handout about environmental conservation

38
MAKALAH KONSERVASI LINGKUNGAN KONSERVASI AIR DAN TANAH OLEH: KELOMPOK IV RAFNA MUSTIKA WULANDARY (09 10 941 002) DITA SOPHY SAKDIAH (09 10 941 006) DESI RATNA KOMALA (09 10 941 014) WILDA UTAMA NURHUDA (09 10 942 032) NAZLI YUNITA MARPAUNG (09 10 942 040) DOSEN: YOMMI DEWILDA, MT JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: ahmad-rifki

Post on 26-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pertanian Indonesia telah berhasil memenangkan suatu pertarungan yaitu swasembada besar. Ini adalah kemenangan revolusi pertanian I. Meskipun demikian kemenangan revolusi pertanian I ini belum memberikan kesejahteraan bagi petani secara berarti. Produktivitas petani sawah memang tinggi meskipun produktivitas usaha tani (lahan) semakin menurun akibat intensifikasi yang terus menerus sesuai dengan berlakunya The Law of Deminishing Return. Di lain pihak produktivitas usaha tani lahan kering masih sangat rendah, bahkan lahan kering masih merupakan terra in cognito (wilayah tak dikenal), didalam pembangunan pertanian kita. Oleh karena itu diperlukan pengamatan yang cermat atas kenyataan yang berlangsung di dalam penanganan konservasi tanah dan air. Sehingga dapat dirumuskan suatu konsep sebagai perkakas pembangunan menuju harapa di masa depan yang lebih cerah dalam pembangunan pertanian, khususnya yang menyangkut pengembangan sumber daya alam terutama upaya konservasi tanah dan air.

TRANSCRIPT

MAKALAHKONSERVASI LINGKUNGANKONSERVASI AIR DAN TANAH

OLEH:KELOMPOK IVRAFNA MUSTIKA WULANDARY(09 10 941 002)DITA SOPHY SAKDIAH(09 10 941 006)DESI RATNA KOMALA(09 10 941 014)WILDA UTAMA NURHUDA(09 10 942 032)NAZLI YUNITA MARPAUNG(09 10 942 040)DOSEN:YOMMI DEWILDA, MT

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGANUNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS TEKNIKPADANG2013BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPertanian Indonesia telah berhasil memenangkan suatu pertarungan yaitu swasembada besar. Ini adalah kemenangan revolusi pertanian I. Meskipun demikian kemenangan revolusi pertanian I ini belum memberikan kesejahteraan bagi petani secara berarti. Produktivitas petani sawah memang tinggi meskipun produktivitas usaha tani (lahan) semakin menurun akibat intensifikasi yang terus menerus sesuai dengan berlakunya The Law of Deminishing Return. Di lain pihak produktivitas usaha tani lahan kering masih sangat rendah, bahkan lahan kering masih merupakan terra in cognito (wilayah tak dikenal), didalam pembangunan pertanian kita. Oleh karena itu diperlukan pengamatan yang cermat atas kenyataan yang berlangsung di dalam penanganan konservasi tanah dan air. Sehingga dapat dirumuskan suatu konsep sebagai perkakas pembangunan menuju harapa di masa depan yang lebih cerah dalam pembangunan pertanian, khususnya yang menyangkut pengembangan sumber daya alam terutama upaya konservasi tanah dan air.Berbagai program/proyek watershed telah dilaksanakan di Indonesia. Salah satunya adalah sejak tahun 1983 Proyek Citanduy II, Ciamis, Jawa Barat. Proyek konservasi dan manajemen watershed nasional memang banyak menghadapi kendala. Dalam berbagai proyek itu, banyak yang berubah, tatapi banyak pula yang tidak berubah. Artinya dampak proyek terhadap hal-hal tersebut tidak ada, baik itu kehidupan petani peserta proyek, petani dampak, maupun keadaan sumber daya alam yang tidak semakin baik dan lestari. Organisasi dan administrasi Inpres Penghijauan dan Reboisasi termasuk di dalam kegagalan upaya nasional dalam pembangunan dan manajemen watershed nasional. Dwight Y. King melihat kegagalan upaya dan proyek watershed utama dari dua hal yang kurang dipahami para perencana dan pelaksana, yakni organisasi dan institusi. Dalam pengorganisasian terlihat banyak instansi berperan, dan merasa bertanggung jawab diantaranya : Bappenas, Bappeda, PU, Kehutanan, Depdagri, Deptan, Deptrans dan PPH, bhakan pemerintah kecamatan dan desan, juga organisasi di tingkat petani seperti LSM, kelompok tani, kelompencapir, dan seterusnya. Diantara berbagai instansi tersebut malahan tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Dan dalam upaya ini, kelihatannya tidak apa yang dinamakan organisasi dan apa yang dinamakan institusi.Masalah konservasi tanah dan air di Indonesia merupakan tugas berat bagi Bangsa Indonesia mengingat luasnya lahan kritis dan menuju kritis, yang bahkan bertambah setiap