halaman judul laporan penelitian studi praklinik ramuan

31
HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan Jamu Untuk Dermatitis Atopik Oleh : drh. Galuh Ratnawati, dkk KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN BALAI BESAR LITBANG TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL Jl. Raya Lawu No. 11 Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah 57792 Telp: 0271-697010, Fax: 0271-697451 Website: www.b2p2toot.litbang.depkes.go.id, Email: [email protected] 2015

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

1

HALAMAN JUDUL

LAPORAN PENELITIAN

Studi Praklinik Ramuan Jamu

Untuk Dermatitis Atopik

Oleh :

drh. Galuh Ratnawati, dkk

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

BALAI BESAR LITBANG TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL

Jl. Raya Lawu No. 11 Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah 57792

Telp: 0271-697010, Fax: 0271-697451

Website: www.b2p2toot.litbang.depkes.go.id, Email: [email protected]

2015

Page 2: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan lesi

eksimatous khas dan sensasi gatal yang terus-menerus (Ring, 2015). DA merupakan

pintu masuk dari penyakit alergi berikutnya antara lain asma dan rhinitis alergi

(Eichenfield et.al, 2003). Faktor penyebab dermatitis atopik merupakan kombinasi

faktor genetic (keturunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stress,

dan lain-lain (Natalia dkk, 2011). DA mempengaruhi orang dewasa dan anak-anak

dengan tingkat prevalensi di seluruh dunia 1-20%. (Kim, 2013).Dermatitis atopik

umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Pengobatan DA

menggunakan kortikosteroid topikal maupun sistemik untuk jangka panjang harus

diamati efek samping yang mungkin terjadi karena perjalanan penyakit DA bersifat

kronik dan residif. Untuk mengurangi kerugian penderita karena penggunaan

kortikosteroid jangka panjang, masih diperlukan pengembangan pengobatan alternatif

yang efektif dan lebih aman. Pengobatan menggunakan tanaman obat saat ini menjadi

salah satu alternatif pengobatan yang dipilih oleh penderita alergi. Tumbuhan Obat

yang secara empiris telah digunakan diantaranya adalah sembung (Blumea

balsamifera), rumput teki (Cyperus rotundus), cabe jawa (Piper retrofractum), jahe

(Zingiber officinale).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan model

dermatitis alergi dengan induksi ovalbumin pada permukaan kulit tikus. Parameter

yang diukur adalah total Ig E, analisis sitokin dan histologi kulit. Ramuan jamu juga

dilakukan uji toksisitas akut dan subkronik untuk melihat keamanan penggunaannya.

Hasil menunjukkan pemeberian jamu untuk dermatitis atopik dosis 1250, 2500

dan 5000 mg/kg bb tidak menyebabkan gejala keracunan dan kematian selama 14

pengamatan pasca pemberian secara oral, didukung oleh hasil pemeriksaan kimia darah

terutama untuk fungsi ginjal dan hati. Begitupun pada uji toksisitas subkronik,

pemberian selama 90 jamu dengan dosis 1350, 2700, 5400, dan 10800 mg/kg bb

menunjukkan hal yang sama dengan hasil uji toksisitas akut.

Page 3: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

3

ABSTRAK

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan lesi

eksimatous khas dan sensasi gatal yang terus-menerus (Ring, 2015). DA merupakan

pintu masuk dari penyakit alergi berikutnya antara lain asma dan rhinitis alergi

(Eichenfield et.al, 2003). Faktor penyebab dermatitis atopik merupakan kombinasi

faktor genetic (keturunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stress,

dan lain-lain (Natalia dkk, 2011). DA mempengaruhi orang dewasa dan anak-anak

dengan tingkat prevalensi di seluruh dunia 1-20%. Studi Internasional epidemiologi dan

variabilitas geografis pada prevalensi AD telah dilakukan dalam tiga tahap dengan

1.000.000 subyek dalam penelitian tahap ketiga. Prevalensi terus bervariasi dan telah

berubah di berbagai wilayah dunia (Kim, 2013).

Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol.

Pengobatan DA menggunakan kortikosteroid topikal maupun sistemik untuk jangka

panjang harus diamati efek samping yang mungkin terjadi karena perjalanan penyakit

DA bersifat kronik dan residif. Untuk mengurangi kerugian penderita karena

penggunaan kortikosteroid jangka panjang, masih diperlukan pengembangan

pengobatan alternatif yang efektif dan lebih aman. Pengobatan menggunakan tanaman

obat saat ini menjadi salah satu alternatif pengobatan yang dipilih oleh penderita alergi.

Tumbuhan Obat yang secara empiris telah digunakan diantaranya adalah sembung

(Blumea balsamifera), rumput teki (Cyperus rotundus), cabe jawa (Piper retrofractum),

jahe (Zingiber officinale).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian untuk mengetahui

khasiat jamu untuk mengobati dermatitis atopik dan keamanan jamu tersebut. Model

dermatitis atopik dengan induksi ovalbumin secara intraperitonial dan pada permukaan

kulit tikus. Parameter yang diukur adalah total Ig E, analisis sitokin dan histologi kulit.

Uji toksisitas akut dan subkronik dilakukan sesuai dengan Research Guidelines For

Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicine (WHO, 1993).

Hasil menunjukkan pemeberian jamu untuk dermatitis atopik dosis 1250, 2500

dan 5000 mg/kg bb tidak menyebabkan gejala keracunan dan kematian selama 14

pengamatan pasca pemberian secara oral, didukung oleh hasil pemeriksaan kimia darah

terutama untuk fungsi ginjal dan hati. Begitupun pada uji toksisitas subkronik,

pemberian selama 90 jamu dengan dosis 1350, 2700, 5400, dan 10800 mg/kg bb

menunjukkan hal yang sama dengan hasil uji toksisitas akut.

Page 4: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

4

TIM PENELITI

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbang Kesehatan No.

LB.02.01/VI.3/4672/2015 tentang Uji Keamanan dan Khasiat Ramuan Jamu Untuk Alergi,

maka susunan tim peneliti adalah sebagai berikut:

Ketua Pelaksana : drh. Galuh Ratnawati

Anggota tim : Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, M.Sc., Apt.

