hambatan dalam penanggulangan bajak laut di …

24
HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI SOMALIA Made Maharta Yasa, SH., MH. BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN

BAJAK LAUT DI SOMALIA

Made Maharta Yasa, SH., MH.

BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 2: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

2

KATA PENGANTAR

Pembajakan di lepas pantai Somalia telah menjadi ancaman bagi pelayaran internasional

sejak awal Perang Saudara Somalia pada awal tahun 1990-an. Organisasi-organisasi

internasional, termasuk Organisasi Maritim Internasional dan World Food Programme, telah

mengungkapkan keprihatinan atas meningkatnya tindakan pembajakan. Pembajakan telah

berkontribusi terhadap peningkatan biaya pengiriman dan menghambat pengiriman pengiriman

bantuan pangan. Sembilan puluh persen dari World Food Programme's pengiriman tiba melalui

laut, dan kapal membutuhkan pengawalan militer. Menurut menteri luar negeri Kenya, bajak laut

Somalia telah menerima lebih dari US $ 150 juta dalam tebusan selama 12 bulan sebelum sampai

bulan November 2008.

Dilain pihak, sudah banyak usaha untuk memberantas bajak laut tersebut, namun hal ini

tidak banyak memberikan hasil. Bahkan pada tahun 2008 terjadi lebih dari seratus serangan.

Timbul pertanyaan, mengapa Hukum Internasional gagal memberantas bajak laut di Somalia,

adakah faktor-faktor penghambat penanggulangan bajak laut di Somalia.

Tulisan ini berupaya menemukan dan mengidentifikasi faktor-faktor penghambat

penanggulangan bajak laut di Somalia.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan dapat

memberikan pengertian lebih menda;lam mengenai bajak laut di Somalia. Akhir kata semoga

tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya ilmu Hukum

Internasional

Penulis

Page 3: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

3

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………… iii

I. PENDAHULUAN ………………………………… 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 2

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………………………………… 6

IV. METODE PENELITIAN ………………………………… 7

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………… 8

VI. SIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 21

LAMPIRAN

Page 4: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

4

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pembajakan di lepas pantai Somalia telah menjadi ancaman bagi pelayaran internasional

sejak awal Perang Saudara Somalia pada awal tahun 1990-an. Sejak tahun 2005, banyak

organisasi internasional, termasuk Organisasi Maritim Internasional dan World Food

Programme, telah mengungkapkan keprihatinan atas meningkatnya tindakan pembajakan.

Pembajakan telah berkontribusi terhadap peningkatan biaya pengiriman dan menghambat

pengiriman pengiriman bantuan pangan. Sembilan puluh persen dari World Food Programme's

pengiriman tiba melalui laut, dan kapal membutuhkan pengawalan militer. Menurut menteri luar

negeri Kenya, bajak laut Somalia telah menerima lebih dari US $ 150 juta dalam tebusan selama

12 bulan sebelum sampai bulan November 2008.

Pada 5 Oktober 2008, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1838 yang

menyerukan negara-negara dengan kapal-kapal di daerah tersebut untuk menerapkan kekuatan

militer untuk menekan tindakan pembajakan. Pada sidang ke-101 Dewan International Maritime

Organization, India menyerukan agar pasukan penjaga perdamaian PBB di bawah komando

bersatu untuk mengatasi pembajakan lepas pantai Somalia.

Pada bulan November 2008, Bajak laut Somalia mulai meluaskan operasi mereka di luar

Teluk Aden, kemungkinan untuk menargetankan kapal menuju pelabuhan Mombasa, Kenya.

Frekuensi dan kecanggihan dari serangan juga meningkat sekitar waktu ini, begitu pula ukuran

kapal ditargetkan. Kapal kargo besar, tanker minyak dan kimia perjalanan internasional menjadi

sasaran baru pilihan bagi pembajak Somalia. Hal ini sangat kontras dengan serangan bajak laut

yang dulu sering terjadi di Selat Malaka, jalur air yang penting secara strategis lain untuk

perdagangan internasional, yang menurut ahli keamanan maritim Zara Catherine Raymond,

biasanya ditujukan kepada "yang lebih kecil, lebih rentan membawa kapal perdagangan di

seluruh Selat atau digunakan dalam perdagangan pesisir di kedua sisi Selat.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan dua rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum internasional tentang bajak laut ?

2. Apakah hambatan dalam penanggulangan bajak laut di Somalia?

Page 5: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bajak laut (pirate) adalah para perampok di laut yang bertindak di luar segala hukum.

Kata pirate berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'yang menyerang', 'yang merampok'. Dalam

Bahasa Indonesia dan Melayu sebutan lain untuk bajak laut, lanun, berasal dari nama lain salah

satu suku maritim di Indonesia dan Malaysia, Orang Laut.

Laut pada umumnya merupakan wilayah yang berbatasan dengan suatu negara, sehingga

seringkali kejahatan yang dilakukan di wilayah laut dapat menimbulkan konflik yurisdiksi antara

negara pantai dengan negara bendera kapal. Konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan

adanya yurisdiksi ekstra territorial yang dimiliki oleh negara bendera kapal dan yurisdiksi

territorial yang dimiliki oleh negara pantai. Oleh karena itu kewenangan negara pantai untuk

menerapkan yurisdiksi kriminal di wilayah perairan yang berada dibawah yurisdiksinya terhadap

kejahatan-kejahatan, khususnya yang dilakukan oleh kapal asing, harus memperhatikan

ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional. Pelanggaran terhadap-ketentuan hukum

internasional, akan menimbulkan kemungkinan bahwa negara pantai dapat diajukan ke

Mahkamah Internasional.

Secara teoritis terdapat perbedaan pendapat tentang definisi pembajakan yang pernah

dikemukakan oleh para sarjana. Dalam hal ini Brierly memberikan definisi sebagai berikut :

“There is no authoritative definition of international piracy , but it is of the essence of a

piratical act to be an act violence , committed at sea or at any rate closely connected with

the sea , by person not acting under proper authirity. Thus an act cannot be piratical if it

is done the authority of a state, or even of an insurgent community whose belligerency

has been recognized" (Brierly : l960 : 241).

