guruku idolaku

6
Rabu, 01 Oktober 2014 09:20 Ditulis oleh Budi Ashari Agar Nasehat Untuk Anak Bekerja Dahsyat (2) (Belajar dari Luqman) Kembali tentang nasehat Luqman. Belajar darinya. Kita sering kali langsung masuk ke dalam isi nasehat yang berharga itu. Tetapi sesungguhnya ayat memulai dengan kunci penting tentang pendidikan anak. Sebelum bicara tentang isi nasehat. Dari sekian banyak interaksi orang tua dengan anaknya bisa berupa bicara, memandang, senyum, menyentuh, mengusap, dan sebagainya. Nasehat Luqman menunjukkan mana yang paling istimewa. Dari sekian interaksi antara orang tua dan anaknya, yang paling istimewa untuk pendidikan anak adalahmaudizhah( ه عظ ي)/nasehat dengan lisan. Maka bicaralah kepada anak dengan cara menasehati. Nasehat bukanlah sekadar kata perintah dan larangan. Ia bisa berisi perintah dan larangan seperti nasehat Luqman sendiri. Tetapi perintah dan larangan yang kaya dengan rasa dan ruh. Kita harus membedakan antara nasehat dan marah. Nasehat dan hanya instruksi. Nasehat dan serba larangan. Nasehat dan membongkar aib. Walau nasehat bisa berisi perintah, larangan dan membenahi aib. Keberhasilan Luqman mengubah anaknya menjadi baik, karena yang keluar dari lisannya adalah nasehat. Kalimat ( ه عظ ي و هو/dan dia sedang menasehatinya) terletak setelah Allah menyebutkan ( مة حك ل ا مان ق ل ا ن ي ت د ا ق لو/Sungguh telah Kami berikan kepada Luqman Al Hikmah). Sekali lagi, inilah rahasia kesuksesan kalimat-kalimat Luqman untuk anaknya. Nasehat Luqman berawal dari Al Hikmah yang dianugerahkan kepadanya. Ibnu Mushtafa (w: 1306 H) berkata tentang hikmah: Lisan yang berucap kebenaran, fisik yang mampu mengingkari dan anggota tubuh yang

Upload: fitanti

Post on 18-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ustadz budi ashari

TRANSCRIPT

Page 1: GURUKU IDOLAKU

Rabu, 01 Oktober 2014 09:20

Ditulis oleh Budi Ashari

Agar Nasehat Untuk Anak Bekerja Dahsyat (2)

(Belajar dari Luqman)

Kembali tentang nasehat Luqman. Belajar darinya. Kita sering kali langsung masuk ke dalam isi nasehat yang berharga itu. Tetapi sesungguhnya ayat memulai dengan kunci penting tentang pendidikan anak. Sebelum bicara tentang isi nasehat. Dari sekian banyak interaksi orang tua dengan anaknya bisa berupa bicara, memandang, senyum, menyentuh, mengusap, dan sebagainya. Nasehat Luqman menunjukkan mana yang paling istimewa. Dari sekian interaksi antara orang tua dan anaknya, yang paling istimewa untuk pendidikan anak adalahmaudizhah(يعظه)/nasehat dengan lisan.

Maka bicaralah kepada anak dengan cara menasehati. Nasehat bukanlah sekadar kata perintah dan larangan. Ia bisa berisi perintah dan larangan seperti nasehat Luqman sendiri. Tetapi perintah dan larangan yang kaya dengan rasa dan ruh.

Kita harus membedakan antara nasehat dan marah. Nasehat dan hanya instruksi. Nasehat dan serba larangan. Nasehat dan membongkar aib. Walau nasehat bisa berisi perintah, larangan dan membenahi aib.

Keberhasilan Luqman mengubah anaknya menjadi baik, karena yang keluar dari lisannya adalah nasehat. Kalimat ( يعظه ولقد ) dan dia sedang menasehatinya) terletak setelah Allah menyebutkan/وهو

الحكمة لقمان .(Sungguh telah Kami berikan kepada Luqman Al Hikmah/آتينا

Sekali lagi, inilah rahasia kesuksesan kalimat-kalimat Luqman untuk anaknya. Nasehat Luqman berawal dari Al Hikmah yang dianugerahkan kepadanya.