tahun, dan tingkat kesulitan penanganan yang tinggi termasuk dalam upaya perbaikan kehidupan tani di wilayah tersebut.1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah makalah ini adalah1. Tantangan-tantangan apa yang dihadapi dalam upaya konservasi tanah dan air;2. Bagaimanakah upaya untuk mengatasi terjadinya tumpang tindih organisasi/institusi yang menangani konservasi tanah dan air di Indonesia;3. Bagaimana lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia memiliki kepedulian terhadap konsrvasi tanah di Indonesia;4. Bagaimana Perbandingan Program pengelolaan konservasi tanah dan air di negara tetangga seperti Philipina.1.3 TujuanAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Konservasi Lingkungan serta menjelaskan tentang cara konservasi sumber daya alam khususnya untuk air dan tanah

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 UmumTanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontiniu menutpi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman (Inom, 2007).Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperluka agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air (Inom, 2007).Tanah sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman. Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu (Inom, 2007):1. Metode vegetatif, menggunakan tanaman sebagai sarana2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana.Tantangan yang berat di Indonesia adalah luas wilayah Indonesiea yang tidak kurang dari 195 juta hektar, dan diperkirakan 147 juta hektar atau 76 persen merupakan hutan dalam program penghutanan kembali dan rehabilitasi lahan, terdapat tidak kurang dari 80 area watershed, dimana 36 buah diantaranya mendapat prioritas (Inom, 2007).2.2 Metode Konservasi TanahTeknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Harjoko dkk, 2011).Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss) (Harjoko dkk, 2011).. Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan (Harjoko dkk, 2011)..1. Metode VegetatifTeknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi.Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah. Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.Contoh teknik konservasi tanah secara vegetatif ini adalah: penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).Penanaman penutup lahan (cover crop) berfungsi untuk menahan air hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah, menambah kesuburan tanah (sebagai pupuk hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan mempertahankan tingkat produktivitas tanah (Seloliman, 1997).Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah, tetapi mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras. Cara penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat berbentuk mulsa atau pupuk hijau. Dengan mulsa maka daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas permukaan tanah, sedangkan dengan pupuk hijau maka sisa-sisa tanaman tersebut dibenamkan ke dalam tanah.Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.2. Metode MekanikTeknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis adalah upaya menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan prinsip konservasi tanah sekaligus konservasi air. Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teras kebun, barisan batu, dan teras batu.Termasuk dalam metode mekanik adalah (Harjoko dkk, 2011):A. Pengolahan tanah Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.B. Pengolahan tanah menurut konturPengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan membentuk jalur-jalur yang menurut kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut garis kontur. Pengolahan tanah menurut kontur antara lain berbentuk:a. GuludanGuludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut garis kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung pada kecuraman lereng. Sistim ini biasa diterapkan pada tanah yang kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan sampai 6%.b. Guludan bersaluranGuludan bersaluran dibuat memanjang menurt arah garis kontur atau memortong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12%.c. Parit pengelakParit bergelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng dengan kemiringna yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5 m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan kecepatan rendah ke saluran pembuangan yang ditanami rumput.