Demikian pula S.V Molodtsov, telah memberikan perumusan mengenai batasan

pengertian pembajakan di laut sebagai berikut :

“Both acts of violence by vessels and their crews at sea also attack from the sea on

littoral points carried out with the aim of securing plunder , the seizure and sinking of

vessels and persons or other criminal purposes are considered as piracy (sea banditry).

In the epoch of imperialism piracy has aquired special characteristics. It is one of the

provocative methods to which imperialist States resort for agressive purposes”.(

Molosdtsov : l960:221)

Page 6: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

6

Dalam hukum positif internasional, definisi atau batasan pengertian pembajakan di laut

telah ditentukan berdasarkan perumusan dalam Konvensi Jenewa l958 dan Konvensi Hukum

Laut PBB 1982.

Konvensi Jenewa l958 dalam Pasal l5 merumuskan pembajakan di laut yaitu bahwa :

Piracy consist of any of the following acts :

(1) Any illegal acts of violence , detention or any acts of depredation , commited for private

ends by the crew or the passengers of private ship or private aircraft, and directed :

(a) On the high seas, against another ship or aircraft, or against persons or property

on board such ship or aircraft.

(b) Against a ship, aircraft, person or property in a place outside the the jurisdiction of

any State.

(2) Any act of voluntary participation in the operation of aship or of an aircraft

with knowledge of facts making it a pirate-ship or aircraft.

(3) Any act of inciting or of intentionally facilitating an act described in sub-

paragraph (1) or sub-paragraph (2) of this article. (Mochtar Kusumaatmadja : 1978:

224-226)

Berdasarkan ketentuan di atas, maka unsur esensial dari kejahatan pembajakan adalah :

(1) Pembajakan harus menggunakan suatu kapal untuk membajak kapal lain. Hal ini untuk

membedakan dengan tindakan pemberontakan anak buah kapal terhadap kapalnya sendiri; (2)

Locus delictinya dilakukan di laut lepas. Di samping itu rumusan tersebut diatas ternyata lebih

luas cakupannya dibandingkan dengan definisi yang telah dikemukakan secara teoritis tersebut .

Hal itu disebabkan rumusan dalam konvensi ini melibatkan juga pesawat udara dan memasukkan

delik penyertaan serta delik pembantuan.

Berdasarkan UNCLOS 1982, rumusan tersebut dikukuhkan kembali secara sama tanpa

perubahan dalam pasal 101, yang menyebutkan :

Pembajakan di laut terdiri dari salah satu diantara tindakan berikut :

(1) Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan

memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang

dari suatu kapal atau pesawat udara swasta dan ditujukan:

(a) di laut lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau terhadap orang atau

barang yang ada di atas kapal atau pesawat udara demikian.

(b) terhadap suatu kapal. pesawat udara , orang atau barang di suatu tempat di luar

yurisdiksi Negara manapun.

Page 7: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

7

(2) Setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat

udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara

pembajak.

(3) Setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan

dalam sub-ayat (1) dan (2).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana pembajakan di laut

lepas adalah sebagai berikut :

1. Adanya tindakan kekerasan, penahanan tidak sah, tindakan memusnahkan, dan setiap

tindakan menyuruhlakukan, turut serta atau membantu tindakan-tindakan tersebut.

2. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh awak kapal atau penumpang dari suatu

kapal atau pesawat udara swasta.

3. Tindakan-tindakan tersebut ditujukan terhadap kapal atau pesawat udara lain atau

terhadap orangnya atau barangnya.

4. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan di laut lepas, atau di suatu tempat di luar

yurisdiksi negara manapun.

Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana pembajakan di laut lepas tersebut, maka dapat

dikatakan adanya perkembangan motif kejahatan pembajakan di laut lepas”. Perkembangan

motif tersebut terlihat bahwa dahulu pembajakan di laut lepas motifnya pada umumnya hanyalah

perampasan harta benda saja. Sekarang ini motif telah berkembang menjadi semua tindakan

kekerasan yang tidak sah seperti penculikan, pembunuhan, dan tindakan kekerasan lainnya yang

bermotifkan politik, asalkan tindakan tersebut dilakukan di laut lepas dengan menggunakan

sarana sebuah kapal atau pesawat udara swasta. Jadi pada prinsipnya semua bentuk kekerasan

yang dilakukan oleh suatu kapal terhadap kapal lainnya di laut lepas dapat dikualifikasikan

sebagai pembajakan.

Pembajakan di laut lepas merupakan tindak pidana internasional dan dianggap sebagai

musuh setiap negara, serta dapat diadili dimanapun pembajak tersebut ditangkap tanpa

memandang kebangsaannya. Pembajakan di laut lepas memang bersifat “crimes of universal

interest”, sehingga setiap negara dapat menahan perbuatan yang dinyatakan sebagai pembajakan

yang terjadi di luar wilayahnya atau wilayah negara lain yaitu di laut lepas, dan berhak

melaksanakan penegakan yurisdiksi dan ketentuan-ketentuan hukumnya.

Page 8: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

8

Dalam hal ini setiap negara boleh menangkap pembajak di laut lepas, dan menyeret

kepelabuhannya untuk diadili oleh pengadilan negara tersebut, dengan alasan pembajakan di laut

lepas tersebut adalah “hostis humani generis”. (musuh semua umat manusia). Tetapi hak ini

hanya berlaku terhadap orang-orang yang dianggap melakukan pembajakan dilaut berdasarkan

kreteria yang ditentukan oleh hukum internasional. Hal itu disebabkan mungkin terdapat

perbuatan yang dianggap pembajakan oleh undang-undang suatu negara tertentu, tetapi menurut

hukum internasional bukan pembajakan. Misalnya, bahwa dalam hukum pidana Inggris, bekerja

dalam perdagangan budak dianggap sama dengan pembajakan

Page 9: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

9

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

1. Untuk memberikan pemahaman bagi masyarakat awam dan juga kalangan akademisi hukum,

tentang pengaturan hukum internasional tentang bajak laut.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam memberantas bajak laut.

3. Untuk meningkatkan pengetahuan akademisi hukum khususnya peminat hukum

internasional, dalam memahami pengaturan mengenai bajak laut.

