hakikat pelajaran fisika

Upload: danceyanq

Post on 18-Jul-2015

813 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

HAKIKAT PELAJARAN FISIKA

Ditulis oleh Sudarwanto Sabtu, 16 April 2011 09:42

Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains. Hakikat sains adalah ilmu pengetahuan yang objek pengamatannya adalah alam dengan segala isinya termasuk bumi, tumbuhan, hewan, serta manusia. Sains adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode berdasarkan observasi. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003: 6). Ost dan George (Carin, 1980: 2) menyebutkan:

science is human activity that has evolved as an intellectual tool to facilitate describing and ordering the environment. Once one accepts the idea that science does not exist in any other realm but the mind, it ceases to be a thing, an entity with its own existence. Though scientific truth or fact is ideally objective, it is subject to human perception and logic . As a method, science is relatively stable and universally applied, while as body of knowledge, it is constantly changing. Artinya, sains adalah aktivitas manusia yang telah berkembang sebagai sebuah perangkat intelektual untuk memudahkan menggambarkan dan mengatur lingkungan. Sesekali diterima akal bahwa sains tidak terdapat dalam realm yang lain kecuali ingatan yang mengendap menjadi sesuatu, sebuah kesatuan yang muncul dengan eksistensinya. Kebenaran ilmiah atau fakta adalah sasaran yang diharapkan, yang merupakan dasar bagi persepsi dan logika manusia. Sebagai metode, sains relatif stabil dan berlaku universal, sementara sebagai kumpulan (bangunan) pengetahuan, sains mengalami perubahan secara terus menerus.

Hakikat fisika menurut Beiser (1962: v), Physics, like any other science, involves the active of pursuit of knowledge, and it contains many elements besides its basics concepts. Menurut Karso (1993: 71), fisika merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis lewat eksperimen, pengajuan kesimpulan, dan pengajuan teori atau konsep. Menurut Sumadji (1998: 35) fungsi mata pelajaran IPA (sains) adalah sebagai berikut.

1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggimaupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan 3. 4. 5. 6. 7.konsep-konsep IPA. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya, sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Penciptanya. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fisika merupakan bagian dari sains yang memungkinkan manusia memperoleh kebenaran ilmiah dari fenomena-fenomena alam sehingga memudahkan menggambarkan dan mengatur alam. Selain itu, mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang berfungsi mengembangkan semua aspek belajar yang dimiliki peserta didik (afektif, kognitif, dan psikomotor) sehingga mempunyai sikap percaya diri untuk bekal hidup di masyarakat.

Share

Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan sains. Sains merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. (http://um.ac.id) Sains

didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa sains merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penelaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya sains atau fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. (http://ksupointer.com) Sains memiliki dua sisi yaitu sebagai proses dan sisi lain sebagai produk. Proses sains merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan bukti untuk menguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya berupa gagasan imajinatif dan gagasan itu akan tetap sebagai gagasan imajinatif selama belum bisa menyajikan sejumlah bukti. Penggunaan bukti sangat pokok dalam kegiatan sains termasuk fisika.

Fisika (Bahasa Yunani: (physikos), "alamiah", dan (physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos. Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika. Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Perbedaan antara fisika dan matematika adalah: fisika berkaitan dengan pemerian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Namun, perbedaan ini tidak selalu tampak jelas. Ada wilayah luas penelitan yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis, yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika. Nah dari pengertian di atas, sobat pasti bakal berpikir kalo fisika itu momok yg menakutkan, lebih drpd genderuwo, nah buat sobatku yg bakal menghadapi un, nih ku kasi latihan file soal fisika, silakan didownload dan yakinkan kalo kamu bs kerjakannya...

Langkah-langkah Metode IlmiahLangkah-langkah 1. Memilih dan mendefinisikan masalah. 2. Survei terhadap data yang tersedia. 3. Memformulasikan hipotesa. 4. Membangun kerangka analisa serta alat-alat dalam menguji hipotesa. 5. Mengumpulkan data primair. 6. Mengolah, menganalisa serla membuat interpretasi. 7. Membual generalisasi dan kesimpulan. 8. Membuat Laporan KRITERIA METODE IMIAH Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut: 1. Berdasarkan fakta. 2. Bebas dari prasangka (bias) 3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa. 4. Menggunakan hipotesa 5. Menggunakah ukuran objektif. 6. Menggunakan teknik kuantifikasi. 6.1. Berdasarkan Fakta Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis. 6.2. Bebas dari Prasangka Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.

6.3. Menggunakan Prinsip Analisa Dalam memahami serta member! arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam. 6.4. Menggunakan Hipotesa Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti. 6.5. Menggunakan Ukuran Obyektif Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras. 6.6. Menggunakan Teknik Kuantifikasi Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagainya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating LANGKAH DALAM METODE ILMIAH Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah tertentu. Marilah lebih dahulu ditinjau langkah-langkah yang diambil oleh beberapa ahli dalam mereka melaksanakan penelitian. Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian. 2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin dipecahkan. 3. Membangun sebuah bibliografi. 4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah. 5. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.

6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung. 7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok dasar dalam masalah. 8. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak. 9. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak. 10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan. 11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa. 12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi. 13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan. 14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki). 15. Menulis laporan penelitian. Dalam melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abclson (1933) mcmberikan langkah-langkah berikut: 1. Tentukan judul. Judul dinyatakan secara singkat 2. Pemilihan masalah. Dalam pemilihan ini harus: a). Nyatakan apa yang disarankan oleh judul. b). Berikan alasan terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki masalah menurut kepentingan umum. c). Sebutkan ruang lingkup penelitian. Secara singkat jelaskan materi. situasi dan hal-hal lain yang menyangkut bidang yang akan diteliti. 3. Pemecahan masalah. Dalain niemecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut: a). Analisa harus logis. Aturlah bukti dalam bnntuk yang sistematis dan logis. Demikian juga halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah. b). Proscdur penelitian yang digunakan harus dinyatakan secara singkat. c) Urutkan data, fakta dan keterangan-keterangan khas yang diperlukan d). Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh termasuk referensi yang digunakan. e). Tunjukkan cara data dilola sampai mempunyai arti dalam memecahkan masalah. f). Urutkan asumsi-asumsi yang digunakan serta luibungannya dalam berbagai fase penelitian. 4. Kesimpulan a). Berikan kesimpulan dari hipotesa. nyatakan dua atau tiga kesimpulan yang mungkin diperoleh b). Berikan implikasi dari kesimpulan. Jelaskan bebernpa implikasi dari produk hipotesa dengan memberikan beberapa inferensi. 5. Berikan studi-studi sebelumnya yang pernah dikerjakan yang berhubungan dengan masalah.