d. TerasTeras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu (Harjoko dkk, 2011): Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deratan berbentuk tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada tanah dengan lereng 2-30%. Teras berdasar lebar, merupakan suatu saluran yang permukaannya lebar atau galengan yang dibuat memotong lereng pada tanah-tanah yang berombak dan bergelombang. Teras berdasar lebar dapat digunakan pada tanah antara 2-8%. Pada daerah yang lerengnya sangat panjang, teras dipergunakan pada tempat yang berlereng 0-5 %. Teras ini dapat digunakan pula pada tanah-tanah berlereng hingga 20%.C. Teras berlereng Teras berlereng dipakai pada tanah berlereng antara 1- 6%.D. Teras datarTeras datar dapat diterapkan pada lereng sekitar 2%.3. Metode KimiawiTeknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi. Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan modal, sulit pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-bahan alami (Harjoko dkk, 2011).Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Harjoko dkk, 2011)..Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Harjoko dkk, 2011).Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah pembenah tanah (soil conditioner) seperti polyvinil alcohol (PVA), urethanised (PVAu), sodium polyacrylate (SPA), polyacrilamide (PAM), vinylacetate maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane, polybutadiene (BUT), polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen). Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat tanah, sehingga tahan terhadap erosi (Harjoko dkk, 2011).2.3 Hambatan Konservasi TanahDalam pelaksanaan konservasi sering ditemui hambatan-hambatan yang dapat dibedakan menjadi (Harjoko dkk, 2011):1. Hambatan fisikBiasanya kita mendapatkan sumber daya dalam keadaan sedemikian rupa (sudah tertentu), misalnya tempatnya atau lokasinya, sehingga untuk menggunakannya manusia yang harus menyesuaikan. Misalnya untuk dapat menggunakan suatu sumber daya dengan baik maka kita harus membuat dulu dam, teras, menanam tanaman hutan dan menerapkan teknik teknik lain untuk mengubah keadaan alam.2. Hambatan ekonomi.Hambatan ekonomi dapat berupa kurangnya modal untuk melaksanakan konservasi, kurangnya pengetahuan dan yang ketiga adalah tidak stabilnya perekonomian.3. Hambatan kelembagaan.Banyak orang melaksanakan konservasi ini sebagai suatu kebiasaan atau adat istiadat, sehingga mereka kurang memperhatikan manfaatnya. Konservasi ini harus dilakukan secara terpadu oleh institusi yang dimiliki oleh negara agar ada arah yang jelas dan ini perlu dibentuk lembaga yang menangani konservasi sumberdaya di setiap daerah.4. Hambatan teknologi.Penggunaan sumberdaya-sumberdaya akan tergantung antara lain oleh bentuk penyesuaian diri manusia dan teknologi.Hubungan sumberdaya-sumberdaya dengan macam dan tingkat teknologi sangat erat.Sebagai contoh tenaga matahari, yang dulu tidak banyak digunakan, dengan adanya perkembangan teknologi sekarang ini banyak digunakan.Hambatan teknologi ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan kemampuan pegetahuan teknologi yang dapat dipelajari dari negara-negara yang sudah maju atau melakukan penelitian terhadap teknologi yang telah ada.Selain itu Sekretariat Tim Pengendali Bantuan P&RP (2000) mencatat kendala utama penerapan teknologi konservasi sebagai berikut (Harjoko dkk, 2011):1. Tingginya biaya serta lambatnya pengembalian investasi dari tindakan konservasi;2. Ketidakpastian penguasaan lahan;3. Petani tidak melihat keuntungan langsung dari penerapan teknik konservasi tanah.SMasalah konservasi dan penggunaan sumberdaya yang bijaksana berbeda-beda bagi masing-masing tipe sumberdaya. Untuk fund resources atau sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, konservasi dimaksudkan sebagai usaha mengembangkan penggunaan sumberdaya yang persediannya relatif tetap, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam waktu yang lebih panjang, hal ini melalui pengurangan tingkat konsumi atau melakukan penghematan. Untuk flow resources atau sumberdaya yang dapat diperbaharui, konservasi dimaksudkan sebagai usaha pengurangan pemborosan yang bersifat ekonomi, dan sekaligus memaksimumkan penggunaan yang dapat dilaksanakan secara ekonomis. Sebagai contoh adalah penggunaan sumberdaya-sumberdaya selain air, cara yang terbaik untuk membuat sumberdaya ini tetap ada atau bertahan dalam jangka waktu yang panjang adalah dengan cara menghemat atau kebijakan non use (tidak menggunakan sumberdaya) tersebut.