Saryanto, S.Farm., Apt

Awal Prichatin Kusuma Dewi, M.Sc., Apt

Asri Wuryani, A.Md

Rochmiatun, A.md

Suparno

Kusworini, SE

Page 5: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. 1 RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................ 2

ABSTRAK ............................................................................................................................ 3 TIM PENELITI ..................................................................................................................... 4 DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 5 I. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 6

a. Masalah Penelitian ................................................................................................ 6

b. Topik Penelitian .................................................................................................... 8 c. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 8 d. Pertimbangan Fokus Penelitian ............................................................................ 8

II. MANFAAT PENELITIAN ......................................................................................... 9

III. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................. 9 IV. METODE PENELITIAN .......................................................................................... 10

1. Kerangka Konsep Penelitian .............................................................................. 10 2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................ 10

3. Jenis penelitian ................................................................................................... 11

4. Desain Penelitian ................................................................................................ 11 5. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 11 6. Cara Pemilihan dan Estimasi Besar Sampel ....................................................... 11

7. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ............................................................. 11 8. Bahan dan Prosedur Kerja .................................................................................. 12

9. Prosedur kerja ..................................................................................................... 12 10. Analisis data ....................................................................................................... 19

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 20

VI. KESIMPULAN ......................................................................................................... 25

VII. UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................................... 26 VIII. DAFTAR KEPUSTAKAAN .................................................................................... 27 IX. PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ............................................... 29

Page 6: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

6

I. LATAR BELAKANG

a. Masalah Penelitian

Alergi merupakan keadaan hipersensitif yang diperantarai oleh kondisi

imunologis dan allergen. Alergi dapat dilihat di hampir setiap organ, paling sering di

kulit dan selaput lendir. Alergi bukanlah penyakit itu sendiri, tetapi

mekanisme yang mengarah ke penyakit. Dalam praktek klinis, alergi dimanifestasikan

dalam berbagai bentuk seperti kondisi anafilaksis, urtikaria, angioedema,

rhinoconjunctivitis alergi, asma alergi, serum sickness, vaskulitis alergi, hipersensitif

pneumonitis, atopik dermatitis (eksim), dermatitis kontak dan reaksi granulomatosa

(Ring, 2014).

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan

lesi eksimatous khas dan sensasi gatal yang terus-menerus (Ring, 2015). DA

merupakan pintu masuk dari penyakit alergi berikutnya antara lain asma dan rhinitis

alergi (Eichenfield et.al, 2003). Faktor penyebab dermatitis atopik merupakan

kombinasi faktor genetic (keturunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit,

infeksi, stress, dan lain-lain (Natalia dkk, 2011). DA mempengaruhi orang dewasa dan

anak-anak dengan tingkat prevalensi di seluruh dunia 1-20%. Studi Internasional

epidemiologi dan variabilitas geografis pada prevalensi AD telah dilakukan dalam

tiga tahap dengan 1.000.000 subyek dalam penelitian tahap ketiga. Prevalensi terus

bervariasi dan telah berubah di berbagai wilayah dunia (Kim, 2013).

Dermatitis atopik umumnya tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol. Pengobatan DA menggunakan kortikosteroid topikal maupun sistemik

untuk jangka panjang harus diamati efek samping yang mungkin terjadi karena

perjalanan penyakit DA bersifat kronik dan residif. Untuk mengurangi kerugian

penderita karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang, masih diperlukan

pengembangan pengobatan alternatif yang efektif dan lebih aman. Pengobatan

menggunakan tanaman obat saat ini menjadi salah satu alternatif pengobatan yang

dipilih oleh penderita alergi. Oleh karena itu eksplorasi mengenai efektivitas dan

keamanan beberapa tanaman obat perlu dilakukan.

Sembung (Blumea balsamifera) merupakan tanaman asli Amerika, namun

sekarang tersebar secara pantropik. Secara empiris sembung telah digunakan oleh

masyarakat, antara lain di Jawa akar sembung dimasukkan dalam resep untuk

pengobatan nyeri pinggang, pasta daun ditapalkan pada dahi untuk mengobati sakit

kepala. Di Malaysia daun sembung digunakan untuk rematik dan nyeri pinggang,

Page 7: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

7

dekok akar sembung digunakan sebagai obat untuk perawatan setelah melahirkan. Di

Afrika, air perasan daun sembung digunakan dengan ditapalkan untuk penurun panas

pada anak, atau langsung dibalurkan pada tubuh orang dewasa (Lemmens and

Bunyapraphatsara, 2003). Dalam Bahasa Cina biasa disebut "Ainaxiang" dan

"Dafeng'ai" dan digunakan sebagai dupa karena memiliki tingkat tinggi dari minyak

atsiri. Seluruh bagian tanaman atau daunnya digunakan sebagai bahan obat minyak

mentah tradisional Cina untuk mengobati eksim, dermatitis, beri-beri, sakit pinggang,

menorrhagia, rematik, kulit cedera, dan sebagai insektisida (Pang, et.al, 2014).

Salah satu dari banyak klaim kesehatan dikaitkan dengan jahe (Zingiber

officinale) adalah kemampuannya diakui untuk mengurangi peradangan,

pembengkakan, dan nyeri. Jahe juga dikenal untuk mengobati penyakit terkait seperti

sakit tenggorokan, sembelit, muntah, hipertensi, demensia, demam, penyakit menular.

Aktivitas farmakologi utama jahe dan senyawa yang diisolasi dari itu meliputi;

imunomodulator, anti-tumorigenik, anti-apoptik, anti-hiperglikemia, tindakan anti-

lipidemik dan anti-muntah (Shallangwa et.al., 2015). Penelitian secara in-vivo

menunjukkan bahwa ekstrak rimpang jahe secara oral menurunkan edema pada

tangan tikus. Potensi ekstrak sebanding dengan asam asetilsalisilat. Senyawa (6)-

shagaol menghambat induksi karagenan penyebab edema pada tangan tikus dengan

menghambat aktivitas siklooksigenase (Depkes RI, 2000). Kasus dermatitis terkait

dengan reaksi inflamasi, sehingga jahe dimasukkakn ke dalam ramuan sebagai

antiinflamasi.

Rumput teki (Cyperus rotundus) pada umumnya yang digunakan sebagai

bahan obat adalah bagian rimpang yang telah dibersihkan dari serabut yang melekat.

Dalam keadaan segar, dimemarkan dan dibubuhkan ke dalam minuman sebagai obat

busung air, kencing batu. Ekstrak cair 5% dapat mengurangi kontaktilitas "uterus

terisolir" kucing dan anjing (baik yang hamil maupun yang tidak hamil). Efek ekstrak

etanol yang diberikan dengan takaran 100 mg/kg BB secara intra peritoneal dapat

menghambat timbulnya pembengkakan yang disebabkan karena carragenin atau

formaldehida. Efek tersebut lebih nyata bila dibandingkan dengan 5-10 mg/kg

hidrokortison (8 kali lebih kuat) (Anonim, 2012). Secara tradisional rimpang teki

digunakan sebagai obat baik untuk penggunaan dalam (minum) maupun luar.

Penggunaan secara eksternal rimpang teki antara lain untuk mengobati luka, ulser,

sakit kepala, scabies, eksim, obesitas, dan konjunktivitis (Sofia, 2014).