Nyalakan kerja-kerja sebelumnya secara singkat dan berikan referensi bibliografi yang mungkin ada manfaatnya scbagai model dalam memecahkan masalah. Dari pedoman beberapn ahli di atas, maka dapal disimpulkan balnwa penelitian dengan mcnggunakan metode ilmiah sckurangkurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 5.1. Merumuskan serta mcndefinisikan masalah langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan. masalah tersebut didefinisikan secara jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan Sebutkan beberapa kata kunci (key words) yang terdapal dalam masalah Misalnya. masalah yang dipilih adalah Bagaimana pengaruh mekanisasi terhadap pendapatan usaha tani di Aceh? Berikan definisi tentang usaha tani, tentang mekanisasi, pada musim apa. dan sebagainya 5.2. Mengadakan studi kepustakaan Setelah masalah dirumuskan, step kedua yang dilakukan dalam mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan olch seorang peneliti. Ada kalanya. perumusan masalah dan studi keputusan dapat dikerjakan secara bersamaan. 5.3. Memformulasikan hipotesa Setelah diperoleh infonnasi mengenai hasil penelitian ahli lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah yang ingin dipecahkan. maka tiba saatnya peneliti memformulasikan hipotesa-hipolesa unttik penelitian. Hipotesa tidak lain dari kesimpulan sementara tentang hubunggan sangkut-paut antarvariabel atau fenomena dalam penelitian. Hipotesa merupakan kesimpulan tentatif yang diterima secara sementara sebelum diuji. 5.4. Menentukan model untuk menguji hipotesa Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan. kerja selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang. scperti ilmu ekonomi misalnva. pcngujian hipotesa didasarkan pada kerangka analisa (analytical framework) yang telah ditetapkan. Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisif terdapal dalam hipotesa. untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia. Pcngujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Data tersebut bisa saja data prime ataupun data sekunder yang akan dikumpulkan oleh peneliti. 5.5. Mengumpulkan data Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan. Bcrgantung dan masalah yang dipilih serta metode pcnelitian yang akan digunakan. teknik pengumpulan data akan berbeda-beda. Jika

penelitian menggunakan metode percobaan. misalnya. data diperoleh dan plot-plot pcrcobaan yang dibual sendiri oleh peneliti Pada metodc scjarah ataupun survei normal, data diperoleh dengan mcngajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. baik secara langsung ataupun dengan menggunakan questioner Ada kalanya data adalah hasil pengamatan langsung terhadap perilaku manusia di mana peneliti secara partisipatif berada dalam kelompok orang-orang yang diselidikinya. 5.6. Menyusun, Menganalisa, and Menyusun interfensi Setelah data terkumpul. pcneliti menyusun data untuk mengadakan analisa Sebelum analisa dilakukan. data tersebul disusun lebih dahulu untuk mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk label ataupun membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data dianalisa. maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut. 5.7. Membuat generalisasi dan kesimpulan Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesa benar untuk diterima. ataukah hiporesa tersebut ditolak. 5.8.Membuat laporan ilmiah Langkah terakhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri.

Pengertian Menurut Dr. Endang Danial AR, M.Pd. (2001:4) bahwa karya ilmiah adalah berbagai macam tulisan yang dilkukan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan tata cara ilmiah selain itu Djuroto dan Bambang (2003:12-13) mengatakan bahwa karya tulis ilmiah adalah sesuatu tulisan yang membahas suatu masalah. maka dalam pemaparan karya ilmiah harus berdasarkan pemikiran ilmiah juga. pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang logis dan empiris

Logis artinya masuk akal Empiris artinya dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan (dapat dibuktikan)

jadi Karya Ilmiah adadalah : Berbagai macam tulisan yang dilakuka oleh seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan tata cara ilmia yakni sistem penulisan yang didasarkan pada sistem, masalah, tujuan, teori dan data untuk memberikan alternatif pemecahan masalah tertentu Langkah menyusun karya ilmiah sebagai berikut :

1. Masalah o Menentukan Masalah/topik yaitu dengan dengan cara memilih secara teliti panduan pertanyaan : Apakah masalah berguna dan cukup penting di persoalkan Apakah membahas masalah ini akan menghasilkan sesuatu yang baru/konkrit Apakah masalah yang ditulis menarik perhatian dan minat penulis Apakah masalah yang dibahas cukup terbatas (tidak terlalu luas) agar dalam pengumpulan data informasi dan fakta yang spesifik Jika terlalu luas maka tidak akan terarah dan pembahasan menjadi dangkal Apakah untuk pembahasan tersedia dat, hal ini memungkinkan pelaksaan tindakan untuk pememcahan masalahanya Pembahasan perlu data dan kepustakaan yang cukup Apakah masalah yang ada dapat dipecahkan dengan fasilitas yang ada dan memapuan penulis. o 4 hal yag harus dipenuhi agar masalah dapat dipilih 1. Sesuai dengan minat peneliti Minat : Tekun, tidak putus asa bila ada kendala Tidak minat : tidak bergairah, hasil menjadi kurang baik bahkan gagal Berkaitan dengan keahlian Secara etis di persyaratan penulisan karya ilmiah harus sesuai dengan bidang keahlian lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan 2. Dapat Dilaksanakan Kemampuan peneliti Penguasaan teori dan menguasai metode pemecahanan masalahnya Waktu yang cukup bila waktu tidak cukup maka karya ilmiah tidak selesai Tenaga untuk melaksanaka : * Membuat Proposal * Mengumpulkan Data *Mengolah Data * Membuat Pembahasan Dana yang tersedia 3. Tersedia Faktor Pendukung Data Tersedia ada izin dari yang berwenang 4. Hasil Penelitian yang bermanfaat Bagi perkembangan ilmu pengetahuan masyarakat pada umumnya o Sumber Masalah 0. Pengalaman dan pengamatan pribadi 1. Pengalaman orang lain Publikasi media cetak (buku, artikel, koran dll) Kuliah, ceramah, seminar dll.

2. Pengungkapan pengalaman dengan orang lain melalui wawancara Merumuskan Judul, mencakup: 0. Rancangan atau desain penelitian 1. Objek yang diteliti 2. Subjek yang diteliti 3. Lokasi 4. Waktu 2. Penelusuran Pustaka/Studi Kepustakaan Sumber informasi : o Tulisan : buku, majalah/jurnal o Person : wawancara dengan orang ahli yang kompeten o Tempat : museum, laboratoriumo

Sumber informasi tersebut dapat diperoleh dengan: Secara Primer : buku, penelitian, wawancara dengan ahli Secara Sekunder : terjemahan, rangkuman Secara Tersier : petunjuk untuk sumber primer dan sekunder (contoh: kamus) 3. Penyajian Karya Ilmiah o Tepat, konsisten dan lengkapnya deskripsi data o Kemampuan deskripsi data o Tepat, konsisten dan lengkapnya analisa data o Tepat dan lengkapnya kesimpulan setiap satuan dan keseluruhan analisa data o Tepat dan jelasnya kesimpulan menjawab masalah penelitian/tujuan penulisan karya tulis : hipotesis yang diajukan o Tepat dan mengena implikasi yang dikemukakan serta saran yang diberikan o Tertata segala sesuatu, sifat penanganan penulisan yang bersungguh-sungguh 4. Contoh Karya Tulis Ilmiah o Laporan Penelitian Kunci dari laporan penelitian menurut Indra budi 0. Introduction 1. Rumusan masalah, literatur dan hipotesa 2. Methods Sampling, desain dan prosedur serta pengukuran 3. Result Statement of result tabel, figure 4. Conclusion, abstrack dan referenceo o o

ada beberapa jenis penyajian laporan penelitian diantaranya yaitu :

Menurut Edward P.J. Corbett bentuk penyajian laporan resmi yaitu : 1. Surat Penyerahan 2. Halaman Judul 3. Daftar isi

