hak untuk menyamai penawaran terbaik (right to match
TRANSCRIPT
Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match) Dalam Proyek
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) Yang Diprakarsai Oleh
Badan Usaha
Deystia Ayesha Rae, Bono Budi Priambodo.
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Depok, Jawa
Barat, Indonesia.
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pengadaan infrastruktur di Indonesia saat ini telah menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) di mana di sini Pemerintah bekerjasama dengan Badan Usaha dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum. Dalam skema KPBU di kenal suatu pengajuan proyek dengan prakarsa Badan Usaha di mana proyek tersebut tidak termasuk kedalam Rencana Induk Pemerintah, yang disebut sebagai Unsolicited Project. Dalam Unsolicited Project, dikenal suatu pemberian kompensasi terhadap Badan Usaha pemrakarsa yang salah satunya adalah pemberian Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik Right to Match saat ini dan bagaimana pengaturan hukum di Indonesia berkaitan dengan Right to Match dalam skema KPBU, serta permasalahan-permasalahan apa yang umum terjadi berkaitan dengan Right to Match didalam skema KPBU dan bagaimana cara mengatasinya. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan agar pembagian tanggung jawab risiko dalam skema KPBU diberikan kepada pihak yang dianggap paling bisa mengelolanya, dan Pemerintah dalam memberikan kompensasi Right to Match lebih melakukan pengawasan agar Badan Usaha tidak menerima keuntungan yang dapat merugikan masyarakat sebagai calon pengguna infrastruktur.
The Right to Bid by The Initiating Business Entity In Relation With The Best Bidder (Right to Match) in Public Private Partnership’s Unsolicited Project
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
Abstract
Infrastructure provision in Indonesia right now has adopted the Public Private Partnership (PPP) scheme where Government is in cooperation with private sector to build an infrastructure for public interest. In PPP scheme there is a project called Unsolicited Project in which the projects are not requested by Government or not in the Government’s Master Plan and usually originate from the private sector. In an Unsolicited Project, the private sector as proponent can receive an advantages, one of which is The Right to Bid by The Initiating Business Entity In Relation With The Best Bidder (Right to Match). This research aims to determine the current practice of Right to Match, how the legal arrangement in Indonesia relating to the Right to Match in PPP scheme, and the problems relating to the Right to Match in PPP scheme and how to handle it. This research is normative with descriptive. The result of this research suggest to allocate the risk in PPP scheme to those deemed most able to manage it, and Government in providing the Right to Match compensation to do more supervision to the private sector so they don’t receive benefits that can do harm to the communities as users of infrastructure.
Keywords: Public Private Partnership (PPP); Unsolicited Project; Right to Match.
Pendahuluan
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) di Indonesia sebagaimana diatur di
dalam Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, disebutkan bahwa KPBU merupakan suatu bentuk
kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk
kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,
yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengen memperhatikan
pembagian resiko diantara para pihak.1 Dalam skema KPBU terdapat proyek dimana Pemerintah
1 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur, Perpres No 38 Tahun 2015, Ps. 1 butir 6.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
sering mendapatkan proposal pengajuan penyediaan infrastruktur dari Badan Usaha, dimana
proposal ini memiliki ide-ide inovatif dan dapat membantu Pemerintah menemukan konsep untuk
proyek baru, proyek kerjasama ini disebut sebagai Unsolicited Project.2 Proposal Proyek
Kerjasama Unsolicited ini tidak di minta oleh Pemerintah dan biasanya diajukan oleh Badan
Usaha.
Dalam Proyek kerjasama Unsolicited, Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa proyek
kerjasama penyediaan insfrastruktur dengan kriteria yaitu:
a. Proyek tersebut tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan;
b. Terintegrasikan secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan;
c. Layak secara ekonomi dan finansial; dan
d. Tidak memerlukan dukungan pemerintah yang berupa kontribusi fiscal dalam bentuk
finansial.
Pemerintah terhadap Badan Usaha pemrakarsa KPBU memberikan suatu kompensasi atas
persetujuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang diberikan dalam bentuk:
a. Pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh per seratus);
b. Pemberian hak untuk menyamai penawaran terbaik (Right to Match) sesuai dengan hasil
penilaian dalam proses pelelangan; atau
c. Pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang lelang.