2. Manfaat Penelitian

1. Memberikan pemahaman mengenai pengaturan hukum internasional tentang bajak laut.

2. Memberikan pemahaman hambatan-hambatan yang dihadapi masyarakat internasional dalam

memberantas bajak laut

Page 10: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

10

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dipergunakan adalah:

a. Yuridis Normatif yaitu pendekatan masalah dengan menggunakan norma-norma yang

termuat dalam peraturan (perjanjian internasional) mengenai bajak laut..

b. Yuridis Sosiologis yaitu pendekatan masalah dengan menghubungkan antara norma-norma

dalam sumber hukum internasional dan kenyataan obyek penelitian.

2. Sumber Data

Data Sekunder

Data ini diperoleh berdasarkan sumber-sumber tertulis yang dalam hal ini bahan-bahan

hukum seperti:

Bahan hukum primer: Resolusi Dewan Keamanan PBB Resolusi DK PBB 1816 (2008),

Resolusi DK PBB 1838 (2008), Resolusi DK PBB 1846 (2008), Resolusi DK PBB 1851

(2008), Resolusi DK PBB 1897 (2009), Resolusi DK PBB 1918 (2010), Resolusi DK

PBB 1950 (2010), Resolusi DK PBB 1976 (2011) dan Circular Letter IMO No. 3180

tanggal 17 Mei 2011.

Bahan hukum sekunder, antara lain: buku-buku yang ditulis para sarjana, pendapat-

pendapat sarjana yang berkaitan dengan hukum perburuhan atau ketenagakerjaan dan

makalah-makalah yang berasal dari media konvensional maupun media internet.

Bahan hukum tersier yaitu berupa kamus.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder adalah dengan studi kepustakaan yang bersumber

pada peraturan konvensi-konvensi, buku-buku, majalah, makalah ataupun pendapat para sarjana.

4. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif

analisis, yaitu analisis data secara mendalam berdasarkan proses perbandingan antara peraturan

perundang-undangan dengan data lapangan yang diperoleh. Hasil analisis kemudian

dideskripsikan atau dijabarkan secara sistematis.

Page 11: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

11

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaturan Bajak Laut Dalam Hukum Internasional

Selama ini presepsi secara umum mengenai tindak kekerasan di laut selalu diidentikkan

dengan istilah pembajakan laut (piracy), meskipun dalam kenyataannya terdapat beberapa kasus

yang merupakan tindak kejahatan perompakan di laut (sea robbery). Kedua istilah tersebut dapat

dikatakan sama hakekatnya, dan kadang secara bersamaan digunakan untuk menyebutkan suatu

peristiwa tindak kekerasan di laut, tetapi sebenarnya mempunyai perbedaan mengenai wilayah

yurisdiksi tempat terjadinya (locus delicti) tindak kekerasan di laut tersebut.

Pembajakan di laut mempunyai dimensi internasional karena biasanya digunakan untuk

menyebutkan tindak kekerasan yang dilakukan di laut lepas. Sedangkan perompakan di laut lebih

berdimensi nasional karena merupakan tindak kekerasan di laut yang dilakukan di bawah

yurisdiksi suatu negara, dengan tujuan yang berbeda pula, meskipun juga dapat mencakup

lingkup transnasional. Dengan demikian penanganan kedua jenis tindak kekerasan di laut

tersebut dapat berbeda ruang lingkup pengaturan hukumnya, meskipun dapat dilakukan dalam

bentuk satu rangkaian tindakan yang sama, oleh aparat penegak hukum yang sama pula.

Tidak ada pengertian yang baku mengenai pembajakan di laut, seperti yang telah

dikemukakan misalnya dalam hal ini Brierly memberikan definisi sebagai berikut :

“ There is no authoritative definition of international piracy , but it is of the essence of a

piratical act to be an act violence , committed at sea or at any rate closely connected with

the sea, by person not acting under pro per authority. Thus an act cannot be piratical if it

is done the authority of a state, or even of an insurgent community whose belligerency

has been recognized” (Brierly : l960 : 241).

Sedangkan pengertian perompakan di laut merupakan tindakan kekerasan yang tidak sah

di perairan yurisdiksi suatu negara terhadap orang atau barang di atas kapal atau perahu, sebagai

upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dengan demikian kedua istilah tersebut memang berbeda dalam menyebutkan tindak

kekerasan di laut di wilayah yurisdiksi yang berbeda, dengan tujuan yang berbeda pula. Oleh

karena itu kedua istilah tersebut memang perlu dibedakan untuk menghindari kerancuan, baik

dalam pengaturan hukumnya maupun penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

Page 12: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

12

Pembajakan di laut lepas sejak dahulu telah diatur berdasarkan hukum kebiasaan

internasional karena dianggap mengganggu kelancaran pelayaran dan perdagangan antar bangsa.

Pengaturan oleh hukum kebiasaan internasional tersebut terbukti dari praktek yang terus menerus

dilakukan oleh sebagian besar negara-negara di dunia.

Pembakuan norma kebiasaan tersebut telah dirintis secara sistematis dan teratur, melalui

usaha kodifikasi yaitu dengan diadakannya Konperensi Kodifikasi Den Haag l930 oleh Liga

Bangsa-Bangsa. Pengaturan mengenai pembajakan di laut lepas dimasukkan dalam pengaturan

tentang hak pengejaran segera (the right of hot pursuit). Dalam kenyataannya usaha untuk

mengkodifikasikan pengaturan tersebut gagal karena konperensi tidak menghasilkan suatu

Konvensi. Meskipun demikian usaha ini sudah dapat dikatakan merupakan langkah awal

terhadap praktek pengaturan pembajakan di laut lepas.