4. Daftar Ilustrasi, bagan dan grafik 5. Sari Laporan (abstrak) 6. Pengantar Laporan 7. Batang Tubuh Laporan 8. Daftar Kesimpulan 9. Daftar Saran 10. Lampiran-lampiran 11. Daftar Bacaan/acuan 12. Indeks Menurut Slamet Suseno (Teknik Penulisan Ilmiah Populer) dalam penulisan laporan penelitian sebagai berikut : 0. Judul 1. Abstrak/sari 2. Pendahuluan 3. Tubuh Utama (bahan metode penelitian, uraian pelaksanaan) 4. Penutup utama (hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan dan saran ucapan terima kasih) 5. Referensi atau acuan 5. Format Umum Penulisan KTI o Bagian Permulaan 0. Halaman Sampul Judul Jenis laporan (KTI, skripsi, tesis, disertasi) Nama, NIM Mahasiswa Lambang Institusi Nama Lengkap Universitas 1. Halaman logo 2. Halaman Judul (sama dengan halaman sampul) Penulisan judul jika lebih dari 1 baris maka ditulis seperti piramida terbalik 3. Halaman Persetujuan Persetujuan Pembimbing Pengesahan untuk para penguji 4. Kata Pengantar 5. Ucapan Terimakasih 6. Abstrak 7. Daftar Isi 8. Daftar tabel, gambar dan lampiran o Bagian Isi 0. Pendahuluan Latar belakang pengambilan topik Perumusan masalah Tujuan *Umum *Khusus Manfaat Penelitian

1. Kerangka Teori/Tinjauan Pustaka 2. Kerangka Konsep Diagram kerangka konsep Hipotesa Defenisi operasional 3. Metodologi Penelitian Rancangan/desain penelitian Populasi Pengambilan sampel Cara pengolahan data 4. Hasil Penelitian Penguraian hasil penelitian 5. Pembahasan Mebahas hasil penelelitian berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah dibuat 6. Kesimpulan 7. Saran

Demikian langkah-langkah Penyusunan Karya Ilmiah, dan disini ada beberap tips dalam menulis : 1. Lihat tulisan orang lain yang sejenis dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam tulisan 2. Simaklah kalimat orang lain tersebut baik untuk dijadikan contoh lalu dituliskan dengan kata sendiri 3. biarlah dulu masalah tata bahasa dan gaya bahasa, yang penting mulai menulis samapi selesai satu pargrarf 4. jangan takut memasukkan segala bahan, informasi, tabel gagasan, argumentasi dan kesimpulan sementara kedalam draff tulisan 5. Pengalaman menunjujkkan bahwa lebih mudah menghapus dan mengurangi dari pada menambahkan sesuatu kemudian.

sumber http://askep-askeb.blogspot.com/2009/07/langkah-langkah-penyusunan-karya-ilmiah.html

Sains (Science) dan Dominasi Positivisme By Syopiansyah JP & Ujang Maman. Sains (Science) dan Dominasi Positivisme Science secara harfiah berasal dari kata Latin scire yang berarti mengetahui. Karena itu, science dapat diartikan situasi atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science mengalami

perkembangan dan perubahan makna menjadi pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Dengan demikian, sains yang berarti pengetahuan berubah menjadi pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi. Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik. Menurut Encyclopedia Wikipedia, sains lebih bersifat pembuktian. Dengan mensyaratkan observasi, sains bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter sains paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik terhadap bendabenda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran psikologi behaviorisme klasik lainnya. Karakteristik sains yang bersifat fisik, empiris, observable, eksperimental, dan terukur telah melahirkan sains yang mendistorsi nilai dan berwatak sekular-materialistik. Pandanganpandangan positivisme telah mengukuhkan watak sains yang bertolak belakang dengan keyakinan agama. Meminjam ungkapan Al-Attas, sains cenderung mengakibatkan penolakan eksistensi Tuhan dan penciptaan, serta melahirkan budaya yang serba material (duniawi). Karena itu, tidak mengherankan, sains telah menyeret beberapa tokoh utamanya, seperti Laplase, Darwin, Freud, Durkheim, dan lain-lain ke dalam ateisme. Menurut hasil penelitian, lebih dari 60% fisikawan dunia adalah atheis. Charles Darwin tokoh evolusionisme biologis dalam biografinya menuturkan: Ketidak-percayaanku kepada Kristen sebagai agama wahyu merayap perlahan-lahan di atas dadaku, tapi sempurna. Pandangan epistemologi positivisme yang dasar-dasarnya diletakkan oleh tokoh klasik, August Comte, memang sangat menonjol dan memiliki pengaruh sangat meluas dalam sejarah ilmu pengetahuan. Comte, dalam bukunya Course de Philosophie Positive, mengemukakan pandangan dasarnya mengenai hukum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang. Menurut pandangannya, sejarah perkembangan intelektual manusia mengalami tiga tahapan yang semakin meningkat, yakni: jenjang teologi, metafisika, dan positif. Pada jenjang pertama manusia menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu kepada hal-hal adikodrati; pada jenjang kedua mengacu kepada hal-hal metafisik atau abstrak; sedangkan pada jenjang positif yang merupakan puncak perkembangan intelektual, manusia menjelaskan fenomena alam dan sosial dengan mengacu pada penjelasan ilmiah. Penjelasan atau hukum-hukum ilmiah, menurut pandangan positivisme, memiliki ciri-ciri: bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta, dan pengkajian harus mengarah pada kepastian dan kecermatan. Fakta sama sekali tidak terkait dengan nilai, apalagi dengan keyakinan religi. Tegasnya, secara epistemologis, ilmu hanya dibangun berdasarkan realitas indrawi, sama sekali tidak terkait dengan nilai. Pengkajian ilmiah, menurut Comte, hanya dapat dilakukan melalui: pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis. Pandangan epistemologi Barat yang bersifat antroposentrisme dengan mendistorsi nilai-nilai religi seperti nampak dalam positivisme menimbulkan ketidakpuasan, baik di kalangan

ilmuan muslim maupun ilmuan Barat. Syed Hossen Nasr memaparkan, banyak kalangan yang semakin menyadari bahwa aplikasi ilmu pengetahuan modern yang sebagian besar berasal dari Barat, baik langsung maupun tidak langsung, menimbulkan malapetaka lingkungan sangat nyata yang belum pernah terjadi sebelumnya. Al-Faruqi menjelaskan, sains yang bersifat sekulermaterialistik mengakibatkan ummat saat ini menghadapi masalah yang sangat berat dalam semua aspek. Masalah-masalah ekonomi, sosial, politik yang berpatokan pada standar keilmuan sekuler merupakan puncak gunung es dari krisis yang sangat mendalam pada tingkat intelektual dan moral. Di kalangan ilmuan-agamawan Barat juga terjadi ketidakpuasan. Bond menyesali bahwa Ilmu berkembang tanpa wisdom, Menurut Bond, masyarkat modern sejak abad ke-18 menderita akibat revolusi sekularisme, materialisme, dan atheisme. Ilmu steril dari nilai-nilai religi. Dalam bukunya yang terdiri dari 14 bab, ia mengusulkan perlunya internalisasi nilai ke dalam sainstek. Ia menegaskan: The comple secularization of science, education, industry, and society in the West and East will lead to ultimated disaster. (Sekularisasi sains, pendidikan, industri dan masyarakat di Barat dan Timur akan mendorong pada puncak kehancuran). Referensi; Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986) Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, terjemahan Saiful Muzani (Jakarta: Mizan, 1995) Mulyadi Kartanegara, Pengantar Epistemologi Islam (Jakarta: Mizan, 2003) Mulyadi Kartanegara, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003) Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993) Seyyed Hossein Nasr, The Need for the Sacred Science (Richmond: Curzon Press, 1993) Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge: Problems, Principles and Prospective (Hendron: The International Institute of Islamic Thought, 1988) Paul Bond,Introduction dalam Knowledge Without Wisdom, http://www.inspiredbooks.net/kww.htm, visited October 1, 2002 Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam) adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.[1] Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11) Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.

Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni. Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA). Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti[2]. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta).

Daftar isi[sembunyikan]

1 Cabang utama 2 Pendidikan ilmu pengetahuan alam di Indonesia o 2.1 Kedudukan ilmu pengetahuan alam (IPA) o 2.2 Hakekat Sains dan Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar o 2.3 Sains dalam kurikulum Sekolah Dasar 3 Lihat pula 4 Pranala keluar 5 Referensi

[sunting] Cabang utamaCabang-cabang utama dari ilmu alam adalah:

Astronomi Biologi Ekologi Fisika Geologi Geografi fisik berbasis ilmu Ilmu bumi Kimia

[sunting] Pendidikan ilmu pengetahuan alam di Indonesia[sunting] Kedudukan ilmu pengetahuan alam (IPA)

Ilmu berkembang dengan pesat, yang pada dasarnya ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Ilmuilmu alam membagi menjadi dua kelompok yaitu ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences) (Jujun. S. 2003). Ilmu alam ialah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit dan ilmu bumi (the earth sciences) yang mempelajari bumi kita.[sunting] Hakekat Sains dan Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar

Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit telah dijelaskan diatas merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik) dan life sciences (ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan life science meliputi anatomi, fisiologi, zoologi, citologi, embriologi, mikrobiologi. IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini adalah teknologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Wina-putra, 1992:122) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen. Mata pelajaran ini pula digunakan dalam UN dan UASBN[sunting] Sains dalam kurikulum Sekolah Dasar

Dari uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai Obyek, menggunakan metode Ilmiah sehingga perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu

mata pelajaran itu dimasuk ke dalam kurikulum suatu sekolah. Usman Samatowa (2006) menegemukakan empat Alasan sains dimasukan dikurikulum Sekolah Dasar yaitu:

Bahwa sains berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidangsains, sebab sains merupakan dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah sains. Orang tidak menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam. Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya sains diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan sendiri". Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian". Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?" Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini. Bila sains diajarkan melalui percobaan -percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak. maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Mata pelajaran ini mempunyai: nilai nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

[sunting] Lihat pula

Daftar disiplin akademik Sejarah ilmu Filsafat alam

[sunting] Pranala keluar

Ilmu-ilmu alam di Universitas Cambridge Sejarah Ilmu dan Teknologi Mutakhir Ulasan Buku-buku mengenai Ilmu Alam

[sunting] Referensi1. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal 11. 2. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal 11.

Karakter, Sains, Pendidikan Dunia pendidikan Indonesia mendapat sorotan tajam. Berbagai sorotan masyarakat yang ditujukan pada dunia pendidikan berhubungan dengan adanya kecenderungan sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh banyak pihak. Mulai dari merebaknya kasus kriminalitas, korupsi, kerusakan lingkungan sampai pada masalah keteladanan. Merosotnya moral dan kurangnya toleransi juga menjadi kritik tajam bagi dunia pendidikan. Dalam kurun waktu yang panjang, dunia pendidikan telah mendapat tempat dihati masyarakat sebagai "lentera dalam kegelapan". Hal ini dikarenakan adanya kesadaran bahwa pendidikan adalah kebutuhan manusia yang paling natural. Tiada seorang manusiapun yang dapat hidup tanpa adanya pendidikan. Dalam bentuknya yang sangat sederhana, setiap manusia memperoleh pendidikan dari lingkungan keluarga, kemudian melebar ke masyarakat atau komunitas sosialnya. Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi manusiawi manusia baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat. Pendidikan berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, meskipun dalam kondisi sulit, orang tua yang tetap berusaha dan mengupayakan anak dapat mencapai tingkat pendidikan minimal. Namun saat ini semakin banyaknya orang yang telah mengeyam pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, tidak mampu menahan lajunya kebutuhan dan kepentingan pribadi, sekelompok golongan sehingga menimbulkan berbagai macam kesenjangan pada berbagai lapisan. Pendidikan nasional kedepan diupayakan dapat diwarnai dengan tekanan atau mainstream pada pembentukan watak (character building) dan perilaku. Pendidikan karakter ini harus dimulai sejak usia dini, dimana rasa keingintahuan dan keberanian sangat tinggi. Anak dapat dengan lebih dini menyerap dan mengendapkan apa yang dipelajari, terlebih bila pendidikan dan pembelajaran yang dialami bersifat joyful learning. Dunia pendidikan, pengetahuan, teknologi dengan segala macam dan bentuk aplikasi telah berkembang dari masa ke masa. Saat ini seiring dengan pesatnya pengetahuan dan teknologi hampir semua dapat dilakukan dengan instan. Namun bagi dunia pendidikan hal tersebut merupakan suatu tantangan yang berat untuk mendampingi dan mengarahkan generasi mendatang dengan segala macam konsekuensi yang dihadapi. Generasi yang diharapkan dapat dibentuk bukanlah generasi yang instan yang dengan kepintaran, kepandaian serta pengetahuan yang dimilikinya dapat memperoleh sesuatu secara instan. Pembentukan karakter/ watak dapat melalui berbagai macam cara dan bentuk. Macam karakter yang akan dikembangkan melalui pendidikan juga sangat bervariasi. Menurut Prof. Djohar terdapat dua karakter yang dapat dikembangkan yaitu, a) karakter sosial, yang lebih cenderung dikembangkan melalui pendidikan sosial dan b) karakter sains yang lebih banyak dikembangkan melalui pendidikan IPA. Meskipun tidak menutup kemungkinan pada pendidikan IPA juga dapat dapat menyentuh dan mengembangkan karakter sosial, demikian pula sebaliknya. Hal ini dimungkinkan karena Pendidikan IPA Terpadu dengan karakteristik didalamnya bila diterapkan dengan benar dapat menyentuh berbagai nilai yang diperlukan dalam pembentukan karakter siswa, walaupun karakter sains cenderung lebih tampak.

