hasil dan pembahasan a. kondisi umum daerah penelitian...

49
55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Umum Kota Bandung . Kota Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Secara geografis wilayah Kota Bandung berada antara 107°36’ 00” BT dan 6° 55’ 00”LS dengan luas wilayah 167,45 km. Wilayah Kota Bandung terbagi dalam 26 Kecamatan, 139 Kelurahan / Desa, 1.494 Rukun Warga dan 4. 9.205 Rukun Tetangga. Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Temperatur rata-rata 23,1 0 C, curah hujan rata-rata 204,11 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 18 hari per bulannya. Dominasi penggunaan lahan di kota Bandung adalah tanah pekarangan dengan prosentase 56,76% atau seluas 9.487 Ha. Lahan sawah seluas 1.290 Ha atau 12,73%. Penggunaan lahan Kota Bandung adalah berupa Sawah 2.128 12,73, Kebun /Tegalan 1.290 7,72, Ladang / Huma 13 0,08, Pekarangan 9.487 56,76, Perkantoran / Rekreasi - 0,00, Kolam / Tebat / Empang 69 0,41, Tambak 2 0,01, Lainnya 3.762 22,29 dengan jumlah 16.715 100,00.

Upload: dinhxuyen

Post on 12-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Daerah Penelitian

1. Kondisi Umum Kota Bandung

. Kota Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota

Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi

komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Secara geografis wilayah Kota

Bandung berada antara 107°36’ 00” BT dan 6° 55’ 00”LS dengan luas wilayah

167,45 km. Wilayah Kota Bandung terbagi dalam 26 Kecamatan, 139 Kelurahan /

Desa, 1.494 Rukun Warga dan 4. 9.205 Rukun Tetangga. Iklim Kota Bandung

dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Temperatur rata-rata

23,10 C, curah hujan rata-rata 204,11 mm, dan jumlah hari hujan

rata-rata 18 hari per bulannya.

Dominasi penggunaan lahan di kota Bandung adalah tanah pekarangan

dengan prosentase 56,76% atau seluas 9.487 Ha. Lahan sawah seluas 1.290 Ha atau

12,73%. Penggunaan lahan Kota Bandung adalah berupa Sawah 2.128 12,73, Kebun

/Tegalan 1.290 7,72, Ladang / Huma 13 0,08, Pekarangan 9.487 56,76, Perkantoran /

Rekreasi - 0,00, Kolam / Tebat / Empang 69 0,41, Tambak 2 0,01, Lainnya 3.762

22,29 dengan jumlah 16.715 100,00.

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

56

Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas

permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter

dan terendah di sebelah Selatan 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kota

Bandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah relatif

datar sedangkan di wilayah kota bagian Utara berbukit-bukit yang menjadikan

panorama indah.

Keadaan geologis dan tanah yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya

terbentuk pada jaman kwarter dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan

Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis

andosol, di bagian selatan serta di bagian timur terdiri atas sebaran jenis alluvial

kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah

andosol.

2. Kondisi Umum Kecamatan Ciwidey

Posisi geografis Kecamatan Ciwidey 31’30” BB – menurut Peta Rupa Bumi

adalah antara 1070 31’30” BB - 1070 31’30” BT dan 70 2’15” LU – 70 18’00”LS.

Kecamatan Ciwidey mempunyai luas wilayah yaitu 40.674,67 Ha.

Penggunaan lahan di wilayah Ciwidey ini di dominasi oleh penggunaan lahan

untu kebun teh, yaitu seluas 12.771,1 Ha atau sebesar 31,4 % dari total luas

penggunaan lahan. Kawasan ruang terbangun adalah sebesar 4,79 % yang digunakan

untuk pemukiman.

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

57

Topografi wilayah Ciwidey merupakan daerah dengan topografi relative

bergelombang dan sedikit datar. Daerah ini terletak pada ketinggian kurang lebih

1100 meter di atas permukaan air laut. Bentuk wilayah yang terdapat di ketiga

kecamatan tersebut adalah berbukit (15 – 25 %), bergelombang (8 – 15 %), berombak

(3 – 8 %), dan datar (0 – 3 %). Daerah bergelombang dan berombak sebagian besar

terdapat di Kecamatan Pasirjambu, yaitu seluas 12749,6 Ha untuk luas wilayah

bergelombang (8 – 15%).

Keadaan hidrologi dari suatu wilayah mencerminkan kondisi tata air dan

wilayah tersebut yang terlihat dari keadaan sungai-sungai yang mengalir disamping

faktor iklim terutama curah hujan. Daerah penelitian merupakan daerah aliran

sungai (DAS) Citarum.

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

58

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

59

Gambar 4.1 Peta Jalur kereta Bandung-Ciwidey

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

60

3. Penggunaan Lahan Sepanjang Jalur Kereta Api Bandung-Ciwidey

Lahan menurut Arsyad (1989:207) merupakan suatu lingkungan fisik yang

terdiri atas iklim, relief, tanah, air, flora dan fauna, serta bentukan hasil budaya

manusia. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat.

Adapun penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik materil maupun spiritual.

Penggunaan lahan yang terdapat disepanjang jalur Kereta api Bandung-

Ciwidey berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 lembar 1208-633 Soreang,

1208-634 Pakutandang, 1208-222 Cililin, 1208-544 Pasirjambu. 1208-631

Pangalengan, 1208-632 Lebaksari, 1208-524 Cibuluh, 1208-542 Baru Tunggul, 1209-

311 Bandung dan 1209-312 Ujungberung, serta hasil observasi terdiri atas

permukiman, sawah, kebun, ladang, semak dan lahan kosong. Penggunaan Lahan

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Penggunaan Lahan Di Sepanjang jalur Kereta Bandung-Ciwidey

No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) (%)

1 Sawah Tadah Hujan 10.344 4.47

2 Sawah Irigasi 45.523 19.66 3 Kebun 44.201 19.09 4 Ladang/Huma 19.711 8.51 5 Semak 1.233 0.53 6 Perkebunan 38.212 16.51 7 Tanah Kosong 36 15.55 8 Kolam/Empang 1.139 0.49 9 Permukiman 35.139 15.18

Jumlah 231.502 100 Sumber: Kabipaten Bandung Dalam Angka 2009

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

61

Sumber:Kabupaten Bandung dalam Angka, 2009

Gambar 4.2 Gambar Persentase Penggunaan Lahan Di Kabupaten Bandung

Berdasarkan grafik di atas penggunaan lahan di Kabupaten Bandung sebagian besar

merupakan sawah irigasi sebesar 45.523 Ha dengan presentase 19,66% dari total

keseluruhan luas lahan.

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

62

Gambar 4.3

Peta Penggunaan Lahan Jalur Kereta Api Bandung-Ciwidey

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

63

B. Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penelitian

1. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk

Jalur kereta api Bandung-Ciwidey terdapat pada 7 Kecamatan yang dilalui. Berikut ini

data dari ke 7 Kecamatan yang dilalui oleh jalur kereta api Bandung-Ciwidey:

Tabel 4.2 Sebaran Penduduk di Sepanjang Jalur Kereta Bandung-Ciwidey

No Nama Kecamatan

Luas Wilayah

(Km)

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk

1 Bojongsoang 27.81 83.950 3.019 2 Dayeuhkolot 11.03 120.251 10.902 3 Baleendah 41.56 189.533 4.560 4 Banjaran 42.92 112.388 2.619 5 Pameungpeuk 14.62 66.559 4.553 6 Soreang 25.51 102.690 4.025 7 Pasirjambu 239.58 81.914 0.342

Jumlah 403.03 757.285 30.02 Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2000-2010.

