gumuk sandhi

17
KONSEP INTEGRASI DALAM NOVEL GUMUK SANDHI”: Telaah Stilistika Kognitif A. Pendahuluan Stilitiska, Dalam Bunga Rampai Stilistika, Sudjiman ( 1993:3) berpengertian bahwa stilistika adalah mengkaji wacana sastra dengan orientasi lingusitik. Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri-ciri yang membedakan atau mempertimbangkan dengan wacana non sastra, meneliti derivasi terhadap tata bahasa sebagai sarana literatur, singkatnya stilistika meneliti sastra fungsi fuitik suatu bahasa. Aminuddin menyebutnya stilistika adalah gaya bahasa dalam karya sastra, gaya bahasa merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat dan membuahkan efek bagi pembaca (Aminnudin, 1997:1). Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Keraf, , 1990;113) Stilistika dan teori lain yang relevan, mempunyai hubungan korelasi maupun kausatif antara lain, stilistika dan analisis teks (wacana), stilistika dan hermeneutika, stilistika dan semiotika, stilistika dan postmodernisme.. 1

Upload: rini-murwati

Post on 29-Nov-2014

487 views

Category:

Education


5 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Gumuk sandhi

KONSEP INTEGRASI DALAM NOVEL “GUMUK SANDHI”:

Telaah Stilistika Kognitif

A. Pendahuluan

Stilitiska, Dalam Bunga Rampai Stilistika, Sudjiman ( 1993:3)

berpengertian bahwa stilistika adalah mengkaji wacana sastra dengan

orientasi lingusitik. Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi

memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek

yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas

penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri-ciri yang membedakan

atau mempertimbangkan dengan wacana non sastra, meneliti derivasi

terhadap tata bahasa sebagai sarana literatur, singkatnya stilistika

meneliti sastra fungsi fuitik suatu bahasa.

Aminuddin menyebutnya stilistika adalah gaya bahasa dalam

karya sastra, gaya bahasa merupakan perwujudan penggunaan bahasa

oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan,

pendapat dan membuahkan efek bagi pembaca (Aminnudin, 1997:1).

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara

khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Keraf, ,

1990;113)

Stilistika dan teori lain yang relevan, mempunyai hubungan

korelasi maupun kausatif antara lain, stilistika dan analisis teks (wacana),

stilistika dan hermeneutika, stilistika dan semiotika, stilistika dan

postmodernisme..

Perkembangan stilistika mengarah pada pembahasan stilistka

yang tidak lagi hanya membicarakan teks sastra yang bermediakan

bahasa dari sudut linguistik secara luas, tetapi juga menyentuh hal di luar

konteks teks sastra yang ikut memberikan kontribusi dan pengaruh

terciptanya sebuah karya sastra. Stylistika Kontekstual atau Contextualist

stylistics fokus kajian pada pembahasan ini pada elemen kontektual karya

sastra berdasarkan konteks masyarakat, waktu, budaya, ideologi ketika

karya itu diciptakan oleh penulis. Stylistika evaluasi atau Evaluative

stylistics, fokus kajian adalah tentang menilai dan mejudgment seluruh

komponen fungsi estetik dan nilai –nilai estetik dalam sebuah karya

1

Page 2: Gumuk sandhi

sastra, langkah kajian penemuan (disovery), naturalisasi dan

penghakiman (Richad Broadford). Juga Cognitive Stylistics atau stilistika

kognitif, yang akan dibahas pada makalah ini.

Stilistika kognitif adalah penggabungan dua disiplin ilmu yaitu ilmu

stilitiska yang membahas penggunaan gaya bahasa oleh seorang penulis

dalam teks sastra, dan kognitif yaitu sebuah cabang ilmu psikologi

perkembangan yang membahas tentang perkembangan kognitif.

Psikologi kognitif adalah salah satu cabang dari psikologi dengan

pendekatan kognitif untuk memahami perilaku manusia. Psikologi kognitif

mempelajari tentang cara manusia menerima, mempersepsi,

mempelajari, menalar, mengingat dan berpikir tentang suatu informasi.