Dalam skema Right to Match pemrakarsa proyek diberikan wewenang untuk
menyesuaikan tawaran mereka dengan penawaran terendah yang diajukan investor lain. Pada
Proyek Kerjasama Unsolicited, rentan untuk terjadi nya praktek persaingan tidak sehat,
minimnya transparansi dan bahkan terjadinya kecurangan dan korupsi pada proposal kecuali
mereka bisa mendapatkan keuntungan dari adanya persetujuan transparansi dan tender yang
kompetitif. Oleh karena itu maka perlu untuk dibuatnya mekanisme untuk memastikan
adanya tender Proyek Kerjasama Unsolicited yang kompetitif untuk memastikan terpilihnya
investor yang terbaik, mekanisme ini meliputi pemeriksaan secara merinci proposal proyek
2 Jeffrey Delmon, Public Private Partnership Projects in Infrastructure An Essential Guide for
Policy Makers, (New York: Cambridge University Press, 2011), hlm. 46.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
Unsolicited untuk memastikan mereka dapat bekerja dengan baik, memiliki strategi yang
baik, dan proyeknya di minati.3
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa salah satu kompensasi yang diberikan kepada
pemrakarsa adalah hak untuk menyamai penawaran terbaik (Right to Match), pada umum nya
penyelenggaraan Proyek Kerjasama Unsolicited tetap akan diberikan kepada pemrakarsa
dikarenakan faktor pemberian Right to Match atau ketiadaan penawaran yang baik dari peserta
tender lain. Dengan kemungkinan diharuskannya melakukan studi teknis yang rumit terkait
proyek membuat peserta tender yang lain menjadi tidak tertarik terlebih dengan jangka waktu
yang ditentukan dan dana besar yang harus dikeluarkan untuk mengajukan proposal.4 Salah satu
faktor negatif dari Right to Match ini yaitu ada nya kekhawatiran bahwa dengan ada nya Right to
Match ini dapat meningkatkan dominasi peran swasta dalam penguasaan infrastruktur di
Indonesia sehingga dapat mengurangi peran Negara dan kepentingan publik menjadi hilang,5
maka dari itu perlu untuk diketahui bagaimana pada praktik nya Right to Match dilakukan.
Motivasi untuk dilakukannya proyek KPBU atau dikenal juga sebagai Public Private Partnership
ini bagi pemerintah adalah:
1) Untuk menarik investasi;
2) Untuk meningkatkan efisiensi dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif;
dan
3) Untuk mereformasi sektor-sektor yang ada melalui realokasi peran, insentif, dan
akuntabilitas.
Untuk dapat memanfaatkan sumber daya langka yang ada merupakan tantangan bagi
Pemerintah yang pada umumnya berakhir kurang baik, hal ini dikarenakan Pemerintah kurang
memiliki insentif untuk dapat menciptakan efisiensi yang terstruktur. Sebaliknya, pihak swasta
atau Badan Usaha melakukan investasi dengan tujuan yang jelas untuk mendapatkan profit yang
3 Delmon, Public Private Partnership Projects in Infrastructure An Essential Guide for Policy
Makers, hlm. 46
4 Hodges dan Dellaca, Unsolicited Infrastructure Proposal: How Some Countries Introduce Competition and Transparency An International Experience Review, hlm. 44
5 AntaraNews.com, “Menko Sofyan: Perpres KPS Jamin Konsistensi Kebijakan” http://www.antaranews.com/berita/479593/menko-sofyan-perpres-kps-jamin-konsistensi-kebijakan diakses pada 27 Agustus 2016.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
sebanyak-banyaknya yang dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi dalam investasi atau
pengerjaan proyek. Dalam proyek KPBU atau PPP ini Pemerintah dapat memberikan tugas
pengaturan efisiensi kepada pihak swasta atau Badan Usaha yang apabila dilakukan dengan benar
maka dapat mengurangi pengeluaran berlebihan bagi Pemerintah dan layanan yang lebih baik dan
lebih murah untuk konsumen.6
Penelitian ini di buat untuk mendalami secara mendetail bagaimana pada praktik nya hak
untuk menyamai penawaran terbaik proyek infrastruktur (Right to Match) tersebut terjadi,
kemudian mengetahui bagaimana pengaturan hukum di Indonesia mengatur mengenai Right to
Match ini, dan mengetahui cara agar kerangka hukum yang sudah ada dapat ditingkatkan untuk
mengantisipasi masalah-masalah atau isu-isu yang mungkin timbul terkait Right to Match ini.
Melalui penelitian dengan judul “Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match)
Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) yang Diprakarsai oleh
Badan Usaha” maka diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai judul
penelitian ini. Terdapat 3 (tiga) rumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana praktik yang terjadi saat ini mengenai hak untuk menyamai penawaran
terbaik pada proyek insfrastruktur yang diajukan oleh Badan Usaha.
2. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan hak untuk menyamai
penawaran terbaik dalam KPBU?
3. Bagaimanakah agar kerangka hukum tersebut dapat ditingkatkan guna mengantisipasi
permasalahan yang mungkin timbul terkait hak untuk menyamai penawaran terbaik?
Tujuan umum dari dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
secara jelas dan mendetail mengenai hak untuk menyamai penawaran terbaik (Right to Match)
proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam pengadaan infrastruktur. Sedangkan
tujuan khusus dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendetail
bagaimana pada prakteknya hak untuk menyamai penawaran terbaik pada proyek infrastruktur
(Right to Match) tersebut terjadi, mengetahui bagaimana pengaturan hukum di Indonesia
mengatur mengenai Right to Match ini, dan mengetahui cara agar kerangka hukum yang sudah
ada dapat ditingkatkan untuk mengantisipasi masalah-masalah atau isu-isu yang mungkin timbul
terkait Right to Match ini.