Ibnu Mushtafa (w: 1306 H) berkata tentang hikmah: Lisan yang berucap kebenaran, fisik yang mampu mengingkari dan anggota tubuh yang bergerak. Jika bicara, bicara dengan hikmah. Jika berpikir, berpikir dengan hikmah. Jika bergerak, bergerak dengan hikmah. (Lihat Al Qiyam At Tarbawiyyah Al Mutadhamminah fi Surati Luqman, Abdul Aziz Abdul Muhsin Muhammad)

Untuk lebih jelas memahami bagaimana Luqman sebagai seorang ayah, Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abu Darda’ radhiallahu anhu yang menyampaikan tentang Luqman,

“Ia tidak diberi seperti yang lain. Tidak keluarga, tidak harta, tidak keluarga terpandang dan tidak modal kebesaran. Tetapi ia adalah orang yang tegas, pendiam, panjang berpikirnya, dalam analisanya.....ia tidak mengulangi kalimatnya kecuali dengan kalimat yang mengandung hikmah yang akan diulangi oleh orang lain.

Page 2: GURUKU IDOLAKU

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menafsirkan Al Hikmah dengan: pemahaman, ilmu dan cara menyampaikan. Kalimat-kalimat Luqman gabungan dari ketiganya. Pemahaman yang dalam, ilmu yang mumpuni dan cara menyampaikan yang tegas, lembut tetapi penuh perenungan.

Dan begitulah seharusnya kita menjadi orangtua. Jika ingin nasehat bekerja dahsyat pada anak-anak kita, maka jadilah orangtua yang memiliki Al Hikmah. Al Hikmah ini adalah anugerah Allah seperti dalam ayat tentang Luqman tersebut, hasil dari kesholihannya. Maka kesholihan orang tua akan menuntun lisannya untuk mengucapkan hikmah. Mendekat kepada Allah memastikan lisan, hati dan perbuatan akan ditaburi dengan hikmah. Yang keluar dari lisannya bukan sumpah serapah, hanya kata perintah atau serba larangan. Bukan juga lisan yang hanya mengalirkan sumbatan amarah di hati. Tetapi lisan yang menyampaikan ilmu baik yang tersimpan di akal, kelembutan rasa, dan kedalaman ruh yang ada di hati. Lisan yang menyampaikan dengan bahasa lugas bahkan tegas tetapi bertabur kelembutan bahkan keindahan.

Jangan Kalah dari Iblis

Iblis adalah musuh nyata anak cucu Adam. Korbannya, bapak manusia itu berikut istrinya. Bagaimana Adam dan istrinya bisa tertipu oleh Iblis, padahal keduanya telah diberi panduan dan peringatan langsung oleh Allah yang memberi keduanya kenikmatan surgawi.

Inilah kunci ‘keberhasilan’ Iblis,

الناصحين لمن لكما إني وقاسمها

Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua" (QS. Al A’raf: 21)

Iblis yang jelas-jelas musuh mencoba mendekat dengan meyakinkan bahwa dirinya bukanlah musuh. Tetapi pemberi nasehat. Dia hadir bak pahlawan yang membawa kasih sayang dengan untaian kalimat penuh makna.

Bahkan Iblis bersumpah untuk semakin meyakinkan itu. Bahwa ia benar-benar tulus untuk menasehati. Ia bersumpah tidak akan mencelakai tetapi akan menolong dan menunjuki sebuah rahasia kebesaran dan kebahagiaan.

Kalimat jahat Iblis berbungkus nasehat, mampu mengubah. Mengubah kebenaran yang ditunjukkan Allah kepada Adam agar jangan mendekati pohon yang ditunjuk agar tidak menjadi orang yang dzalim. Inilah kalimat Iblis yang mampu menggoyahkan Adam dan istri,

��د�ين ال �!َخ ال �ِم�ن �ا #ون �ك ت و!� َأ !ن� �ي �ك ِم�َل �ا #ون �ك ت ن!