Pembahasan stilistika kognitif adalah pembahasan teks karya

sastra dari sisi penggunaan gaya bahasa secara sistematis dan setepat-

tepatnya, yang digunakan pengarang dihubungkan dengan kemampuan

seseorang dalam memproduksi dan meresepsi bahasa yang merupakan

media karya sastra (Semino, 2002:IX).

Kemampuan sesorang untuk memproduksi dan meresepsi bahasa

secara sistematis sejalan dengan pengalaman dan pengetahuan

pembaca dan penulis yang tersimpan dalam memori, isi otak adalah

memori.

Dalam makalah ini novel “Gumuk Sandhi” karya Poerwadhie

Atmodhihardjo akan dibahas dengan menggunakan pendekatan Stilitika

Kognitif.

Pemilihan Novel “Gumuk Sandhi” karya Poerwadhie

Atmodhihardjo dalam pembahasan ini, dengan alasan 1) sepengetahuan

penulis belum pernah ada yang membahas novel Jawa dengan

menggunakan pendekatan stilistika kognitif, 2) latar belakang kehidupan

Poerwadie Atmodiharjo sangat dekat dengan kehidupan penulis hidup

dan dibesarkan di kota yang sama, semua tempat yang menjadi setting

cerita itu dikenal betul oleh penulis, keadaan sosial ekonomi serta konflik

yang dijadi konsep novel ‘Gumuk Sandhi” ikut dilihat, dirasakan dan

dialami oleh penulis.

Dengan kedua alasan itu penulis berharap novel “Gumuk saandhi”

ini bisa dibahas dengan bantuan kemampuan kognitif penulis yang

2

Page 3: Gumuk sandhi

tersimpan di alam pikiran penulis, sehingga bisa secara sistematis tersaji

dangan rinci dan terbaca dengan tepat.

Pembahasan akan mencoba mengacu pada bentuk bahasan

Craig Hamilton yang berjudul Coceptual integrated in chritine de Pizan’s

City of Ladies. Yang memadukan tiga konsep yaitu metapora, analogi dan

alegory. Dengan perbedaan apabila Craig Hamilton dengan

menggunakan metapora analogi dan alegory berdasarkan aspek historis

dan retoris, maka pembahasan “Gumuk Sandhi” dengan analogy

menggunakan konteks masyarakat, sosial ekonomi dan budaya sebagai

sebuah realisme karya sastra. Proses analogi adalah menyatakan sesatu

berdasarkan contoh.

Sebelum pembahasan dialkukan akan disajikan cerita ringkas dari

novel “Gumuk Sandhi” sebagai berikut.

B. Cerita ringkas novel “Gumuk Sandhi”

Diceritakan persahabatan yang tulus antara ketiga remaja, yaitu

Sudira, Marsini, dan Prawita. Persahabatan itu dibangun dengan pondasi

yang kokoh dengan keyakinan ingin bahwa, sebagai generasi muda yang

dapat berguna bagi sesama dalam kehidupan bermasyarakat.

Hampir semua kegiatan pemuda dan kemasyarakatan di

lingkungan Kec. Paron tidak perlu tidak melibatkan keikutsertaan ketiga

remaja itu. Bahkan ketiga remaja itu menjadi pelopor pembaharu di

segala bidang bagi masyarakat di situ. Dalam semua aktivitas dan

kegiatan ketiga remaja itu selalu bersama, dengan julukan SMP. Bila

tidak muncul salah satu terasa kurang.

Tetapi secara pribadi ketiga remaja itu mempunyai hubungan

yang tidak diketahui oleh masyarakat. Terlihat oleh masyarakat Marsini

selalu dekat dengan Prawita, karena kebersamaan itu masyarakat sudah

memastikan bahwa nantinya antara Prawita dan Marsini pasti akan

menikah. Tetapi sebenarnya rasa cinta justru terjalin dengan Sudira,

meskipun pertemuannya agak jarang.