Page 8: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

8

Ekstrak cabe jawa dilaporkan mengurangi kontraksi ileum tikus terisolir

dan menghambat aktivitas asetilkolin. Ekstrak metanol kulit kayu Piper retrofractum

yang diberikan pada tikus dan mencit dengan dosis 125, 250 dan 500 mg/kg bb

dengan metode yang umum digunakan, dilaporkan memberi efek signifikan

(tergantung pada dosis) sebagai analgesik, antiinflamasi, antidiare, penurun motilitas

saluran cerna, dan hipnotik. Cabe jawa yang berpengaruh normal sebagai diuretik

hanya terjadi pada dosis tinggi (Taufikurrahman, 2005).

Meskipun secara tunggal belum ada penelitian yang mengungkapkan

khasiat tumbuhan obat diatas sebagai anti alergi namun secara empiris tumbuhan-

tumbuhan diatas telah digunakan sebagai obat untuk alergi. Eksplorasi tumbuhan obat

sebagai pilihan lain terapi pada alergi diperlukan mengingat penggunaan

kortikosteroid dalam jangka panjang banyak memiliki efek samping yang tidak

diinginkan slah satunya menekan kekebalan tubuh. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi ilmiah mengenai penggunaan tumbuhan obat diatas sebagai

obat alergi. Penelitian mengkhususkan untuk terapi pada model alergi dermatitis

atopik.

b. Topik Penelitian

Studi praklinik ramuan jamu untuk dermatitis atopik.

c. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ramuan jamu untuk alergi berpengaruh terhadap model alergi dermatitis

atopik?

2. Apakah ramuan jamu untuk dermatitis atopik aman dikonsumsi?

d. Pertimbangan Fokus Penelitian

Penelitian ini perlu dilakukan sebagai sumber informasi mengenai aktivitas dan

toksistas akut maupun subkronis ramuan jamu untuk alergi.

Page 9: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

9

II. MANFAAT PENELITIAN

Mendapatkan informasi mengenai aktivitas dan toksistas akut maupun subkronis

ramuan jamu untuk alergi.

III. TUJUAN PENELITIAN

Umum : Mengetahui pengaruh ramuan jamu terhadap model alergi dermatitis atopik.

Khusus :

1. Mengetahui pengaruh ramuan jamu untuk alergi terhadap model alergi

dermatitis atopik.

2. Mengkaji toksisitas akut ramuan jamu untuk alergi dermatitis atopik.

3. Mengkaji toksisitas Subkronik ramuan jamu untuk alergi dermatitis atopik.

Page 10: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

10

IV. METODE PENELITIAN

1. Kerangka Konsep Penelitian

Penyakit yang disebabkan lingkungan

Toksisitas bahan

Hipersensitivitas individu

Non imun

Diperantarai

imun

iritasi, intoksikasi, kerusakan

kronis

Intoleran Reaksi Psiko- neurogenik

Idiosinkrasi

Alergi

2. Kerangka Teori

Sel Langerhans

Alergen

Kulit

Limfosit Th2

Sel B

Histamin

Sel Mast

Ig E

Makrofag

Eosinofil Dermatitis Atopik

Ramuan Jamu

Ramuan jamu

IL 4, IL 5, IL 13,

IL 10

Page 11: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

11

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Besar Litbang TO & OT,

Tawangmangu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2015.

4. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental.

5. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan untuk uji

aktivitas dan 4 perlakuan untuk masing-masing uji toksisitas.

6. Populasi dan Sampel

Sampel yang digunakan adalah tikus galur Wistar. Hewan berasal dari

Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Kriteria Inklusi :

a. Jenis kelamin jantan dan betina

b. Umur 2,5-3,5 bulan

c. Bobot badan antara 180-250 gr

d. Keadaan tikus sehat atau normal, ditandai dengan gerakan-gerakan tikus

yang lincah, mau makan, minum, tidak terdapat luka atau cacat tubuh.

Kriteria Eksklusi :

a. Bunting

b. Menyusui

7. Cara Pemilihan dan Estimasi Besar Sampel

Penentuan jumlah sampel digunakan rumus Frederer:

RAL. T(n-1)>15

T: jumlah kelompok perlakuan

n: besar sampel

Jumlah tikus yang digunakan:

a. Uji Aktivitas

7(n-1)>15, n= 4

b. Uji Toksisitas Akut

4(n-1)>15, n= 5

c. Uji Toksisitas Subkronik

Page 12: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

12

5(n-1)>15, n= 4

Jadi total tikus yang digunakan dalam penelitian sebanyak 136 ekor (toksisitas

akut dan subkronis), karena tikus yang digunakan adalah jantan dan betina.

8. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Uji aktivitas jamu dermatitis atopik

Parameter uji yang diukur meliputi pemeriksaan analisis histologi biopsi

kulit, analisis sitokin, dan pengukuran IgE plasma.

2. Uji toksisitas akut dan subkronis

Pengamatan uji toksisitas akut meliputi kesehatan hewan/gejala klinis, berat

badan, jumlah kematian dan gross pathology (patologi makro) untuk hewan coba

yang mati pada waktu pengamatan. Pengamatan dilakukan selama 14 hari, setiap

dua hari sekali bobot badan ditimbang, dicatat terjadinya gejala klinik/toksik. Pada

akhir penelitian hewan coba yang masih hidup diotopsi, dilakukan pengamatan

secara makroskopis organ hepar, ginjal, lien dan jantung. Apabila ada kecurigaan

dilakukan pemeriksaan histopatologi. Penentuan LD50.

Selama penelitian uji toksisitas subkronis diamati kesehatan hewan antara

lain gejala-gejala umum atau kelainan yang dijumpai misalnya diare, mutah,

tremor, dsb. Penimbangan bobot badan dilakukan sebelum pemberian bahan uji,

kemudian setiap minggu selama masa pemberian bahan uji. Pengujian dan

pengukuran gambaran darah normal meliputi : gambaran darah normal (Hb, jumlah

sel darah merah dan sel darah putih, hematokrit), biokimia darah (SGOT, SGPT,

ureum, kreatinin) Pemilihan organ untuk pembuatan preparat histopatologi yaitu

hati, ginjal, jantung, paru, lien, lambung. Sebelum dibuat preparat histologi organ-

organ tersebut ditimbang terlebih dahulu.

