dilakukan di SMK E. SMK ini mengkhususkan diri
pada teknik percetakan. Saat penelitian dilakukan terlihat bahwa sekolah sedang
mengadakan renovasi. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah cukup
memadai. Kelas sepuluh terbagi atas dua kelas dan jumlah siswa kelas X yang
menjadi populasi penelitian di sekolah ini adalah 58 siswa.
Lokasi penelitian keenam adalah SMK F. SMK ini mengkhususkan diri
pada seni kerajinan dan pariwisata dan memiliki tiga program keahlian yaitu
pariwisata, tata busana, dan tata boga. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah
39
cukup baik. Sebanyak 27 orang siswa kelas sepuluh dari sekolah ini menjadi
contoh dalam penelitian.
Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga pada penelitian ini meliputi usia orangtua (usia
ayah dan ibu), pendidikan orangtua (pendidikan ayah dan ibu), dan pendapatan
keluarga. Kelompok usia ayah dengan persentase tertinggi pada penelitian ini
adalah kelompok dewasa madya ( 41 – 65 tahun) yaitu sebesar 78.5 persen. Rata-
rata usia ayah remaja adalah 45.98 tahun. Kelompok usia ibu dengan persentase
tertinggi pada penelitian ini adalah kelompok dewasa madya ( 41 – 65 tahun)
yaitu sebesar 50 persen, rata-rata usia ibu remaja adalah 41.85 tahun (Tabel 4).
Tabel 4 Sebaran remaja berdasarkan usia orangtua dan Jenis Kelamin remaja Usia Orangtua Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
Ayah Dewasa muda (20-40 tahun) 22 22,0 20 20,0 42 21,0 Dewasa madya(41-65 tahun) 78 78,0 79 79,0 157 78,0 Dewasa lanjut (>65 tahun) 0 0 1 1,0 1 0.5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Rata-rata (tahun) 45.98 Ibu Dewasa muda (20-40 tahun) 55 55 44 44 99 49.5 Dewasa madya(41-65 tahun) 45 45 55 55 100 50,0 Dewasa lanjut (>65 tahun) 0 0 1 1 1 0.5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Rata-rata (tahun) 41.85
Tingkat pendidikan orangtua remaja pada penelitian ini bervariasi, yaitu
“Tidak Tamat SD”, “Tamat SD”, “Tamat SMP”, “Tamat SMA”, “Tamat
D1/D2/D3”, “Tamat D4/S1”, “Tamat S2”, “Tamat S3”. Persentase tertinggi
tingkat pendidikan ayah pada penelitian ini, baik pada remaja laki – laki maupun
perempuan adalah “Tamat D1/D2/D3” dengan total persentase sebesar 47 persen.
Gambaran tingkat pendidikan orangtua remaja ditampilkan pada Tabel 5 .
40
Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan pendidikan ayah dan jenis kelamin Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
Tidak tamat SD 0 0 1 1,0 1 5,0 Tamat SD 4 4,0 4 4,0 8 4,0 Tamat SMP 16 16,0 13 13,0 29 14,5 Tamat SMA 15 15,0 15 15,0 30 15,5 Tamat D1/D2/D3 46 46,0 48 48,0 94 47,0 D4/S1 7 7,0 3 3,0 10 5,0 S2 11 11,0 15 15,0 26 13,0 S3 1 1,0 1 1,0 2 1,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Hasil penelitian ini menunjukkan , tingkat pendidikan ibu yang paling
tinggi persentasenya adalah pada kelompok “Tamat D1/D2/D3” baik pada remaja
laki –laki maupun perempuan , yaitu dengan total persentase sebesar 44 persen
(Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran remaja berdasarkan pendidikan ibu dan jenis kelamin Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
Tidak tamat SD 2 2,0 0 0 2 1,0 Tamat SD 7 7,0 5 5,0 12 6,0 Tamat SMP 18 18,0 22 22,0 40 20,0 Tamat SMA 17 17,0 13 13,0 30 15,0 Tamat D1/D2/D3 42 42,0 46 46,0 88 44,0 D4/S1 6 6,0 7 7,0 13 6,5 S2 5 5,0 6 6,0 11 5,5 S3 3 3,0 1 1,0 4 2,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang dimiliki oleh keluarga
yang berasal dari ayah , ibu , maupun anggota keluarga lain. Persentase tertinggi
pendapatan keluarga pada penelitian ini adalah pada kelompok ≤ Rp 1.000.000 –
Rp 5.000.000 baik pada kelompok remaja laki-laki maupun perempuan dengan
total presentase tertinggi sebesar 86.5 persen. Rata – rata pendapatan keluarga
remaja adalah sebesar Rp. 3. 379. 750 (Tabel 7).
41
Tabel 7 Sebaran remaja menurut pendapatan keluarga dan jenis kelamin Pendapatan Keluarga (Rp) Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
≤ 1.000.000 – 5.000.000 88 88,0 85 85,0 173 86,5 5.100.000 – 10.000.000 12 12,0 9 9,0 21 10,5 10.100.000 – 15.000.000 0 0 2 2,0 2 1,0 15.100.000 – 20.000.000 0 0 0 0 0 0 > 20.000.000 0 0 4 4,0 4 2,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Rata-rata (Rp/bulan) 3 379 750
Karakteristik Remaja
Pada penelitian ini, karakteristik responden terdiri dari usia , jenis kelamin
remaja , dan uang saku. Responden pada penelitian ini mempunyai rentang usia
antara 15 tahun hingga 19 tahun, dan sebagian besar responden laki – laki maupun
responden perempuan berusia 16 tahun dengan persentase sebesar 73 persen
(Tabel 8).
Tabel 8 Sebaran remaja menurut usia dan jenis kelamin Usia Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
15 tahun 4 4,0 6 6,0 10 5 16 tahun 73 73,0 73 73,0 146 73,0 17 tahun 21 21,0 21 21,0 42 21,0 18 tahun 0 0 0 0 0 0 19 tahun 2 2,0 0 0 2 1,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Rata-rata (tahun) 16.19
Pada penelitian ini, rata-rata uang saku remaja per bulan adalah sebesar Rp
160.600. Untuk paparan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran remaja menurut besarnya uang saku dan jenis kelamin Uang saku (Rp) Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
80.000 – 353.500 51 51,0 59 59,0 110 55,0 353.500 – 626.700 44 44,0 37 37,0 91 40,5 > 626. 700 5 5,0 4 4,0 9 4,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Rata-rata (Rp/bulan) 160 600
42
Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Rokok
Pengetahuan remaja tentang rokok Pengetahuan tentang rokok adalah pengetahuan individu tentang bahaya
dan risiko konsumsi rokok . Berikut adalah gambaran lengkap pengetahuan
remaja tentang rokok yang ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran remaja menurut pengetahuan remaja tentang rokok dan jenis
kelamin Pengetahuan Tentang Rokok Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
Tinggi 93 93,0 89 89,0 182 91,0 Sedang 6 6,0 11 11,0 17 8,5 Rendah 1 1,0 0 0 1 0,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0Mean (persen) ± SD 94,2±0.60 92,0±0.67 93,2±0.64
Pada penelitian ini, persentase tertinggi pada remaja yang memiliki
pengetahuan tinggi tentang rokok, baik pada remaja laki – laki dan perempuan
yaitu dengan total persentase sebesar 66.5 persen (Tabel 9).
Sikap remaja tentang rokok Sikap remaja tentang rokok adalah respon yang ditunjukkan individu
terhadap rokok, dapat berupa respon pro tentang perilaku konsumsi rokok maupun
respon anti perilaku konsumsi rokok. Hasil pada penelitian ini menunjukkan
remaja yang memiliki sikap negatif tentang rokok memiliki persentase lebih tinggi
baik pada remaja laki-laki maupun perempuan dengan total persentase sebesar
72.5 persen (Tabel 11).
Tabel 11 Sebaran remaja menurut sikap remaja tentang rokok dan jenis kelamin Sikap Remaja Tentang
Rokok Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
Sikap anti rokok 57 57,0 88 88,0 145 72,5 Sikap Pro rokok 43 43,0 12 12,0 55 27,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0Mean (persen) ± SD 81,8±4.90 91,7±3.77 86.76±4.71
43
Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Minuman Beralkohol
Pengetahuan tentang minuman beralkohol Pengetahuan remaja tentang minuman beralkohol adalah pengetahuan
individu tentang bahaya dan risiko minuman beralkohol . remaja dengan
pengetahuan tinggi merupakan kelompok dengan perentase teringgi baik pada
kelompok remaja laki-laki maupun perempuan yaitu sebesar 74.5 persen.
Pengetahuan alkohol diduga berhubungan dengan perilaku konsumsi minuman
beralkohol (Tabel 12).
