haji berulang telaah hadis haji lebih dari...

108
HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Mutmainnah NIM: 1112034000040 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M.

Upload: lamthu

Post on 14-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

HAJI BERULANG

TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Mutmainnah

NIM: 1112034000040

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 2: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih
Page 3: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih
Page 4: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih
Page 5: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

iv

Pedoman Transliterasi

Transliterasi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada

Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali

diterbitkan pada tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan Library

Congress (LC).

A. Konsonan Tunggal danVokal

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ط A A اṬ Ṭ

ظ B B بẒ Ẓ

ع T T ت‘ ʻ

غ Ts Th ثGh Gh

ف J J جF F

ق Ḥ Ḥ حQ Q

ك Kh Kh خK K

ل D D دL L

م Dz Dh ذM M

ن R R رN N

و Z Z زW W

H H ه S S س

’ ’ ء Sy Sh ش

ي Ṣ Ṣ صY Y

H H ة Ḍ Ḍ ض

Page 6: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

v

Vocal Panjang

وَ Ā Ā ا َُ Ū Ū أ

Ī Ī إِيَ

B. KonsonanRangkapKarenaSyaddah.

Mu’assasah مؤسسة

Muta‘addidah متعددة

C. Tā’ Marbūṭah.

Ṣalāh Bila dimatikan صالة

Mir’āt al-Zamān Bila Iḍāfah مرأة الزمان

D. Singkatan.

Swt : Subḥānahū wa ta‘ālā

Saw : Ṣallā Allāhu ‘alayh wa sallam

M : Masehi

H : Hijriyah

QS : Qur’ān Sūrat

HR : Hadis Riwayat

W : Wafat

Page 7: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

vi

ABSTRAK

Mutmainnah

Haji Berulang; Telaah Hadis Haji Lebih dari Sekali

Skripsi ini membahas hadis-hadis perintah melaksanakan haji. Dalam

hadis-hadis itu, disebutkan haji diwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup.

Sedangkan haji yang kedua dan setelahnya adalah sunnah. Hadis-hadis perintah

melaksanakan haji ini dibaca dan dipahami menggunakan metode pemahaman

hadis Ali Mustafa Yaqub yang tertuang dalam karyanya Al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fi

Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah, yang diantara metodenya adalah memahami

hadis dengan melihat majaz dalam hadis, sabab al-Wurūd dalam hadis serta al-

Ḥalah al-Ijtimā‘iyah (kondisi sosial) dalam hadis.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka. Sumber data

dalam penelitian ini adalah hadis-hadis perintah melaksanakan haji yang terdapat

dalam Kutub al-Aḥādīs al-Aṣliyah. Dalam memahami hadis ini dibantu dengan

menggunakan kitab-kitab syaraḥ hadis, seperti Fatḥ al-Bārī bi Syarḥ Ṣaḥīḥ al-

Bukhārī, ‘Umdah al-Qārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan ‘Aun al-Ma‘būd Syarḥ

Sunan Abū Dawūd.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa melaksanakan haji lebih dari sekali

pada masa sekarang tidak dianjurkan. Justru yang menjadi anjuran adalah agar

umat Islam, khususnya di Indonesia melaksanakan haji sekali seumur hidup. Hal

ini bertujuan agar orang yang belum melaksanakan haji memiliki peluang yang

lebih besar untuk melaksanakan haji. Biaya yang seharusnya digunakan untuk

berhaji akan lebih baik digunakan untuk kepentingan sosial seperti menyantuni

anak yatim dan membantu fakir miskin.

Kata kunci: Haji berulang, kondisi sosial

Page 8: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kepada Allah Swt., karena atas

pertolonganNya lah skripsi yang berjudul Haji berulang; Telaah Hadis Haji Lebih

dari Sekali ini dapat diselesaikan. Ṣalawāt dan salām senantiasa tercurah limpahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat-sahabat dan para

pengikutnya.

Selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.

Karena hal itu merupakan bukti dari keterbatasan saya sebagai manusia. Penelitian ini

juga tidak lepas dari peran beberapa pihak seperti keluarga, dosen, kerabat dekat dan

teman baik berupa bantuan pikiran, motivasi, materil serta moral baik secara lahir

maupun batin. Oleh karena itu, saya ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya

kepada pihak yang terlibat dalam skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada dan MA. selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

dan Drs. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir.

4. Segenap dosen serta seluruh staf dan karyawan yang berada di lingkungan

Fakultas Ushuluddin yang telah memberi dukungan dengan berbagai fasilitas.

Page 9: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

viii

5. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA rahimahullāh dan Ibu Nyai Hj. Ulfah

Uswatun Hasanah yang telah mengasuh kami dengan sabar dan ikhlas. Dan

segenap dosen dan musyrif serta musyrifah Darus Sunnah yang telah memberikan

ilmu dan tauladan yang baik kepada saya.

6. KH. Abdul Ghafur Syafiuddi, Lc dan Ibu Nyai Hj. Khoiriyah Baqir yang telah

mengasuh dan mendidik saya di Pesantren al-Mujtama‘. Dan segenap guru-guru

saya di Pesantren Miftāh al-‘Ulūm dan Pesantren al-Mujtama‘ yang telah

membimbing dan mengarahkan saya baik ilmu maupun adab.

7. Rifqi Muhammad Fatkhi, MA yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran

untuk membimbing, memberikan arahan, kritik dan masukan kepada saya dengan

sabar dan cermat demi kesempurnaan skripsi ini. Masukan-masukan yang beliau

berikan sangat berharga bagi saya.

8. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA selaku dosen pembimbing akademik, yang ikut

berpartisipasi demi kelancaran skripsi ini.

9. Kedua orang tua saya, Abi Moh. Ali Wafa Mas’ud dan Ummi Hasanah yang

senantiasa mendo’akan saya tiada henti. Saudara saya, Kak Ali Affandi, yang

telah banyak memberikan dukungannya, baik secara materi maupun non-materi.

Kak Umarul Faruq, yang telah memberikan dukungannya dengan sepenuh hati.

Sahabat-sahabat saya, Imroatus Sholihah, Haridah, Masturah Yasmin Hafidzoh,

Hilmiyah Azhar, Jauharatu Nabilah, Siti Masyiṭah yang telah menjadi teman

diskusi berbagai persoalan dalam hidup ini.

10. Seluruh teman Tafsir Hadis angkatan 2012 baik dari kelas A, B, C, D dan E dan

masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Mereka telah

Page 10: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

ix

memberikan masukan, motivasi, senyuman dan mendengarkan keluh kesah saya.

Terima kasih teman-teman atas semua kenangan manis bersama kalian.

11. Seluruh teman-teman Darus-Sunnah khususnya angkatan 15 (Avicenna) yang

telah mewarnai hidup saya selama di Ciputat.

12. Teman-teman KKN INVENTOR 2015 yang telah memberi kesempatan kepada

saya bergabung berjuang bersama melayani dan membantu masyarakat.

Tidak semua nama yang berjasa saya sebutkan di sini, karena keterbatasan

ruang. Oleh karena itu, saya ucapkan jazākumullah aḥsan al-jazā’ kepada semua

pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah Swt. membalas

perbuatan baik kalian semua. Āmīn.

Ciputat, 19 Desember 2017

Mutmainnah

Page 11: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ..........................................................................iv

ABSTRAK .............................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ix

BAB І : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 11

D. Studi Terdahulu yang Relevan ........................................................................ 12

E. Metodologi Penelitian ...................................................................................... 16

F. Metode Penulisan ............................................................................................. 18

G. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 18

BAB ІІ : METODE PEMAHAMAN HADIS ALI MUSTAFA YAQUB

A. Biografi Ali Mustafa Yaqub .............................................................................. 20

B. Metode Pemahaman Hadis Ali Mustafa Yaqub ................................................ 30

a. Tekstual dan Kontekstual menurut beberapa Tokoh .................................. 31

b. Tekstual dan Kontekstual menurut Ali Mustafa Yaqub ............................. 35

Page 12: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

xi

c. Memahami Hadis secara Tematis .............................................................. 48

d. Kontradiksi Hadis .............................................................................................. 50

BAB ІІІ : PEMAHAMAN HADIS SUNAH MELAKSANAKAN HAJI

LEBIH DARI SEKALI

A. Haji .................................................................................................................... 55

B. Takhrij Hadis Kewajiban Melaksanakan Haji hanya Sekali ............................. 58

C. Pemahaman Hadis Kewajiban Melaksanakan Haji ........................................... 65

a. Majāz dalam Hadis ................................................................................. 67

b. ‘Illah dalam Hadis .................................................................................. 71

c. Sabab Wurūd al-Ḥadīts .......................................................................... 73

d. Kondisi Sosial dalam Hadis ................................................................... 78

D. Pandangan Cendikiawan tentang Haji Berulang ............................................... 85

a. Bisyr bin al-Ḥārits al-Ḥāfī ........................................................................... 85

b. Jamal Ahmed Badi ....................................................................................... 86

c. Ibn Bāz ........................................................................................................... 87

d. Ṣāliḥ bin Fauzān bin Abdullah al-Fauzān ................................................ 87

BAB ІV: PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 89

B. Rekomendasi .................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91

Page 13: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pergi ke tanah suci Mekah memang berbeda dengan pergi ke tempat lain,

setiap muslim selalu rindu pergi ke tempat yang satu itu meskipun ia sudah

berkali-kali pergi kesana. Bahkan mereka yang pernah bermukim di tempat yang

tandus dan gersang itu tetap merasa rindu untuk datang lagi kesana, apalagi

mereka yang belum pernah pergi kesana sama sekali. Oleh karena orang yang

pergi ke tanah suci pada umumnya dalam rangka menjalankkan ibadah haji, maka

tentulah tidak ada satu orangpun yang menginginkan ibadah hajinya tidak

diterima oleh Allah sebagai haji mabrur.1

Ibadah haji tidak hanya ritual yang semata-mata hanya untuk menjalankan

perintah dan memperoleh ridha Allah, melainkan lebih dari itu. Yaitu, napak tilas

perjalanan hamba-hamba Allah yang suci, Nabi Ibarhim, Hajar, dan Nabi Isma‘il,

yang peristiwanya sangat historis, dan memberikan banyak pelajaran bagi kaum

yang mengetahui dan memperhatikannya. Tidaklah heran bila haji dikategorikan

sebagai puncak ibadah yang juga merupakan rukun Islam terakhir yang menjadi

sendi agama. Sebab, ia tidak hanya bisa dilakukan dengan hati ikhlas, melainkan

juga dengan menyertakan pikiran, kekuatan fisik, dan kekayaan material.2 Allah

menekankan kepada setiap muslim yang mampu menunaikan ibadah haji untuk

bersegera melaksanakannya, seperti dalam firman-Nya:

1Ali Mustafa Ya’qub, Mewaspadai Provokator Haji (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h.

13. 2 Nurcholis Majid, Perjalanan Religius ‘Umrah dan Haji (Jakarta: Paramadina, 2000), h.

cover.

Page 14: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

2

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam

Ibrahim 4 ; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah

Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu

(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.

barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah

Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (HR. Āli

‘Imrān [3:97]).

Kita dapat memahami betapa tegas perintah Allah tersebut. Hal itu terlihat

dalam kata-kata “kafara” (ingkar) bagi mereka yang enggan untuk

mengerjakannya. Artinya, Allah menyamakan seorang muslim yang sudah

mampu untuk menunaikan ibadah haji namun ia enggan untuk melaksanakannya

dengan orang kafir.5

Selain termasuk rukun Islam, ibadah haji merupakan salah satu dari amal

perbuatan yang paling utama dalam Islam setelah iman dan jihad di jalan Allah.

Ibadah haji memiliki banyak faḍīlah dan hikmah. Berikut hadis-hadis yang

menyebutkan faḍīlah dan hikmah dalam ibadah haji.

3Al-Qur’ān surah Āli ‘Imrān ayat 97. 4 Tempat Nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah. 5 Wahbah al-Zuhaili, Al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj

(Dimaskus: Dār al-Fikr al-Ma’āṣir, 1418 H), vol. 5, h. 15. 6Muslim bin al-Hajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim (Riyad: Dār al-Salām, 1998), h. 569.Diriwayatkan

juga oleh al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Riyad: Dār al-Salām, 1999), h.246.

Page 15: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

3

Telah menceritakan kepada kami Yahyā bin Yahyāia berkata, saya telah

membacakan kepada malik dari Summī maula Abū Bakr bin

Abdurrahmān, dari AbūṢāliḥ al-Sammān dari Abū Hurairah bahwa

Rasūlullah Saw. Bersabda: “Dari satu umrah ke umrah yang lainnya

menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan tidak ada balasan bagi

haji mabrūr kecuali surga”.(HR. Muslim).

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah ia berkata, telah

menceritakan kepada kami Ibrāhīm bin Sa‘d dari al-Zuhrī dari Sa‘īd bin

al-Musayyib dari Abū Hurairah ra. ia berkata, Ditanyakan kepada

Rasulullah Saw., amaliyah apa yang paling utama? Rasulullah Saw.

menjawab: Iman kepada Allah dan Rasulnya, kemudian ditanyakan lagi:

Lantas apalagi wahai Rasulullah? Rasulullah Saw. menjawab: Jihad fī

sabīlillāh, kemudian ditanyakan lagi: Lantas apalagi? Rasulullah Saw.

menjawab: Haji mabrūr. (HR. Al-Bukhārī).

Dari hadis di atas telah jelas bahwa haji memiliki beberapa keutamaan

tersendiri, yaitu seorang muslim yang melaksanakan haji akan diampuni dosanya

bahkan dijanjikan masuk surga. Hal ini cukup memberi pengaruh kepada umat

muslim untuk terus berusaha dapat melaksanakan haji, bahkan tidak jarang dari

mereka telah melaksanakan haji berkali-kali.

Salah satu falsafah yang berkembang di masyarakat yaitu semakin sering

orang pergi haji, maka semakin baik pula citranya di masyarakat. Sebagian oknum

jemaah haji Indonesia ada yang merasa wajib mandi di Wadi Fatma. Biasanya

mereka adalah kaum ibu yang konon apabila mereka mandi di sini, maka akan

7Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī…, h. 247. Diriwayatkan juga oleh Muslim bin al-Ḥajjāj,

Ṣaḥīḥ Muslim.., h. 51. Al-Tirmidzī, Jāmi’ al-Tirmidzī (Riyad: Dār al-Salām, 1999), 399.

Page 16: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

4

tetap cantik dan awet muda.8

Sedangkan sejarah mencatat bahwa Rasulullah Saw selama hidupnya

setelah disyari’atkannya ibadah haji hanya melaksanakan haji sekali, yaitu pada

tahun ke-10 H. Ibadah haji pertama kali disyariatkan dalam Islam pada tahun ke-6

H.9 Pada tahun itu Rasulullah Saw bersama para sahabat pergi ke Mekah untuk

melaksanakan umrah, akan tetapi gagal karena dihalangi oleh kaum musyrik

untuk masuk Mekah. Pada tahun berikutnya, tahun ke-7 H Rasulullah Saw.

bersama para sahabat berhasil masuk Mekah dan melaksanakan umrah pada tahun

ke-7 H yang kemudian dikenal dengan Umrat al-Qaḍa.10

Pada tahun ke-8 H Nabi Saw berhasil menaklukkan Mekah dan

melaksanakan ibadah umrah pada bulan Dzū al-Qa’dah, setelah itu Nabi Saw

kembali ke Madinah tanpa melakukan ibadah haji, padahal pada saat itu Mekah

sudah berada di bawah kekuasaan umat Islam.11

Pada tahun ke-9 H Nabi Saw tidak melaksanakan ibadah haji ataupun

umrah. Pada tahun ke-10 H Nabi Saw baru melaksanakan haji, dan tiga bulan

kemudian beliau meninggal dunia pada tahun ke-11 H. Meskipun pada saat itu

Nabi Saw memiliki tiga kesempatan untuk melaksanakan haji, yaitu pada tahun

ke-8, ke-9 dan ke-10 H beliau hanya melaksanakan sekali. 12 Sejarah yang

mencatat Nabi Saw hanya melaksanakan haji sekali telah dilegitimasi oleh hadis

sebagaimana berikut:

8Ali Mustafa Ya’qub, Mewaspadai Provokator Haji, 43.

9Sa‘īd Ramaḍān al-Būṭī, Fiqh al-Sīrah,(Bairut: Dār al-Fikr al-Maqāṣir, 1991)h. 347. Ibn

Ḥajar al-‘Asqalāni, Fath al-Bārī bi Syarh Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Kairo: Dār al-Ḥadīts, 1998), vol. 3, h.

428. 10 Sa‘īd Ramaḍān al-Būṭī, Fiqh al-Sīrah…, h. 137. 11 Ali Mustafa Ya’qub, Mewaspadai Provokator Haji (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h.

101. 12Ali Mustafa Ya’qub, Mewaspadai Provokator Haji …, h. 102.

Page 17: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

5

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Ḥarb ia berkata, telah

menceritakan kepada kami al-Ḥasan bin Mūsā, ia berkata telah

mengabarkan kepada kam Zuhair dari Abū Ishāq ia berkata, saya

bertanya kepada Zaid bin Arqam: berapa kali kami berperang bersama

Rasulullah Saw.? Ia menjawab: tujuh belas kali. Abū Ishāq berkata, telah

menceritakan kepadaku Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah Saw.

berperang Sembilan belas kali, dan setelah hijrah beliau melaksanakan

haji hanya sekali, yaitu haji wada’. (HR. Muslim).

Dalam praktiknya Nabi Saw hanya melaksanakan haji sekali, beliau juga

mengajarkan umatnya bahwa melakukan haji adalah wajib bagi setiap orang

sekali dalam seumur hidup. Haji yang kedua dan berikutnya adalah sunnah

sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Ḥarb dan Ustmān bin Abī

Syaibah secara makna, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami

Yazīd bin Hārūn dari Sufyān bin Husain dari al-Zuhrī dari Abu Sinān dari

13Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim...., h.531. 14 Abū dāwud, Sunan Abī Dāwud (Riyad: Dār al-Salām, 1999), h. 254.

Page 18: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

6

Ibn ‘Abbās bahwa al-aqra‘ bin Ḥābis bertanya kepada Nabi Saw. Ia

berkata: Wahai Rasulullah, apakah haji wajib pada setiap tahun atau

hanya sekali? Beliau Saw. bersabda “Satu kali, seiapa yang menambah

(lebih dari sekali)hal tersebut adalah sunah.”(HR. Abū Dāwud).

Melaksanakan haji berulang adalah sunah dan dianjurkan sebagaimana

disebutkan dalam hadis di atas. Sunnah yang oleh ulama fiqih dipahami sebagai

sebuah hukum atas sebuah perbuatan yang apabila hal tersebut dikerjakan akan

membuahkan pahala bagi pelakunya. 15 Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa

Allah akan mencintai seorang hamba yang senantiasa mendekati Allah melalui

amalan-amalan sunnah.16

Ulama sepakat bahwa ibadah haji diwajibkan sekali seumur hidup bagi

seseorang yang mampu secara materi dan fisik. Sebagian ulama Syafi‘iyah

mengatakan bahwa bagi seseorang yang telah melaksanakan haji wajib maka

baginya farḍu kifāyah. Namun pendapat ini ditolak oleh sebuah hadis yang

menyatakan haji yang kedua adalah sunnah.17 Haji disunahkan setiap lima tahun

sekali bagi seseorang yang mampu, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ḥibbān

dalam Ṣaḥīḥ-nya bahwa Nabi Saw bersabda:

15 Abdul Karim Zīdān, al-Wajīz fī Uṣūl al-Fiqh (Bagdad: Maktabah al-Basyāir, 1976), h.

29. 16 Hadis riwayat al-Imām al-Bukhārī :

Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Buhārī…, h. 1127. 17Ali bin Muhammad al-Qārī, Mirqāh al-Mafātīḥ Syarḥ Misykāh al-Maṣābīḥ (Bairut: Dār

al-Fikr, 2002), vol. 5, h. 1748.

Page 19: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

7

Allah berfirman: “Sesungguhnya seorang hamba yang Aku sehatkan

badannya, dan Aku luaskan rizkinya melewati lima tahun tidak berziyarah

ke rumahku (baitullah), maka diharamkan baginya (cintaku).” (HR. Ibnu

Ḥibbān).

Secara tersirat hadis ini menunjukkan bahwa haji diwajibkan setiap lima

tahun sekali bagi seorang yang memiliki badan sehat dan kelapahan rizki. Hal ini

terlihat dari ungkapan maḥrūm (diharamkan) dalam hadis tersebut. Oleh

karenanya, berdasarkan dengan hadis ini al-Hasan mewajibkan haji setiap lima

tahun sekali bagi seseorang yang dikaruniai kesehatan dan kekayaan. Namun,

pendapat ini syādz dan ditolak karena berlawanan dengan ijma‘ ulama yang

mengatakan wajibnya haji hanya sekali.19

Tidak disangsikan lagi, bahwa haji lebih dari sekali sangat dianjurkan.

Namun apabila kita melihat kondisi sosial pada saat ini, dimana Islam tidak hanya

berada di negara Arab saja, tetapi sudah menyebar ke seluruh penjuru kota di

setiap Negara, termasuk Indonesia, dan pemeluk Islam seiring berjalannya waktu

semakin banyak, pengamalan hadis disunnahkan haji lebih dari sekali akan

mencederai kesempatan umat muslim lainnya yang belum melaksanakan haji. Di

Indonesia, khususnya di Jakarta misalnya, untuk melaksanakan haji perlu

mengantri sampai 16 tahun dimulai dari awal ia mendaftar haji. Di Kalimantan

Selatan harus mengantri sampai 26 tahun. Bahkan di Pare-pare khususnya di

18 Muḥammad bin Ḥibbān, Ṣaḥīḥ Ibn Ḥibbān (Bairut: Muassis al-Risālah, 1988), cet. 1,

vol. 9, h. 16. 19 Zainuddin al-Ḥaddādī, Faiḍ al-Qadīr (Mesir: Maktabah al-Tijāriyah al-Kubrā, 1356),v.

2, h. 310. Lihat Ali bin Muhammad al-Qārī, Mirqāh al-Mafātīḥ Syarḥ Misykāh al-Maṣābīḥ.., vol.

5, h. 1748.

Page 20: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

8

Kabupaten Wajo harus mengantri hingga 34 tahun, artinya apabila ia mendaftar

pada tahun 2018 maka ia akan berangkat pada 2052, dan di Kabupaten Sirdap

harus menunggu hingga 36 tahun. Di Kabupaten Sirdap ini merupakan antrian

terpanjang di Indonesia setelah Kabupaten Wajo. 20 Lantas bagaimana kita

mengamalkan hadis yang menyebutkan bahwa haji lebih dari sekali adalah sunnah

di masa sekarang?

Posisi hadis sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’ān,

mengharuskan umat Islam mengikuti apa yang terkandung dalam hadis.21 Namun

kendati demikian pengamalan sebuah hadis tidak terpaku pada dzahir lafadznya.

Dibutuhkan beberapa perangkat dan aspek-aspek lain untuk memahami suatu

hadis sehingga hadis akan terus relevan dari masa ke masa. Hal ini mengingat

bahwa hadis tidaklah lahir dari ruang yang kosong. Hadis memiliki syarat makna

yang luas dan tujuan luhur yang membuahkan kebaikan bagi pengamalnya.Hadis

disabdakan oleh Nabi Saw. di Arab yang tidak terlepas dari adat kebiasaan dan

kondisi sosial pada masa itu.

Melihat betapa pentingnya memahami hadis banyak ulama yang telah

mengarang kitab sebagai upaya mempermudah memahami maksud hadis. Seperti,

Al-Syāfi‘ī (w. 204 H) menulis kitab Ikhtilāf al-Hadīs dan al-Nāsikh wa al-

Mansūkh min al-Hadīs. Ibnu Qutaibah al-Dainūrī (w. 276 H) menulis kitab Ta’wīl

Mukhtalaf al-Hadīs22. Al-Ṭaḥāwī (w. 321 H) menulis kitab Syarh Musykil al-

20 Kementrian Agama RI Direktorat Penyeleggaraan Ibadah Haji dan Umrah 2017. Lihat:

https://haji.kemenag.go.id/v3/basisdata/waiting-list. Diakses pada hari selasa 9 Januari 2018. 21Alī Musṭafā Yaqub, al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fī Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah (Jakarta,

Maktabah Dār al-Sunnah, 2014) h.1. 22 Menurut Ibn Qutaibah sunnah bila dipilah ketiga kategori; sunnah Jibril, sunnah Ibahah

dan sunnah ta‘dib. Sunnah Jibril berarti sunnah yang diwahyukan oleh Allah swt. melalui malaikat

Jibril. Sunnah Ibāḥah yaitu sunnah yang di dalamnya Nabi saw. diizinkan menggunakan pendapat

pribadinya. Sedangkan Sunnah ta’dib merupakan jenis pernyataan nabi yang apabila diikuti, umat

Page 21: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

9

Ātsār. Ibnu Khuzaimah (w. 311 H) menulis kitab Musykil al-Ātsār. Ibnu al-Utsair

al-Jazarī (w. 606 H) menulis kitab Jāmi‘ al-Ușūl fī Aĥādīts al-Rasūl. Tidak hanya

itu, selanjutnya Ulama kontemporer juga menulis kitab bagaimana cara yang

benar memahami hadis, seperti Yūsuf al-Qaraḍāwī menulis kitab Kaifa Nata‘āmal

ma‘a al-Sunnah, Muḥammad al-Ghazālī23 (w. 1417 H/ 1996 M) menulis kitab Al-

Sunnah al-Nabawiyah baina Ahl al-Ḥadīts wa Ahl al-Fiqh.24 Ali Musṭafā Yaqub

(w. 1437 H/ 2016 M) menulis kitab al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fī Fahmi al-Sunnah al-

Nabawiyah25 dan lain sebagainya.

Melihat betapa antusiasnya ulama menulis kitab sebagai upaya dalam

memahami hadis, hal ini menunjukan hadis tidak bisa sekedar diamalkan

berdasarkan ẓahir lafaẓnya. Tidak jarang hadis menjelaskan permasalahan-

permasalahan secara terperinci. Namun, terkadang kita tidak perlu mengamalkan

persis seperti yang dikatakan oleh hadis. Kita harus mentelaah nilai maslahat yang

akan mendapatkan keutamaan. Ibn Qutaibah al-Dīnawarī, Ta’wīl Mukhtalaf al-Hadīs (Beirut:

Muassasah al-Kutub al-Saqafiyah, 1988), cet. Ke-1, h.130. 23 Muhammad al-Ghazali adalah seorang ulama jebolan Universitas al-Azhar Mesir yang

disegani di dunia Islam, khususnya timur tengah, dan salah satu penulis Arab yang produktif.

