hanggar kelompok 15

Upload: slprabowo18

Post on 14-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    1/14

    Tugas Hukum Anggaran Negara

    Kasus Mantan Dirut Merpati Airlines, Apakah Termasuk

    Kerugian Negara?

    Kelompok 15:

    Evan Ferdian Basri (1106074203)

    Ebel Aston (1106074260)

    Alysha Athia (1106074273)

    Monica Margaretha Napitupulu (1106074310)

    Reyhan Arsyaputra (1106074336)

    Taufiqurrahman (1106074380)

    Fransiskus Xaverius Sigit Luhur Prabowo (1106074405)

    DEPOK,

    2013

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    2/14

    A. Permasalahan/Issue

    Pada tahun 2006, di bulan Januari, Pemerintah memberi suntikan modal PMN sebesar 75

    milyar rupiah, yang masih kurang dari kebutuhan. Oleh sebab itu, kondisi keuangan Merpati

    semakin memburuk hingga bulan April 2006 dan pemegang saham telah menunda

    pengesahan RKAP atau Rencana Kerja Anggaran Perusahaan Tahun 2006. Kemudian,

    Kementrian BUMN membantu fasilitas Kredit Avtur, dimana Merpati terus melanjutkan

    pencarian pesawat Classic melalui iklan di www.speednews.com. Pada bulan Oktober di

    tahun yang masih sama, pada akhirnya RKAP 2006 telah disahkan. Di bulan Desember tahun

    2006, terdapat momen-momen penting terkait dengan Merpati Airlines. Pada tanggal 8

    Desember, Merpati telah menerima proposal dari Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG)

    untuk menyewa dua pesawat dengan skema Leveraged Aircraft Leasing. Pada tanggal 18

    Desember, terjadi penandatanganan Lease of Aircraft Summary of Terms (LASOT) antara

    Merpati dan TALG, dimana dengan Security Deposit yang bersifat Refundable dan melalui

    Hume Associaties, Merpati menunjuk Lawrence Siburian untuk melakukan pemeriksaan

    terhadap TALG. Pada tanggal 18 sampai 20 Desember, terdapat pelaksanaan pemeriksaan

    atas TALG. Pada tanggal 19 Desember, Alan Messner, selaku CEO TALG, mengkonfirmasi

    penandatanganan Aircraft Purchase Agreement antara TALG dan East dover. Kemudian atas

    dasar informasi hasil pemeriksaan, pada tanggal 20 Desember, seluruh Direksi

    menandatangani Circular. Lalu, terdapat eksekusi transfer Security Deposit ke TALG pada

    tanggal 21 Desember.

    Pada awal tahun 2007, di bulan Januari, telah terjadi kegagalan penyerahan pesawat

    pertama. Kemudian pihak Merpati telah mengajukan gugatan perdata terhadap TALG dan

    Alan Messner pada tanggal 17 April tahun 2007. Setelah diajukan gugatan tersebut, Badan

    Pemeriksa Keuangan memeriksa Merpati di bulan yang sama. Kemudian pada bulan Mei,

    Merpati telah diperiksa oleh JAM Pidsus Kejaksaan. Setelah menjelang beberapa waktu,

    pada tanggal 9 Juli 2007, Merpati telah memenangkan gugatan perdata. Kemudian pada saat

    menjelang akhir tahun 2007, lebih tepatnya pada bulan September, Bareskrim Polri

    memeriksa Merpati dengan kesimpulan bahwa Belum Ditemukan Fakta.

    http://www.speednews.com/http://www.speednews.com/
  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    3/14

    Selanjutnya di bulan Mei 2008, tepat dua tahun setelah Kementrian BUMN membantu

    fasilitas Kredit Avtur, Merpati telah diperiksa lagi oleh JAM Intel Kejaksaan. Pada tahun

    yang sama pula Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Keuangan menyetujui

    penambahan modal Merpati sebesar Rp. 300 Miliar untuk memperbaiki kondisi perusahaan,

    antara lain, dengan melaksanakan Restrukturisasi SDM, Revitalisasi Armada, Relokasi

    Operasi dan perbaikan cash flow

    Kemudian pada bulan Oktober 2009, Komisi Pemberantas Korupsi telah memeriksa

    Merpati yang kemudian memberikan kesimpulan bahwa Tidak Ditemukan Unsur Pidana.