Tabel 12 Sebaran remaja menurut pengetahuan remaja tentang minuman beralkohol dan jenis kelamin
Pengetahuan Tentang Minuman Beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Tinggi 79 79,0 70 70,0 149 74,5 Sedang 19 19,0 29 29,0 48 24,0 Rendah 2 2,0 1 1,0 3 1,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Mean (persen) ± SD 93.8±0.68 93.2±0.61 93.8±0.64 Sikap tentang minuman beralkohol
Sikap tentang minuman beralkohol adalah respon yang ditunjukkan
individu terhadap minuman beralkohol, dapat berupa respon pro perilaku
konsumsi minuman beralkohol maupun respon anti terhadap perilaku konsumsi
minuman beralkohol. Pada penelitian ini persentase tertinggi terdapat pada
kelompok remaja dengan sikap anti terhadap minuman beralkohol, dengan total
persentase sebesar 90 persen. Sikap negatif terhadap minuman berlkohol diduga
dapat mencegah individu untuk mengkonsumsi minuman beralkohol (Tabel 13).
Tabel 13 Sebaran remaja menurut sikap remaja tentang minuman beralkohol dan jenis kelamin
Sikap Remaja Tentang Minuman Beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan n % n % n %
Sikap anti minuman beralkohol 86 86,0 94 94,0 180 90,0 Sikap pro minuman beralkohol 14 14,0 6 6,0 20 10,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Mean ± SD 91.75±2.39 95±1.61 93.4±2.06
44
Perilaku Konsumsi Orangtua
Perilaku konsumsi rokok orangtua
Perilaku konsumsi rokok orangtua adalah adalah kegiatan orangtua
menghisap rokok. Gambaran perilaku konsumsi rokok orangtua tersaji pada Tabel
14.
Tabel 14 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi rokok orangtua dan jenis kelamin remaja
Perilaku konsumsi rokok orangtua
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Konsumsi rokok 79 79,0 78 78,0 157 78,5 Tidak Konsumsi rokok 21 21,0 22 22,0 43 21,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Hasil dari penelitian ini menunjukan lebih dari sebagian orangtua, baik
orangtua dari remaja laki-laki maupun orangtua dari remaja perempuan memiliki
perilaku konsumsi rokok, yaitu dengan total persentase sebesar 78.5 persen
(Tabel 14).
Perilaku konsumsi rokok orangtua meliputi, jumlah minimal rokok yang
dihisap orangtua/hari, orangtua menunjukkan perilaku konsumsi rokok di depan
remaja, orangtua mengkonsumsi rokok di dalam rumah, dan kebiasaan perilaku
konsumsi rokok orangtua menimbulkan bau tidak sedap di dalam rumah.
Hasil penelitian menunjukkan orangtua remaja yang menghisap rokok
minimal satu bungkus perhari adalah sebesar 38.5 persen. Lebih dari separuh
orangtua remaja, mengkonsumsi rokok didepan anaknya. Persentase orangtua
yang konsumsi rokok di depan remaja adalah sebesar 55.5 persen. Lebih dari
separuh orangtua mengkonsumsi rokok di dalam rumah yaitu sebesar 58.5 persen.
Persentase kelompok orangtua remaja yang menimbulkan bau tidak sedap di
dalam rumah karena perilaku konsumsi rokok, adalah sebesar 64 persen. Berikut
adalah rincian perilaku konsumsi rokok orangtua yang terpapar lengkap pada tabel
15.
45
Tabel 15 Sebaran remaja menurut kebiasaan konsumsi rokok orangtua dan jenis kelamin remaja
Perilaku Konsumsi Rokok Orangtua
Jenis Kelamin Remaja Total Laki-laki Perempuan
n (79) % n (78) % n (157) % Jumlah Minimal Rokok (1 bungkus/hari)
Ya 33 41,8 44 56,4 77 49,0 Tidak 46 58,2 34 43,6 80 51,0 Total 79 100,0 78 100,0 157 100,0 Konsumsi Rokok Di Depan Remaja
Ya 55 69,6 56 71,8 111 70,7 Tidak 24 30,4 22 28,2 46 29,3 Total 79 100,0 78 100 157 100 Kebiasaan konsumsi rokok di dalam rumah
Ya 55 69,6 62 79,5 117 74,5 Tidak 24 30,4 16 20,5 40 25,5 Total 79 100,0 78 100,0 157 100,0 Kebiasaan Konsumsi rokok Menimbulkan Bau Tidak Sedap
Ya 55 69,6 67 85,9 122 77,7 Tidak 24 30,4 11 14,1 35 22,3 Total 79 100,0 78 100,0 157 100,0
Perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua
Perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua adalah kegiatan orangtua
yang mengkonsumsi minuman beralkohol. Pada penelitian ini, persentase
orangtua yang mengkonsumsi minuman beralkohol adalah sebesar 7.5 persen
(Tabel 16).
Tabel 16 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua dan jenis kelamin remaja
Perilaku konsumsi minuman beralkohol
orangtua
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Ya 8 8,0 7 7,0 15 7,5 Tidak 92 92,0 93 93,0 185 92,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Berikut adalah gambaran perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua
yang meliputi konsumsi minuman beralkohol setiap hari, konsumsi minuman
46
beralkohol di depan remaja, konsumsi minuman beralkohol didalam rumah, dan
konsumsi minuman beralkohol yang menimbulkan perilaku buruk bagi orangtua.
Hasil penelitian menunjukkan persentase orangtua yang mengkonsumsi minuman
beralkohol setiap hari sebesar 1 persen, masing-masing 1 orangtua remaja laki-
laki, dan 1 orangtua remaja perempuan. Pada penelitian ini orangtua yang
mengkonsumsi minuman beralkohol di depan anaknya adalah sebesar 2.5 persen.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok orangtua yang mengkonsumsi minuman
beralkohol di dalam rumah sebesar 3.5 persen. Kelompok orangtua yang
mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki perilaku buruk di rumah adalah
sebesar 1.5 persen. Data gambaran perilaku konsumsi minuman beralkohol
orangtua tersaji lengkap pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran remaja menurut kebiasaan konsumsi minuman beralkohol orangtua
Perilaku konsumsi minuman beralkohol
orangtua
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Perilaku konsumsi Minuman Beralkohol Setiap Hari Ya 1 12,5 1 14,3 2 13,3 Tidak 7 87,5 6 85,7 13 86,7 Total 8 100,0 7 100,0 15 100,0Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Di Depan remaja Ya 3 37,5 2 28,6 5 33,3 Tidak 5 62,5 5 71,4 10 66,7 Total 8 100,0 7 100,0 15 100,0Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Di Dalam Rumah Ya 4 50,0 3 42,9 7 46,7 Tidak 4 50,0 4 57,1 8 53,3 Total 8 100,0 7 100,0 15 100,0Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Menimbulkan Perilaku Buruk Orangtua Ya 1 12,5 1 14,3 2 13,3 Tidak 7 87,5 6 85,7 13 86,7 Total 8 100,0 7 100,0 15 100,0
47
Gaya Pengasuhan
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan gaya pengasuhan adalah
interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan.
Kegiatan pengasuhan ini meliputi, mendidik, membimbing, mendisiplinkan
melindungi untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada
dalam masyarakat. Kategorisasi gaya pengasuhan menurut Baumrind, 1991 adalah
gaya pengasuhan authoritative, gaya pengasuhan permissive, dan gaya
pengasuhan authoritharian.
Pada penelitian ini, hampir keseluruhan orangtua remaja menerapkan gaya
pengasuhan authoritative. Gaya pengasuhan ayah dan ibu dengan persentase
tertinggi adalah kategori gaya pengasuhan authoritative yaitu 91.5 persen untuk
kelompok ayah dan sebesar 93.5 persen untuk kelompok ibu. Sebaran gaya
pengasuhan ayah dan ibu remaja tersaji lengkap pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran remaja menurut kategori gaya pengasuhan orangtua dan jenis kelamin remaja
Gaya Pengasuhan Orangtua
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Ayah Authoritarian 5 5,0 3 3,0 8 4 Permissive 4 4,0 5 5,0 9 4,5 Authoritative 91 91,0 92 92,0 183 91,5 Total 100 100.0 100 100.0 200 100.0 Ibu Authoritarian 2 2,0 9 9,0 11 5,5 Permissive 1 1,0 1 1,0 2 1,0 Authoritative 97 97,0 90 90,0 187 93,5 Total 100 100.0 100 100.0 200 100.0
Teman Sebaya
Dalam penelitian ini teman sebaya dianalisis melalui dua hal, yaitu
keterikatan teman sebaya dan perilaku konsumsi teman sebaya yang meliputi
perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol teman sebaya.
48
Keterikatan teman sebaya
Keterikatan teman sebaya adalah merupakan persepsi remaja tentang
sejauh mana ia bergantung dan terikat dengan teman sebayanya (Ramayanti
2000). Gambaran keterikatan teman sebaya ditampilkan lengkap pada Tabel 19
berikut ini.
Tabel 19 Sebaran remaja menurut keterikatan dengan teman sebaya dan jenis kelamin remaja
Keterikatan dengan teman sebaya
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Tinggi 3 3,0 6 6,0 9 4,5 Sedang 93 93,0 93 93,0 186 93,0 Rendah 4 4,0 1 1,0 5 2,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0Mean (persen) ± SD 63,35±5.55 61,57±5.36 62,46±5.46
Hasil penelitian menunjukkan , baik remaja laki-laki maupun remaja
perempuan hampir keseluruhan memiliki keterikatan sedang dengan teman
sebayanya, dengan total persentase sebesar 93 persen (Tabel 19).