BAB IIISTUDI KASUS Teknologi Konservasi Sumberdaya Lahan Kawasan PegununganStudi Kasus Konservasi Tanah Di Kecamatan Jatisrono Kabupaten wonogiri

3.1 Karakteristik Dan Permasalahan Kawasan Pegunungan3.1.1 Karakteristik Daerah Studi KasusDalam kajian studi kasus mengenai konservasi sumberdaya lahan berada di daerah Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah, berdasarkan hasil orientasi lapangan yang sudah dilakukan sebelumnya di daerah studi kasus aspek morfometri dan morfologinya sangat bervariasi. Daerah tersebut termasuk satuan morfologi kaki gunung api dan merupakan daerah lereng gunung lawu. Ciri dari satuan morfologi ini adalah medan agak miring dengan arah agak memutar dari arah dari arah ke barat daya, selatan dan tenggara. Daerah pada studi kasus mempunyai topografi yang bervariasi dari berombak hingga bergunung dengan ketinggian medan berkisar antara 75-130 m. secara geologi terletak pada formasi Wonosari Punung dengan batuan utama berupa batu gamping, dengan jenis tanah yaitu Jenis tanah Litosol dan Jenis tanah Mediteran cokelat, jenis Penggunaan lahan yang ada meliputi lahan sawah irigasi, permukiman, hutan, sawah tadah hujan dan tegalan. Dari orientasi lapangan banyak ditemukan bentuk-bentuk erosi yang bervariasi. Praktek konservasi tanah yang dilakukan penduduk setempat saat ini memang sudah ada namun sebagian besar masih sederhana, secara tidak langsung menunjukkan bahwa praktek pengelolaan lahan perlu dilakukan pembenahan-pembenahan agar erosi yang ada tidak terus berkembang dan dapat ditekan seminimal mungkin agar tanah dapat berfungsi secara optimal.3.1.2 Permasalahan di Kawasan PegununganPermasalahan yang sering dihadapi di daerah studi kasus adalah permasalahan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, seperti dengan adanya proses erosi, dan faktor manusia dan vegetasi yang kurang mendukung konservasi tanah. Oleh karena itu perhatian pada tindakan konservasi tanah sangat diperlukan. Agar tindakan konservasi tanah dapat efisien dan efektif baik dari segi waktu maupun biaya, maka diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan dapat dimulai dengan mengidentifikasi jenis dan penyebab kerusakan pada tanah. Identifikasi diperlukan agar dalam pelaksanaan dapat diarahkan sesuai dengan sasaransasaran yang dituju, yang merupakan sumber kerusakan, sehingga dapat ditentukan prioritas mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan akhirnya dapat ditentukan metode perlakuan konservasi tanah pada masing-masing lahan.Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan bagian hulu, yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan menyebabkan degradasi lahan Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erositanah.Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Perlu difikirkan pada saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global. Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah.Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya sarana produksi dan pemasaran.Permasalahan yang diakibatkan oleh Kegiatan Manusia antara lain adalah :1. Mengganggu kestabilan lereng misal dengan memotong lereng.2. Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang wilayah/tata ruangdesa.3. Mengganggu vegetasi penutup lahan sehingga aliran permukaan melimpah misal dengan over cutting, penjarahan atau penebangan tak terkendali, hal ini akan menyebabkan erosi mundur maupun erosi lateral.4. Menambah beban mekanik dari luar misal penghijauan atau hasil reboisasi yang sudah terlalu rapat dan pohonnya sudah besar-besar di kawasan rawan longsor lahan dan tidak dipanen karena merasa sayang. Untuk ini maka sangat diperlukan pengaturan hasil yang baik bagi hutan rakyat, program penghijauan yang lain maupun program reboisasi baik yang berupa pemanenan maupun penjarangan yang teratur. Untuk dapat memberikan perhatian atau perlakuan khusus pada kawasan rawan longsor lahan tersebut perlu dilakukan zonasi kawasandengan memperhatikan karakteristik kawasan rawan longsor lahan. Karakteristik kawasan rawan longsor antara lain : a. Kawasan yang mempunyai kelerengan 20 %; b. Tanah pelapukan tebal; c. Sedimen berlapis : Lapisan permeabel menumpang pada lapisan impermeable; d. Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi); e. Erosi lateral intensif sehingga menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng makin curam;f. Mekanisme tektonik penurunan lahan;g. Patahan yang mengarah keluar lereng;h. Dip Perlapisan sama dengan Dip Lereng;i. Makin curam lereng, makin ringan nilai kestabilannya.3.2 Strategi Managemen Kawasan Pegunungan/Perbukitan Dan Tingkatan Pengambilan KeputusanUntuk mencapai keberlanjutan produktifitas lahan perlu tindakan konservasi tanah dan air, serta mencegah hanyutnya seresah dan hunus tanah. Tujuan ini dapat dicapai dengan menerapkan teknologi konservasi secara vegetatif dan mekanik. Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas pada usaha untuk mengendalikan erosi atau aliran permukaan, tetapi termasuk usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah. Konservasi tanah vegetatif mencakup semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum menjalar, semak atau perdu, maupun pohon dan rumput-rumputan serta tumbuh-tumbuhan lain, yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan limpasan air permukaan yang berlebihan.Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dikombinasikan dengan teknik konservasi tanah mekanik.Adapun Strategi dan pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang terdapat di daerah studi kasus dapat dilakukan konservasi vegetativ sebagai berikut:1. Penerapan Sistem BudiDaya LorongPemahaman akan pentingnya peranan masa bera telah mendorong para peneliti untuk mengembangkan sistem pengelolaan lahan yang baru. Suatu konsep untuk memperbaiki kesuburan tanah yang dinamakan alley cropping system muncul di awal tahun 1970-an dari hasil penelitian International Institute of Tropical Agricultur (IITA) di Ibadan, Nigeria. Sistem ini dirancang untuk dapat menggunakan lahan secara intensif tetapi tetap mempertahankan peranan ganda dari sitem masa bera dengan semak belukar. Penelitian ini dilakukan di Nigeria dengan menggunakan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala Lam.) sebagai tanaman pagar. (Kang dkk, 1984)Dalam alley cropping system ini, yang kemudian dikenal di Indonesia disebut sebagai Sistem Budi Daya Lorong, tanaman pangan (semusim) sebagai tanaman utama ditanam pada bidang olah di lorong-lorong (alleys) antara barisan-barisan tanaman pagar (hedgerow) dari semak berkayu atau pohon legum, yang secara berkala dipangkas untuk mengurangi naungan dan sebagai sumber bahan organik. tanaman semak atau pohon yang ditanam sebagai pagar tersebut tetap mempunyai fungsi seperti pada sistem bera dengan semak belukar (bush-fallow system), yaitu mendaur ulang unsur hara, sumber mulsa dan pupuk hijau, menekan pertumbuhan gulma dan mengandalikan erosi. Penggunaan tanaman pagar legum lebih disenangi karena juga dapat menyediakan nitrogen bagi sitem pertanian ini.oleh karena itu, sistem budidaya lorong dapat juga disebut sebagai sistem bera dengan semak belukar yang diperbaiki, yaitu dengan menggabungkan masa pertanaman dengan masa bera untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan. Terdorong oleh keberhasilan penelitian tersebut, maka kemudian banyak penelitian budi daya lorong lain dilakukan di Afrika. Penelitian on-farm juga dilakukan sejak awal tahun 1980-an dan dengan dimasukkannya ternak