Dari ke 7 kecamatan tersebut berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat luas wilayah terbesar

adalah Kecamatan Pasijambu yaitu 239,58 km2 dengan jumlah penduduk 81.914 jiwa.

Sedangkan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Dayeuhkolot yaitu 11,03 km2 dengan jumlah

penduduk 120.251 jiwa.

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk berdasarkan pada usia dan jenis kelamin diperlukan untuk

mengetahui angka ketergantungan dan rasio jenis kelamin. Penjelasan mengenai komposisi

penduduk di Kabupaten Bandung berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

4.3 Berikut ini:

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

64

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Sepanjang Jalur Kereta Bandung-

Ciwidey

No. Nama Kecamatan Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Bojongsoang 62.082 58.169 120.251 2 Dayeuhkolot 61.885 61.001 122.886 3 Baleendah 92.950 96.583 189.533 4 Pameungpeuk 33.013 33.546 66.559 5 Banjaran 54.998 57.390 112.388 6 Soreang 50.702 51.988 102.690 7 Pasirjambu 40.810 41.104 81.914

Jumlah 396.44 399.781 796.221 Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2000-2010.

Dari tabel tersebut dapat diketahui rasio jenis kelamin (sex ratio) untuk penduduk yang

ada di daerah penelitian, dengan menggunakan rumus:

Sr = ����ℎ �� − ��

����ℎ �������� � 100

(Sunarto, 1985 :34)

�� =396.44

399.781 � 100

= 99,16 dibulatkan menjadi 99

Dari perhitungan di atas, diperoleh ratio jenis kelamin yaitu 99 yang berarti pada tiap 99

orang perempuan terdapat 99 laki-laki. Komposisi penduduk ini memegang peranan penting

dalam produktifitas dengan memberikan kemungkinan-kemungkinan pertumbuhan penduduk

dimasa mendatang.

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

65

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kabupaten

Bandung, dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah % 1 Pertanian 499.520 50.11 2 Perdagangan 148.633 14.91 3 Pertambangan dan Penggalian 3.296 0.33 4 Jasa 184.479 18.51 5 Bangunan 37.068 3.72 6 Komunikasi 2.380 0.24 7 Industri Pengolahan 92.287 9.26 8 Angkutan 27.772 2.79 9 Hotel dan Restoran 1.452 0.15

Jumlah 996.887 100 Sumber:Kabupaten Bandung Dalam Angka 2009

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten

Bandung memilih mata pencaharian di bidang pertanian yaitu sebanyak 499.520 atau 50,11%.

Banyaknya penduduk yang bekerja di bidang pertanian disebabkan oleh penggunaan lahan di

Kabupaten Bandung sebagian besar masih berupa lahan pertanian. Sedangkan mata pencaharian

lainnya yaitu berupa perdagangan, jasa, bangunan dan lain-lain seperti yang sudah disebutkan

pada tabel diatas.

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

66

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumberdaya manusia yang berkualitas dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki

oleh setiap individu. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada

tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Nama Kecamatan

Tingkat Pendidikan Tidak Punya

Ijazah SD SLTP SLTA PT

1 Bojongsoang 21.969 19.64 14.237 12.802 5.564 2 Dayeuhkolot 8.133 21.964 27.112 27.983 1.775 3 Baleendah 19.076 45.937 41.314 36.674 5.794 4 Banjaran 10.765 27.320 23.189 22.335 2.355 5 Pameungpeuk 12.600 14.138 10.599 12.86 2.001 6 Soreang 14.517 32.32 15.932 12.94 5.510 7 Pasirjambu 14.619 17.17 19.991 6.740 1.026

Jumlah 101.697 178.489 152.374 132.334 24.025 Sumber: Kabupaten Bandung Dalam Angka 2009

C. Sejarah PT. Kereta Api (Persero)

Menurut PT. Kereta Api (Persero) kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan

pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Desa Kemijen Jum’at tanggal 17 Juni

1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele.

Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg

Maatschappij” (NV. NISM) yang di pimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju Desa

Tanggung(26km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum

pada Hari Sabtu, 10 Aguatus 1867.

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

67

Keberhasilan NV. NISM membangun jalan kereta api antara Kemijen – Tanggung, yang

kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan Kota Semarang – Surakarta

sepanjang 110 km akhirnya mendorong minat investor asing untuk membangun jalan kereta api

didaerah lainnya. Tidak mengherankan, jika terjadi pertumbuhan pesat panjang rel antara tahun

1864-1900. Jika tahun 1867 panjang rel baru 25 km, maka tahun 1870 menjadi 110 km.

Kemudian, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900

menjadi 3.338 km.

Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan diberbagai daerah. Sampai

pada tahun 1939, panjang jalan kereta api di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun

1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan

karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan

Jepang (1942 – 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan kereta api yang dibangun semasa

pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah – Cikara dan 220 km antara Muaro – Pekanbaru.

Dari segi pengelolaannya perkeretaapian pada zaman Hindia Belanda dikelola oleh

Pemerintah dan swasta. Pemerintah mengelola melalui Perusahaannya yaitu Staats Spoorwegen

(SS). Sedangkan perusahaan swasta tergabung dalam Vereniging Van Nederlands Indische Spoor

en Tramweg Maatschappij atau disebut juga Verenigde Spoorwegbedrijf (VS).

Perusahaan kereta api pertama dibangun oleh perusahaan swasta yang dimulai dari

Semarang. Dilakukan oleh N.V. Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS)

berkedudukan di Negeri Belanda. Berdasarkan Gouverment Besluit No. 1 tahun 1862, tanggal 28

Agustus 1892 pemerintah Hindia Belanda menyerahkan tanah dan member konsesi kepada NIS

untuk membangun jalan kereta api di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian bermunculan

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

68

perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang beroperasi di Wilayah Jawa Tengah,

Yogyakarta, Jawa Barat termasuk juga Madura. Jumlah perusahaan kereta api swasta ada 12

perusahaan, selain NIS yaitu :

1. N.V Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS);

2. N.V Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS);

3. N.V Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS);

4. N.V Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS);

5. N.V Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (Ps.SM);

6. N.V Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM);

7. N.V Probolinggo Stoomtram Maatschappij (Pb.SM);

8. N.V Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM);

9. N.V Malang Stoomtram Maatschappij (MS);

10. N.V Madoera Stoomtram Maatschappij (Mad.SM);

11. N.V Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).

Perusahaan kereta api negara (SS) mulai membangun jalan kereta api pada tahun 1875

dari Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan Staatsblad 1875 No. 141 oleh Pemerintah diserahkan

tanah kepada SS untuk pembangunan jalan kereta api lintas Surabaya-Malang, peresmian

pertama tanggal 16 Mei 1878 adalah jalur Surabaya-Pasuruan. Selanjutnya SS membangun jalan

kereta api di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat, Lampung

dan Sumatera selatan.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada jepang.