Lihat: M. Quraish Shihab, dalam “Studi Kritis atas Hadīts Nabi Muhammad Saw antara

pemahaman dan Kontekstual”, kata pengantar (Bandung: Mizan, 1992), h. 7. Muhammad al-

Ghazali lahir pada 1917 M di al-Bahirah, Mesir. Wafat pada hari Sabtu 9 Syawāl 1416 H,

bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1996, ketika ia berada di Saudi Arabia untuk menghadiri

seminar tentang Islam dan Barat. Lihat: Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik

Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 99-100. 24 Muhammad al-Ghazali dalam menilai dan memahami makna suatu hadis terlebih

dahulu membandingkannya dengan al-Qur’an. Sehingga hadis-hadis yang bertentangan langsung

atau tidak langsung dengan al-Qur’an yang dari segi periwayatannya shahih tetap ditolak dan

dinyatakan sebagai hadis yang tidak shahih. Bahkan ia mengkritik orang yang hanya menyibukkan

diri dengan hadis Nabi Saw. dan kurang memperhatikan al-Qur’an. Lihat Endang Soetari,

Otentisitas Hadis; Studi Kritik atas Kajian Hadis Kontemporer, (Bandung: PT Remaja Rosdakaya,

2004), h.272.

Al-Ghazali mempersoalkan status hadis ahad dari segi kehujjahannya. Ia menyatakan:

“sekali-kali kami tidak hendak melemahkan suatu hadis yang masih bisa dishahihkan. Tetapi kami

benar-benar berkeinginan agar setiap hadis dipahami di dalam kerangka makna-makna yang

ditunjukkan oleh al-Qur’an, baik secara langsung ataupun tidak”. Lihat Muhammad al-Ghazali,

Studi Kritik atas Hadis Nabi saw. :Antara Pemahaman tekstual danKontekstual, terjamahan

Muhammad Baqir (Bandung: Mizan, 1996) h.32.

25 Ali Mustafa Yaqub menyebutkan dalam kitabnya ada beberapa pendekatan untuk

memahami hadis yaitu: pemahaman tekstual dan kontekstual yang di dalamnya meliputi, majaz,

takwil, illat, geografi budaya arab, kondisi social dalam hadis, serta latar belakang

diriwayatkannya sebuah hadis. Alī Musṭafā Yaqub, al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah…, h. 9.

Page 22: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

10

terkandung dalam sebuah hadis.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengkajian ulang terhadap hadis

disunnahkan melaksanakan haji lebih dari sekali, menjadi sangat penting. Dalam

mengkajinya peneliti menggunakan metode pemahaman hadis menurut Ali

Mustafa Yaqub (w. 2016 M) yang salah satunya dengan melihat kondisi sosial

pada masa Nabi Saw disandingkan dengan kondisi sosial pada masa sekarang dan

melihat hikmah-hikmah diperintahkannya haji. Upaya ini dilakukan untuk

melahirkan pemahaman yang utuh.

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan seputar hadis sunah melaksanakan haji lebih dari sekali,

yaitu:

Pertama, hadis yang merupakan hukum Islam kedua memiliki pesan-

pesan baik yang harus diikuti oleh umat Islam. Berkenaan dengan hadis “sunnah

melaksanakan haji lebih dari sekali”, pengamalannya pada masa sekarang,

khususnya di Indonesia, dapat melahirkan masalah baru seperti semakin

meningkatnya antiran keberangkatan haji. Sehingga hadis “sunnah melaksanakan

haji lebih dari sekali” perlu dikaji kembali.

Kedua, ketika umat Islam lebih gemar melaksanakan ibadah haji berulang

yang merupakan ibadah individu dari pada berinfaq kepada fakir miskin yang

merupakan ibadah sosial, akan menyebabkan berkurangnya kepekaan sosial

terhadap lingkungan masyarakat. Hal ini akan mencederai nilai Islam yang

menjunjung rahmatan li al-‘ālamīn. Hal ini menimbulkan persoalan apakah nilai

Islam dapat bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam hadis.

Page 23: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

11

Berdasarkan dari beberapai identifikasi permasalahan di atas, peneliti akan

membatasi permasalah pada: Pemahaman hadis “sunnah melaksanakan haji lebih

dari sekali”. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan rumusan malasah dalam

penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana hadis sunnah melaksanakan haji lebih

dari sekali dipahami untuk kondisi saat ini?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah mengetahui cara

mengamalkan hadis sunnah melaksanakan haji lebih dari sekali dalam konteks

masa kini. Skripsi ini juga bertujuan untuk menunjukkan, bahwa hadis tidak selalu

diamalkan berdasarkan dzahir lafadznya, melainkan juga dengan melihat aspek-

aspek lain yang menjadi pelengkap dalam memahami hadis.

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat penelitian yang

bersifat praktisdan akademis. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk

memberikan pemahaman bahwa melaksanakan haji berkali-kali bukanlah ukuran

kesempurnaan keberimanan seseorang, sehingga kegemaran melaksanakan haji

berkali-kali dapat dikurangi dan materi yang mulanya dialokasikan untuk

melaksanakan haji dapat disalurkan pada hal lain yang lebih bermanfaat. Secara

akademis, penelitian ini bermanfaat sebagai pembanding bagi penelitia-penelitian

yang lain yang berkenaan dengan metode memahami hadis, khususnya dalam

masalah pelaksanaan haji.

Page 24: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

12

D. Studi Terdahulu yang Relevan

Untuk mendudukkan posisi penelitian ini peneliti akan menghadirkan

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian ini. Ada beberapa

penelitian yang menunjukkan bahwa pelaksanaan haji berulang bukanlah sesuatu

yang patut untuk terus dipraktikkan. Beberapa penelitian tersebut berangkat dari

fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, yaitu gemarnya

melaksanakan haji berulang. Meski demikian terdapat titik perbedaan dalam

penelitan-penelitian tersebut. Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat

dikelmpokkan menjadi tiga kelompok sebagaimana berikut:

Pertama, melaksanakan haji berulang dikaji dengan melihat kondisi sosial

di Indonesia, tepatnya adalah kemiskinan yang masih mengakar dan belum

teratasi di Indonesia yang lebih membutuhkan perhatian ekstra dibanding

melaksanakan haji berulang, serta mengkaitkannya dengan praktik haji Nabi

Muhammad Saw. Penelitian dengan model seperti ini adalah penelitian Ali

Mustafa Yaqub dan Muhammad Hanifuddin.

Ali Mustafa Yaqub, Haji pengabdi Setan, dalam bukunya, Ali Mustafa

Yaqub memberikan kesimpulan bahwa haji bekali-kali yang mulanya sunah boleh

jadi menjadi makruh atau haram ketika seseorang lebih mementingkan haji

berkali-kali padahal banyak anak yatim terlantar, puluhan ribu orang menjadi tuna

wisma akibat bencana alam, banyak balita busung lapar, banyak orang terkena

pemutusan hubungan kerja, banyak orang makan nasi aking, banyak rumah Allah

yang roboh, banyak rumah anak yatim dan pembangunan pesantren terbengkalai.

Kesimpulan ini dihasilkan melalui pendekatan ushul fiqh dimana ada sebuah

kaidah menyebutkan al-Muta‘addī afḍal min al-Qāṣir (ibadah sosial lebih utama

Page 25: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

13

daripada individual). Di samping itu pula melihat praktik Nabi Saw dalam

melaksanakan haji. Nabi Saw hanya melaksanakan haji sekali setelah

diwajibkannya ibadah haji pada tahun ke-6 hijriyah, padahal beliau memiliki

kesempatan untuk melaksanakan haji lebih dari sekali jika berkehendak untuk

melaksanakannya.26

M. Hanifuddin, Simbolisasi Haji, dalam artikelnya Hanifuddin bertitik

pada kesempulan untuk mengkampanyekan slogan: “Haji dan umrah berulang,

no!, infak berulang yes!” kesimpulan ini dihasilkan dari telaahnya terhadap

kehidupan Nabi Saw selaku pembawa syariat sekaligus teladan terbaik yang

melaksanakan ibadah haji hanya sekali. Dari penelitiannya ia menyebutkan bahwa

setelah Nabi Saw menetap di Madinah sekurang-kurangnya ada hal penting yang

terjadi di Madinah sehingga Nabi Saw tidak melaksanakan haji lebih dari sekali.

Pertama, Nabi Saw. menghadapi orang-orang yang memusuhi dan memerangi

beliau, maka Nabi Saw. Menginfakkan hartanya untuk kepentingan jihād fī

sabīlillāh. Kedua, akibat perang atau jihād fī sabīlillāh gugurlah para syuhada

yang kemudian menimbulkan janda-janda dan anak yatim. Rasulullah Saw

menginfakkan hartanya untuk menyantuni para janda, orang-orang miskin, dan

anak-anak yatim. Ketiga, banyaknya pelajar yang menuntut ilmu dari Nabi

Muḥammad Saw, sementara mereka tidak punya apa-apa, baik harta maupun

keluarga.Mereka tinggal di satu ruangan di masjid Nabawi yang disebut ahl al-

Ṣuffah. Meskipun Nabi Saw memiliki kesempatan untuk melaksanakan haji atau

umrah berkali-kali, beliau lebih memilih untuk mencurahkan pikiran, waktu, dan

26 Ali Mustafa Yaqub, Haji Pengabdi Setan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015), Cet. Ke-4,

h. 5.

Page 26: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

14

harta bendanya untuk memberdayakan umat.27

Kedua, kegemaran melaksanakan haji berulang dikaji dengan pendekatan

al-Qur’ān. Penelitian dengan model ini telah dikaji oleh Leni Lestari, dengan

judul Tafsir ayat-ayat Perintah Haji dalam Konteks Ke-Indonesiaan, jurnal ini

berawal dari keheranan penulis melihat fenomena haji berulang di Indonesia yang

melahirkan beberapa pertanyaan, yaitu: apakah melakukan haji berkali-kali

memberian dampak positif pada perubahan sosial di Indonesia. Apakah ada ayat-

ayat al-Qur’ān yang menganjurkan untuk melaksanakan haji berkali-kali? Untuk

menjawab pertanyaan tersebut penulis mencoba mengalasis posisi pengulangan

haji di Indonesia serta mengkaji ayat-ayat al-Qur’ān yang berkenaan dengan haji,

untuk membuktikan apakah pengulangan haji yang terjadi di Indonesia memiliki

legitimasi dari Al-Qur’ān. Dari penelitiannya tersebut penulis menyimpulkan

bahwa,tidak ada ayat al-Quran yang menganjurkan untuk menyempurnakan haji

dengan cara melakukan haji berkali-kali. Konsep yang terkandung dalam kata

mabrūr dalam al-Quran selalu dikaitkan dengan interaksi sosial-kemasyarakatan,

yang membuktikan bahwa ibadah haji tidak hanya ibadah individu tetapi juga

berorientasi pada hubungan sosial. Namun, meski demikian ibadah haji lebih

mengutamakan pengalaman spiritual individual. Misi haji adalah misi sosial.

Sempurnanya haji bukan karena dilaksanakan berulang kali, tetapi lebih pada efek

yang timbul sepulang dari haji kepada masyarakat.28

Ketiga, penelitian terhadap pelaksanaan haji berulang yang lebih

ditekankan pada sangsi agar praktik berhaji ulang tidak terjadi lagi. Penelitian ini

27 Majalah Nabawi edisi 112/Zulqa’da-Zulhijjah(Ciputat: Darus Sunnah International for

Hadith Sceinces, 1436 H), h. 7. 28Leni Lestari, Tafsir ayat –ayat Perintah Haji dalam Konteks Ke-Indonesiaan, UIN

Sunan Kali Jaga Yogyakarta.

Page 27: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

15

dikaji oleh Agus Sujadi, dengan judul Kriminalisasi Pengulangan Haji (I‘ādah al-

Hajj) di Indonesia, skripsi, penelitian ini berangkat dari permasalah waiting list

yang terjadi di Indonesia, yang menurut peneliti hal tersebut disebabkan oleh

kegemaran penduduk Indonesia dalam melaksanakan haji berkali-kali. Metode

penelitian dalam skripsi ini bersifat kajian pustaka dan lapangan.Dalam

pengambilan data dari lapangan, upaya Agus adalah dengan meminta daftar dan

catatan-catatan dari Kemenag serta wawancara terhadap tokoh dan para pelaku

haji berulang. Dengan penelitiannya tersebut penulis mengkategorikan

pengulangan haji di Indonesia merupakan tindak kriminal dan perlu diberikan

sangsi bagi pelakunya. Sangsi yang ditawarkan oleh Agus adalah

melipatgandakan biaya ibadah haji yang kedua dan ibadah haji yang ketiga dicoret

dari daftar keberangkatan, serta yang keempat dan seterusnya sudah pasti tidak

dapat mendaftar.29

Dari tiga klasifikasi penelitian tersebut, menjelaskan bahwa penelitian ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya meskipun dalam tema yang sama. Posisi

penelitian ini adalah mengkaji praktik berhaji ulang berdasarkan hadis yang secara

jelas menyebutkan bahwa haji berulang adalah sunnah. Selain itu berdasarkan

penelusuran peneliti, di UIN Syarif Hadayatullah, khususnya di Ushuluddin

belum ada skripsi yang mengkaji pemahaman hadis haji lebih dari sekali.

Sehingga peneliti merasa perlu untuk mengajinya dalam penelitian ini.

29 Agus Sujadi,Kriminalisasi Pengulangan Haji (I‘ādah al-Hajj) di Indonesia UIN

Yogyakarta, Fak.Syari’ah dan Hukum, 2013.

Page 28: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

16

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode tertentu yang dibagi ke dalam

dua bagian; metode pengumpulan data dan metode analisis.

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengkajian dan penelitian berkenaan dengan

pemahaman hadis disunnahkan melaksanakan haji lebih dari sekali, peneliti

menggunakan merode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan

mengumpulkan data dan informasi, baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel

yang kemudian diidentifikasi secara sistematis dan analisis dengan bantuan

berbagai macam materi yang ada.

Sedangkan data-data yang diperlukan dan dicari adalah data-data dari

sumber-sumber kepustakaan yang bersifat primer, yaitu data yang langsung dan

segera yang diperoleh dari sumber data pertama, disebut dengan sumber pertama.

Dalam hal ini, yang menjadi sumber utama penulisan adalah hadis-hadis yang

berkenaan dengan sunnah melaksanakan haji berkali-kali, yaitu hadis yang

diriwayatkan oleh Abū Dawūd dalam Sunan-nya, Bāb Farḍ al-Ḥajj, dan

diriwayatkan juga oleh Ahmad bin Ḥanbal dalam Musnad-nya, Bāb Musnad

Abdullah bin al-‘Abbās, juga beberapa hasil dari pemahaman baik yang tekstual

maupun kontekstual dari beberapa ulama.

Dalam pengumpulan hadis-hadisnya, peneliti menggunakan metode takhrij

yang dirumuskan oleh Maḥmūd al-Ṭaḥḥān dalam kitabnya Uṣul al-Takhrīj wa

Dirāsah al-Asānīd, yaitu metode takhrij hadis dengan cara mengetahui topik yang

terkandung dalam hadis, kitab yang dipakai untuk menelusuri keberadaan

Page 29: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

17

hadisnya adalah kitab Miftāẖ Kunūz al-Sunnah serta dengan bantuan pencarian

melalui al-Maktabah al-Syāmilah.

2. Metode Analisis Data

Sumber yang digunakan untuk metode analisis data adalah metode

pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub (w. 2016 M.) yang terdapat dalam karyanya

yang berjudul al-Ṭuruq al-Ṣaẖīẖah fī Fahm al-Sunnah al-Nabawiyyah. Di

dalamnya terdapat tiga metode yang digunakan untuk memahami hadis dengan

baik. Yaitu:

a. Tekstual dan Kontekstual yang di dalamnya meliputi: Majāz dalam hadis,

Ta’wīl dalam hadis, ‘Illah dalam hadis, Jughrāfiyyah (situasi geografis)

dalam hadis, Taqālīd al-‘Arabiyyah dalam hadis, Al-Ḫālah al-Ijtimā’iyyah

(konteks sosial) dalam hadis, dan Sabab al-Wurūd dalam hadis.

b. Memahami Hadis secara Tematik, yaitu dengan mengumpulkan hadis-

hadis yang setema yang gunanya untuk memahami secara utuh, karena

antara satu hadis dengan hadis yang lain saling menafsirkan.

c. Kontradiksi hadis, yaitu dengan mengkaji hadis-hadis yang terlihat

kontradiksi dengan hadis yang lain.

Dalam skripsi ini, peneliti hanya akan menggunakan metode pertama yaitu

tekstual dan kontekstual. Lebih spesifik lagi metode yang akan digunakan, yaitu:

majāz, ‘illah, al-ẖālah al-ijtimā’iyyah, dan sabab al-wurūd, karena dengan

menggunakan empat metodenya sudah mewakili dan menjawab sebagian besar

pertanyaan yang ada dan tujuan skripsi ini dibuat.

Page 30: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

18

F. Metode Penulisan

Adapun dalam hal tehnik penulisan, skripsi ini mengacu kepada Pedoman

Akademik Program Strata 1 2012/2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.30Serta

penulis menggunakan Pedoman Transliterasi Romanisasi Standar Bahasa Arab

(Romanization of Arabic) tahun 1991 dari America Library Association (ALA)

dan Library Congress (LC).

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi bahasan menjadi empat bab

dengan rincian sebagai berikut:

Bab satu, berisi pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar belakang

masalah yang di dalamnya disebutkan alasan pentingnya penelitian ini, kemudian

identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, studi terdahulu yang Relevan, serta metodologi penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab dua, berisi metode memahami hadis Ali Mustafa Yaqub, sebelum

masuk pada metode, dipaparkan terlebih dahulu berkenaan biografi Ali Mustafa

Yaqub. Selanjutkan masuk pada metode pemahaman hadis yang diawali dengan

pemahaman tekstual dan kontekstual menurut beberapa tokoh, kemudian

pemahaman tekstual dan kontekstual menurut Ali Mustafa Yaqub, yang meliputi

majāz, takwīl, ‘illah, geografi budaya arab, kondisi sosial dalam hadis, serta latar

30 Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta (Ciputat: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, 2012),353-404

Page 31: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

19

belakang diriwayatkannya sebuah hadis. Mengumpulkan hadis dalam satu tema

dan ikhtilāf al-Ḥadīts.

Bab tiga, berisi pemahaman hadis sunnah melaksanakan haji lebih dari

sekali, yaitu analisis terhadap hadis-hadis tersebut dengan menggunkan metode

pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub. Namun, sebelumnya dijeaskan secara

singkat tentang haji, kemudian disebutkan letak hadis-hadis tersebut dalam kutub

al-Ḥadīts yang dirangkum dalam takhrij hadis kewajiban melaksanakan haji yang

diikuti dengan penjelasan mengenai kualitas hadis tersebut secara umum

berdasarkan penilaian para ulama. Kemudian masuk pada pemahaman hadis

kewajiban melaksanakan haji dengan metode yang telah dijabarkan dalam bab

dua, di antaranya adalah: majāz, ‘illah, sabab al-Wurūd dan kondisi sosial dalam

hadis. Sebagai penguat argumen disebutkan juga pandangan cendikiawan tentang

haji berulang.

Bab empat, berisi penutup dari penelitian ini. Sebagai penutup dari

pembahasan ini akan ditarik kesimpulan dan menjawab permasalahan-

permasalahan yang di bahas di bab-bab sebelumnya, serta memberikan saran atas

permasalah-permasalahan tersebut.

Page 32: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

20

BAB II

METODE PEMAHAMAN HADIS ALI MUSTAFA YAQUB

Ali Mustafa Yaqub sudah sejak lama dikenal sebagai ahli hadis di

Indonesia. Hal ini karena setiap kali Ali Mustafa menyampaikan pandangannya

senantiasa menyebutkan dalilnya dari al-Qur’ān ataupun hadis. Pendapatnya tidak

pernah dipisahkan dengan hadis. Telah banyak karyanya yang berkenaan dengan

hadis. Namun, karyanya tentang metode memahami hadis termasuk karyanya

yang baru. Bahkan buku yang ditulisnya secara lengkap baru diluncurkan sebulan

setelah wafatnya Ali Mustafa. Sebelum mengkaji tentang metode pemahaman

hadis menurut Ali Mustafa Yaqub, peneliti akan menggambarkan sosok Ali

Mustafa Yaqub.

A. Biografi Ali Mustafa Yaqub

a. Latar Belakang keluarga

Ali Mustafa Yaqub lahir di Batang, Jawa tengah, 2 Maret 1952, wafat di

Jakarta, 28 April 2016 pada usianya yang ke 64 tahun.1 Ia hidup dalam sebuah

keluarga yang religius, sangat memegang ajaran agama dalam kehidupan sehari-

hari. Masa kecil Ali Mustafa Yaqub, tiap hari sehabis belajar di Sekolah Dasar

(SD) di desa kelahirannya, ia habiskan untuk menemani kawannya untuk

mengembala kerbau di lereng-lereng bukit pesisir utara Jawa Tengah.2 Kebiasaan

1 Panitia Wisuda Darus-Sunnah, Dzikrayāt al-Takharruj Wisuda Sarjana Ke-14 (Jakarta:

Darus-Sunnah, 2016), h. 4. 2 Ali Mustafa Yaqub, Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta: Pustaka Firdaus,

20013), cet VI, h. 143.

Page 33: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

21

inilah yang membentuk karakter dan kepribadian Ali Mustafa yang tegas, kritis,

dan peduli.3

b. Riwayat Pendidikan

Ali Mustafa Yaqub mulai belajar agama di bawah asuhan orang tuanya, ia

membaca kitab-kitab kuning4 (turāts) dalam bimbingan ayahnya, seperti Safinah

al-Najāh dan lain sebagainya. Mulanya, Ali Mustafa Yaqub sangat terobsesi

untuk terus belajar di sekolah umum, namun keinginannya tersebut terpaksa

kandas, karena setelah tamat SMP ia harus mengikuti arahan orang tuanya,

mancari ilmu di pesantren. Maka dengan diantar ayahnya, pada tahun 1969 ia

mulai tinggal di pesantren untuk menerima didikan di Pondok Seblak Jombang

sampai tingkat Tsanawiyah (Madrasah al-Salafiyah al-Syāfi‘iyah), 1969.

Kemudian ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya

beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak.5

Di samping belajar formal sampai Fakultas Syariah Universitas Hasyim

Asy‘ari, di pesantren ini ia menekuni kitab-kitab turāts dibawah asuhan para kiai

sepuh, antara lain al-Marhum KH. Idris Kamali, al-Marhum KH. Adlan Ali, al-

Marhum KH. Shobari, dan al-Musnid KH. Syamsuri Badawi. Di pesantren ini, ia

juga mengajar Bahasa Arab, sampai awal tahun 1976.6

3 Hartono, Perkembangan Pemikiran Hadis Kontemporer di Indonesia (Studi atas

Pemikiran Abdul Hakim Abdat dan Ali Mustafa Ya’qub) Tesis Konsentrasi Tafsir Hadis Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009, 82. 4 Dinamakan kitab kuning karena buku tersebut dicetak di atas kertas berwarna

kuning.Sebagian penerbit bahkan mencetak kitab di atas kertas berwarna kuning karena

tampaknya kitab berwarna kuning ini menjadi lebih klasik di pikira para penggunanya. Lihat

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1999), h. 142. 5 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), cet. VI, cover

belakang. 6 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis…, cover belakang.

Page 34: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

22

Pada tahun 1976 ia mencari ilmu lagi di Fakultas Syariah Universitas

Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan

ijazah Licance (Lc) pada tahun 1980. Masih di kota yang sama ia melanjutkan

dirāsah-nya di Universitas King Saud, Departemen Studi Islam Jurusan Tafsir dan

Hadis, sampai tamat dengan ijazah Master pada tahun 1985.7Dipilihnya Fakultas

Syariah (S1) dan Departemen Tafsir Hadis (S2) oleh Ali Mustafa Yaqub bukanlah

sebuah kebetulan, tetapi karena dalam pandangannya kedua ilmu ini sangat

diperlukan masyarakat.8 Setelah selasai studinya, ia kembali ke tanah air dan tidak

melanjutkan studinya lagi karena pada saat itu belum ada program doktoral di

Riyadh.

Pada tahun 2008, Ali Mustafa Yaqub merampungkan studinya pada

tingkat doktor di Universitas Nizamia, Hyderabad India, Spesialis Hukum Islam.

Lulus dengan desertasinya yang berjudul “Ma‘āyir al-Ḥalāl wa al-Ḥarām fī al-

aṭ‘imah wa al-Asyribah wa al-Adawiyah wa al-Mustaḥḍarāt al-Tajmīliyah ‘alā

Ḍau’ al-Kitāb wa al-Sunnah” di bawah bimbingan Dr. Muhammad Hasan Hitu9,

Guru Besar Fikih Islam dan Uṣūl Fiqhdi Universitas Kuwait dan Direktur

Lembaga Studi Islam Intenational di Franfurt Jerman.

7 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008),

cet IV, h. 240. 8Wawancara Ni’mah Diana Cholidah dengan Ali Mustafa Yaqub, Kontribusi Ali Mustafa

Yaqub terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer di Indonesia (Skripsi: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 13. 99Dr. Muhammad Hasan Hitu lahir di Siria pada tanggal 11 Dzul Qa ‘dah1362 H/ 10

Agustus 1943. Meskipun ia dikenal sebagai pakar uṣūl al-Fiqh, namun ia juga mahir dalam

berbagai macam ilmu lainnya. Salah satu ilmu-ilmu yang dikuasainya adalah akidah, fikih, ilmu-

ilmu hadis, tafsir, ilmu mantik dan lain sebagainya. Salah satu karyanya adalah al-Khulāṣah fī

Uṣūl al-Fiqh, yang dijadikan buku panduan di Pondok Pesantren Darus-Sunnah International

Institute for Hadith Sciences.Lihat Biografi Dr. Muhammad Hasan Hitu

http://www.almostaneer.com, diakses pada 12 Juni 2016 M.