Berikut beberapa yang berkaitan dengan Sains (IPA), Pendidikan IPA, dan Pendidikan Karakter A. Kekhasan Sains (IPA) Pengetahuan merupakan semua yang diketahui tentang suatu objek. Pengetahuan lahir sebagai akibat dari rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahu tersebut seseorang akan berusaha memenuhi keingintahuannya melalui berbagai cara sehingga terjawab permasalahan yang ingin diketahui. Oleh karena itu, pada siswa yang dalam dirinya penuh dengan rasa ingin tahu akan selalu haus akan penemuan jawaban dan berusaha mencari jawabannya. Namun demikian, dalam menjawab rasa ingin tahu, siswa harus selalu diarahkan pada jalur, metode dan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Sains (IPA) bersifat dinamis, artinya selalu mengalami perkembangan dan bertambah setiap saat, sehingga dengan mempelajari sains berarti secara tidak langsung kita mengikuti perkembangan zaman. Sains (IPA) memiliki hubungan dengan berbagai konsep dalam berbagai disiplin ilmu. Penguasaan sains diupayakan dapat utuh, menyeluruh sehingga tidak ada ketimpangan didalamnya. Seseorang yang menguasai sains tanpa memiliki filter dapat menyebabkan berbagai masalah yang pada akhirnya cukup kompleks. Sehingga pendidikan IPA Terpadu merupakan salah satu solusinya. Melalui IPA Terpadu yang bukan sekedar menggabungkan berbagai disiplin ilmu namun telah lebur menjadi satu kesatuan sehingga diharapkan siswa yang mempelajari sains dapat menjadi sosok ilmuwan maupun cendekiawan yang tidak kehilangan identitasnya. B. Pendidikan IPA Sebelum mengkaji mengenai pendidikan IPA, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pentingnya pendidikan dilakukan. Dari pertimbangan mengenai pendidikan, pada perkembangannya akan dikhususkan dalam pengertian dan perkembangan pendidikan menurut basis keilmuan masing-masing, dalam penulisan ini adalah pendidikan IPA. Dewey dalam Uyoh (2007) menyampaikan bahwa pendidikan itu penting karena: 1. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup karena ada anggapan bahwa pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan hidup. Menurutnya hidup adalah a self renewing process through action upon environment. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Adanya kelangsungan hidup karena adanya adaptasi. Kehidupan masyarakat tumbuh melalui proses transmisi seperti kehidupan biologis yang berlangsung melalui perantara atau alat komunikasi dalam bertindak, berpikir, dan merasakan dari yang lebih tua dengan yang muda. Maka untuk kelangsungan hidup diperlukan suatu usaha untuk mendidik anggota masyarakat agar nantinya pemenuhan kebutuhan tersebut akan terus berlangsung. Renewal of life tidak berlangsung secara otomatis tetapi tergantung pada banyak faktor seperti teknologi, seni, ilmu dan perwujudan moral kemanusiaan. 2. Pendidikan sebagai pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan suatu perubahan tindakan yang berlangsung terus menerus untuk mencapai

suatu hasil selanjutnya. Pertumbuhan terjadi karena adanya kebelummatangan. Dalam kebelummatangan tersebut anak memiliki kapasitas pertumbuhan potensi, yaitu kapasitas yang dapat tumbuh menjadi sesuatu yang berlainan, karena pengaruh yang datang dari luar. Cirinya adalah adanya ketergantungan dan plastisitas anak. Kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau ketergantungan anak terhadap orang lain. Ketergantungan tersebut haruslah dilihat sebagai pertumbuhan yang tersembunyi yang belum diolah. Fisik yang lemah diartikan sebagai suatu kebelummampuan dalam meniru lingkungan. Pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup, sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri dan pertumbuhan itu sendiri. 3. Pendidikan sebagai fungsi sosial Kelangsungan hidup terjadi karena adanya self renewal yang terjadi karena pertumbuhan. Lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan dan fungsi pendidikan merupakan a process of leading and bringing up. Pendidikan merupakan cara yang ditempuh masyarakat dalam membimbing anak yang belum matang menurut bentuk susunan sosial sendiri. Setiap tindakan anak selalu berhubungan dengan lingkungan dan dengan yang lainnya. Sekolah sebagai fungsi social mempunyai fungsi sebagai berikut 1) menyederhanakan dan menertibkan faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang, 2) memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada, 3) menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik daripada yang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik mereka untuk dikembangkan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: 1. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; 2. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; 3. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; 4. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh. Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak. Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam kenyataan, memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena mereka tak berminat menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran IPA di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien, dan efektif. C. Kekhasan Pembelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, (2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, (4) memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan

pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah. D. IPA TERPADU Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak (Atkinson, 1989:9). Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry, yaitu melibatkan siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa. Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil pengalamannya sendiri. Collins dan Dixon (1991:6) menyatakan tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut: integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the driving force in the curriculum. Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan program DAP yang dikemukakan Bredekamp (1992:7) dalam proses pembelajaran orang dewasa hendaknya menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi siswa sehingga siswa dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang otentik. Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa. Tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan makhluk hidup dan proses kehidupan. Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir abstrak. Selain itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya masih secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah dalam energi dan perubahannya, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif. Keterpaduan bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lain. Guru

dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun metodologi. b. Meningkatkan minat dan motivasi Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan. Pembelajaran IPA terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistimik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya. c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan. E. PEMBENTUKAN WATAK Pembentukan watak (character building) yang diharapkan dapat diserap dan diterapkan oleh siswa sejak usia dini. Pembentukan watak tidak lepas dari pendidikan karakter yang dialami oleh seorang anak (siswa) baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat maupun lingkungan di pendidikan formal. Kilpatrick dan Lickona merupakan pencetus utama pendidikan karakter yang percaya adanya keberadaan moral absolute dan bahwa moral absolute itu perlu diajarkan kepada siswa agar mereka paham betul mana yang baik dan benar. Lickona (1992) dan Kilpatrick (1992) juga Brooks dan Goble tidak sependapat dengan cara pendidikan moral reasoning dan values clarification yang diajarkan dalam pendidikan di Amerika, karena sesungguhnya terdapat nilai moral universal yang bersifat absolut (bukan bersifat relatif) yang bersumber dari agama-agama di dunia, yang disebutnya sebagai the golden rule. Contohnya adalah berbuat jujur, menolong orang, hormat dan bertanggungjawab.(dwi hastuti, 2002) Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Seperti kata Aristotle, karakter itu erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan. Menurut Wynne (1991) kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkaraktek jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domein affection atau emosi). Memakai istilah Lickona (1992) komponen ini dalam pendidikan karakter disebut desiring the good atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Menurut Lickona pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek knowing the good (moral knowing), tetapi juga desiring the good atau loving the good (moral feeling) dan acting the good (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Terdapat enam hal yang menjadi tujuan dari diajarkannya moral knowing yaitu: 1) moral awereness, 2) knowing moral values, 3) persperctive taking, 4) moral reasoning, 5) decision making dan 6) self-knowledge. Terdapat 6 (enam) hal pula yang merupakan aspek dari emosi (moral feeling) yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter yakni : 1) conscience, 2) self-esteem, 3) empathy, 4) loving the good, 5) self-control dan 6) humility. Perbuatan/tindakan moral (moral action) ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu : 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will) dan 3) kebiasaan (habit). Pembentukan watak/ karakter sering dikaitkan dengan ranah afektif. Ranah Afektif meliputi beberapa aspek kemampuan yang secara bertingkat meliputi (Krathwohl, 1964, Goodwin, 1973): 1. Kemampuan Menerima (Receiving). Kepekaan dalam menerima rangsang dari luar dalam bentuk masalah, situasi atau gejala. Kategori receiving ini terbagi dalam sub-kategori: a. Awareness b. Willingness to receiving c. Controlled or selected attention 2. Kemampuan Merespon (Responding). Reaksi yang diberikan terhadap stimulus yang datang dari luar atau keadaan dimana individu memberikan respon seperti biasanya terhadap rangsang. Taraf responding terdiri atas sub-kategori: a. Acquiescence in responding. b. Willingness to respond c. Satisfaction in response