ruminansia kecil oleh International Livestock Centre for Africa (ILCA) dalam sistem bididaya lorong dengan menggunakan pakan ternak dari pangkasan tanaman pagar telah mengawali berkembangnya konsep budidaya lorong (Kang dkk, 1990).Di Indonesia, penelitian sistem budi daya lorong mulai banyak dilakukan sejak akhir tahun 1980-an dan hasilnya juga menunjukkan bahwa sistem ini sangat baik untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Misalnya, hanya dalam waktu satu musim hujan, sistem budi daya lorong dengan Flemingia congesta sebagai tanaman pagar telah menunjukkan keunggulannya, yaitu menghambat laju erosi dan aliran permukaan menjadi rendah, dibandingkan dengan tiga teknik pengelolaan tanah lainnya, yaitu pengolahan tanah penuh dikombinasikan dengan penanaman tanaman penutup tanah benguk (Mucuna mnaneae), pengolahan tanah penuh dikombinasikan dengan sisa tanaman dibenamkan, dan pengolahan tanah minimum dikombinasikan dengan sisa tanaman dibakar.Flemingia congesta sebagai tanaman pagar mampu menghambat laju aliran permukaan dan menghasilkan pangkasan biomasa banyak (3-9 t ha-1 6 bulan-1), dapat digunakan sebagai mulsa untuk melindungi tanah dari daya rusak butiran air hujan. Pengaruh tidak langsung dari sistem budidaya lorong ini adalah mempertahankan kadar bahan organik tanah dan memperbaiki sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Selain menunjukkan peranan budidaya lorong, dengan tanaman pagar Flemingia congesta, pada penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan peranan pemupukan dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, karena tanaman yang dipupuk dapat tumbuh dan menutupi permukaan tanah jauh lebih cepat daripada tanaman yang tidak dipupuk. Penutupan permukaan tanah secara rapat dan cepat oleh tajuk tanaman adalah suatu teknik konservasi yang sangat evektif, khususnya dari erosi percikan air hujan. Jadi pemupukan merupakan langkah awal konservasi tanah, yaitu untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik, yang sekaligus berperan sebagai penutup tanah yang baik. Pemberian pupuk yang dikombinasikan dengan sistem budidaya lorong mempunyai pengaruh sinergis dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan serta peningkatan produksi tanaman.Penerapan sistem budidaya lorong pada lahan berlereng mampu membentuk teras alami setinggi 20-30 cm dalam waktu 4 tahun. Dengan terbentunya teras, maka panjang lereng berkurang dan kemiringan lahan di masing-masing bidang oleh juga berkurang. Teras alami terbentuk karena sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan tertahan oleh barisan tanaman pagar. Pembentukkan teras dipercepat dengan pengolahan tanah, karena setelah diolah tanah menjadi gembur dan lepas sehinnga erosi menjadi lebih tinggi. Selain dapat menekan erosi dan aliran permukaan, budi daya lorong juga menekan kehilangan unsur-unsur hara dari bidang olah. Budidaya lorong dapat menekan kehilangan unsur hara N, P dan K hingga menjadi seperlimannya. Kehilangan hara dapat ditekan lebih rendah lagi bila diikuti dengan tindakan konservasi tanah yang lain, misalnya pemberian mulsa dan pengolahan tanah minimum.Meskipun sistem budi daya lorong mempunyai berbagai kelebihan, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu luas bidang olah berkurang, perlu tambahan tenaga untuk pemeliharaan dan pemangkasan atau panen tanaman pagar, dan adanya sifat alelopati dan jenis tanaman pagar tertentu. Selain itu juga dolaporkan terjadi persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman pokok dalam serapan unsur hara, cahaya dan air sering mengurangi dampak positif dari budidaya lorong (Van Noordwijk dkk, 1998).Keuntungan budi daya lorong baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Kenyataan ini