    Bersamaan dengan permasalahan yang ada, Merpati meluncurkan kembali sistem pelayanan

    secara online. pada tahun ini Merpati menerapkan program kinerja SDM terpadu melalui

    PMS atau Performance Manajemen System, serta peluncuran Merpati Pilot School (MPS)

    untuk mencetak kebutuhan penerbang Merpati.

    Pada tahun 2010, tepatnya bulan Mei, tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi terkait

    dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terhadap Merpati.

    Pada tahun 2011, JAM Pidsus kembali memeriksa Merpati dan kemudian dikeluarkan

    penetapan tersangka pada HN (Hotasi Nababan) dan GA (Guntur Aradea).

    B. Analisis

    1. Status Hukum Keuangan dalam Merpati Airline

    Merpati Airlines pada tahun 2006 mengadakan penyewaan 2 unit pesawat kepada Thirdstone

    Aircraft Leasing Group (TALG). Pada saat tersebut, diadakanlah penandatanganan kontrak

    Lease atau Sewa antara Merpati dan TALG tersebut. Namun, pada awal tahun 2007, terjadi

    kegagalan penyerahan unit pesawat tersebut, dan ternyata diketahui bahwa TALG telah

    melakukan perjanjian jual-beli dengan East Dover atas unit pesawat tersebut. Padahal,

    Merpati Airlines telah membayarkan uang sejumlah 1 Juta USD kepada TALG sebagai

    deposit. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah jika ditinjau dari status hukum keuangan

    Merpati Airlines, apakah perbuatan penyewaan Merpati Airlines ini telah merugikan negara

    Merpati Airlines sebagai Badan Usaha adalah termasuk Badan Usaha Milik Negara atauBUMN. BUMN ini, menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    4/14

    Badan Usaha Milik Negara, memiliki pengertian sebagai badan usaha yang seluruh atau

    sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang

    berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sehingga, di dalam BUMN, Negara hanya

    menyalurkan dana untuk penyertaan modal di dalam BUMN tersebut, yang mana modal ini

    berasalnya dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Merpati Airlines yang dalam hal ini

    termasuk sebagai Perusahaan Perseroan, sesuai dengan Pasal 1 butir 1 UU No. 19/2003,

    adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang

    seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang

    tujuan utamanya mengejar keuntungan.

    Dalam hal ini, status hukum keuangan Merpati Airlines sebagai Badan Usaha Milik Negara,

    adalah bukan termasuk sebagai kekayaan negara atau kekayaan publik. Di dalam BUMN,

    terjadi suatu transformasi dari uang publik menjadi uang privat. Pemerintah seperti telah

    disebutkan diatas melakukan penyertaan modal kepada BUMN, sehingga dapat dikatakan

    bahwa Pemerintah adalah pendiri BUMN. Sebagai penyerta/pemasok modal BUMN, negara

    statusnya adalah sebagai pemodal atau pemegang saham. Modal BUMN ini berasal dari

    Negara, yaitu dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 4 ayat (1) UU No. 19/2003). Arti

    dipisahkan tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1), pemisahan kekayaan kekayaan

    dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnyapembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, Namur pembinaan

    dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

    Dari ketentuan Pasal tersebut, tampak jelas dengan dipisahkannya dari APBN yang

    merupakan keuangan Negara itu sendiri, maka modal/kekayaan negara menjadi putus

    hubungannya dengan APBN, sehingga ketika harta kekayaan itu dimasukkan/disetor lepada

    BUMN, menimbulkan akibat, yaitu peralihan hak milik kekayaan negara menjadi kekayaan

    BUMN. Harta kekayaan tersebut bukan lagi milik negara. Hal ini sejalan dengan teori badan

    hukum, bahwa badan hukum memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan

    pendiri maupun pengurusnya. BUMN adalah badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri

    terpisah dari kekayaan negara selaku pendirinya. Karena itu, hubungan negara dan BUMN

    hanya sebatas kepemilikan saham atau modal, sementara aset yang dimiliki oleh BUMN

    merupakan milik BUMN itu sendiri.

