han awal.docx

9
Nama: Han Awal Lahir: Malang, 16 September 1930 Istri: Anastasia Maria Theresia Anak: - Paulus Rachmat Trisna Awal - Gregorius Antar Awal - Maria Daryanti Awal Maria Widyati Awal Pendidikan: - Techniche Hoogeschool Delft, Belanda, 1950-1957 - Techniche Universitat, Faculatfur Architectur, Berlin Barat, 1957-1960 Karier: - Direktur PT Han Awal & Partners Architect, 1971 - Pembantu Rektor/Dosen Akademi Pertamanan DKI Jakarta, 1969-1971 - Proyek Conefo/MPR-DPR sebagai Asisten I Kepala Proyek, 1964-1972 - Dosen Tak Tetap FTUI Jurusan Arsitektur, 1965-2000 - Dosen Pembina FT Unika Soegiyapranata, Semarang, 1990-2003 - Dosen Pembina FT Universitas Merdeka, Malang, 1997-2004 - Dosen Tak Tetap Program Pascasarjana FT UI, 2003 Organisasi Profesi: - Ikut mendirikan Pusat Dokumentasi Arsitektur - Anggota Dewan Kehormatan IAI DKI Jakarta Penghargaan: - Penghargaan AIA untuk Kompleks Universitas katolik Atma Jaya, Jakarta, 1984 - Penghargaan AIA untuk Konservasi Gedung Arsip Nasional, 1999 - Award of Excellence UNESCO Asia Pasific Heritage, bersama Budi Lim dan Cor Passchier, 2001

Upload: patricia-kamajaya

Post on 01-Jan-2016

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

w

TRANSCRIPT

Page 1: han awal.docx

Nama:Han Awal

Lahir:Malang, 16 September 1930

Istri:Anastasia Maria Theresia

Anak:- Paulus Rachmat Trisna Awal

- Gregorius Antar Awal- Maria Daryanti Awal

Maria Widyati Awal

Pendidikan:- Techniche Hoogeschool Delft, Belanda, 1950-1957

- Techniche Universitat, Faculatfur Architectur, Berlin Barat, 1957-1960

Karier:- Direktur PT Han Awal & Partners Architect, 1971

- Pembantu Rektor/Dosen Akademi Pertamanan DKI Jakarta, 1969-1971- Proyek Conefo/MPR-DPR sebagai Asisten I Kepala Proyek, 1964-1972

- Dosen Tak Tetap FTUI Jurusan Arsitektur, 1965-2000- Dosen Pembina FT Unika Soegiyapranata, Semarang, 1990-2003

- Dosen Pembina FT Universitas Merdeka, Malang, 1997-2004- Dosen Tak Tetap Program Pascasarjana FT UI, 2003

Organisasi Profesi:- Ikut mendirikan Pusat Dokumentasi Arsitektur- Anggota Dewan Kehormatan IAI DKI Jakarta

Penghargaan:- Penghargaan AIA untuk Kompleks Universitas katolik Atma Jaya, Jakarta, 1984

- Penghargaan AIA untuk Konservasi Gedung Arsip Nasional, 1999- Award of Excellence UNESCO Asia Pasific Heritage, bersama Budi Lim dan Cor

Passchier, 2001- Prof Teeuw Award, bersama Soedarmadji JH Damais dan Wastu Pragantha

Zhong, 2007

Alamat:Biro Arsitek Han Awal & Partners, di Pondok Pinang, Jakarta Selatan

Page 2: han awal.docx

Han Awal (lahir di Malang, Jawa Timur, 16 September 1930; umur 82 tahun) adalah

seorang arsitek Indonesia. Prestasinya dalam merancang bangunan membuahkan

penghargaan Internasional Award of Excellence UNESCO Asia Pasific Heritage untuk

bangunan Gedung Museum Arsip Nasional. Karya-karya lainnya yang menonjol di

Indonesia adalah Kampus Universitas Katolik Atma Jaya di Semanggi dan gedung

sekolah Pangudi Luhur di Kebayoran Baru, Jakarta. Han Awal juga terlibat dalam

pembangunan Gedung Conefo (Conference of New Emerging Forces) 1964-1972.

Gedung yang terletak di Senayan ini kemudian dikenal sebagai Gedung DPR/MPR.

Han Awal menyelesaikan pendidikan dasarnya di Malang. Setelah lulus SMA tahun

1950, Han sebetulnya ingin belajar arsitektur di Institut Teknologi Bandung. Namun,

waktu itu ITB belum memiliki jurusan arsitektur. Terpengaruh brosur program

pendidikan ahli bangunan di Technische Hoogeschool di Delft, Belanda, ia melanjutkan

studi di sekolah itu dengan beasiswa dari Keuskupan Malang. Di tempat ini, ia

berkenalan dengan mahasiswa asal Indonesia, seperti Bianpoen, Soewondo,

Pamoentjak, dan Soejoedi.