6 Asian Development Bank, Public-Private Partnership Handbook (Manila: Asian Development
Bank, 2006), hlm. 4.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
Tinjauan Teoritis
Proyek penyediaan infrastruktur yang diprakarsai oleh Badan Usaha yang untuk
selanjutnya disebut sebagai Unsolicited Project, merupakan proyek yang pada awalnya diajukan
oleh pihak Badan Usaha dan bukan merupakan proyek yang berasal dari Rencana Induk
Pemerintah. Unsolicited Proposal yang diajukan oleh Badan Usaha untuk Unsolicited Project
pada umumnya diajukan oleh Badan Usaha yang memiliki keterkaitan dengan dengan industri-
industri tertentu seperti perencana pembangunan, pengadaan barang dan jasa, serta investasi yang
menggunakan uang mereka untuk mengembangkan suatu proyek tertentu dan kemudian
mendekati Pemerintah untuk mendapatkan persetujuan atau perizinan yang dibutuhkan.7 Pada
proposal Unsolicited Project, proyek yang diajukan bisa sudah dalam bentuk perencanaan secara
menyeluruh atau hanya berupa ide atau konsep.8 Pengajuan proposal Unsolicited Project bagi
Pemerintah dapat memberikan pengetahuan dan ide-ide yang inovatif berkaitan dengan
penyediaan infrastruktur, hal ini dapat menjadi keuntungan bagi Pemerintah yang memiliki
sumber daya yang rendah dalam sektor tertentu sehingga pihak Badan Usaha dapat mengisi
kekosongan tersebut dengan penyelesaian masalah yang inovatif. Selain itu pihak Badan Usaha
juga dapat menyediakan informasi kepada Pemerintah terkait peluang komersial yang ada serta
minat pasar.9 Unsolicited Project saat ini telah menjadi tren global sebagai salah satu cara
penyediaan infrastruktur dan pada umumnya muncul pada saat Pemerintah mengalami suatu
permasalahan seperti kebutuhan yang mendesak untuk segera memanfaatkan sumber daya alam
baru yang muncul atau dibutuhkannya pembangunan infrastruktur kembali sesudah terjadinya
bencana alam, namun hal yang paling umum terjadi adalah kekurangannya pendanaan dalam
menyediaan infrastruktur. Apabila hal tersebut terjadi dan Pemerintah mengalami kekurangan
7 John T Hodges dan Georgina Dellaca, Unsolicited Infrastructure Proposal: How Some Countries Introduce Competition and Transparency An International Experience Review, (Washington: PPIAF, 2006), hlm. vii.
8 Laura Turley, Unsolicited Proposals in Infrastructure Procurement: A growing reality for governments, requiring robust management frameworks, (Canada: The International Institute for Sustainable Development, 2015), hlm. 2.
9 International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank, et al., Public-Private Partnerships Reference Guide Version 2.0, (Washington: World Bank, 2014), hlm. 196.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
pendanaan, sumber daya atau memiliki waktu yang terbatas untuk penyediaan infrastruktur maka
Unsolicited Project dapat menjadi jalan pintas untuk segera menjalankan penyediaan
infrastruktur.10
Unsolicited Project memiliki beberapa permasalahan yang umumnya ada pada persaingan
yang sehat dan transparansi, hal ini dikarenakan terkadang Pemerintah memberikan hak
penyediaan infrastruktur kepada Badan Usaha tertentu tanpa melalui proses pelelangan yang
transparan, hal ini dikarenakan seringkali Badan Usaha pemrakarsa berargumen bahwa mereka
adalah Badan Usaha yang memiliki Hak Kekayaan Intelektual atas konsep penyediaan
infrastruktur, merupakan satu-satu nya Badan Usaha yang tertarik untuk melakukan penyediaan
infrastruktur tersebut, dan dapat menghemat waktu serta dana bagi Pemerintah sebagai satu-
satunya sumber informasi mengenai prosedur atau metode-metode yang bisa digunakan dalam
penyediaan infrastruktur.11
Prosedur yang jelas terkait pengajuan Unsolicited Project dibutuhkan untuk menjamin ada
nya transparansi. Langkah awal yang dilakukan adalah Badan Usaha mengajukan proposal
Unsolicited Project dengan konten yang sesuai dengan yang dipersyaratkan, jika proposal
berhasil melewati penilaian awal maka Badan Usaha pemrakarsa akan diminta untuk
menyelesaikan studi-studi lain yang dibutuhkan sesuai kriteria KPBU. Apabila disetujui maka
pilihan bentuk kompensasi biasa nya ditentukan pada tahap ini. Pemerintah kemudian
mempersiapkan dokumen penawaran yang dibutuhkan berdasarkan proposal akhir, kemudian
menyelenggarakan pelelangan Badan Usaha pelaksana.12
Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik sebagai salah satu bentuk kompensasi yang
diberikan kepada Badan Usaha pemrakarsa atas Unsolicited Project yang diajukannya memiliki
latar belakang berawal dari berkembangnya partisipasi dari pihak Badan Usaha dalam penyediaan
infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU). Pada awal nya,
proyek-proyek direncanakan dan dikembangkan oleh Pemerintah dan pihak Badan Usaha hanya
10 Turley, Unsolicited Proposals in Infrastructure Procurement: A growing reality for goverments, requiring robust management frameworks, hlm. 2.