    Negara tidak dapat lagi campur tangan atau mengutak-utik modal yang telah dimasukkan

    BUMN karena sudah menjadi milik BUMN. Kewenangannya hanya menjadi sebatas untuk

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    5/14

    mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris BUMN. Dengan kedudukannya

    sebagai pemegang saham, negara hanya berhak memperoleh pembagian keuntungan atau

    deviden dari BUMN setiap tahunnya. Kekayaan negara yang dipisahkan itu sendiri di dalam

    BUMN hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan BUMN tidak menjadi kekayaan negara.

    Sebaliknya, apabila BUMN menderita kerugian, negara bertanggung jawab hanya terbatas

    sebesar modal yang dimasukkan ke dalam BUMN. Di dalam suatu persero, pemegang saham

    tidak bertanggung jawab atas kerugian PT yang melebihi saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat

    (1) UUPT).

    Sehingga, dapat disimpulkan, bahwa saat pemerintah melakukan pemisahan kekayaan negara

    dalam rangka penyertaan BUMN, uang tersebut masih berstatus uang publik, karena sebelum

    penyertaan modal terjadi, negara masih berstatus sebagai badan hukum publik yang tunduk

    dengan hukum publik. Namun setelah BUMN berdiri, kedudukan negara sebagai badan

    hukum publik seketika bertransformasi menjadi badan hukum privat, yaitu melakukan

    pendirian badan hukum BUMN, sehingga terjadilah transformasi status hukum keuangan

    BUMN itu sendiri, yaitu yang tadinya berasal dari uang publik menjadi uang privat.

    Tanggung jawab Negara selanjutnya hanyalah terbatas kepada besarnya modal yang

    dimasukkan. Apabila BUMN menderita kerugian yang melebihi modalnya maka negara tidak

    ikut bertanggung jawab untuk menanggung kerugian tersebut.

    Oleh sebab itulah, Merpati Airlines, yang adalah merupakan salah satu Badan Usaha Milik

    Negara, dapat dikatakan bahwa status hukum keuangannya adalah termasuk uang privat,

    yaitu uang yang merupakan bagian dari kekayaan perusahaan persero tersebut dan bukan

    termasuk dari kekayaan Negara. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kekayaan BUMN

    dalam hal ini, Merpati Airlines, merupakan kekayaannya sendiri dan bukan merupakan

    kekayaan Negara.

    Namun sebenarnya, terdapat perbenturan peraturan perundang-undangan yang mengatur

    mengenai hal ini. Dimana ketentuan dalam Pasal 2 huruf g UU No. 17/2003, dianggap

    berbenturan dengan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19/2003 yang telah disebutkan di awal. Di

    dalam pasal 2 huruf g UU No. 17/2003 tersebut dinyatakan bahwa.

    g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa

    uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan

    uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan

    daerah

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    6/14

    Dari butir g diatas, kekayaan Negara dinyatakan adalah termasuk juga kekayaan yang

    dipisahkan, sehingga berarti termasuk juga atas modal yang diberikan secara penyertaan oleh

    Negara ketika berdirinya suatu BUMN. Sehingga jika dihubungkan dengan Pasal 4 UU No.

    19/2003, tampak terjadi perbenturan kepentingan, dimana di satu pihak kekayaan BUMN

    dianggap sebagai kekayaan BUMN itu sendiri, dan di pihak lain kekayaan BUMN dianggap

    sebagai kekayaan Negara. Hal ini lah yang memberi akibat berdampak akan adanya

    ketidakpastian hukum yang membingungkan penegak hukum, termasuk hakim.

    Jika dikaitkan dengan kasus Merpati Airlines yang menimpa mantan Direktur Utama

    Merpati, sesungguhnya dapat disimpulkan bahwa Negara tidak dirugikan dengan adanya

    kasus ini. Hal ini dikarenakan, jika ditinjau dari segi status hukum keuangan Merpati

    Airlines, keuangan nya sebagai suatu perusahaan BUMN, seharusnya tidak mempengaruhi

    keuangan Negara. Mengingat terdapatnya pemisahan harta kekayaan antara kekayaan BUMN

    dan kekayaan Negara itu sendiri. Dimana dengan kedudukannya sebagai pemegang saham,

    Negara yang hanya berhak untuk memperoleh pembagian keuntungan atau deviden dari

    BUMN saja, nantinya tidak akan ikut menderita kerugian yang dialami oleh BUMN. Hal ini

    merupakan akibat dari kedudukan Negara yang hanya sebagai pemodal saja di dalam

    perusahaan persero BUMN, menyebabkan Negara tidak akan menanggung kerugian lebih

    dari apa yang telah dimasukkan Negara di dalam penyertaan modalnya di BUMN. Inilahyang merupakan esensi dari pemberlakuan transformasi status hukum uang publik menjadi

    uang privat di dalam BUMN, agar dalam hal terjadinya kerugian, baik itu kerugian seperti

    yang dialami Merpati ataupun bahkan pailit, nantinya Negara tidak akan mengalami

    kerugian, karena tidak akan memberikan dampak kepada keuangan Negara itu sendiri.

    Kerugian yang dialami suatu BUMN, tidak berarti langsung merugikan Negara 1. Apalagi

    kerugian dari satu transaksi yang dilakukan BUMN saja, tentunya tidak akan berdampak

    langsung merugikan Negara, karena masih banyak terdapat lagi transaksi-transaksi lainnya

    yang dapat menguntungkan Negara.

    1http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negara, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.10

    http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negara
  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    7/14

    2.) Apakah kebijakan Direksi dapat dikatakan tindak Pidana ?

    Pada konsepnya perusahaan milik Negara atau yang biasa kita sebut dengan BUMN

    merupakan perusahaan negara yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan

    menyertakan modal sebesar minimal 51% dari negara. Terdapat beberapa pihak yang

    berwenang dalam BUMN yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Menteri, Menteri

    Teknis, Komisaris, dan Direksi 2yang masing masing memiliki wewenang yang berbeda.

    Tetapi pihak yang langsung bertanggung jawab terhadap jalannya serta kemajuan BUMN itu

    sendiri adalah Direksi, dimana Direksi bertanggung jawab atas segala tindakan yang

    dilakukan perusahaan atas nama perusahaan tersebut. Direksi memeiliki kewenangan untuk

    melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga dalam rangka kepentingan atas nama

    perusahaan tersebut, apabila dengan adanya hubungan dengan pihak ketiga justru membuat

    perusahaan merugi, atau memperlambat gerak BUMN maka Direksi wajib bertanggung

    jawab atas tindakannya3.

    Dalam kasus yang terjadi beberapa waktu yang lalu yang menimpa perusahaan milik

    negara yang bergerak dibidang pelayanan transportasi udara PT Merpati, bahwa telah terjadi

    dugaan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh Direksi PT Merpati. Direksi dianggap

    telah merugikan uang negara sebesar 1 juta dollar USA atau sekitar Rp 9,6 Milliar atas

    kebijakan yang telah dikeluarkan dalam hubungannya dengan pihak ketiga yaitu Thirdtone

    Aircraft Leasing Group (TALG), Washington DC selaku pihak yang menawarkan pesawat.

    Kebijakan yang dibuat oleh PT Merpati adalah bahwa perusahaan telah memberikan uang

    untuk menyewa pesawat dan uang tersebut telah berada di tangan TALG tetapi sampai

    sekarang pesawat yang hendak disewa PT Merpati tidak kunjung datang di Indonesia,

    sehingga timbul lah dugaan telah terjadi tindakan yang dilakukan atas nama perusahaan untuk

    kepentingan pihak tertentu dan membuat perusahaan merugi. Dugaan publik telah menyebar

    luas dengan presepsi bahwa tindakan atau kebijakan yang telah dikeluarkan oleh PT Merpati

    khususnya Direksi merupakan tindak Pidana.

    Tetapi menurut pandangan serta pemahaman kami, bahwa pandangan publik yang

    menyatakan bahwa kebijakan tersebut tindak Pidana adalah kurang tepat, karena menurut

    kami kebijakan yang dilakukan PT Merpati bukan lah mutlak tindak pidana. Kami memiliki

    2 Pasal 1 UU no 19/20033 Pasal 5 ayat (2) UU no 19/2003

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    8/14

    beberapa argumen mengapa kebijakan Direksi tersebut bukan lah bentuk tindak Pidana

    seperti yang publik kira, yaitu :

    1. Dalam menjalankan BUMN, Direksi wajib menjalankan prinsip prinsip yaitu

    profesionalisme, efisiensi, transparansi, akuntabilitas, kemandirian,

    pertanggung jawaban, dan kewajaran4. Pada prinsip efisiensi lah Direksi

    menjadikan alasan dibuatnya kebijakan tersebut karena dianjurkan untuk tidak

    membuang waktu yang lama dalam menjalankan perusahaan maka Direksi

    mengambil kesepakatan untuk melakukan perjanjian dengan TALG karena

    apabila terlalu lama PT Merpati untuk berunding dan berfikir maka

    kesempatan mungkin saja hilang, dan prinsip efisiensi tidak dilaksanakan

    karena Direksi yang mengulur waktu lama untuk mengeluarkan kebijakan

    tersebut. Prinsip profesionalisme juga diterapkan dalam mengeluarkan

    kebijakan tersebut, artinya bahwa Direksi telah berhati hati serta berfikir

    untuk mengambil keputusan secara profesional agar kebijakan yang dia buat

    dapat bermanfaat bagi kemajuan Perusahaan.

    2. Direksi selaku pemimpin dalam menjalankan BUMN secara langsung

    memiliki kewenangan diskresi / asas diskresi yaitu pemimpin dapat

    mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri sebagai pemimpin

    yang berlaku dan baik untuk pihak yang dituju dalam keputusan tersebut.5

    Dari asas diskresi ini Direksi memiliki alas hak untuk mengambil keputusan

    yang terbaik untuk perusahaan, jadi pemimpin dianggap berhak mengambil

    keputusan karena pemimpin dalam hal ini adalah Direksi memahami apa yang

    terbaik untuk perusahaanya.

    3. Adapun masalah yang sebenarnya terjadi disini ialah keperdataan saja dan

    tidak masuk kedalam ranah pidana. Kasus dalam persoalan merpati ini

    merupakan murni risiko bisnis, karena pihak PT MNA sudah mengeluarkan

    kebijakan yang sesuai aturan, tetapi pihak TALG yang menyalah gunakan

    dana tersebut, sehingga bisa disebut melakukan wanprestasi dan dapat dituntut

    ganti rugi.

    4 Pasal 5 ayat (3) UU no 19/20035 Buku : Hukum Administrasi Negara FHUI, Hal 39

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    9/14

    Jadi kesimpulanya menurut pendapat kami dengan argumen yang telah dijelaskan tadi

    bahwa apa yang telah dilakukan Direksi bukanlah semata mata meruapakan tindak pidana.

    Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Direksi merupakan serangkaian tindakan yang

    dilakukan dalam rangka mencapai kemajuan PT Merpati, segala tindakan memang selalu ada

    resiko dalam hal ini ketidak adanya pastian kapan pesawat yang disewa tersebut datang,

    tetapi tidak dapat langsung ditarik kesimpulan bahwa ini merupakan kasus Pidana dan harus

    dihukum secara berat. Direksi sebagai pemimpin sekaligus penanggung jawab perusahaan

    sudah sepatutnya memberikan hal yang terbaik untuk kemajuan perusahaanya bagaimana pun

    caranya, baik itu berdampak langsung maupun yang dampaknya dirasakan dikemudian hari

    yang diharapkan dalam kasus penyewaan pesawat oleh PT Merpati kepada TALG, Direksi

    pasti selalu berharap bahwa uang sebesar Rp 9,6 Milliar dapat bermanfaat untuk PT Merpati

    khususnya dan perkembangan BUMN pada umumnya.

    3.) Apakah putusan bebas terhadap mantan Dirut PT Merpati telah tepat ?

    Sekilas Mengenai kronologi singkat dari Kasus terkait. Bahwa Hotasi nababan,

    Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) melakukan perjanjian

    antara PT MNA dengan Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) yaitu sewa pesawatBoeing 737-400 dan Boeing 737-500. Berdasarkan prosedurnya bahwa perjanjian tersebut

    dijaminkan dengan security deposit sebesar USD 1 juta. Namun kemudian pesawat yang

    dijanjikan tidak terpenuhi oleh TALG sehingga perjanjian dibatalkan oleh PT MNA.

    Pembatalan tersebut kemudian yang menjadi alas an bagi TALG untuk tidak mengembalikan

    security deposityang telah diberikan. 6.

    Dalam Pengadilan Tipikor, Kejaksaan agung menuntut Hotasi Nababan dengan

    dakwaan primair yaitu pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 sebagai dakwaan subsidairnya dalam UU

    No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Pasal 2 ayat (1)

    Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

    atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

    perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

    6http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.25

    http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas
  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    10/14

    paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling

    sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

    (satu miliar rupiah).

    Pasal 3

    Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

    korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

    karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

    kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana

    dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

    paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluhjuta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

    JPU Kejaksaan Agung mendalilkan demikian dikarenakan anggapan bahwa Hotasi Nababan

    telah menyalahgunakan kewenangannya dalam perjanjian sewa pesawat yang

    menguntungkan orang lain sehingga merugikan keuangan negara USD 1 juta. Fakta hukum

    yang diungkap untuk mendukung dalil tersebut diantaranya bahwa pengadaan dua pesawat

    tersebut tak tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 PT

    MNA. Kemudian, Hotasi Nababan selaku Dirut juga melakukan pembayaran security

    deposit sebesar USD 1juta berdasarkan nota dinas dan due dilligence yang minimal7.

    Dalam Putusanya, Majelis hakim memutus bebas terdakwa. Putusan bebas

    (vrijspraak) adalah tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat

    dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain,

    tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2

    alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP)8

    . Dengandemikian dapat disimpulakan bahwa majelis hakim beranggapan bahwa perbuatan terdakwa

    tak memenuhi unsur-unsur pada dakwaan primair maupun dakwaan subsidair yang telah

    dikutipkan diatas.

    Konsekuensi hukum atas putusan bebas adalah berhubungan dengan Pasal 244 KUHAP,

    bahwa tak ada upaya hukum lain lagi oleh penuntut umum terkait putusan bebas yang

    7

    http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalah, diaksespada tanggal 29 April 2013 jam 23.228Lilik Mulyadi,Hukum Acara Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 152-153

    http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2647/node/629/uu-no-8-tahun-1981-hukum-acara-pidanahttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2647/node/629/uu-no-8-tahun-1981-hukum-acara-pidana
  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    11/14

    dijatuhkan majelis hakim. Sehingga Kejaksaan Agung sejatinya tak dapat lagi mengajukan

    banding maupun kasasi.

    Mengenai tanggapan terhadap putusan tersebut, saya berpendapat bahwa putusan bebas

    tersebut adalah telah tepat. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya unsur dari dakwaan

    primair yaitu Pasal 2 ayat (1) UU No.19 Tahun 1999 dan dakwaan subsidair yaitu Pasal 3 UU

    No.19 tahun 1999. Hal ini berdasarkan pada analisis dari berbagai referensi yang saya

    dapatkan.

    Berikut adalah penjabaranya :

    1) Mengenai dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) UU no.19 tahun 1999

    terdapat unsur yang tidak terbukti yaitu diantaranya unsur Merugikan keuangan

    Negara. Hal ini dikarenakan uang sebesar USD 1 juta yang telah diberikan kepada TALG

    sebagai security Deposit adalah bersifat refundable atau dapat dikembalikan sehingga

    sesungguhnya kerugian Negara tersebut adalah belum terjadi. Uang tersebut masih bisa di

    kembalikan sehingga unsur kerugian negara menjadi hilang. Hal ini seharusnya menjadi

    suatu kewajaran dikarenakan pihak TALG telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu

    dengan tidak terpenuhinya prestasi. Sehingga bagaimanapun TALG tidak berhak atas

    security Deposit tersebut sekalipun PT.MNA melakukan pembatalan perjanjian. Lebih

    lanjut, PT.MNA telah dimenangkan oleh Pengadilan District of Columbia, AS atas

    gugatanya kepada TALG untuk segera mengembalikan security deposit tersebut9.

    Kemudian mengenai unsur kesengajaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang

    lain, bahwa dalam kasus ini adalah anggapan jaksa bahwa terdakwa bertujuan untuk

    memperkaya pihak TALG dapat dibantahkan dengan adanya upaya gugatan yang telah

    dilakukan PT MNA tersebut ketika dana tersebut tidak dikembalikan. Unsur ini juga tidak

    terbukti karena bagaimanapun terdakwa sama sekali tak diuntungkan dalam perkara ini10.

    2) Mengenai dakwaan Subsidair Pasal 3 UU No.19 tahun 1999.

    9

    http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.2510Ibid.

    http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebas
  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    12/14

    Unsur yang tak terbukti adalah anggapan bahwa terdakwa telah menyalahgunakan

    kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau

    sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yaitu dengan kebijakan yang

    diambilnya dalam perjanjian tersebut.

    Dalam Pledoinya terdakwa menyatakan bahwa Setiap keputusan dibuat dengan

    Keputusan kolektif untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang sehingga tidak

    dirasa adanya prosedur atau ketentuan yang dilanggar, baik internal maupun eksternal

    perusahaan. Hal ini termasuk bahwa kebijakan sewa pesawat dan penempatan dana deposit

    juga diputuskan secara bersama oleh direksi Merpati. 11

    Dengan adanya unsur yang tidak terbukti dari dakwaan primer maupun dakwaan

    subsidair. Maka saya berpendapat bahwa putusan hakim untuk memutus bebas terdakwa

    adalah telah tepat.

    C. Kesimpulan/Conclusion

    11http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalah, diaksespada tanggal 29 April 2013 jam 23.22

    http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalah
  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    13/14

    Kesimpulan dari kelompok kami, atas pertanyaan apakah kasus mantan Dirut Merpati

    telah merugikan Negara atau tidak, jawaban kami adalah tidak. Menurut kami, kasus mantan

    Dirut Merpati ini tidak merugikan Negara.

    Jika ditinjau dari segi keuangan daripada Merpati Airlines itu sendiri, dari segi status

    hukum keuangan Merpati Airlines, dapat kita lihat bahwa sebagai suatu Badan Usaha Milik

    Negara, keuangan Merpati tidak menjadi termasuk dalam keuangan Negara melainkan

    menjadi milik perusahaan itu tersebut sendiri saja. Negara dalam hal ini, sesuai dengan pasal

    3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, tidak akan menanggung

    kerugian lebih dari apa yang dimasukkan sebagai modal atau saham. Sehingga dalam hal ini,

    kerugian Merpati Airlines sejumlah 1 juta USD itu tidak akan berpengaruh menimbulkan

    kerugian kepada Negara.

    Selanjutnya, dari segi pengambilan kebijakan, yang dilakukan oleh Direksi, tentunya

    tidak dapat dipersalahkan sebagai suatu tindak pidana yang telah merugikan Negara. Karena

    Direksi dalam hal ini bertindak untuk kepentingan dan keuntungan daripada Merpati

    Airlines, tindakan Direksi yang menyetujui dilakukannya penyewaan unit pesawat tersebut

    sesungguhnya dilakukan untuk kepentingan Merpati Airlines itu sendiri. Sehingga tindakan

    Direksi tidak dapat dipersalahkan sebagai suatu tindak pidana, karena pada dasarnya hal yang

    menimpa Merpati Airlines ini semata-mata merupakan risiko bisnis, dalam hal ini risikonya

    adalah terjadinya wanprestasi yang merugikan Merpati Airlines.

    Dan yang terakhir, dengan tidak terpenuhinya dakwaan baik dakwaan primair maupun

    subsidair terhadap terdakwa Mantan Dirut Merpati Airlines, Hotasi Nababan, maka adalah

    tepat putusan bebas yang diberikan terhadapnya.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/29/2019 HANGGAR KELOMPOK 15

    14/14

    Undang Undang :

    1. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

    2. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

    3. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

    4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

    5. UU No. 17 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi

    Buku :

    1. Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Pidana, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2007.

    2. Nugraha, Safri. Hukum Administrasi Negara, Depok : CLGS, 2007.

    Internet :

    1. http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-

    bersalah, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam 23.22

    2. http://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-

    hotasi-nababan-divonis-bebas, diakses pada tanggal 29 April 2013 jam

    23.25

    3. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-

    kasus-korupsi-merpati-tak-bulat diakses pada tanggal 29 April 2013 jam

    23.31

    4. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-

    bumn-bukan-bagian-keuangan-negara diakses pada tanggal 28 April 2003

    jam 20.33

    http://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://m.tribunnews.com/2013/01/22/terdakwa-hotasi-keukeuh-tak-bersalahhttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.tribunnews.com/2013/02/19/mantan-direktur-utama-merpati-hotasi-nababan-divonis-bebashttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51238ad49d521/vonis-bebas-kasus-korupsi-merpati-tak-bulathttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negarahttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-bukan-bagian-keuangan-negara