Namun,akibat ketegangan Indonesia-Belanda akibat sengketa Papua pada tahun 1956,

Han terpaksa pindah ke Jerman dan melanjutkan kuliah arsitektur di Technische

Universitat, Berlin Barat, dan lulus tahun 1960. "Di Belanda, saya banyak belajar

arsitektur dari segi teknis. Mungkin karena negerinya kecil, para arsitek Belanda sangat

mementingkan presisi. Perbedaan ukuran sesentimeter saja bisa dipersoalkan. Baru di

Jerman saya mendapat pengetahuan tentang konsep-konsep besar arsitektur,"

ceritanya.

Han Awal pulang ke tanah air dan mendirikan biro konsultan sendiri yang bernama PT

Han Awal & Partners Architect. Disamping berkarya dalam bidang arsitektur, Han Awal

juga sangat perhatian terhadap dunia pendiikan perancangan di Indonesia. Tercatat, ia

mengabdikan ilmu yang dimilikinya sebagai Pembantu Rektor/Dosen Akademi

Pertamanan DKI Jakarta, 1969-1971, Dosen Tak Tetap FTUI Jurusan Arsitektur, 1965-

2000 - Dosen Pembina FT Unika Soegiyapranata, Semarang, 1990-2003, Dosen

Page 3: han awal.docx

Pembina FT Universitas Merdeka, Malang, 1997-2004, dan Dosen Tak Tetap Program

Pascasarjana FT UI, 2003. Selain itu, ia juga aktif mendorong berdirinya Ikatan Arsitek

Indonesia, ikut mendirikan Pusat Dokumentasi Arsitektur dan memfasilitasi berdirinya

ajang diskusi Arsitek Muda Indonesia.

Han belakangan lebih dikenal sebagai arsitek konservatoris yang menggeluti

pemugaran bangunan-bangunan tua. Pada tahun 1988 ia terlibat proyek pemugaran

Katedral Jakarta yang sudah mengalami kerusakan berat di berbagai bagian. Ia

mengusulkan mengganti atap sirap gereja Katolik yang hampir berusia seabad itu

dengan pelat tembaga yang tahan lama. Karya Han yang monumental di bidang

pemugaran adalah Gedung Arsip Nasional, Jalan Gajah Mada 111, Jakarta. Bersama

arsitek Belanda, Cor Passchier dan Budi Lim, arsitek lulusan Inggris, ia terlibat

pemugaran besar-besaran atas gedung yang dibangun pejabat VOC, Renier de Klerk,

akhir abad ke-18 itu. Pemugaran dibiayai oleh berbagai pihak swasta di Belanda,

sebagai hadiah ulang tahun emas Proklamasi Kemerdekaan RI, tahun 1995.

"Bangunan tua harus diberi aura baru, sesuai dengan tuntutan zaman. Lampu harus

dibuat lebih terang dari dulu, juga pengatur udara," kata Han yang sangat

memerhatikan detail. (wikipedia.org)

Page 4: han awal.docx

Arsitek Pemugar Bangunan Tua

Han Awal, seorang arsitek santun bersuara lembut lamat-lamat. Arsitek yang ikut

berperan merancang Gedung MPR/DPR sebagai asisten arsitek Soejoedi, itu lahir di

Malang, 16 September 1930. Karya penerima penghargaan Prof Teeuw Award, itu

sudah tersebar di beberapa tempat. Belakangan, dia lebih dikenal sebagai arsitek

konservatoris.

Han menyukai arsitektur setelah terinspirasi keindahan Kota Malang, tempat

kelahirannya. "Malang itu kota yang ideal. Kota yang nyaman dan memiliki banyak

bangunan indah. Saya sangat terkesan," kata Han, bapak empat anak dan kakek empat

cucu ini.

Saat lulus SMA tahun 1950, Han sebetulnya ingin belajar arsitektur di ITB. Namun,

waktu itu ITB belum memiliki jurusan arsitektur. Terpengaruh brosur program

pendidikan ahli bangunan di Technische Hoogeschool di Delft, Belanda, ia melanjutkan

studi di sekolah itu dengan beasiswa dari Keuskupan Malang. Di tempat ini, dia

berkenalan dengan mahasiswa asal Indonesia, seperti Bianpoen, Soewondo,

Pamoentjak, dan Soejoedi.

Ketegangan hubungan Indonesia-Belanda gara-gara sengketa Papua mulai terasa

akhir tahun 1956. Ini membuat Han pindah ke Jerman dan melanjutkan kuliah arsitektur

di Technische Universitat, Berlin Barat, dan lulus tahun 1960.

"Di Belanda, saya banyak belajar arsitektur dari segi teknis. Mungkin karena negerinya

kecil, para arsitek Belanda sangat mementingkan presisi. Perbedaan ukuran

sesentimeter saja bisa dipersoalkan. Baru di Jerman saya mendapat pengetahuan

tentang konsep-konsep besar arsitektur," ceritanya.