3. Kemampuan Menilai atau Memaknakan (Valuing). Gambaran peningkatan internalisasi dan tingkah laku seseorang dalam memegang suatu nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Kategori ini terdiri atas sub-ketagori: a. Acceptance of a value. b. Preference for a value. c. Commitment. 4. Kemampuan Mengorganisasi (Organizing). Pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang dimilikinya. Tingkatan sub-kategori organizing meliputi: a. Conceptualization of a value. b. Organization of a value system. 5. Kemampuan Karakterisasi, meliputi sub-kategori: a. Generalized set b. Characterizing Di Indonesia, dimana agama di ajarkan di sekolah-sekolah negeri, kelihatannya pendidikan moral masih belum berhasil dilihat dari parameter kejahatan dan demoralisasi masyarakat yang tampak meningkat pada periode ini. Dilihat dari esensinya seperti yang terlihat dari kurikulum pendidikan agama tampaknya agama lebih mengajarkan pada dasar-dasar agama, sementara akhlak atau kandungan nilainilai kebaikan belum sepenuhnya disampaikan. Dilihat dari metode pendidikan pun tampaknya terjadi kelemahan karena metode pendidikan yang disampaikan dikonsentrasikan atau terpusat pada pendekatan otak kiri/kognitif, yaitu hanya mewajibkan siswa didik untuk mengetahui dan menghafal (memorization) konsep dan kebenaran tanpa menyentuh perasaan, emosi, dan nuraninya. Selain itu tidak dilakukan praktek perilaku dan penerapan nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam kehidupan di sekolah. Ini merupakan kesalahan metodologis yang mendasar dalam pengajaran moral bagi manusia. Karena itu tidaklah aneh jika dijumpai banyak sekali inkonsistensi antara apa yang diajarkan di sekolah dan apa yang diterapkan anak di luar sekolah. Dengan demikian peran orangtua dalam pendidikan agama untuk membentuk karakter anak menjadi amat mutlak, karena melalui orangtua pulalah anak memperoleh kesinambungan nilai-nilai kebaikan yang telah ia ketahui di sekolah. Tanpa keterlibatan orangtua dan keluarga maka sebaik apapun nilai-nilai yang diajarkan di sekolah akan menjadi sia-sia, sebab pendidikan karakter (atau akhlak dalam Islam) harus mengandung unsur afeksi, perasaan, sentuhan nurani, dan prakteknya sekaligus dalam bentuk amalan kehidupan sehari-hari. Menurut Dorothy Rich (1997) terdapat nilai (values), kemampuan (abilities) dan mesin dalam tubuh (inner engines) yang dapat dipelajari oleh anak dan berperanan amat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah dan di masa mendatang. Hal ini ia percaya dapat dipelajari dan diajarkan oleh orangtua maupun sekolah yang dinamakannya Mega skills, meliputi : 1. percaya diri (confidence); 2. motivasi (motivation); 3. usaha (effort); 4. tanggungjawab (responsibility),

5. inisiatif (initiative), 6. kemauan kuat (perseverence), 7. kasih sayang (caring), 8. kerjasama (team work), 9. berpikir logis (common sense), 10. kemampuan pemecahan masalah (problem solving), serta 11. berkonsentrasi pada tujuan (focus). Chicago Tribune dalam Megawangi (2002) bahwa US Departement of Health and Human Services menyebutkan beberapa faktor resiko tentang kegagalan sekolah pada anak. Faktor resiko tersebut bukan pada kemampuan kognitif anak melainkan pada kemampuan psikososial anak, terutama kecerdasan emosi dan sosialnya yang meliputi: 1. percaya diri (confidence), 2. kemampuan kontrol diri (self-control), 3. kemampuan bekerjasama (cooperation), 4. kemudahan bergaul dengan sesamanya (socializaation), 5. kemampuan berkonsentrasi (concentration), 6. rasa empati (empathy) dan 7. kemampuan berkomunikasi (communication). Dalam pendidikan karakter Lickona (1992) menekankan pentingya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. Ratna Megawangi sebagai pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun karakter mulia yang selayaknya diajarkan kepada siswa, yang kemudian disebut sebagai 9 pilar yaitu: 1. Cinta Tuhan dan kebenaran (love Allah, trust, reverence, loyalty) 2. Tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness) 3. Amanah (trustworthiness, reliability, honesty) 4. Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience) 5. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation) 6. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm) 7. Keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy, leadership) 8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty) 9. Toleransi dan cinta damai (tolerance, flexibility, peacefulness, unity) Melalui pembelajaran IPA Terpadu dengan berbagai karakteristik diatas, semua nilai-nilai yang diharapkan muncul sebagai hasil akhir pendidikan dan pembelajaran IPA Terpadu dapat muncul. Nilai tersebut menjadi timpang bila tidak diimbangi dengan penanaman konsep secara utuh. Sebaliknya

pemahaman konsep yang utuh dan menyeluruh tanpa disentuhkan dengan nilai akan mengakibatkan berbagai ketimpangan moral. Misal, melalui Pendidikan IPA terpadu yang melalui proses pembelajaran bukan hanya memberikan suatu konsep pada siswa, dapat muncul nilai cinta Tuhan dan kebenaran, dimana dalam pembelajaran ini siswa disentuhkan dan pada diri siswa muncul kesadaran segala sesuatu yang Tuhan ciptakan mempunyai makna, memiliki arti, memiliki peran masing-masing. Hal ini memberikan dampak pada pemikiran dan akhirnya diharapkan menyatu dengan diri mereka bahwa Tuhan Maha Esa, Tuhan Maha Besar, serta dalam melakukan suatu kegiatan mereka yang mengharuskan mengambil kesempatan hidup makhluk akan berpikir cermat dengan mempertimbangkan kemanfaatannya. Dalam melakukan sesuatu mereka akan berusaha melakukannya dengan benar karena Tuhan melihat semua yang dilakukannya, sehingga mereka selalu dapat mempertanggungjawabkan apa yang mereka lakukan. Pada pembelajaran IPA siswa telah terbiasa dan dibiasakan melakukan segala sesuatu menggunakan metode ilmiah, dilandasi oleh sikap ilmiah terlebih bila pembelajaran yang dilakukan telah benar-benar merupakan pendidikan yang terpadu. Melalui metode ilmiah dan menggunakan sikap ilmiah siswa telah ditanamkan berbagai nilai penting yang juga akan dibawa dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Amat disayangkan bila kesempatan membentuk sikap ilmiah dan karakter ilmiah ini lepas dari kegiatan pembelajaran IPA, dimana siswa hafal langkah urutan menggunakan metode ilmiah namun tidak dilandasi dengan sikap ilmiah. Berdasarkan uraian diatas, pembelajaran IPA Terpadu dapat menjadi salah satu alternatif pembentukan watak (karakter). Hal ini karena melalui pembelajaran IPA Terpadu siswa tidak hanya disentuhkan pada salah satu aspek saja dan mengabaikan aspek yang lain, melalui keterpaduan dalam membelajarkan IPA siswa disentuhkan dengan berbagai aspek kehidupan dengan tetap mengacu dan menekankan pada nilai, siswa tidak hanya sebagai robot yang diciptakan pandai, namun siswa juga memiliki hati nurani yang dapat membuka lembaran-lembaran babak baru. Hal ini selaras dengan konsep pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan siswa dengan kewibawaan pendidik. Pendidikan merupakan usaha penyiapan siswa menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsipprinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya. Diposkan oleh tata di 23:41

Pembelajaran IPAPosted on March 17, 2011 by BLOG GURU KEBONAGUNG

Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau Sains, antara lain sifat sains, model sains, dan filsafat sains. Pada saat setiap orang mengakui pentingnya sains dipelajari dan dipahami.