� َأ �اَّل& إ ِة� �َج�َر الَّش& ه�ِذ�ِه� َع�ن! #م�ا /ك ُّب �َر #م�ا �ه�اُك ن ِم�ا �و�ق�اَل

Dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)". (Qs. Al A’raf: 20)

Kalimatnya jelas, baik, lugas dan menyampaikan sebuah kebaikan dan kebesaran. Tawaran kebesaran dan kebahagiaan Iblis inilah yang mampu membuat Adam lupa akan larangan Rabb nya.

Mengapa kalimat Iblis efektif?

Page 3: GURUKU IDOLAKU

Karena disampaikan dengan cara menasehati.

Bukan sekadar memerintah untuk melanggar: Dekati saja pohon itu!

Tidak juga dengan memarahi: Mengapa kamu mau menjadi orang bodoh yang mau dilarang-larang!

Tidak menampakkan permusuhan walau ia musuh. Tetapi menampakkan diri sebagai orang dekat yang mengasihi.

Dengarkan sekali lagi kalimat Iblis yang ‘menasehati’,

"Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".

Kini, tahukah kita mengapa Iblis ‘berhasil’ mengubah?

Cara Iblis ini selalu menjadi jalan yang ditempuh oleh para pelaku kejahatan dan kerusakan untuk merayu korbannya. Mereka tidak datang dengan wajah menyeramkan dengan aroma busuknya. Tetapi hadir sebagai penolong, pengasih yang berucap dengan kalimat penuh makna, lembut, empati dan menyampaikan jalan kebesaran serta menawarkan kebahagiaan yang lebih besar.

Begitulah,

Para orang tua jangan kalah dari Iblis

Dan

Belajarlah dari Luqman, bahwa kalimat harus nasehat.

Seringkali para pendidik mendapatkan sebuah pertanyaan dari seorang anak dengan pertanyaan yang sulit dijawab. Kemudian yang dilakukan oleh pendidik adalah berusaha untuk menjawab walaupun jawaban itu belum tentu benar bahkan mengira-ngira. Saat pertanyaan sulit itu hadir dan sulit menjawab, langsung yang terbayang di fikiran pendidik adalah anak akan berfikir bahwa dia adalah pendidik yang bodoh, kurang pergaulan, jarang membaca, tidak update informasi, dan sederet hal negatif lainnya. Akhirnya guru memutuskan untuk menjawab dengan mengira-ngira, karena agar anak itu tetap nyaman dan melihat dirinya seorang yang lebih pintar

Page 4: GURUKU IDOLAKU

dari mereka. Tapi, tahukah anda bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah ditanya oleh sahabat tentang sebuah hal, dan beliau dengan jelas menjawab “Aku tidak tahu”

Mari kita lihat…

Dalam kitab Majma’uz Zawaa-id wa Manba’ul Fawaa-id, kitab (“Al-Buyyu”). Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, negeri apakah yang paling buruk?” beliau menjawab: “Aku tidak tahu.” Tatkala Jibril mendatangi beliau, beliau bertanya: “Hai Jibril, negeri apakah yang paling buruk?” Jibril menjawab: “Aku tidak tahu. (tunggu) hingga aku bertanya kepada Rabbku.”

Lihatlah, tidak sulit bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Manusia terbaik di muka bumi ini, kekasih Allah dan teladan bagi seluruh ummat manusia untuk mengatakan “Aku tidak tahu” kepada muridnya. Hal ini bukan juga sebuah rekayasa, namun begitulah Allah ingin mengajari Hamba-Nya lewat Nabi-Nya. Peristiwa ini menjadi inspirasi besar untuk pada pendidik agar tidak malu menyampaikan ketidaktahuan di depan muridnya. Seperti yang dilakukan oleh ulama besar Imam Malik rahimahullah,

Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi bahwa seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik, akan tetapi tidak satupun dijawab oleh beliau hingga lelaki itu mengatakan: “Aku telah melakukan perjalanan selama 6 bulan, diutus penduduk bertanya kepadamu, apa yang hendak aku katakan kepada mereka? Imam Malik menjawab, “Katakan bahwa Malik tidak bisa jawab!” (Nukilan dari Al Maqalat Al Kautsari, 398).