Page 35: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

23

c. Guru-gurunya

Ali Mustafa Yaqub berguru pada ulama-ulama besar dari dalam nageri dan

dari luar negeri.

Guru-gurunya yang berasal dari dalam negeri di antaranya adalah:

1. Idris Kamali (w.1984M)

“Kalau kamu belum mengaji kepada Kiai Idris, saya belum rela kepada

kamu” pesan ayahnya kepada Ali Mustafa Yaqub.10 Ia mulai berguru kepada Idris

Kamali ketika ia menjadi salah satu siswa Madrasah Aliyah Tebuireng pada tahun

1969M, dan pada saat itu Ali Mustafa Yaqub masih tinggal di pesantren Seblak,

yang sekarang namanya menjadi “al-Mahfūdz”.

Saat pertama kali bertemu dengan Kiai Idris Ali Mustafa langsung disuruh

menghafal sepuluh kitab, dengan mantap Ali Mustafa menjawab “InsyaAllah siap

menghafal sepuluh kitab”. Ketundukan, kepatuhan, dan kerelaan memenuhi

semua arahan guru, itulah yang kelak Ali Mustafa dengan percaya diri menyebut

dirinya “sebagai khadim Kiai Idris”. Ali Mustafa Yaqub merupakan Santri yang

senantiasa siap memenuhi perintah Kiai Idris, mulai dari mengepel kamar,

membersihkan masjid, memandikan kambing, memerah susu sapi, mengambil

ampas tahu, hingga mengisi bak mandi. Justeru sikap seperti inilah yang

mengantarkan Ali Mustafa sebagai santri yang mendalam ilmu agamanya sejak di

pesantren tebuireng.11

10Choidir Ibhar, Khodimun Nabi; Membuka Memori 1971-1975 Bersama Prof. KH. Ali

Mustafa Yaqub (Jombang: Pustaka Tebuereng, 2016), h.8. 11Choidir Ibhar, Khodimun Nabi; Membuka Memori 1971-1975 Bersama Prof. KH.Ali

Mustafa Yaqub.., h.8-9.

Page 36: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

24

2. Syamsuri Badawi

Syamsuri Badawi adalah guru hadis dan Uṣūl fiqh Ali Mustafa Yaqub di

Pesantren Tebuireng Jombang. Dari beliaulah Ali Mustafa Yaqub banyak belajar

sikap tawaḍu‘, ikhlas, dan semangat dalam mendalami hadis. Dari beliau pula Ali

memperoleh sanad hadis-hadis Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim dengan cara

ijāzah12 yang bersambung kepada Nabi Saw melalui jalur Hasyim Asy‘ari.

Gurunya-gurunya yang berasal dari luar negeri:

1. Muhammad Mustafa Azami

M. M. Azami adalah Guru Besar ilmu hadis Universitas King Saud. Riyāḍ,

Saudi Arabia. M. M. Azami termasuk salah satu ulama pengkaji hadis dalam

pergulatan pemikiran kontemporer yang banyak mengkritisi pemikiran orientalis.

Sumbangan penting M. M. Azami adalah disertasinya di Universitas Cambridge,

Inggris yang berjudul Studies in Early Hadith Literature, (1996), karena secara

akademik mampu meruntuhkan pengaruh kuat dua orieantalis Yahudi Ignaz

Goldziher (1850-1921) dan Joseph Schacht (1902-1969). Temuan naskah kuno

hadis abad pertama hijriyah dan analisis disertasi itu secara argumentatif

menunjukkan bahwa hadis betul-betul otentik dari Nabi Saw. Azami secara

khusus juga menulis kritik tuntas atas karya monumental Joseph Schacht, yang

berjudul On Schacht’s Origins of Muhammadan Jurisprudence. Azami telah

berhasil menjaga hadis dengan argumentasi yang kuat dan ilmiah dengan

meruntuhkan teori Projecting Back Joseph Schacht. Menurut Joseph Schacht

12Ijāzah termasuk salah satu metode al-Taḥammmul wa al-Adā’ dalam ilmu hadis.Hal ini

diketahui dengan ungkapam seorang guru yang mengatakan “Ajaztuka Ṣaḥīḥ al-Bukhārī”.Dengan

ungkapan ini, seorang yang mendapatkan ijazah telah mempunyai jalur sanad sebagaimana

gurunya kepada pengarang kitab.Lihat al-SuyūṭīTadrīb al-Rāwī fī Syarh Taqrīb al-Nawawī(Cairo:

Dār al-Ḥadīts, 2002), h. 321.

Page 37: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

25

hukum Islam belum eksis pada masa al-Sya‘bi (w.110H). Penegasan ini

memberikan pengertian bahwa apabila ditemukan hadis-hadis yang berkaitan

dengan hukum Islam, maka hadis-hadis itu adalah buatan orang-orang yang hidup

sesudah al-Sya‘bi. Ia berpendapat bahwa hukum Islam baru dikenal sejak

penganngkatan para qāḍi. pengangkatan qādi baru dilakukan pada masa dinasti

Banī Umaiyah.13

Ali Mustafa Yaqub betemu dengan M. M. Azami ketika ia belajar di

Riyād, Saudi Arabiya. M. M. Azami member pengaruh yang besar kepada Ali

Mustafa Yaqub, terutama dalam keistiqamahannya serta tanggung jawabnya yang

begitu besar dalam membela hadis Nabi Saw. melawan orang-orang orientalis.

Menurut Ali Mustafa Yaqub, M. M. Azami adalah teladan bagi ulama

kontemporer, beliau teguh pendirian dan tidak terpengaruh dengan pemikiran

orientalis saat menempuh studinya di Universitas Cambridge, Inggris yang

merupakan tempat para orientalis, M. M. Azami justru melawan mereka dengan

disertasinya.14

2. Abdul ‘Aziz bin Bāz

Ali Mustafa Yaqub ketika belajar dan tinggal di Saudi selama Sembilan

tahun tidak mencukupkan belajarnya di bangku kuliah saja, ia sering mengikuti

halaqah-halaqah dan majlis-majlis di luar kelas, seperti halaqah yang dipimpin

oleh Abdul ‘Aziz bin Bāz yang mempelajari kitab-kitab induk hadis (kutub al-

Sittah), disanalah ia bertemu dengan Abdul ‘Aziz bin Bāz. Buah dari ikut sertanya

13Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadi, h. 25-31. 14 Muhammad al-Faiz, al-Du‘a bi al-Rumuz Inda al-Syeikh Ali Mustafa Yaqub (Dirasah

wa Istinbathan).Skripsi Fakultas Dirasat Islamiyyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.2014, h. 17.

Page 38: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

26

Ali Mustafa Yaqub dalam halaqah ini adalah dibangunnya Pondok Pesantren

Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences yang secara khusus

mempelajari hadis dan ilmu-ilmu hadis pada tahun 1987 yang bertempat di

Cireudeu Pisangan Barat Ciputat Tangerang Selatan. 15

Menurut pengakuan Ali Mustafa Yaqub, guru-gurunya yang disebut di

atas telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadapnya.16 Selain guru-

guru yang telah disebutkan, ada beberapa guru Ali Mustafa Yaqub, seperti Adlan

Ali al-Ḥāfidz yang dari Ali Mustafa belajar akhlak dan hal-hal yang berhubungan

dengan etika, Shabari yang telah mengajarkan hadis dan ilmu-ilmu dalam di

bangku sekolah, Abdurrahman Wahid, Presiden Repuplik Indonesia ke IV darinya

Ali Mustafa belajar Bahasa Arab beserta kaidah-kaidahnya, dan darinya pula Ali

Mustafa mengaji kitab Qatr al-Nada.17

d. Sepak Terjang dalam Dunia Dakwah

1. Karya-karya Ali Mustafa Yaqub

Wa lā tamūtunna illā wa antum kātibūn, janganlahmati kecuali kalian

telah memiliki karya tulis, kata-kata inilah yang sering dipesankan kepada murid-

muridnya. Maka tidaklah heran bila Ali Mustafa Yaqub memilik banyak karya.

Dalam setiap tahunnya ia akan meluncurkan buku pada acara wisuda Darus-

Sunnah International Institute for Hadith Siences. Berikut akan disebutkan karya-

karya Ali Mustafa Yaqub.

15 Muhammad al-Faiz, al-Du‘a bi al-Rumuz Inda al-Syeikh Ali Mustafa Yaqub, h. 19. 16 Ali Mustafa Yaqub, Pidato yang disampaikan saat perayaan dan tasyakuranhatamnya

Kutub al-Sittah (Jakarta: Darus-Sunnah Interntional Institute for Hadith Sciences, 24 Mei 2013),

Muhammad al-Faiz 17Ali Mustafa Yaqub, Kerukunan Umat dalam Perspektifal-Qur’ān dan Hadis (Jakarta:

Pustaka firdaus, 1999), h. 105.

Page 39: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

27

Karya-karyanya dalam bidang hadis:Imam al-Bukhārī dan Metodologi

Kritik dalam Ilmu Hadis (1991), Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Alih

Bahasa dari Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami 1994), Krtitik Hadis18 (1995),

Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam (1999), MM Azami Pembela

Eksistensi Hadis (2002), Hadis-hadis Bermasalah (2003), Hadis-hadis Palsu

Seputar Ramadan (2003), (2011), Al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fī Fahm al-Sunnah al-

Nabawiyah (2014).

Karya-karyanya dalam bidang fikih: Memahami Hakikat Hukum Islam

(Alih Bahasa dari Prof. Dr. Muhammad Abdul Fattah al-Bayanuni, 1986),

Ma‘āyir al-Ḥalāl wa al-Ḥarām fī al-aṭ‘imah wa al-Asyribah wa al-Adawiyah wa

al-Mustaḥḍarāt al-Tajmīliyah ‘alā Ḍau’ al-Kitāb wa al-Sunnah (2010), Nikah

Beda Agama dalam Perspektif al-Qur’ān dan Hadis (2005), Imam Perempuan

(2006), Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka’bah (Bahasa Arab dan Indonesia,

2010), Isbāt Ramaḍān wa Syawāl wa Dzī al-Ḥijjah ‘alā Ḍau’ al-Kitāb wa al-

Sunnah (2013), Al-Qiblah ‘alā Ḍau’ al-Kitāb wa al-Sunnah (2010), Kiblat

Menurut al-Qur’ān dan Hadis: Kritik atas Fatwa MUI No. 5/2010.

Karya-karyanya dalam bidang akidah: Aqidah Imam Empat Abū Hanīfah,

Mālik, al-Syāfi‘ī, dan Ahmad (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Abd. Al-Rahman al-

Khumayis, 2001), Kemusyrikan Menurut Madzhab Syāfi‘ī (Alih Bahasa dari Prof.

Dr. Abd. Al-Rahman al-Khumayis, 2001), Toleransi Antar Umat Beragama

(Bahasa Arab dan Indonesia, 2008).

18Mulanya buku ini adalah kumpulan-kumpulan artikel tentang kajian hadis yang dimuat

secara serial dalam Majalah Amanah.Diawali dengan topik Kritik Hadis dalam Perspektif Sejarah,

kemudian Kajian Hadis di Kalangan Orientalis, da seterusnya.Menurut para pembaca tulisan-

tulisan tersebut merupakan barang langka dan perlu dikembangkang.Karena tanggapan yang

begitu antusias dari para pembaca akhirnya Ali Mustafa Yaqub berinisiatif untuk

membukukannya. Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), cet ke-II, h.

xiii.

Page 40: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

28

Karya-karya dalam dakwah: Nasihat Nabi kepada Para Pembaca dan

Prnghafal al-Qur’ān (1990), Sejarah dan Metode Dakwa Nabi (1997), Bimbingan

Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (Alih Bahasa dari Muhammad Jameel Zino,

terbit di Saudi Arabia, 1418 H), Kerukunan Umat dalam Perspektif al-Qur’ān dan

Hadis (2000), Panduan Amar Makruf Nahi Mungkar (2012), Al-Wahābiyah wa

Nahḍah al-‘Ulamā’ Ittifāq fī al-Uṣūl lā Ikhtilā (2015).

Selain karya-karyanya di atas masih banyak lagi karya-karya Ali Mustafa

Yaqub yang berupa kumpulan-kumpulan makalah atau artikel dari berbagai jenis-

jenis ilmu seperti tafsir, hadis, fiqih, sejarah nabi, dakwah, etika, dialok ilmiah dan

lain sebagainya. Kumpulan makalah-makalah tersebut telah disampaikan dalam

khutbah dan pertemuan ilmiah atau telah diterbitkan di berbagai media-media

cetak di Jakarta. Tulisan tersebut juga merupakan dokumentasi dari pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan oleh kalangan masyarakat kepada Ali Mustafa Yaqub.

Di antara buku-buku tersebut adalah: Islam Masa Kini (2001), Fatwa-fatwa

Kontemporer (2002), Pengajian Ramadan Kiai Dulali (2003), Haji Pengabdi

Setan (2006), Fatwa Imam Besar Masjid Istilal (2007), Pantun Syariah Ada

Bawal Kok Pilih Tiram (2008), Kidung Bilik Pesantren (2009), Mewaspadai

Provokator Haji (2009), Islam di Amerika (2009), Islam Between War and Peace

(2009), 25 Menit Bersama Obama (2010), Ramada Bersama Ali Mustafa Yaqub19

(2011), Cerita dari Maroko20 (2012), Makan Tak Pernah Kenyang (2012), Ijtihad,

19Buku ini adalah kumpulan pertanyaan terkait ibadah Ramadhan dan Idul Fitri yang

diajukan masyarakat kepada Ali Mustafa Yaqub selama bulan Ramadhan 1431 H/ 2010 M ketika

beliau diamanati untuk mengasuh Rubrik Konsultasi Ramadhan di harian REPUBLIKA. Ali

Mustafa Yaqub, Ramadhan Bersama Ali Mustafa Yaqub (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011). 20Buku ini lahir atas saran dari kawan-kawan Ali Mustafa Yaqub untuk mengabadikan

pengalamannya saat melakukan safari Ramadhan ke Maroko pada tahun 2011 M. Buku ini tidak

sebatas catatan perjalanan Ali Mustafa Yaqub ke Maroko, atau gambaran tentang Maroko, namun

juga di dalamnya banyak dibumbuhi ilmu-ilmu keagamaan. Ali Mustafa Yaqub, Cerita dari

Maroko (Jakarta: Maktabah Dār al-Sunnah, 2012), h. 14.

Page 41: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

29

Terorisme, dan Liberalisme (2012), Dalīl al-Hasabah (2012), Menghafal al-

Qur’ān di Amerika Serikat21 (2014), Setan Berkalung Surban (2014), Islam is Not

Only for Muslim22 (2016), Teror di Tanah Suci (2016).

2. Aktifitas dan Dakwahnya

Al-Da‘wah laisat mujrrad tablīgh wa lākin akhlāq wa sulūk, dakwah

bukanlah penyampaian semata, tetapi moralitas dan prilaku,23 itulah yang menjadi

prinsip Ali Mustafa Yaqub dalam berdakwah. Mulanya Ali Mustafa Yaqub ingin

berdakwah menghidupkan agama Allah di Papua, namun Allah telah menyiapkan

tempat berdakwah yang lain untuknya. Hal ini terjadi setelah pertemuannya

dengan Abdurrahman Wahid di kantor Pegurus Besar Nahḍatul Ulama (PBNU),

saat ia baru pulang dari belajar di Saudi Arabia pada tahun 1985.24 Sejak ia

Abdurrahman Wahid memberikan petuah atau nasihat kepada Ali Mustafa Yaqub

bahwa dakwah tidak harus di Papua, teruma bagi lulusan timur tengah, Jakartalah

yang lebih membutuhkan petolongan dalam membina masyarakat.25 Sejak saat itu

Ali Mustafa Yaqub menetap di Jakarta.

Pada tahun 1985, setelah menyelesaikan studi S2 nya dan pulang ke tanah

air ia mengajar di Institut Ilmu al-Qur’ān (IIQ) Jakarta. Di samping menjadi dosen

di IIQ, ia juga mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’ān (PTIQ), Pengajian

21 Buku ini ditulis atas saran dari Ali Yafie agar safari dakwah Ali Mustafa Yaqub ke

Amerika tidak sebatas menjadi kenangan saja, tetapi dapat member manfaat pada orang lain. Safari

dakwah ke Amerika pada tahun 2013 ini bukankah safari dakwah Ali pertama kali ke Amerika,

sebelumnya pada tahun 2008 ia telah melakukan safari dakwah ke Amerika dan Kanada. Ali

Mustafa Yaqub, Menghafal al-Qur’ān di Amerika Serikat (Jakarta: Maktabah Dār al-Sunnah,

2014), h. 1-2. 22 Buku ini termasuk salah satu karya terakhir Ali Mustafa Yaqub yang diluncurkan pada

acara wisuda Darus-Sunnah ke 14 tepat pada tanggal 28 Mei 2016 sebulan setelah wafatnya

penulisnya. 23Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi…, h. v. 24 Ali Mustafa Yaqub, Kerukunan Umat dalam Perspektifal-Qur’ān dan Hadis.., h. 108. 25 Muhammad al-Faiz, al-Du‘a bi al-Rumuz Inda al-Syeikh Ali Mustafa Yaqub, h. 24

Page 42: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

30

Tinggi Islam Masjid Istiqlal, dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang kini

menjadi UIN Syarif HIdayatullah Jakarta. Ia juga mengajar di Institut Agama

Islam Shalahuddin al-Ayyubi (INISA) Tambun Bekasi, Pendidikan Kader Ulama

(PKU) MUI, dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) al-Hamidiyah, Jakarta.

Tahun 1989, ia bersama keluarganya mendirikan Pesantren Darussalam di desa

Kelahirannya, Kemiri.26

Di samping aktif dalam organisasi dakwah, Mantan Ketua Umum

Penghimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh yang pernah menjadi Pengasuh

Pesantren al-Hamidiyah Depok (1995-1997) dan Ketua STIDIA al-Hamidiyah

Jakarta (1991-1997) ini juga rajin menulis dan mengajarkan hadis dan ilmu hadis.

Pada tahun1990-1996 ia diamanati menjadi Sekretaris Jendral Pimpinan Pusat

Ittihadul Mubalighin. Kemudian pada periode 1996-2000 ia diamanati menjadi

Ketua Dewan Pakar, merangkap Ketua Departemen Luar Negeri DPP Ittihadul

Muballighin. Ia juga aktif sebagai anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Ketua

Lembaga Pengkajian Hadis Indonesia (LepHi), dan Pengasuh Rubrik

Hadis/Mimbar Majalah Amanah.27

B. Metode pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub

Metode pertama yang paparkan oleh Ali Mustafa Yaqub adalah

memahami hadis secara tekstual dan kontekstual. Namun sebelum masuk pada

pembahasan tekstual dan kontekstual menurut Ali Mustafa, disini akan disinggung

sekilas tentang tekstual dan kontekstual yang ditawarkan oleh para cendikian

sebelum Ali Mustafa Yaqub.

26 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, h. 240. 27 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi., h. 240.

Page 43: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

31

a. Tekstual dan Kontekstual menurut beberapa Tokoh

Sejumlah pakar dari kalangan modernis berusaha menghidupkan ruh hadis

melalui pendekatan kontekstual sebagai perimbangan dan melengkapi nalar

tekstual. Istilah kontekstual diambil dari kata konteks yang berarti suatu uraian

atau kalimat yang mendukung atau menambah kejelasan makna, atau situasi yang

ada hubungannya dengan suatu kejadian atau lingkungan sekelilinganya.28 Dalam

bahasa Arab digunakan istilah ‘alāqah, qarīnah dan siyāq al-kalām. Kontekstual

dalam hal itu adalah suatu penjelasan terhadap hadis-hadis baik dalam bentuk

perkataan, perbuatan maupun ketetapan Nabi Saw berdasarkan situasi dan kondisi

ketika hadis itu lahir.29

Salah satu tokoh yang juga memiliki metode memahami hadis secara

tekstual dan kontekstual adalah Yusuf al-Qaraḍāwī dalam kitabnya Kaifa

Nata‘āmalma‘a al-Sunnah al-Nabawīyah. Ada delapan metode untuk memahami

hadis yang disebutkan oleh Yūsuf al-Qaradhāwī dalam kitabnya tersebut, yaitu:

Pertama, memahami hadis sesuai dengan petunjuk al-Qur’ān, kedua,

mengumpulkan hadis-hadis dalam topik yang sama, ketiga kompromi

(penggabungan) atau menggunggulkan (mentarjih) hadis-hadis yang tampaknya

berlawanan, keempat memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakang

(sabab al-wurūd), situasi dan kondisi pada waktu diriwayatkannya sebuah hadis

serta memahami maksud yang diinginkan hadis, kelima membedakan antara

perantara atau sarana yang berubah-rubah dengan tujuan yang tetap dalam sebuah

hadis, keenam membedakan antara hakikat dan majāz dalam sebuah hadis, ketujuh

28Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 1988), 458. 29 Ilyas, “Pemahaman Hadis Secara Kontekstual (Telaah terhadap Asbāb al-Wurūd)”,

Jurnal Kutub Khazanah, no. 2(Maret, 1999), h. 87.

Page 44: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

32

membedakan antara hal-hal yang bersifat gaib dengan hal-hal yang bersifat nyata,

dan kedelapan memastikan makna peristilahan yang digunakan oleh hadis.30

Delapan metode yang ditawarkan Yūsuf al-Qaraḍāwī tersebut adalah

upaya memahami hadis secara menyeluruh dan tidak hanya fokus pada teks hadis

tanpa mempedulikan proses sejarah yang melahirkannya (ahistoris).

Salah satu bentuk memahami hadis secara kontekstual adalah dengan

melihat posisi Nabi Saw dalam sabdanya. Al-Qarāfī dianggap sebagai orang

pertama yang memilah-milah ucapan dan sikap Nabi Muhammad Saw,

menurutnya Nabi Saw terkadang berperan sebagai Imam agung, Qāḍi (penetap

hukum yang bijaksan) atau Mufti yang amat dalam pengetahuaya.31

Pedapat di atas, bagi penanut kontekstual dijabarkan dan dikembangkan

lebih jauh, sehingga setiap hadis harus dicari konteksnya, apakah ia diucapkan/

diperankan oleh Nabi Saw dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, Mufti, Hakim,

Pemimpin atau Pribadi.32

M. Syuhudi Ismail juga termasuk salah satu dari cendikiawan yang

menggunakan metode tekstual dan kontekstual untuk memahami hadis. Hal ini

30Yūsuf al-Qaraḍāwī, Kaifa Nata‘āmal ma‘a al-Sunnah, h. 91. 31Muhammad Quraish Shihab, sebuah pengantar. Studi Kritis atas Hadis Nabi Saw

antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Muhammad Al-Ghazali, penerjemah: Muhammad

al-Baqir. (Jakarta: Mizan, 1996) h. 9. 32Berikut penjelasan posisi hadis saat diungkapkan Nabi Saw dalam kedudukan Rasul,

Mufti, Hakim, Pemimpin dan Pribadi.Petama, Rasul: sudah pasti hadis tersebut benar,sebab

bersumber ari Allah Swt.Kedua, Mufti yang memberi fatwa berdasarkan pemahaman dan

wewenang yang diberikan Allah Swt kepadanya. Dan ini pun pasti bear serta berlaku umum bagi

setiap Muslim. Ketiga, Hakim yang memutuskan perkara.Dalam hal ini putusan tersebut walaupun

secara formal pasti benar, namun secara material adakalanya keliru.Hal ini diakibatkan oleh salah

satu pihak yang bersengketa dalam menutup-nutupi kebenaran.Keempat, Pemimpin yang

menyesuaikan sikap, bimbingan dan petunjunya sesuai dengan kondisi dan budaya masyarakat

yang beliau temui.Kelima, Pribadi baik karena beliau memiliki kekhususan dan hak-hak tertentu

yang dianugerahkan oleh Allah Swt dalam rangka kenabiannya, seperti kewajiban shalat malam,

maupun karena kekhususan-kekhususan yang diakibatkan oleh sifat manusia yang berbeda antara

seorang dengan orang yang lain. Lihat: Muhammad Quraish Shihab, sebuah pengantar. Studi

Kritis atas Hadis Nabi Saw antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Muhammad Al-

Ghazali, penerjemah Muhammad al-Baqir. (Jakarta: Mizan, 1996) h. 9-10.

Page 45: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

33

terlihat dalam bukunya, Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual: Telaah Ma‘ānī

al-Ḥadīts tentag Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal. Dalam

bukunya tersebut Syuhudi Ismail mengklasifikasi setidaknya ada empat metode

dalam memahami hadis, yaitu: pertama, melihat bentuk matan hadis serta

cakupan petunjuknya. Kedua, kandungan hadis dihubungkan dengan fungsi Nabi

Muhammad Saw. Ketiga, petunjuk Nabi Saw dihubugkan dengan latar belakang

terjadinya. Keempat, petunjuk Nabi yang tampak saling bertengtangan.33

Menurut M. Syuhudi Ismail, dilihat dari bentuk matannya, hadisada yang

berupa jami‘ al-Kalim (ungkapan yang singkat, namun memiliki makna yang

padat), tamtsīl (perumpamaan), bahasa simbolik (ramzī), bahasa percakapan

(dialog), ungkapan analogi (qiyāsī), dan lain-lain.34

Pada umunya, hadis-hadis Nabi Saw yang berbentuk jawāmi‘ al-Kalim

menuntut pemahaman secara tekstual dan menunjukkan bagian dari ajaran Islam

yang universal. Namun, di antara hadis yang berbentuk jawāmi‘ al-Kalim

tersebut, ada juga yang dipahami secara kontekstual dan menunjukkan adanya

bagian ajaran Islam yang bersifat temporal, di samping yang universal.35 Adapun

hadis yang bentuk matannya berupa simbolik maka hadis tersebut menuntut untuk

dipahami secara tekstual.Hal ini terlihat dari contoh-contoh yang dipaparkan oleh

M. Syuhudi Ismail.36 Dalam hadis-hadis Nabi Saw yang berbentuk dialog, ada

ajaran Islam yang bersifat temporal dan ada pula ajaran Islam yang bersifat

33M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual: Telaah Ma‘ānī al-Ḥadīts

tentag Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintag, 1994), h. 9-71. 34M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h. 9. 35M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h. 13. 36M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h. 18-22.