11 Hodges dan Dellaca, Unsolicited Infrastructure Proposal: How Some Countries Introduce Competition and Transparency An International Experience Review, hlm. vii
12 Ibid.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
ikut berpartisipasi dalam pendanaan dan pelaksanaan proyek tersebut, kemudian barulah
terkadang pihak Badan Usaha mengajukan proposal proyek penyediaan infrastruktur kepada
Pemerintah dimana proposal tersebut tidak dimintakan sebelum nya atau tidak masuk kedalam
Rencana Induk Pemerintah. Salah satu bentuk kompensasi yang paling sering diberikan oleh
Pemerintah kepada Badan Usaha pemrakarsa dalam pengajuan proposal Unsolicited Project
adalah Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match).13
Pengajuan proposal Unsolicited Project harus melalui Pra-studi Kelayakan seperti analisa
pasar serta pembiayaan serta aspek-aspek teknis yang terkait. Selain itu proposal harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk proposal Unsolicited Project seperti
persyaratan hukum, pengalaman-pengalaman dan kecakapan Badan Usaha terkait dengan proyek
yang akan dilaksanakan, kemudian terakhir perencanaan Badan Usaha dalam hal pembiayaan dan
pelaksanaan proyek di lapangan.14 Pemerintah kemudian akan melakukan persetujuan atas
proposal Unsolicited Project setelah dilakukannya pemeriksaan,15 apabila Pra-Studi Kelayakan
yang diajukan telah disetujui maka Badan Usaha pemrakarsa dapat memperoleh salah satu bentuk
kompensasi seperti Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match). Keuntungan dari
pemberian kompensasi kepada Badan Usaha pemrakarsa dalam bentuk Hak Untuk Menyamai
Penawaran Terbaik (Right to Match) bagi Pemerintah adalah mendorong pihak Badan Usaha
untuk mengajukan inovasi-inovasi dan insentif yang diberikan kepada Pemerintah terutama
dalam kondisi dimana Pemerintah kekurangan pengetahuan teknis dan kemampuan pendanaan
untuk dapat melakukan pengembangan proyek, dikarenakan pemberian kompensasi ini dapat
menarik pihak Badan Usaha untuk mengajukan inovasi tersebut dalam bentuk Unsolicited
Project. Kemudian keuntungan lain yang mungkin didapatkan adalah membantu
mengembangkan proyek-proyek potensial yang sebelum nya tidak termasuk ke dalam proyek
yang menjadi prioritas dari Pemerintah.16 Kerugian yang mungkin timbul dari pemberian
13 EY Building A Better Working World, “Swiss Challenge Procurement “
http://www.dif.mp.gov.in/ppp/pppgis2014/GIS_Swiss_Challenge_EY.pdf, diakses 30 Oktober 2016 14 Ibid. 15 Vivek Anggarwal, I.A.S, “Global Investor Summit 2014 PPP Under Swiss Challenge Method”
http://www.dif.mp.gov.in/ppp/pppgis2014/GIS_Swiss_Challenge_DIF.pdf, diakses 31 Oktober 2016.
16 EY Building A Better Working World, “Swiss Challenge Procurement “ http://www.dif.mp.gov.in/ppp/pppgis2014/GIS_Swiss_Challenge_EY.pdf, diakses 30 Oktober 2016.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
kompensasi dalam bentuk Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match) atau
dikenal juga sebagai sistem Swiss Challenge ini adalah sulit untuk dapat meningkatkan
persaingan, hal ini dikarenakan tinggi nya tingkat kerumitan dan upaya yang sulit untuk
mempersiapkan penawaran bagi para Badan Usaha peserta pelelangan, hal ini mengakibatkan
penawaran yang diberikan untuk menandingi penawaran milik Badan Usaha pemrakarsa menjadi
tidak terlalu memuaskan. Pada dasar nya tidak ada kerugian bagi pihak Badan Usaha dengan
diberikannya Hak Untuk Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match) karena ia merupakan
suatu bentuk kompensasi atau imbalan dengan diajukannya ide atau inovasi di dalam proposal
Unsolicited Project. Kompensasi atau imbalan ini lah yang menjadi keuntungan bagi Badan
Usaha pemrakarsa karena mereka dapat menyamai penawaran terbaik yang diajukan Badan
Usaha lain peserta lelang. Umum nya dalam praktik, pengadaan proyek akan diberikan kepada
Badan Usaha Pemrakasa yang mengajukan proposal proyek tersebut sebagai akibat dari
diterimanya kompenasi Hak Untuk Menyamai Penawaran terbaik (Right to Match) atau ketiadaan
Badan Usaha lain peserta lelang. Ada nya kemungkinan untuk menyusun studi teknis yang rumit
seperti Studi Kelayakan, hal tersebut dapat membuat Badan Usaha lain mundur atau tidak
berminta untuk ikut pelelangan dikarenakan waktu yang sempit serta kemungkinan pengeluaran
dana yang besar untuk mengajukan dokumen proposal untuk menyeimbangi proposal milik
Badan Usaha pemrakarsa.17
Berkaitan dengan pemberian kompensasi Hak Untuk Menyamai Penawaran (Right to
Match) dalam Unsolicited Project pada proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, di
Indonesia di atur di dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha, dimana dalam Perpres tersebut di atur mengenai 3 (tiga)
bentuk alternatif kompensasi yaitu:
a. Pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh per seratus);
b. Pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha pemrakarsa terhadap
penawaran terbaik (Right to Match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses
pelelangan; atau
17 Hodges dan Dellaca, Unsolicited Infrastructure Proposal: How Some Countries Introduce
Competition and Transparency An International Experience Review, hlm. 34.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
c. Pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang lelang.