Perusahaan kereta api SS dan VS pengelolaannya disatukan oleh Pemerintah Jepang. Kereta api

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

69

di Jawa dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang diberi nama Rikuyu Sokyoku dan dibagi dalam tiga

daerah eksploitasi yaitu 1) Seibu Kyoku di Jawa Barat; 2) Chubu Kyoku di Jawa Tengah dan 3)

Tobu Kyoku di Jawa Timur. Kereta api di Sumatera dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang dan

dibagi dalam tiga daerah eksploitasi, yaitu 1) Nanbu Sumatora Tetsudo di Sumatera Selatan

termasuk Lampung; 2) Seibu Sumatora Tetsudo di Sumatera Barat; dan 3) Kita Sumatora

Tetsudo di Aceh dan Sumatera Utara.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan

kereta api yang bergabung dalam “Angkatan Moeda Kereta Api” (AMKA) mengambil alih

kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peritiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28

September 1945, pembacaan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya,

menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan

bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan berada lagi campur tangan dengan urusan

perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai

Hari Kereta Api di Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementrian Perhubungan RI

No. 1/KA Tanggal 23 Oktober 1946 Perusahaan Kereta Api SS dan VS dikelola oleh Djawatan

Kereta Api RI (DKARI).

Pada masa perjuangan revolusi fisik dengan datangnya kembali Belanda bersama sekutu,

kekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik kereta api

dioperasikan oleh DKARI, sedangkan di daerah-daerah yang diduduki kembali oleh Belanda,

kereta api dioperasikan oleh SS dan VS. Setelah terjadi pegakuan kedaulatan, perusahaan kereta

api dikuasai kembali oleh Pemerintah RI. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan,

Tenaga dan Pekerjaan Umum RI tanggal 6 Januari 1950 No.2 tahun 1950, terhitung 1 januari

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

70

1950 DKARI dan SS serta VS digabung menjadi satu Djawatan dengan nama Djawatan Kereta

Api (DKA). Selanjutnya terjadi perubahan perusahaan sampai menjadi PT. Kereta Api (Persero).

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41

Tahun 1959 asset dari 12 perusahaan kereta api swasta Belanda yang tergabung dalam verenigde

Spoorwegbedrijf (VS) tersebut diserahkan pengelolaannya kepada DKA, sehingga sejak

berlakunya PP ini maka secara yuridis semua asset VS sudah menjadi asset DKA yang sekarang

sudah menjadi PT.Kereta Api (Persero).

Pada saat ini perkeretaapian di Indonesia dikelola oleh PT. Kereta Api (Persero) yang

dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Penngalihan Bentuk

Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan berkantor

Pusat di Jl. Perintis No.1 Bandung.

D. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan informasi dari PT. Keret Api

(Persero) yaitu adanya penguasaan tanah yang dilakukan oleh penduduk yang menempati rel

kereta api yang sudah dinonaktifkan pada tahun 1979 yaitu jalur rel kereta Bandung-Ciwidey

seperti yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya. Setelah data berhasil dikumpulkan,

langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah mencoba mengolah untuk menjawab

pertanyaan yang telah diajukan pada BAB I.

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

71

1. Karakteristik penduduk yang membangun permukiman di sepanjang jalur kereta

Bandung-Ciwidey.

a. Identitas Responden

Sesuai dengan teknik pengambilan sampel pada Bab III, penelitian ini mengambil sampel

penduduk dari Kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung, atas dasar pertimbangan letak

dan jarak, serta kondisi daerah, maka untuk sampel wilayah diambil 7 kecamatan (Kecamatan

Bojongsoang, Dayeuhkolot, Baleendah, Pameungpeuk, Banjaran, Soreang, Pasirjambu). Dari

setiap Kecamatan hanya diambil satu Desa yang dilihat bahwa desa-desa tersebutlah yang

banyak menempati jalur kereta api Bandung-Ciwidey yang sudah tidak aktif. Dari ke 7

desa/kelurahan tersebut diambil sampel 81 orang yang terdiri atas 12 orang dari Desa

Bojongsoang, 10 orang dari Desa Dayeukolot, 29 orang dari Kelurahan Baleendah, 7 orang dari

Desa Pameungpeuk, 7 orang dari Desa Banjaran, 7 orang dari Desa Soreang dan 9 orang dari

Desa Pasirjambu. Adapun karakteristik dari responden dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah Responden berdasarkan umur di sepanjang jalur kereta Bandung-Ciwidey

merupakan data yang diperoleh saat penelitian berlangsung yang telah memberikan jawaban dari

wawancara. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6 Berikut ini:

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

72

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur F (%) 1 <26 tahun 5 6 2 26-35 tahun 20 25 3 36-45 tahun 32 40 4 46-55 tahun 16 20 5 >55 tahun 8 10

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa <setengahnya (40%) adalah responden

yang berumur 36-45 tahun dan sebanyak (25%) adalah responden kelompok umur 26-35 tahun.

Adapun sebagian kecil lainnya. Responden berumur 46-55 tahun (20%), >55 tahun (10%) dan

<26 tahun (6%).. Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 4, berikut ini:

Sumber: Hasil Penelitia, 2011

Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan hal yang penting bagi kualitas sumber daya manusia

menjadi lebih unggul dan kaitannya dengan kemajuan dibidang pendidikan penduduk. Tingkat

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

73

pendidikan menunjukkan kecakapan seseorang. Adapun jumlah responden berdasarkan

pendidikan terakhir di sepanjang jalur kereta api Bandung-Ciwidey dapat dilihat pada tabel 4.7

berikut ini:

Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan F (%) 1 Tidak Sekolah 1 1 2 Sekolah Dasar 35 43 3 Sekolah Menengah Pertama 33 41 4 Sekolah Menengah Atas 12 15 5 Perguruan Tinggi 0 0

Jumlah 81 100 Sumber : Hasil Penelitian 2011

Sumber: Hasil Penelitian, 2011

Gambar 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas responden di daerah penelitian

hanya mencapai jenjang Sekolah Dasar yaitu <setengahnya (43%) dan Sekolah Menengah

Pertama (41%). Adapun sebagian kecil lainnya yaitu responden yang berpendidikan Sekolah

Menengah Atas (15%), Tidak sekolah (1%). Sedangkan responden yang pendidikannya di

tingkat Perguruan tinggi tidak ada.

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

74

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata Pencaharian/pekerjaan biasanya disesuaikan dengan latar

belakang pendidikan, jenis kelamin, umur, keahlian dan keterampilan seseorang. Responden

berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian f (%) 1 Buruh 10 12 2 Wiraswasta 55 68 3 Karyawan 13 16 4 TNI/Polri 2 2 5 Swasta 1 1

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian, 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari setengahnya (68%) responden

bermata pencaharian sebagai wiraswasta. Adapun sebagian kecil responden yang

bermatapencaharian sebagai karyawan (16%), buruh (12%), TNI/Polri (2%) dan swasta (1%).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 4.7 berikut ini:

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

75

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Mata Pencaharian

e. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan merupakan jumlah hasil nafkah dalam jangka waktu tertentu (harian,

mingguan, bulanan, dsb). Kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh tingkat pendapatan.

Pendapatan yang tinggi biasanya memiliki kesejahteraan yang baik, begitu pula sebaliknya.