Jalinan Cinta Sudira dan Marsini yang tersembunyi itu berakibat

terjadinya tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan. Hasil perbuatan itu

Marsini hamil, untuk menutupi tindakan yang akan mencoreng nama baik

itu, Sudira melakukan akal licik dengan meminta sahabatnya Sudira untuk

3

Page 4: Gumuk sandhi

mengawini Marsini secara sah tetapi tidak boleh mencitai Marsini apalagi

berlaku layaknya suami istri. Alasan Sudira untuk tidak mengawini

Marsini, karena orang tua Sudira yang merupakan keturunan bangsawan,

tidak mengijinkan Sudira mengawini Marsini yang hanya keturunan

rakyat jelata. Sudira pada akhirnya diusir oleh orang tua, karena telah

dianggap mencemari nama baik keluarga dengan menghamili seorang

gadis anak rakyat biasa.

Prawita dengan niat tulus memenuhi janjinya untuk menikahi

Marsini dan menjaganya sampai anak Sudira berusia dua setengah

tahun, untuk Sudira. Dengan berbagai halangan dan rintangan serta

siksaan batin.

Ternyata janji Sudira untuk segera kembali setelah setengah

tahun dari kepergiannya untuk mencari pekerjaan tidak pernah ditepati.

Dan setelah sekian lama dicari dan ketemu Sudira justru mengatakan

dengan jujur tidak ingin menepati janji, tetapi tetap saja secara egois

mengharus Prawita untuk memberitahu dan menyerahkan anaknya

setelah besar nanti .

Dan Akhirnya marsini tetap menjadi istri Prawita, karena

sebenarnya selama kebersamaanya telah tumbuh benih-benih cinta

diantara mereka.

C. Pembahasan

Pembahasan akan mencoba mengacu pada bentuk bahasan

Craig Hamilton yang berjudul Coceptual integrated in chritine de Pizan’s

City of Ladies. Yang memadukan tiga konsep yaitu metapora, analogi dan

alegory. Dengan perbedaan apabila Craig Hamilton dengan

menggunakan metapora analogi dan alegory berdasarkan aspek historis

dan retoris, maka pembahasan “Gumuk Sandhi” dengan analogy

menggunakan konteks masyarakat, sosial ekonomi dan budaya sebagai

sebuah realisme karya sastra, serta memadukan dengan gaya bahasa

yang lain.

Proses analogi adalah menyatakan sesuatu berdasarkan contoh

yang telah dikuasai berdasarkan pengalaman dan pengetahuan. Alegori

adalah cerita singkat yang mengandung kiasan, makna kiasan ini harus

ditarik keluar dari dalam ke permukaan ceritanya.

4

Page 5: Gumuk sandhi

1. Realisme dalam “Gumuk Sandhi”

Novel “Gumuk Sandhi” karya Poerwadhie Atmodhihardjo, adalah

salah satu novel Jawa yang sangat dikenal dikalangan pencinta

sastra Jawa. Poerwadhie Atmodhihardjo, adalah salah seorang

pengarang sastrawan Jawa yang sangat konsisten dalam memegang

teguh prinsip untuk tetep menyandarkan seluruh hidupnya untuk

sastra Jawa. Untuk itu beliau meninggalkan beberapa pekerjaan yang

sebenar lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Beliau

dilahirkan di Purwokerto, tetapi sejak kecil hingga dewasa beliau

hidup di Paron, Ngawi dan kemudian pindah ke Semarang sampai

akhir hayatnya.

Karena kehidupan beliau bersama keluarganya sehari-harinya

yang serba pas-pasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari,

hampir semua karya berseting masyarakat menengah kebawah,

dengan ukuran waktu itu. Oleh karena itu karya-karya Poerwadhie

Atmodhihardjo, oleh para kritikus dan pakar sastra Jawa bersifat

realis. Realis bukan karena ideologi pribadi Mbah Poer juga Realisme,

tetapi murni karena karya itu menyajikan potret kehidupan masyarakat

(rendah dalam strata sosial ekonomi) yang termarjinalkan dengan

golongan masyarakat yang kuat.