Pada umumnya siswa merasa bahwa sains sulit, dan untuk mempelajari sains harus mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang ilmuan. melalui pembelajaran dan pengembangan potensi diri pada pembelajaran IPA siswa akan memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menyesuaikan diri terhadap fenomena dan perubahan-perubahan di lingkungan sekitar dirinya, disamping memenuhi keperluan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran dan pengembangan potensi ini merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam memasuki dunia teknologi. pada era globalisasi. Meskipun demikian, pencermatan terhadap realitas di lapangan; pada mayoritas waktu dan tempat, pembelajaran IPA di sekolah dasar masih menunjukkan sejumlah kelemahan. kelemahan pembelajaran IPA pada mayoritas SD selama ini adalah bahwa pembelajaran tersebut lebih menekankan pada penguasaan sejumlah fakta dan konsep, dan kurang memfasilitasi siswa agar memiliki hasil belajar yang comprehensive. Keseluruhan tujuan dan karakteristik berkenaan dengan pendidikan IPA SD -sebagaimana tertuang dalam kurikulum- pada kegiatan pembelajaran secara umum telah direduksi menjadi sekedar pemindahan konsep- konsep yang kemudian menjadi bahan hapalan bagi siswa. Tidak jarang pembelajaran IPA bahkan dilaksanakan dalam bentuk latihan-latihan penyelesaian soal-soal tes, semata-mata dalam rangka mencapai target nilai tes tertulis evaluasi hasil belajar sebagai ukuran utama prestasi siswa dan kesuksesan guru dalam mengelola pembelajaran. Pembelajaran IPA yang demikian jelas lebih menekankan pada penguasaan sejumlah konsep dan kurang menekankan pada penguasaan kemampuan dasar kerja ilmiah atau keterampilan proses IPA. Oleh karena target seperti itu maka guru tidak terlalu terdorong untuk menghadirkan fenomena-fenomena alam betapa pun melalui alat peraga sederhana ke dalam pembelajaran IPA Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif, akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Ilmu Pengetahuan Alam (sains) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal ini berarti bahwa fisika harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata. Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak; memberikan kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya; mengembangkan potensisaintis yang terdapat dalam dirinya; memperbaiki. konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam; sambil membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang harus dikuasainya. Selain itu penilaian dalam pengajaran IPA harus dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (asesmen) yang adil, proporsional, transparan, dan komprehensif bagi setiap aspek proses dan hasil belajar siswa. Bobbi dePorter dalam Quantum Learning (1999:22-24) menginformasikan kepada Anda tentang pentingnya menciptakan suasana kelas sebagai tempat bermain sambil belajar yang aman dari caci maki dan ancaman serta bermakna bagi siswa. Marilah kita mencermati beberapa tonggak

belajar pada usia awal seorang anak yang normal dan sehat. Boleh jadi anak ini sangat mirip dengan Anda dahulu. Saat Anda merayakan ulang tahun pertama, mungkin Anda telah belajar berjalan suatu proses yang rumit baik secara fisik maupun mental yang hampir-hampir mustahil dapat dijelaskan dengan kata-kata atau diajarkan tanpa mendemons-trasikannya. Meskipun demikian, Anda dapat melakukannya walau dengan berkali-kali tersandung dan terjatuh. Mengapa demikian? Anda dapat mengingat dan membandingkannya dengan beberapa kasus ketika Anda menyerah mempelajari sesuatu yang baru setelah gagal satu atau dua kali. Jadi, mengapa justru pada saat kanak-kanak Anda mencoba dan mencoba lagi ketika Anda sedang belajar berjalan? Jawabannya adalah, bahwa Anda tidak mengenal konsep mengenai kegagalan. Untuk membantu, orangtua Anda Akhirnya, berbagai model, pendekatan atau strategi apapun dalam pembelajaran, harus disajikan guru dalam kemasan yang menarik sehingga membangun minat siswa untuk belajar. Jika guru,sudah menerapkan 3 prinsip strategi pembelajaran IPA, yaitu memahami konsep ilmiah, keterampilan ilmia dan nilai religius dengan model pembelajaran IPA yang menggugah selera belajar siswa, maka nilai akademis pun insya Allah akan diraih.

HAKIKAT PEMBELAJARAN FISIKA Oleh : Sigit Suryono, S.Pd, M.Pd Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk dapat memahami apa yang mengendalikan atau menentukan kelakukan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep dasar fisika melalui pemahaman. Pada dasarnya, fisika adalah ilmu dasar, seperti halnya kimia, biologi, astronomi, dan geologi. Ilmu-ilmu dasar diperlukan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan terapan dan teknik. Tanpa landasan ilmu dasar yang kuat, ilmu-ilmu terapan tidak dapat maju dengan pesat. Teori fisika tidak hanya cukup dibaca, sebab teori fisika tidak sekedar hafalan saja akan tetapi harus dibaca dan dipahami serta dipraktikkan, sehingga siswa mampu menjelaskan permasalahan yang ada. Pembelajaran Fisika adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical sciences) yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmu-ilmu biologi (biological sciences) yang objeknya adalah makhluk hidup dan lingkungannya. (Kemble, 1966: 7) Belajar merupakan upaya memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai unsur yang ada. Siswa yang belajar sebenarnya di dalam otak terdapat banyak konsep, terutama konsep awal tentang alam yang ada di sekitarnya. Melalui proses pembelajaran yang sistematis, maka konsep awal tersebut akan menghasilkan konsep yang benar dan tepat serta terarah.

Dalam belajar fisika, yang pertama dituntut adalah kemampuan untuk memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum, kemudian diharapkan siswa mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan intelektualnya. Belajar fisika yang dikembangkan adalah kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas, 2003: 1) Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid(sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut: 1. Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional. 2. Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Menurut Corey (Yusufhadi Miarso, 1986 : 195) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah-laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan. Dalam pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988: 1) bahwa segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan proses komunikasi. Komunikasi dalam pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik (interaksi edukatif) yang terjadi tidak dengan sendirinya tetapi harus diciptakan oleh guru dan siswa.