Adapun data mengenai jumlah pendapatan berdasarkan tingkat pendapatan di daerah penelitian

dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini:

Tabel 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No. Pendapatan f (%) 1 <500.000 20 25 2 500.000-1.000.000 37 46 3 1.000.000-2.000.000 21 26 4 >2.000.000 3 4

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

76

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Berdasarkan tabel dan gambar di atas dapat diketahui bahwa kurang dari setengahnya

(46%) responden berpendapatan 500.000-1.000.000, responden berpendapatan 1.000.000-

2.000.000 (25%), berpendapatan <500.000 (25%). Sedangkan hanya sebagian kecil (4%)

responden yang berpendapatan >2.000.000.

f. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan dalam keluarga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.10

berikut ini:

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

77

Tabel 4.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

No. Jumlah Tanggungan F (%) 1 1 23 28 2 2 29 36 3 3 18 22 4 4 7 9 5 5 3 4 6 >5 1 1

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa <setengahnya responden yang memliki jumlah

tanggungan 2 orang (36%) dan jumlah tanggungan 1 orang (28%). Adapun sebagian kecil

responden memiliki jumlah tanggungan 3 orang (22%), jumlah tanggungan 4 (9%), jumlah

tanggungan 5 (4%) dan jumlah tanggungan >5 orang (1%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada grafik 4. berikut ini:

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tnggungan

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

78

g. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah

Status kepemilikan rumah merupakan salah satu hal yang mempengaruhi tingkat

kemapanan seseorang. Adapun status kepemilikan rumah responden ditunjukkan pada Tabel 4.11

Berikut ini:

Tabel 4.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah

No. Status Kepemilikan Rumah F (%) 1 Milik Sendiri 71 88 2 Sewa 10 12

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah

Tabel dan gambar tersebut menunjukkan status kepemilikan rumah responden di lokasi

penelitian. Sebagian besar responden (88%) status kepemilikan rumahnya yaitu milik sendiri

sedangkan hanya sebagian kecil (12%) responden dengan status rumah menyewa.

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

79

h. Karakteristik Responden Berdasarkan Kondisi Rumah

Tingkat kesejahteraan seseorang dapat dilihat salah satu nya dari kondisi rumah itu

sendiri. Kondisi rumah yang baik juga akan mencerminkan kehidupan yang layak atau sejahtera.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.12 Karakteristik Responden Berdasarkan Kondisi Rumah

No. Kondisi Rumah F (%)

1 Permanen 52 64 2 Semi Permanen 29 36 3 Tidak permanen 0 0

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa >setengahnya (64%) kondisi rumah

responden di daerah penelitian kondisinya sudah permanen. Sedangkan <setengahnya (36%)

kondisi rumah responden yaitu semi permanen.Dan tidak ada responden yang kondisi rumahnya

tidak permanen.

i. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Rumah

Ukuran luas rumah pun berpengaruh kepada respon penduduk terhadap rencana

pengaktifan rel kereta tersebut. Berikut ini adalah tabel luas rumah di daerah penelitian.

Tabel 4.13 Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Rumah

No. Luas Rumah f % 1 12 m2 - 20 m2 40 49 2 21 m2 - 30 m2 23 28 3 31 m2 - 40 m2 2 3 4 41 m2 - 50 m2 8 10 5 >50 m2 8 10

Jumlah 81 100 Sumber : Hasil Penelitian 2011

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

80

Berdasarkan tabel tersebut, <setengahnya responden memiliki rumah dengan luas 12 m2

– 20 m2 (49%) dan 21 m2 - 30 m2 (28%). Adapun sebagian kecil lainnya yaitu responden dengan

luas rumah >50 m2 (10%), 41 m2 - 50 m2 (10%) dan 31 m2 - 40 m2 (3%).

j. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Bekas Rel Kereta Api

Di daerah penelitian diketahui jarak rumah responden ke bekas rel kereta api yang sudah

non aktif ini beragam. Hal ini juga akan mempengaruhi respon penduduk terhadap rencana

pengaktifan rel kereta tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini:

Tabel 4.14 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Bekas Rel Kereta Api

No. Jarak Rumah f (%)

1 < 1 meter 61 75

2 1 - 2 meter 14 17

3 > 2 meter 6 8 Jumlah 81 100

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar (75%) rumah

responden di daerah penelitian memiliki jarak kurang dari satu meter. Sedangkan sebagian kecil

lainnya responden dengan jarak rumah ke bekas rel antara 1 – 2 meter (17%) dan lebih dari 2

meter (8%).

Dari berbagai sumber diketahui bahwa selama ini penggunaan tanah bekas rel oleh

penduduk telah berlangsung lama. Terhadap hal tersebut selama ini belum pernah ada

pertentangan atau konflik antara penduduk dengan PT. Kereta Api (Persero) dan belum pernah

ada larangan atau imbauan agar tanah tersebut tidak digunakan oleh pihak manapun.

Jalur kereta Bandung-Ciwidey sepanjang 40,396 km, sekitar 80% dari jalur tersebut telah

dikuasai penduduk dan berubah fungsi menjadi permukiman. Jalur ini tadinya merupakan bagian

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

81

dari jalur kereta api yang menghubungkan Bandung-Ciwidey. Di atas tanah tersebut sekarang

sudah tidak kelihatan sebagai jalan kereta api, tetapi sudah menjadi permukiman penduduk.

Bahkan pada sebagian tempat, besi yang merupakan sarana rel kereta api tidak kelihatan karena

tertutup bangunan dan bila ditelusuri berada dalam bagian rumah penduduk. Penduduk

menggunakan tanah tersebut untuk berbagai keperluan. Dari hasil pengamatan dilapangan,

sebagian besar tanah tersebut digunakan untuk permukiman dan di atasnya berdiri bangunan

rumah semi permanen dan sebagian besar permanen. Bahkan ada juga sebidang tanah yang

digunakan untuk pabrik tahu. Selain itu banyak juga yang digunakan untuk tempat usaha seperti

rumah makan, warung, dan toko – toko. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di daerah

penelitian adapun latar belakang penduduk membangun permukiman di sepanjang jalur tersebut

yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut ini:

Tabel 4.15 Alasan Penduduk Tinggal Di Sepanjang Jalur Kereta Bandung-Ciwidey

No Alasan Tinggal f (%)

1 Peninggalan Orang tua 15 18.52

2 Harga Tanah Murah 38 46.91

3 Tidak ada pilihan lain 21 25.93

4 Letaknya Strategis 7 8.64

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Pada tabel 4.19 dapat diketahui bahwa alasan responden membangun permukiman di

jalur rel kereta api Bandung-Ciwidey yaitu hampir setengahnya menjawab harga tanah di daerah

tersebut murah. Sedangkan beberapa responden menjawab alasan lain yaitu permukiman yang

mereka tinggali merupakan peninggalan dari orangtua mereka dan beberapa responden

menjawab bahwa tidak punya pilihan lain untuk membangun rumah di tempat lain. Dan selain

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

82

itu ada pula yang mengatakan bahwa daerah tersebut letaknya strategis dari fasilitas-fasilitas

yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat diketahui bahwa hampir semua

dari mereka yang tinggal di sepanjang jalur tersebut adalah mereka yang bukan melakukan

okupasi langsung terhadap tanah PT. Kereta Api (Persero). Mereka menempati tanah

berdasarkan jual beli yang hanya dengan bukti kwitansi dengan pengguna sebelumnya atau ada

pula yang mengaku mereka mendapatkannya dari orang tua mereka seperti yang sudah

diungkapkan di atas. Penggunaan tanah pada waktu mereka membeli tanah tersebut digunakan

untuk berbagai penggunaan. Mereka mengaku bahwa pada waktu mereka membeli di atas tanah

tersebut ada yang digunakan untuk kebun, sawah, alang-alang ataupun sudah ada bangunan

rumah baik yang sudah permanen maupun berupa rumah berdinding bilik.