Perilaku konsumsi rokok teman sebaya
Perilaku konsumsi rokok teman sebaya adalah aktifitas teman sekelompok
pertemanan yang menghisap rokok. Pada penelitian ini persentase perilaku
konsumsi rokok teman sebaya remaja laki-laki lebih besar dari perilaku konsumsi
rokok teman sebaya remaja perempuan. Secara keseluruhan , persentase teman
sebaya yang memiliki perilaku konsumsi rokok lebih tinggi daripada teman
sebaya yang tidak konsumsi rokok yaitu sebesar 62 persen. Gambaran lengkap
mengenai perilaku konsumsi rokok teman sebaya tersaji pada Tabel 20.
Tabel 20 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi rokok teman sebaya dan jenis kelamin
Perilaku konsumsi rokok teman sebaya
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Konsumsi rokok 80 80,0 44 44,0 124 62,0 Tidak Konsumsi rokok 20 20,0 56 56,0 76 38,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
49
Perilaku konsumsi minuman beralkohol teman sebaya
Perilaku konsumsi minuman berlakohol teman sebaya adalah aktifitas
teman sekelompok pertemanan yang mengkonsumsi minuman beralkohol.
Kelompok teman sebaya remaja laki-laki lebih banyak yang mengkonsumsi
minuman beralkohol yaitu sebesar 49 persen, daripada kelompok teman sebaya
remaja perempuan hanya sebesar 6 persen. Secara keseluruhan , persentase teman
sebaya yang mengkonsumsi minuman beralkohol lebih banyak, yaitu sebesar 27.5
persen (Tabel 21).
Tabel 21 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi minuman beralkohol teman sebaya dan jenis kelamin remaja
Perilaku konsumsi minuman beralkohol
teman sebaya
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Ya 49 49,0 6 6,0 55 27,5 Tidak 51 51,0 94 94,0 145 72,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Perilaku Konsumsi Remaja
Perilaku konsumsi rokok remaja
Pada penelitian ini, persentase remaja laki – laki yang pernah konsumsi
rokok sebesar 62 persen, sedangkan remaja perempuan yang pernah konsumsi
rokok sebesar 11 persen. Secara keseluruhan persentase remaja yang pernah
konsumsi rokok adalah sebesar 26.5 persen (Tabel 22).
Tabel 22 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi rokok (pernah/tidak pernah) dan jenis kelamin
Perilaku konsumsi rokok remaja
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Pernah 62 62,0 11 11,0 73 26,5 Tidak Pernah 38 38,0 89 89,0 127 63,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Pada penelitian ini, pengkategorian perilaku konsumsi rokok diadaptasi
dari Smet (1994) dengan mengakumulasikan skor dari frekuensi konsumsi rokok,
jumlah rokok yang dikonsumsi setiap kali merokok, lama konsumsi, dan jumlah
uang yang dibelanjakan untuk konsumsi rokok. Hasil penelitian menunjukkan
50
persentase remaja laki – laki perokok sebesar 35 persen, sedangkan remaja
perempuan yang perokok sebesar 2 persen. Secara keseluruhan persentase remaja
perokok adalah sebesar 18.5 persen . Dari total persentase perokok remaja sebesar
18.5 persen, sebesar 15 persen merupakan perokok ringan, sebesar 3 persen
merupakan perokok sedang, dan sebesar 0,5 persen merupakan perokok berat.
Hasil uji beda T, menunjukkan perbedaan antara perilaku konsumsi rokok remaja
laki-laki dan perempuan (Tabel 23). Dari 37 orang remaja yang memiliki perilaku
konsumsi rokok, 1 orang remaja perempuan merupakan siswa SMA, dan 1 orang
remaja perempuan merupakan siswa SMK, 22 remaja laki-laki merupakan siswa
SMK, dan 13 remaja laki-laki merupakan siswa SMA. Secara keseluruhan, remaja
yang memiliki perilaku konsumsi rokok, 14 orang merupakan siswa SMA, dan 23
orang merupakan siswa SMK.
Tabel 23 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi rokok dan jenis kelamin Perilaku konsumsi rokok
remaja Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n % n % n %
Tidak konsumsi rokok (0) 65 65,0 98 98,0 163 81,5 Perokok ringan (>12) 28 28,0 2 2,0 30 15,0 Perokok sedang (9-12) 6 6,0 0 0 6 3,0 Perokok berat (5-8) 1 1,0 0 0 1 0,5 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0 Uji beda T 0,000
Perilaku konsumsi rokok remaja yang diidentifikasi pada penelitian ini,
meliputi frekuensi konsumsi rokok, jumlah rokok yang dikonsumsi setiap kali
merokok, lama konsumsi, jumlah uang yang dibelanjakan untuk konsumsi rokok.
Pada penelitian ini, pesentase tertinggi hari konsumsi rokok remaja dalam 1 bulan
terakhir adalah kelompok 1-14 hari yaitu sebesar 37.8 persen. Kelompok remaja
yang menghisap 1-4 batang rokok setiap hari , memiliki persentase paling tinggi
yaitu sebesar 54.1 persen. Berikut adalah rincian perilaku konsumsi rokok remaja
yang dipaparkan lengkap pada Tabel 24.
51
Tabel 24 Sebaran perilaku konsumsi rokok remaja, menurut jumlah hari konsumsi rokok, jumlah batang yang dihisap, lama konsumsi rokok, dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk konsumsi rokok
Perilaku Konsumsi Rokok Remaja
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n (35)
% n (2)
% n (37)
%
Jumlah hari konsumsi rokok dalam 1 bulan terakhir
1-14 12 34,3 2 100,0 14 37,8 15-27 11 31,4 0 0 11 29,7 >27 12 34,3 0 0 12 32,4 Jumlah batang rokok yang dihisap/hari dalam 1 bulan terakhir
1-4 19 54,3 1 50,0 20 54,1 5-14 14 40,0 1 50,0 15 40,5 >14 2 5,7 0 0 2 5,4 jumlah batang rokok yang sudah dihisap hari ini
0-2 29 82,9 2 100,0 31 83,8 2-4 5 14,3 0 0 5 13,5 >4 1 2,9 0 0 1 2,7 Lama Merokok (Bulan) 1-28 27 77,1 1 50,0 28 75,7 29-56 4 11,4 1 50,0 5 13,5 >56 4 11,4 0 0 4 10,6 Belanja Rokok (Rp) 5000-103.500 27 77,1 2 100,0 29 78,4 103.500-202.000 5 14,3 0 0 5 12,5 >202.000 3 8,6 0 0 3 8,1
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas remaja yang memiliki perilaku
konsumsi sudah menghisap 0-2 batang rokok, pada saat hari penelitian yaitu
sebesar 83.8 persen. Lebih dari separuh remaja yaitu sebesar 75.7 persen, telah
mengkonsumsi rokok selama 1-28 bulan. Lebih dari separuh remaja
membelanjakan uang untuk rokok sebesar Rp 5000,00 – Rp 103.333,33 / bulan.
Data gambaran perilaku konsumsi rokok remaja tersaji lengkap pada Tabel 24.
Pada penelitian ini, perilaku konsumsi rokok remaja juga meliputi tempat
mengkonsumsi rokok. Pada penelitian ini, tempat-tempat yang paling sering
digunakan remaja untuk konsumsi rokok oleh remaja laki-laki adalah warung,
smoking area, kamar, toilet, rumah (selain kamar dan toilet). Tempat-tempat yang
paling sering digunakan oleh remaja perempuan untuk konsumsi rokok adalah
52
warung, tempat umum, kamar, toilet, rumah (selain kamar dan toilet) . Data
tempat konsumsi rokok remaja tersaji lengkap pada Tabel 25.
Tabel 25 Sebaran remaja menurut tempat konsumsi rokok dan jenis kelamin Tempat konsumsi rokok Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n (35) % n (2) % n (37) %
Smoking area 26 74,3 0 0 26 74,3Kendaraan umum 15 42,9 0 0 15 42,9Warung 34 97,1 1 50,0 35 94,6Sekolah ( kantin, warung) 11 31,4 0 0 11 31,4Tempat umum (stasiun, mall, terminal, jalan raya)
28
80,0
1
50,0
29
78,4
Kamar 27 77.1 1 50,0 28 75,7Toilet 23 65,7 1 50,0 24 64,9Rumah (selain kamar dan toilet) 24 64,5 1 50,0 25 67,6
Alasan konsumsi rokok remaja juga merupakan variabel yang
diidentifikasi dalam penelitian ini. Beberapa alasan konsumsi rokok yang sering
disebutkan oleh remaja laki-laki pada penelitian ini antara lain, mendapat
kenikmatan, mengurangi rasa cemas, marah, gelisah, sudah menjadi kebiasaan,
sudah ketagihan, dan mempererat hubungan antar teman. Sedangkan untuk remaja
perempuan, alasan konsumsi rokok yang sering dikemukakan adalah untuk
mengurangi rasa cemas, marah, gelisah, mandapat kenikmatan (Tabel 26).