Pilihan bentuk kompensasi di atas akan diberikan kepada Badan Usaha pemrakarsa dari
Unsolicited Project, dimana Unsolicited Project ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 38
Tahun 2015 memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan;
b. Layak secara ekonomi dan finansial; dan
c. Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai
untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur.
Metode Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis normative, yang menekankan pada
penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan hasil wawancara dengan
narasumber dan informan.
Tipe penelitian untuk penelitian ini adalah deskriptif karena memberikan data yang
menjelaskan, memaparkan dan menggambarkan keadaan secara teliti. Disini keadaan yang
dipaparkan adalah terkait praktik yang terjadi terkait hak untuk menyamai penawaran terbaik
pada proyek infrastruktur (Right to Match) di Indonesia dan bagaimana pengaturan hukum yang
sudah berlaku mengatur mengenai hal tersebut.
Pendekatan yang akan dilakukan di dalam penelitian ini adalah pendekatan secara normatif.
Pendekatan normatif dilakukan dengan mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan literature
peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan sebagai penelaahan hukum
terhadap kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis.
Data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer disini yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan yang berkaitan
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
dengan permasalahan yang ada. Sedangkan pada data sekunder bahan hukum yang akan
dipergunakan adalah:
1) Bahan hukum primer, yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-
undangan berupa Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal
yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer serta implementasinya, yang berupa
buku-buku yang membahas mengenai Public Private Partnership atau Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder.
Hasil Penelitian
Hasil yang di dapat dari penelitian ini adalah diketahui bahwa pada Unsolicited Project
dalam skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU), rentan untuk terjadi nya
permasalahan-permasalahan seperti risiko-risiko yang mungkin timbul terkait dengan
pengembangan proyek KPBU beserta pembagian tanggung jawab atas risiko tersebut, penarikan
minat investor untuk mau terlibat di dalam proyek Penyediaan Infrastruktur, pengaturan
manajemen asset infrastruktur yang dianggap buruk, serta proses penyediaan lahan yang
lambat.18
Pemberian kompensasi dalam bentuk Right to Match juga dikhawatirkan dapat
menyebabkan timbul nya permasalahan seperti bertentangan dengan tujuan awal atau prinsip-
prinsip dari skema KPBU dikarenakan dengan pemberian suatu kompensasi Right to Match maka
18 Centre For Strategic And International Studies Economic Research Institute for ASEAN and East
Asia, “Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Pembangunan Infrastruktur di Indonesia” http://eternitycctv.com/csis/wp-content/uploads/2016/09/HLN-ID-Pembangunan-Infrastruktur.pdf, diakses 16 Desember 2016.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
ada suatu pemberian keuntungan kepada pihak Badan Usaha pemrakarsa proyek yang
memberikan Badan Usaha tersebut kelebihan apabila dibandingkan dengan Badan Usaha lain
peserta lelang proyek. Pemberian kelebihan tersebut apabila disalahgunakan maka dikhawatirkan
dapat menyalahi beberapa prinsip dalam skema KPBU seperti kemungkinan hilang nya unsur
persaingan dalam proses pengadaan Badan Usaha pelaksana dikarenakan dengan ada nya
pemberian kompensasi Right to Match kepada Badan Usaha pelaksana, hal tersebut dapat
menimbulkan penurunan minat Badan Usaha kompetitor untuk ikut mengajukan proposal proyek
karena Badan Usaha tersebut berpikir kemungkinan mereka untuk memenangkan lelang proyek
akan menjadi lebih kecil. Selain itu penulis melihat bahwa pada pemberian kompensasi Right to
Match dalam Unsolicited Project seringkali dalam penerapan prinsip efisiensi nya prinsip efektif
menjadi terlanggar.
Pembahasan
Skema KPBU dalam penyediaan infrastruktur di Indonesia sebelum nya diatur di dalam
Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur dan kemudian diubah menjadi Peraturan Presiden No. 13 Tahun
2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan selanjutnya diubah lagi
menjadi Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur. Kemudian pada tahun 2015 dikeluarkan Peraturan Presiden No. 38
Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur, dimana dalam Peraturan Presiden tersebut terdapat beberapa hal baru yang
menjawab permasalahan-permasalahan yang selama ini dihadapi dalam proses KPBU untuk
mempercepat Penyediaan Infrastruktur seperti pengadaan tanah dan penjaminan.19
19 Trias Melia, “Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Percepatan Penyediaan
Infrastruktur,” Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian – Republik Indonesia Tinjauan Ekonomi & Keuangan (April 2015), hlm. 15.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 menyebutkan bahwa KPBU memiliki tujuan untuk:
i. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
ii. Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat
sasaran, dan tepat waktu;
iii. Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip usaha sehat;
iv. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima,
atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna;
dan/atau
v. Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh Pemerintah
kepada Badan Usaha.20
Berbagai permasalahan yang umum nya terjadi dalam proyek KPBU berkisar kepada ada
nya tingkat pengembalian yang lambat, keterbatasan pembiayaan dari pihak pemberi pinjaman,
pembebasan lahan yang lama, penyiapan proyek yang belum matang, regulasi yang sering
berubah dan kurang adaptif, tata kelola dan kelembagaan yang belum mencerminkan Good
Investment Governance, perbedaan persepsi antara Pemerintah dan Badan Usaha, kapasitas
regulator dan PJPK yang belum maksimal, pembagian dan identifikasi risiko yang belum
terpetakan secara maksimal, serta koordinasi yang kurang produktif karena luas nya rentang
koordinasi dan pembuat keputusan yang berujung kepada lambatnya proyek dengan skema
KPBU.21
Pemberian kompensasi kepada Badan Usaha Pemrakarsa dalam skema KPBU pun harus
tetap memenuhi prinsip-prinsip KPBU, seperti contoh pemberian kompensasi berupa Hak Untuk
Menyamai Penawaran Terbaik (Right to Match), sebab pemberian kompensasi seringkali
20 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur, Perpres No. 38 Tahun 2015, Ps. 3.