Unsur-unsur dalam proses komunikasi dapat di gambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Bagan Proses Komunikasi Model Claude Shannon (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2003: 33). Unsur-unsur dalam proses komunikasi meliputi : sumber pesan, pesan, transmisi/saluran, dan penerima pesan. Proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponenkomponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media, salurannya media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru. (Sadiman dkk, 2003: 11) Message (pesan) secara tradisional berupa tanda/ pola yang digunakan untuk komunikasi antara pengirim dan penerima. Desain pesan lebih banyak berhubungan dengan level mikro melalui unit-unit kecil seperti visual, urutan penyajian, halaman dan layar. Karakteristik lain desain pesan ialah bahwa disain haruslah bersifat spesifik baik dalam medianya maupun dalam tugas belajarnya. Hal ini berarti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan tergantung pada apakah medianya bersifat statis, dinamis, atau paduan keduanya (misalnya foto, film, atau grafis komputer), apakah tugasnya melibatkan pembentukan konsep atau sikap, keterampilan atau pengembangan strategi belajar, dan upaya mengingat. Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi yang disebut dengan barriers, atau noises. Hambatan tersebut antara lain (1) hambatan psikologis seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, inteligensi, pengetahuan, (2) hambatan fisik seperti misalnya kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera, dan cacat tubuh, (3) hambatan kultural seperti misalnya perbedaan adat-istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai kepanutan; (4) hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan sekitar (Sadiman dkk, 2003: 13). Selain hal tersebut hambatan-hambatan komunikasi yang mengakibatkan gangguan proses komunikasi yaitu gangguan berasal dari saluran (misal pesan yang disajikan dalam bentuk saluran visual, tetapi disampaikan dengan ceramah), dan gangguan dari penerima pesan (disebabkan oleh daya tangkap penerima yang rendah, tiadanya motivasi, rasa lelah dan mengantuk) (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2003: 33). Karena adanya berbagai jenis hambatan tersebut baik dalam diri guru maupun siswa, baik sewaktu meng-encode pesan maupun men-decode-nya, proses komunikasi belajar mengajar

seringkali berlangsung secara tidak efisien dan efektif. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu, dan lain-lain dapat dibantu dengan pemanfaatan media pembelajaran (Sadiman dkk, 2003: 13). Latuheru (1988: 2), mengemukakan bahwa dalam komunikasi interaksi edukatif terasa bahwa media pembelajaran sangat penting apabila dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan secara kualitas dan kuantitas. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sebagai proses komunikasi memerlukan media pembelajaran untuk menyampaikan pesan dan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Penggunaan media pembelajaran baik berupa modul tercetak, modul interaktif, ataupun elearning dimaksudkan untuk membantu terjadinya proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Salah satu media tersebut adalah program komputer dalam bentuk software pembelajaran berbantuan komputer untuk fisika. Program tersebut dibuat bukan untuk mengganti peran guru fisika atau mengganti kegiatan eksperimen fisika tetapi sebagai alat bantu guru dalam mengajar. Program tersebut dapat membantu memperjelas pemahaman siswa mengenai gejala alam dan peristiwa-peristiwa fisika yang masih abstrak sehingga tidak terjadi miskonsepsi. Reference : Arief S Sadiman, dkk. (2003). Media pendidikan, pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta : CV. Rajawali Pers. John D Latuheru. (1988). Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar masa kini. Jakarta : Depdikbud. Kemble, E. C. (1966). Physical science, its structure and development. Messachusetts : The M.I.T Press. Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2003). Teknologi pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo Sulistiyono. (1998). Efektivitas penggunaan media modul tercetak dan media transparasi serta media konvensional untuk pokok bahasan tata surya dalam pengejaran fisika kelas 2 SMU Negeri 1 Seyegan tahun ajaran 1997/ 1998. Skripsi. FPMIPA IKIP Yogyakarta. Yusufhadi Miarso. (1994). Definisi teknologi pendidikan: Satuan tugas definisi dan terminology AECT, Washington, D.C : AECT (buku asli diterbitkan tahun 1977)

Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai ketrampilan, diantaranya adalah ketrampilan membelajarkan atau ketrampilan mengajar. Ketrampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Beberap keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, meliputi: Pertama, keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuyk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik. Kedua, penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar, dan membina perilaku yang produktif. Ketiga, mengadakan variasi merupakan ketrampilan yang harus dikuasai guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan, memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran, memupuk perilaku positif peserta didik dalam pembelajaran, serta memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya. Variasi dapat dilakukan pada gaya mengajar, penggunaan media dan sumber belajar, pola interaksi, dan variasi dalam kegiatan pembelajaran. Keempat, menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta, dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Penjelasan dapat diberikan selama pembelajaran, baik di awal, di tengah, maupun di akhir pembelajaran. Penjelasan harus bermakna dan menarik perhatian peserta didik dan sesuai dengan materi standar dan kompetensi dasar. Penjelasan dapat diberikan untuk menjawab pertanyaan peserta didik dan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat kemampuan peserta didik. Kelima, membuka dan menutup pelajaran merupakan dua kegiatan rutin yang dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri pelajaran. Membuka dan menutup pelajaran yang dilakukan secara profesional

akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran diataranya adalah membangkitkan motivasi belajar, siswa memiliki kejelasan mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan, siswa memperoleh gambaran yang jelas mengenai pembelajaran yang akan berlangsung, siswa memahami hubungan antara pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya dengan hal-hal baru yang akan dipelajari, siswa dapat menghubungkan konsep-konsep atau genelalisasi dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pada akhirnya siswa mengetahui tingkat keberhasilannya terhadap materi yang dipelajari dan guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan atau efektifitas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Keenam, membimbing diskusi kelompok kecil yang bermanfaat agar siswa dapat berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah, meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam pembelajaran, meningkatkan ketrampilan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi, membina kerjasama yang sehat dalam kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab. Ketujuh, mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah kehangatan dan keantusiasan, tantangan, variasi, fleksibel, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin diri. Komponen keterampilan mengelola kelas adalah penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal, keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal, pengelolaan kelompok dengan cara peningkatan kerjasama dan keterlibatan siswa dan menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul, serta menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah. Kedelapan, mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik. Khusus dalam melakukan pembelajaran perorangan perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berfikir peserta didik, agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima oleh peserta didik. Penguasaan terhadap semua ketrampilan mengajar tersebut harus utuh dan terintegrasi, sehingga diperlukan latihan yang sistematis, misalnya dapat dilakukan melalui pembelajaran mikro.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2073899-langkah-langkahpembelajaran-kreatif-dan/#ixzz1qzBtxGwq

Menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya.1997 hlm.160-161 perencanaan pembelajaran dibagi menjadi dua tahap. Setiap tahapan meliputi langkah-langkah kerja khusus. Tahapan pertama pelaksanaan pembelajaran melalui lima tahap, tahapan ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penentuan tujuan instruksional. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang meliputi aspek-aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik yang telah ditentukan untuk jangka waktu satu semester. 2. Menyusun tabel spesifikasi satuan bahasan atau silabus. Tabel ini memuat satuan-satuan bahasan yang akan disampaikan 3. Pengecekan tabel spesifikasi/ silabus dan penentuan tujuan instruksional yang disesuaikan dengan Standat Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta pembagian waktu. 4. Penentuan alat untuk memeriksa hasil akhir belajar 5. Penentuan standar prilaku yang merupakan indikator tingkat penguasaan bahan oleh siswa. Tahap kedua, merencanakan satuan pelajaran yang memungkinka