Tabel 26 Sebaran remaja menurut alasan konsumsi rokok dan jenis kelamin Alasan Konsumsi rokok Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n (35) % n (2) % n (37) %
Mendapat kenikmatan 30 85,7 1 50,0 31 83,8Mempererat hubungan antar teman
22
62,9
1
50,0
23
62,2
Mengurangi rasa cemas, marah, gelisah
28
80,0
2
100,0
30
81,1
Sudah ketagihan 24 68,6 0 0 24 64,9Kebiasaan 27 77,1 0 0 27 73,0Bisa konsentrasi 17 48,6 0 0 17 45,9Dipaksa oleh teman 3 8,6 0 0 3 8,1
Alasan tidak mengkonsumsi rokok juga diidentifikasi di dalam penelitian
ini. Beberapa alasan tidak konsumsi rokok yang dikemukakan oleh remaja laki-
laki dan remaja perempuan antara lain, konsumsi rokok merupakan perilaku
53
merugikan, menghindari timbulnya penyakit karena rokok, dilarang orangtua,
dapat menghemat uang, dilarang sekolah. Alasan-alasan yang dikemukakan
remaja untuk tidak memiliki perilaku konsumsi rokok tersaji lengkap pada Tabel
27.
Tabel 27 Sebaran remaja menurut alasan tidak konsumsi rokok dan jenis kelamin Alasan Tidak Konsumsi
rokok Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan n (65) % n (98) % n (163) %
Dapat menghemat uang 62 95,4 91 92,9 153 93,9 Menghindari timbulnya penyakit karena konsumsi rokok
63
96,9
93
94,9
156
95,7 Konsumsi rokok adalah perilaku merugikan
63
96,9
96
98,0
159
97,5
Dilarang agama 37 56,9 74 75,5 111 68,1 Dilarang orangtua 62 95,4 94 95,9 156 95,7 Dilarang sekolah 59 90,8 94 95,9 153 93,9 Tidak punya uang 11 16,9 41 41,8 52 31,9
Perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja
Persentase tertinggi remaja menurut pernah/tidak pernah mengkonsumsi
minuman beralkohol pada penelitian ini adalah kelompok remaja yang tidak
pernah mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu sebesar 83 persen (Tabel 28).
Tabel 28 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi minuman beralkohol (pernah/tidak pernah) remaja dan jenis kelamin
Perilaku konsumsi minuman beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Pernah 28 28,0 6 6,0 34 17,0 Tidak Pernah 72 72,0 94 94,0 166 83,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0
Perilaku konsumsi minuman beralkohol pada penelitian ini, dikategorikan
berdasarkan akumulasi skor dari frekuensi konsumsi minuman beralkohol, jumlah
yang dikonsumsi setiap kali konsumsi minuman beralkohol, lama konsumsi
minuman beralkohol, dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk konsumsi
minuman beralkohol. Pengkategorian diadaptasi dari Molberg (1983). Hasil
penelitian ini menunjukkan, perilaku konsumsi alkohol pada remaja laki-laki
sebesar 25 persen, lebih tinggi dari perilaku konsumsi minuman beralkohol pada
54
remaja perempuan sebesar 1 persen. Secara keseluruhan, kelompok remaja yang
memiliki perilaku konsumsi minuman beralkohol adalah sebesar 13 persen, dari
jumlah tersebut sebanyak 1 persen merupakan kelompok remaja yang
mengkonsumsi alkohol tingkat berat . Dari 26 orang remaja yang memiliki
perilaku konsumsi minuman beralkohol, 1 orang remaja perempuan dan 2 orang
remaja laki-laki merupakan siswa SMA, dan 23 remaja laki-laki merupakan siswa
SMK Hasil uji beda T menunjukkan adanya perbedan antara perilaku konsumsi
minuman beralkohol remaja laki-laki dan perempuan. Berikut pada Tabel 29
adalah gambaran lengkap sebaran perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja.
Tabel 29 Sebaran remaja menurut perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja dan jenis kelamin
Perilaku konsumsi minuman beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n % n % n % Tidak Konsumsi minuman beralkohol (0)
75 75,0 98 98,0 174 87,0
Konsumsi minuman beralkohol tingkat ringan (>11)
21
21,0
0
0
21
10,5 Konsumsi minuman beralkohol tingkat sedang (8-11)
4
4,0
1
1,0
2
2,5 Konsumsi minuman beralkohol tingkat berat (4-7)
0
0
0
0
2
1,0 Total 100 100,0 100 100,0 200 100,0Uji Beda T 0,000
Perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja yang diidentifikasi dalam
penelitian ini meliputi frekuensi konsumsi minuman beralkohol, jumlah yang
dikonsumsi setiap kali konsumsi minuman beralkohol, lama konsumsi minuman
beralkohol, dan jumlah uang yang dibelanjakan untuk konsumsi minuman
beralkohol. Berikut adalah gambaran lengkap perilaku konsumsi minuman
beralkohol remaja yang dipaparkan lengkap pada Tabel 30.
55
Tabel 30 Sebaran perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja menurut jumlah hari mengkonsumsi minuman beralkohol dalam 1 bulan terakhir , jumlah yang dikonsumsi perhari, lama konsumsi minuman beralkohol, dan uang untuk belanja minuman beralkohol
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Remaja
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n (25) % n (1) % n (26) % Jumlah hari mengkonsumsi minuman beralkohol dalam 1 bulan terakhir
0-7 25 100,0 0 0 25 96,2 8-14 0 0 0 0 0 0 >14 0 0 1 100,0 1 3,8 Jumlah yang dikonsumsi / hari (ml)
50-1100 23 92,0 1 100,0 24 92,3 >1100-2100 1 4,0 0 0 1 3,8 >2100 1 4,0 0 0 1 3,8 Lama Mengkonsumsi Minuman Beralkohol (Bulan)
0.25-8,5 23 92,0 0 0 23 88,5 >8.5-16.75 0 0 0 0 0 0 >16.75 2 8,0 1 100,0 3 11,5 Belanja Minuman Beralkohol (Rp)
0-150.000 23 92,0 1 100,0 24 92,3 >150.000-300.000 1 4,0 0 0 1 3,8 >300.000 1 4,0 0 0 1 3,8
Salah satu indikator yang diperhatikan dalam perilaku konsumsi minuman
beralkohol adalah jumlah hari untuk mengkonsumsi minuman beralkohol dalam
satu bulan terakhir. Persentase tertinggi berada pada kelompok remaja yang
mengkonsumsi minuman beralkohol selama 0-7 hari dalam sebulan, yaitu dengan
persentase sebesar 96.2 persen. . Hampir seluruh remaja yang mengkonsumsi
minuman beralkohol , mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak 50-1050 ml
setiap kali konsumsi. Mayoritas remaja yang mengkonsumsi minuman beralkohol
, telah memiliki perilaku konsumsi minuman beralkohol selama 0.25-8.5 bulan.
Hampir seluruh remaja yang mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu sebesar
92.3 persen , membelanjakan uang untuk minuman beralkohol sebesar Rp 0,00
hingga Rp150.000,00 (Tabel 30).
Pada penelitian ini, perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja juga
meliputi tempat dan alasan remaja mengkonsumsi minuman beralkohol.
56
Berdasarkan hasil penelitian, tempat-tempat yang sering digunakan remaja laki-
laki untuk mengkonsumsi minuman beralkohol adalah rumah (selain kamar),
kamar, tempat umum, bar/club, toilet. Sedangkan tempat-tempat yang sering
digunakan oleh remaja perempuan antara lain bar/club dan restaurant. Tempat-
tempat yang biasa digunakan oleh remaja untuk mengkonsumsi minuman
beralkohol tersaji lengkap pada Tabel 31.
Tabel 31 Sebaran remaja menurut tempat konsumsi minuman beralkohol dan jenis kelamin
Tempat konsumsi minuman beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n (25) % n (1) % n (26) % Bar/Club 8 12,0 1 100,0 4 15,4Restaurant 11 4,0 1 100,0 2 7,7 Sekolah 1 4,0 0 0 1 3,8 Tempat umum (stasiun, terminal, mall)
9
36,0
0
0
9
34,6
Kamar 11 44,0 0 0 11 42,3Toilet 3 12,0 0 0 3 11,5Rumah (selain kamar) 17 68,0 0 0 17 65,4
Gambaran lengkap mengenai alasan-alasan remaja mengkonsumsi
minuman beralkohol, ditampilkan pada Tabel 32 di bawah ini.
Tabel 32 Sebaran remaja menurut alasan konsumsi minuman beralkohol dan jenis kelamin
Alasan Konsumsi Minuman Beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n (25) % n (1) % n (26) % Mendapat kenikmatan 10 40,0 0 0 10 38,5Menyenangkan perasaan 16 64,0 0 0 16 61,5Mengurangi rasa cemas, marah, gelisah
16
64,0
1
100,0
17
65,4
Menyukai rasanya 16 64,0 1 100,0 17 65,4Agar tampak dewasa 6 24,0 0 0 6 23,1Sudah ketagihan 3 12,0 0 0 3 11,5Kebiasaan 7 28,0 0 0 7 26,9Dipaksa oleh teman 9 34,6 0 0 9 34,6
Sebaran remaja menurut alasan-alasan perilaku konsumsi minuman
beralkohol yang disebutkan oleh remaja laki-laki antara lain menyenangkan
perasaan, mengurangi rasa cemas, marah, gelisah, menyukai rasanya, mendapat
kenikmatan, dan dipaksa oleh teman. Sedangkan alasan konsumsi minuman
57
beralkohol yang disebutkan oleh remaja perempuan adalah selain karena dapat
mengurangi rasa cemas, marah dan gelisah, konsumsi minuman beralkohol juga
karena menyukai rasanya .