9. Bahan dan Prosedur Kerja

Bahan :

a. Tikus galur Wistar

b. Simplisia Sembung, Rumput teki, Jahe dan Cabe Jawa

c. Aquadest

d. Ovalbumin

e. Aluminium hidroksida

f. Reagen kimia darah untuk ureum, kreatinin, SGPT, SGOT

g. pentobarbital

Page 13: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

13

h. Formaldehid

i. Formalin

j. ELISA kit

Alat

a. Pipa kapiler

b. Mikropipet

c. Tabung conical

d. Mikroskop

e. Kapas

f. Minorset

g. Alat sentrifus

h. Jarum oral

i. ELISA reader

10. Prosedur kerja

A. Pembuatan Bahan Uji

Bahan segar setelah dipanen dicuci dengan air mengalir hingga bersih, selanjutnya

dilakukan pengubahan bentuk, rimpang diiris dengan ketebalan sekitar 0.3 cm. Bahan

selanjutnya dikering anginkan dan dilanjutkan pengeringan menggunakan oven pada

suhu 30-40 oC hingga kadar air 10%. Setelah seluruh bahan kering selanjutnya

dibuat ramuan dengan komposisi sembung, jahe, rumput teki, cabe jawa.

Tabel 1. Perhitungan dosis berdasarkan dosis penggunaan lazim pada manusia

No Simplisia Dosis Manusia

(g/ 70 kg bb)

Dosis Tikus*

(mg/ 200 g bb)

Dosis Mencit**

(mg/ 20 g bb)

1 Daun Sembung 10 180 26

2 Rimpang Jahe 5 90 13

3 Rimpang Rumput Teki 7 126 18.2

4 Buah Cabe Jawa 8 144 20.8

Jumlah 30 540 78

*Faktor pengali 0.018, ** Faktor pengali 0.0026 (Laurence & Bacharach, 1964)

Berdasarkan tabel 1 maka diperoleh perbandingan sembung: jahe: rumput teki: cabe

jawa adalah 26:13:18,2:20,8 dan dosis sebesar untuk tikus 540 mg/200 g bb tikus atau

dapat ditulis 2700 mg/kg bb. Penelitian ini menggunakan 4 peringkat dosis ramuan

simplisia yaitu:

1. D1: 1350 mg/kg bb tikus

2. D2: 2700 mg/kg bb tikus

3. D3: 5400 mg/kg bb tikus

Page 14: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

14

4. D4: 10800 mg/kg bb tikus

Dosis ramuan simplisia tersebut kemudian dibuat infusa. Penelitian ini menggunakan

stok sari infusa 10%, sehingga rumus volume pemberian adalah: (Dosis/10) x

volumen stok. Pembuatan infusa sesuai Farmakope Indonesia, dengan perbandingan

10% b/v. Ramuan dipanaskan dalam pot infus berisi air suhu 90oC selama 15 menit.

Infus didinginkan kemudian disaring dan diuapkan diatas waterbath agar volumen

pemberian tidak terlalu besar.

B. Uji Aktivitas dan Toksisitas

Perlakuan sebelum uji

Sebelum percobaan dimulai, seluruh hewan uji diaklimatisasi selama 7 hari, dipelihara

di laboratorium pada ruangan berukuran 3x3 m pada temperatur 23oC dan kelembaban

±60%. Selama penelitian tikus ditempatkan dalam kandang berbahan polipropilen,

berukuran 40x25x15 cm, beralaskan sekam, setiap kandang diisi 3 ekor. Minum

diberikan secara ad libitum dan diberikan makan berupa pellet 20 g/ hari. Sekam

diganti setiap hari senin dan kamis.

Tahap Pelaksanaan

a. Uji aktivitas

Model alergi dermatitis atopik

Penelitian ini mengadopsi metode yang digunakan Kim et.al, 2012. Prosedur

pengujian secara skematis dijelaskan pada gambar 1. Untuk mendapatkan model

dermatitis atopik dengan induksi OVA (ovalbumin), tikus uji disensitisasi secara

intraperitoneal dengan 140 µg OVA sekali seminggu selama 3 minggu. Setelah 3

minggu punggung tikus dicukur menggunakan pisau cukur listrik dan secara

kutaneus ditantang dengan 2x2 cm sterile patches yang berisi OVA (700 µg) selama

2 minggu. Jamu diberikan secara oral selama sensitisasi minggu ke-2 dan ke-3

dengan OVA. Patches diganti 2 kali seminggu selama sensitisasi. Setelah akhir

penelitian tikus dikorbankan dengan sodium pentobarbital dosis 100 mg/ kg bobot

badan secara intraperitoneal (Kim, 2012).

Page 15: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

15

Pencukuran rambut pada area

punggung

Pengorbanan Biopsi kulit

Pemberian ramuan jamu untuk alergi

Injeksi i.p OVA 140

µg

Injeksi i.p OVA 140

µg

Injeksi i.p OVA 140

µg

Sensitisasi kulit

OVA 700 µg

Sensitisasi kulit

OVA 700 µg

Sensitisasi kulit

OVA 700 µg

Sensitisasi kulit

OVA 700 µg

Sensitisasi kulit

OVA 700 µg

Induksi Dermatitis Atopik dengan OVA

Hari 0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 31 Hari 35 Hari 39 Hari 42 Hari 43

Gambar 1. Protokol induksi dermatitis atopik

Tikus dikelompokkan menjadi 7 kelompok (@ 8 ekor, terdiri dari 4 ekor jantan dan

4 betina). Sebelum diperlakukan sesuai kelompok, mencit diambil sampel darahnya

untuk pemeriksaan IgE plasma.

Tabel 2. Dosis pemberian dosis dan perlakuan

No. Kelompok Perlakuan

1 Kontrol(+) Model dermatitis atopik

2 Kontrol (-) 10 µl larutan fisiologis 3 Kontrol Obat Model dermatitis atopik, deksametason 1,26 mg/kg bb po

4 Dosis 1 Model dermatitis atopik, infusa jamu alergi 1350 mg/kg bb

5 Dosis 2 Model dermatitis atopik, infusa jamu alergi 2700 mg/kg bb

6 Dosis 3 Model dermatitis atopik, infusa jamu alergi 5400 mg/kg bb

7 Dosis 4 Model dermatitis atopik, infusa jamu alergi 10800 mg/kg bb

Semua kelompok diberikan pakan dan minum seperti biasa. Pengambilan dan

pengukuran parameter dilakukan seperti dibawah ini.

Pengukuran IgE Plasma

Sampel darah diambil sebelum sensitisasi dan hari ke-14, 21, dan 28 setelah

sensitisasi melalui pleksus orbitalis dibawah anestesi phenobarbital 20 mg/kb bb i.p.

Darah disentrifus pada 2500 rpm selama 15 menit. Serum dipisahkan. Kadar IgE

diukur menggunakan ELISA kit, sesuai dengan petunjuk produsen. Plat yang dibaca

pada 490 nm menggunakan mikroplate reader (Abril et.al., 2012).