Dalam perkembangannya kemudian pembajakan di laut lepas telah dikategorikan sebagai

“delict jure gentium” atau tindak pidana yang bertentangan dengan hukum dunia atau tindak

pidana yang dikutuk oleh seluruh umat manusia. Hal itu didasarkan dari kesimpulan Pasal l9

Konvensi Jenewa l958, yang dirumuskan kembali dalam Pasal 105 Konvensi Hukum Laut PBB

l982, yang menyatakan bahwa setiap negara dapat menahan, merampas, menyita serta mengadili

terhadap pelaku pembajakan di laut lepas dimanapun pelaku berada. Ketentuan tersebut

didasarkan pada argumentasi bahwa tindak pidana pembajakan di laut lepas dianggap tindak

pidana yang menjadi musuh bersama umat manusia atau tindak pidana yang bertentangan dengan

hukum dunia. Berdasarkan Pasal l05 Konvensi Hukum Laut PBB 1982 diatur bahwa :

“On the high seas , or in any other place outside the jurisdiction of any State, every

State may seize a pirate ship or aircraft , or a ship or aircraft taken by piracy and under

the control of pirates, and arrest the persons and seize the property on board . The

courts of the State which carried out the seizure may decide upon the penalties to be

inposed, and may also determine the action to be taken with regard to the ships, aircraft

or property , subject to the rights of third parties acting in good faith”.

Sebagai hukum positif internasional, pengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan

Konvensi Hukum Laut PBB 1982 telah memperlihatkan adanya perkembangan dalam hal modus

operandi pembajakan, yaitu tindakan yang dikategorikan sebagai pembajakan, pelaku

pembajakan dan sarana yang digunakan untuk melakukan pembajakan. Perkembangan tersebut

memang mencerminkan kebutuhan masyarakat internasional yang sesuai dengan kondisi dan

situasi saat ini.

Page 13: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

13

Dengan demikian pembajakan di laut, khususnya di laut lepas merupakan kejahatan

internasional berdasarkan kreterianya, diantaranya yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan

merupakan perbuatan atau kejahatan yang dilarang dalam :

a. Hukum kebiasaan internasional.

b. Perjanjian internasional yang mengatur secara khusus tentang kejahatan

internasional.

c. Konvensi lain yang tidak secara khusus mengatur tentang kejahatan internasional

(Konvensi Hukum Laut 1982 yang mengatur pembajakan di laut lepas).

Berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kejahatan pembajakan dan perompakan di

laut, khusunya yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, maka masing-masing negara pantai

tunduk pada yurisdiksi kriminal yang diatur dalam hukum laut internasional, sebagaimana

tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982.

Pada prinsipnya yurisdiksi kriminal di wilayah laut dapat dibedakan:

a. Yurisdiksi Kriminal di Laut Pendalaman atau Pelabuhan

Terhadap semua kejahatan yang dilakukan di dalam perairan pedalaman atau pelabuhan,

maka negara pantai mempunyai kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan negara bendera

kapal. Dengan demikian setiap negara berhak sepenuhnya untuk menerapkan yurisdiksinya

terhadap kejahatan yang dilakukan di dalam pelabuhan atau perairan pedalaman.

b. Yurisdiksi Kriminal di Laut Territorial

Kewenangan negara untuk menerapkan yurisdiksi di laut territorial dibatasi dengan

adanya hak lintas damai (the right of innocent passage), sehingga dapat dikatakan bahwa

kedudukan negara pantai dengan negara bendera kapal adalah sejajar. Dengan demikian negara

pantai hanya dapat menerapkan yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan di wilayah

teritorialnya apabila :

a. Akibat tindak pidananya menyerang kepentingan negara pantai

b. Jenis tindak pidananya terasa sampai ke negara pantai

c. Tindak pidana narkotika

d. Ada permintaan dari nahkoda kapal atau konsul dari negara asal kapal tersebut.

c. Yurisdiksi Negara di Laut Lepas

Page 14: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

14

Laut lepas merupakan wilayah perairan yang lepas dari kedaulatan negara manapun,

sehingga setiap kejahatan yang berada di laut lepas berada sepenuhnya di bawah yurisdiksi

negara bendera. Hal itu didasarkan pada hukum kebiasaan internasional, yaitu bahwa jika suatu

delik terjadi diatas kapal yang sedang berlayar di atas laut lepas, maka negara benderalah yang

dianggap berwenang untuk melaksanakan yurisdiksi pidananya . Dalam hal ini negara bendera

memang diakui mempunyai hak yang ekslusif untuk melaksanakan yurisdiksinya, sebagaimana

yang dikatakan oleh RR. Churchill bahwa (Churchill. R R and Lowe. A.V, : l983, : l48) :

“In general , the flag State , that is, the State which has granted to a ship the right to sail

under its flag, has the exclusive right to exercice legeslative and enforcement jurisdiction

over its ships on the high seas”

Dalam kenyataannya, yurisdiksi eksklusif dari negara bendera tersebut tidak bersifat

mutlak, karena diakui beberapa perkecualiaan yang memberikan kesempatan kepada negara

ketiga untuk melaksanakan pula yurisdiksi di atas kapal yang sedang berlayar di laut lepas.

Pengecualiaan yang pertama yang telah lama diakui sebagai hak, bahkan saat ini telah menjadi

suatu kewajiban yaitu bahwa semua negara harus bekerja sama dalam menanggulangi masalah

pembajakan di laut lepas atau ditempat lain manapun di luar yurisdiksi suatu negara .

Sedangkan pengecualiaan yang lainnya menyangkut masalah hak pengejaran segera,

perdagangan budak, penyiaran gelap, pencemaran yang serius dan perdagangan gelap narkotika

dan bahan-bahan psikotropis lainnya. Dengan demikian yurisdiksi suatu negara pantai, terutama

dalam pemberantasan kejahatan dapat dimungkinkan untuk diperluas sampai ke laut lepas.

Pertimbangan adanya perluasan yurisdiksi tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Sifat tindak pidana itu sendiri merupakan ancaman bagi seluruh umat manusia, seperti

telah ditetapkan oleh hukum internasional atau hukum kebiasaan internasional .

Meskipun tindak pidanya terjadi di laut lepas, tetapi semua negara berhak untuk

melakukan penindakan tanpa memandang kewarganegaraan si pelaku tindak pidana.

Tindak pidana yang dikenakan sebagaimana di atas tercantum dalam Konvensi

Hukum Laut PBB l982 yang meliputi :

a. Pembajakan di laut lepas (Pasal 100,101,102 dan Pasal 103)

b. Perdagangan dan pengangkutan budak belian (Pasal 99)

c. Perdagangan gelap narkotika atau bahan-bahan psikotropis (Pasal 108)

d. Penyiaran gelap dari laut lepas (Pasal 109).