Alasan-alasan remaja tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, yang
frekuensinya paling sering disebutkan dalam penelitian ini antara lain
menghindari bahaya konsumsi minuman beralkohol, menganggap perilaku
konsumsi minuman beralkohol adalah perilaku merugikan, dilarang agama,
dilarang orangtua, dan dilarang sekolah (Tabel 33).
Tabel 33 Sebaran remaja menurut alasan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan jenis kelamin
Alasan Tidak Konsumsi minuman beralkohol
Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
n (75) % n (99) % n (174) % Dapat menghemat uang 68 90,7 93 93,9 161 92,5 Menghindari bahaya konsumsi minuman beralkohol
74
98,7
97
98,0
171
98,3 Menganggap perilaku konsumsi minuman beralkohol adalah perilaku merugikan
73
97,3
97
98,0
170
97,7 Dilarang agama 75 100,0 97 98,0 172 98,9 Dilarang orangtua 75 100,0 98 99,0 173 99,4 Dilarang sekolah 73 97,3 98 99,0 171 98,3 Tidak punya uang 21 28,0 45 45,5 66 37,9
Hubungan antara karakteristik keluarga dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 34 menunjukkan, usia ayah dan
usia ibu tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman
beralkohol remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan pendidikan ibu tidak
berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja.
Selaras dengan hasil penelitian, Tyas dan Pedersen (1998) menemukan bahwa
pendidikan ibu tidak berpengaruh pada perilaku konsumsi rokok remaja,
kemungkinan karena pendidikan ayah secara tradisional lebih erat terkait dengan
status sosial ekonomi keluarga daripada pendidikan ibu. Pada penelitian
pendidikan ayah juga tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok dan
minuman beralkohol remaja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
58
penelitian Derzon dan Lipsey (1999) yang menyatakan pendidikan orangtua
berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok.
Tabel 34 Nilai koefiesien korelasi antara karakteristik keluarga dengan perilaku konsumsi remaja
Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01 * nyata pada p ≤ 0.05
Pada penelitian ini pendapatan keluarga tidak berhubungan dengan
perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja (Tabel 34). Hasil
penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian-penelitian yang ada yang
menyatakan pendapatan keluarga berperan dalam perilaku konsumsi rokok dan
konsumsi minuman beralkohol. Status sosial ekonomi rendah pada orang tua
secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan kebiasaan konsumsi rokok di
kalangan remaja (Currie 1997 ; Kazemi et al. 2008). Tetapi hasil penelitian
Griesbach et al (2003) menemukan bahwa remaja yang lebih memiliki sumber
daya ekonomi yang cukup, memiliki kecenderungan untuk konsumsi rokok karena
memiliki akses yang lebih mudah untuk mendapatkan rokok.
Hubungan antara karakteristik remaja dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 35 , menunjukkan jenis kelamin
remaja berhubungan nyata dan negatif dengan perilaku konsumsi rokok dan
perilaku konsumsi minuman beralkohol artinya jenis kelamin laki-laki ikut
menentukan terbentuknya perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol.
Choe (2001) menemukan perbedaan gender yang sangat besar dalam hal memiliki
perilaku berisiko di negara-negara Asia, hal ini terbentuk dari norma sosial yang
berlaku di masyarakat bahwa laki-laki akan akan dimengerti dan diterima oleh
masyarakat apabila memiliki perilaku berisiko seperti konsumsi rokok dan
Karakteristik Keluarga
Perilaku Konsumsi Rokok remaja
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Remaja
Umur Ayah (tahun) -0,030 -0,044 Umur Ibu (tahun) -0,023 -0,018 Pendapatan Keluarga (rupiah) 0,017 -0,047
Pendidikan Ayah -0,095 -0,077 Pendidikan ibu -0,097 -0,104
59
mengkonsumsi minuman beralkohol, sedangkan Kann, et al (2000) menemukan
pada masyarakat Filipina secara umum, lebih memberikan kebebasan pada laki –
laki untuk melakukan berbagai aktifitas sosial dibandingkan dengan perempuan.
Orangtua di Filipina akan membiarkan anak laki – lakinya untuk konsumsi rokok
maupun mengkonsumsi minuman beralkohol, tetapi tidak akan membiarkan anak
perempuan untuk memiliki perilaku-perilaku tersebut
Tabel 35 Nilai koefiesien korelasi antara karakteristik remaja dengan perilaku konsumsi remaja
Hasil uji Spearman pada Tabel 35, juga menunjukkan bahwa usia remaja
dan uang saku remaja tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok dan
konsumsi minuman beralkohol, artinya usia remaja dan uang saku tidak ikut
menentukan terbentuknya perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol pada
remaja.
Hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja tentang rokok dan perilaku konsumsi rokok orangtua dengan perilaku konsumsi rokok remaja
Hasil uji korelasi Spearman pada tabel 36 menunjukkan pengetahuan dan
sikap remaja tentang rokok tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok
remaja. Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Tyas &
Pederson, (1998) yang menemukan bahwa pengetahuan remaja tentang efek
konsumsi rokok terhadap kesehatan memberikan efek protektif terhadap
pembentukan perilaku konsumsi rokok . Hasil penelitian ini juga tidak sejalan
dengan penelitian Zapata et al (2004) yang menemukan bahwa remaja yang
perokok maupun pernah konsumsi rokok memiliki sikap yang lebih positif
terhadap rokok sehingga tidak lagi memperdulikan bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh rokok terhadap kesehatan maupun konsekuensi sosial yang akan
timbul akibat perilaku konsumsi rokok.
Karakteristik Remaja
Perilaku Konsumsi Rokok remaja
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Remaja
Usia Remaja 0.117 0.073 Jenis Kelamin -0,419** -0,360** Uang saku (rupiah) 0.051 -0,025
60
Hasil dari penelitian ini menununjukan persentase yang cukup tinggi pada
remaja yang memilki pengetahuan yang tinggi tentang bahaya merokok yaitu
sebesar 91 persen , dan persentase yang cukup tinggi sebesar 72.5 persen pada
kelompok remaja yang memiliki sikap negatif terhadap rokok, tetapi angka
prevalensi merokok masih cukup tinggi yaitu 18.5 persen. Menurut Baron dan
Byrne (2002) , suatu pengetahuan dan sikap individu , akan membentuk suatu
perilaku yang selaras, tergantung dari suatu kondisi. Dalam penelitian ini kondisi
yang mungkin berperan adalah disonansi kognitif. Remaja yang memiliki
pengetahuan dan sikap yang menolak rokok , tetapi memiliki perilaku konsumsi
rokok, berarti remaja tersebut mengalami disonansi kognititif, artinya perilaku
berkebalikan dengan pengetahuan dan sikap yang dimilki.
Hasil uji korelasi Spearman pada tabel 36 menunjukkan perilaku konsumsi
rokok orangtua tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok remaja. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tyas dan Pedersen (1998), artinya
perilaku merokok orangtua tidak ikut berperan dalam pembentukan perilaku
konsumsi rokok remaja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil dalam
sebuah penelitian di tujuh negara Eropa, Griesbach et al (2003) menemukan
bahwa tingkat perilaku konsumsi rokok remaja di empat negara lebih tinggi dua
kali lipat , jika remaja tersebut setidaknya memiliki satu orangtua perokok.
Tabel 36 Nilai koefiesien korelasi antara pengetahuan dan sikap remaja tentang rokok dan perilaku konsumsi rokok orangtua dengan perilaku konsumsi remaja
Variabel Perilaku Konsumsi Rokok remaja Pengetahuan Rokok -0,080 Sikap Terhadap Rokok -0,018 Perilaku Merokok Orangtua 0,095 Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01 * nyata pada p ≤ 0.05
Hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja tentang minuman
beralkohol dan perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua dengan perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 37 menunjukkan pengetahuan dan sikap
remaja tentang minuman beralkohol tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi
minuman beralkohol remaja, artinya pengetahuan dan sikap remaja tidak turut
berperan dalam pembentukan perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja.
61
Menurut Baron dan Byrne (2002), perilaku individu terbentuk dari suatu kondisi.
Kondisi yang kemungkinan sesuai untuk hasil penelitian ini adalah teman sebaya.
Pada penelitian ini hampir tigaperempat remaja memiliki pengetahuan tinggi
terhadap bahaya konsumsi minuman beralkohol dan mayoritas remaja memiliki
sikap negatif terhadap konsumsi minuman beralkohol, tetapi angka prevalensi
konsumsi minuman beralkohol remaja, masih sebesar 13 persen. Pengetahuan dan
sikap remaja tidak selaras dengan perilaku yang terbentuk, karena terdapat suatu
kondisi yang berperan yaitu teman sebaya. Menurut Erik Erickson dalam Hastuti
(2008), pada masa remaja, individu akan mengalami masa “identity vs identity
confusion”, artinya remaja sedang mencari identitas diri atau jati diri, hal yang
diharapkan pada masa remaja ini adalah kesetiaan, sehingga kemungkinan untuk
mendapat kesetiaan remaja lebih memilih untuk mengikuti perilaku teman sebaya.