Novel “Gumuk Sandhi” ditulis oleh Poerwadi Atmodhihardjo pada

tahun 1963, dan beredar di masyarakat sampai akhir tahun 1965.

setelah tahun 1965 tidak lagi ditemui di pasaran, ini tidak hanya

berlaku pada satu karya dari satu pengarang tetapi hampir berlaku

pada semua hasil karya sastra Jawa. Persoalan utama adalah daya

beli dan ketertarikan masyarakat Jawa terutama generasi muda

sangat rendah, sehingga penerbit enggan untuk menerbitkan hasil

karya sastra. Praktis semua hasil karya sastra Jawa hanya dapat

dijumpai pada majalah-majalah berbahasa Jawa.

Seiring waktu ada sebuah kesadaran akan pentingnya sastra jawa

sebagai bentuk karya seni budaya bangsa, yang mengandung nilai-

nilai budi pekerti luhur yang merupakan jati diri bangsa tahun 2011

banyak karya sastra Jawa yang waktu itu menjadi karya monemental

kembali terbitkan termasuk Novel “Gumuk Sandhi”.

5

Page 6: Gumuk sandhi

Masyarakat pembaca sastra Jawa kembali disuguhi oleh karya-

karya yang sngat bermutu di jamannya, dan ternyata masih sangat

relevan untuk dinikmati sekarang. “Gumuk Sandhi” sebuah potret

kehidupan masyarakat Jawa dengan gejolak yang terjadi antar tahun

1960 – 1965. Gejolak itu semacam euporia terhadap sebuah

kebebasan, setelah sekian lama terbelenggu.

Kebebasan yang sangat luas hampir menyentuh seluruh lapisan

masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan ideologi.

Tokoh sentral dalam novel “Gumuk Sandhi” adalah Sudira, Marsini

dan Prawita. Ketiga tokoh itu mewakili strata sosial ekonomi dan

budaya masing-masing.

Tiga tokoh dalam “Gumuk Sandhi” adalah Raden Mas Sudira,

Marsini dan Prawita. Raden Mas Sudira dengan ada embel Raden

Mas menandakan dia mewakili kelompok bangsawan, karena di

masyarakat Jawa strata sosial yang ditentukan oleh faktor keturunan.

Sehingga ada bangsawan dan rakyat jelata, yang selamanya diyakini

tidak pernah akan sejajar. Meskipun euporia kebebasan telah terbuka

lebar, tidak lagi ada pemerintahan monarki. Seperti pernyataan

berikut.

“Dospundi , Den Mas.... pamine Wira Siman niku disawungaken?” pitakoneKatemun Es, kang nglegakake teka ning omahe Sudira. Sebutane Sudira isih panggah “Den Mas”, jalaran dhasare mula isih asal darah ningrat lan undang-undangan “Den Mas” naluri jaman sing wis kaprah. Bebrayan ngetut wuri, ora merduli marang lakune Revolusi. Wis kadhung mapan, dadi ewuh anggone ngowahi (Atmodhiiharjo, 2011:65).

Prawita tokoh yang mewakili strata yang lebih rendah karena dia

hanya anak seorang pensiunan pegawai rendahan, hanya bisa

disebut sebagai priyayi pinggiran, yang harus bergulat berbagai

kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang terdiri dari

seorang istri dan ketiga anaknya

Gathuk karo Marsini ora digawani apa-apa dening bapak ibune. Mung pensiyunan juru taksir Pegadeyan lan isih nyangga wragad sekoalh adhine Prawita lanang lan wadon. Durwita ana ing SMA kelas telu adhine –Muntiwi- sekolah ngetik ing sawise lulus ing SMP. Dadi tumrap Pak Jayatanaya sanggane wis klebu abot, sanajan perkara beras bisa oleh kamurahan saka Koperasi Pensiyunan (Atmodhiiharjo, 2011:51).

6

Page 7: Gumuk sandhi

Marsini mewakili tokoh strata yang lebih rendah lagi dibandingkan

dengan kedua tokoh di atas, dia anak seorang yang secara strata

ekonomi di atas rata-rata, tetapi pada level strata sosial termasuk

rakyat biasa, orang tua Marsini termasuk petani yang sangat kaya di

desanya. Hal ini terbukti dengan bentuk rumahnya yang besar dengan

bentuk limasan dan pendapa kuncungan. Rumah seperti itu hanya

dimiliki oleh orang yang sangat kaya untuk ukuran zaman itu.