Berdasarkan hasil wawancara di daerah penelitian pada mulanya tanah tersebut

digunakan sebagai prasarana operasional dari kereta api yaitu berupa jalan rel. Tanah- tanah

disamping kiri dan kanan rel yang merupakan tanah PT. Kereta Api (Persero) digarap oleh para

pekerja PJKA waktu itu. Mereka menggunakan tanah tersebut dengan ijin perusahaan untuk

kolam, kebun dan sawah. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan tanah disekitar rel tersebut.

Pada Tahun 1979 operasi kereta api jalur Bandung-Ciwidey berhenti. Dengan

berhentinya jalur tersebut, maka otomatis rel tersebut tidak berfungsi sesuai tujuannya. Tanah

sebagai lahan rel dibiarkan begitu saja, sampai tahun 1990 menurut keterangan penduduk

setempat bahwa tanah bekas rel tersebut tidak dikelola dan hanya ditumbuhi oleh rumput dan

alang-alang. Sementara tanah-tanah disampingnya masih tetap dikelola oleh pegawai atau

pensiunan dari PJKA untuk kebun, kolam ataupun sawah.

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

83

Pada tahun – tahun berikutnya disekitar tanah bekas rel yang mulanya digarap bukan

untuk pertanian, mulai berdiri bangunan rumah. Walaupun pada mulanya lahan bekas rel belum

digunakan untuk apapun. Pada tahun – tahun selanjutnya tanah-tanah disekitar rel kereta api

telah berubah fungsi menjadi tempat tinggal yang akhirnya sampai juga pada tanah – tanah bekas

lahan yang digunakan rel kereta api.

Menurut hasil wawancara di daerah penelitian bahwa pada mulanya tanah-tanah yang

dikuasai oleh pegawai ataupun pensiunan PJKA digarap oleh mereka sendiri. Lambat laun

dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah, mereka ada yang mendirikan bangunan di

atasnya. Lalu dari mereka ada yang mengkavling-kavling tanah tersebut untuk kemudian dijual

kepada pihak lain. Untuk tanah bekas rel yang tadinya tidak digarap, mulai mereka garap dengan

tujuan untuk dipakai sendiri ataupun dijual. Bahkan banyak bekas pegawai PJKA yang menjual

tanah – tanah bekas lahan rel kereta api dengan cara mengkavling masing-masing seluas 60 m2.

Bangunan di atas tanah rel kereta api tersebut pada mulanya mungkin baru satu atau dua

unit, tetapi hal ini tidak ada teguran atau larangan baik dari pihak PT.Kereta Api (Persero)

maupun dari pihak lain termasuk desa. PT. Kereta Api (Persero) sendiri mengetahui bahwa

tanahnya sekarang telah dikuasai oleh penduduk. Sikap permisif dari PT. Kereta Api (Persero)

inilah yang kemudian menjadi seakan – akan “izin” untuk menggunakan tanah tersebut, sehingga

penduduk dengan bebas tanpa ada larangan dalam menggunakan tanah tersebut termasuk

melakukan jual beli. Sehingga lama-kelamaan tanah tersebut telah banyak berpindah tangan.

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

84

2. Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana respon Penduduk di

sekitar jalur rel kereta Bandung-Ciwidey terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta

tersebut.

Adapun untuk mengukur respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel

kereta Bandung-Ciwidey penulis hubungkan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

mata pencaharian, status kepemilikan rumah dan jarak rumah ke bekas rel.

a. Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan sumberdaya

manusia menjadi lebih unggul. Tingkat kehidupan seseorang dapat dilihat dari bagaimana tingkat

pendidikan yang pernah mereka tempuh. Maka tingakat pendidikan pun mampu menjadi sebuah

parameter seseorang untuk mengemukakan pendapat ataupun merespon hal-hal yang terjadi di

sekitar mereka. Oleh karena itu, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi respon seseorang

terhadap suatu hal. Dalam hal ini, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi respon penduduk

disepanjang jalur kereta api Bandung-Ciwidey terhadap rencana pengaktifan kembali rel

tersebut. Penulis beranggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan

semakin melek terhadap hak dan kewajiban mereka serta semakin tau tentang kedudukan lahan

yang mereka kuasai. Sehingga respon yang terjadi akan berbeda dengan mereka yang tingkat

pendidikannya yang lebih rendah. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui respon penduduk

terhadap rencana pengaktifan rel kereta berdasarkan tingkat pendidikan. Respon penduduk

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

85

tersebut berdasarkan tingkat pendidikan terhadap rencana ini ditunjukkan pada Tabel 4.16

berikut ini:

Tabel 4.16 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju Kurang

Setuju Tidak Setuju

1 Tidak Sekolah 0 0 1 1

2 SD 6 2 27 35

3 SMP 9 2 22 33

4 SMA 1 1 10 12

5 PT 0 0 0 0 Jumlah 16 5 60 81

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.10 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pada Tabel 4.16 dan Gambar 4.11 Dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk tidak

setuju dengan rencana pengaktifan rel kereta Bandung-Ciwidey. Penduduk dengan tingkat

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

86

pendidikan SD mendominasi menjawab tidak setuju. Sedangkan respon tidak setuju banyak

dijawab oleh responden dengan tingkat pendidikan SMP.

Jika dihubungkan antara respon penduduk dengan tingkat pendidikan penduduk diketahui

dengan menggunakan rumus theta. Perhitungnnya dapat dilihat pada Lampiran. Hasil dari

perhitungannya menunjukkan angka 0,0679. Angka ini menunjukkan bahwa di antara variabel X

dan Y terdapat hubungan yang lemah sekali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat

pendidikan responden maka jawabannya yaitu semakin tidak setuju terhadap rencana pengaktifan

rel tersebut. Adapun tingkat signifikansi hubungan antara kedua variable diatas yang dihitung

dengan menggunakan uji statistik t menghasilkan angka 0,6054. Jika dibandingkan dengan t

tabel dengan taraf nyata 5% dengan skor standar 1,671, maka t hitung lebih kecil dari t tabel,

yakni 0,6054 < 1,671. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Ini berarti antara

tingkat pendidikan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan rel kereta Bandung-

Ciwidey terdapat hubungan yang tidak signifikan.

Adapun hasil wawancara dengan responden jika dilihat dari tingkat pendidikan yang

pernah mereka tempuh hal ini mempengaruhi respon penduduk terhadap rencana tersebut karena

rendahnya tingkat pendidikan di daerah penelitian yaitu didominasi oleh lulusan SD dan SMP

maka pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap penguasaan lahan tersebut sangatlah

kurang. Sehingga mereka tinggal di lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya tanpa

mengetahui prosedur yang benar. Dengan kata lain mereka bisa disebut sebagai penghuni liar.

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

87

b. Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan merupakan jumlah hasil nafkah dalam jangka waktu tertentu (harian,

mingguan, bulanan, dsb). Tingkat pendapatan dapat berpengaruh terhadap respon seseorang

terhadap rencana pengaktifan Rel kereta api Bandung-Ciwidey. Penulis beranggapan bahwa

semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka mereka tidak akan memanfaatkan lahan yang

statusnya belum jelas, sehingga penduduk yang berpendapatan tinggi akan memilih untuk tidak

tinggal di lahan tersebut. Sebaliknya, penduduk yang tingkat pendapatannya lebih rendah akan

lebih tertarik untuk tinggal d lahan tersebut karena pendapatan mereka yang terbatas. Adapun

hubungan antara tingkat pendapatan dengan rencana tersebut dapat dilhat pada Tabel 4.17

berikut ini:

Tabel 4.17 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Tingkat Pendapatan

No. Pendapatan

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

1 <500.000 3 1 16 20 2 500.000-1.000.000 6 3 28 37 3 1.000.000-2.000.000 6 1 14 21 4 >2.000.000 1 0 2 3

Jumlah 16 5 60 81 Sumber:Hasil Penelitian, 2011.