Page 15: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

15

(2) Diperbolehkannya pengejaran segera atau hot pursuit. Pengejaran segera merupakan

hak suatu negara pantai untuk melakukan tindakan yang berupa pengejaran segera

dan tidak terputus terhadap kapal asing, yang diduga keras atau telah melakukan

pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi negara pantai,yang kemudian melarikan diri

ke laut lepas. Dalam perkembangannya kemudian,hak tersebut dapat dimulai dari

ZEE berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982.

Berdasarkan hukum kebiasaan internasional, si pembajak akan ke-hilangan status

kewarganegaraannya, sebagaimana dinyatakan bahwa :

“It has long been recognized and well settled that person and vessels engaged in piratical

operation on the high seas are entitled to the pro tection of no nation and may be punished

by any nation that may apprehend or capture them. This stern rule of international law

refers to piracy in its international law sense and not to a variety of lesser maritime

offenses so designated by municipal law “

Hilangnya kewarganegaraan si pembajak akan lebih memudahkan bagi setiap negara

untuk melaksanakan hukum pidananya terhadap pelaku pembajakan di laut lepas.

Berkaitan dengan adanya perbedaan yurisdiksi kriminal di wilayah perairan tersebut,

maka penegakan yurisdiksi negara pantai harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam

hukum internasional, khususnya Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, serta ketentuan-

ketentuan internasional lainnya yang relevan. Di tingkat regional ASEAN telah disepakati

ASEAN Action Plan of Combat Transnational Crime tahun 1999 untuk penanggulangan

kejahatan transnasional di lingkungan ASEAN. Pembajakan laut (piracy) merupakan salah satu

jenis kejahatan yang menjadi prioritas untuk diupayakan penanggulangannya, disamping jenis-

jenis kejahatan lainnya yaitu peredaran obat-obatan terlarang, perdagangan illegal manusia,

khususnya wanita dan anak-anak, penyelundupan senjata, pencucian uang dan terorisme.

Melalui ASEAN Regional Forum (ARF) dilakukan beberapa kali konperensi, diantaranya

adalah Konperensi ke 3 di Jepang bulan April tahun 2000. Dalam konperensi tersebut telah

menghasilkan kesepakatan untuk saling memberikan informasi yang menyangkut masalah-

masalah maritim yang perlu diantisipasi, khususnya tentang adanya pembajakan dan perompakan

laut. Demikian pula telah disepakati “Tokyo Appeal” yang bertujuan untuk mencegah dan

menekan terjadinya pembajakan dan perompakan laut. Salah satu hal yang cukup penting adalah

Page 16: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

16

kecepatan laporan tentang terjadi atau telah terjadinya pembajakan atau perompakan kepada

negara pantai atau pelabuhan negara yang bersangkutan agar dapat ditanggulangi secepatnya 20

.

2. Hambatan Dalam Penanggulangan Bajak Laut Di Somalia

a. Faktor Intern

(a) Kemiskinan

Mayoritas negara-negara termiskin dunia saat ini di Afrika. Tentu saja beberapa negara

Afrika seperti Afrika Selatan dan Mesir tidak cukup sebagai orang miskin yang lain seperti

Angola dan Ethiopia. Dan meskipun dalam beberapa tahun terakhir kemiskinan absolut di Afrika

telah menunjukkan beberapa jatuh sedikit, tingkat pendapatan Afrika benar-benar telah menurun

relatif terhadap seluruh dunia. Jadi miskin Afrika semakin relatif lebih miskin rata-rata, dan 2011

melihat kekeringan di Utara Afrika Timur kembali membawa prospek kelaparan bagi jutaan di

wilayah itu mempengaruhi Somalia, Etiopia dan Kenya - dan dalam perang agama Somalia telah

memperburuk situasi kelaparan ada .

Tanah adalah masalah utama di Afrika, dengan negara-negara Afrika banyak memiliki

kepemilikan tanah bingung sehingga tanah banyak yang tidak terpakai yang berguna - dan di

beberapa negara Afrika di mana curah hujan tidak dapat diandalkan masih sedikit atau tidak ada

irigasi lahan. Sumber daya alam Afrika juga telah sebagian besar dimonopoli oleh perusahaan-

perusahaan Eropa dan Amerika sebagian besar mengambil uang dari Afrika. Dan degradasi lahan

Afrika, terutama karena pengelolaan lahan yang buruk, telah sebagian besar telah memburuk

dalam beberapa tahun terakhir terutama di Afrika Timur dan dekat Sahara.

Bantuan keuangan ke negara-negara Afrika telah sering sebagian besar bantuan pangan

darurat diperlukan sebagai jangka pendek membantu dengan kelaparan, dan setiap bantuan

jangka panjang telah sering disalahgunakan untuk kekayaan pribadi oleh pejabat korup atau

untuk pengeluaran militer. Mana bantuan keuangan yang berguna telah diberikan untuk negara-

negara Afrika telah sering dalam bentuk pinjaman dengan suku bunga tinggi negara-negara

miskin menemukan terlalu mahal beban utang. Afrika sampai saat ini menarik investasi asing

sedikit meskipun banyak yang telah lebih stabil jangka panjang investasi Eropa seperti di

pertambangan.

Istilah perdagangan yang ditetapkan oleh negara-negara kaya cenderung sering untuk

mengeksploitasi negara miskin dan tidak adil memberikan harga rendah untuk ekspor mereka

komoditas seperti teh, kopi, pisang dan produk lainnya mereka ekspor. Dan bisnis asing yang

Page 17: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

17

beroperasi di Afrika juga sering tidak membantu ekonomi lokal sebanyak yang mereka dapat

dengan mudah membantu. Beberapa masalah ini tentu saja tidak unik untuk Afrika dan terlihat

juga di beberapa non-Afrika negara-negara miskin.

Pendidikan, obat-obatan dan minum air juga masalah utama di negara-negara Afrika

miskin - serta transportasi dan energi. Penyakit seperti AIDS, malaria dan kolera yang luas

dengan dua terakhir yang melibatkan sistem air yang buruk. Di beberapa negara Afrika

kurangnya pelayanan medis yang memadai sangat membantu mempertahankan kemiskinan bagi

banyak keluarga.

Banyak telah mencatat bahwa negara-negara di Afrika sering menderita perang sipil dan

pemerintah tidak memadai, dan ini mungkin sebagian karena banyak negara Afrika yang kreasi

kolonial buatan dengan perbatasan yang berkelanjutan membuat pemerintah lebih sulit. Konflik-

negara yang hancur dengan panjang berjalan perang saudara seperti Angola, Burundi,

Mozambik, Somalia dan Uganda memiliki sedikit pemerintah yang efektif, sehingga sangat sulit

untuk mendapatkan pasokan atau membangun infrastruktur yang diperlukan. Hal ini juga telah

memberikan negara-negara tetangga masalah pengungsi besar. Dan sebagian besar Afrika juga

memiliki pemerintahan yang korup, seperti Zimbabwe. Tapi di Afrika kedua perang dan

pemerintah yang korup mempertahankan kemiskinan, sering didukung oleh pemerintah Barat

lebih kaya.

Tapi banyak negara di Afrika sekarang menunjukkan beberapa tanda-tanda nyata dari

kemajuan menuju pemerintahan yang lebih baik. Uni Afrika telah membentuk pemantauan diri

sukarela Mekanisme rekan Afrika Review (APRM) bagi negara-negara agar sesuai dengan nilai-

nilai yang disepakati pemerintahan politik, ekonomi dan korporasi. Dua puluh sembilan dari lima

puluh Afrika tiga negara mendaftar untuk berpartisipasi dalam APRM pada Juni 2008, menjadi -

Aljazair, Angola, Benin, Burkina Faso, Kamerun, Djibouti, Mesir, Ethiopia, Gabon, Ghana,

Kenya, Lesotho, Malawi, Mali, Mauritania, Mauritius, Mozambik, Nigeria, Republik Kongo,

Rwanda, Sao Tome & Principe, Senegal, Sierra Leone, Afrika Selatan, Sudan, Tanzania, Togo,

Uganda dan Zambia. Hal ini di pameran setidaknya bahwa pemerintah negara-negara menyadari

bahwa pemerintah mungkin perlu memperbaiki.

Beberapa negara termiskin di Afrika benar-benar membutuhkan bantuan berkepanjangan

substansial untuk mendanai sistem manfaat langsung kesejahteraan universal untuk membantu

mereka keluar dari kemiskinan. Kemiskinan ekstrim yang luas membantu menyebabkan hal-hal

Page 18: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

18

buruk lain seperti banyak anak-anak yang dijual sebagai budak atau digunakan dalam tentara dan

mendapatkan pendidikan.

Kemiskinan Afrika sering berarti kelaparan luas dan kelaparan. Dan itu adalah fakta umum

kemiskinan yang jika Anda terlalu miskin maka Anda mungkin tidak memiliki sumber daya

untuk memperbaiki itu. Namun kemajuan pada kemiskinan di Afrika dapat dicapai dengan

sedikit upaya lebih nyata, dan sedang dicapai sekarang untuk setidaknya batas tertentu di

beberapa bagian Afrika seperti Ghana, Tanzania, Mozambik, Uganda, Rwanda dan Kenya.

Mengutip Nelson Mandela, Pemerintah kekurangan uang Afrika telah memeras setiap sen

terakhir dari sektor pertanian mereka, memaksakan pajak pada produksi yang membantu

mendorong harga naik makanan dan membantu menurunkan upah di Afrika. Selain itu,

pemerintah Afrika sering harus menjual tanaman ekspor mereka untuk harga murah untuk

membayar bunga utang luar negeri mereka. Richer mengimpor negara tahu bahwa para produsen

harus menjual, sehingga menawarkan harga artifisial rendah. Dan sementara belanja pendidikan

dan kesehatan perlu meningkat di sebagian besar Afrika untuk membantu mengurangi

kemiskinan jangka panjang, pinjaman bantuan sering membutuhkan pemerintah mereka untuk

mengurangi pengeluaran.

Terutama petani Afrika harus menggunakan pupuk lebih banyak, tetapi mereka terlalu

mahal bagi banyak orang untuk digunakan. Rata-rata Afrika tidak membuat beberapa kemajuan

kemiskinan di tahun 2000 hingga 2008, tetapi dibatalkan beberapa bahwa kemajuan sejak saat

itu. Aku n banyak negara Afrika miskin, resesi dunia saat ini menyebabkan pengiriman uang

keluarga dari pekerja di luar negeri atau pekerja migran jatuh sekarang. Sebagai pekerja migran

lebih kehilangan pekerjaan di Afrika Selatan, Eropa Barat dan Amerika Serikat, pengiriman uang

untuk keluarga di negara-negara Afrika termiskin sedang memukul. Dan bantuan belum

meningkat baru-baru ini.

Sementara negara-negara Afrika yang berbeda dipengaruhi oleh kemiskinan agak berbeda,

dan perlu berbagai cara penanganan masalah kemiskinan mereka, salah satu mekanisme bantuan

yang tepat bisa menjadi paling efektif. Sebuah rutin tahunan yang cukup besar non-kredit paket

bantuan keuangan harus disepakati oleh donor utama bantuan pemerintah, dan diberikan hanya

melalui Uni Afrika untuk distribusi yang tepat untuk negara-negara Afrika setiap tahun. Dan Uni

Afrika harus diminta untuk memantau dan melaporkan efektivitas bantuan tersebut dalam

mengurangi kemiskinan di masing-masing negara Afrika.

Page 19: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

19

(b) Kekosongan Hukum

Tidak terjadi kekosongan hukum di Somalia, karena di negara tersebut terdapat tiga system

hukum yang masih berlaku yaitu Hukum Sipil, Syariah dan Xeer.

Civil law

Sistem kehakiman di Somalia hancur sepeninggal rezim Siad Barre, namun saat ini sistem ini

sudah mulai dibangun kembali. Sistem ini diberlakukan berbeda pada masing-masing daerah

otonom Puntland dan Somaliland.

Terlepas dari perbedaan politis yang signifikan antar dua daerah tersebut, kedua daerah memiliki

struktur hukum yang serupa, yang sebagian besar diwarisi dari system hukum sebelumnya, yang

di dalamnya mencakup (a) kesepakatan supremasi syriah. Kesepatan tersebut juga mengakui

penghormatan terhadap standar universal hak asasi manusia, serta mengakui kebebasan

pengadilan, (b) mengakui tiga tingkatan pengadilan, termasuk mahkamah agung dan pengadilan

banding, pengadilan tingkat pertama dibedakan menjadi pengadilan distrik dan regional, dan (c)

pengakuan terhadap hukum sipil bukan hukum militer.

Syariah

Hukum Syariah Islam sudah secara tradisonal dilaksanakan di Somalia yang sebagian besar

penduduknya adalah muslim. Secara teori seharusnya Syariah akan melandasi seluruh legislasi di

negara tersebut, namun pada kenyataannya Syariah hanya diterapkan pada kasus-kasus perdata

seperti : perkawinan, perceraian dan pewarisan. Kenyataan ini berubah setelah terjadinya perang

sipil, semakin banyaknya hukum Syariah baru terbentuk yang berbeda-beda antara kota satu

dengan lainnya. Syariah baru tersebut bertujuan untuk mengatur kasus-kasus perdata dan pidana,

mengatur militia, dan mencegah lepasnya para terdakwa lepas dari jerat hukum.

Xeer

Xeer adalah system hukum polisentris yang di dalamnya tidak terdapat institusi yang

memonopoli penafsiran hukum. Sistem hukum ini sudah ada sejak abad ketujuh di Tanduk

Afrika. Tidak ada bukti bahwa system ini pernah ada di tempat lain atau dipengaruhi oleh system

hukum asing. Sistem hukum ini sudah mengenal pembedaan berdasarkan fungsi : odayaal

(hakim), xeerbogeyaal (pengacara), guurtiyaal (detektif), garxajiyaal (jaksa), markhaatiyal

(saksi) dan waranle (polisi) dalam penegakan hukum.

Xeer meliputi:

a) Diya pembayaran kepada keluarga korban fitnah, pencurian, penganiayaan, perkosaan

dan kematian.

b) Persamaan kedudukan untuk wanita.

c) Kewajiban pembayaran mahar dalam perkawinan.

d) Kewajiban memelihara sumber daya alam seperti padang rumput, air dan sumber alam

lainnya.

Page 20: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

20

e) Menyediakan dukungan finansial bagi pihak keluarga mempelai wanita.

f) Sumbangan kepada kaum miskin berupa ternak.

(c) Sebab Lain

Somalia telah tanpa pemerintah pusat yang efektif sejak Presiden Siad Barre digulingkan

pada tahun 1991. Masa pertempuran antara kelompok dan ketidakmampuan untuk menangani

kelaparan dan penyakit telah menyebabkan kematian sampai satu juta orang.

Pada tahun 1991 Presiden Barre digulingkan dengan melawan klan. Tapi mereka gagal

menyepakati pengganti dan menjerumuskan negara ke dalam hukum dan perang suku. Pada

tahun 2000 suku-suku menunjuk Abdulkassim Salat Hassan sebagai presiden pada sebuah

konferensi di Djibouti. Sebuah pemerintahan transisi dibentuk, dengan tujuan mendamaikan

milisi berperang.

Pada tahun 2004, setelah pembicaraan berkepanjangan di Kenya, para panglima perang

utama dan politisi menandatangani kesepakatan untuk mendirikan suatu parlemen yang baru,

yang kemudian ditunjuk presiden.

Pada tahun 2006 oleh munculnya kelompok Islamis yang menguasai sebagian besar

wilayah selatan, termasuk ibukota, setelah milisi mereka mengusir keluar para panglima perang

pemerintah. Dengan dukungan dari pasukan Ethiopia, pasukan yang setia pada kontrol

pemerintahan sementara disita dari para Islamis di akhir tahun 2006. Gerilyawan Islam -

termasuk kelompok Al-Shabab, yang kemudian menyatakan kesetiaan dengan al-Qaeda -

berjuang kembali melawan pemerintah dan pasukan Ethiopia, mendapatkan kembali kendali atas

sebagian besar wilayah Somalia selatan pada akhir 2008. Ethiopia menarik pasukannya keluar

pada Januari 2009. Segera setelah itu, Al-Shabab menguasai pejuang Baidoa, sebelumnya kubu

kunci dari pemerintahan transisi.

Parlemen Somalia bertemu di Djibouti pada akhir Januari dan bersumpah di 149 anggota

baru dari gerakan oposisi utama, Aliansi untuk Pembebasan Kembali Somalia. Parlemen juga

memperpanjang mandat dari pemerintah federal transisi selama dua tahun, dan menunjuk tokoh

Islam moderat Sheikh Sharif Sheikh Ahmad sebagai presiden baru. Namun, posisi militer

pemerintah melemah, dan Mei 2009 gerilyawan Islam melancarkan serangan di Mogadishu,

mendorong Presiden Ahmad untuk mengajukan bantuan dari luar negeri. Al-Shabab tampaknya

telah mengkonsolidasikan posisinya sebagai kelompok pemberontak paling kuat dengan

mengemudi saingan utamanya, Hizbul Islam, keluar dari kota pelabuhan selatan Kismayo pada

Page 21: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

21

Oktober 2009. Sejak saat itu mereka secara terbuka menyatakan aliansi mereka dengan al-Qaeda

dan telah terus bergerak ke arah pasukan Mogadishu.

b. Faktor Ekstern

Negara-negara tetangga Djibouti dan Yaman. Kedua negara termasuk negara-negara

yang miskin di Afrika. Penduduk kedua negara kemudian pindah ke Somalia untuk mencari

penghidupan yang lebih layak. Namun tidak semua penduduk tersebut kemudian mendapatkan

pekerjaan. Mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan kemudian direkrut oleh para bajak laut.