Page 46: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

34

universal.37 Matan hadis dalam bentuk ungkapan analogi bisa dipahami secara

tekstual dan ajarannya bersifat universal atau ketentuan itu berlaku untuk semua

waktu dan tempat.38

Metode kedua yang ditawarkan oleh M. Syuhudi Ismail adalah kandungan

hadis dihubungkan dengan fungsi Nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad Saw

selain berfungsi sebagai seorang Rasul, juga sebagai Kepala Negara, panglima

perang, hakim, tokoh masyarakat, suami dan pribadi.Hadis yang dikemukakan

oleh Nabi Saw dalam kapasitas beliau sebagai Rasulullah, ulama menyatakan

kesepakatan tentang wajib mematuhinya. Hadis yang dikemukaan oleh Nabi Saw

sebagai kepala Negara dan pemimpin masyarakat, misalnya pengiriman angkatan

perang dan pemungutan dana untuk bait al-māl, kalangan ulama ada yang

menyatakan bahwa hadis tersebut tidak menjadi ketentuan syariat yang bersifat

umum.39

Menghubungkan kandungan petunjuk hadis dengan fungsi Nabi Saw

ketika hadis itu lahir, sangat membantu untuk memahami kandungan petunjuk

hadis secara benar. Hanya saja usaha yang demikian itu tidak mudah dilakukan

dan tidak mudah disepakati oleh ulama.40

Metode ketiga adalah petunjuk hadis dihubungkan dengan latar belakang

37Dalam hadis-hadis yang berbentuk dialog ada pertanyaan-pertanyaan yang sama, namun

ternyata dapat jawaban yang berbeda-beda. Perbedaan materi jawaban tidaklah bersifat substantif.

Yang substantive ada dua kemungkinan.Pertama, relevansi antara keadaan orang yang bertanya

dan materi jawaban yang diberikan.Kedua, relevansi antara keadaan kelompok masyarakat

terntentu dengan materi jawaban yang diberikan.Kemungkinan ini mempertimbangkan bahwa

jawaban Nabi Saw itu merupakan petunjuk umum bagi kelompok masyarakat yang kesehariannya

menunjukkan gejala yang perlu diberikan bimbingan.Orang yang bertanya sekedar berfungsi

wakil. Jawaban Nabi Saw atas pertanyaan-pertanyaan yang sama itu bersifat temporal, tepatnya

kondisional, dan bukan universal. Lihat: M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan

Kontekstual, h. 26. 38M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h. 31. 39M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h. 33-34. 40M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h.46-47.

Page 47: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

35

terjadinya (sabab al-Wurūd).Dan metode keempat adalah petunjuk hadis yang

tampak bertentangan.41 Metode ketiga dan keempat ini akan diuraikan lebih lanjut

dalam sub bab berikutnya, dalam metode pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub.

b. Tektual dan Kontektual menurut Ali Mustafa Yaqub

Terkadang yang dimaksud dari sebuah hadis adalah kandungan hadis

secara tektual, sehingga hadis harus diamalkan secara tekstual. Terkadang yang

dimaksud adalah kandungan hadis secara kontekstual, sehingga pengamalannya

pun harus secara kontekstual. Namun terkadang yang dimaksud adalah kandungan

hadis secara tekstual dan kontekstual sekaligus, sehingga hadis tersebut boleh

diamalkan secara tekstual atau kontekstual.42 Ada beberapa komponen yang dapat

mengetahui maksud yang diinginkan oleh sebuah hadis, yaitu:

1. Al-Majāz fī al-Ḥadīts

Layaknya bahasa arab yang lain, hadis memiliki makna denotatif atau

haqiqī dan terkadang memiliki makna konotatif atau majāzī43. Majāz adalah lafaẓ

atau kalimat yang diartikan tidak seperti makna asli dari lafaẓ tersebut. Seperti

ungkapan Ahmad Asad (Ahmad adalah singa) diartikan dengan Ahmad seorang

yang pemberani, karena salah satu dari sifat singa adalah pemberani. Ketika

Ahmad Asad diartikan Ahmad adalah singa itu adalah makna hakiki, sedangkan

yang diharapkan oleh lafadz tersebut adalah makna majaz.44 Majāz dalam hadis

meliputi majāz lughawī, ‘aqlī, isti‘ārah, kināyah, isti‘ārah tamtsīliyah dan semua

41M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual, h. 49, 71. 42Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), cet

ke II, h. 3. 43Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 5. 44Abdul ‘Aziz al-Harbi, al-Balāgha al-Muyassarah (Bairut: Dār Ibn Ḥazm, 2011), h. 60.

Page 48: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

36

bentuk pemaknaan yang tidak sesuai dengan makna aslinya karena ada indikasi-

indikasi yang mengharuskan untuk tidak diartikan dengan makna aslinya.45

Dalam mengamalkan sebuah hadis harus sesuai dengan makna yang

diinginkan oleh hadis itu, jika makna yang dimaksud adalah makna denotatif

maka hadis tersebut harus diamalkan dengan makna itu. Begitu juga bila yang

dimaksud oleh hadis adalah makna konotatif maka tidak boleh diamalkan dengan

makna hakiki. Meskipun mengamalkan dengan makna yang berbeda tidak

menyebabkan kesesatan, namun terdapat kesalahan dalam memahaminya. 46

Berikut contoh hadis yang mengandung majāz:

Diceritakan dari ‘Āisyah Ra, ia berkata: “Bahwa beberapa istri Nabi Saw

bertanya kepada Nabi Saw: “Siapa yang paling cepat menyusul engkau

(meninggal dunia)?” beliau menjawab: “yang paling p anjang tangannya

dari kalian.” Mereka pun mengambil batang kayu untuk mengukur tangan

mereka.Ketika itu, Saudah adalah yang paling panjang tangannya dari

mereka.Akhirnya kami mengetahui bahwa maksud panjang tangan

tersebut adalah bersedekah.Sebab, ia yang paling cepat menyusul beliau

dari kami, dan ia orang yang gemar bersedekah.”

45Yusuf al-Qaraḍāwī, Kaifa Nata‘āmal m ‘a al-Sunnah.., h. 155. 46Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 5. 47Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Zakah, Bāb Faḍl Ṣadaqah al-

Syaḥīḥ al-Ṣaḥīḥmelalui jalur Mūsā bin Ismā‘īl. Lihat: Muhammad bin Ismā‘īal al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ

al-Bukhārī (Riyād: Dār al-Salām, 1999), h. 229. Diriwayatkan juga olehal-Nasā’ī dalam Sunannya,

Kitab al-Zakāh, Bāb Faḍl al-Ṣadaqah melalui jalur Abū dawūd. Lihat: al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī

(Riyād: Dār al-Salām, 1999), h. 351.

Page 49: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

37

Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī menjelaskan hadis di atas melalui hadis lain yang

juga diriwayatkan oleh ‘Āisyah Ra, ia berkata: “keadaan kami (istri-istri Nabi

Saw) apabila berkumpul di salah satu rumah kami setelah wafatnya Nabi Saw,

kami saling mengukur panjang tangan kami di dinding, kami senantiasa

melakukannya sampai Zainab binti Jaḥsy wafat. Maka ketika itu kami mengetahui

bahwa yang dimaksud panjang tangan adalah bersedekah. Zainab adalah sosok

perempuan yang rajin tangannya. Beliau biasa menyamak dan melubangi kulit

serta bersedak di jalan Allah.”48 Zainab Ra adalah istri Nabi Saw yang paling

pertama wafat, beliau wafat padamasa pemerintahan ‘Umar Ra. Sedangkan

Saudah Ra wafat pada pemerintahan Muawiyah pada bulan Syawāl tahun 54

Hijriyah.49

2. Al-Ta’wīl fī al-Ḥadīts

Ta’wīl secara bahasa memiliki beberapa makna, pertama bermakna

kembali, kedua bermakna tafsir dan penjelasan. Pengertian ta’wīl dalam istilah

mutaqadimīn adalah semakna dengan tafsir. 50 Menurut ulama mutaakhkhirīn

ta’wīl adalah mengalihkan suatu lafadz dari maknanya yang rājih (kuat) kepada

maknanya yang marjūh (lemah) karena ada indikasi yang menyertainya,

sebagaimana dikemukakan oleh Ali Mustafa Yaqub yang dikutip dari Ibn

Taimiyah dalam kitabnya al-Iklīl fī al-Mutasyābih wa al-Ta’wīl.51

Ta’wīl sebagaimana dibahas dalam ulūm al-Qur’ān seputar ayat yang

muhkam (teks yang pemahamannya pasti) dan mutasyābih (teks yang

48Ibnu Ḥajar al-‘Asqalāni, Fath al-Bārī bi Syarh Ṣaḥīḥ al-Bukhārī(Cairo: Dār al-Ḥadīts,

1998), vol. 3, h. 326. 49Ibnu Ḥajar al-‘Asqalāni, Fath al-Bārī bi Syarh Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Cairo: Dār al-Ḥadīts,

1998), vol. 3, h. 325. 50 Muhammad Alī al-Ṣābunī, al-Tibyān fī ulūm al-Qur;ān (Jakarta: Dār al-Kutub al-

Islāmī, 2003), h. 66. 51Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 26.

Page 50: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

38

pengertiannya tidak kongkrit), juga dibahas dalam ulūm al-Ḥadīts, sebab hadis

juga ada yang muhkam dan mutasyābih.52

Berikut contoh hadis yang dita’wīl beserta pandangan ulama terhadap

hadis tersebut:

Diceritakan dari Abū Hurairah Ra, ia berkata: Bahwa Rasulullah Saw

bersabda: “setiap malam, Tuhan kita turun ke langit dunia ketika

sepertiga akhir dari waktu malam seraya berkata: Siapa yang berdoa

kepada-Ku maka akan aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku

maka akan aku penuhi, siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka akan

aku ampuni.”

Berkenaan dengan hadis di atas tentang “Allah turun”, ulama terbagi

menjadi dua golongan, sebagian ulama memilih untuk mengambil hadis apa

adanya tanpa mena’wīlnya dan tidak mempertanyakan bagaimana caranya.

Sebagian yang lain memilih untuk mena’wīlnya. Sebagaimana telah dikemukakan

oleh al-Nawawī dalam kitab Ṣaḥīḥ Muslim bi Syarh al-Nawawī, ulama yang

mengimani hadis di atas tanpa mena’wīlkannya adalah mayoritas ulama salaf dan

52Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 28. 53Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Tahajjud, Bāb al-Du‘ā’ wa al-

Ṣalāh min Ākhir al-Laīl melalui jalur Abdullah bin Maslamah. Lihat: Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-

Bukhārī.., h. 183. Diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab Ṣalāh al-Musāfirīn, Bāb

al-Targhīb fī al-Du‘ā’ wa al-Dzikr fī Ākhiri al-Laīl wa al-Ijābah fīh melalui jalur Yaḥya bin

Yaḥya. Lihat: Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim (Riyād: Dār al-Salām, 1998), h. 307.

Diriwayatkan juga oleh Abū Dawūd dalam Sunannya, Kitāb al-Taṭawwu‘, Bāb Ay al-Laīl Afḍal

melalui jalur al-Qa‘nabī. Lihat: Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd (Riyād: Dār al-Salām, 1999), h.

197. Diriwayatkan juga oleh al-Tirmidzī dalam Sunannya, Kitāb al-Da‘awāt, Bāb Hadīts Yanzilu

Rabbunā Kulla Lailah melalui jalur al-Anṣārī. Lihat: Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī (Riyād: Dār

al-Salām, 1999), h. 797. Diriwayatkan juga oleh Ibn mājah dalam Sunannya, Kitāb Iqāmah al-

Ṣalāh, Bāb mā Jā’a fī ay sā‘āt al-Laīl Afḍal melalui Jalur Abū Marwān. Lihat: Ibn Mājah, Sunan

Ibn Mājah (Riyād: Dār al-Salām, 1999), h. 194.

Page 51: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

39

sebagian ahli kalam.Golongan yang kedua adalah madzhab ahli kalam dan

sebagian ulama salaf.54

Kelompok ulama yang mena’wīlkan hadis di atas menjelaskan bahwa

makna “Allah turun” ada dua pengertian: Pertama, makna “turun” tersebut adalah

turunnya rahmat Allah Swt. Kedua, “turun” tersebut mengandung makna

isti‘ārah.Artinya adalah memenuhi permohonan orang-orang yang berdoa dengan

mengabulkan dan mengasihinya ketika berada dalam waktu sepertiga malam

terakhir.55

Ali Mustafa Yaqub membagi hadis-hadis mutasyābih menjadi dua macam,

yaitu:

Pertama: Hadis-hadis mutasyābih yang memiliki riwayat lain yang

menjelaskan maksud hadis-hadis mutasyābih tersebut. Terkadang riwayat yang

menjelasakan tersebut masih satu kesatuan dengan hadis pertama, dan terkadang

riwayat tersebut terdapat dalam hadis lain.

Kedua: Hadis-hadis yang memuat sifat Allah berupa perbuatan yang

maksudnya tidak tercantum dalam riwayat tersebut. Berkenaan dengan hadis

seperti ini menurut Ali Mustafa Yaqub, kita harus mengimaninya sesuai dengan

apa yang disabdakan Nabi Saw tanpa membahas bagaimana caranya, tidak

menyerupakannya dengan makhluk, tidak menghilangkan maknanya, tidak

mengubahnya dan tidak mena’wīlkannya.56

Dari pengklasifikasian di atas terlihat bahwa Ali Mustafa Yaqub sangat

54Al-Nawawī, Ṣaḥīḥ Muslim bi Syarh al-Nawawī(Cairo: Dār al-Ḥadīts, 2001), vol. 3, h.

293-194. 55Al-Nawawī, Ṣaḥīḥ Muslim bi Syarh al-Nawawī, vol. 3, h. 194. 56Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 49-51.

Page 52: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

40

hati-hati dalam memaknai hadis-hadis mutasyābih, bahkan memilih untuk tidak

membahasnya jika tidak ada hadis lain yang menjelaskannya.

3. Al-‘Illah fī al-Ḥadīts

Hadis Nabi Saw terkadang berbentuk perintah, larangan, atau berupa

lafadz yang semakna dengan perintah dan larangan. Perintah atau larangan dalam

hadis kadangkala disebutkan illatnya, kadangkala tidak. Illat yang disebutkan di

dalam hadis disebut manṣūṣah, namun bila tidak disebutkan illatnya disebut

mustanbaṭah.57 Melihat latar belakang (illat) lahirnya sebuah hadis adalah salah

satu cara yang baik untuk memahami hadis, apakah hadis tersebut

dilatarbelakangi dengan sebab-sebab tertentu yang disebutkan dalam hadis

tersebut atau disebutkan di dalam hadis lain yang semakna dengan hadis

tersebut.58 Maksud illat di sini bukanlah illat59 menurut ilmu hadis, melainkan illat

menurut ilmu uṣūl fiqh.

a. Illat eksplisit (al-‘Illah al-Manṣūṣah)

Diceritakan dari ‘Āisyah Ra dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Setiap

minuman yang memabukkan adalah haram”

57Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 53. 58Yusuf al-Qaraḍāwī, Kaifa Nata‘āmal m ‘a al-Sunnah.., h. 125. 59‘Illat dalam ilmu hadis adalah sesuatu yang tersembunyi dalam sebuah hadis yang dapat

menciderai keṣahihan hadis tersebut yang secara dzahir hadis tersebut selamat dari ‘illat.‘Illat bisa

terdapat di sanad hadis atau di matan hadis. Lihat: Mahmūd al-Ṭaḥān, Taisīr Muṣṭalaḥ al-Ḥadīts

(Jakarta: Dār al-Maktabah), h.35. 60 Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitābal-Wuḍū’, Bāb Lā Yajūzu al-

Wuḍū’ bi al-Nabīdz wa lā al-Muskir melalui jalur ‘Ali bin ‘Abdullah. Lihat: Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-

Bukhārī.., h. 44. Diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Usribah, Bāb Bayān

Anna Kulla Muskir Khamr wa Anna Kulla Khamr Ḥarām melalui jalur Yaḥya bin Yaḥya. Lihat:

Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim.., h. 894.

Page 53: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

41

Hadis di atas menyatakan secara eksplisit bahwa setiap yang memabukkan

adalah haram. Illat keharaman benda tersebut adalah memabukkan. Dalam hal ini

ulama tidak berbeda pendapat, sebab illat keharamannya tercantum dalam teks

hadis (manṣūṣah). Dari hadis itu pula ulama menetapkan bahwa setiap minuman

yang tidak memabukkan tidak haram, karena tidak adanya illat berupa

memabukkan.61

b. Illat implisit (al-‘Illah al-Mustanbaṭah)

Dicertakan dari Ibn ‘Umar Ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda

kepada kami saat pulang dari perang aḥzāb: “Janganlah sekali-kali

seorang pun salat aṣar kecuali di Banī Quraidzah. ”Maka sebagian dari

mereka mendapat waktu aṣar di perjalanan. Ada yang berkata: “Kita

laksanakan salat aṣar setelah sampai disana (Banī Quraidzah).” Sebagian

yang lain berkata: “Tidak, kita laksanakan salat aṣar disini. Nabi Saw

tidak menghendaki kita mengakhirkan salat aṣar sampai malam.”Kemudia

hal tersebut dilaporkan kepada Nabi Saw, ternyata beliau tidak

menyalahkan seorang pun dari mereka.”

Sahabat Nabi Saw dalam memahami hadis di atas terbagi menjadi dua,

sebagian sahabat memehaminya secara kontekstual, dan sebagian yang lain

memahaminya secara tekstual. Sahabat yang memahami hadis secara kontekstual

61Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 56. 62Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitābal-Ṣalāh, Bāb Ṣalāh al-Ṭālib wa

al-Maṭlūb Rākiban wa īmā’an melalui jalur ‘Abdullah bin Muhammad. Lihat: Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ

al-Bukhārī.., h. 152. Diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Jihād, Bābal-

Mubādarah bi al-Ghazwi wa Taqdīmu ahamm al-Amrain al-Muta‘āriḍain melalui jalur ‘Abdullah

bin Muhammad. Lihat: Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim.., h. 786.

Page 54: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

42

berpendapat bahwa maksud dari sabda Nabi Saw untuk melaksanakan salat ‘aṣar

di Bani Quraidzah adalah agar para sahabat bersegera menuju ke Bani Quraidzah

dan mendapati waktu salat ‘aṣar di sana. Sedangkan sahabat yang lain berijtihat

untuk tetap melaksanakan salat ‘aṣar di Bani Quraidzah kendati sudah masuk

malam. Mereka melihat sabda Nabi Saw secara tekstual. 63 Seperti yang

disebutkan dalam hadis di atas bahwa Nabi Saw tidak menyalahkan salah satu dari

kelompok sahabat yang memahami perintah Nabi Saw secara kontekstual atau

tekstual. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena ‘illah dari perintah Nabi Saw

tidak disebutkan dalam hadis tersebut.

4. Al-Jighrāfiyah fī al-Ḥadīts

Menurut Ali Mustafa Yaqub, meskipun geografi bukan termasuk salah

satu sumber hukum islam, mengetahui geografi yang merupakan ilmu peta bumi

sangat penting dalam memahami hadis, karena ada beberapa hadis yang harus

dipahami dengan metode pendekatan geografi.64 Berikut akan disebutkan hadis

yang dalam memahaminya memerlukan pengetahuan biografi.

Diceritakan dari Abū Ayyūb al-Anṣārī Ra, ia berkata: Rasulullah Saw

bersabda: “Ketika seorang dari kaliah hendak buang hajat, maka

janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya. Menghadaplah ke

timur dan barat.”

63Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 63. 64Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 75. 65Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Wuḍū’, Bāb Lā Tustaqbalu al-

Qiblah bi baul wa lā Ghāiṭ illā ‘inda al-Binā’ melalui jalur Ādam. Lihat: Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-

Bukhārī.., h. 71.

Page 55: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

43

Hadis di atas apabila dipahami dengan konteks Indonesia maka terjadi

pertangan antara ungkapan Nabi Saw yang pertama “maka janganlah menghadap

kiblat atau membelakanginya” dengan ungkapan Nabi Saw yang ke dua

“Menghadaplah ke timur dan barat”, karena arah kiblat bagi penduduk Indonesia

adalah barat. Maka makna hadis di atas ketika hendak dipraktikkan dalam kontek

Indonesia adalah: “Menghadaplah ke utara dan selatan”, sehingga orang yang

membuang hajat tidak menghadap ke kiblat atau membelakanginya.66

5. Al-Taqālīd al-‘Arabiyah fī al-Ḥadīts

Ali Mustafa Yaqub menjelaskan bahwa tidak semua yang berasal dari

Nabi Saw harus diikuti. Dalam metode ini, Al-Taqālīd al-‘Arabiyah fī al-

Ḥadīts“Budaya Arab dalam hadis”, ia membedakan antara agama yang harus

diikuti dan budaya yang tidak perlu diikuti. 67 Secara garis besar Allah telah

memerintahkan hamba-Nya untuk mengikuti segala sesuatu yang datang dari Nabi

Saw dalam firmannya:

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah.Dan apa yang

dilarangnya bagimu maka tinggallah.” (QS. Al-Ḥasyr: [59:7]).

Ayat di atas bersifat umum, hal ini terlihat dari lafadz māyang

mengandung arti umum. Namun keumuman ayat tersebut dikhususkan oleh

sebuah hadis:

66Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 77. 67Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 85.

Page 56: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

44

Telah menceritaka kepadaku Rāfi‘ bin Khadīj, ia berkata: Saat Nabi Saw

tiba di Madinah, mereka sedang mengawinkan kurma. Mereka katakana

sebagai penyerbukan terhadap kurma (agar dapat berbuah). Beliau

betanya: “Apa yang sedang kalian lakukan?” “Kami biasa

melakukannya,” jawab mereka. Beliau bersabda: “Kalian dapat

mempertimbangkan seandainya tidak melakukannya, maka hal itu akan

lebih baik.” Lalu mereka pun tidak lagi melakukan penyerbukan.Ternyata

pohon itu tidak berbuah.Mereka pun melaporkan hal tersebut kepada Nabi

Saw. Maka beliau bersabda: “Aku hanya manusia biasa. Apabila aku

menyuruh kalian sesuatu dalam urusan agama, maka ambillah.Namun

apabila aku menyuruh kalian sesuatu yang berasal dari pendapatku, maka

aku hanya manusia biasa.”

Ada beberapa kriteria untuk menbedakan antara agama dan budaya yang

dipaparkan oleh Ali Mustafa Yaqub, yaitu sebagimana berikut:

a. Ajaran agama hanya diamalkan oleh kaum muslimin. Berbeda dengan

budaya yang pengamalannya dilakukan oleh umat Islam dan non Islam.

Surban misalnya, ini adalah salah satu budaya Arab, bahkan selain Arab

juga. Surban dipakai oleh orang Islam dan orang non Islam.

68Diriwayatkan oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Faḍāil, Bāb Wujūb Imtitsāli

māqālahu syar‘an dūna mā dzakarahūṣallallāhu ‘alaihi wa sallama min ma‘āyisy al-Dunya ‘alā

sabīl al-Ra’yi melalui jalur ‘Abdullah bin al-Rūmī. Lihat Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim.., h.

1039.

Page 57: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

45

b. Ada beberapa budaya yang sudah ada sebelum Islam datang, seperti al-

Jummah69 pada rambut kepala, dan terus berlanjut sampai Islam datang.

Sedangkan agama atau syariat Islam tidak ada kecuali setelah Islam

datang. Oleh karena itu wajib mengikuti apa yang dibawa Nabi Saw jika

hal itu berupa agama, namun tidak wajib mengikuti apa yang dibawa Nabi

Saw jika hal itu bukan berupa agama.

c. Ada beberapa budaya yang sudah ada sebelum Islam datang, kemudian

turun wahyu dari Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk

melakukannya. Maka budaya tersebut menjadi syariat Islam setelah

turunnya wahyu dari Allah Swt. Hal ini mislanya manasik haji dan

perhitungan bulan qamariyah (tahun hijriyah). Umat Islam saat

melaksanakan ibadah haji atau menggunakan bulan qamariyah tidak

berarti melakukan tradisi kaum jahiliyah, melainkan mengamalkan ajaran

ajaran syariat Islam.70

6. Al-Ḥālah al-Ijtimā‘iyah fī al-Ḥadīts

Salah satu metode yang dikemukakan oleh Ali Mustafa Yaqub adalah

melihat kondisi sosial dalam hadis. Hadis Nabi Saw tidak berangkat dari ruang

yang kosong. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi lahirnya hadis itu sendiri,

salah satunya adalah kondisi sosial pada saat hadis itu disabdakan. Sehingga

menggunakan pendekatan sosial dalam memehami hadis sangat diperlukan. Hal

ini karena kondisi sosial pada masa Nabi Saw berbeda dengan kondisi sosial saat

ini. Hadis yang berkaitan dengan kondisi sosial pada saat itu tidak boleh

69Rambut lebat yang berjuntai sampai ke bahu. Lihat Syawqī Ḍaif, al-Mu‘jam al-Wasīṭ

(Jedah: Maktabah Kunūz al-Ma‘rifah, 2011), h. 142. Lihat Ahmad Warson Munawwir, al-

Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002). h. 211. 70Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 105-106

Page 58: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

46

dipraktikkan secara tekstual pada kondisi saat ini. Jika tetap dipraktikkan, maka

kesimpulan hukumnya tidak tepat, bahkan dapat menyalahi sunah.71

Berikut contoh hadis yang berkaitan dengan kondisi sosial pada masa Nabi

Saw:

Diceritakan dari Anas bin Mālik: Bahwa Nabi Saw melihat dahak di

bagian kibat. Beliau merasa berat hingga terlihat perubahan di raut

wajahnya.Beliau pun berdiri dan menggosok dahak itu dengan tangannya.

Lalu bersabda: “Sesungguhnya salah seorang kalian ketika sedang salat,

ia sedang bermunajat kepada Tuhannya. Atau sungguh posisi Tuhannya

berada di antara ia dan kiblat. Karenanya, janganlah sekali-kali seorang

dari kalian meludah ke arah kiblatnya.Namun, meludahlah ke sebelah kiri

atau di bawah kakinya.”

Dari hadis di atas dipahami bahwa meludah pada saat salat di masjid

diperbolehkan, hanya saja tidak boleh meludah kearah kiblat.Untuk memahami

hadis di atas perlu diketahui kondisi masjid pada saat itu.

71Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 109. 72Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Ṣalāh, Bāb Hakkial-Buzāq bī

al-Yad min al-Masjid melalui jalur Qutaibah. Lihat: Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.., h. 71. 73Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Ṣalāh, Bāb Kafārah al-Buzāq fī

al-Masjidmelalui jalur Ādam. Lihat: Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.., h. 72. Diriwayatkan juga oleh

Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Masājid wa Mawāḍi‘ al-Ṣalāh, Bāb al-Nahy ‘an al-Buṣāq fī al-

Masjid, fī al-Ṣalāh wa ghairihāmelalui jalur Yaḥyā bin Yaḥyā. Lihat: Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ

Page 59: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

47

Diceritakan dari Anas bin Mālik Ra, ia berkata: Nabi Saw bersabda:

“Meludah di Masjid adalah dosa. Kafaratnya adalah dengan

menguburnya.”

Melalui hadis di atas diketahui bahwa lantai masjid pada masa Nabi Saw

berbeda dengan lantai masjid pada masa sekarang. Oleh karena itu hadis tentang

meludah di masjid tidak boleh praktikkan di masjid saat ini. Karena lantai masjid

sekarang terdiri dari keramik dan mermer serta beralaskan karper yang indah.74

7. Sabab Wurūd al-Ḥadīts

Mengetahui Sabab al-Wurūd, faktor atau latar belakang diriwayatkannya

sebuah hadis merupakan salah satu perangkat penting dalam memahami sebuah

hadis. Ada beberapa hadis yang sulit dipahami tanpa mengetahui sebab yang

melatarbelakanginya, 75 berikut contoh hadis yang memerlukan pengetahuan

terhadap latar belakang sebuah hadis:

Diceritakan dari Jābir, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Tidak baik

berpuasa di perjalanan.”

Muslim.., h. 223. Diriwayatkan juga oleh Abū Dawūd dalam Sunannya, Kitāb al-Ṣalāh, Bāb

Karāhiyah al-Buzāq fī al-Masjid melalui jalur Musaddad. Lihat: Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd..,

h.79. Diriwayatkan juga oleh al-Tirmidzī dalam Sunannya, Kitāb abwāb al-Safar, Bāb

fīKarāhiyah al-Buzāq fī al-Masjid melalui jalur Qutaibah. Lihat: Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī..,

h. 149. 74Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 175. 75Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 180. 76Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Ṣaūm, Bāb Qaul al-NabīṢallā

Allahu ‘alaih wa Sallam liman Dzullila ‘Alaih wa isytadda al-Ḥarr melalui jalur Ādam. Lihat: Al-

Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.., h. 313. Diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-

Ṣiyām, Bāb Jawāz al-Ṣaūm wa al-Fiṭr fī Syahr Ramaḍānli al-Musāfir fī ghairi Ma‘ṣiyah melalui

jalur Abū Bakr bin Abī Syaibah. Lihat: Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim.., h. 457.

Diriwayatkan juga oleh Abū Dawūd dalam Sunannya, Kitāb al-Ṣiyām, Bāb Ikhtiyār al-Fiṭr melalui

jalur Abū al-Walīd al-Ṭayālisī. Lihat: Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd.., h. 349. Diriwayatkan juga

oleh al-Nasā’i dalam Sunannya, Kitāb al-Ṣiyām, Bāb mā Yukrahu min al-Ṣiyām fī al-Safar melalui

jalur Isḥāq bin ībrāhīm. Lihat: al-Nasā’i, Sunan al-Nasā’i.., h. 314.

Page 60: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

48

Hadis di atas menyatakan secara pasti bahwa berpuasa saat melakukan

perjalanan tidak baik. Namun dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa puasa

merupakan perbuatan yang baik tanpa membatasi apakah sedang tidak perjalanan

atau sedang dalam perjalanan. Allah Swt berfirman:

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-

Baqarah: [2:184]).

Al-Qur’ān dan hadis di atas secara dzahir terlihat bertentangan. Sehingga

untuk memahami hadis tersebut harus mengetahui sebab yang melatarbelakangi

terjadinya hadis itu. Al-Nasā’ī dalam kitabnya, Bāb mā Yukrahu min al-Ṣiyām fī

al-Safar, meriwayatkan dari Jābir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw melihat

seseorang dikerumuni karena jatuh pingsan. Beliau Saw bertanya, lalu ada yang

menjawab bahwa ia memaksakan dirinya untuk berpuasa. Lalu Rasulullah Saw

bersabda: “Tidak baik berpuasa di perjalanan.”77

Berkenaan dengan hadis di atas Al-Khaṭṭābī berkata bahwa melalui sebab

Rasulullah Saw bersabda dapat diketahui bahwa puasa tidak baik bagi orang yang

sedang dalam perjalanan apabila puasa tersebut memberikan mudarat baginya,

sehingga berbuka lebih baik baginya. Namun, apabila puasa dalam perjalanan

tidak menimbulkan madarat, maka tetap melanjutkan puasa lebih utama.78

77Al-Nasā’i, Sunan al-Nasā’i.., h. 314. 78Muhammad Syamsul Haq al-‘Adzīm Ābādī, ‘Aun al-Ma‘būd Syarḥ Sunan Abī Dawūd

(Dār al-Ḥadīts, 2001), vol. 4, h. 484.

Page 61: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

49

c. Memahami Hadis Secara Tematis

Hadis dengan teksnya yang beragam, merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan. Hal ini mengingat bahwa hadis bermuara pada satu sumber,

yaitu Rasulullah Saw.

1. Hadis Saling Menafsirkan

Hadis sampai kepada kita dengan berbagai jalur, di antara redaksi hadis

tersebut ada yang bersifat umum, dan sebagian yang lain bersifat khusus. Hadis

yang redaksinya umum tersebut harus dipahami secara khusus, sebagaimana hadis

yang bersifat muṭlaq harus dipahami melalui hadis yang bersifat muqqayyad, dan

yang bersifat mujmaldipahami melalui hadis yang bersifat mabayyin. Hal ini agar

maksud yang diinginkan hadis menjadi jelas.79Berpijak pada satu riwayat saja

dalam memahami hadis terkadang dapat menimbulkan kesalahan dalam

memahami maksudnya.Bahkan dapat juga berdampak pamahaman yang sesat dan

menyesatkan.80

2. Langkah-langkah Metode Tematik

Pertama, mengumpulkan semua riwayat hadis dalam tema yang sama.81

Kedua, mengkritisi riwayat-riwayat tersebut, dengan cara menyeleksi yang

ṣaḥīḥdari yang ḍa‘īf.

Ketiga, mengambil riwayat yang ṣaḥīḥ dalam hadis tersebut dan

79Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 133. 80Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 134. 81Lebih lanjut Bustamin dan M. Isa menjelaskan maksud mengumpulkan semua riwayat

hadis dalam tema yang sama adalah: Pertama, hadis-hadis yang mempunyai sumber sanad yang

sama, baik riwayat bi al-Lafdz maupun riwayat bi al-Ma‘nā. Kedua, hadis-hadis yang

mengandung makna yang sama, baik sejalan maupun bertolak belakang. Ketiga, hadis-hadis yang

mempunyai tema yang sama, seperti tema aqidah, ibadah dan lainnya. Lihat Bustamin dan M. Isa

H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 64-65.

Page 62: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

50

meninggalkan riwayat yang tidak ṣaḥīḥ, mengambil hadis yang berlaku (ma‘mūl)

dan meninggalkan hadis yang tidak berlaku, misalnya hadis-hadis yang telah

dinasakh.

Keempat, mengambil teks-teks hadis yang petunjuknya jelas, lalu

menyeleksinya dari teks-teks hadis yang yang petunjuk maknanya tidak jelas.

Keenam, menafsirkan teks-teks hadis yang yang tidak jelas petunjuk

maknanya dengan teks-teks hadis yang jelas petunjuk maknanya, berdasarkan

kaidah: Lafadz yang jelas dapat menafsirkan lafadz yang tidak jelas.82

d. Kontradiksi Hadis

Al-Nawawī mendefinisikan kontradiksi hadis atau mukhtalaf al-Ḥadīts

adalah adanya dua hadis yang secara dzahir lafadznya bertentangan satu sama

lain. Tugas seorang ahli hadis dalam masalah ini adalah menggabungkan dua

hadis yang bertentangan itu, atau mentarjīh salah satunya.83

Dari definisi yang dipaparkan oleh al-Nawawī dipahami bahwa tejadinya

kontradiksi hadis itu hanya terdapat pada hadis dengan hadis yang lain, beliau

tidak menyebutkan adanya pertentangan antara hadis dengan al-Qur’ān atau antara

hadis dengan akal. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan bahwa telah ada ulama

sebelum al-Nawawī, yaitu al-Ḥāzimī yang telah membahas pertentangan hadis

dengan al-Qur’ān dalam kitabnya al-I‘tibār fī Bayān al-Nāsikh wa al-Mansūkh

min al-Ātsār. Begitu pula Ibnu Qutaibah dalam kitabnya Ta’wīl Mukhtalaf al-

Ḥadīts telah menyebutkan adanya pertentangan hadis dengan akal.84

82Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 135-136. 83Jalauddin al-Suyūṭī, Tadrīb al-Rāwī fī Syarh Taqrīb al-Nawawī (Cairo: Dār al-Ḥadīts,

2002), h. 467. 84Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 186.

Page 63: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

51

Adapun metode memahami kontradiksi hadis yang disebutkan oleh Ibnu

al-Ṣalāḥ dalam kitabnya Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ fī ‘Ulūm al-Ḥadīts ada dua

cara yaitu: pertama mengkompromikan dua hadis yang bertentangan dan

mengamalkan keduanya. Kedua apabila tidak memungkinkan untuk

mengkompromikan dua hadis tersebut maka ada dua metode dalam hal ini,

mengkaji apakah terdapat nasakh pada hadis tersebut, sehingga yang diamalkan

adalah hadis terakhir yang posisinya sebagai nāsikh. Namun apabila tidak terjadi

nasakh maka dengan mentarjīh85 salah satu hadis tersebut.86

Sebagaimana dikemukakan oleh al-Nawawī, bahwa kontradiksi ini hanya

pada makna dzahirnya saja. Karena sebenarnya dalam faktanya tidak ada

kontradiksi antara dua hadis, atau antara hadis dan al-Qur’ān. Sebab sumber dari

al-Qur’ān dan hadis adalah satu, yaitu wahyu dari Allah Swt.87 Kontradiksi pada

kenyataannya bersifat relatif. Karena terkadang hadis dianggap bertentangan

85 Menurut al-Suyūṭī ada tujuh klasifikasi dalam melakukan tarjīh yaitu: pertama,

mentarjīh berdasarkan keadaan rāwī, misalnya, periwayatan orang yang banyak lebih diunggulkan

dari periwayatan seorang rāwī, periwayatan orang yang lebih tsiqah diunggulkan dari periwayatan

orang yang tsiqah. Kedua, mentarjīh berdasarkan cara penerimaan periwayatan (al-Taḥammul).

Misalnya, mengunggulkan periwayatan seorang rāwī yang menerima hadis setelah ia baligh dari

pada seorang rāwī yang menerima hadis dari sebelum ia baligh. Periwayatan rāwī dengan al-Simā‘

diunggulkan dari periwayatan rāwī dengan al-kitābah. Ketiga, mentarjīh berdasarkan mekanisme

periwayatan. Misalnya, riwayat seorang rāwī secara lafadz lebih diunggulkan dari riwayat rāwī

yang diriwayatkan secara makna. Riwayat seorang rāwī yang di dalamnya menyebutkan sabab al-

Wurūd lebih diunggulkan dari riwayat rāwī yang tidak menyebutkan sabab al-Wurūd.Keempat,

mentarjīh berdasarkan waktu penyampaian riwayat. Misalnya, riwayat seorang rāwī yang

menerima dalam keadaan Islam diunggulkan dari riwayat seorang rāwī yang menerima hadis

sebelum ia masuk Islam. Kelima, mentarjīh berdasarkan redaksi hadis.Misalnya, hadis yang

redaksinya khusus diunggulkan dari pada hadis yang redaksinya umum.Keenam, mentarjīh

berdasarkan hukum hadis.Misalnya, mengunggulkan hadis yang memiliki hukum haram dari hadis

yang memiliki hukum mubah.Ketujuh, mentarjīh berdasarkan faktor eksternal.Misalnya

mengunggulkan hadis yang sesuai dengan kandungan al-Qur’ān.Lihat al-SuyūṭīTadrīb al-Rāwī fī

Syarh Taqrīb al-Nawawī, h. 469-471. 86Ibnu al-Ṣalāḥ, Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ fī ‘Ulūm al-Ḥadīts (Cairo: Dār al-Ḥadīts,

2010), h. 262-263. 87Sebagaimana firman Allah Swt. dalam al-Qur’ān surah al-Najm:

“Dan tidaklah yang diucapkan itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada

lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (QS. Al-Najm : [53:3-4]).

Page 64: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

52

dengan hadis yang lain, al-Qur’ān atau dengan akal menurut satu kalangan, dan

tidak bertentangan menurut kalangan yang lain.88

1. Kontradiksi hadis terhadap al-Qur’ān

Al-Qur’ān adalah firman Allah yang tidak akan terjadi kesalahan di

dalamnya, bahkan Allah berjanji akan menjaganya.89Al-Qur’ān sampai kepada

kita melalui riwayat yang mutawātir. Ulama sepakat akan kehujjahan al-

Qur’ān. 90 Hadis merupakan penjelas terhadap al-Qur’ān, yang berfungsi untuk

mengkhususkan ayat yang bersifat umum dalam al-Qur’ān, menafsiran ayat yang

bersifat global (mujmal) dan membatasi ayat-ayat yang mutlak.Apabila ada

pertentangan antara al-Qur’ān dan hadis, maka keduanya dikompromikan dengan

membawa lafadz yang umum pada lafadz yang khusus. Namun bila tidak

memungkinkan untuk mengkompromikan keduanya, menurut para muhadditsīn

tidak diragukan lagi bahwa ada kekeliruan dalam hadis tersebut.91

2. Kontradiksi hadis terhadap hadis lain

Rasulullas Saw bersabda: “Lakukan apa saja selain nikah (bersetubuh).”

88Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 187. 89Sebagaimana firman Allah Swt. dalam al-Qur’ān surah al-Hijr:

“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’ān dan sesungguhnya kami

benar-benar menjaganya.”(QS. Al-Ḥijr : [15:9]) 90Musfir‘Azmullah, Maqāyīs Naqd Mutūn al-Sunnah (Riyad: Jamī’ al-Ḥuqūq Mahfūdzah

li al-Muallif,1984), h. 61. 91Musfir ‘Azmullah, Maqāyīs Naqd Mutūn al-Sunnah.., h. 118. 92Diriwayatkan oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥnya, Kitab al-Ḥaiḍ, Bāb JawāzGhasl al-Ḥāiḍ

Ra’si Zaujihā wa Tarajjulihī wa Ṭahārah su’rihā wa al-Ittikā’ fīḤijrihā wa qirā’ah al-Qur’ān

fīh,melalui jalur Zuhair bin Ḥarb. Lihat: Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim.., h.137.

Page 65: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

53

Dari Ḥaram bin Ḥakīm dari pamannya, ia bertanya kepada Rasulullah

Saw: “Apa yang halal bagiku terhadap isteriku yang lagi haid? Rasulullah

Saw bersabda: Untukmu anggota tubuh yang di atas kain.”

Dua hadis di atas saling bertentangan. Hadis pertama menunjukkan bahwa

suami boleh melakukan apa saja terhadap istri yang sedang haid selain jimak.

Sedangkan hadis yang kedua menunjukkab bahwa suami tidak boleh bercumbu

dengan istri kecuali bagian tubuh yang di atas sarung saja. Pengertian hadis

pertama cakupannya lebih luas dalam hal hubungan suami istri di banding dengan

hadis yang kedua.94

Pertentangan kedua hadis tersebut dapat dikompromikan, yaitu dengan

dipahami bahwa hadis pertama diperuntukkan suami yang mampu menahan

syahwatnya sehingga tidak dihawatirkan terjerumus pada persetubuhan.

Sedangkan hadis kedua diperuntukkan suami yang syahwatnya kuat dan

dihawatirkan tidak mampu menahannya, sehingga terjerumus pada jimak.95

3. Kontradiksi hadis terhadap akal

Sejatinya, tidak ada syariat yang bertentangan dengan akal. Begitu pula

dengan hadis yang merupakan sumber syariat tidak akan bertentangan dangan

akal. Salah satu bukti bahwa syariat tidak bertentangan dengan akal adalah

diangkatnya hukum taklīf bagi orang gila.Adanya pertentangan itu di dalam

93Diriwayatkan juga oleh Abū Dawūd dalam Sunannya, Kitāb al-Ṭahārah, Bāb fī al-

Madzīmelalui jalur Hārun bin Muhammad bin Bakkār. Lihat: Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd.., h.

40. 94Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 221. 95Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 221.

Page 66: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

54

pemahaman al-Nādzir pemerhati atau pembaca. 96 Oleh karena itu kontradiksi

hadis terhadap akal bersifat relatif, bukan mutlak.97

Namun dalam masalah Ibadah, menurut Ali Mustafa Yaqub tidak semua

syariat dapat dilogikakan. Hal ini karena dalil dalam masalah ibadah al-Qur’ān

dan hadis bukan akal. Dalam hal ini syariat ada yang masuk akal dan ada yang

tidak masuk akal. Syariat Islam yang masuk akal disebut al-Ma‘qūl al-Ma‘nā atau

al-Ta‘aqqulī. Adapun Syariat yang Islam yang tidak masuk akal disebut al-

Ta‘abbudī.98 Hal ini sebagaimana ungkapan Ali bin Abī Ṭālib Ra:

Diceritakan dari ‘Alī Ra, ia berkata: “Seandainya agama harus

berdasarkan logika, tentu bagian bawah khuf lebih tepat untuk diusap dari

pada bagian atasnya. Sungguh aku melihat Rasulullah Saw mengusap

bagian bunggung kedua khufnya.”

Mengusap dua khuf merupakan salah satu ibadah yang tidak masuk akal

(al-Ta‘abbudī). Tempat mengusap dua khuf itu bagian atasnya.Menurut akal,

mengusap bagian bawah khuf lebih utama, karena bagian bawah khuflah yang

bersentuhan langsung dengan jalan dan seharusnya dibersihkan, berbeda dengan

bagian atasnya yang bersentuhan dengan punggung kaki.100

96Qāsim al-Baiḍānī, Mabānī Naqd Matn al-Ḥadīts (Mansyūrāt al-Markaz al-Ālamī li al-

Dirāsah al-Islāmī, 1385), h. 134-135. 97Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 236. 98Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 240. 99Diriwayatkan oleh Abū Dawūd dalam Sunannya, Kitāb al-Ṭahārah, Bāb Kaif al-Masḥ,

melalui jalur Muhammad bin al-‘Alā’. Lihat: Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd.., h. 34. 100Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis.., h. 240.

Page 67: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

55

BAB III

PEMAHAMAN HADIS SUNNAH MELAKSANAKAN HAJI LEBIH DARI

SEKALI

Setelah mengkaji metode pemahaman hadis menurut Ali Mustafa Yaqub

dalam bab sebelumnya, selanjutkan metode tersebut akan direalisasikan untuk

memahami hadis kewajiban melaksanakan haji sekali dan sunnah

melaksanakannya lebih dari sekali. Dari beberapa metode pemahaman hadis yang

dipaparkan sebelumnya hanya beberapa yang digunakan untuk memahami hadis

tersebut, diantaranya yaitu: memahami hadis dengan melihat sisi kebahasaan,

mengetahui asbab al-Wurūd dan memahami hadis pendekatan sosial. Namun

sebelumnya akan dikaji permasalahan haji secara umum serta mengumpulkan

hadis-hadis yang menjelaskan tentang kewajiban melaksanakan haji dan

pandangan ulama salaf terkait hadis tersebut.

A. Haji

Haji adalah rukun Islam yang ke-lima, haji merupakan ibadah badanī yang

berkaitan dengan Bait al-Harām dan pelaksanaanya dibatasi oleh waktu, yaitu

Syawal Dzul Qa’dah dan sepuluh awal Dzul Hijjah. Haji disyari’atkan pada tahun

ke-6 Hijriyah. Kewajiban haji ini hanya diperuntukkan kepada seorang mukallaf

yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Adapun yang dimaksud

dengan mampu disini adalah mampu secara materi dan mampu secara jasmani.1

1Ahmad Ṣabīh, Dalīluka ilā Ḥajj Mabrūr wa ‘Umrah Maqbūlah (Kairo: Al-Hai’ah al-

Miṣriyah al-‘Āmah li al-Kitāb, 2005), h. 19-20.

Page 68: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

56

Lebih lanjut al-Nawawī (w. 676 H) membagi mampu ini menjadi dua

ketegori, yaitu mampu yang datangnya dari dirinya dan mampu yang datangnya

dari orang lain. Mampu yang datangnya dari diri sendiri terdiri dari lima aspek,

kendaraan pulang pergi, bekal yang mencukupinya sampai kembali pada

keluarganya, jaminan keamanan selama perjalanan, kesehatan jasmani serta

memungkinkan untuk melakukan perjalanan. Adapun mampu yang datangnya

dari orang lain adalah ketidakmampuan dirinya untuk melaksanakan haji, baik hal

itu disebabkan oleh mati, tua, lemahnya badan disebabkan sakit yang terus

menerus, sakit yang tidak diketahui kapan sembuhnya atau pikun. Bagi orang

yang telah meninggal dan belum melaksanakan haji sedang ia mampu secara

materi maka hajinya harus diwakilkan pada orang lain. Akan tetapi bila ia tidak

mampu secara materi maka ahli warisnya tidak memiliki kewajiban untuk

melaksanakan haji untuknya. Namun, apabila ahli warisnya atau orang lain

dengan suka rela ingin melaksanakan haji untuknya maka haji tersebut sah.

Adapun bagi orang yang masih hidup namun jasmaninya tidak mampu

melaksanakan haji, maka ia tidak boleh dihajikan oleh orang lain kecuali telah

mendapat izin darinya.2

Bagi seseorang yang telah memenuhi syarat untuk melaksanakan haji

maka baginya boleh untuk mengakhirkan dalam melaksanakannya selagi tidak

dikhawatirkan akan meninggal. Jika dikhawatirkan akan meninggal maka ia wajib

melaksanakan haji dengan segera, pendapat ini menurut Madzhab al-Syāfi‘ī.

Sedang menurut Malik, Abū Ḥanīfah, Ahmad dan al-Muzanī adalah

melaksanakan haji harus disegerakan, dan apabila seseorang meninggal sebelum

2Muhyiddin al-Nawawī al-Syāfi‘ī, Matn al-Īḍāḥ fī al-Manāsik (Beirut: Dār al-Kutub al-

‘Ilmiyah, 1406 H-1986 M), h. 31-32.

Page 69: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

57

melaksanakan haji padahal ia sebelum meninggal mampu melaksanakannya maka

ia meninggal dalam keadaan maksiat.3 Hal ini berdasarkan hadis yang diceritakan

oleh Ibn Abbas ra.:

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās ra.berkata: Rasulullah Saw bersabda:

Bersegeralah kalian untuk melaksanakan haji (haji fardhu), karena

sesungguhnya salah seorang di antara kalian tidak ada yang mengetahui

sesuatu yang akan menghalanginya. (HR. Ahmad).

Berkenaan dengan berapa kali haji itu wajib dilaksanakan, ulama sepakat

bahwa ibadah haji diwajibkan sekali seumur hidup bagi seseorang yang mampu

secara materi dan fisik. Sebagian ulama Syafi‘iyah mengatakan bahwa bagi

seseorang yang telah melaksanakan haji wajib maka baginya farḍu kifāyah.

Namun pendapat ini ditolak oleh sebuah hadis yang menyatakan haji yang kedua

adalah sunnah.5 Hadis inilah yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Terdapat tiga macam pelaksanaan ibadah haji. Petama, mendahulukan

melaksanakan umrah dan baru kemudian melaksanakan haji; kedua,umrah dan

haji dilaksanakan bersama-sama; dan ketiga, haji dikerjakan terlebih dahulu dan

baru kemudian melaksanakan umrah. Berdasarkan ketiga macam pelaksanaan haji

tersebut, para ulama menetapkan tiga macam ihram, yaitu, tamaṭṭu‘, qirān, dan

ifrād. Tamaṭṭu‘ adalah melakukan ihram untuk umrah terlebih dahulu, dan

sesudah itu baru melaksanakan ihram untuk haji. Sementara qirān adalah

3Muhyiddin al-Nawawī al-Syāfi‘ī, Matn al-Īḍāḥ fī al-Manāsik, h. 32-33. 4Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Ḥanbal (Muassisah al-Risālah, 1421 H), vol. 3,

h. 268. 5Ali bin Muhammad al-Qārī, Mirqāh al-Mafātīḥ Syarḥ Misykāh al-Maṣābīḥ (Bairut: Dār

al-Fikr, 2002), vol. 5, h. 1748.

Page 70: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

58

melaksanakan ihram untuk umrah dan haji secarabersama. Sedangkan ifrād adalah

melaksanakan ihram untuk haji terlebih dahulu dan sesudah itu baru

melaksanakan ihram untuk umrah.6

B. Takhrij Hadis Kewajiban Melaksanakan Haji hanya Sekali

Pengumpulan hadis ini berdasarkan salah satu metode Maḥmūd al-Ṭaḥḥān

dalam kitabnya Uṣūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd. Ia menjelaskan lima

metode yang digunakan dalam takhrij7 hadis, diantaranya adalah pertama, takhrij

dengan metode mengetahui perawi hadis dari kalangan sahabat, pencarian dengan

metode ini menggunakan kitab Musnad. Kedua, metode takhrij degan mengetahui

awal lafaẓ dari matan hadis, kitab yang digunakan untuk menelusuri keberadaan

hadisnya adalah Mausū‘ah Aṭrāf al-Ḥadīts al-Nabawī al-Syarīf. Ketiga, metode

takhrij hadis dengan mengetahui kalimat gharib yang terdapat dalam hadis

tersebut, kitab yang dipakai untuk menelusuri keberadaan hadisnya adalah al-

Mu‘jam al-Mufahras li alfāẓi al-Ḥadīts al-Nabawī. Keempat, metode takhrij hadis

dengan cara mengetahui topik yang terkandung dalam hadis, kitab yang dipakai

untuk menelusuri keberadaan hadisnya adalah kitab Miftāḥ Kunūz al-Sunnah.