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

88

Gambar 4.11 Gambar Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Pada Tabel 4.17 dan Gambar 4.12 yaitu menunjukkan bahwa sebagian besar responden

dengan pendapatan rendah maupun tinggi menjawab tidak setuju terhadap rencana pengaktifan

rel kereta tersebut dan hanya beberapa responden yang menjawab setuju dan kurang setuju.

Jika dihubungkan antara respon penduduk dengan tingkat pendapatan penduduk

diketahui dengan menggunakan rumus theta. Perhitungnnya dapat dilihat pada Lampiran. Hasil

dari perhitungannya menunjukkan angka 0,1191. Angka ini menunjukkan bahwa di antara

variabel X dan Y terdapat hubungan yang lemah sekali. Maka tingkat pendapatan pengaruhnya

sangat lemah terhadap respon penduduk terhadap rencana tersebut. Adapun tingkat signifikansi

hubungan antara kedua variable diatas yang dihitung dengan menggunakan uji statistik t

menghasilkan angka 1,0737. Jika dibandingkan dengan t tabel dengan taraf nyata 5% dengan

skor standar 1,671, maka t hitung lebih kecil dari t tabel, yakni 1,0737 < 1,671. Hal ini

menunjukkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Ini berarti antara tingkat pendapatan dengan

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

89

respon penduduk terhadap rencana pengaktifan rel kereta Bandung-Ciwidey terdapat hubungan

yang tidak signifikan.

Adapun hasil wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian bahwa mereka

tidak setuju terhadap rencana tersebut karena dilihat dari jumah pendapatan yang mereka peroleh

kebanyakan responden berpendapatan tidak terlalu tinggi sehingga mereka tidak mampu untuk

memiliki rumah yang selayaknya. Mereka tidak mampu untuk membeli tanah ataupun rumah di

daerah yang lebih layak. Hal ini mempengaruhi respon tidak setuju terhadap rencana pengaktifan

rel kereta Bandung-Ciwidey walaupun lemah hubungannya. Mereka yang tidak setuju

kebanyakan beralasan karena khawatir pemerintah tidak akan memberikan ganti rugi yang sesuai

pada mereka jika rencana tersebut terealisasi.

c. Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian merupakan salah satu faktor penting bagi peningkatan sosial ekonomi

di suatu daerah, maka dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang orientasi

perekonomian di suatu daerah. Adapun penduduk yang tinggal di daerah penelitian sebagian

besar bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang. Banyaknya penduduk yang bermatapencaharian

sebagai pedagang dikarenakan tempat tinggal mereka dekat dengan pasar dan lokasi penelitian

merupakan daerah yang padat penduduk sehingga akan menimbulkan banyak kebutuhan mulai

dari makanan sampai kebutuhan lainnya. Namun adapula penduduk yang bekerja sebagai

karyawan karena tempat tinggal mereka dekat dengan pabrik. Mata pencaharian ini tentunya

berpengaruh terhadap respon penduduk terhadap rencana pengaktifan rel kereta Bandung-

Ciwidey. Penulis beranggapan bahwa semakin tinggi tingkat mata pencaharian penduduk maka

jumlah pendapatan yang mereka peroleh akan semakin besar sehingga matapencaharian yang

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

90

mereka miliki akan mempengaruhi penduduk untuk tidak tinggal di jalur kereta tersebut.

Sehingga penduduk dengan mata pencaharian rendah akan lebih memilih untuk tinggal di jalur

tersebut. Adapun tabel respon penduduk terhadap rencana tersebut berdasarkan mata

pencaharian ini ditunjukkan pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18

Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengatifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata

Pencaharian

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju Kurang

Setuju Tidak Setuju

1 Buruh 1 2 7 10

2 Wiraswasta 12 3 40 55

3 Karyawan 2 0 11 13

4 TNI/POLRI 1 0 1 2

5 Swasta 0 0 1 1 Jumlah 16 5 60 81

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.12 Gambar Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengatifan Rel Kereta Bandung-

Ciwidey Berdasarkan Mata Pencaharian

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

91

Tabel 4.18 dan Gambar 4.12 Menunjukkan respon penduduk terhadap rencana

pengaktifan rel kereta berdasarkan mata pencaharian. Sebagian besar penduduk yang tidak setuju

terhadap rencana tersebut adalah penduduk bermata pencaharian wiraswasta atau pedagang yaitu

dengan 40 responden, buruh sebanyak 7 responden, karyawan 11 responden sedangkan

TNI/POLRI dan swasta masing-masing hanya yang menjawab tidak setuju hanya 1 responden

saja. Hanya sebagian kecil saja dari penduduk disekitar jalur rel kereta tersebut menjawab setuju.

Untuk mengetahui korelasi antara keduanya dapat dihitung dengan menggunakan rumus

chi kuadrat (X2). Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran . Hasil perhitungan chi kuadrat

dengan menggunakan SPSS menunjukkan nilai hitung ci kuadrat 6.459 dan nilai signifikansi 0,

596. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan

bahwa antara mata pencaharian dengan respon penduduk terdapat hubungan yang tidak

signifikan.

Berdasarkan hasil wawancara, penduduk yang tidak setuju terhadap rencana

diaktifkannya kembali rel kereta Bandung-Ciwidey ini beralasan jika diaktifkan, maka mereka

akan digusur sehingga tidak menutup kemungkinan mereka akan kehilangan pekerjaan

sebelumnya atau jarak ke tempat kerja pun akan berubah sehingga biaya hidup akan bertambah.

Dengan demikian, mata pencaharian akan berpengaruh terhadap respon penduduk disepanjang

jalur rel kereta terhadap rencana pengaktifan kembali rel tersebut.

Page 38: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

92

d. Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah

Status kepemilikan rumah pada dasarnya dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap

rencana pengaktifan rel kereta. Penduduk yang rumah yang mereka tempati milik sendiri

tentunya akan berbeda responnya dengan mereka yang status rumah yang ditempatinya sewa.

Penulis beranggapan bahwa dengan status rumah milik sendiri maka responden akan menolak

terhadap rencana tersebut karena mereka sudah merasa meliki atas rumah tersebut. Sedangkan

responden yang status rumahnya menyewa mungkin akan lebih pasrah terhadap hal yang akan

terjadi jika rencana pengaktifan ini direalisasikan. Adapun jika dilihat respon penduduk terhadap

rencana pengaktifan rel ini berdasarkan status kepemilikan rumah dapat dilihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah

No. Status

Kepemilikan Rumah

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju Kurang

Setuju Tidak Setuju

1 Milik Sendiri 11 5 55 71

2 Sewa 5 0 5 10

Jumlah 16 5 60 81 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Page 39: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

93

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.13

Gambar Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah

Pada Tabel 4.19 dan Gambar 4.15 Dapat diketahui bahwa penduduk yang memiliki

rumah sendiri sebanyak 92 % menjawab tidak setuju rel kereta tersebut diaktifkan dan 8%

menjawab setuju. Sedangkan penduduk yang rumahnya menyewa jawabannya seimbang antara

setuju dengan tidak setuju, yaitu 50% setuju dan 50% sisanya menjawab tidak setuju.