Analisis Histologi

Pada akhir penelitian hewan dikorbankan menggunakan phenobarbital 100 mg/kg bb

i.p. selanjutnya dilakukan pengambilan sampel biopsi kulit. Sampel biopsi kulit

Page 16: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

16

difiksasi dalam 4% PFA, selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histologi dengan

pewarnaan HE (hematoksilin eosin) untuk pengamatan sel radang dan dengan

pengecatan toluidine blue untuk pengamatan sel mast. Preparat diamati dibawah

mikroskop dengan perbesaran 400x (Kim, 2012). Peningkatan sel piala, kongesti

vaskular, proliferasi pembuluh darah, infiltrasi sel inflamasi, infiltrasi eosinofil, dan

derajat hipertrofi dalam kondrosit dievaluasi di setiap bagian. Perubahan setiap

parameter yang dinilai sebagai 0, tidak ada perubahan; 1, perubahan ringan; 2,

perubahan moderat; atau 3, perubahan berat. Semua analisa histomorphologikal

dilakukan oleh dua histologists yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya dari

kelompok perlakuan (Avincsall et.al., 2014).

Pengukuran Level Sitokin

Hewan yang telah dikorbankan ditelentangkan pada papan bedah untuk dilakukan

pembedahan. Kelenjar getah bening aksila diisolasi. Selubung peritoneum dibuka

kemudian buka kulit pada daerah aksilaris, kemudian kelenjar getah bening aksila

diangkat dan diletakkan pada cawan petri steril diameter 50 mm yang telah diisi 5

mL medium RPMI, kemudian medium disemprotkan ke dalam kelenjar getah bening

untuk mendapatkan suspensi sel tunggal. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tabung

sentrifus 10 mL untuk disentrifus pada 1200 rpm 4°C selama 10 menit. Pelet yang

didapat diresuspensikan dalam 2 mL Tris Buffered Ammonium Chlorid untuk

melisiskan eritrosit. Sel dicampur menggunakan pipet dan didiamkan pada suhu

ruangan selama 2 menit. Suspensi tersebut disentrifus pada 1200 rpm 4°C selama 10

menit, dan supernatannya dibuang. Pelet dicuci dengan RPMI 2X dengan cara

dipipet berulang-ulang dan disentrifus pada 1200 rpm 4°C selama 5 menit.

Supernatan dibuang dan pelet yang didapat diresuspensikan pada 2 mL medium

komplet. Sel dihitung menggunakan hemositometer dan ditentukan viabilitasnya

dengan trypan blue sehingga didapat suspensi sel dengan kepadatan 106 sel/mL. Sel

limfosit dikultur pada mikroplate 96 dengan volume 100 μL/sumuran, selama 72 jam

dalam inkubator CO2 5%, 37°C (Wijayanti, 1996). Setelah masa inkubasi,

supernatan budaya dikumpulkan. Jumlah interleukin (IL) -5, IL-13, IL-4 dalam

kultur supernatan ditentukan dengan menggunakan ELISA murine kit (Yamamoto

et.al, 2007).

Page 17: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

17

b. Uji Toksisitas Akut

Prinsip uji toksisitas akut adalah pemberian dosis tunggal suatu bahan uji secara oral

kemudian diobservasi adanya gejala toksik/ keracunan dan kematian hewan coba.

Uji toksisitas akut bertujuan menentukan nilai LD50 dan mengamati organ dalam

tubuh yang mungkin rusak sebagai efek toksis. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok (@

10 ekor, 5 jantan dan 5 betina). Sebelum perlakuan seluruh tikus diperiksa kadar

serum SGOT, SGPT, ureum dan kreatinin. Tiap kelompok diberikan ramuan secara

oral untuk sekali pemberian dengan dosis sebagai berikut:

No Kelompok Perlakuan

1 Kontrol Aquadest

2 Dosis 1 Infusa jamu alergi 12,5 g/kg bb

3 Dosis 2 Infusa jamu alergi 25 g/kg bb

4 Dosis 3 Infusa jamu alergi 50 g/kg bb

Sebelum pemberian bahan uji dilakukan penimbangan bobot badan untuk

penentuan besaran dosis. Infus formula antiasma diberikan sekali pada hari pertama

kemudian dilakukan observasi selama 14 hari.

Observasi

Pengamatan uji toksisitas akut meliputi kesehatan hewan/gejala klinis, berat badan,

jumlah kematian, biokimia darah dan gross pathology (patologi makro) untuk

hewan coba yang mati pada waktu pengamatan. Pengamatan dilakukan selama 14

hari, setiap dua hari sekali bobot badan ditimbang, dicatat terjadinya gejala

klinik/toksik. Pengamatan yang dilakukan meliputi perubahan kulit dan bulu, mata

dan membran mukosa, gerakan tubuh, tremor, konvulsi, salivasi, diare, dan

pernapasan. Hewan uji yang mati dilakukan pembedahan dan otopsi.

Cara pembedahan adalah sebagai berikut: tikus diinjeksi secara intraperitoneal

dengan 100 mg/kg bb phenobarbital, diambil sampel darah dari pleksus orbitalis

untuk dilakukan pemeriksaan biokomia darah (SGPT, SGOT, ureum dan kreatinin).

Selanjutnya tikus didiamkan. Setelah menunjukkan kematian, tikus ditelentangkan

pada papan bedah. Pembedahan diawali insisi pada bagian abdomen bawah

menggunakan gunting dan pinset bedah. Setelah rongga perut terbuka dilakukan

pengambilan organ hepar, pankreas, ginjal dan lambung dilanjutkan membuka

rongga dada untuk mengambil paru-paru dan jantung. Dilakukan pengamatan rongga

Page 18: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

18

abdomen, rongga dada dan diafragma terhadap adanya perubahan. Selanjutnya organ

dibersihkan dengan larutan dapar, ditimbang dan dimasukkan dalam larutan

formalin.

Penentuan LD50 (dosis yang menyebabkan kematian 50% hewan uji) menggunakan

analisa probit. Apabila tidak terjadi kematian maka hasil toksisitas akut dapat

ditentukan dosis terbesar yang masih dapat diterima hewan coba dan dinyatakan

sebagai LD50 semu.

c. Uji Toksisitas Subkronis

Uji toksisitas subkronis bertujuan untuk melihat efek toksik bahan uji yang

diberikan sekali setiap hari selama 3 bulan (90 hari) terhadap adanya perubahan

karena akumulasi, toleransi, metabolisme dan kelainan khusus pada organ tertentu.

Tikus dibagi menjadi 5 kelompok (@ 8 ekor, 4 jantan dan 4 betina). Sebelum

perlakuan seluruh tikus diperiksa kadar serum SGOT, SGPT, ureum dan kreatinin.