Selain itu menurut Santrock (2007), pada usia remaja, individu memiliki
kebutuhan untuk diterima oleh teman sebayanya. Kemungkinan hal ini turut
berperan dalam pembentukan perilaku remaja. Oleh karena itu, pada penelitian ini
meskipun remaja memiliki pengetahuan dan sikap yang menolak konsumsi
minuman beralkohol, tetapi remaja tetap memiliki perilaku konsumsi minuman
beralkohol yang kemungkinan terbentuk karena peran teman sebaya.
Tabel 37 Nilai koefisien korelasi antara pengetahuan dan sikap remaja tentang minuman beralkohol dan perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua dengan perilaku konsumsi minuman beralkohol
Variabel
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Remaja
Pengetahuan Minuman Beralkohol 0,047 Sikap Terhadap Minuman Beralkohol 0,063 Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Orangtua
-0,096
Hasil penelitian ini menunjukkan perilaku konsumsi minuman beralkohol
orangtua tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi minuman beralkohol
remaja .Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Power et al (2005)
dalam Scholte et al (2008) yang tidak menemukan hubungan perilaku konsumsi
minuman beralkohol orangtua dengan perilaku konsumsi minuman beralkohol
anak remaja. Pada penelitian ini, konsumsi minuman beralkohol orangtua tidak
berhubungan dengan konsumsi minuman beralkohol remaja , kemungkinan
62
disebabkan karena alasan atau penyebab remaja mengkonsumsi minuman
beralkohol bukan karena stimulus dari perilaku orangtua, melainkan lebih karena
faktor diri sendiri. Hal tersebut dapat dismpulkan dari alasan – alasan konsumsi
minuman beralkohol yang dikemukakan oleh remaja dengan frekuensi paling
sering antara lain “menyenangkan perasaan”, “mengurangi rasa cemas, marah,
dan gelisah”, dan “menyukai rasanya”.
Hubungan antara gaya pengasuhan dan teman sebaya dengan perilaku
konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 38, menunjukkan bahwa gaya pengasuhan
ayah maupun gaya pengasuhan ibu tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi
rokok remaja. Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan berbagai penelitian
yang telah ada sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan antara gaya
pengasuhan dan perilaku konsumsi rokok pada remaja. Pierce (2002) dalam
penelitiannya menyatakan pengasuhan authoritatif berpengaruh terhadap perilaku
konsumsi rokok remaja. Huver et al (2007) juga menyatakan bahwa remaja
dengan orangtua yang authorithative cenderung tidak konsumsi rokok
dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang memberikan pengasuhan
authoritarian dan pengasuhan permissive. Upaya orangtua dalam melakukan
pemantauan umumnya dianggap faktor kunci dalam menjelaskan dan mencegah
perilaku konsumsi rokok remaja dan termasuk komunikasi orangtua-anak tentang
penggunaan narkoba dan substansi spesifik. Huver et al (2007) menyatakan
bahwa penetapan aturan dirumah tentang aturan konsumsi rokok dikaitkan dengan
penurunan risiko konsumsi rokok pada remaja .Pada penelitian ini gaya
pengasuhan tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok remaja,
kemungkinan bukan hanya gaya pengasuhan saja yang berperan dalam
pembentukan perilaku konsumsi rokok remaja, hal ini dapat diamati dari alasan-
alasan mengapa remaja tidak konsumsi rokok. Alasan tidak konsumsi rokok pada
remaja yang paling sering muncul adalah “menghindari timbulnya penyakit
karena konsumsi rokok” , “konsumsi rokok adalah perilaku merugikan” dan
“dilarang orangtua”. Sehingga dapat dijelaskan bahwa selain peran orangtua,
remaja telah memiliki keyakinan diri atau self efficacy untuk menghindari perilaku
konsumsi rokok, seperti hasil penelitian Imhonde et al (2008) yang menemukan
63
bahwa remaja dengan self efficacy tinggi lebih mudah menolak untuk mulai
konsumsi rokok.
Hasil uji korelasi Spearman pada tabel 38, menunjukkan bahwa gaya
pengasuhan ayah maupun gaya pengasuhan ibu tidak berhubungan dengan
perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja. Hasil penelitian ini kontradiktif
dengan beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya. Penelitian yang dilakukan
Durkin et al (1999) menyatakan gaya pengasuhan orangtua, baik gaya pengasuhan
ayah maupun gaya pengasuhan ibu, juga menentukan terbentuknya perilaku
konsumsi minuman beralkohol pada anak, dan menurut Jackson (1997), anak
yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anggota keluarga memiliki
risiko yang lebih rendah untuk terlibat dengan perilaku menyimpang.
Tabel 38 Nilai koefiesien korelasi antara gaya pengasuhan dan teman sebaya dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja
Variabel
Perilaku Konsumsi
Rokok remaja
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol
Remaja Gaya Pengasuhan Gaya Pengasuhan Ayah Authoritative -0,098 -0,042
Gaya Pengasuhan Ayah Authoritarian -0,093 -0,019
Gaya Pengasuhan Ayah permissive -0,065 0,022
Gaya Pengasuhan Ibu Authoritative 0,136 0,018
Gaya Pengasuhan Ibu Authoritarian 0,000 -0,104
Gaya Pengasuhan Ibu permissive 0,006 0,023
Teman Sebaya Keterikatan Teman Sebaya 0,101 0.216**. Perilaku Merokok Teman sebaya
0,095
-
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Teman Sebaya -
0.242** Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.01 * nyata pada p ≤ 0.05
Pada penelitian ini, perilaku konsumsi minuman beralkohol pada remaja
kemungkinan tidak disebabkan oleh gaya pengasuhan orangtua, melainkan
disebabkan oleh faktor lain yang mungkin berperan. Faktor lain tersebut mungkin
64
dapat terlihat dari alasan-alasan yang diungkapkan remaja yang mengkonsumsi
minuman beralkohol yaitu karena untuk menyenangkan perasaan, mengurangi
rasa cemas, marah, gelisah, menyukai rasanya, mendapat kenikmatan, dan dipaksa
oleh teman. Selain itu, faktor lain yang yang berperan pada remaja yang tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol, dapat dilihat dari alasan-alasan remaja tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu karena dilarang sekolah, dilarang
agama, anggapan bahwa konsumsi minuman beralkohol adalah perilaku
merugikan, dan ingin menghindari bahaya akibat konsumsi minuman beralkohol.
Faktor-faktor tersebut muncul dengan persentase yang tinggi sebagai alasan
remaja untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 38 menunjukkan bahwa
keterikatan teman sebaya tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok.
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mantilla, et al (2008) yang
menyatakan bahwa teman sebaya berhubungan dengan terbentuknya perilaku
rokok pada remaja. Tidak adanya hubungan antara keterikatan teman sebaya
dengan perilaku konsumsi rokok remaja kemungkinan dapat dijelaskan dengan
tingginya persentase keterikatan rendah dengan teman sebaya pada penelitian ini
yaitu sebesar 62 persen, yang berarti hasil tersebut menunjukkan kemungkinan
diantara pertemanan , keputusan untuk konsumsi rokok tidak dipengaruhi oleh
teman sebaya.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara keterikatan teman
sebaya dengan perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja (Tabel 38).
Kecenderungan remaja untuk memiliki perilaku konsumsi minuman beralkohol
akan menjadi lebih tinggi jika ada teman sebayanya yang memiliki perilaku
konsumsi minuman beralkohol. Scholte et al (2008) menyatakan bahwa teman
sebaya memiliki peran yang signifikan dalam pembentukan kebiasaan untuk terus
mengkonsumsi minuman beralkohol pada saat remaja menjadi dewasa.
Pada penelitian ini, perilaku konsumsi rokok teman sebaya juga tidak
berhubungan dengan dengan perilaku konsumsi rokok remaja. Meskipun berbagai
penelitian, termasuk penelitian Goodrow (2003) yang menemukan bahwa perilaku
merokok teman sebaya akan menyebabkan remaja cenderung memiliki perilaku
65
tersebut, tetapi pada penelitian ini perilaku merokok teman sebaya tidak ikut
berperan dalam pembentukan perilaku konsumsi rokok remaja.
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 38, menunjukkan terdapat
hubungan antara perilaku konsumsi minuman beralkohol teman sebaya dengan
perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja. Cara teman sebaya
mempengaruhi secara langsung yaitu dengan aktif dan eksplisit mengajak
temannya untuk mengkonsumsi minuman beralkohol , seperti mengajak untuk
konsumsi minuman beralkohol dengan teman – teman, ataupun menawarkan
minuman alkohol gratis. Sedangkan cara tidak langsung yang digunakan oleh
teman sebaya untuk mempengaruhi temannya misalnya dengan memberikan
informasi bahwa perilaku konsumsi minuman beralkohol, adalah perilaku yang
diterima masyarakat dan dikagumi oleh remaja seusia mereka Borsari et al (2001).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Rokok Remaja
Hasil regresi logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumsi rokok menghasilkan koefisien determinasi (nagelkerke R2) sebesar
0,411 artinya 41,1 persen varian perilaku konsumsi rokok dapat dijelaskan oleh
variabel yang ada dalam model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
yang mempengaruhi perilaku konsumsi rokok pada remaja adalah variabel jenis
kelamin, keterikatan teman sebaya, dan sikap remaja tentang rokok.