21 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, “Kementerian PUPR Mendorong KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur”, http://www.pu.go.id/berita/10800/Kementerian-PUPR-Mendorong-KPBU-Dalam-Penyediaan-Infrastruktur, diakses 13 Desember 2016.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
menyebabkan timbul nya permasalahan seperti bertentangan dengan tujuan awal atau prinsip-
prinsip dari skema KPBU dikarenakan dengan pemberian suatu kompensasi Right to Match maka
ada suatu pemberian keuntungan kepada pihak Badan Usaha pemrakarsa proyek yang
memberikan Badan Usaha tersebut kelebihan apabila dibandingkan dengan Badan Usaha lain
peserta lelang proyek, yang apabila disalahgunakan maka dikhawatirkan dapat menyalahi
beberapa prinsip dalam skema KPBU seperti kemungkinan hilang nya unsur persaingan dalam
proses pengadaan Badan Usaha pelaksana dikarenakan dengan ada nya pemberian kompensasi
Right to Match kepada Badan Usaha pelaksana, hal tersebut dapat menimbulkan penurunan minat
Badan Usaha kompetitor untuk ikut mengajukan proposal proyek karena Badan Usaha tersebut
berpikir kemungkinan mereka untuk memenangkan lelang proyek akan menjadi lebih kecil.
Dalam pemberian kompensasi Right to Match perlu dilihat apakah dengan pemberian kompensasi
ini maka dapat menimbulkan kemungkinan ada nya pelanggaran terhadap tujuan dari skema
KPBU sehingga nilai efektifitas KPBU menjadi hilang, sebab seringkali dalam rangka
menerapkan prinsip efisiensi justru prinsip efektif nya menjadi terlanggar. Seringkali dikarenakan
prinsip efisien berkaitan dengan pendanaan proyek maka disalahartikan sebagai suatu
pengurangan pembiayaan seminimal mungkin untuk memperoleh suatu hasil tertentu yang
menguntungkan bagi Badan Usaha sebagai pelaksana proyek, maka dari itu disinilah seringkali
prinsip efektif terlanggar, dikarenakan apa yang dianggap sebagai pengurangan biaya untuk
memperoleh hasil tertentu yang menguntungkan tersebut dapat bertentangan dengan apa yang
dianggap menguntungkan bagi masyarakat selaku pengguna infrastruktur. Apabila ini terjadi
maka dapat dikatakan bahwa permasalahan yang ada dalam proyek KPBU berkaitan dengan
prinsip efisien dan efektif nya adalah seringkali dalam pemenuhan prinsip efisien, prinsip efektif
menjadi tidak terpenuhi. Pihak Badan Usaha pelaksana sebagai pihak yang menjalankan proyek
rentan untuk melanggar prinsip efektif demi tercapai nya prinsip efisien, hal ini dilatarbelakangi
oleh motif yang melatarbelakangi keputusan masing-masing, dimana Pihak Badan Usaha
cenderung untuk selalu mencari keuntungan sebanyak-banyak nya dari layanan dan produk yang
diberikan kepada publik sehingga tujuan yang dicari adalah laba maksimum, sementara
Pemerintah cenderung untuk melakukan tindakan didasarkan sebagai wujud pertanggung
jawaban kepada masyarakat sehingga tujuan yang dicari adalah ketersediaan pelayanan publik
yang berkualitas.22 Proyek infrastruktur KPBU ini harus dibangun sesuai dengan kebutuhan
22 Indonesia Infrastructure Guarantee Fund, Optimisme KPS di Indonesia, (Jakarta: Indonesia
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
masyarakat sebagai pengguna infrastruktur dengan cara yang paling efektif dengan penggunaan
dana yang efisien.23 Penerapan prinsip efisien dalam skema KPBU dapat membantu meringankan
tekanan kepada pengeluaran dana publik dan defisit sekaligus berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi yang lebih stabil dan meningkatkan transparansi terkait pengeluaran dana publik, hal ini
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan Value for Money.24 Value for Money dapat digunakan
sebagai standar apakah prinsip efisien telah diterapkan dengan baik atau tidak.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam proyek Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) maupun di dalam pemberian kompensasi berupa Right
to Match, diketahui bahwa kunci dari keberhasilan proyek KPBU bergantung kepada hal-hal
sebagai berikut:
i. Komitmen
Keberhasilan proyek KPBU bergantung kepada bagaimana setiap pihak dapat
memberikan dukungan penuh mulai dari masa-masa persiapan hingga pelelangan
dan pengawasan operasional operasional. Berkaitan dengan komitmen terdapat 3
(tiga) hal yang dapat menjadi pembelajaran berharga di dalam KPBU:
a. Visi yang jelas mengenai peran KPBU di dalam pembangunan infrastruktur
b. Kualitas proyek KPBU yang baik
c. Persepsi positif mengenai KPBU dari semua pihak terkait;
ii. Pengelolaan KPBU Yang Efektif
Pemerintah sebagai penanggung jawab proyek memiliki peran besar dalam
menentukan arah kebijakan serta regulasi yang mendukung skema KPBU mulai dari
persiapan hingga pelelangan. Pihak Badan Usaha juga dapat tertarik untuk
mengikuti lelang KPBU jika skema KPBU dapat berjalan dengan lancar dan penuh
dengan kepastian. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi kunci dari pengelolaan
KPBU yang efektif, yaitu:
Infrastructure Guarantee Fund, 2013), hlm. 40.
23 GHD Pty Ltd, Policy Brief Unsolicited Proposals Final Draft as of September 20, 2012 (Canberra: GHD Pty Ltd, 2012), hlm. 13.
24 PriceWaterhouse Coopers, Delivering the PPP promise A review of PPP issues and activity, hlm. 6.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
a. Kerangka hukum yang kuat terkait KPBU
b. Standarisasi model KPBU dengan tolak ukur yang jelas
c. Efektifitas dan kapasitas institusi Pemerintah;
iii. Eksekusi Yang Baik
Sistem perencanaan dalam persiapan proyek harus dibuat dengan baik. Salah satu
nya Studi Kelayakan, dimana Studi Kelayakan menggambarkan model bisnis yang
ditawarkan oleh Badan Usaha menjadi penting. Studi Kelayakan sebaiknya dibuat
dengan baik dan mencakup seluruh aspek terkait implementasi proyek mulai dari
pra-konstruksi, konstruksi, hingga masa operasional. PJPK perlu untuk memiliki
Sumber Daya Manusia yang baik untuk menjadi tim pelelangan KPBU, sehingga
proses lelang KPBU memiliki struktur pengerjaan serta implementasi yang baik dan
transparan. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi pembelajaran penting dari sisi
eksekusi yang baik, yaitu:
a. Rencana bisnis yang kuat, menarik, dan alokasi risiko yang jelas
b. Proses lelang yang jelas dan transparan
c. Kontrol yang efektif dan ada nya proses umpan balik.25
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan bab-bab sebagaimana dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Proyek penyediaan infrastruktur yang diprakarsai oleh Badan Usaha atau disebut
juga sebagai Unsolicited Project merupakan proyek yang diajukan oleh Badan
Usaha dan bukan berasal dari Rencana Induk Pemerintah, yang berisi ide-ide dan
inovasi dari Badan Usaha kepada Pemerintah untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Badan Usaha
25 PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Panduan Penyelenggaraan Kerjasama Pemerintah-
Swasta (KPS) Dalam Penyediaan Infrastruktur, hlm. 34.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
pemrakarsa yang mengajukan proposal Unsolicited Project akan diberikan beberapa
pilihan kompensasi dalam bentuk pemberian poin bonus, hak untuk menyamai
penawaran terbaik (Right to Match), dan pembelian konsep proyek dari Badan
Usaha pemrakarsa. Pemberian kompensasi Right to Match disini memberikan hak
kepada Badan Usaha pemrakarsa untuk menyamai penawaran yang diberikan Badan
Usaha kompetitor peserta pelelangan pengadaan Badan Usaha pelaksana proyek
apabila penawaran tersebut dinilai lebih baik dari penawaran Badan Usaha
pemrakasa.
2. Hak Untuk Menyamai Penawaran (Right to Match) diatur sebagai salah satu bentuk
kompensasi yang diberikan kepada Badan Usaha pemrakarsa di dalam proyek
dengan prakarsa Badan Usaha (Unsolicited Project). Right to Match pertama kali
diperkenalkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dimana
sebelumnya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tidak mengatur mengenai
pemberian kompensasi dalam bentuk Right to Match. Right to Match ini diatur lagi
di dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Saat ini Peraturan Presiden Nomor
38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur kembali mengatur mengenai kompensasi dalam bentuk
Right to Match.
3. Permasalahan-permasalahan yang umum nya timbul dalam penyelenggaraan
penyediaan infrastruktur dengan skema KPBU adalah risiko-risiko yang mungkin
timbul di dalam proyek KPBU, manajemen asset infrastruktur untuk jangka
panjang, lambat nya pembebasan tanah untuk proyek KPBU, dan minat Badan
Usaha yang rendah untuk terlibat di dalam proyek KPBU. Sedangkan permasalahan
yang umum nya timbul dalam pemberian kompensasi Right to Match adalah
berkaitan dengan efektifitas dan efisiensi proyek KPBU serta peningkatan dominasi
peran Badan Usaha. Peningkatan dominasi peran Badan Usaha ini dikarenakan
pemberian kompensasi Right to Match dikhawatirkan dapat menurunkan minat
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
Badan Usaha lain untuk ikut mengajukan penawaran di dalam Pelelangan karena
beranggapan bahwa mereka tidak memiliki peluang untuk menang dalam
Pelelangan karena Badan Usaha pemrakarsa telah memiliki kompensasi Right to
Match tersebut. Selain itu penulis menyimpulkan bahwa permasalahan yang ada
dalam Unsolicited Project yang termasuk didalamnya pemberian kompensasi Right
to Match adalah dalam rangka penerapan prinsip efisien terkadang prinsip efektif
menjadi tidak terpenuhi.
Saran
Penulis memberikan saran-saran yang dapat dilakukan untuk meminimalisir permasalahan-
permasalahan yang mungkin timbul dalam proyek KPBU dan pemberian kompensasi berupa
Right to Match sebagai berikut:
1. Pembagian tanggung jawab risiko di dalam proyek KPBU harus dilakukan dengan
mempertimbangkan pemberian tanggung jawab kepada pihak yang di anggap paling
bisa mengelola risiko tersebut, hal ini ditujukan agar proyek KPBU dapat tetap
berjalan dengan baik walaupun risiko tersebut benar-benar terjadi, dan penerapan
prinsip efektif dan efisien dapat tercapai.
2. Agar prinsip efektif dan efisien dapat tercapai maka Pemerintah perlu memastikan
bahwa suasana persaingan yang kompetitif tetap ada agar Badan Usaha peserta
lelang dapat memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk tercapainya tujuan dari
skema KPBU dalam rangka penyediaan layanan publik yang menguntungkan bagi
setiap lapisan masyarakat.
3. Dalam proyek dengan skema KPBU diperlukan suatu kejelasan prosedur dan
transparansi untuk menghindari permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul
dalam proyek dengan skema KPBU. Selain itu perlu dipastikan juga bahwa calon
Badan Usaha Pelaksana baik itu Badan Usaha pemrakarsa atau bukan memiliki
keahlian yang dibutuhkan sesuai dengan proyek KPBU.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
Kepustakaan
Peraturan
Indonesia. Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur. Perpres No. 38 Tahun 2015.
Buku
Delmon, Jeffrey. (2011). Public Private Partnership Projects in Infrastructure An Essential
Guide for Policy Makers. New York: Cambridge University Press.
Hodges, John T dan Georgina Dellaca. (2006). Unsolicited Infrastructure Proposal: How Some
Countries Introduce Competition and Transparancy An International Experience Review.
Washington: PPIAF.
Turley, Laura. (2015). Unsolicited Proposals in Infrastructure Procurement: A growing reality
for governments requiring robust management frameworks. Canada: The International
Institute for Sustainable Development.
International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. et al. (2014). Public-
Private Partnerships Reference Guide Version 2.0. Washington: World Bank.
Asian Development Bank. (2006). Public-Private Partnership Handbook. Manila: Asian
Development Bank.
Indonesia Infrastructure Guarantee Fund. (2013). Optimisme KPS di Indonesia. Jakarta:
Indonesia Infrastructure Guarantee Fund.
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). (2014). Panduan Penyelenggaraan Kerjasama
Pemerintah-Swasta (KPS) Dalam Penyediaan Infrastruktur. Jakarta: PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero).
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017
GHD Pty Ltd. (2012). Policy Brief Unsolicited Proposals Final Draft as of September 20, 2012.
Canberra: GHD Pty Ltd.
PriceWaterhouse Coopers. (2005). Delivering the PPP promise A review of PPP issues and
activity. London: PriceWaterhouseCoopers.
Majalah
Melia, Trias. (April 2015). “Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Percepatan
Penyediaan Infrastruktur,” Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian – Republik
Indonesia Tinjauan Ekonomi & Keuangan, hlm. 15.
Internet
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. “Kementerian PUPR
Mendorong KPBU Dalam Penyediaan Infrastruktur”
http://www.pu.go.id/berita/10800/Kementerian-PUPR-Mendorong-KPBU-Dalam-
Penyediaan-Infrastruktur. Diakses 13 Desember 2016.
Centre For Strategic And International Studies Economic Research Institute for ASEAN and East
Asia. “Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Pembangunan Infrastruktur di Indonesia”
http://eternitycctv.com/csis/wp-content/uploads/2016/09/HLN-ID-Pembangunan-
Infrastruktur.pdf. Diakses 16 Desember 2016.
EY Building A Better Working World. “Swiss Challenge Procurement”
http://www.dif.mp.gov.in/ppp/pppgis2014/GIS_Swiss_Challenge_EY.pdf. Diakses 30
Oktober 2016
I.A.S, Vivek Anggarwal. “Global Investor Summit 2014 PPP Under Swiss Challenge Method”
http://www.dif.mp.gov.in/ppp/pppgis2014/GIS_Swiss_Challenge_DIF.pdf. Diakses 31
Oktober 2016.
AntaraNews.com. “Menko Sofyan: Perpres KPS Jamin Konsistensi Kebijakan”
http://www.antaranews.com/berita/479593/menko-sofyan-perpres-kps-jamin-konsistensi-
kebijakan. Diakses 27 Agustus 2016.
Hak untuk ..., Deystia Ayesha Rae, FH UI, 2017