Kelima, metode takhrij dengan melihat keadaan hadis baik secara matan ataupun

sanad.8

Dari kelima metode takhrij yang dipaparkan oleh Mahmūd al-Ṭaḥḥan di

atas, metode yang digunakan untuk mengumpulkan hadis dalam penelitian ini

adalah metode keempat, yakni metode takhrij hadis dengan cara mengetahui topik

6 M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 47. 7 Takhrij adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui keberadaan sebuah hadis.

Lihat: Maẖmūd al-Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd (Rirāḍ: Maktabah al-Ma‘ārif,

1431 H/ 2010 M) h. 7. 8 Maẖmūd al-Ṯaẖẖān, Uṣūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd, h. 35.

Page 71: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

59

yang terkandung dalam hadis, kitab yang dipakai untuk menelusuri keberadaan

hadisnya adalah kitab Miftāẖ Kunūz al-Sunnah.9

Setelah merujuk kepada kitab-kitab tersebut, peneliti menemukan hadis-hadis

dengan tema kewajiban melaksanakan haji hanya sekali telah diriwatkan oleh

Muslim dalam ṣaḥīḥ-nya, Abū Dāwud, Al-Nasā’ī, Ibn Mājah dalam sunan-nya,

Ahmad bin Hanbal dalam musnad, al-Dārimī dalam sunan, al-Ḥākim dalam

mustadrak ‘ala al-Ṣaḥīhaini, al-Baihaqī dalam al-Sunan a-Kubrā, al-Dāruquṭnī

dalam sunan, al-Fākihī dalam Akhbāru Makkah, Ibn Abī Syaibah dalam muṣannaf

dan Abū Dāwud al-Ṭayālisī dalam musnad. Berikut adalah hadis-hadis yang

diriwayatkan dalam kitab-kitab tersebut:

Diceritakan dari Abū Hurairah Ra, berkata: Rasulullah Saw berkhatbah

kepada kami, beliau bersabda: Wahai manusia telah diwajibkan atas

kalian untuk berhaj, maka berhajilah kalian.. Kemudian seorang lelaki

berkata: Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Maka Rasulullah Saw

diamhingga ia mengulangi pertanyaannya tiga kali. Maka Rasulullah Saw

bersabda: Kalau saja saya katakana “iya” maka hal itu akan wajib atas

kalian, dan kalian tidak akan mampu. Kemudian beliau Saw bersabda:

Ambillah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, karena sungguh telah

celaka umat sebelum kalian karena banyak bertanya dan menyimpang

9 Dalam menelusuri hadis-hadis tersebut, peneliti mengacu pada kata Kemudian

dalam Miftāẖ Kunūz al-Sunnah ditemukan kata kunci .

Selanjutnya peneliti merujuk pada kitab-kitab hadis. 10Hadis no. 3321, Bāb Farḍ al-Ḥajj Marrah fī al-‘Umr. Lihat: Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim

(Beirut: Dār al-Jail), vol. 4, h. 102.

Page 72: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

60

atas Nabi-nabi yang utus kepada mereka. Oleh karena itu apabila aku

memerintahkan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian, dan apabila

aku melarang untuk melakukan sesuatu maka tinggalkanlah. (HR.

Muslim).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa al-Aqra‘ bin Ḥābis bertanya kepada

Nabi Saw. Ia berkata: Wahai Rasulullah, apakah haji wajib pada setiap

tahun atau hanya sekali? Beliau Saw. bersabda “Satu kali, seiapa yang

menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah sunnah.”(HR. Abū

Dāwud).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa Rasulullah Saw berdiri (di atas

mimbar), maka beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Swt telah

mewajibkan atas kalian untuk berhaji. Kemudian al-Aqra‘ bin Ḥābis al-

Taimī berkata: Setiap tahun wahai Rasulullah? Maka Rasulullah Saw

diam, kemudian bersabda: kalau saja saya menjawab “iya” maka hal itu

menjadi wajib. Dan kaliau tidak akan (mampu) mendengarkan dan

mentaati, akan tetapi haji itu hanya sekali. (HR. al-Nasā’ī).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa al-Aqra‘ bin Ḥābis bertanya kepada

Nabi Saw. Ia berkata: Wahai Rasulullah, apakah haji wajib pada setiap

tahun atau hanya sekali? Beliau Saw. Bersabda: “Satu kali, seiapa yang

menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah sunnah.” (HR. Ibn

Mājah).

11Hadis no. 1721, Bāb Farḍ al-Ḥajj.Lihat: Abū dāwud, Sunan Abī Dāwud (Riyad: Dār al-

Salām, 1999), h. 254. 12Hadis no.2620, Bāb Wujūb al-Ḥajj.Lihat: Abū Abdirrahman al-Nasā’ī, Sunan al-Nasā’ī

(Halb: Maktab al-Maṭbū‘at, 1406 H), vol. 5, h. 111. 13Hadis no. 2886, Bāb Farḍ al-Ḥajj.Lihat: Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah (Dār Ihya al-

Kutub al-‘Arabiyah), vol. 2, h. 963.

Page 73: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

61

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās, berkata: Rasulullah Saw berkhutbah kepada

kami maka beliau Saw bersabda:Wahai manusia telah diwajibkan atas

kalian untuk berhaji. Ibn ‘Abbās berkata: Kemudian al-Aqra‘ bin Ḥābis

berdiri dan betanya:Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Kemudian

Rasulullah Saw menjawab: kalau saja saya mengatakan setiap tahun

maka wajib, dan kalau diwajibkan maka kalian tidak akan

melaksanakannya dan kalian tidak mampu untuk melaksanakannya. Haji

hanya sekaliseiapa yang menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah

sunnah.” (HR. Ahmad).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās, berkata: Rasulullah Sawbersabda: Telah

diwajibkan atas kalian untuk berhaji. Kemudian dikatakan: Wahai

Rasulullah Apakah setiap tahun?Rasulullah Saw menjawab: Tidak. Kalau

saja saya mengatakan setiap tahun maka wajib.Haji hanya sekaliseiapa

yang menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah sunnah.”(HR. al-

Dārimī).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa al-Aqra‘ bin Ḥābis bertanya kepada

Nabi Saw. Ia berkata: Wahai Rasulullah, apakah haji wajib pada setiap

tahun atau hanya sekali? Beliau Saw. Bersabda: “Satu kali, seiapa yang

menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah sunnah.”(HR.al-Ḥākim).

14 Hadis no. 2642, Bāb Musnad Abdullah bin al-‘Abbās. Lihat: Ahmad bin Hanbal,

Musnad Ahmad bin Ḥanbal (Muassisah al-Risālah, 1421 H), vol. 4, h. 392. 15Hadis no. 1829, Bāb Kaifa Wujūb al-Ḥajj.Lihat: Abu Muhammad Abdullah al-Dārimī,

Musnad al-Dārimī (Dār al-Mughnī, 1412 H), vol. 2, h. 1124. 16Hadis no. 1609, Bāb Awwalu Kitāb al-Manāsik.Lihat: Abū Abdillah al-Ḥākim, al-

Mustadrak ‘alā al-Ṣaḥīḥain (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H – 1990 M), vol. 1, h. 608.

Page 74: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

62

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās, berkata: Rasulullah Saw berkhutbah kepada

kami maka beliau Saw bersabda:Wahai manusia, sesungguhnya Allah

telah mewajibkan atas kalian untuk berhaji. Kemudian al-Aqra‘ bin Ḥābis

berdiri dan betanya:Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Kemudian

Rasulullah Saw menjawab: kalau saja saya mengatakan setiap tahun

maka wajib, dan kalau diwajibkan maka kalian tidak akan

melaksanakannya dan kalian tidak mampu untuk melaksanakannya. Haji

hanya sekaliseiapa yang menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah

sunnah.”(HR. al-Baihaqī).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa al-Aqra‘ bin Ḥābis bertanya kepada

Rasulullah Saw. Ia berkata: Apakah haji wajib pada setiap tahun? Beliau

Saw. Menjawab: “Tidak. Akan tetapi satu kali, dan seiapa yang

melaksanakn haji setelah itu maka hal tersebut adalah sunnah.Kalau saja

saya menjawab “iya” maka hal itu menjadi wajib. Dan jika diwajibkan

kaliau tidak akan (mampu) mendengarkan dan mentaati” (HR. al-

Dāruquṭnī).

17Hadis no. 8617, Bāb Wujūb al-Hajj Marrah Wāḥidah.Lihat: Ahamd bin al-Ḥusain Abū

Bakr al-Baihaqī, Al-Sunan al-kubrā (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1424 H – 2003 M), vol. 4,

h. 534. 18Hadis no. 2697, Bāb al-Mawāqīt.Lihat: Abū al-Ḥasan al-Dāruquṭnī, Sunan al-Dāruquṭnī

(Beirut: Muassisah al-Risālah, 1424 H-2004 M), vol. 3, h. 335.

Page 75: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

63

Diceritakan dari Abū Hurairah Ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Wahai

manusia telah diwajibkan atas kalian untuk berjahi. Kemudian seorang

lelaki berdiri dan berkata: Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Maka

Rasulullah Saw berpaling darinya. Kemudian ia mengulangi

pertanyaannya. Maka Nabi Saw bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada

di tangan-Nya, kalau saja saya katakana “iya” maka hal itu akan wajib

atas kalian, jika diwajibkan maka kalian tidak akan mentaatinya, dan

kalau kalian meninggalkannya maka kalian akan kafir. Kemudian Allah

menurunkan ayat: Wahai orang yang beriman janganlah kamu

menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu

akan menyusahkan kamu. [QS. Al-Māidah 5:101]. Kemudian beliau Saw

bersabda: Haji wajib hanya sekali. (HR. al-Fākihī).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa al-Aqra‘ bin Ḥābis bertanya kepada

Nabi Saw. Ia berkata: Wahai Rasulullah, apakah haji wajib pada setiap

tahun atau hanya sekali? Beliau Saw. bersabda “Tidak. Akan tetapi satu

kali, seiapa yang menambah (lebih dari sekali)hal tersebut adalah

sunnah.”(HR. Ibn Abī Syaibah).

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās bahwa seorang lelaki berkata: Wahai

Rasulullah apakah haji wajib pada setiap tahun? Rasulullah Saw

menjawab: Tidak. Akan tetapi haji sekali. Kalau saya katakana setiap

tahun, maka haji akan wajib setiap tahun. (HR. Abū Dāwud al-Ṭayālisī).

19Hadis no. 774, Bāb Dzikr Farḍ Ḥajj al-Bait al-Ḥarām ‘alā al-Nās. Lihat: Abu Abdillah

al-Fākihī, Akhbāru Makkah fī Qadīm al-Dahr wa Ḥadītsuhu (Beirut: Dār Khiḍr, 1414 H), h. 369. 20Hadis no. 15674, Bāb Man Qāla: Innamā Hiya Ḥajjah Wāḥidah. Lihat: Abū Bakr bin

Abī Syaibah, al-Muṣannnaf fī al-Aḥādīts wa al-Atsār (Riyad: Maktabah al-Rusyd, 1409 H), vol. 3,

h. 430. 21Hadis no. 2791, Bāb ‘Ikrimah Maulā Ibn ‘Abbās. Lihat: Sulaimān bin Dāwud al-

Ṭayālisī, Musnad Abī Dāwud al-Ṭayālisī (Mesir: Dār Hijr, 1419 H), vol 4, h. 393.

Page 76: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

64

Secara kualitas hadis ini ṣaḥīḥ, hal ini sebagaimana dikatakan oleh al-

Ḥākim: hadis ini ṣaḥīḥ menurut syarat al-Buhārī dan Muslim. Al-Bukhārī dan

Muslim tidak beriwayatkan hadis ini, mereka tidak meriwayatkan hadis dari

Sufyān bin Ḥusain. Sufyān Ḥusain adalah perawi yang tsiqah.22 Syu’ib al-Arnūṭ

juga mengomentari hadis ini sebagai hadis ṣaḥīḥ dalam periwayatan Ahmad ibn

Ḥanbal.23

Yang dimaksud al-Ḥakim al-Bukhārī dan Muslim tidak beriwayatkan

hadis ini adalah hadis dengan redaksi:

Hadis dengan tema ini diriwayatkan oleh Muslim dalam ṣaḥīḥnya,

sebagaimana telah dicantumkan hadisnya di awal sub bab ini. Ulama sepakat

bahwa Ṣaḥīḥ Muslim adalah kitab hadis yang paling ṣaḥīḥ setelah Ṣaḥīḥ al-

Bukhārī, 24 oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hadis tentang kewajiban

melaksanakan haji sekali seumur hidup adalah hadis ṣaḥīḥ.

C. Pemahaman Hadis Kewajiban Melaksanakan Haji

Dalam beberapa kitab syarḥ al-Hadīts yang peneliti kaji tidak ditemukan

penjelasan lebih lanjut berkenaan dengan haji yang hukumnya taṭawwu‘ atau haji

yang kedua ketiga dan selanjutnya. Namun untuk mengkaji lebih dalam perlu

kiranya mengaitkannya dengan hadis-hadis yang menjelaskan keutamaan

melaksanakan haji.

22 Abū Abdillah al-Ḥākim, al-Mustadrak ‘alā al-Ṣaḥīḥain (Beirut: Dār al-Kutub al-

‘Ilmiyah, 1411 H – 1990 M), vol. 1, h. 608. 23Ahmad bin Ḥanbal, Musnad Ahmad bi aḥkāmi al-Arnūṭ (al-Maktabah Syamilah), vol. 3,

h. 83. 24Jalāluddin al-Suyūṭī, Tadrīb al-Rāwī (Kairo: Dār al-Ḥadīts, 2010 M), h. 21.

Page 77: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

65

Diceritakan dari Abū Hurairah ra berkata: Rasulullah Saw bersabda:

Tidak ada balasan bagi haji mabrūr kecuali surga.Dan dari satu umrah ke

umrah yang lainnya menjadi penghapus dosa di antara keduanya.(HR.

Ahmad).

Surga adalah balasan bagi orang yang telah melaksanakan haji mabrūr.

Maksud dari haji mabrūr adalah haji yang maqbūl atau diterima, ada juga yang

berpendapat bahwa yang dimaksud mabrur adalah melaksanakan haji seperti

tuntunan Nabi Saw dan tidak tercampur dosa di dalamnya, pendapat kedua ini

kemudian diunggulkan oleh al-Nawawī.26Ali Mustafa Yaqub menyebutkan ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai upaya untuk mendapatkan haji

mabrūr. Petama, uang yang digunakan untuk biaya melaksanakan haji benar-

benaruang halal, bukan uang haram. Kedua, motivasi dalam menjalankan ibadah

haji tersebut hanyalah semata-mata karena memenuhi perintah Allah, tidak untuk

hal-hal lain, misalnya, ingin disebut Pak Haji atau Bu Haji dan sebagainya.

Ketiga, menjalankan manasik sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw serta

memelihara etika haji.27

Surga yang dianjikan kepada seseorang yang melaksanakan haji yang

mabrūr hanya surga biasa, tidak ada kejelasan surga kelas berapa. Namun

demikian, minat orang untuk melaksanakan haji sungguh luar biasa. Sementara

25Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal (Muassisah al-Risālah, 1999 M), vol.

12 h. 309. hadis yng senada dengan ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Ṣahih-nya, lihat:

Muslim bin al-Hajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim (Riyad: Dār al-Salām, 1998), h. 569. 26 Ibnu Abd al-Rahīm al-Mubārakfurī, Tuhfah al-Ahwadzī bi syarh Jāmi‘ al-Tirmidzī

(Kairo: D al-Hadīts, 2001 M), vol. 3, h. 242. 27 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji (Jakarta: Pustaka Firdaus 2009), h.

14-16.

Page 78: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

66

ada surga yang super eksekutif, yang tampaknya kurang diminati kaum muslimin.

Yaitu surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang mau menanggung anak

yatim.28 Dalam suatu hadis disebutkan:

Diceritakan dari Sahl Rasulullah Saw bersabda: Saya di surga bersama

orang yang menyantuni anak yatim seperti dua jari ini. Beliau

mengisyaratkannya dengan jari telunjuk dan jari tengah (HR. Al-

Bukhārī).

Maksudya selalu berdampingan dan tidak dapat dipisahkan seperti dua

buah jari tangan. Dan tentunya surga yang didiami oleh Nabi Saw adalah surga

super eksekutif. Namun, kenyataannya, banyak manusia yang mengejar surga

yang biasa saja. Sementara mereka tidak memperhatikan surga yang eksekutif

ini.30 Yang dimaksud dengan menyantuni anak yatim disini adalah menggantikan

posisi orang tua dari anak yatim tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.31

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melaksanakan haji sunnah

sekalipun balasannya surga, namun tidak dijanjikan akan bersama Nabi Saw di

surga itu. Berbeda halnya dengan orang yang menyantuni anak yatim yang

dijanjikan akan bersama dengan Rasulullah Saw di surga. Melihat dari balasan

yang dijanjikan kepada keduanya dapat ditarik kesimpulan bahwa menyantuni

28 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji, h. 20. 29 Muhammad bin Ismāil al-Bukhārī, Ṣahih al-Bukhārī (Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H), vol.

7, h. 53. Diriwayatan juga oleh Abū Dāwud, lihat: Abū Dāwud, Sunan Abū Dāwud (Beirut: Dār al-

Kitāb al-‘Arabī), vol. 4, h. 503. 30 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji, h. 20. 31 Ibnu Hajar al-‘Asqalānī, fath al-Bārī bi Syarh Ṣahīh al-Bukhārī, vol 17, h. 142.

Page 79: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

67

anak yatim lebih baik dan lebih utama dari pada melaksanakan haji sunnah atau

haji yang kedua, ketiga dan seterusnya.

a. Majāz dalam Hadis

Sebelum masuk pada metode-metode memahami hadis yang lain, metode

pertama yang tawarkan oleh Ali Mustafa Yaqub adalah melihat hadis dari segi

kebahasaan, yaitu dengan melihat apakah hadis tersebut harus dimaknai secara

haqiqī atau majāzī. Hadis yang sedang dicoba untuk dipahami saat ini adalah

hadis yang menjelaskan tentang kebawajiban berhaji hanya sekali sedangkan yang

kedua dan setelahnya adalah sunnah:

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās, berkata: Rasulullah Saw berkhutbah kepada

kami maka beliau Saw bersabda:Wahai manusia telah diwajibkan atas

kalian untuk berhaji. Ibn ‘Abbās berkata: Kemudian al-Aqra‘ bin Ḥābis

berdiri dan betanya:Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Kemudian

Rasulullah Saw menjawab: kalau saja saya mengatakan setiap tahun

maka wajib, dan kalau diwajibkan maka kalian tidak akan

melaksanakannya dan kalian tidak mampu untuk melaksanakannya. Haji

hanya sekaliseiapa yang menambah (lebih dari sekali) hal tersebut adalah

sunnah.” (HR. Ahmad).

32 Hadis no. 2642, Bāb Musnad Abdullah bin al-‘Abbās. Lihat: Ahmad bin Hanbal,

Musnad Ahmad bin Ḥanbal (Muassisah al-Risālah, 1421 H), vol. 4, h. 392.

Page 80: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

68

Hadis tersebut termasuk pada hadis yang harus dipahami dan dimaknai

secara haqiqī bukan majāzī. Hal ini karena tidak ada qarīnah atau indikasi yang

menunjukkan hadis tersebut harus dipahami secara majāzī. Sehingga maksud dari

hadis tersebut adalah sesuai dengan makna hadis itu sendiri. Sebagaimana telah

dikumpulkan berbagai riwayat yang serupa dengan hadis ini, tidak ada satupun

dari riwayat-riwayat tersebut yang menjelaskan makna sebaliknya atau makna lain

dari hadis tersebut. Abū Ṭayyib Ābādī dalam kitabnya ‘aun al-Ma‘būd saat

menjelaskan hadis ini menyebutkan bahwa hadis ini mejadi dalil bagi seorang

muslim yang telah melaksanakan haji kemudian ia murtad, maka ia tidak perlu

melaksanakan haji lagi ketika ia telah kembali masuk islam. Abū Ṭayyib Ābādī

juga mengutip perkataan Al-Khaṭṭābi (w. 388 H) saat menjelaskan hadis ini, al-

Khaṭṭābī berkata bahwa kewajiban berhaji hanya sekali sudah menjadi ijma’

ulama dan tidak ada persilisihan di dalamnya, hanya saja pendapat tersebut tidak

berdasarkan hadis ini, hal ini karena masih ada sahabat yang menanyakan pelihal

apakah haji itu sekali seumur hidup atau berulang setiap tahunnya sebagaimana

telah digambarkan dalam hadis tersebut.33

Ibnu Hajar al-‘Asqalānī (w. 852 H) dalam kitabnya Fatḥ al-Bāri

menyebutkan terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan kapan

diwajibkannya haji petama kali. Pendapat yang petama mengatakan haji

diwjibkan sebelum hijrah, namun pendapat ini syādz. Pendapat kedua

menyebutkan bahwa haji diwajibkan setelah hijrah. Pendapat kedua ini masih

terdapat perbedaan lagi terkait tahun ditetapkannya kewajiban berhaji. Menurut

jumhur ulama, haji diwajibkan pada tahun ke-6 H. Hal ini berdasarkan ayat:

33 Abū Al-Ṭayyib Muhammad Syamsul Haq Ābādī, ‘Aud al-Ma‘būd syarh Sunan Abī

Dawūd (Kairo: Dār al-Ḥadīts, 2001), vol. 3, h. 414.

Page 81: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

69

Maksud menyempurnakan disini adalah permulaan pelaksanaan farḍu. Pendapat

ini dikuatkan dengan qirā’ah ‘Alqamah, Masūq dan Ibrahīm al-Nakha‘ī yang

membacanya dengan bukan sebagaimana diriwayatkan oleh al-

Ṭabrānī (w. 360 H) dengan sanad ṣahīh. Ada juga yang berpendapat bahwa

maksud dari itmām tersebut adalah menyempurnakan pelaksanaan setelah

sebelumnya sudah diwajibkan melaksanakan haji. Hal ini memberi pemahaman

bahwa kewajiban melaksanakan haji telah disyari‘atkan sebelum tahun ke-6 H.

Al-Wāqidī (w. 207 H) menyebutkan bahwa haji diwajibkan pada tahun ke-5 H.34

Al-‘Ainī (w. 855 H) dalam kitabnya ‘Umdah al-Qārī menyebutkan bahwa

dalam sebagian naskah kitab ṣahih al-Bukhārī menyebutkan:

Penyebutan ayat ini menunjukkan bahwa perintah diwajibkannya haji ditetapkan

berdasarkan ayat tersebut. Namun ada juga yang berpendapat bahwa perintah

diwajibkannya haji berdasarkan al-Qur’ān Surah al-Baqarah ayat 196.36

Secara tegas disebutkan dalam hadis tersebut bahwa haji hanya diwajibkan

sekali seumur hidup. Ungkapan sahabat al-Aqra‘ apakah haji wajib setiap tahun,

34Ibnu Hajar al-‘Asqalānī, fath al-Bārī bi Syarh Ṣahīh al-Bukhārī (Kairo: Dār al-Hadīts,

1998 H), vol. 3, h. 428. Lihat juga: Abī al-Ṭayyib Muhammad Syamsul Haq Ābādī, ‘Aun al-

Ma‘būd Syarh Sunan Abī Dāwud (Kairo: Dār al-Hadīts, 2001 M), vol. 3, h. 413. 35Al-Qur’ān surah al-Baqarah ayat 97. 36 Badruddin al-‘Ainī, ‘Umdah al-Qārī Syarh Ṣahīh al-Bukhārī (al-Maktabah al-

Syamilah), vol. 10, h. 373.

Page 82: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

70

hal ini mengacu pada ibadah yang lain seperti puasa dan zakat, dimana keduanya

diwajibkan setiap tahun. Dilihat dari subtansinya ibadah puasa termasuk ibadah

yang bersifat badanī, adapun zakat termasuk ibadah yang bersifat materi. Haji

merupakan gabungan dari keduanya. Haji adalah ibadah yang bersifat badanī

sekaligus materi.37

Ugkapan Nabi Saw menjadi landasan bahwa Nabi Saw

diberi wewenang oleh Allah Swt untuk menetapkan sebuah hukum atau syariat.38

Adapun ungkapan Nabi Saw dalam hadis tersebut mengandung arti

bahwa apabila haji diwajibkan setiap tahun maka akan memberikan masyaqqah

yang besar kepada manusia.39

Selanjutnya adalah kalimat ini menunjukkan bahwa haji

hanya wajib sekali seumur hidup, dan haji berikutnya adalah sunnah.40 Taṭawwu‘

adalah maṣdar dari fi‘il taṭawwa‘a yataṭawwa‘u fi‘il mazīd berwazan

(tafa‘ala) dari fi‘il mujarrad ṭā‘a yang artinya tunduk, patuh atau taat. Dalam

Mu‘jam al-Waṣīṭ, taṭawwa‘a memiliki beberapa arti yaitu: lāna yakni lembut atau

lunak, takallafa al-ṭā‘ah yakni mengerjakan sebuah ketaatan, dan tanaffala yakni

melaksanakan ibadah karena ketaatan dan kemauan dirinya bukan karena

37Abī al-Ṭayyib Muhammad Syamsul Haq Ābādī, ‘Aun al-Ma‘būd Syarh Sunan Abī

Dāwud, vol. 3, h. 414. 38Muhammad bin ‘Ali al-Syaukānī, Nail al-Awṭār (Mesir: Dār al-Ḥadīts, 1993 M- 1413

H), vol. 4, h. 331. 39 Abdullah bin Ṣāliḥ al-Fauzān, Minḥah al-‘Allām syarh Bulūgh al-Marām (al-Maktabah

al-Syamilah), vol. 1, h. 145. 40 Abdullah bin Ṣāliḥ al-Fauzān, Minḥah al-‘Allām syarh Bulūgh al-Marām, vol. 1, h.

145.

Page 83: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

71

kewajiban yang telah Allah farḍukan.41 Di dalam al-Qur‘ān kata taṭawwa‘ā

disebut dua kali yaitu pada ayat haji42 dan ayat puasa.43 Dari kedua ayat tersebut

menunjukkan bahwa kata taṭawwa‘a berarti sesuatu yang sangat dianjurkan.