Remaja yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang 32,544 kali lebih
tinggi untuk memiliki perilaku konsumsi rokok. Semakin tinggi keterikatan teman
sebaya akan membuat remaja berpeluang memiliki perilaku konsumsi rokok 1,088
lebih tinggi. Sementara itu sikap tentang rokok mempunyai pengaruh yang positif
terhadap perilaku konsumsi , artinya semakin tinggi sikap remaja untuk menolak
rokok, maka peluang remaja untuk memiliki perilaku konsumsi rokok akan 1,094
kali lebih tinggi (Tabel 39)
Tabel 39 Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi rokok remaja Variabel Bebas B Sig. Exp(B)
Jenis Kelamin 3,483 0,000** 32,544 Usia remaja ,191 0,637 1,210
Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.05 * nyata pada p ≤ 0.1
66
Tabel 39 Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi rokok remaja (lanjutan)
Variabel Bebas B Sig. Exp(B) Usia Ayah -2,727E-02 0,614 0,973Usia Ibu 0,052 0,400 1,053Pendidikan Ayah -2,212E-01 0,264 0,802Pendidikan Ibu -1,878E-01 0,317 0,829Pendapatan Keluarga 7,833E-08 0,246 1,000Uang Saku -1,862E-07 0,916 1,000Keterikatan Teman Sebaya 0,084 0,050* 1,088Pengetahuan Tentang Rokok 0,304 0,468 1,356Sikap Tentang Rokok 0,090 0,082* 1,094Perilaku Konsumsi Rokok Orangtua -1,518E-02 0,900 0,985Perilaku konsumsi Rokok Teman Sebaya 0,084 0,449 1,088Pengasuhan Ayah 0,374 0,683 1,453Pengasuhan Ibu 18,873 0,999 1,572E+0
8Konstanta -2,616E+01 0,998 4,356E-12Nagelkerke R Square 0,411 Chi-Square 58,340 Sig 0,000
Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.05 * nyata pada p ≤ 0.1
Hasil penelitian pada Tabel 39 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku konsumsi rokok, hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Kann, et al (2000) menemukan pada masyarakat
Filipina secara umum, lebih memberikan kebebasan pada laki – laki untuk
melakukan berbagai aktifitas sosial dibandingkan dengan perempuan. Orangtua di
Filipina akan membiarkan anak laki – lakinya untuk konsumsi rokok maupun
mengkonsumsi minuman beralkohol, tetapi tidak akan membiarkan anak
perempuan untuk memiliki perilaku-perilaku tersebut. Hasil uji regresi logistik
pada Tabel 39 menunjukkan keterikatan teman sebaya berpengaruh terhadap
perilaku konsumsi rokok, seperti yang dijelaskan dalam penelitian Goodrow
(2003), yang menjelaskan bahwa teman sebaya meningkatkan kencenderungan
remaja sebanyak dua kali lipat untuk memiliki perilaku konsumsi rokok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap remaja yang anti terhadap
rokok berpeluang lebih tinggi untuk memiliki perilaku konsumsi rokok sebesar
1,094 kali. Baron dan Byrne (2002) menjelaskan bahwa ketika sikap
menghasilkan suatu perilaku, tergantung oleh suatu keadaan, keadaan yang sesuai
67
dalam penelitian ini adalah disonansi kognitif yaitu ketika sikap tidak selaras
dengan perilaku yang terbentuk. Selain disonansi kognitif keadaan yang
mempengaruhi sikap untuk menjadi perilaku pada remaja adalah teman sebaya
yang pada penelitian ini menunjukkan pengaruh pada pembentukan perilaku
konsumsi rokok remaja.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Remaja
Hasil regresi logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumsi minuman beralkohol remaja menghasilkan koefisien determinasi
(nagelkerke R2) sebesar 0,456 artinya 45,6 persen varian perilaku konsumsi
minuman beralkohol dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi perilaku konsumsi
rokok pada remaja adalah variabel jenis kelamin, pendapatan keluarga, keterikatan
teman sebaya, dan sikap remaja tentang minuman beralkohol.
Remaja yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang 31,712 kali lebih
tinggi untuk memiliki perilaku konsumsi minuman beralkohol. Pendapatan
keluarga berpengaruh positif terhadap pembentukan perilaku konsumsi minuman
beralkohol remaja, artinya semakin tinggi pendapatan keluarga, maka peluang
remaja untuk memiliki perilaku konsumsi minuman beralkohol 1,000 lebih tinggi.
Semakin tinggi keterikatan teman sebaya akan membuat remaja berpeluang
memiliki perilaku konsumsi minuman beralkohol 1,155 lebih tinggi. Sementara
itu sikap tentang minuman beralkohol mempunyai pengaruh yang positif terhadap
perilaku konsumsi minuman beralkohol, artinya semakin tinggi sikap remaja
untuk menolak minuman beralkohol, maka peluang remaja untuk memiliki
perilaku konsumsi minuman beralkohol akan 1,405 kali lebih tinggi (Tabel 40).
Tabel 40 Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi minuman beralkohol
Variabel Bebas B Sig. Exp(B) Jenis Kelamin 3,457 0,001** 31,712 Usia Remaja 0,054 0,921 1,055 Usia Ayah -6,990E-02 0,270 0,932 Usia Ibu 0,078 0,281 1,081
Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.05 * nyata pada p ≤ 0.1
68
Tabel 40 Variabel yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi minuman beralkohol (lanjutan)
Variabel Bebas B Sig. Exp(B) Pendidikan Ayah -2,399E-01 0,306 0,787 Pendidikan Ibu -3,048E-01 0,183 0,737 Pendapatan Keluarga 1,627E-07 0,038* 1,000 Uang Saku -2,462E-06 0,287 1,000 Keterikatan Teman Sebaya 0,144 0,007* 1,155 Pengasuhan Ayah -7,363E-02 0,940 0,929 Pengasuhan Ibu 18,991 0,999 1,769E+08 Pengetahuan tentang Minuman Beralkohol
0,110
0,789
1,116
Sikap tentang Minuman Beralkohol 0,340 0,025* 1,405 Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Orangtua
-4,785E-01
0,221
0,620
Perilaku Konsumsi Minuman Beralkohol Teman Sebaya
0,025
0,802
1,026
Konstanta -2,102E+01 0,998 7,438E-10 Nagelkerke R Square 0,456 Chi-Square 55,300 Sig 0,000
Keterangan: ** nyata pada p ≤ 0.05 * nyata pada p ≤ 0.1
Hasil penelitian pada Tabel 40 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku konsumsi minuman beralkohol, hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Kann, et al (2000) menemukan pada
masyarakat Filipina secara umum, lebih memberikan kebebasan pada laki – laki
untuk melakukan berbagai aktifitas sosial dibandingkan dengan perempuan.
Orangtua di Filipina akan membiarkan anak laki – lakinya untuk konsumsi rokok
maupun mengkonsumsi minuman beralkohol, tetapi tidak akan membiarkan anak
perempuan untuk memiliki perilaku-perilaku tersebut.
Pendapatan keluarga berpengaruh dalam pembentukan perilaku konsumsi
minuman beralkohol remaja, selaras dengan hasil penelitian Scholte (2008) yang
menemukan bahwa pendapatan orangtua berperan dalam pembentukan perilaku
konsumsi minuman beralkohol remaja. Semakin tinggi pendapataan akan
mempermudah akses remaja untuk mendapatkan minuman beralkohol.
Hasil uji regresi logistik pada Tabel 40 menunjukkan keterikatan teman
sebaya berpengaruh terhadap perilaku konsumsi rokok, seperti yang dijelaskan
dalam penelitian Scholte et al (2008), yang menjelaskan bahwa teman sebaya
69
memberikan pengaruh pembentukan perilaku konsumsi minuman beralkohol dan
pengaruh teman sebaya tersebut juga berperan dalam pembentukan perilaku
konsumsi minuman beralkohol remaja hingga dewasa .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap remaja yang anti terhadap
rokok berpeluang lebih tinggi untuk memiliki perilaku konsumsi minuman
beralkohol sebesar 1,405 kali. Baron dan Byrne (2002) menjelaskan bahwa ketika
sikap menghasilkan suatu perilaku, tergantung oleh suatu keadaan, keadaan yang
sesuai dalam penelitian ini adalah disonansi kognitif yaitu ketika sikap tidak
selaras dengan perilaku yang terbentuk. Selain disonansi kognitif keadaan yang
mempengaruhi sikap untuk menjadi perilaku pada remaja adalah teman sebaya
yang pada penelitian ini menunjukkan pengaruh pada pembentukan perilaku
konsumsi rokok remaja.