Korelasi chi kuadrat antara respon terhadap rencana pengaktifan rel dengan status

kepemilikan rumah menunjukkan nilai X2 hitung chi kuadrat 6.881 dan nilai signifikansi 0,032.

Karena nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05, maka Ha diterima dan H0 ditolak yang berarti

bahwa status kepemilikan rumah dapat mempengaruhi respon penduduk sepanjang jalur rel

kereta terhadap rencana pengaktifan kembali rel tersebut. Perhitungan chi kuadrat ini dapat

dilihat pada Lampiran . Dengan memperhatikan hubungan antara keduanya, maka dapat

diketahui bahwa penduduk yang sudah memiliki rumah sendiri di jalur tersebut menolak atau

tidak setuju terhadap rencana tersebut karena mereka menolak untuk digusur dengan alasan

mereka sudah merasa nyaman tinggal di tempat tersebut dan jika digusur mereka tidak punya

Page 40: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

94

pilihan tempat lain untuk pindah. Tetapi jika hal ini ternyata terealisasi maka mau tidak mau

mereka harus terima untuk digusur dari tempat tersebut, karena mereka menyadari bahwa lahan

yang mereka tempati tersebut bukan lahan yang selayaknya untuk dihuni. Sedangkan untuk

penduduk yang rumahnya menyewa dengan hasil yang seimbang antara setuju dan tidak setuju

karena mereka merasa tidak terikat sehingga mereka tidak memiliki rumah sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di daerah penelitian mengenai rencana

pengaktifan kembali rel kereta api jalur Bandung-Ciwidey ini, penduduk yang menempati rel

tersebut ada yang mengetahui dan ada yang tidak mengetahui. Namun sebagian besar penduduk

mengetahui mengenai rencana tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.20 berikut ini:

Tabel 4.20 Sosialisasi Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey

No. Sosialisasi Rencana Pengaktifan f (%)

1 Pernah 79 98 2 Tidak Pernah 2 2

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Pada tabel 4.20 di atas sebanyak 98 % penduduk mengatakan bahwa sosialisasi terhadap

rencana pengaktifan tersebut sudah pernah dilakukan baik oleh pihak PT. KAI (Persero) maupun

pemerintah daerah setempat. Hanya beberapa responden yang tidak mengetahui mengenai

rencana tersebut. Sumber informasi yang mereka dapatkan bermacam-macam. Hal tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Page 41: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

95

Tabel 4.21 Sumber Informasi Mengenai Rencana Pengaktifan Rel Kereta Bandung-Ciwidey

No. Sumber Informasi f (%) 1 Media Elektronik 2 3 2 Media Massa 9 11 3 Pemerintah 22 27 4 Orang lain 48 59

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Berdasarkan data pada tabel 4.21 di atas mereka mengetahui adanya rencana pengaktifan

rel tersebut yaitu dari media elektronik hanya sedikit responden yang mendapat informasi ini dari

media elektronik seperti berita di televisi dan radio, sedangkan sumber lainnya yaitu berasal dari

berita di media massa yaitu berita di Koran dan pemerintah daerah pun sering memberikan

selebaran atau surat edaran berupa pemberitahuan mengenai rencana tersebut. Dan kebanyakan

penduduk mengetahui informasi mengenai rencana tersebut dari orang lain yang sudah

mengetahui informasi mengenai rencana ini sebelumnya.

e. Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey Berdasarkan Jarak Rumah Ke Bekas Rel

Rumah yang nyaman memang memiliki kriteria tertentu. Salah satunya yaitu faktor jarak.

Baik jarak rumah dengan rumah yang lainnya, jarak rumah dengan fasilitas kehidupan, dll.

Dalam penelitian ini jarak rumah dengan bekas rel kereta api akan dihubungkan dengan respon

penduduk terhadap rencana pengaktifan rel kereta Bandung-Ciwidey. Penulis beranggapan

bahwa semakin jauh jarak rumah dengan bekas rel kereta di jalur tersebut maka mereka tidak

masalah dengan rencana pengaktifan tersebut. Namun semakin dekat jarak rumah dengan bekas

rel tersebut maka mereka akan menolak terhadap rencana pengaktifan tersebut. Adapun

Page 42: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

96

hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon penduduk terhadap rencana tersebut

ditunjukkan pada Tabel 4.22 berikut ini:

Tabel 4.22 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Jarak Rumah ke Bekas Rel

No. Jarak Rumah

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

1 < 1 meter 12 3 46 61

2 1 - 2 meter 2 1 11 14

3 > 2 meter 2 1 3 6 Jumlah 16 5 60 81

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Sumber: Hasil Penelitian 2011

Gambar 4.14 Gambar Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-

Ciwidey Berdasarkan Jarak Rumah ke Bekas Rel

Berdasarkan Tabel 4.27 tersebut menunjukkan bahwa responden yang jarak rumah ke rel

< 1 meter sebanyak 76% menjawab tidak setuju terhadap rencana pengaktifan rel kereta tersebut

Page 43: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

97

dan sisanya sebanyak 24% menjawab setuju. Sebagian besar rumah yang berada di daerah

penelitian memiliki jarak < 1 meter dengan bekas rel kereta tersebut bahkan tidak sedikit pula

rumah yang berdiri tepat di atas bekas rel tersebut. Sedangkan untuk rumah yang jaraknya agak

jauh sekitar 1-2 meter dan > 2 meter beberapa dari mereka menjawab setuju terhadap rencana

tersebut.

Korelasi antara respon terhadap rencana pengaktifan rel dengan jarak rumah ke bekas rel

dihitung dengan menggunakan theta. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran. Hasil

perhitungan theta menunjukkan angka 0,2901. Angka ini menunjukkan bahwa korelasi antara

keduanya rendah atau lemah tapi pasti. Adapun tingkat signifikansi hubungan antara kedua

variable diatas yang dihitung dengan menggunakan uji statistik t menghasilkan angka 2,8151.

Jika dibandingkan dengan t tabel dengan taraf nyata 5% dengan skor standar 1,671, maka t

hitung lebih besar dari t tabel, yakni 2,8151 > 1,671. Hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima

dan H0 ditolak. Ini berarti antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon penduduk terhadap

rencana pengaktifan rel kereta Bandung-Ciwidey terdapat hubungan yang signifikan.

Responden yang menjawab tidak setuju sebagian besar penduduk yang jarak rumahnya

ke bekas rel < 1 meter dengan alasan jika rel tersebut diaktifkan mereka tidak ingin terusir dari

daerah tersebut karena mereka tidak punya alternatife lain untuk pindah ke lokasi lain.

Sedangkan mereka yang menjawab setuju sebagian besar responden yang jarak rumahnya > 2

meter dengan alasan karena jaraknya jauh sehingga mereka tidak khawatir akan terusir dari

daerah tersebut, mungkin rumah mereka hanya akan mundur beberapa meter dari rel tersebut.