Tiap kelompok diberikan ramuan secara oral untuk sekali pemberian dengan dosis

sebagai berikut:

No Kelompok Perlakuan

1 Kontrol Aquadest

2 Dosis 1 Infusa jamu alergi 1350 mg/kg bb

3 Dosis 2 Infusa jamu alergi 2700 mg/kg bb

4 Dosis 3 Infusa jamu alergi 5400 mg/kg bb

5 Dosis 4 Infusa jamu alergi 10800 mg/kg bb

Sebelum pemberian bahan uji dilakukan penimbangan bobot badan untuk penentuan

besaran dosis. Bahan uji diberikan selama 90 hari sesuai dengan dosis. Selama

penelitian diamati kesehatan hewan antara lain gejala-gejala umum atau kelainan

yang dijumpai misalnya diare, mutah, tremor, dsb. Penimbangan bobot badan

dilakukan sebelum pemberian bahan uji, kemudian setiap minggu selama masa

pemberian bahan uji. Parameter yang diukur adalah biokimia darah (SGOT, SGPT,

ureum, kreatinin) dan histopatologi organ penting. Pemilihan organ untuk

pembuatan preparat histopatologi yaitu hati, ginjal, jantung, paru, lien, lambung.

Pemeriksaan kadar SGOT, SGPT, ureum, kreatinin dilakukan pada hari ke-0, ke-45

dan ke-90 pemberian bahan uji. Hewan dipuasakan selama 8 -12 jam.

Page 19: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

19

Prosedur Setelah Perlakuan

Sisa bangkai hewan uji yang telah dikorbankan dibakar dalam incinerator. Sisa abu

pembakaran dimasukkan dalam tanah dengan kedalaman ± 1 m, dilapisi dengan

kapur kemudian baru ditimbun dalam tanah.

11. Analisis data

a. Data kuantitas dianalisi statistik dengan cara: uji kenormalan menggunakan

metode distribusi frekuensi. Apabila data yang diperoleh terdistribusi normal, dan

variasai homogen dilakukan analisis sidik ragam (anova). Apabila data tidak

normal dan atau variasi tidak homogen maka data dianalisis secara statistik non

parametrik yaitu dengan metode Friedman dan dilanjutkan uji berganda

Friedman.

b. Penentuan LD50 (dosis yang menyebabkan kematian 50% hewan uji)

menggunakan analisa probit. Apabila tidak terjadi kematian maka hasil toksisitas

akut dapat ditentukan dosis terbesar yang masih dapat diterima hewan coba dan

dinyatakan sebagai LD50 semu.

Page 20: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Toksisitas Akut

Pemberian jamu untuk dermatitis atopik dengan dosis 1250, 2500, dan 5000 mg/kg bb

pada tikus uji tidak menunjukkan gejala klinis selama 14 hari pengamatan. Tidak ada

kematian pada seluruh dosis dari 24 jam setelah pemberian infus formula sampai

akhir hari ke-14. Pertambahan bobot badan normal, penurunan bobot badan terjadi

pada hari ke-8 pada seluruh kelompok perlakuan namun naik lagi pada hari ke-12.

Walaupun terjadi penurunan namun ecara statistik tidak menunjukkan perbedaan

nyata (α: 0,05) (Gambar 1). Tidak ada perbedaan pertambahan bobot badan Antara

tikus kelompok dosis 1250, 2500, dan 5000 mg/kg bb terhadap kontrol.

Gambar 1. Bobot badan tikus pada uji toksisitas akut

Pemeriksaan biokimia darah meliputi ureum, kreatinin, SGOT dan SGPT.

Pemeriksaan dilakukan untuk menilai ketoksikan formula jamu kesuburan terhadap

organ ginjal (ureum, kreatinin) dan hati (SGOT, SGPT).

Uji Fungsi Ginjal

Ureum dan kreatinin merupakan produk akhir metabolisme nitrogen.Ureum

merupakan produk sisa dari pemecahan protein, terkait dengan konsumsi pakan dan

kemampuan tubuh untuk memecah kemudian mendistribusikannya. Sedangkan

kreatinin merupakan produk sisa katabolise kreatin otot. Keduanya biasanya

dikeluarkan melalui urin. Hasil pemeriksaan uji fungsi ginjal tercantum dalam Tabel

1.

Page 21: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

21

Tabel 1. Nilai Ureum dan kreatinin pada Kelompok Toksisitas Akut

Ureum Creatinin

H0 H14 H0 H14

Kontrol 53,67±5,65 39,00±2,10 0,42±0,06 0,41±0,08

Dosis 12,5 g/kg 50,50±3,02 41,17±6,18 0,62±0,03 0,49±0,02

Dosis 25 g/kg 48,17±3,82 45,00±6,23 0,50±0,05 0,48±0,04

Dosis 50 g/kg 52,83±5,56 42,17±3,60 0,51±0,08 0,47±0,04

Hasil uji statistik menunjukkan berbeda tidak nyata antara kelompok dosis dan

kelompok kontrol, dan tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian

jamu baik dosis rendah, sedang, maupun tinggi (α 0.05). Kadar ureum yang terukur

masih dalam batas normal. Nilai normal BUN (Blood Ureum Creatinin) yaitu 5.0-

29.0 mg/dl (Mitruka, 1981), sedangkan nilai ureum dihitung dengan rumus 60/28 dari

BUN. Dengan kata lain nilai normal ureum adalah 10,7-62,06 mg/dl. Uji statistik nilai

kreatinin juga menunjukkan berbeda tidak nyata antara kelompok dosis dengan

kontrol dan antara sebelum dan sesudah pemberian jamu. Kadar kreatinin masih

dalam batas normal yaitu 0.2-0.8 mg/dl

(Mitruka, 1981). Dari data diatas

menunjukkan bahwa pemberian jamu untuk dermatitis atopik baik pada sekali dosis

pada dosis rendah, sedang maupun tinggi tidak membahayakan fungsi ginjal.

Uji Fungsi Hati

Uji fungsi hati dilakukan dengan pemeriksaan enzim hati di dalam darah, yaitu SGOT

(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase). Pada kondisi normal SGOT diproduksi oleh hati, otot jantung, ginjal,

otak, dan sel darah merah. Enzim ini dilepaskan ke dalam aliran darah ketika jaringan-

jaringan ini rusak. Sebagai contoh, tingkat SGOT darah meningkat dalam kondisi

cedera otot dan serangan jantung. Oleh karena itu, peningkatan enzim ini di dalam

darah tidak dapat diartikan bahwa terjadi kerusakan jaringan hati karena dapat

meningkat pada kondisi selain kerusakan hati. Berbeda dengan SGOT, SGPT

merupakan indikator spesifik kerusakan sel hati. Enzim ini juga diproduksi dalam

jumlah yang kecil oleh ginjal dan otot lurik. SGOT dan SGPT menggambarkan

kerusakan sel hati apabila nilainya lebih besar atau sama dengan 3 kali nilai normal.