Fenomena inilah yang kemudia menyebabkan jumlah bajak laut semakin bertambah banyak. Hal

ini terbukti dari beragamnya kewarganegaraan bajak laut tersebut.

c. Hukum Internasional

(a) Yurisdiksi Universal

Dalam Princeton University Program in Law and Public Affairs, The Princeton Principles

on Universal Jurisdiction tahun 2001, Prinsip 3 menyebutkan dalam kaitannya dengan kejahatan

serius berdasarkan hukum internasional sebagaimana disebutkan dalam Prinsip 2 ayat (1), organ-

organ hukum harus merujuk pada yurisdiksi universal walaupun jika legislasi nasional mereka

tidak secara spesifik mengaturnya.

Yang termasuk kejahatan serius tersebut adalah: (1) pembajakan; (2) perbudakan; (3)

kejahatan perang; (4) kejahatan terhadap perdamaian; (5) kejahatan terhadap kemanusiaan; (6)

genosida; dan (7) penyiksaan.

Dalam penerapannya yurisdiksi universal sulit diterapkan karena adanya perbedaan

definisi pembajak antara negara yang menangkap pembajak dengan apa yang disebutkan dalam

UNCLOS 1982.

(b) UNCLOS 1982

Dalam UNCLOS disebutkan bahwa Hukum internasional tentang bajak laut hanya

berlaku di laut lepas. Dilain pihak UNCLOS memberikan perluasan laut territorial yang semula 3

mil laut menjadi 12 mil laut, selain itu terdapat juga Zona tambahan sampai dengan 24 mil laut

dihitung dari garis pangkal. Dalam zona tambahan ini negara pantai dapat menerapkan yurisdiksi

dalam hal pajak atau bea cukai. Selain itu UNCLOS 1982 juga menbgakui Zona Ekonomi

Eksklusif sampai dengan jarak 200 mil laut dihitung dari garis pangkal. Hal tersebut secara

“tidak sengaja” mengurangi area dimana bajak laut dapat ditangkap/ditindak.

Page 22: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

22

Hal inilah yang memungkinkan bajak laut memanfaatkan laut teritorial suatu negara yang

kolaps (lemah) saat melalui teluk, selat, dan kepulauan kapal asing harus transit melalui / dekat

perairan negara.

(c) Resolusi Dewan Keamanan PBB

Terdapat paling tidak delapan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengatur mengenai

bajak laut, yaitu:

a) Resolusi DK PBB 1816 (2008)

b) Resolusi DK PBB 1838 (2008)

c) Resolusi DK PBB 1846 (2008)

d) Resolusi DK PBB 1851 (2008)

e) Resolusi DK PBB 1897 (2009)

f) Resolusi DK PBB 1918 (2010)

g) Resolusi DK PBB 1950 (2010)

h) Resolusi DK PBB 1976 (2011)

Di samping kedelapan resolusi tersebut terdapat pula Circular Letter IMO No. 3180 tanggal 17

Mei 2011.

Salah satu resolusi penting adalah Resolusi 1851 (2008) yang membenarkan penggunaan

kekuatan senjata, misalnya rudal di laut teritorial Somalia. Ini tentu bertentangan dengan prinsip

non-intervensi yang diatur dalam Piagam PBB. Disamping itu banyak pengamat menyatakan

bahwa hal ini bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional yang membedakan

kombatan dan non-komnbatan.

Page 23: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

23

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Faktor-faktor penghambat penaggulangan bajak laut di Somalia, lebih banyak berupa

factor non hukum, seperti kemiskinan, baik di dalam negeri Somalia maupun di negara-negara

tetangga seperti Djibouti dan Yaman. Faktor non hukum lainnya adalah tidak efektifnya

pemerintah pusat Somalia dalam mengatur negara dan warga negaranya. Faktor lainnya juga

adanya dugaan al-qaeda berada di balik bajak laut ytersebut, walaupun hal ini masih layak untuk

diperdebatkan.

Tidak terjadi kekosongan hukum di Somalia, hal ini dapat dilihat masih adanya hukum di

Somalia, berupa Hukum Sipil, Syariah dan Xeer.

Faktor Hukum internasional juga merupakan penghambat penanggulangan bajak laut,

yurisdiksi universal tidak dapat berjalan dengan baik karena tidak adanya kesamaan definisi

bajak laut di semua negara di dunia. United Nations Convention on Law of the Sea 1982

(UNCLOS 1982) mengenai lebar laut territorial, zona tambahan dan ZEE juga secara tidak

sengaja memperluas ruang gerak bajak laut.

Resolusi Dewan Keamanan PBB memberikan pengaruh buruk bagi penanggulangan

bajak laut, karena Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1851 (2008) yang membebaskan

negara koalisi melakukan segala tindakan termasuk penggunaan kekuatan senjata berat dalam

memberantas bajak laut, ternyata menimbulkan kritiukan dari negara-negara lain di dunia.

Resolusi ini dianggap bertentangan dengan prinsip non-intervensi dan juga bertentangan dengfan

Hukum Humaniter Internasional

2. Saran

Akar permasalahan munculnya bajak laut adalah kemiskinan, hanya dengan

meminimalisasi kemiskinan akan dapat menurunkan atau bahkan mereduksi serangan bajak laut

Somalia. Kemiskinan di negara-negara Afrika hanya dapat diturunkan dengan kerja sama

masyarakat internasional. Baik melalui Bank Dunia, International Monetary Funds dan badan-

badan PBB lainnya.

Page 24: HAMBATAN DALAM PENANGGULANGAN BAJAK LAUT DI …

24

DAFTAR PUSTAKA

Brownly, Ian. Principles of Public International Law, Third Edition, Clarendon Press. Oxford,

London, l979.

Brierly, JL., The Law of Nations, an Introduction to International Law of Peace, Clarendon

Press, Oxford, London, l960.

Churchill. R.R and Lowe. A.V, The Law of the Sea, Manchester University Press, Manchester,

U K, l983.

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Penerbit Bina Cipta Bandung, l978.

Molodtsov. SV. International Law, Academy of Science of the USSR, Moscow, 1960.

Departemen Luar Negeri RI, Konvensi Hukum Laut PBB l982, Ditjen Perjanjian Internasional,

Jakarta, l983.