Selain jarak rumah ke bekas rel kereta api, ukuran luas rumah juga dapat mempengaruhi

respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey tersebut.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.28 berikut ini:

Page 44: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

98

Tabel 4.23 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-

Ciwidey Berdasarkan Luas Rumah

No. Luas Rumah

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju Kurang

Setuju Tidak Setuju

1 12 m2 - 20 m2 8 3 29 40

2 21 m2 - 30 m2 3 1 19 23

3 31 m2 - 40 m2 1 0 1 2

4 41 m2 - 50 m2 1 1 6 8

5 >50 m2 3 0 5 8

Jumlah 16 5 60 81 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kebanyakan penduduk memiliki luas

rumah seluas 12 m2 - 20 m2. Dan dapat diketahui pula baik rumah dengan ukuran kecil maupun

yang besar, mereka menjawab tidak setuju terhadap rencana pengaktifan kembali rel tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden bahwa mereka yang menjawab tidak

setuju dengan alasan sama seperti sebelumnya bahwa mereka tidak mau kehilangan rumah yang

sudah mereka tempati jika rel tersebut diaktifkan. Namun luas rumah yang tidak terlalu besar

bukan berarti mereka bangun dengan kondisi yang tidak permanen. Walaupun luasnya kecil

mereka membangun rumah secara permanen. Kondisi rumah pula dapat mempengaruhi respon

penduduk terhadap rencana tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.29 berikut ini:

Page 45: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

99

Tabel 4.24 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Kondisi Rumah

No. Kondisi Rumah

Respon Terhadap Rencana Pengaktifan

Jumlah Setuju Kurang

Setuju Tidak Setuju

1 Permanen 10 2 40 52 2 Semi Permanen 6 3 20 29 3 Tidak Pemanen 0 0 0 0

Jumlah 16 5 60 81 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk memiliki rumah

dengan kondisi yang sudah permanen. Dari sisi kualitas bangunan, banyak rumah permanen yang

kualitasnya bagus bahkan ada yang bisa dikatakan sangat bagus untuk kalangan di

perkampungan. Hal inilah yang memicu penduduk untuk merespon tidak setuju terhadap rencana

pengaktifan kembali rel tersebut.

Rencana pengaktifan kembali rel Kereta jalur Bandung-Ciwidey ini tentu saja akan

menimbulkan berbagai konflik didalamnya. Dari hasil penelitian diatas bahwa berdasarkan

berbagai hal ternyata penduduk kebanyakan tidak setuju terhadap rencana tersebut, hal ini

mungkin terjadi karena menyangkut kepentingan mereka.

Berbagai respon muncul dari penduduk setempat jika terjadi penggusuran. Hal ini dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Page 46: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

100

Tabel 4.25 Kesiapan Penduduk Jika Terjadi Penggusuran

No. Kesiapan Penggusuran F (%) 1 Ya 67 83 2 Tidak 14 17

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Berdasarkan tabel 4.29 tersebut bahwa lebih dari setengahnya responden menjawab

mereka siap untuk digusur dari rumah mereka. Mereka menjawab siap untuk digusur dari temapt

tinggal mereka karena mereka meyatakan bahwa sebenarnya mereka salah telah memakai tanah

tersebut atau menempati lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya yaitu tanah milik PT.

KAI (Persero). Namun secara kemanusiaan mereka ingin diberikan ganti rugi terhadap bangunan

yang mereka punya, karena mereka merasa bahwa merekapun tinggal disana tidak ada yang

melarang dan membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tiap tahunnya.

Rencana pengaktifan rel kereta Bandung-Ciwidey ini jika dilihat dari segi manfaat atau

kepentingannya bagi penduduk setempat maka hal ini akan mempertimbangkan berbagai aspek

yaitu antara lain apakah keuntungan atau manfaat yang akan diperoleh oleh penduduk yang

berada disekitar jalur tersebut. Maka pertanyaan yang muncul yaitu perlukah rel kereta ini

diaktifkan kembali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.31 berikut ini:

Tabel 4.26 Respon Penduduk Terhadap Rencana Pengaktifan Kembali Rel Kereta Bandung-Ciwidey

Berdasarkan Manfaat Kereta Api

No. Rel perlu aktif F (%) 1 Ya 8 9 2 Tidak 73 91

Jumlah 81 100 Sumber: Hasil Penelitian 2011

Page 47: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

101

Berdasarkan tabel 4.26 tersebut dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden

menjawab bahwa rel kereta api Bandung-Ciwidey tidak perlu di aktifkan kembali yaitu sebanyak

91% responden. Sedangkan sisanya yaitu 9% menjawab ya bahwa mereka merasa perlu rel

tersebut diaktifkan kembali.

Dari hasil wawancara terhadap responden dapat diketahui untuk mereka yang menjawab tidak

perlu ada berbagai alasan yang dikemukakan. Adapun alasan tersebut antara lain mereka merasa

sudah cukup puas dengan transportasi lain yang sudah ada selain kereta api yaitu

motor,mobil,bus, angkutan umum dan lain-lain. Jika rel tersebut di aktifkan mereka menganggap

keberadaanya akan percuma saja karena mereka lebih tertarik pada alat transportasi lain. Selain

alasan tersebut ada beberapa alasan lain pula yaitu diantaranya bahwa jalur tersebut jaraknya

terlalu dekat yaitu dari Kota Bandung menuju Ciwidey, kecuali jika jarak jalurnya ditambah

dengan daerah tujuan lain mungkin kereta ini akan lebih efektif. Selain itu jika jalur tersebut

diaktifkan hal ini diperkirakan hanya memberikan keuntungan beberapa pihak saja. Tetapi selain

jawaban responden yang mengatakan tidak perlu beberapa responden juga menjawab bahwa rel

tersebut perlu diaktifkan kembali dengan alasan yaitu banyak keuntungan yang bisa diperoleh

yaitu memudahkan pengangkutan barang dan jasa, selain itu kereta api akan menjadi salah satu

pilihan alternatif jika terjadi kemacetan di jalur jalan raya.

Page 48: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

102

E. Implikasi Hasil Penelitian Bagi Pendidikan Geografi

Menurut Sumaatmadja (1996:12) “pada hakikatnya pengajaran geografi adalah

pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala

alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya”.

Materi pengajaran geografi selalu digali dari permukaan bumi pada suatu lokasi untuk

mengungkapkan corak kehidupan manusia yang memberikan ciri khas terhadap wilayah yang

bersangkutan sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografi pada lokasi yang bersangkutan.

Dalam penelitian ini objek geografi yang dikaji adalah:

1. Fenomena fisik, seperti kondisi iklim, hidrologi, penggunaan lahan.

2. Fenomena sosial, seperti kondisi keadaan penduduk dengan berbagai aktivitasnya, serta

respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta api..

Berdasarkan hakikat dan ruang lingkup geografi di atas, jelas bahwa materi dan bahan

pengajaran geografi adalah segala kenyataan yang ada di permukaan bumi yang berkenaan

dengan kehidupan masyarakat manusia maupun yang berkenaan dengan keadaan alam dengan

segala prosesnya. Fungsi dari pengajaran geografi yakni mengembangkan sikap rasional dan

tanggung jawab dalam menghadapi gejala geosfer dan permasalahan yang timbul akibat dari

interaksi manusia dengan lingkungan. Sedangkan tujuan dari pengajaran geografi yaitu agar

siswa memiliki pengetahuan sikap dan keterampilan untuk mengembangkan pengetahuan secara

analisis geografis dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul akibat manusia dan

lingkungan.

Secara khusus materi yang dikaji oleh geografi yang berkaitan dengan penelitian ini

terdapat dalam mata kuliah Geografi Penduduk, Geografi Perilaku dan Geografi Ekonomi.

Page 49: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter4x.pdfBandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api,

103

Adapun materi pelajaran geografi di sekolah terdapat pada pendidikan SLTA kelas XI semester 1

materi Antroposfer.

Standar Kompetensi: Menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer

Kompetensi Dasar: - Menjelaskan pengertian fenomena antroposfer

- Menganalisis aspek kependudukan