Namun dalam hadis yang berkenaan dengan haji berulang kata taṭawwa‘ā akan

dipahami dengan berbagai pendekatan, seperti pendekatan sosial. Sehingga makna

taṭawwa‘a yang terdapat dalam hadis bisa saja bergeser dan tidak memiliki makna

sangat dianjurkan. Inilah kemudian yang disebut dengan pemahaman kontekstual.

b. ‘Illat dalam Hadis

Sebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya terdapat dua bentuk ‘illat,

yaitu ‘illat yang tercantum dalam dalam teks atau ‘illat eksplisit (al-‘Illah al-

Manṣūṣah) dan ‘illat yang yang ditetapkan melalui ijtihad atau ‘illat implisit (al-

‘illah al-Mustambaṭah). Berikut hadis yang akan dipahami dengan melihat ‘illat

yang terdapat dalam hadis:

41 Syaqī Ḍaif dkk, Al-Mu‘jam al-Wasīt (Jedah: Maktabah Kunūz al-Ma‘rifah, 1432 H/

2011 M) h. 590.

Al-Baqarah ayat 158, Allah Swt berfirman:

Ayat ini menjelaskan tentang sa ‘ī, ayat ini mengisyaratkan bahwa sa‘ī adalah sunnah.

Abu hanīfah berpendapat bahwa sa‘ī adalah wajib tetapi bukanlah rukun haji, dan bagi orang yang

meninggalkannya dam. Sedangkan menurut Malik dan al-Syāfi‘ī sa‘ī adalah rukun haji, sehingga

apabila tidak melaksanakan sa‘ī maka hajinya tidak sah. Hal ini berdasarkan hadis:

Lihat: Abū al-Qāsim al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf (Mauqi‘ al-Tafāsīr), vol. 1, h. 147 43 Al-Baqarah ayat 184, Allah Swt berfirman:

Page 84: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

72

Dalam hadis tersebut tidak disebutkan ‘illat diwajibkannya melaksanakan

haji. ‘Illah yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah ‘illat mengapa haji hanya

diwajibkan sekali seumur hidup. ‘Illat tersebut terletak pada kalimat:

Kalau diwajibkan maka kalian tidak akan melaksanakannya dan kalian

tidak mampu untuk melaksanakannya.

Artinya bahwa apabila haji diwajibkan setiap tahun maka akan memberikan

masyaqqah yang besar kepada manusia, apabila kesulitan ini sudah pasti akan

dirasakan pada masa Rasulullah Saw, bagaimana dengan masa sekarang? Maka

akan menimbulkan Masyaqqah yang lebih berat lagi. Akan tetapi karena

kemurahan dan rahmat Allah Swt kepada hambanya, haji hanya diwajibkan sekali

seumur hidup.45 Allah Swt berfirman:

Allah menginginkan kemudahan bagimu sekalian dan tidaklah Allah

menginginkan kesulitan bagimu sekalian. (Al-Baqarah [2:185]).

Dalam menetapkan syari’at Allah Swt sangat memperhatikan kemampuan

hamba-Nya. Allah tidak akan membebani hambanya melebihi kemampuan

44 Hadis no. 2642, Bāb Musnad Abdullah bin al-‘Abbās. Lihat: Ahmad bin Hanbal,

Musnad Ahmad bin Ḥanbal (Muassisah al-Risālah, 1421 H), vol. 4, h. 392. 45Abdullah bin Ṣāliḥ al-Fauzān, Minḥah al-‘Allām syarh Bulūgh al-Marām (al-Maktabah

al-Syamilah), vol. 1, h. 145.

Page 85: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

73

hamba-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’ān surah al-Baqarah ayat

286.46 Sebagian ulama’ uṣūl berkata:

Aṣal dalam kemudaratan adalah haram, karena kemudaratan tidak boleh

disyari‘atkan secara ijma‘.

Sesuatu yang telah disyari‘atkan sudah tentu mengandung kemudahan di

dalamnya, dan tidak akan menyimpan kemasyaqqahan dan kemudaratan. Karena

tujuan dari disyari’atkannya hukum-hukum Islam adalah untuk kemaslahatan

umat Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam surah al-Ḥajj ayat 78:

Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untukmu dalam agama suatu

kesempitan. (QS. Al-Ḥajj [22:78]).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam di syari‘atkannya suatu

ibadah pada umumnya tidak akan ada unsur kemasyaqqahan dan kemuaratan,

begitu pula dalam disyari‘atkannya ibadah haji. Sehingga ibadah haji hanya

diwajibkan sekali seumur hidup. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadis

tersebut. Pada kasus berikutnya apabila pelaksanaan haji berulang yang

merupakan sunnah mengandung kemadaratan untuk dirinya atau orang lain maka

haji berulang tidak dianjurkan untuk dilaksanakan.

c. Sabab Wurūd al-Ḥadīts

Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. (QS. Al-

Baqarah [2:268]). 47 Al-Ḥasan bin Muhammad al-Naisābūrī, Gharāib al-Qur’ān wa Raghāib al-Furqān

(Beirut: Dār al-Kuub al-‘Ilmiyah, 1416 H), vol. 4, h. 274.

Page 86: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

74

Ketika mencoba memahami suatu hadis, tidak cukup hanya melihat teks

hadsnya saja, khususnya ketika hadis itu mempunyai sabab al-wurūd, melainkan

harus melihat konteksnya. Dengan kata lain, ketika ingin mengetahui ata menggali

pesan moral dari suatu hadis, perlu memperhatikan konteks historisnya, kepada

siapa hadis itu disampaikan oleh Nabi Saw. Dalam kondisi sosio-kultural yang

bagaimana Nabi Saw waktu menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks

historisnya, seseorang akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan

memahami makna suatu hadis, dan bahkan dapat membawa ke dalam pemahaman

yang keliru.48

Asbāb al-wurūd digunakan untuk mengetahui hadis yang bermuatan

norma hukum, khususnya hukum sosial. Sebab, hukum dapat berubah karena

perubahan atau perbedaan sebab, situasi dan ‘illat. Asbāb al-wurūd tidak

dibutuhkan untuk memahami hadis yang bermuatan informasi alam gaib atau

akidah karena masalah ini tidak terpengaruh oleh situasi apapun. Asbāb al-wurūd

hadis sering kali dimuat dalam hadis itu sendiri ketika periwayat menuturkan

sebuah peristiwa secara utuh. Terkadang, periwayat hanya mengutip potongan

hadis tertentu untuk dijadikan dalil dalam kasus tertentu pula.49

Dalam periwayat hadis, sebuah matan diriwayatkan oleh perawi secara

berulang-ulang karena diriwayatkan melalui beberapa jalur. Semakin banyak jalur

(terutama sejak generasi sahabat) maka semakin terlihat bahwa materi hadis itu

populer. Salah satu jalur dicantumkan sabab al-wurūd-nya (kalau memang ada),

sementara jalur lain tidak disebutkan. Di sini perlu diketahui bahwa tidak semua

48 Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud; Studi Kritis Hadis

Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual (Yogyakarta: Pusat Pelajar, 2001), h. 5. 49 Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologi (Yogyakarta: PT Tiara

Wacana, 2002), h. 62.

Page 87: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

75

hadis dapat ditemukan sabab al-wurūd-nya, seperti halnya ayat al-Qur’ān tidak

semuanya mempunyai sabab al-nuzūl. Teori sabab al-wurūd perlu dikembangkan

dalam rangka mengetahui konteks sosial budaya, ketika hadis itu muncul.50

Menurut al-Suyūṭī (w. 911 H), untuk mengetahui asbāb al-wurūd dapat

dikategorikan menjadi tiga macam yaitu:

Pertama, sebab yang berupa ayat al-Qur’ān. Maksudnya adalah ayat al-

Qur’ān itu menjadi penyebab Nabi Saw mengeluarkan sabdanya. Misalnya, hadis

disabdakan karena turunnya ayat yang memiliki bntuk umum, namun, yang

dikehendaki oleh ayat itu adalah makna khusus.51 Contohnya, yang terdapat dalam

firmn Allah Swt QS al-An‘ām: 82, yang berbunyi:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka

dengan keẓaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat

keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”

(QS. Al-An‘ām: [6:82]).

Ketika itu sebagian sahabat Rasulullah Saw memahami ayat ini dengan

menganggap bahwasanya yang dimaksud dengan kata “al-ẓulm” adalah “al-jaur”

yang berarti berbuat aniaya atau melanggar batas ajaran agama. Lantaran itulah

maka mereka lalu mengadu kepada Nabi Muhammad Saw, kemudian beliau

memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud al-ẓulm dalam firman Allah

tersebut adalah “al-syirk” yakni menyekutukan Allah.52 Kemudian di perjelas lagi

dengan surah al-Luqmān yang berbunyi:

50 Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologi, h. 63. 51 Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Asbāb Wurūd al-Ḥadīts; al-Luma‘ fī Asbāb al-Ḥadīts (Beirut:

Dār al-Maktabah al-‘Ilmiyah, 1401 H/ 1984 M), h. 16. 52 Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud, h. 10.

Page 88: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

76

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya: hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar keẓaliman yang besar.” (QS. Luqmān: [31:13]).

Dijelaskan juga dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhārī dalam Ṣaḥīḥ-nya

bāb man intaẓara ḥattā tudfan:

Diceritakan dari Abdullah ra, ia berkata: ketika turun ayat yang berbunyi

“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanannya

dengan aniaya (keẓaliman)” Sahabat Nabi Saw berkata: siapakah di

antara kami yang tidak mencampuradukkan keimanannya dengan aniaya?

Maka diturunkan ayat: “Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu aniaya

yang besar.” (HR. Al-Bukhārī).

Kedua, sabab al-wurūd yang berupa hadis. Maksudnya adalah ketika

terdapat suatu hadis, namun sebagian sahabat merasa kesulitan memahaminya,

maka kemudian muncul hadis lain yang memberikan penjelasan terhadap hadis

tersebut.54

Ketiga, sabab al-wurūd yang berupa perkara yang berkaitan dengan para

pendengar di kalangan sahabat. Hal ini dapat ditemukan dalam persoalan yang

berkaitan dengan sahabat syuraid bin Suwaid al-Tsaqafī. Pada peristiwa fath

Makkah al-Tsaqafī datang kepada Nabi Muhammad Saw seraya berkata: “Saya

bernazar manakala Allah memberikan keberhasilan kepada tuan dalam

membebaskan kota Makkah, saya akan salat di Bait al-Maqdis.” Mendengar

53 Muhammad bin Ismāil al-Bukhārī, Ṣahih al-Bukhārī, h. 163. 54 Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Asbāb Wurūd al-Ḥadīts, h. 18.

Page 89: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

77

pernyataan sahabat tersebut, lalu Rasulullah Saw bersabda: “Salat di sini, yakni

Masjid al-Ḥarām itu lebih utama.” Kemudian beliau mengatakan: Demi Dzat yang

jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu salat di sini (masjid al-

Ḥarām Makkah), maka sedah mencukupi bagimu untuk memenuhu nazarmu.”55

Berkenaan dengan sabab al-wurūd dari hadis diwajibkannya berhaji,

diceritakan bahwa ketika turun QS Ali ‘Imrān ayat 97, 56 Rasulullah Saw

mengumpulkan seluruh pemeluk agama, kemudian Nabi Saw berkhutbah kepada

mereka, beliau Saw bersabda: Allah Swt telah mewajibkan kepada kalian untuk

berhaji, maka hendaklah kalian berhaji. Mendegar khutbah Nabi Saw berimanlah

orang-orang Islam, sedang pemeluk agama yang lain enggan untuk beriman,

mereka berkata: Kami tidak akan beriman pada ka’bah, kami tidak akan bershalat

ataupun berhaji padanya. Kemudian turun kelanjutan ayat tersebut.57

Diceritakan ketika diturunkan ayat kewajiban berhaji, salah seorang

sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw apakah kewajiban berhaji tersebut

berlaku setiap tahunnya, pertanyaan tersebut diulang sampai tiga kali, Rasulullah

Saw diam, kemudia ia bersabda: Kalau saya menjawab iya maka haji setiap tahun

akan menjadi wajib, apabila itu diwajibkan maka kalian harus melaksanakannya,

55 Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Asbāb Wurūd al-Ḥadīts, h. 19.

56

Perintah Allah Swt dalam QS Ali ‘Imrān ayat 97 ini bersifat umum, artinya perintah

tersebut tidak terkhusus pada orang Islam saja, akan tetapi teruntuk selain orang Islam juga.Orang

yang sedang berhadats dibebankan kewajiban shalat meskipun wudu’ adalah syarat sahnya

shalat.Oleh karena itu tidak adanya syarat tidak berarti gugurnya kewajiban seorang atas sesuatu

yang disyarati. Lihat: Abū Abdillah Fakhruddin Al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib; al-Tafsīr al-Kabīr

(Beirut: Dār Iḥya al-TurātsArabī, 1420 H), vol. 8, h. 304. 57 Abū al-Qāsim Al-Zamakhsyarī, Al-Kasysyāf ‘an Ḥaqāiq Ghawāmiḍ al-Tanzīl (Beirut:

Dār al-Kitāb al-‘Arabī, 1407 H), vol. 1 h. 391. Penganut agama yang dikumpulkan oleh Rasulullah

Saw adalah: Muslim, Nasranī, Yahudī, Ṣābi’in, Majusī dan Musyrikin. Sebagaimana diceritakan

oleh al-Ḍaḥḥak. Lihat: Abū Abdillah Fakhruddin Al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib; al-Tafsīr al-Kabīr,

vol. 8, h. 305.

Page 90: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

78

jika kalian tidak melaksanakannya maka kalian telah kafir.58

Dapat disimpulkan bahwa sabab wurud hadis kewajiban haji hanya sekali

dan selebihnya merupakan sunnah adalah diturunkannya ayat perintah

melaksanakan haji. Hal ini untuk memberikan informasi kepada manusia bahwa

Allah Swt telah menurukan ayat perintah melaksanakan haji. Berdasarkan

kategori yang disebutkan oleh al-Suyūṭī, sabab al-wurūd hadis kewajiban

melaksanakan haji ini termasuk pada kategori yang pertama yaitu, sabab al-wurūd

yang berupa ayat al-Qur’ān. Sedangkan sabab al-wurūd haji yang kedua kalinya

termasuk sunnah adalah pertanyaan sahabat yang terdapat dalam hadis tersebut.

Berdasarkan hadis tersebut ulama berpendapat bahwa perintah

melaksanakan haji tidak berfaidah tikrār (tidak berulang), hal ini berdasarkan dua

hal: Pertama, perintah wajib berhaji tidak berfaidah tikrār. Kedua, sahabat masih

bertanya kepada Rasulullah Saw apakah haji diwajibkan secara berulang atau

tidak, apabila ṣighat perintah haji itu telah mengandung makna tikrār, sahabat

sebagai seorang yang pasti mahir dalam Bahasa Arab, tidak mungkin bertanya

kepada Rasulullah Saw.59

d. Kondisi Sosial dalam Hadis

Pada masa Nabi Muhammad Saw umat Islam belum menyebar luas ke

seluruh penjuru Negara. Sehingga melaksanakan haji berkali-kali atau setiap

setahun sekali bukanlah sesuatu yang sulit sejak ditaklukkannya kota Mekah.

Maka mengalamalkan hadis sunnah melaksanakan haji lebih dari sekali adalah

keutamaan yang luar biasa. Namun, meski demikian dalam praktiknya Nabi

Muhammad Saw hanya melaksanakan haji sekali yaitu pada tahun ke 10 hijriyah.

58 Abū Abdillah Fakhruddin Al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib; al-Tafsīr al-Kabīr, vol. 8, h. 304. 59 Abū Abdillah Fakhruddin Al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib; al-Tafsīr al-Kabīr, vol. 8, h. 304.

Page 91: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

79

Selanjutnya hadis sunnah melaksanakan haji berulang akan dipahami melalui

pendekatan sosial pada masa sekarang, dan khususnya di Indonesia.

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di

dunia. Angkanya mencapai 88,8 persen dari total penduduk dunia yang mencapai

235 juta jiwa atau sekitar 200 juta jiwa lebih. Tak heran bila negeri ini selalu

menjadi Negara terbesar dalam pengiriman jumlah jamaah haji ke Tanah Suci.

Dalam satu dasawarsa terakhir, bisa dirata-rata, jumlah umat Islam Indonesia yang

menunaikan ibadah haji mencapai 200 ribu orang pertahun.60 Dari jumlah jamaah

haji yang diberangkatkan setiap tahunnya, tidak jarang diantara mereka telah

melaksanakan haji yang kesekian kalinya. Artinya haji yang ia laksanakan adalah

sunnah.

Pada dasarnya, memang tidak ada larangan untuk berhaji berkali-kali

selama orang tersebut mampu melaksanakannya. Namun, tingginya animo

pengulang haji terkadang sengaja menutup mata untuk memberikan kesempatan

terhadap calon jemaah haji yang baru ingin melaksanakan ibadah haji yang

pertama kalinya. Seharusnya jika mereka sudah pernah berhaji, mereka harus

memiliki rasa toleransi agar mendahulukan kemaslahatan yang umum.61 Hal ini

sebagaimana terdapat dalam kaidah fikih berikut:

“Kemaslahatan yang umum lebih didahulukan daripada kemaslahatan

yang khusus.”

60 Syahruddin el Fikri, Sejarah Ibadah; Menelusuri Asal-usul Memantapkan

Penghambaan (Jakarta: Republika, 2014), h. 100. 61Sopa dan Siti Rahmah, “Studi Evaluasi Atas Dana Talangan Haji Produk Perbankan

Syariah di Indonesia,” Ahkam: Vol. XIII, No. 2, Juli 2013, h. 306-307. 62Muhammad Mustafa al-Zuḥailī, al-Qawā‘id al-Fiqhiyah wa Taṭbīqātihā fī al-Mudzāhib

al-Arba‘ah (Damaskus: Dār al-Fikr, 2006), vol. 1, h. 235. Lihat: Ibrāhim bin Mūsā al-Stāṭibī, al-

Muwāfaqāt (Dār Ibn ‘Affān, 1997), vol. 3, h. 89.

Page 92: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

80

Ibadah haji berkali-kali bukanlah kriteria keluhuran seseorang di sisi Allah

Swt. Sebaliknya, ibadah haji satu kali bukanlah kriteria kerendahan di sisi-Nya.

Justru ibadah haji yang berkali-kali itu dapat membahayakan yang bersangkutan,

apabila ia semata-mata menuruti hawa nafsu. Di negeri ini banyak kewajiban-

kewajiban agama, khususnya yang berkaitan dengan masalah sosial yang

seharusnya lebih diprioritaskan daripada ibadah haji sunnah. Ibadah haji sunnah

manfaatnya hanya kembali kepada pelakunya saja, sementara ibadah sosial

manfaatnya kembali kepada pelakunya dan orang lain. 63 Oleh karena itu,

sebaiknya umat Islam yang berkemampuan lebih baik bersedekah kepada sesama.

Kaidah hukum Islam menyebutkan bahwa:

“Ibadah yang bermanfaat kepada pelakunya dan orang lain lebih utama

daripada ibadah yang manfaatnya hanya dirasakan pelakunya saja”.

Ali Mustafa Yaqub tidak segan-segan menyebut orang yang gemar

melaksanakan haji berkali-kali dengan sebutan haji pengabdi setan, hal ini karena

tidak jarang dari mereka yang melaksanakan haji hanya untuk memuaskan

hasratnya. Dibanding ibadah lain, ibadah haji adalah ibadah yang paling rawan

godaanya. Karenanya wajar bila dalam ayat yang mewajibkan ibadah haji

disertakan dengan kata lillāh. Sementara dalam ibadah lain, kendati juga harus

lillāh tetapi ayat-ayat untuk itu tidak dibarengi kata lillāh. 65 Faktanya adalah

63Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009),

h. 78-79. 64 Muhammad Ṣidqī bin Ahmad Abū al-Ḥārits al-Ghazī, Mausū‘ah al-Qawā‘id al-

Fiqhiyah (Beirut: Muasisah al-Risālah, 2003), vol, 9. H. 470. 65Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009),

h. cover.

Page 93: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

81

bahwa ibadah haji seringkali dilakukan karena pamrih duniawi. Ibadah haji

memang sarat rayuan setan. Dalam sebuah hadis disebutkan:

Akan datang masa, di mana kaum kaya dari umatku beribadah haji untuk

bertamasya, kaum menengah mereka beribadah haji untuk berniaga

(kepentingan bisnis), kaum terpelajar mereka berhaji untuk pamer dan

riya, dan kaum fakir mereka berhaji untuk meminta-minta.(HR. al-

Dailamī)

Menurut Andi Rahman, masa yang disebutkan dalam hadis tersebut sudah

datang. Banyak orang kaya menganggap haji dan umrah sebagai liburan. Mereka

berhaji tanpa serius mempelajari manasiknya, memahami makna dan hikmah haji,

kemudian berniat untuk tetap melakukan rutinitas maksiat selepas ibadah haji.

Ada juga yang melihat haji dan umrah sebagai peluang bisnis. Travel haji dan

umrah ada di setiap kota dengan agen cabangnya di setiap kecamatan. Diiklankan

di Koran dan televisi, dengan mengajak artis dan selebritis sebagai daya tariknya.

Alih-alih niat membantu jamaah, petugas travel malah mengubah haji dari ibadah

menjadi lading rupiah.67

Ada beberapa masalah yang akan ditimbulkan oleh sebab gemarnya orang

Islam melaksanakan haji berkali-kali pada masa-masa sekarang, di antaranya

adalah semakin memanjangnya daftar tunggu jamaah haji yang akan

menyebabkan orang yang akan melaksanakan haji untuk yang pertama kalinya

akan menunggu waktu lebih lama lagi. Sedangkan seseorang yang sudah mampu

66 Jamāluddin Abū al-Farj al-Jauzī, al-‘ilal al-Mutanāhiyah fī al-Aḥādīts al-Wāhiyah

(Pakistan: Idārah al-‘Ulūm al-Atsariyah, 1981), vol. 2, h. 74. 67Majalah Nabawi edisi 100/Zulqa’da-Zulhijjah (Ciputat: Darus Sunnah International for

Hadith Sceinces, 1434 H). h. 57-58.

Page 94: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

82

untuk melaksanakan haji diharuskan untuk bersegera melaksanakan haji.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal:

Diceritakan dari Ibn ‘Abbās ra.berkata: Rasulullah Saw bersabda:

Bersegeralah kalian untuk melaksanakan haji (haji fardhu), karena

sesungguhnya salah seorang di antara kalian tidak ada yang mengetahui

sesuatu yang akan menghalanginya. (HR. Ahmad).

Namun, karena sangat panjangnya antrian haji orang yang mampu untuk

melaksanakan haji tidak bisa melaksanakan haji dengan segera. Oleh karena itu,

untuk meminimalisir antrian haji seorang yang sudah melaksanakan haji

seharusnya tidak melaksanakan haji lagi.

Selain itu juga maraknya melaksanakan jadi berkali-kali akan menutup

kepekaan sosial umat Islam. Ia memilih mengeluarkan banyak uang untuk

melaksanakan haji sunnah dibanding menyantuni anak yatim, membatu fakir

miskin atau untuk kepentingan masyarakat umum. Melihat kondisi sosial yang

demikian dapat disimpulkan bahwa melaksanakan haji berkali-kali pada masa

sekarang tidaklah dianjurkan bahkan akan lebih utama jika ditinggalkan.

Masalah yang juga ditimbulkan oleh gemarnya orang melaksanakan haji

berulang adalah padatnya jamaah haji. Kepadatan jamaah haji ini pada gilirannya

akan memicu terjadinya musibah waktu menjalankan ibadah haji, khususnya

waktu melempar jamrah di Mina. Pada musim haji tahun 1424 H/ 2004 M, terjadi

tragedi yang merenggut ratusan korban ketika para jamaah haji sedang

68Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Ḥanbal (Muassisah al-Risālah, 1421 H), vol. 3,

h. 268.

Page 95: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

83

melontarkan jamrah di Mina.69 Pada tahun 1426 H/ 2006 M, tragedi itu terulang

kembali. 70 Sebelum itu di Mina sering terjadi musibah yang menelan korban

ratusan, bahkan ribuan. Akhirnya, Mina identik dengan tragedi.71

Pada tahun 2015 tragedi Mina terulang kembali. Setidaknya 1000 orang

dilaporkan tewas saat menjalani ritual haji di Mina, Kamis 24 September 2015

lalu. Dilansir dari Aljazeera, tragedi ini terjadi karena jamaah sudah sangat

berdesak-desakan di cuaca panas diatas 50 derajat Celcius. Karena hal itu, banyak

jemaah yang tak kuat dan jatuh, terinjak-injak dan meninggal.72

Selain beberapa dampak yang mungkin terjadi sebabkan oleh banyaknya

jamaah haji yang melaksanakan haji berkali-kali di atas, akan disebutkan beberapa

alasan Nabi Saw tidak bersegera melaksanakan haji dan hanya melaksanakan haji

sekali dalam hidupnya. Faktor-faktor Nabi Saw hanya melaksanakan haji sekali

berkaitan erat dengan pengembangan sosial masyarakat. Nabi Saw lebih

memprioritaskan ibadah sosial dibanding melaksanakan haji berkali-kali. Salah

satu ibadah sosial yang menjadi prioritas Nabi Saw adalah pembinaan umat. Nabi

Saw dikenal tidak pernah meninggalkan umatnya dalam rangka membina mereka.

Nabi Saw selalu salat berjamaah dengan mereka, Nabi Saw juga tidak pernal

meninggalkan mereka karena safari dakwah, Nabi Saw juga tidak pernah salat

jumat dan berkhutbah di luar Masjid Nabawi, padahal saatt itu di Madinah sudah

69 Sekitar 244 jemaah haji meninggal dunia, sementara 244 lainnya luka-luka dalam

sebuah insiden di al-Jamarat, Mina pada 1 Februari 2004. Liputan 6, “7 Tragedi Mina dalam

Kurun Waktu 1990-2015” Global. Lihat: http://global.liputan6.com/read/2325255/7-tragedi-mina-

dalam-kurun-waktu-1990-2015. Diakses pada hari sabtu 16 Desember 2017. 70 Setidaknya 345 jemaah haji meninggal dunia akibat berdesak-desakan saat

melaksanakan ritual lempar jumrah di Mina pada 12 Januari 2006. Lihat: Liputan 6, “7 Tragedi

Mina dalam Kurun Waktu 1990-2015” Global. Lihat: http://global.liputan6.com/read/2325255/7-

tragedi-mina-dalam-kurun-waktu-1990-2015. 71 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji, h. 71-72. 72 Kronologi Tragedi Mina saat Musim Haji 2015, Kesalahan anak Raja Saudi? Lihat:

https://indocropcircles.wordpress.com/2015/09/25/tragedi-mina-saat-haji-2015/ diakses pada hari

senin 18 Desember 2017.