Pembahasan Umum
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons. Begitu pula dengan
perilaku konsumsi rokok dan perilaku konsumsi minuman beralkohol, juga
terbentuk dari berbagai stimulus.
Terdapat tiga hal utama yang paling berperan bagi perkembangan remaja,
yaitu : keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Keluarga memiliki aspek
yang paling berperan dalam perkembangan remaja, yaitu pola interaksi hubungan
orangtua-anak yang membentuk sumber daya penting pada aspek sosial emosi
yang nantinya akan lebih berkembang melebihi apa yang ada pada masa anak-
anak. Interaksi orangtua dan anak melalui gaya pengasuhan akan berpengaruh
secara signifikan baik pada perkembangan remaja maupun pada pencapaian
perkembangan tersebut yang biasanya tercermin pada perilaku Lerner et al (2004).
Oleh karena itu, dalam pembentukan perilaku konsumsi rokok dan perilaku
konsumsi minuman beralkohol pada remaja , keluarga sangat berperan. Berbagai
penelitian menyebutkan pengasuhan authoritative, akan menghindarkan remaja
dari perilaku yang berisiko, Selain itu pemberian teladan yang baik, dengan tidak
menunjukkan perilaku yang dilarang bagi anak, selalu mengkomunikasikan untuk
70
menghindari perilaku berisiko, serta melakukan pengawasan dalam keseharian
anak diduga dapat mencegah perilaku berisiko pada anak.
Hal lain yang juga berperan dalam perkembangan anak adalah teman sebaya
dan lingkungan sekolah. Teman sebaya pada usia remaja memiliki peranan yang
cukup tinggi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan terbentuknya perilaku
konsumsi rokok dan perilaku konsumsi minuman beralkohol pada remaja juga
disebabkan oleh pengaruh dari teman sebaya. Apabila teman sebaya memiliki
perilaku-perilaku berisiko tersebut, maka besar kemungkinan remaja untuk
memiliki perilaku berisiko seperti perilaku konsumsi rokok dan konsumsi
minuman beralkohol.
Sekolah merupakan lingkungan dimana anak paling banyak menghabiskan
waktu selain dirumah. Sekolah juga merupakan tempat dimana anak bertemu
dengan kelompok teman sebayanya. Oleh karena sekolah juga berperan dalam
pembentukan perilaku anak.
Hasil Penelitian ini menunjukkan, gaya pengasuhan authoritative orangtua
tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol
pada remaja, hal ini bertolak belakang dengan beberapa penelitian yang telah ada
sebelumnya, yang menemukan bahwa pengasuhan authorithative memberikan
kecenderungan rendah untuk memiliki perilaku menyimpang ataupun
menggunakan zat-zat berbahaya dan berisiko bagi kesehatan. Keadaan ini
mungkin saja disebabkan karena remaja tinggal di lingkungan sosial yang baik,.
Pengasuhan authoritative yang dilakukan orangtua menciptakan susana yang
hangat tetapi juga tetap menanamkan kedisiplinan dan aturan. Kazemi et al (2008)
menemukan bahwa remaja yang memutuskan untuk konsumsi rokok, merupakan
pengaruh dari lingkungan sosial dan kebutuhan untuk meniru apa yang dilakukan
anggota keluarga dan teman. Oleh karena itu remaja yang tumbuh di lingkungan
sosial dan moral yang baik , tidak mudah terpengaruh oleh perilaku yang
merugikan.
Tidak terdapatnya hubungan antara gaya pengasuhan authoritative dengan
perilaku konsumsi rokok dan konsumsi minuman beralkohol pada remaja,
kemungkinan karena gaya pengasuhan orangtua tidak berhubungan langsung
dengan terbentuknya perilaku konsumsi remaja. Terdapat faktor yang terbentuk
71
sebagai hasil dari gaya pengasuhan orangtua. Faktor tersebut menjadi variabel
tengah diantara variabel gaya pengasuhan dan perilaku konsumsi remaja, yang
pada akhirnya variabel tengah tersebut berhubungan langsung dengan perilaku
konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja. Faktor yang kemungkinan
menjadi variabel penengah tersebuat dalah faktor internal diri remaja yaitu self-
esteem, self-control, dan self-efficacy.
Wattananonsakul et al (2010) menemukan bahwa pengasuhan yang positif
akan membentuk self-control yang positif pada anak. Di dalam penelitiannya,
Wattananonsakul menemukan bahwa self-control, berperan sebagai mediator yang
berpengaruh pada terbentuknya perilaku konsumsi rokok dan konsumsi minuman
beralkohol pada remaja.
Selain karena faktor self-control remaja, faktor lain yang dapat menjadi
variabel penengah adalah self-esteem. Yang dan Schaninger (2010), menyatakan
bahwa pengasuhan yang penuh kehangatan akan merangsang pembentukan self-
esteem pada remaja. Remaja yang memiliki self –esteem, cenderung untuk tidak
terlibat dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol.
Faktor lain yang juga mungkin menjadi variabel penengah antara gaya
pengasuhan dan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol adalah self-
efficacy remaja. Menurut Bandura (2005), keluarga berperan dalam pembentukan
self-efficacy anak. Keluarga terutama orangtua berperan dalam memotivasi anak-
anak mereka untuk mencoba tantangan dan untuk mencapainya. Lingkungan
sosial keluarga yang positif secara tidak langsung mengajarkan kepada anak
strategi untuk mengatasi kesulitan. Berdasarkan penjelasan tersebut, artinya
keluarga berperan dalam pembentukan keyakinan diri untuk mengatasi kesulitan
dalam hal menolak terlibat dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman
beralkohol. Seperti hasil penelitian Flay (1998) yang menemukan salah satu cara
untuk mencegah perilaku merokok remaja adalah dengan memperkuat
kemampuan remaja untuk menolak pengaruh lingkungan yang akan membuat
remaja menjadi perokok. Menurut Engels et al (1998), salah satu faktor individu
yang penting adalah refusal - self efficacy yang berarti kepercayaan diri dalam
hal kemampuan untuk tetap menjadi “non-smoker” dan menolak.
72
Pada penelitian ini, teman sebaya tidak berperan dalam pembentukan
perilaku konsumsi rokok, sesuai dengan penjelasan sebelumnya kemungkinan
pembentukan perilaku konsumsi rokok tidak melibatkan peran teman sebaya,
tetapi kemungkinan merupakan karena faktor internal dalam diri remaja (self-
esteem, self-control, self-efficacy).
Pada penelitian ini, Keterikatan teman sebaya berpengaruh terhadap
perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja. Sehingga dapat
disimpulkan dari penelitian ini, dalam pembentukan perilaku konsumsi rokok dan
minuman beralkohol remaja, teman sebaya memiliki peran yang lebih kuar
daripada peran keluarga. Menurut Huver et al (2007) teman sebaya berperan
dalam pembentukan perilaku konsumsi rokok. Sedangkan Borsari et al (2001)
menemukan cara teman sebaya mempengaruhi secara langsung yaitu dengan aktif
dan eksplisit mengajak temannya untuk mengkonsumsi minuman beralkohol ,
seperti mengajak untuk konsumsi minuman beralkohol dengan teman – teman,
ataupun menawarkan minuman alkohol gratis. Sedangkan cara tidak langsung
yang digunakan oleh teman sebaya untuk mempengaruhi temannya misalnya
dengan memberikan informasi bahwa perilaku konsumsi minuman beralkohol,
adalah perilaku yang diterima masyarakat dan dikagumi oleh remaja seusia
mereka.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian di dalam penelitian ini adalah hasil
penelitian ini menunjukkan perilaku konsumsi rokok dan perilaku konsumsi
minuman beralkohol memiliki hubungan yang positif, artinya perilaku konsumsi
rokok berperan dalam pembentukan perilaku konsumsi minuman beralkohol, dan
sebaliknya perilaku konsumsi minuman beralkohol juga berperan dalam
pembentukan perilaku konsumsi rokok. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian Wattananonsakul et al (2010) yang menemukan terdapat hubungan
positif pada perilaku konsumsi rokok dan konsumsi minuman beralkohol pada
remaja di Thailand.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka sangat penting bagi orangtua dan pihak
sekolah menemukan cara terbaik untuk mencegah terbentuknya perilaku konsumsi
rokok dan perilaku konsumsi minuman beralkohol pada remaja, karena selain
perilaku-perilaku tersebut merupakan perilaku yang berisiko bagi remaja,
73
terbentuknya salah satu perilaku berisiko pada remaja memiliki kecenderungan
akan membentuk perilaku berisiko lainnya. Menurut Bandura (2005), sekolah
juga merupakan faktor yang dapat berperan dalam pembentukan self-efficacy
anak. Maka orangtua dan pihak sekolah sebaiknya bekerja sama dalam
menentukan cara yang tepat untuk mencegah internalisasi peran teman sebaya
dalam pembentukan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: pertama,
penelitian ini adalah studi cross-sectional sehingga tidak dapat mengamati
perilaku konsumsi rokok dan konsumsi minuman beralkohol responden secara
longitudinal. Kedua, dalam penelitian ini tidak melihat peranan faktor internal
remaja, faktor sekolah dan faktor media pada pembentukan perilaku merokok dan
perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja.