handout presentasi pedoman penyusunan program … penyusunan … · 2. menjadi gereja yang hadir...
TRANSCRIPT
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
1
HANDOUT PRESENTASI
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA
DAN ANGGARAN TAHUNAN GPIB
DIBAWAKAN DALAM RANGKA WORKSHOP PERSIAPAN
PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN TAHUN
KEGIATAN 2016 – 2017
GPIB IMMANUEL – BEKASI, JAWA BARAT
OLEH : GELLY NISAHPIH
NOVEMBER 2015
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
2
KATA PENGANTAR GPIB sebagai sebuah organisasi Gereja yang cukup tua di Indonesia senantiasa terus berupaya
melakukan peningkatan diri untuk pengembangan pelayanan kepada jemaatnya. Pembuatan
program kerja dan anggaran merupakan sebuah alat manajemen organisasi Gereja untuk
mewujudkan strategi Gereja menuju kepada pertumbuhan yang lebih baik.
Saat ini GPIB sudah memiliki perangkat-perangkat sistem kerja yang cukup baik khususnya
dalam aktivitas untuk merancang program kerja dan anggaran. Namun dengan berjalannya
waktu, ditemukan beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan efektivitasnya dari sistem yang
sudah ada.
Beberapa aspek yang diidentifikasi perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan adalah :
1. Selama ini pembuatan program kerja dan anggaran belum terlalu dikaitkan dengan
strategi besar GPIB sebagaimana tercantum dalam buku PKUPPG.
2. Program kerja dan anggaran yang berjalan belum diarahkan untuk menjawab
pergumulan-pergumulan GPIB, baik aras sinodal maupun aras jemaat.
3. GPIB belum membuat pedoman yang efektif agar jemaat-jemaatnya membuat
program kerja yang sesuai dengan tema-tema tahunan yang sudah ditetapkan.
4. Selama ini GPIB belum mengukur tingkat pencapaian dari program-program kerja yang
dilaksanakan.
5. Masih lemahnya sistem pengawasan dan monitoring terhadap implementasi dari
program kerja dan penggunaan anggaran.
Buku pedoman ini tetap mengacu kepada sistem program kerja dan anggaran yang sudah ada,
namun dibuat beberapa revisi serta tambahan-tambahan penjelasan untuk mengakomodasi
5 aspek yang sudah diidentifikasi diatas.
Dengan berprinsip pada peningkatan yang berkesinambungan (continuous improvement),
kiranya buku pedoman ini dapat membuat kinerja pelayanan GPIB menjadi lebih baik
kedepan.
Jakarta, Desember 2015
Tim Kerja Pedoman Penyusunan Program Kerja dan Anggaran Departemen Inforkom Litbang
No. SP : SP-MS GPIB-001
Tgl. Terbit : 1 Des 2015
Revisi : 00
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
3
PENDAHULUAN Program kerja dan anggaran merupakan ujung tombak yang menentukan tercapai atau
tidaknya visi sebuah organisasi. Didalam sebuah organisasi, termasuk Gereja, visi merupakan
sebuah tujuan utama yang harus dikejar dan dicapai bersama. Untuk mengejarnya,
dirumuskanlah misi, yang berfungsi sebagai jalan dan pemberi arah untuk mengejar visi.
(mission is the way to achieve the vision). Misi disebut juga sebagai strategi besar untuk
mencapai visi.
Visi GPIB saat ini adalah : GPIB menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera Allah
bagi seluruh ciptaanNya.
Untuk mengejar visi ini, GPIB merumuskan misi sebagai berikut (sesuai dengan PKUPPG) :
1. Menjadi Gereja yang terus menerus diperbaharui dengan bertolak dari Firman Allah, yang terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan, maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Menjadi gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan, yang terwujud melalui inisiatif dan partisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat, dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera.
3. Menjadi gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang terwujud melalui perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat persatuan dan kesatuan warga Gereja sebagai warga masyarakat.
Dalam menjalankan misinya untuk mengejar visi yang ditetapkan, GPIB harus mengatasi berbagai pergumulan-pergumulan yang menjadi kendala dan permasalahan. Berbagai pergumulan yang dihadapi GPIB sudah diidentifikasi dan dijabarkan didalam buku PKUPPG, yang dituliskan sebagai : Tantangan Internal dan Tantangan Eksternal. Tetapi penjabaran dalam buku PKUPPG tidak terputus hanya penjelasan tentang Tantangan Internal dan Tantangan Eksternal saja, namun dilengkapi dengan penjelasan tentang Potensi serta Peluang yang dapat digunakan oleh GPIB didalam mengatasi tantangan-tantangan yang ada.
Sebagai pengarah pencapaian visi, GPIB merumuskan sasaran dan strategi, baik sasaran dan strategi pokok maupun penunjang. Sasaran dan strategi ini sekaligus merupakan arahan dalam membuat program kerja tahunan GPIB.
Sebagai pedoman dalam pelaksanaan strategi untuk mencapai sasaran, GPIB merumuskan tema-tema, baik untuk periode lima tahunan maupun tahunan.
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
4
PERGUMULAN GPIB Pergumulan GPIB adalah merupakan rumusan dari identifikasi permasalahan, kendala serta hal-hal yang dapat menghambat GPIB didalam mengejar visinya. Sebagaimana yang tertulis didalam buku PKUPPG, maka Tantangan Internal dan Eksternal GPIB adalah sebagai berikut : Tantangan Internal :
1. Terlalu menekankan urusan dan kepentingan internal, sehingga kurang peka dalam menanggapi dan mengantisipasi masalah-masalah sosial, lingkungan hidup dan berbagai gangguan eksternal.
2. Kepemimpinan Gereja tertutup serta tertimbun oleh rutinisme, formalisme dan verbalisme dan cenderung menjadi Gereja yang eksklusif.
3. Individualisme yang besar yang membuat ikatan komunal menjadi renggang. 4. Warga Gereja yang mudah beralih ke denominasi dan agama lain. 5. Perangkat Pranata yang lengkap tetapi disertai penerapan yang kaku dan seragam
sehingga pranata itu bukan lagi menjadi alat atau pedoman, tetapi menjadi tujuan Gereja; yang karenanya cenderung membatasi kebebasan dan rasa damai sejahtera warga jemaat.
6. Masih perlu dikembangkannya sistem yang efektif & efisien dalam Pembinaan, Pelatihan, Pendidikan & Karir
7. Sistem Informasi harus dikembangkan didukung teknologi yang dapat mempermudah pengendalian jemaat yang tersebar di 25 propinsi.
8. Potensi SDI dalam berbagai keahlian yang ada diberbagai instansi, belum diberdayakan dengan baik begitu pula harta milik Gereja yang tersebar diseluruh wilayah pelayanan.
Tantangan Eksternal :
1. Penyalahgunaan kemajuan IPTEK utamanya globalisasi melalui teknologi informasi, yang berdampak negatif diberbagai kehidupan. Dampak negatif ini muncul dalam penyalahgunaan dibidang bioteknologi, penyalahgunaan narkoba, penyakit-penyakit yang muncul sebagai akibat pergaulan bebas dan konsumerisme yang telah melanda masyarakat secara keseluruhan.
2. Terorisme sebagai bagian dari metode pencapaian tujuan oleh berbagai pihak untuk memaksakan kehendak. Terorisme ini muncul dalam berbagi bentuk, dari demonstrasi massa sampai bom bunuh diri.
3. Kebijakan Pemerintah dengan berbagai peratutan perundang-undangan yang sarat dengan kepentingan golongan dan agama tertentu. Hal ini muncul dalam bentuk produk hukum, seperti hukum perkawinan, sisdiknas, desentralisasi dan otonomi luas Pemda, yang berdampak adanya pemberlakuan hukum agama tertentu, juga SK Bersama Menteri.
4. Rendahnya mutu Sumber Daya Manusia, yang membuahkan perilaku korupsi, kolusi & nepotisme. Secara khusus perlu diperhatikan bahwa Indonesia masih termasuk negara yang perilaku KKNnya tertinggi di dunia.
5. Eksklusivisme Primordial dalam berbagai gerakan dan kegiatan yang mengatasnamakan agama tertentu, yang muncul dalam bentuk fatwa anti Pluralitas, Diskriminasi terhadap golongan dan Agama tertentu yang mencederai Demokrasi. Hal ini nampak dalam bentuk tindakan-tindakan kekerasan terhadap agama tertentu, dari paksaan pelarangan peribadahan, sampai pengeboman rumah ibadah.
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
5
6. Pemahaman TEOLOGI SUKSES yang dianut berbagai Gerakan Kharismatik menyuburkan kapitalisme dan sifat konsumerisme yang menjalar ke semua lini kehidupan masyarakat.
Rumusan Tantangan Internal dan Tantangan Eksternal diatas, merupakan rumusan umum yang cakupannya sangat luas meliputi wilayah GPIB secara sinodal diseluruh Indonesia. Sepatutnya setiap jemaat GPIB yang berada pada wilayah yang berbeda-beda, dengan karakteristik permasalahan yang berbeda, dengan pengaruh budaya daerah yang berbeda, dengan komposisi jemaat yang berbeda, tentunya memiliki pergumulan serta tantangan-tantangan yang khas dan spesifik untuk jemaatnya masing-masing. Karenanya setiap jemaat harus merumuskan tantangan internal dan tantangan eksternal jemaatnya masing-masing. Didalam merumuskan tantangan internal dan tantangan eksternal setiap jemaat tidak boleh terlepas dari tantangan internal dan tantangan eksternal yang sudah dirumuskan dalam buku PKUPPG GPIB. Formulir berikut ini adalah contoh bagaimana setiap jemaat GPIB dapat merumuskan tantangan internal dan tantangan eksternal masing-masing secara detail dengan mengambil referensi dari tantangan internal dan eksternal GPIB dalam buku PKUPPG. Disadari bahwa ada kemungkinan diidentifikasinya tantangan-tantangan spesifik jemaat yang belum tertera didalam buku PKUPPG. Hal ini dapat dituliskan sebagai tantangan tambahan dibagian bawah dari formulir yang tersedia. Dibawah ini adalah sebuah contoh uraian Tantangan Internal dan Tantangan Eksternal dari salah satu jemaat GPIB.
Kolom disebelah kiri adalah rumusan tantangan internal dan tantangan eksternal sebagaimana tertulis didalam buku PKUPPG GPIB. Setiap jemaat wajib menuliskan tantangan internal dan tantangan eksternal masing-masing secara lebih detail sesuai dengan keberadaan, permasalahan, kondisi serta pergumulan jemaatnya masing-masing. Tidak tertutup kemungkinan ada satu atau dua aspek dari tantangan GPIB Sinodal yang tidak terkait atau tidak relevan dengan tantangan internal jemaat, dalam hal ini jemaat tidak perlu memaksakan untuk mengisi kolom disebelah kanan tersebut. Dapat dituliskan “tidak relevan”. Namun adakalanya justru permasalahan atau pergumulan jemaat internal tidak ada dalam rumusan identifikasi tantangan sinodal GPIB. Dalam hal ini jemaat bisa menambahkannya pada bagian akhir dari formulir.
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
6
NO DESKRIPSI PERGUMULAN GPIB SINODAL
Tantangan Internal dalam lingkup jemaat dapat berupa permasalahan-
permasalah internal yang sering timbul dalam jemaat, adanya
ketidakpuasan jemaat dalam pelayanan yang diberikan Gereja.
Penjelasan yang lebih detail akan lebih baik jika dapat diuraikan
dengan padat namun jelas.
1
Terlalu menekankan urusan dan kepentingan internal sehingga
kurang peka dalam menanggapi dan mengantisipasi masalah-
masalah sosial, lingkungan hidup dan berbagai gangguan
eksternal.
1.1Gereja terlalu banyak masalah internal. Semua hal dipermasalahkan.
Sehingga tidak ada waktu untuk membenahi urusan-urusan keluar.
1.2Kurangnya Gereja dalam melakukan pembahasan-pembahasan masalah
sosial, lingkungan dan masyarakat sekitar.
2
Kepemimpinan Gereja tertutup serta tertimbun oleh rutinisme,
formalisme dan verbalisme, dan cenderung menjadi Gereja yang
eksklusif.
2.1Tidak pernah ada kerjasama dengan agama lain atau Gereja Denominasi
lain, dalam pekerjaan-pekerjaan bantuan kemasyarakatan.
2.2.
Tidak aktifnya Gereja dalam lingkungan Pemerintahan Daerah,
sehingga selalu terlambat dalam mengetahui masalah-masalah di
tingkat propinsi dan kotamadya yang berdampak pada Gereja.
2.3Pemimpin Gereja tidak pernah tau dengan pasti apa permasalahan-
permasalahan yang ada di jemaat dan bagaimana kondisi jemaat.
3Individualisme yang besar yang membuat ikatan komunal
menjadi renggang.3.1
Adanya kecenderungan terjadinya adu kekuatan dan adu gagah-
gagahan antar sektor pelayanan. Persaingan dengan motivasi yang
salah.
3.2Majelis jemaat dari sektor yang satu ke sektor yang lain, banyak yang
tidak saling kenal.
4 Warga Gereja yang mudah beralih ke denominasi dan agama lain. 4.1Pejabat-pejabat Gereja yang cenderung "arogan" dan "diktator" dengan
mengimplementasikan Tata Gereja yang TERLALU KAKU.
4.2
Anak-anak muda Gereja tidak diakomodasi jiwa mudanya. Dihalangi
untuk kreatif, dihalangi untuk membuat Ibadah yang dinamis dan
inovatif.
4.3
Ada kesan seolah-olah Pendeta itu keputusannya selalu benar, tidak
boleh disalahkan, sehingga ada kesan bahwa TIDAK BOLEH ADA
KONFLIK di Gereja. Padahal KONFLIK DIPERLUKAN untuk
pengembangan organisasi.
4.4Tidak ada Majelis yang peduli dengan kondisi ini dan bahkan enggan
untuk mau membuat terobosan.
5
Perangkat Pranata yang lengkap tetapi disertai penerapan yang
kaku dan seragam sehingga pranata itu bukan lagi menjadi alat
atau pedoman tetapi menjadi tujuan Gereja, yang karenanya
cenderung membatasi kebebasan dan rasa damai sejahtera warga
jemaat.
5.1Banyak tata kerja di gereja yang semrawut karena tidak ada prosedur-
prosedur yang jelas yang mengaturnya.
5.2Keputusan-keputusan dibuat tidak dengan DATA-DATA dan FAKTA-
FAKTA yang jelas dan akurat.
5.3
Masih banyak pendapat bahwa Tuhanlah yang membuat Gereja
berkembang. Tuhanlah yang akan membereskan semua permasalahan.
Tuhanlah yang akan menolong Gereja bertumbuh dll. dll. Pendapat ini
memang benar, tapi jika salah diinterpretasikan justru membuat anak-
anak Tuhan jadi pasif, tidak berupaya keras dan cenderung malas.
6Masih perlu dikembangkannya sistem yang efektif dan efisien
dalam pembinaan, pendidikan, latihan dan karier.6.1
Perangkat-perangkat organisasi Gereja banyak yang tidak kompeten
dalam melakukan pekerjaannya.
6.2Tidak adanya struktur dan strategi yang jelas dalam pembinaan dan
pelatihan warga gereja.
6.3 Gereja tidak memiliki sistem manajemen yang jelas.
6.4
Gereja memang semakin besar, semakin luas, namun tidak pernah ada
yang mengukur perkembangan dan pertumbuhan gereja, terutama
warganya.
7
Sistem informasi harus dikembangkan didukung teknologi yang
dapat mempermudah pengendalian jemaat yang tersebar di 25
propinsi.
7.1Kurangnya pejabat-pejabat Gereja terhadap pemahaman kepentingan
Sistem Informasi dalam menunjang Kinerja Pelayanan Gereja.
7.2 Kompetensi IT personel kantor Gereja sangat minim.
7.3Tidak beraninya Gereja membayar mahal profesional yang mengurusi
Sistem Informasi.
8
Potensi SDI dalam berbagai keahlian yang ada diberbagai instansi,
belum diberdayakan dengan baik. Begitu pula harta milik Gereja
yang tersebar di seluruh wilayah pelayanan.
8.1 Database yang tidak pernah beres.
8.2 Tidak terdatanya keahlian-keahlian warga Gereja.
8.3Tidak ada forum komunikasi yang jelas untuk tenaga-tenaga ahli dari
jemaat yang ada di lingkungan Gereja.
9.1 Pejabat Gereja yang tidak punya pandangan visioner kedepan.
9.2
Pendeta yang hanya ditempatkan selama 4 tahun di jemaat, membuat
Pendeta tidak punya "sense of ownership" (rasa memiliki) terhadap
jemaatnya.
9.3
Pejabat-Pejabat Gereja dan Pendeta-Pendeta yang tidak memiliki
kompetensi manajerial, leadership, problem solving, padahal mereka
berkuasa dalam mengambil keputusan.
(Ketua Komisi Inforkom Litbang) (Ketua V - PHMJ) (KMJ) (Sekretaris I - PHMJ)
ttd, ttd, ttd, ttd,
Dirangkum oleh : Diperiksa oleh : Disetujui oleh :
T A N T A N G A N I N T E R N A L
PERGUMULAN GPIB (SINODAL) DAN PENJABARAN DETAIL-NYA DALAM LINGKUP JEMAAT
URAIAN PERGUMULAN LINGKUP JEMAAT
JEMAAT : GPIB CAHAYA KASIH, TANJUNG PRIOK JAKARTA UTARA
Tambahan-Tambahan Tantangan internal Lainnya (Lingkup Jemaat)
Pada dasarnya tantangan internal adalah pandangan Gereja terhadap
dirinya sendiri dan pandangan Gereja terhadap dunia. Kedua hal ini
menentukan persepsi Gereja tentang panggilan dan pengutusannya
yang kemudian nampak dalam program dan kegiatan pelayanannya.
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
7
NO DESKRIPSI PERGUMULAN GPIB SINODAL
Tantangan Internal dalam lingkup jemaat dapat berupa permasalahan-
permasalah internal yang sering timbul dalam jemaat, adanya
ketidakpuasan jemaat dalam pelayanan yang diberikan Gereja.
Penjelasan yang lebih detail akan lebih baik jika dapat diuraikan
dengan padat namun jelas.
1
Terlalu menekankan urusan dan kepentingan internal sehingga
kurang peka dalam menanggapi dan mengantisipasi masalah-
masalah sosial, lingkungan hidup dan berbagai gangguan
eksternal.
1.1Gereja terlalu banyak masalah internal. Semua hal dipermasalahkan.
Sehingga tidak ada waktu untuk membenahi urusan-urusan keluar.
1.2Kurangnya Gereja dalam melakukan pembahasan-pembahasan masalah
sosial, lingkungan dan masyarakat sekitar.
2
Kepemimpinan Gereja tertutup serta tertimbun oleh rutinisme,
formalisme dan verbalisme, dan cenderung menjadi Gereja yang
eksklusif.
2.1Tidak pernah ada kerjasama dengan agama lain atau Gereja Denominasi
lain, dalam pekerjaan-pekerjaan bantuan kemasyarakatan.
2.2.
Tidak aktifnya Gereja dalam lingkungan Pemerintahan Daerah,
sehingga selalu terlambat dalam mengetahui masalah-masalah di
tingkat propinsi dan kotamadya yang berdampak pada Gereja.
2.3Pemimpin Gereja tidak pernah tau dengan pasti apa permasalahan-
permasalahan yang ada di jemaat dan bagaimana kondisi jemaat.
3Individualisme yang besar yang membuat ikatan komunal
menjadi renggang.3.1
Adanya kecenderungan terjadinya adu kekuatan dan adu gagah-
gagahan antar sektor pelayanan. Persaingan dengan motivasi yang
salah.
3.2Majelis jemaat dari sektor yang satu ke sektor yang lain, banyak yang
tidak saling kenal.
4 Warga Gereja yang mudah beralih ke denominasi dan agama lain. 4.1Pejabat-pejabat Gereja yang cenderung "arogan" dan "diktator" dengan
mengimplementasikan Tata Gereja yang TERLALU KAKU.
4.2
Anak-anak muda Gereja tidak diakomodasi jiwa mudanya. Dihalangi
untuk kreatif, dihalangi untuk membuat Ibadah yang dinamis dan
inovatif.
4.3
Ada kesan seolah-olah Pendeta itu keputusannya selalu benar, tidak
boleh disalahkan, sehingga ada kesan bahwa TIDAK BOLEH ADA
KONFLIK di Gereja. Padahal KONFLIK DIPERLUKAN untuk
pengembangan organisasi.
4.4Tidak ada Majelis yang peduli dengan kondisi ini dan bahkan enggan
untuk mau membuat terobosan.
5
Perangkat Pranata yang lengkap tetapi disertai penerapan yang
kaku dan seragam sehingga pranata itu bukan lagi menjadi alat
atau pedoman tetapi menjadi tujuan Gereja, yang karenanya
cenderung membatasi kebebasan dan rasa damai sejahtera warga
jemaat.
5.1Banyak tata kerja di gereja yang semrawut karena tidak ada prosedur-
prosedur yang jelas yang mengaturnya.
5.2Keputusan-keputusan dibuat tidak dengan DATA-DATA dan FAKTA-
FAKTA yang jelas dan akurat.
5.3
Masih banyak pendapat bahwa Tuhanlah yang membuat Gereja
berkembang. Tuhanlah yang akan membereskan semua permasalahan.
Tuhanlah yang akan menolong Gereja bertumbuh dll. dll. Pendapat ini
memang benar, tapi jika salah diinterpretasikan justru membuat anak-
anak Tuhan jadi pasif, tidak berupaya keras dan cenderung malas.
6Masih perlu dikembangkannya sistem yang efektif dan efisien
dalam pembinaan, pendidikan, latihan dan karier.6.1
Perangkat-perangkat organisasi Gereja banyak yang tidak kompeten
dalam melakukan pekerjaannya.
6.2Tidak adanya struktur dan strategi yang jelas dalam pembinaan dan
pelatihan warga gereja.
6.3 Gereja tidak memiliki sistem manajemen yang jelas.
6.4
Gereja memang semakin besar, semakin luas, namun tidak pernah ada
yang mengukur perkembangan dan pertumbuhan gereja, terutama
warganya.
7
Sistem informasi harus dikembangkan didukung teknologi yang
dapat mempermudah pengendalian jemaat yang tersebar di 25
propinsi.
7.1Kurangnya pejabat-pejabat Gereja terhadap pemahaman kepentingan
Sistem Informasi dalam menunjang Kinerja Pelayanan Gereja.
7.2 Kompetensi IT personel kantor Gereja sangat minim.
7.3Tidak beraninya Gereja membayar mahal profesional yang mengurusi
Sistem Informasi.
8
Potensi SDI dalam berbagai keahlian yang ada diberbagai instansi,
belum diberdayakan dengan baik. Begitu pula harta milik Gereja
yang tersebar di seluruh wilayah pelayanan.
8.1 Database yang tidak pernah beres.
8.2 Tidak terdatanya keahlian-keahlian warga Gereja.
8.3Tidak ada forum komunikasi yang jelas untuk tenaga-tenaga ahli dari
jemaat yang ada di lingkungan Gereja.
9.1 Pejabat Gereja yang tidak punya pandangan visioner kedepan.
9.2
Pendeta yang hanya ditempatkan selama 4 tahun di jemaat, membuat
Pendeta tidak punya "sense of ownership" (rasa memiliki) terhadap
jemaatnya.
9.3
Pejabat-Pejabat Gereja dan Pendeta-Pendeta yang tidak memiliki
kompetensi manajerial, leadership, problem solving, padahal mereka
berkuasa dalam mengambil keputusan.
(Ketua Komisi Inforkom Litbang) (Ketua V - PHMJ) (KMJ) (Sekretaris I - PHMJ)
ttd, ttd, ttd, ttd,
Dirangkum oleh : Diperiksa oleh : Disetujui oleh :
T A N T A N G A N I N T E R N A L
PERGUMULAN GPIB (SINODAL) DAN PENJABARAN DETAIL-NYA DALAM LINGKUP JEMAAT
URAIAN PERGUMULAN LINGKUP JEMAAT
JEMAAT : GPIB CAHAYA KASIH, TANJUNG PRIOK JAKARTA UTARA
Tambahan-Tambahan Tantangan internal Lainnya (Lingkup Jemaat)
Pada dasarnya tantangan internal adalah pandangan Gereja terhadap
dirinya sendiri dan pandangan Gereja terhadap dunia. Kedua hal ini
menentukan persepsi Gereja tentang panggilan dan pengutusannya
yang kemudian nampak dalam program dan kegiatan pelayanannya.
NO DESKRIPSI PERGUMULAN GPIB SINODAL NO URAIAN PERGUMULAN LINGKUP JEMAAT
1
Penyalahgunaan kemajuan IPTEK utamanya globalisasi melalui
teknologi informasi, yang berdampak negatif di berbagai bidang
kehidupan. Dampak negatif ini muncul dalam penyalahgunaan di
bidang bioteknologi, penyalahgunaan narkoba, penyakit-penyakit
yang muncul sebagai akibat pergaulan bebas, dan konsumerisme
yang telah melanda masyarakat secara keseluruhan.
1.1
Pengaruh buruk Internet pada anak-anak, remaja dan pemuda.
Penggunaan WebCam untuk berpacaran gaya bebas. Remaja yang
keranjingan game on-line sehingga lupa belajar dan lupa ibadah.
1.2Seks Bebas semakin menjadi trend hidup anak-anak remaja dan
pemuda. Narkoba merasuk di semua lapisan usia.
1.3Masyarakat / Jemaat yang sangat konsumtif, sehingga mengakibatkan
kesulitan ekonomi.
2
Terorisme sebagai bagian dari metode pencapaian tujuan oleh
berbagai pihak untuk memaksakan kehendak. Terorisme ini
muncul dalam berbagai bentuk, dari demonstrasi massa sampai
bom bunuh diri.
2.1
Seringnya terjadi demo-demo yang sangat anarkis. Anak-anak muda
yang mudah dihasut. Serangan-serangan melalui media maupun secara
fisik dari Ormas-Ormas beragama lain dengan fanatisme sempit.
2.2Isue-isue kristenisasi yang disebarkan secara tidak bertanggungjawab
oleh Ormas-Ormas Islam kepada masyarakat.
3
Kebijakan Pemerintah dengan berbagai peraturan perundang-
undangan yang sarat dengan kepentingan golongan dan agama
tertentu. Hal ini muncul dalam bentuk produk hukum, seperti
hukum perkawinan, sisdiknas, desentralisasi dan otonomi luas
Pemda, yang berdampak adanya pemberlakuan hukum agama
tertentu, juga SK Bersama Menteri.
3.1
Adanya usulan Kebijakan Pemerintah Daerah untuk TIDAK
MEMPERBOLEHKAN lagi pendirian Gedung Gereja di Kotamadya Jakarta
Utara.
3.2Adanya Rancangan Kebijakan Pendidikan yang mengharuskan Pelajaran
Agama Islam pada sekolah-sekolah Kristen dan Katholik.
3.3SKB 2 Menteri yang sangat mengancam Pos-Pos Pelayanan untuk
bertumbuh dan berkembang.
4
Rendahnya mutu sumberdaya manusia, yang membuahkan
perilaku korupsi, kolusi dan nepotime. Secara khusus perlu
diperhatikan bahwa Indonesia masih termasuk negara yang
perilaku KKN nya tertinggi didunia.
4.1Kurangnya pendidikan moral bagi anak-anak sekolah, terutama bagi
jemaat yang anak-anaknya bersekolah di sekolah negri.
4.2Semakin sulitnya orang membedakan mana yang boleh dan tidak
boleh, dan mana yang KKN dan Tidak KKN karena sudah terbiasa.
5
Eksklusivisme primordial dalam berbagai gerakan dan kegiatan
mengatasnamakan agama tertentu, yang muncul dalam bentuk
fatwa antipluralitas, diskriminasi terhadap golongan dan agama
tertentu yang menciderai demokrasi. Hal ini nampak dalam
bentuk tindakan-tindakan kekerasan terhadap agama tertentu,
dari paksaan pelarangan peribadahan, sampai pengeboman
rumah ibadah.
5.1
Ancaman-ancaman pengeboman di Gereja-Gereja yang masih harus
terus di waspadai. Pentingnya membina relasi yang baik dengan Pihak
Kepolisian, Intelijen dan Pemerintah Daerah guna keamanan Gereja.
5.2Larangan-larangan beribadah di Gereja-Gereja tertentu yang dapat
berdampak luas pada Gereja-Gereja lain.
5.3Adanya upaya pelebaran-pelebaran jalan, dengan maksud menggusur
Gereja-Gereja yang sudah exist.
6
Pemahaman teologi sukses yang dianut berbagai gerakan
kharismatik menyuburkan kapitalisme dan sifat konsumerisme
yang menjalar ke semua lini kehidupan masyarakat.
6.1Adanya kesan tarik menarik jemaat dari berbagai denominasi kristen di
lingkungan area Jakarta Utara.
6.2
Banyaknya jemaat GPIB Cahaya Kasih yang beribadah di Gereja-Gereja
Kharismatik, bahkan sebagian memutuskan untuk pindah keanggotaan
Gereja.
7.1
Masyarakat sekitar Gereja banyak yang mengeluh tentang pengaturan
perparkiran jemaat yang mengganggu masuk keluar kendaraan-
kendaraan warga.
7.2
Perkembangan Gereja dan semakin banyaknya jemaat yang memiliki
mobil, disinyalir dalam 3 tahun kedepan, tidak ada lagi tempat parkir
tersedia di lingkungan Gereja.
T A N T A N G A N E K S T E R N A L
Pada dasarnya tantangan eksternal yang dihadapi Gereja adalah Tantangan eksternal di jemaat meliputi tantangan-tantangan dan masalah-
Tambahan-Tambahan Tantangan Eksternal Lainnya (Lingkup Jemaat)
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
8
NO DESKRIPSI PERGUMULAN GPIB SINODAL NO URAIAN PERGUMULAN LINGKUP JEMAAT
1
Penyalahgunaan kemajuan IPTEK utamanya globalisasi melalui
teknologi informasi, yang berdampak negatif di berbagai bidang
kehidupan. Dampak negatif ini muncul dalam penyalahgunaan di
bidang bioteknologi, penyalahgunaan narkoba, penyakit-penyakit
yang muncul sebagai akibat pergaulan bebas, dan konsumerisme
yang telah melanda masyarakat secara keseluruhan.
1.1
Pengaruh buruk Internet pada anak-anak, remaja dan pemuda.
Penggunaan WebCam untuk berpacaran gaya bebas. Remaja yang
keranjingan game on-line sehingga lupa belajar dan lupa ibadah.
1.2Seks Bebas semakin menjadi trend hidup anak-anak remaja dan
pemuda. Narkoba merasuk di semua lapisan usia.
1.3Masyarakat / Jemaat yang sangat konsumtif, sehingga mengakibatkan
kesulitan ekonomi.
2
Terorisme sebagai bagian dari metode pencapaian tujuan oleh
berbagai pihak untuk memaksakan kehendak. Terorisme ini
muncul dalam berbagai bentuk, dari demonstrasi massa sampai
bom bunuh diri.
2.1
Seringnya terjadi demo-demo yang sangat anarkis. Anak-anak muda
yang mudah dihasut. Serangan-serangan melalui media maupun secara
fisik dari Ormas-Ormas beragama lain dengan fanatisme sempit.
2.2Isue-isue kristenisasi yang disebarkan secara tidak bertanggungjawab
oleh Ormas-Ormas Islam kepada masyarakat.
3
Kebijakan Pemerintah dengan berbagai peraturan perundang-
undangan yang sarat dengan kepentingan golongan dan agama
tertentu. Hal ini muncul dalam bentuk produk hukum, seperti
hukum perkawinan, sisdiknas, desentralisasi dan otonomi luas
Pemda, yang berdampak adanya pemberlakuan hukum agama
tertentu, juga SK Bersama Menteri.
3.1
Adanya usulan Kebijakan Pemerintah Daerah untuk TIDAK
MEMPERBOLEHKAN lagi pendirian Gedung Gereja di Kotamadya Jakarta
Utara.
3.2Adanya Rancangan Kebijakan Pendidikan yang mengharuskan Pelajaran
Agama Islam pada sekolah-sekolah Kristen dan Katholik.
3.3SKB 2 Menteri yang sangat mengancam Pos-Pos Pelayanan untuk
bertumbuh dan berkembang.
4
Rendahnya mutu sumberdaya manusia, yang membuahkan
perilaku korupsi, kolusi dan nepotime. Secara khusus perlu
diperhatikan bahwa Indonesia masih termasuk negara yang
perilaku KKN nya tertinggi didunia.
4.1Kurangnya pendidikan moral bagi anak-anak sekolah, terutama bagi
jemaat yang anak-anaknya bersekolah di sekolah negri.
4.2Semakin sulitnya orang membedakan mana yang boleh dan tidak
boleh, dan mana yang KKN dan Tidak KKN karena sudah terbiasa.
5
Eksklusivisme primordial dalam berbagai gerakan dan kegiatan
mengatasnamakan agama tertentu, yang muncul dalam bentuk
fatwa antipluralitas, diskriminasi terhadap golongan dan agama
tertentu yang menciderai demokrasi. Hal ini nampak dalam
bentuk tindakan-tindakan kekerasan terhadap agama tertentu,
dari paksaan pelarangan peribadahan, sampai pengeboman
rumah ibadah.
5.1
Ancaman-ancaman pengeboman di Gereja-Gereja yang masih harus
terus di waspadai. Pentingnya membina relasi yang baik dengan Pihak
Kepolisian, Intelijen dan Pemerintah Daerah guna keamanan Gereja.
5.2Larangan-larangan beribadah di Gereja-Gereja tertentu yang dapat
berdampak luas pada Gereja-Gereja lain.
5.3Adanya upaya pelebaran-pelebaran jalan, dengan maksud menggusur
Gereja-Gereja yang sudah exist.
6
Pemahaman teologi sukses yang dianut berbagai gerakan
kharismatik menyuburkan kapitalisme dan sifat konsumerisme
yang menjalar ke semua lini kehidupan masyarakat.
6.1Adanya kesan tarik menarik jemaat dari berbagai denominasi kristen di
lingkungan area Jakarta Utara.
6.2
Banyaknya jemaat GPIB Cahaya Kasih yang beribadah di Gereja-Gereja
Kharismatik, bahkan sebagian memutuskan untuk pindah keanggotaan
Gereja.
7.1
Masyarakat sekitar Gereja banyak yang mengeluh tentang pengaturan
perparkiran jemaat yang mengganggu masuk keluar kendaraan-
kendaraan warga.
7.2
Perkembangan Gereja dan semakin banyaknya jemaat yang memiliki
mobil, disinyalir dalam 3 tahun kedepan, tidak ada lagi tempat parkir
tersedia di lingkungan Gereja.
T A N T A N G A N E K S T E R N A L
Pada dasarnya tantangan eksternal yang dihadapi Gereja adalah Tantangan eksternal di jemaat meliputi tantangan-tantangan dan masalah-
Tambahan-Tambahan Tantangan Eksternal Lainnya (Lingkup Jemaat)
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
9
POTENSI DAN PELUANG Penjabaran potensi dan peluang sebagaimana tertulis didalam buku PKUPPG merupakan penjabaran umum yang meliputi semua jemaat GPIB diseluruh Indonesia. Namun diyakini bahwa setiap jemaat memiliki potensi dan peluangnya masing-masing sesuai dengan keberadaan, kekuatan serta kompetensi sumber daya dan fasilitas yang dimiliki oleh jemaat masing-masing. Karenanya didalam formulir berikut masing-masing jemaat wajib menuliskan potensi dan peluang internal jemaatnya masing-masing, namun harus sejalan dengan potensi dan peluang yang dimiliki GPIB secara sinodal. Dimungkinkan bahwa setiap jemaat memiliki potensi dan peluang yang berbeda dengan apa yang sudah diidentifikasi dalam buku PKUPPG. Karenanya dibagian bawah formulir disediakan kolom untuk menuliskan potensi-potensi dan peluang-peluang internal jemaat yang belum tercantum dalam PKUPPG. Potensi dan peluang ini harus digunakan seoptimal mungkin oleh jemaat untuk menumbuhkembangkan Gereja dan untuk menjawab pergumulan-pergumulan yang dihadapi oleh warga jemaat.
Dibawah ini adalah sebuah contoh uraian potensi dan peluang dari salah satu jemaat GPIB.
Kolom disebelah kiri adalah rumusan potensi dan peluang sebagaimana tertulis didalam buku PKUPPG GPIB. Setiap jemaat wajib menuliskan potensi dan peluang masing-masing secara lebih detail sesuai dengan keberadaan, kekuatan, kondisi serta kompetensi jemaatnya masing-masing. Tidak tertutup kemungkinan ada satu atau dua aspek dari potensi dan peluang GPIB Sinodal yang tidak terkait atau tidak relevan dengan potensi dan peluang internal jemaat, dalam hal ini jemaat tidak perlu memaksakan untuk mengisi kolom disebelah kanan tersebut. Dapat dituliskan “tidak relevan”. Namun adakalanya justru potensi dan peluang jemaat internal tidak ada dalam rumusan identifikasi potensi dan peluang sinodal GPIB. Dalam hal ini jemaat bisa menambahkannya pada bagian akhir dari formulir.
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
10
NO DESKRIPSI PERGUMULAN GPIB SINODAL
Potensi Internal adalah berupa kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh
jemaat secara internal, yang dapat dikembangkan menjadi peluang
pertumbuhan dan perkembangan Gereja. Potensi ini bisa berupa
sumberdaya finansial, sumberdaya manusia, fasilitas, kedekatan
dengan masyarakat, hubungan baik dengan agama lain, link yang
memadai ke Pemda dll dll.
1
Persekutuan (kebersamaan) warga Gereja pada seluruh wilayah
pelayanannya yang meliputi 25 propinsi di Indonesia. Didalamnya
terdapat jemaat-jemaat yang tersebar dikota, desa, dan daerah
terpencil dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, suku
bangsa, tingkat pendidikan, kelompok usia dan kategori baik
secara fungsional maupun profesional yang beraneka ragam
(Unity in Diversity) sebagai sumberdaya insani.
1.1
Umumnya warga GPIB Cahaya Kasih di Tanjung Priok adalah jemaat-
jemaat yang fanatik GPIB. Lahir, tumbuh dewasa, menikah dan
bergereja di GPIB. Bahkan turun temurun sudah GPIB. Sehingga tidak
peduli apakah Pendeta kotbah bagus atau tidak. Tata Ibadah kaku atau
tidak. Pelayanan baik atau tidak, tetap bergereja di GPIB.
1.2
Warga GPIB umumnya SANGAT MENGHORMATI Pendeta. Mereka
umumnya TAKUT menentang atau mengargumentasi keputusan-
keputusan Pendeta.
2Memiliki jalinan dan hubungan keesaan dengan Gereja-Gereja di
Indonesia (PGI) dan di seluruh dunia (CCA, WCC, WCRC).2.1
Beberapa warga di GPIB Cahaya Kasih memiliki network yang bagus
dengan organisasi-organisasi Gereja nasional dan internasional.
3
Harta milik pemberian Allah yang diterima sebagai warisan
maupun yang diadakan, menjadi aset dalam mendukung
panggilan dan pengutusan GPIB.
3.1Cukup banyak warga Gereja yang memegang posisi-posisi penting di
Pemerintahan.
3.2
Cukup banyak warga Gereja yang memiliki penghasilan atau gaji yang
cukup besar, baik dari berbisnis maupun dari jabatannya yang tinggi di
perusahaan-perusahaan asing.
3.3
Anak-anak muda di Gereja ini memiliki kompetensi-kompetensi yang
cukup handal dan beragam yang bisa digunakan untuk pengembangan
kinerja pelayanan Gereja.
4
Memiliki sejumlah perangkat Gereja : Pemahaman Iman, Tata
Gereja, PKUPPG, Akta Gereja, Tata Ibadah, serta Ketetapan Gereja
lainnya.
4.1Banyak warga Gereja yang berpengalaman dan ahli dalam bidang
manajemen.
4.2Sudah ada beberapa prosedur pekerjaan walaupun belum
diimplementasikan dengan optimal.
5
Unit-unit Misioner berupa unit-unit kerja dan pelayanan terpadu,
seperti unit kerja penerbitan GPIB, departemen-departemen,
yayasan-yayasan, pusat pembinaan warga Gereja dan Crisis
Center.
5.1
Warga Gereja yang sangat ringan tangan, ringan langkah dan mudah
dalam mengeluarkan dana untuk membantu orang berkekurangan dan
korban bencana.
5.2Unit-unit misioner Gereja yang aktif melakukan kunjungan dan
memberikan bantuan-bantuan untuk Gereja-Gereja terpencil.
6
Sistem Pemerintahan Gereja yang ditata berdasarkan asas
presbiterial sinodal telah teruji dan menjadi pedoman dalam
kehidupan berjemaat.
6.1Adanya sekolah untuk BALITA yang cukup banyak membantu warga
gereja yang memiliki anak-anak kecil.
6.2Adanya komitmen dari beberapa warga gereja yang cukup mampu
untuk mau membiayai pendeta-pendeta untuk disekolahkan lagi.
7
Pengalaman sejarah yang panjang berawal dari "de indische kerk"
serta tradisi Gereja asal dari warganya yang beraneka ragam yang
merupakan suatu persekutuan dalam lingkungan Gereja Protestan
di Indonesia (GPI).
7.1Lokasi yang strategis dan letak Gereja ditengah-tengah perumahan
yang cukup banyak warga kristen / katholik yang tinggal.
7.2Gereja GPIB termasuk Gereja yang cukup tua, cukup besar, cukup
dikenal dan disegani.
8.1
Gereja ini memiliki fasilitas-fasilitas sound system yang handal,
Multimedia yang bagus, peralatan musik yang canggih, serta Gedung
Gereja yang nyaman untuk beribadah.
8.2Gereja ini memiliki ruang pertemuan yang sangat memadai untuk bisa
disewakan.
Tambahan-Tambahan Potensi Internal Lainnya (Lingkup Jemaat)
P O T E N S I I N T E R N A LURAIAN PERGUMULAN LINGKUP JEMAAT
Kehadiran Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) sebagai
Gereja bagian mandiri ke-4 di lingkungan Gereja Protestan di
Indonesia (GPI) yang telah bertumbuh dan berkembang selama 62
tahun di negeri nusantara. Tuhan mengaruniakan GPIB sumber-sumber
daya yang merupakan kekuatan Gereja yang harus digunakan,
dikembangkan dan dikelola dengan penuh tanggungjawab. Sumber-
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
11
NO DESKRIPSI PERGUMULAN GPIB SINODAL
Peluang Eksternal dalam lingkup jemaat artinya adalah kesempatan-
kesempatan yang dapat digunakan oleh Gereja untuk meraih peluang-
peluang eksternal didepan untuk pertumbuhan dan perkembangan
Gereja. Juga letak Gereja yang strategis misalnya, atau kekuatan dalam
bidang musik, kemegahan atau luasnya area Gereja dll.
1
Warga Gereja sebagai warga bangsa telah ikut berjuang merebut,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan RI, oleh karena itu
memiliki hak hidup dan perlindungan yang sama sebagaimana
diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2) selaku konstitusi negara.
1.1Gereja harus diperluas lagi. Dengan kapasitas Gedung Ibadah untuk
2.000 jemaat. Dan dengan tempat parkir 4 lantai dibawah tanah.
1.2
Dibuatnya gedung baru untuk tempat pelatihan dan pembinaan warga
gereja. Juga bisa di setting ruang-ruang doa dan ruang-ruang konseling
buat jemaat yang membutuhkan.
2
GPIB sebagai organisasi adalah badan hukum yang sah
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, sehingga berhak
mendapat perlindungan dari negara.
2.1
Terus diupayakannya peningkatan keamanan di gereja, terutama
terhadap ancaman-ancaman teroris dan agama-agama lain dengan
fanatisme sempit.
3
Perluasan kota yang diikuti dengan berbagai pembangunan
termasuk pembangunan perumahan menyebabkan terjadinya
penyebaran jemaat ke pemukiman baru sehingga perlu antisipasi
pembangunan gedung Gereja dan pelayanan baru.
3.1
Perlunya pengembangan Gereja, dengan menetapkan sebuah Pos
Pelayanan baru di Sektor 5, yang nantinya akan dikembangkan menjadi
Gereja Jemaat GPIB baru.
3.2Dibuatnya tempat sekolah minggu yang baru, sehingga wilayah sekolah
minggu dibagi menjadi 2 bagian.
4
Kemajuan sistem informasi dan teknologi dapat mempermudah
pola kerja sistem komunikasi dan transportasi serta pengendalian
jemaat.
4.1Perlunya dibuat warta jemaat yang softcopy dan bisa di download di
internet, blackberry, IPAD, IPhone dll.
4.2Diciptakannya game-game bertemakan Alkitab buat anak-anak kecil
dan anak-anak remaja Gereja.
5
Duduknya warga jemaat dalam lembaga-lembaga negara
(eksekutif, legislatif, yudikatif) dan LSM-LSM, Ormas, Orpol.
Potensi ini perlu dibina sehingga diharapkan membawa suara
kenabian ditempatnya bertugas.
5.1Dibuatnya program rutin pertemuan dan sesi tukar menukar informasi
antara Gereja dengan Pemerintah, Ormas, Orpol dan LSM-LSM.
5.2Gereja ikut mendorong warganya yang punya potensi membawa suara
kenabian di pemerintahan.
6
Kesempatan mengembangkan diri warga jemaat dalam berbagai
pendidikan dan latihan. Terbuka kesempatan mengikuti semua
jenjang pendidikan bagi jemaat yang berakibat meningkatnya
kualitas warga jemaat.
6.1Dibuatnya sesi "KNOWLEDGE MANAGEMENT" untuk berbagai ilmu
pengetahuan dan sharing pengalaman antar warga Gereja.
7
Adanya forum komunikasi dan dialog umat beragama dapat
menjadi sarana memelihara kerukunan umat dan bangsa
Indonesia.
7.1
GPIB Cahaya Kasih agar menjadi Fasilitator Utama dalam menjembatani
terjadinya dialog-dialog yang menunjang kerukunan umat beragama di
kotamadya Jakarta Utara.
8
Kebijakan Pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan
nepotisme menjadi sarana Gereja untuk berperan aktif
didalamnya.
8.1Gereja membuat strategi untuk berperan aktif membantu Pemerintah
dalam pemberantasan KKN.
8.2
gereja mendorong warga jemaatnya yang bekerja pada sektor
pemerintahan untuk menjadi teladan dan berupaya mendapatkan
penghargaan anti KKN.
8.1
GPIB Cahaya Kasih menjadi Promotor untuk menggalang Mupel Banten
dalam membuat Gedung-Gedung Gereja baru dan juga tempat-tempat
pelatihan & pembinaan warga Gereja serta rumah-rumah doa.
Tambahan-Tambahan Peluang Eksternal Lainnya (Lingkup Jemaat)
Peluang Eksternal (Lingkup GPIB Sinodal)
P E L U A N G E K S T E R N A LURAIAN PERGUMULAN LINGKUP JEMAAT
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
12
PEMBENTUKAN TIM INTERNAL Setiap jemaat wajib membentuk tim internal yang kompeten untuk mengisi formulir ini, baik formulir tantangan internal, tantangan eksternal, potensi maupun peluang. Hal ini sangat penting karena nantinya program-program kerja yang dibuat harus dapat menjawab tantangan internal dan tantangan eksternal yang sudah dirumuskan, dan menggunakan kekuatan potensi serta memanfaatkan peluang yang ada. Pembentukan tim internal ini difasilitasi oleh Ketua V PHMJ yang membawahi bidang Inforkom Litbang. Tim internal ini bertanggung jawab dan melaporkan semua hasil diskusi dan evaluasi mereka kepada PHMJ (dalam hal ini diwakili oleh Ketua V). Pemilihan anggota-anggota tim diharapkan dapat mewakili (membawa suara) semua bidang pelayanan yang ada, termasuk Pelkat dan Komisi-komisi. Anggota tim dapat dipilih dari majelis, pengurus pelkat, pengurus komisi ataupun warga gereja biasa. Disarankan jumlah anggota tim adalah sekitar 5 sampai 10 orang, kecuali ada alasan-alasan khusus. Namun memperhitungkan jika jumlah anggota tim terlalu banyak, akan terlalu banyak diskusi yang memakan waktu untuk penyelesaiannya.
Formulir ini harus diisi dan diperbaharui setahun sekali, dan dirumuskan setiap bulan Januari – Februari setiap tahunnya, sebagai referensi penyusunan program kerja yang dibuat setiap bulan Maret.