Page 96: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

84

ada tujuh buah masjid. Termasuk juga Nabi Saw tidak pergi ke Mekah untuk

melakukan umrah Ramaḍan, sementara umat ditinggalkan di Madina.73 Padahal

dalam sebuah hadis disebutkan bahwa berumrah pada bulan Ramaḍan nilainya

sama dengan ibadah haji.

Diceritakan dari Wahb bin Khanbasy, ia berkata: Rasulullah Saw

bersabda: beribadah umrah pada bulan Ramaḍan nilainya sama dengan

ibadah haji.

Nabi Saw lebih memilih membina umat dibandingkan dengan

melaksanakan ibadah umrah pada bulan Ramaḍan. Artinya Nabi Saw lebih

mendahulukan ibadah yang sifatnya sosial dari pada ibadah yang sifatnya

individual seperti umrah dan haji berkali-kali. Berikut akan disebutkan setidaknya

ada tiga alasan Nabi Saw tidak melaksanakan haji berkali-kali:

Pertama, jihad fī sabīlillāh. Ketika masih tinggal di Mekah, Nabi Saw

belum diwajibkan berjihad untuk melawan orang-orang yang meneror dan

mendzalimi beliau, kendati beliau sering diteror. Bahkan hijrah itu sendiri adalah

akibat gencarnya teror atas beliau. Setelah tinggal di Madinah, beliau diizinkan

dan kemudian diwajibkan untuk melawan teror-teror itu, maka terjadilah

peperangan. Setiap peperangan tentulah memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Dan tentu Nabi Saw sebagai pemimpin umat lebih memperhatikan masalah ini.

Kedua, menyantuni anak yatim. Akibat adanya peperangan, banyak para

73 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji, h. 24. 74 Ibnu Mājah, Sunan Ibnu Mājah (Dār iḥya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt.), vol. 2, h. 995.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Ṣaḥīḥ-nya, lihat: Muslim bin al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ

Muslim (Beirut: Dār iḥya al-Turāts al-‘Arabī, tt.), vol. 2, 917.

Page 97: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

85

sahabat yang gugur sebagai syuhada. Akibat selanjutnya banyak janda-janda dan

anak-anak yatim yang terlantar. Nabi Saw lebih mengutamakan menyantuni para

janda dan anak yatim dari pada berhaji dan berumrah berulang kali.

Ketiga, mahasiswa ṣuffah. Setelah Nabi Saw menetap di Madinah, banyak

mahasiswa yang belajar langsung dari Nabi Saw dan tinggal di Ṣuffah, salah satu

ruangan di Masjid Nabawi. Menurut Muhammad Mustafa Azami, perguruan al-

Ṣuffah ini merupakan perguruan pertama dalam Islam. Jumlah mahasiswa al-

Ṣuffah sangat banyak dan fluktuatif. Namun rata-rata ada 400 orang. Mereka tidak

punya apa-apa kecuali badan mereka sendiri. Nabi Saw sendiri setiap hari

memberi makan tidak kurang 70 orang mahasiswa al-Ṣuffah.75

Dari ketiga penyebab Nabi Saw tidak melaksanakan ibadah haji berkali-

kali di atas semuanya adalah faktor sosial. Nabi Saw lebih mementingkan

pengembangan umat Islam, dari pada melaksanakan haji berkali-kali yang

sifatnya ibadah individu.

Sekiranya ibadah individual itu lebih utama dari pada ibadah sosial, tentu

Nabi Saw sudah pergi haji berulang kali dari pada menyantuni anak yatim.

Sekiranya ibadah umrah sunnah itu lebih utama dari pada menyantuni fakir

miskin, tentu Nabi Saw selalu mondar-mandir ke Mekah, khususnya pada bulan

Ramaḍan untuk beribadah umrah sunnah. Dan ternyata semua itu tidak penah

terjadi.76

D. Pandangan Cendikiawan tentang Haji Berulang

a. Bisyr bin al-Ḥarits al-Ḥāfī

75 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji, h. 103-105. 76 Ali Mustafa Yaqub, Mewaspadai Provokator Haji, h. 107.

Page 98: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

86

Suatu hari ada seseorang yang datang menemui Bisyr bin al-Ḥārits al-

Ḥāfī77 lalu berkata, “Wahai Abu Nashr aku hendak berangkat haji (Sunnah untuk

yang kesekian kalinya), dan aku ingin meminta nasihat darimu. Nasihatilah aku.”,

Bisyr berkata: “Berapa biaya yang kamu kau keluarkan untuk pergi haji?” “Dua

ribu dirham” jawab pria itu. Pada waktu itu dua ribu dirham merupakan nominal

yang besar.Bisyr bertanya lagi, “apakah motivasi hajimu karena zuhud, rindu ke

Baitullah, atau karena mencari ridha Allah Swt?” Pria itu menjawab. “Demi

Allah, karena mencari ridha Allah.”

Bisyr kemudian berkata, “Apakah engkau berkenan kalau aku tunjukkan

sesuatu yang menyebabkan kamu memperoleh ridha Allah, sementara kamu tetap

berada di rumah dan kampung halamanmu?” “Ya” jawab pria itu.“Caranya adalah

engkau berikan uang sejumlah biaya haji sunnahmu itu kepada sepuluh orang.

Pertama, orang fakir untuk menutupi kefakirannya, kemudian anak anak yatim

untuk memenuhi kebutuhannya, lalu orang yang berhutang untuk melunasi

hutangnya, dan seterusnya sampai sepuluh orang. Seandainya kau berikan semua

uang itu kepada satu orang untuk memenuhi kebutuhannya, tentu lebih utama.

Sungguh menghilangkan kesedihan saudramu, meringankan beban saudaramu dan

membantu saudaramu yang lemah lebih utama bagimu dari pada seratus kali

berhaji sunnah.” Kata Bisyr menasihati.

Tetapi peria itu menjawab, “Wahai Abu Nashr, hatiku lebih suka untuk

melakukan haji (sunnah).” Maka Bisyr pun berkata: “Sesungguhnya harta itu

apabila dihasilkan dari sesuatu usaha yang kotor dan syubhat, maka pemiliknya

77 Nama lengkapnya adalah Bisyr bin al-Ḥārits bin Abdurrahmān bin ‘Aṭā’ bin Hilāl bin

Māhān bin Abdullah al-Marwazī, Abū Nashr, beliau adalah salah satu sufi abad ketiga hijriyah,

lahir 152 H di Baghdād dan hidup di sana. Bisyr meninggal di Baghdād tahun 227 H. Ia sangat

dikagumi oleh Ahmad bin Hambal dan dihormati oleh Khalifah al-Ma’mun. lihat: Abū

Abdirrahman al-Sulamī, Ṭabaqāt al-Ṣūfiyah (Beirut: Dāal-Kutub al-‘ilmiyah, 2003), h.43-46.

Page 99: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

87

tidak mau menggunakannya kecuali untuk hal-hal yang diinginkan oleh nafsu dan

seleranya.”78

b. Jamal Ahmed Badi

Jamal Ahmed Badi saat menjelaskan hadis ke-tiga dari al-Arba’īn al-

Nawawī, hadis tentang lima pilar agama yang salah satunya adalah haji, juga

menyatakan bahwa apabila seseorang bermaksud untuk melaksanakan haji yang

kesekia kalinya, akan lebih baik untuk menggunakan uang tersebut untuk

membantu orang lain guna melaksanakan kewajibannya, yaitu dengan

membiayainya untuk melaksanakan haji wajib, karena dengan demikian ia akan

mendapat pahala dari atas haji orang tersebut, atau menggunakan uang tersebut

untuk kepentingan sosial, seperti memenuhi keutuhan fakir miskin serta anak

yatim.79

c. Ibn Bāz

Ketika ditanya tentang malaksanakan haji berulang, Ibn Bāz menjelaskan

bahwa melaksanakan haji berulang memiliki keutamaan yang besar. Namun

apabila melihat peraktik haji di tahun-tahun terakhir ini yang sangat berdesak-

desakan yang tidak jarang telah memakan korban, serta becampurnya laki-laki dan

perempuan, maka meninggalkan haji berulang lebih utama bagi mereka dan lebih

menjaga dari terjadinya kerusakan. Oleh sebab itulah seseorang yang sengaja

meninggalkan haji berulang dengan alasan memberi keluasan bagi para jamaah

dan mengurangi berdesak-desakan, diharapkan akan mendapatkan keutamaan

78 Abu Ḥamid Muhammad al-Ghazālī, Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn (Beirut: Dār al-Ma‘rifah), vol.

3, h. 409. 79Jamal Ahmed Badi, Sharh Arba’een an Nawawi; Commentary of Forty Hadiths of an

Nawawi (Malaysia: The Kulliyah of ICT, IIUM [forty Hadith.com], 2001), h. 19.

Page 100: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

88

yang lebih besar dari pada melaksanakan haji berulang karena niat baiknya

tersebut. Untuk menguatkan pendapatnya Ibn Bāz menjelaskan bahwa syari’at

Islam yang sempurna terbangun dari dua asal yang sangan agung, yaitu: petama,

pertolongan untuk memberikan kemaslahatan serta terus menjaga kemaslahatan

tersebut. Kedua, pertolongan untuk menolak dan mencegah kerusakan dan

kemudharatan secara menyeluruh.80

d. Ṣāliḥ bin Fauzān bin Abdullah al-Fauzān

Ṣalih bin Fauzan memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda dengan

Ibn Bāz, ia menjelaskan bahwa haji diwajibkan setiap tahunnya bagi umat Islam,

namun kewajiban di sini maksudnya farḍu kiāyah, secara pribadi atau individu

umat Islam, haji hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup. Ṣāliḥ menyebutkan

bahwa haji merupakan salah satu bentuk jihād fī sabīlillāh, hanya saja tidak ada

peperangan disana, artinya melaksanakan haji memiliki keutamaan seperti

berjihad. Namun meski demikian jika melaksanakan haji dihawatirkan akan

mendatangkan mudarat karena jamaah haji yang semakin hari semakin banyak

maka akan lebih baik jika uang yang akan digunakan untuk melaksanakan haji

digunakan untuk memberi makan fakir miskin dan menyantuni anak yatim dan

atau menggunakan uang tersebut untuk kemanfaatan-kemanfaatan yang lain. Hal

ini karena berdesak-desakan saat melaksanakan haji terkadang akan menjadi

penyebab tidak semprunanya ibadah haji yang telah dilaksanakan.81

80 Al-Mauqi‘ al-Rasmī li al-Imām Ibn Bāz; Ḥukm tikrār al-Ḥajj li al-Rijāl wa al-

Nisa’(http://www.binbaz.org.sa/fatwa/648 ), diakses pada hari Senin 2 Oktober 2017. 81Mauqi‘ al-Syekh Ṣāliḥ bin Fauzān al-Fauzān; Tikrār al-Ḥajj wa al-Ru’yah al-Syar‘iyah

(http://www.alfauzan.af.org.sa/ar/node/2304 ), diakses pada hari Selasa 3 Oktober 2017.

Page 101: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

89

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan peneliti pada skripsi ini, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Hadis sunnah melaksanakan haji lebih dari sekali ketika dipahami secara

kontekstual, yaitu dengan melihat kondisi sosial pada saat ini maka

pelaksanaan haji sunah tersebut tidak lagi menjadi anjuran. Pada kondisi

saat ini dimana antrian haji sangat panjang, sangat dianjurkan untuk

melaksanakan haji hanya sekali dalam seumur hidup. Karena haji yang

kedua dan seterusnya akan menciderai hak orang lain yang belum

melaksanakan haji sama sekali. Dengan berhaji yang kedua, ia telah

mengambil jatah orang lain.

2. Dari pada melaksanakan haji berulang lebih dianjurkan untuk

menggunakan biaya berhaji untuk kepentingan sosial, seperti menyantuni

anak yatim, berinfak kepada fakir miskin. Hal ini berlandaskan pada dua

kaidah fikih, yaitu al-maṣlaḥah al-‘āmah muqaddamah ‘alā al-maṣlaḥah

al-khāṣṣah dan al-muta‘addī afḍal min al-qāsir.

3. Anjuran untuk melaksanakan haji hanya sekali ini juga mengacu pada

praktik yang dilakukan Nabi Muhammad Saw, beliau hanya melaksanakan

haji sekali dalam hidup beliau Saw. Dan yang menjadi latar belakang Nabi

Saw melaksanakan haji sekali adalah kepentingan sosial, seperti

Page 102: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

90

menyantuni anak yatim dan fakir miskin serta untuk pembinaan

masyarakat.

B. Saran dan Rekomendasi

1. Penelitian ini lebih terfokus pada pemahaman hadis sunah haji lebih dari

sekali menggunakan motode Ali Mustafa Yaqub. Karena itu penelitian

selanjutnya dapat meneruskan dengan mengkomper metode Ali Mustafa

Yaqub dengan metode-metode yang lain, sehingga menghasilkan

pemahaman yang lebih tajam.

Page 103: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

91

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟ān Al-Karīm.

„Azmullah, Musfir, Maqāyīs Naqd Mutūn al-Sunnah, Riyad: Jamī‟ al-Ḥuqūq

Mahfūdzah li al-Muallif,1984.

Ābādī, Abī al-Ṭayyib Muhammad Syamsul Haq, ‘Aun al-Ma‘būd Syarh Sunan

Abī Dāwud, Kairo: Dār al-Hadīts, 2001.

Abū Bakr bin Abī Syaibah, al-Muṣannnaf fī al-Aḥādīts wa al-Atsār, Riyad:

Maktabah al-Rusyd, 1409 H.

Abū Dawūd, Sunan Abī Dawūd, Riyād: Dār al-Salām, 1999.

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Ḥanbal, Muassisah al-Risālah, 1421 H.

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 2002.

Al-„Ainī, Badruddin, ‘Umdah al-Qārī Syarh Ṣahīh al-Bukhārī, Al-Maktabah Al-

Syāmilah.

Al-„Asqalāni, Ibn Ḥajar, Fath al-Bārī bi Syarh Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kairo: Dār al-

Ḥadīts, 1998 H.

Al-Baiḍānī, Qāsim, Mabānī Naqd Matn al-Ḥadīts, Mansyūrāt al-Markaz al-Ālamī

li al-Dirāsah al-Islāmī, 1385.

Al-Baihaqī, Ahamd bin al-Ḥusain Abū Bakr Al-Sunan al-kubrā, Beirut: Dār al-

Kutub al-„Ilmiyah, 1424 H – 2003 M.

Al-Bukhārī, Muhammad bin Isma„il, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī Riyad: Dār al-Salām,

1999.

Al-Būṭī, Sa„īd Ramaḍān, Fiqh al-Sīrah, Bairut: Dār al-Fikr al-Maqāṣir, 1991.

Al-Dārimī, Abu Muhammad Abdullah, Musnad al-Dārimī, Dār al-Mughnī, 1412

H.

Al-Dāruquṭnī, Abū al-Ḥasan Sunan al-Dāruquṭnī, Beirut: Muassisah al-Risālah,

1424 H-2004 M.

Page 104: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

92

Al-Faiz, Muhammad, al-Du‟a bi al-Rumuz Inda al-Syeikh Ali Mustafa Ya‟qub

(Dirasah wa Istinbathan), Skripsi Fakultas Dirasat Islamiyyah Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.2014.

Al-Fākihī, Abu Abdillah Akhbāru Makkah fī Qadīm al-Dahr wa Ḥadītsuhu,

Beirut: Dār Khiḍr, 1414 H.

Al-Fauzān, Abdullah bin Ṣāliḥ Minḥah al-‘Allām syarh Bulūgh al-Marām, al-

Maktabah al-Syāmilah.

Al-Ghazālī, Abu Ḥamid Muhammad, Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Beirut: Dār al-

Ma„rifah.

Al-Ghazālī, Muhammad, Studi Kritis atas Hadis Nabi Saw antara Pemahaman

Tekstual dan Kontekstual, penerjemah: Muhammad al-Baqir, Jakarta:

Mizan, 1996.

Al-Ghazī, Muhammad Ṣidqī bin Ahmad Abū al-Ḥārits Mausū‘ah al-Qawā‘id al-

Fiqhiyah, Beirut: Muasisah al-Risālah, 2003.

Al-Ḥākim, Abū Abdillah al-Mustadrak ‘alā al-Ṣaḥīḥain, Beirut: Dār al-Kutub al-

„Ilmiyah, 1411 H – 1990 M.

Al-Harbi, Abdul „Aziz, al-Balāgha al-Muyassarah, Bairut: Dār Ibn Ḥazm, 2011.

Al-Jauzī, Jamāluddin Abū al-Farj, al-‘ilal al-Mutanāhiyah fī al-Aḥādīts al-

Wāhiyah Pakistan: Idārah al-„Ulūm al-Atsariyah, 1981.

Al-Mubārakfurī, Ibnu Abd al-Rahīm, Tuhfah al-Ahwadzī bi syarh Jāmi‘ al-

Tirmidzī, Kairo: D al-Hadīts, 2001 M.

Al-Naisābūrī, Al-Ḥasan bin Muhammad, Gharāib al-Qur’ān wa Raghāib al-

Furqān, Beirut: Dār al-Kuub al-„Ilmiyah, 1416 H.

Al-Nasā‟ī, Sunan al-Nasā’ī, Riyād: Dār al-Salām, 1999.

Al-Nawawī, Muhyiddin al-Syāfi„ī, Matn al-Īḍāḥ fī al-Manāsik, Beirut: Dār al-

Kutub al-„Ilmiyah, 1406 H-1986 M.

Al-Nawawī, Ṣaḥīḥ Muslim bi Syarh al-Nawawī, Cairo: Dār al-Ḥadīts, 2001.

Page 105: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

93

Al-Qārī, Ali bin Muhammad, Mirqāh al-Mafātīḥ Syarḥ Misykāh al-Maṣābīḥ,

Bairut: Dār al-Fikr, 2002.

Al-Rāzī, Abū Abdillah Fakhruddin, Mafātīḥ al-Ghaib; al-Tafsīr al-Kabīr, Beirut:

Dār Iḥya al-TurātsArabī, 1420 H.

Al-Ṣābunī, Muhammad Alī, al-Tibyān fī ulūm al-Qur;ān (Jakarta: Dār al-Kutub

al-Islāmī, 2003.

Al-Suyūṭī, Jalāl al-Dīn, Tadrīb al-Rāwī fī Syarh Taqrīb al-Nawawī, Cairo: Dār al-

Ḥadīts, 2002.

__________, Asbāb Wurūd al-Ḥadīts; al-Luma‘ fī Asbāb al-Ḥadīts, Beirut: Dār

al-Maktabah al-„Ilmiyah, 1401 H/ 1984 M.

Al-Syāṭibī, Ibrāhim bin Mūsā, al-Muwāfaqāt, Dār Ibn „Affān, 1997.

Al-Syaukānī, Muhammad bin „Ali Nail al-Awṭār, Mesir: Dār al-Ḥadīts, 1993 M-

1413 H.

Al-Ṭaḥḥān, Mahmūd, Taisīr Muṣṭalaḥ al-Ḥadīts, Jakarta: Dār al-Maktabah.

___________, Uṣūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd, Rirāḍ: Maktabah al-

Ma„ārif, 1431 H/ 2010 M.

Al-Ṭayālisī, Sulaimān bin Dāwud, Musnad Abī Dāwud al-Ṭayālisī, Mesir: Dār

Hijr, 1419 H.

Al-Tirmidzī, Jāmi’ al-Tirmidzī, Riyad: Dār al-Salām, 1999.

Al-Qaraḍāwī, Yusuf, Kaifa Nata‘āmal ma‘a al-Sunnah al-Nabawiyah, Kairo: Dār

al-Syurūq, 2004.

Al-Zamakhsyarī, Abū al-Qāsim, Al-Kasysyāf ‘an Ḥaqāiq Ghawāmiḍ al-Tanzīl,

Beirut: Dār al-Kitāb al-„Arabī, 1407 H.

Al-Zuḥailī, Muhammad Mustafa, al-Qawā‘id al-Fiqhiyah wa Taṭbīqātihā fī al-

Mudzāhib al-Arba‘ah, Damaskus: Dār al-Fikr, 2006.

Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aīdah wa al-Syarī’ah wa al-

Manhaj, Dimaskus: Dār al-Fikr al-Ma‟āṣir, 1418 H.

Page 106: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

94

Badi, Jamal Ahmed, Sharh Arba’een an Nawawi; Commentary of Forty Hadiths

of an Nawawi, Malaysia: The Kulliyah of ICT, IIUM [forty Hadith.com],

2001.

Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan,

1999.

Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004.

Cholidah, Ni‟mah Diana, Kontribusi Ali Mustafa Yaqub terhadap Perkembangan

Kajian Hadis Kontemporer di Indonesia, Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2011.

Ḍaif, Syawqī dkk, al-Mu‘jam al-Wasīṭ, Jedah: Maktabah Kunūz al-Ma„rifah,

2011.

Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka 1988.

El Fikri, Syahruddin, Sejarah Ibadah; Menelusuri Asal-usul Memantapkan

Penghambaan, Jakarta: Republika, 2014.

Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ciputat: Biro Administrasi Akademik dan

Kemahasiswaan, 2012.

Hartono, Perkembangan Pemikiran Hadis Kontemporer di Indonesia (Studi atas

Pemikiran Abdul Hakim Abdat dan Ali Mustafa Ya’qub), Tesis

Konsentrasi Tafsir Hadis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri

Jakarta, 2009.

Ibhar, Choidir, Khodimun Nabi; Membuka Memori 1971-1975 Bersama Prof. KH.

Ali Mustafa Yaqub, Jombang: Pustaka Tebuereng, 2016.

Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah, Riyād: Dār al-Salām, 1999.

Ibnu al-Ṣalāḥ, Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ fī ‘Ulūm al-Ḥadīts, Cairo: Dār al-

Ḥadīts, 2010.

Ilyas, “Pemahaman Hadis Secara Kontekstual (Telaah terhadap Asbāb al-

Wurūd)”, Jurnal Kutub Khazanah, no. 2, Maret, 1999.

Page 107: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

95

Ismail, M. Syuhudi, Hadis Nabi yang Tektualdan Kontekstual: Telaah Ma‘ānī al-

Ḥadīts tentag Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, Jakarta:

Bulan Bintag, 1994.

Lestari, Leni, Tafsir ayat –ayat Perintah Haji dalam Konteks Ke-Indonesiaan,

UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta.

M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2007.

Majalah Nabawi edisi 100/Zulqa‟da-Zulhijjah, Ciputat: Darus Sunnah

International for Hadith Sceinces, 1434 H.

Majalah Nabawi edisi 112/Zulqa‟da-Zulhijjah, Ciputat: Darus Sunnah

International for Hadith Sceinces, 1436 H.

Majid, Nurcholis, Perjalanan Religius ‘Umrah dan Haji, Jakarta: Paramadina,

2000.

Munawwar , Said Agil Husin dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud; Studi Kritis

Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, Yogyakarta: Pusat

Pelajar, 2001.

Muslim bin al-Hajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim, Riyad: Dār al-Salām, 1998.

Panitia Wisuda Darus-Sunnah, Dzikrayāt al-Takharruj Wisuda Sarjana Ke-14.

Jakarta: Darus-Sunnah, 2016.

Ṣabīh, Ahmad, Dalīluka ilā Ḥajj Mabrūr wa ‘Umrah Maqbūlah, Kairo: Al-Hai‟ah

al-Miṣriyah al-„Āmah li al-Kitāb, 2005.

Sopa dan Siti Rahmah, “Studi Evaluasi Atas Dana Talangan Haji Produk

Perbankan Syariah di Indonesia,” Ahkam: Vol. XIII, No. 2, Juli 2013.

Sujadi, Agus, Kriminalisasi Pengulangan Haji (I‘ādah al-Hajj) di Indonesia, UIN

Yogyakarta, Fak.Syari‟ah dan Hukum, 2013.

Ya‟qub, Ali Mustafa, Mewaspadai Provokator Haji, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2009.

________, al-Ṭuruq al-Ṣaḥīḥah fī Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyah, Jakarta,

Maktabah Dār al-Sunnah, 2014.

Page 108: HAJI BERULANG TELAAH HADIS HAJI LEBIH DARI SEKALIrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38257/1/... · lebih besar untuk melaksanakan haji. ... saya ucapan terimakasih

96

________, Cara Benar Memahami Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016, cet ke

II.

________, Cerita dari Maroko, Jakarta: Maktabah Dār al-Sunnah, 2012.

________, Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan, Jakarta: Pustaka Firdaus,

20013.

________, Haji Pengabdi Setan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015, Cet. Ke-4.

________, Kerukunan Umat dalam Perspektifal-Qur’ān dan Hadis, Jakarta:

Pustaka firdaus, 1999.

________, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011.

________, Menghafal al-Qur’ān di Amerika Serikat, Jakarta: Maktabah Dār al-

Sunnah, 2014.

________, Ramadhan Bersama Ali Mustafa Yaqub, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2011.

________, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008, cet

IV.

Zīdān, Abdul Karim, al-Wajīz fī Uṣūl al-Fiqh, Bagdad: Maktabah al-Basyāir,

1976.

Zuhri, Muh., Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologi, Yogyakarta: PT

Tiara Wacana, 2002.

http://global.liputan6.com/read/2325255/7-tragedi-mina-dalam-kurun-waktu-

1990-2015.

http://global.liputan6.com/read/2325255/7-tragedi-mina-dalam-kurun-waktu-

1990-2015.

https://indocropcircles.wordpress.com/2015/09/25/tragedi-mina-saat-haji-2015/.

http://www.binbaz.org.sa/fatwa/648

http://www.alfauzan.af.org.sa/ar/node/2304

http://www.almostaneer.com.