sering membuat petani kurang tertarik untuk menerapkan sistem ini pada lahan pertaniannya. Petani cenderung untuk mendapat keuntungan berjangka pendek dan kemudahan pengerjaannya di lapangan. Oleh karena itu, pemilihan tanaman pagar perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut, agar didapatkan hasil yang optimum. Pemilihan jenis tanaman pagar juga perlu mempertimbangkan peranan ganda tanaman pagar tersebut. Dari penelitian yang pernah dilakukan pemilihan tanaman pagar rumput raja atau rumput gajah lebih menguntungkan dari pada Flemingia congesta, karena hasil pangkasan rumput dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan tetap berperan sangat nyata dalam menekan erosi. Pengembangan teknologi sistem budidaya lorong sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pendekatan perspektif, yaitu dengan melibatkan petani sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi serta diseminasi hasilnya. Pendekatan tersebut penting agar teknologi yang dikembangkan sesuai dengan keinginan dan potensi petani sehingga lebih banyak petani akan mengadopsinya. Tanaman pagar jenis Flemingia congesta lebih baikdalam memperbaiki sifat fisik tanah, terutama berat isi dan menghasilkan C-organik tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lamtoro dan kaliandra (Caliandra calotyrsus). Hal ini disebabkan pangkasan Flemingia congesta lebih banyak, dan dengan semakin kecilnya berat isi berati tanah menjadi lebih gembur, sehingga pengolahan tanah minimum dapat dianjurkan.Agro-silvi-pastura merupakan suatu bentuk modifikasi dari sistem budi daya lorong yang memadukan tanaman pangan, tanaman pohon (hutan) sebagai pagar, dan pastura atau padang penggembalaan pada lorongnya (alley). Sistem ini dapat dibangun dari pastura alami yang rusak akibat penggembalaan yang berlebihan dengan memperbaiki tata botaninya melalui introduksi rumput dan legum unggul yang dapat beradaptasi dan memberikan pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hutan pastura terdiri atas komponen pastura yang dikombinasikan dengan komponen tanaman hutan atau kayu-kayuan yang ditanamn membentuk pagar. Jika pastura luas, maka letak komponen pertanian dan pasturanya dapat diatur berselang-seling diantara tanaman pagar. Fungsi tanaman pohon yang diatur sebagai pagar adalah mengurangi erosi, mengurangi kecepatan dan mematahkan arah angin, penghasil kayu, sumber pakan, serta tempat ternak berlindung dari panas sinar matahari dan tiupan angin yang kencang. Selain itu hutan pastura juga meningkatkan kadara bahan organik dan P-tanah, keanekaragaman hayati yang mendekati sistem hutan, serta meningkatkan produksi hijauan pakan ternak dan daya dukung ternak sapi. Dalam 5 tahun sistem hutan pastura dapat meningkatkan kadar C-organik sebesar 2-3 kali lipat. Sistem hutan pastura juga mempengaruhi iklim mikro, di mana selisih suhu udara antara siang dan malam pada hutan pastura relatif lebih kecil dibandingkan pastura tanpa hutan, demikian kelembaban udara juga lebih baik. 2. Teknik Pengelolaan Lahan yang Produktif dan Konservatif Melalui AgroforestryBerubahnya Lanskap akibat adanya tekanan penduduk dan intensifikasi pemanfaatan sumberdaya lahan, mengarah pada pengakuan terhadap agroforestry sebagai alternatif sistem pengelolaan lahan dalam rangka pembangunan berkelanjutan baik didataran tinggi maupun di dataran rendah).Berbeda dengan bidang pertanian maupun kehutanan murni, kontribusi agroforestry dalam bidang sosial ekonomi bisa lebih bervariasi karena komponen usahanya lebih beragam. Tambahan lagi selain membuka kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan peningkatan taraf hidup mampu juga menimbulkan multiplier effect dan agroforestry juga memperbaiki serta meningkatkan kondisi lingkungan (Anonymous, 2010). Kelemahan para petani pada umumnya adalah pada sistem pemasaran hasil.Dengan menawarkan kombinasi hasil, produktivitas lebih lestari. Adanya komponen pohon yang bisa diatur pemungutan hasilnya hanya apabila diperlukan, karena apabila tidak diperlukan bisa dibiarkan hidup dengan tidak kawatir rusak dan bahkan nilainya akan bertambah. Kelestarian hasil lebih diperjelas dengan tambahan adanya produksi bidang peternakan, sedang konsumsi harian dapat ditopang oleh produk tanaman pertanian. Produk agroforestry bisa lebih ditingkatkan menjadi produk yang diorientasikan pada agribisnis dengan dukungan dari swasta atau pemerintah daerah misalkan menyediakan pabrik pengolahan hasil misal pabrik pengelolaan nanas atau komoditas lainnya dalam skala kecil menengah. Peluang bagi digunakannya sistem agroforestry dalam pengelolaan lahan juga disebabkan karena :a. Agroforestry adalah metode biologis untuk konservasi dan pemeliharaan penutup tanah sekaligus memberikan kesempatan menghubungkan konservasi tanah dengan konservasi air;b. Dengan agroforestry yang produktif dapat digunakan untuk memelihara dan meningkatkan produksi bersamaan dengan tindakan pencegahan erosi;c. Kegiatan konservasi yang produktif memperbesar kemungkinan diterimanya konservasi oleh masyarakat sebagai kemauan mereka sendiri. Digunakannya tehnik diagnostik dan designing untuk merumuskan pola tanam secara partisipatif merupakan kelebihan dari tehnik agroforestry.

3. Pola TanamPola tanam adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman hampir sama umur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani lahan kering. Dalam pengembangannya pola tanam ini sangat tergantung kepada jenis tanah, iklim, topografi, dan pemasaran hasil. Lahan dengan kemiringan < 8% dapat mendukung suaha tanaman pangan sebagai tanaman utama. Adapun kemiringan 8% pertanaman diusahakan searah kontur atau teras dan tanaman pangan tidak lagi berfungsi sebagai tanaman utama, melainkan sudah beralih ke tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit, dan tanaman tahunan lainnya. Beberapa sistem pola tanam yang dapat dikembangkan yang sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif adalah pertanaman campuran, pertanaman berurutan, pertanaman tumpang sari, pertanaman tumpang gilir, pertanaman berlajur, dan pertanaman bertingkat.4. Tanaman Penutup TanahTanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam untuk menutupi permukaan lahan pertanian yang berguna mengendalikan erosi dan memperbaiki sifat-sifat tanah. Tujuan dari penanaman penutup tanah adalah melindungi permukaan tanah dari erosi percikan akibat jatuhnya tetesan air hujan, meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki sifat-sifat fiik dan kimia tanah, menekan pertumbuhan gulma sehingga dapat mengurangi biaya perawatan tanaman, dan meminimumkan perubahan-perubahan iklim mikro dan suhu tanah, sehingga dapat menyediakan lingkungan hidup yang lebih baik bagi tanaman.Tanaman penutup tanah harus memenuhi persyaratan antara lain mudah diperbanyak teutama dengan biji, tumbuh cepat dan menghasilkan banyak daun, toleran terhadap pemangkasan dan injakkan, bukan tanaman inang hama dan penyakit, sistem perakaran tidak kompetisi berat dengan tanaman pokok, dan mampu menekan gulma. Jenis tanaman penutup tanah yang umum digunakan adalah rumput dab kacang-kacangan/leguminosa. Tanaman penutup tanah kacang-kacangan yang merambat paling baik sebagai penutup tanah, karena mapu secara langsung memfiksasi nitrogen dari udara, dan mampu beregenerasi sendiri.

5. Penanaman RumputPenanaman rumput pada berbagai tempat terbuka sangat penting dalam membantu mengendalikan erosi dan aliran air permukaan di lahan pertanian. Teknik ini baik untuk lahan yang berlereng