Sebagai bahan dasar untuk pengisian formulir ini, tim internal dapat mengambil data-data dan informasi dari :
1. Laporan-laporan hasil perkunjungan selama setahun terakhir 2. Laporan triwulan setiap bidang, pelkat dan komisi 3. Hasil pertemuan warga sidi jemaat 4. Evaluasi hasil kuesioner 5. Risalah-risalah rapat PHMJ, SMJ, Pelkat dan Komisi-komisi 6. Catatan-catatan lain terkait pelayanan jemaat.
Tim internal dapat mengundang tenaga ahli untuk bidang-bidang tertentu seandainya diperlukan. Pada akhir masa kerjanya tim internal wajib mempresentasikan hasil kerjanya kepada PHMJ. Kemudian PHMJ melakukan kajian serta evaluasi untuk diserahkan kepada tim program kerja dan anggaran sebagai referensi kerja mereka. Hasil kerja tim internal ini jika diperlukan dapat dibawa didalam rapat SMJ (Sidang Majelis Jemaat).
Laporan hasil tim internal ini dapat dilengkapi dengan analisa-analisa, kajian serta rekomendasi-rekomendasi tentang prioritas-prioritas permasalahan yang harus mendapat perhatian utama dalam pembuatan program kerja dan anggaran gereja. Sehingga tim program kerja didalam melaksanakan fungsinya dapat melihat rekomendasi prioritas aspek-aspek mana dalam pelayanan yang harus mendapatkan porsi program dan anggaran yang lebih besar.
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
13
PEMBUATAN PROGRAM KERJA & ANGGARAN Tim program kerja dibentuk dan difasilitasi oleh Ketua IV PHMJ. Tim ini mendapatkan laporan hasil kajian tantangan internal, tantangan eksternal, potensi dan peluang dari Ketua V PHMJ, yang akan dipergunakan sebagai dasar dan referensi dalam pembuatan program kerja. Sebelum memulai kegiatan fasilitasi penyusunan program kerja, tim program harus melakukan beberapa evaluasi sebagai berikut :
1. Mengevaluasi tingkat pencapaian program kerja semua bidang termasuk pelkat dan komisi-komisi selama 1 tahun yang sudah berjalan. Harus dicatat, program-program apa yang sudah terlaksana 100%, mana yang belum terselesaikan dan program mana yang tidak terlaksana sama sekali.
2. Untuk program-program kerja yang belum selesai atau bahkan belum dilaksanakan, harus diinformasikan kembali kepada pihak pemilik program (bidang, pelkat atau komisi) apakah akan didrop (dihentikan) ataukah akan dilanjutkan pada periode tahun kegiatan berikutnya.
Tim program kemudian memberikan penjelasan kepada semua pihak yang menyusun program tentang hasil kajian evaluasi tantangan-tantangan gereja beserta potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan. Tim program harus menantang bidang-bidang kerja untuk membuat program yang membantu dan menunjang penyelesaian permasalahan serta pergumulan gereja seperti yang tercantum dalam uraian tantangan internal dan tantangan eksternal. Tim program juga wajib menjelaskan kepada semua bidang untuk menggunakan potensi-potensi yang ada dan memanfaatkan peluang-peluang yang sudah diidentifikasi.
Dalam menyusun setiap program kerja, masing-masing bidang harus dapat menjelaskan, program kerja tersebut untuk menjawab tantangan gereja yang mana dan untuk menunjang potensi serta peluang yang mana. Sehingga pada akhir penyusunan program kerja, tim kerja dapat melakukan kalkulasi dari sekian banyak program kerja, berapa prosentase dukungan program kerja untuk menjawab setiap tantangan-tantangan dan pergumulan gereja.
Dalam 1 program kerja, bisa saja diperuntukkan guna menjawab 1 tantangan ataupun lebih. Demikian juga dalam 1 program kerja, bisa saja diperuntukkan guna menunjang 1 potensi dan peluang ataupun lebih.
Tim program harus juga dapat merumuskan dari semua program kerja yang disusun, seberapa banyak yang dapat membantu GPIB dalam menjawab semua pergumulannya secara sinodal.
Strategi anggaran gereja menggunakan prinsip perimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Untuk permasalahan-permasalahan yang dinilai signifikan dan mengganggu strategi pertumbuhan gereja harus mendapat perhatian utama termasuk prioritas anggaran yang memadai.
Jika terjadi surplus atau minus terhadap pemasukan vs pengeluaran maka tim program dapat melakukan diskusi dengan pihak PHMJ dan dapat mengembalikan kepada bidang-bidang untuk dilakukan revisi dengan pengarahan-pengarahan khusus sesuai hasil diskusi dengan pihak PHMJ.
Tim program harus menjelaskan kepada bidang-bidang kerja tentang pentingnya membuat program-program kerja yang sesuai dengan tema tahunan yang sudah ditetapkan oleh GPIB. Disadari bahwa tidak mungkin semua program kerja dibuat sesuai dengan tema yang ditetapkan. Karenanya tim program harus memberikan arahan, misalnya : minimal 10% dari
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
14
semua program kerja yang dibuat oleh setiap bidang harus menunjang tema tahunan GPIB. Atau tim program dapat menentukan, misalnya : setiap bidang wajib membuat minimal 1 program kerja yang terkait dengan tema tahunan sinodal GPIB. Sehingga pada akhir masa penyusunan program dan anggaran, tim kerja dapat mengkalkulasi ada berapa banyak program kerja yang dibuat oleh bidang-bidang yang sesuai dan menunjang tema tahunan sinodal GPIB.
Selain harus menunjang tema tahunan sinodal GPIB, setiap program kerja yang dibuat harus jelas untuk mendukung sasaran sinodal GPIB yang mana. Sebagaimana diketahui bahwa GPIB membagi strategi sasarannya kedalam 2 kelompok yaitu sasaran pokok dan sasaran penunjang :
Sasaran Pokok :
- Sasaran Pokok Persekutuan - Sasaran Pokok Pelayanan - Sasaran Pokok Kesaksian
Sasaran Penunjang :
- Sumber Daya Insani - Dana - Fasilitas - Sistem Informasi
Sehingga pada akhir masa penyusunan program dan anggaran, tim kerja dapat mengkalkulasi ada berapa banyak program kerja yang dibuat oleh bidang-bidang yang sesuai dan menunjang sasaran-sasaran pokok dan sasaran penunjang sinodal GPIB.
Dalam pengisian formulir akan lebih efisien dengan menggunakan singkatan-singkatan,
sebagai berikut :
1. Tantangan Internal = TI
2. Tantangan Eksternal = TE
3. Potensi Internal = PI
4. Peluang Eksternal = PE
5. Kesesuaian Tema = diisi dengan Y (Yes) atau N (No)
6. Sasaran Pokok Persekutuan = Per
7. Sasaran Pokok Pelayanan = Pel
8. Sasaran Pokok Kesaksian = Kes
9. Sasaran Penunjang Sumber Daya Insani = SDI
10. Sasaran Penunjang Dana = Dan
11. Sasaran Penunjang Fasilitas = Fas
12. Sasaran Penunjang Sistem Informasi = SI
---
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DAN ANGGARAN GPIB
15