Hasil pemeriksaan SGOT dan SGPT pada serum darah ditampilkan pada Tabel 2.

Page 22: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

22

Tabel 2. Nilai SGOT dan SGPT pada Kelompok Toksisitas Akut

SGOT SGPT

H0 H14 H0 H14

Kontrol 97,00±6,90 75,00±7,85 52,00±4,77 78,00±16,61

Dosis 12,5 g/kg 108,17±11,79 85,50±5,50 59,33±8,07 83,83±10,68

Dosis 25 g/kg 81,00±11,37 86,67±7,50 48,67±9,33 83,33±10,71

Dosis 50 g/kg 89,33±4,72 85,00±11,26 47,00±8,85 86,83±7,25

Nilai normal SGOT tikus adalah 45,7-80,8 IU/l. Data yang tersaji menunjukkan nilai

telah melebihi normal sejak sebelum pemberian bahan uji. Ada kecenderungan kadar

SGOT turun 14 hari setelah pemberian jamu. Uji Statistik menunjukkan beda nyata

antara nilai sebelum dan sesudah pemberian jamu (α: 0,05). Nilai SGPT secara

statistik menunjukkan berbeda tidak nyata antar kelompok perlakuan dan antara

sebelum dan sesudah pemberian jamu. Nilai normal SGPT adalah 17,5-30,2 IU/l. Dari

data diatas menunjukkan nilai yang jauh melebihi normal. Namun antara sebelum dan

sesudah perlakuan secara statistik berbeda tidak nyata, sehingga faktor penyebab

tingginya kadar belum dapat disimpulkan karena pemberian jamu.

b. Toksisitas Subkronik

Pemberian jamu untuk dermatitis atopik dengan dosis 1350, 2700, 5400 dan 10800

mg/kg bb pada tikus uji tidak menunjukkan gejala klinis selama 90 hari perlakuan dan

pengamatan.

Gambar 2. Bobot badan tikus pada uji toksisitas Subkronik

Page 23: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

23

Tidak tampak perubahan pada pernapasan, warna tubuh dan tingkah laku serta tidak

terjadi kematian pada seluruh kelompok tikus uji dari hari pertama pemberian infus

formula sampai akhir hari ke-90. Dari gambar 3 terlihat kecenderungan bobot badan

tikus naik dari hari-ke hari selama periode pengamatan.

Uji Fungsi Ginjal

Hasil pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam sampel serum darah tikus uji

disajikan dalam Tabel 3. Baik ureum maupun kreatinin mengalami kecenderungan

meningkat seiring lama waktu pemberian jamu dan pengamatan. Baik sebelum

perlakuan, 45 hari setelah perlakuan maupun pada akhir perlakuan kadar ureum

cenderung hampir sama diantara kelompok kontro dan kelompok dosis. Perhitungan

secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (α: 0,05) baik antara kelompok

kontrol dg kelompok dosis maupun antar waktu pengambilan sampel. Kadar ureum

juga masih dalam batas normal (10,7-62,06 mg/dl). Kadar kreatinin juga memiliki

kecenderungan yang sama dengan ureum, semakin meningkat dan hampir sama antar

kelompok pada waktu pengambilan sampel yang sama. Namun terlihat bahwa nilai

sebelum dan pada akhir perlakuan, kenaikan hampir mencapai 2 kali lipat. Akan tetapi

hasil perhitungan secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (α: 0,05) baik

natar kelompok maupun antar waktu pengambilan. Kadar ureum juga masih dalam

batas normal yaitu 0,2-0,8 mg/dl.

Tabel 3. Nilai Ureum dan kreatinin pada Kelompok Toksisitas Subkronik

Ureum Creatinin

H0 H45 H90 H0 H45 H90

Kontrol 36,90±4,12 48,20±2,78 43,90±5,02 0,43±0,16 0,65±0,13 0,82±0,17 Dosis 1350

mg/kg 33,00±5,03 48,90±7,69 43,80±10,34 0,44±0,06 0,66±0,11 0,75±0,37 Dosis 2700

mg/kg 35,50±4,06 47,20±3,79 44,90±3,98 0,41±0,05 0,69±0,12 0,83±0,30 Dosis 5400

mg/kg 33,70±4,22 49,10±4,25 43,56±6,56 0,41±0,06 0,60±0,08 0,71±0,13 Dosis 10800

mg/kg 38,10±3,93 44,50±6,42 42,40±4,65 0,44±0,07 0,53±0,04 0,83±0,21

Hasil pemeriksaan diatas menunjukkan bahwa konsumsi jamu selama 90 hari tersebut

tidak membahayakan fungsi ginjal.

Page 24: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

24

Uji Fungsi Hati

Nilai SGOT seluruh kelompok menunjukkan nilai yang sangat tinggi sejak sebelum

perlakuan yaitu lebih dari 120 IU/l, sedangkan nilai normal adalah 45,7-80,8 IU/l.

Nilai cenderung lebih tinggi pada hari ke-45 dan turun ke nilai awal pada hari ke-90.

Uji secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (α:0,05) baik antar kelompok

maupun antar periode waktu. Demikian dengan SGPT, nilai telah sangat tinggi

mencapai 3-4 kali nilai normal (17,5-30,2 IU/l). Nilai juga cenderung naik pada hari

ke-45 dan turun ke nilai awal pada hari ke-90. Uji secara statistik menunjukkan

berbeda tidak nyata (α:0,05) baik antar kelompok maupun antar periode waktu.