Mengatakan “nak, ustadz/ah tidak tahu” bukanlah hal yang memalukan. bahkan jika peristiwa itu terjadi, maka itu adalah waktu yang tepat untuk seorang pendidik memberikan pelajaran pada anak tentang sebuah kehati-hatian untuk menjaga lisan. Bahwa menunjukan ketidaktahuan bukanlah hal yang memalukan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa ulama seperti Al Mawardi dan Al Munawi,Justru merupakan sifat orang alim, jika ia tidak tahu maka ia berterus terang. Sebaliknya sifat orang bodoh, jika ia takut mengatakan kalau dirinya tidak tahu, dan hal itu bukanlah sebuah aib.

Beliau menjelaskan, kedudukan seorang alim tidak akan jatuh dengan mengatakan saya tidak tahu terhadap hal-hal yang tidak ia ketahui. Ini malah menunjukan ketinggian kedudukannya, keteguhan dien-nya, takutnya kepada Allah, kesucian hatinya, sempurna pengetahuannya serta kebaikan niatnya. Orang yang lemah dien-nya merasa berat melakukan hal itu. karena ia takut derajatnya jatuh didepan hadirin dan tidak takut jatuh dalam pandangan Allah. Ini menunjukan kebodohan dan keringkihan dienya. (Faidh Al Qadir, 4/378-388).

Masya Allah, ketika ketidaktahuan itu dipahami oleh anak-anak dengan baik, maka yang hadir bukanlah jatuhnya wibawa seorang guru, melainkan bertambahnya rasa kagum anak pada gurunya. Ada inspirasi besar juga dari hadits yang sebelumnya dijelaskan, saat Rasulullah mengatakan “Aku tidak tahu” Beliau bertanya kepada Jibril, dan Jibril juga menjawab hal yang sama “Aku tidak tahu. (tunggu) hingga aku bertanya kepada Rabbku.”

Perawi hadits ini berkata: “Lalu jibril pergi, sementara beliau terdiam dalam waktu yang cukup lama. Setelah itu Jibril datang dan berkata: “Hai Muhammad, engkau bertanya kepadaku mengenai negeri yang paling buruk, lalu aku katakan: “Aku tidak tahu.” Dan aku bertanya kepada Rabbku mengenai negeri yang paling buruk, lalu Dia menjawab: “Pasar-pasarnya”. (Majma’uz Zawaa-id wa Manba’ul Fawaa-id, kitab “Al-Buyyu’).

Page 5: GURUKU IDOLAKU

Maka, tugas pendidik tidak berhenti sampai menyampaikan “Nak, ustadz/ah tidak tahu”. Melainkan setelah itu berusaha mencari tahu ke para ahli ilmu yang dapat diambil keilmuannya. Jika sudah menemukan jawaban dari pertanyaan anak tersebut, kembalilah pada anak itu dan sampaikan dengan ketulusan dan penuh wibawa, “Nak, Ustadz/ah sekarang sudah tahu jawabannya.” Dan saat itulah anda akan mendapati seorang anak yang bangga mendapatkan pendidik dengan perhatian dan ketulusannya. Pendidik yang mengubah ketidaktahuan menjadi sebuah kebanggaan. Jadi, kenapa harus ragu mengatakan “Aku tidak tahu”.

“La adri (Tidak tahu) adalah setengah dari pengetahuan. Barang siapa diam karena tidak tahu dan dilakukan karena Allah, maka pahalanya tidak lebih rendah daripada mengatakan (karena dia tahu). Karena mengakui ketidaktahuan amat berat. Karena kebaikan diam disebabkan tidak tahu karena Allah adalah bentuk kewaraan (kehati-hatian) seperti mereka yang menjawab karena tahu adalah tabaruan (pemberian).”-Imam Ghazali-(Ihya Ulum Ad Din, 1/69)