Page 5: han awal.docx

Sebagai arsitek, jejak Han tersebar di banyak tempat. Di Jakarta, sentuhan Han,

misalnya, bisa dilihat di Gedung MPR/DPR. Ia menjadi asisten arsitek Soejoedi dalam

proyek pembangunan gedung megah di Senayan, yang awalnya dibangun sebagai

Gedung Conefo (Conference of New Emerging Forces) 1964-1972. Kampus Universitas

Katolik Atma Jaya di Semanggi dan gedung sekolah Pangudi Luhur di Kebayoran Baru,

Jakarta, juga karya dia.

Ciri banyak bangunan karya Han adalah kesederhanaan, dengan dinding dan langit-

langit yang sering dibiarkan telanjang. Ia juga mempertimbangkan iklim tropis Indonesia

saat merancang, misalnya dengan memperhitungkan sirkulasi udara silang agar

bangunan tak perlu pendingin ruang dan hemat energi.

"Prinsip arsitektur tropis tak selalu bisa diterapkan. Teori ventilasi silang, misalnya,

hanya cocok untuk gedung rendah. Untuk bangunan tinggi, teori ini tak bisa dipakai

karena di lantai-lantai atas angin terlalu kencang," papar Han yang merasa sebagai

arsitek fungsionalis ketimbang minimalis.

Mendalami konservasi

Han belakangan lebih dikenal sebagai arsitek konservatoris yang menggeluti

pemugaran bangunan-bangunan tua. Pada tahun 1988 ia terlibat proyek pemugaran

Katedral Jakarta yang sudah mengalami kerusakan berat di berbagai bagian. Ia

mengusulkan mengganti atap sirap gereja Katolik yang hampir berusia seabad itu

dengan pelat tembaga yang tahan lama.

Page 6: han awal.docx

Karya Han yang monumental di bidang pemugaran adalah Gedung Arsip Nasional,

Jalan Gajah Mada 111, Jakarta. Bersama arsitek Belanda, Cor Passchier dan Budi Lim,

arsitek lulusan Inggris, ia terlibat pemugaran besar-besaran atas gedung yang dibangun

pejabat VOC, Renier de Klerk, akhir abad ke-18 itu. Pemugaran dibiayai oleh berbagai

pihak swasta di Belanda, sebagai hadiah ulang tahun emas Proklamasi Kemerdekaan

RI, tahun 1995.

"Bangunan tua harus diberi aura baru, sesuai dengan tuntutan zaman. Lampu harus

dibuat lebih terang dari dulu, juga pengatur udara," kata Han yang sangat

memerhatikan detail.

Dalam menggarap pemugaran bangunan tua, ia sering terkesima dengan aspek estetis

dan budaya yang melekat pada bangunan itu. Untuk merekam semua itulah, Han

mendirikan Pusat Dokumentasi Arsitektur bersama sejumlah arsitek.

"Bangunan-bangunan tua umumnya tak lagi mempunyai gambar, baik gambar desain

arsitektur maupun konstruksi. Jadi, untuk memugar, saya harus mengukur ulang. Saya

sering terpaksa melakukan penggalian data sampai ke Belanda, KITLV di Leiden,

Koninklijk Instituut voor de Tropen di Amsterdam, atau kepada teman-teman yang juga

bekerja pada konservasi," ujarnya.

Han pun menjalin pertemanan dengan para arsitek Belanda, termasuk Cor Passchier.

Kerja sama intensif baru terjadi setelah ia bertemu para arsitek Negeri Kincir itu di

sebuah seminar tentang bangunan warisan sejarah di Indonesia yang digelar IAI tahun

1980-an.

Page 7: han awal.docx

"Sebagai pemugar bangunan tua, saya menemukan hal-hal tak terduga. Ternyata, tak

semua bangunan tua bikinan Belanda itu baik. Banyak konstruksi yang diselewengkan

dan kaidah arsitektur yang tak dilaksanakan dengan benar. Konstruksi jadi tambal

sulam. Tapi, itu kan manusiawi dan bukan hal memalukan," papar Han.

Penghargaan Profesor Teeuw

Han kini sedang sibuk menangani pemugaran Gedung Bank Indonesia, Jakarta Kota.

Bekas gedung Javasche Bank, bank sentral Hindia Belanda yang berdiri sejak 1828.

Setelah itu, ia berencana memugar bangunan Gereja Imanuel, Jalan Medan Merdeka

Timur, Jakarta, dan sebuah rumah tua di Jalan Prapatan, Jakarta. Bangunan itu pada

abad ke-19 adalah rumah seorang mayor China.

Pertengahan Agustus 2007, dalam sebuah acara di Erasmus Huis, Jakarta, dia menjadi

salah satu dari tiga orang Indonesia yang dianugerahi penghargaan Profesor Teeuw.

Penghargaan yang menggunakan nama Profesor AA Teeuw, guru besar kajian budaya

Indonesia di Universitas Leiden, Belanda, itu diberikan dua tahun sekali sejak 1992

kepada warga Indonesia atau Belanda yang dinilai berjasa meningkatkan hubungan

kebudayaan kedua negara. (www.tokohindonesia.com)