Tabel 4. Nilai SGOT dan SGPT pada Kelompok Toksisitas Subkronik

SGOT SGPT

H0 H45 H90 H0 H45 H90

Kontrol 141,80±27,88 179,50±22,72 145,20±56,62 74,30±12,11 121,80±26,89 68,50±16,76 Dosis 1350

mg/kg 128,30±20,93 201,60±9,67 126,70±21,78 53,60±13,75 119,80±13,98 70,10±12,11 Dosis 2700

mg/kg 132,20±11,16 201,70±16,10 139,30±46,89 54,50±8,81 122,40±19,36 61,90±16,45 Dosis 5400

mg/kg 125,30±17,20 207,20±16,47 100,78±22,02 63,70±9,39 107,30±4,03 59,67±12,25 Dosis 10800

mg/kg 126,30±13,98 177,60±5,40 137,80±56,90 59,90±7,56 104,20±10,77 61,60±6,55

Jamu tidak dapat dikatakan merusak fungsi dan organ hepar/ hati meskipun kadar

SGOT dan SGPT terukur sangat tinggi yang menjadi penanda baik atau buruknya

fungsi hepar seorang individu. Hali ini didukung oleh hasil pemeriksaan histologi

hepar (tabel 5)

Tabel 5. Pemeriksaan histopatologi organ hati pada kelompok toksisitas subkronik

Normal

Rusak

Piknotik Karioreksis Kariolisis Total

Kontrol 96,3±1,7 3,8±1,7 0,0±0,0 0,0±0,0 3,8±1,7 Dosis 1350

mg/kg 95,8±7,8 1,5±2,4 0,0±0,0 2,8±5,5 4,3±7,8 Dosis 2700

mg/kg 97,0±2,4 0,5±1,0 0,3±0,5 2,3±2,6 3,0±2,4 Dosis 5400

mg/kg 97,5±1,9 1,0±1,2 0,0±0,0 1,5±1,0 2,5±1,9 Dosis 10800

mg/kg 98,8±1,7 0,8±1,5 0,0±0,0 0,8±1,5 1,5±1,7

Dari tabel terlihat bahwa kondisi sel masih bagus dan hanya sedikit yang mengalami

kerusakan. Dari 100 sel yang diamati hanya 1-4 sel saja yang mengalami kerusakan.

Kondisi kerusakan sel kebanyakan dikarenakan sel mengalami piknotik. Piknotik

Page 25: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

25

merupakan kondisi dimana inti sel mengalami penyusutan dan menjadi padat, secara

mikroskopik inti yang piknotik berwarna lebih gelap karena intik sel yang telah mati

tersebut lebih menyerap warna ketika proses pewarnaan jaringan.

VI. KESIMPULAN

1. Berdasarkan uji toksisitas akut ramuan jamu untuk dermatitis atopik aman,

tidak menyebabkan gejala keracunan maupun kematian.

2. Uji toksisitas subkronik menunjukkan pemberian jamu selama 90 hari tidak

menyebabkan munculnya gejala keracunan dan kematian.

Page 26: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

26

VII. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kami sampaikan kepada rekan-rekan tim atas selesainya kegiatan

penelitian ini dan Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional sebagai

penyandang dana kegiatan penelitian melalui DIPA 2015.

Page 27: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

27

VIII. DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Abril-Gil, Mar; Massot-Clader, Malén; Pérez-Cano, Francisco J.; Castellote,

Cristina; Franch,Àngelsa; Castell, Margarida. A diet enriched with cocoa prevents

IgE synthesis in a rat allergymodel. Pharmacol Res. 2012. 65(6):603-8

2. Acuan Sediaan Herbal. 1 ed. 2000, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat

dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

3. Kim, Jin-Wou. Animal Models in Atopic Dermatitis. KAPARD-KAAACI and

West Pasific Allergy Symposium Joint International Congress. 2013: 120-122.

www.allergy.or.kr/journal/abst/2013s/17/pdf, diunduh pada tanggal 24 Februari

2015

4. Kim, Soon Re; Han-Seok Choi; Hye Sook Seo; Youn Kyung Choi; Yong Cheol

Shin; and Seong-Gyu Ko. Topical Application of Herbal Mixture Extract Inhibits

Ovalbumin- or 2,4-Dinitrochlorobenzene-Induced Atopic Dermatitis. Hindawi

Publishing Corporation, evidence Based Complementary and Alternative Medicine.

Vol.2012, Article ID 545497.

5. Lansida Herbal Technology. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.). Cited on

February 21, 2012. Available from URL:

http://lansida.blogspot.com/2010/09/rumput-teki-cyperus-rotundus-l.html

6. Mehmet Ozgür Avincsal1, Seda Ozbal, Ahmet Omer Ikiz, Cetin Pekcetin, Enis

Alpin Güneri. Effects of Topical Intranasal Doxycycline Treatment in the Rat

Allergic Rhinitis Model. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology Vol. 7,

No. 2: 106-111, June 2014

7. Pang, Yuxin et.al., Review: Blumea balsamifera – A Phytochemical and

Pharmacological Review. Molecules 2014, 19, 9453-9477; dio: 10.3390/molecules

19079453

8. Ring, Johannes. What is Allergy in Global Atlas of Allergy. European Academy of

Allergy and Clinical Immunology. 2014: 2-3. www. eaaci.org

9. Ring, Johannes and Ulf Darsow. Eczema (E), Atopic Eczema (AE), and Atopic

Dermatitis (AD). World Allergy Organization.

www.worldallergy.org/public/allergic_disease_center/atopiceczema, diunduh pada

tanggal 5 Maret 2015

10. Sofia, Nalini, H., et. al., An Overview of Nut Grass (Cyperus rotundus) with

Special Reference to Ayush. World Journal of Pharmaceutical Research Vol. 3

Issue 6, 1459-1471.

11. Taufikurrahman,M., Shilpi,J.A., Ahmed,M.,Faiz Hossain,C., 2005, Preliminary

pharmacological studies on Piper chaba stem bark, J.Ethnopharmacol., 99(2),203-

209

12. Van Valkenburg, J.L.C.H. Conyza sumatrensis (Retz) E.H.Walker. In: Lemmens,

R.H.M.J dan Bunyapraphatsara, N. (Editors). Plant Resources of South-East Asia

No. 12(3). Medicinal & Poisonous Plants 3. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia.

2003. pp. 134-135

13. Wijayanti, M. A., 1996. Peranan makrofag dalam imunitas terhadap infeksi

malaria: kajian kemampuan fagositosis dan sekresi Reactive Oxygen Intermediates

makrofag peritoneum mencit yang diimunisasi dan tidak diimunisasi In Vitro

[thesis]. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

14. Mitruka, B dan Rawnsley, H. Clinical Biochemical and Hematological Reference

Values in Normal Experimental Animals an Normal Humans, 2nd

ed. Masson

Publishing, USA. 1981.

Page 28: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

28

15. WHO, 1993. Reserach Guidelines for Evaluating the Safety and Efficacy of Herbal

Medicine.

Page 29: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan

29

IX. PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

Tawangmangu, Februari 2016

Menyetujui

Ketua PPI

Drs. Slamet Wahyono, M.Sc. Apt.

NIP. 19650215 199503 1 001

Ketua Pelaksana

drh. Galuh Ratnawati

NIP. 19840821 200812 2 001

Mengetahui

Kepala B2P2TO-OT Tawangmangu

Dra. Lucie Widowati, M.Si., Apt.

NIP. 19571121 198603 2 001

Page 30: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan
Page 31: HALAMAN JUDUL LAPORAN PENELITIAN Studi Praklinik Ramuan