Ing imbang kulon, sanajan ora kawistara ngegla, ing kana dununge omahe maratuwane, wong tuwane Marsini. Omah wangun limasan sing diwenehi pendhapa cakrik kuncungan, sing mengkoni sejarah dawa ula tekan sadurunge jaman slakingan ing taun likuran (Atmodhiiharjo, 2011:14).

Secara menyeluruh ditilik dari pembahasan di atas memberikan

kita sebuah gambaran riil dari sebuah peristiwa yang terjadi di

masyarakat Jawa yang masih tetap mempertahankan strata baik

dalam aspek sosial, ekonomi bahkan budaya. Sampai sekarangpun

diakui atau tidak masyarakat Jawa masih terus memegang teguh

tentang bibit, bebet dan bobot.

Realitas yang disuguhkan dalam “Gumuk Sandhi” bagi penulis

bukan lagi sebuah retorika, atau peristiwa imajiner tetapi tergambar

jelas dalam memori sebagai sebuah realitas yang sepanjang

pengetahuan dan pengalaman banyak terjadi di masyarakat Jawa.

Nama tokoh dalam “Gumuk Sandhi” memang fiktif, tetapi apa

yang dialami para tokoh fiktif dalam ‘Gumuk Sandhi” bisa ditemui

dalam dunia nyata oleh penulis, bahkan bila mungkin bisa disebut

namanya (seandainya tidak melanggar Hak Azazi Manusia).

2. Analogi dalam “Gumuk Sandhi”

Sepanjang sejarah peradaban Jawa, peritiwa yang dialami oleh

tokoh – tokoh dalam “Gumuk Sandhi” itu juga banyak dialami dan

melibatkan para bangsawan. Kita ambil contoh tokoh asal usul Raden

Patah, sebenarnya dia adalah putra dari Prabu Brawijaya V dengan

seorang putri bangsawan tetapi bukan putri seorang raja, kemudian

putri itu diberikan kepada orang kepercayaan Prabu Brawijaya yaitu

Arya Damar untuk diperistri, tetapi tidak boleh melakukan hubungan

layaknya suami istri, dan setelah dewasa anak itu harus diserahkan

7

Page 8: Gumuk sandhi

kembali kepada Prabu Brawajaya sebagai pertanggungjawab

terhadap masa depan anaknya. Arya Damar dengan tulus ikhlas

menerima itu sebagai sebuah kehormatan yang akan terus dijaga,

meskipun dengan demikian ia harus merelakan hilangnya kehidupan

pribadinya.

Raja adalah penguasa tertinggi, dengan kekuasan yang absolut

sepertinya dibolehkan untuk melakukan apa saja. Termasuk ketika

menghendaki untuk bersenang-senang dengan wanita, siapapun

wanita itu harus tunduk. Demikian juga seandainya sudah

dikehendaki bisa saja ditinggalkan ataupun mungkin diberikan kepada

siapa begitu saja. Bahkan ketika semuanya dimulai dengan saling

cinta pun, peristiwa seperti itu sering terjadi, tanpa

mempertimbangkan penderitaan batin si wanita yang menjadi korban.

Demikian juga lelaki yang harus menerima wanita dengan suka

rela dengan berbagai alasan. Sehingga terbentuk sebuah anggapan

bahwa orang dengan strata dan kedudukan lebih tinggi boleh

bertindak sesuai kehendakanya terhadap mereka yang ada di

bawahnya, meskipun pada akhirnya nanti para bangsawan itu tetap

bertanggungjawab terhadap perbuatan. Bagi seorang lelaki biasa

diserahi tanggung jawab untuk melindungi wanita dari seorang lelaki

yang lebih tinggi statusnya merupakan kehormatan.

Di sisi lain, masyarakat Jawa juga mempunyai konsep yang

diyakini bahwa jika seorang wanita biasa yang dikehendaki/

disenangi/dicintai oleh seorang bangsawan, merupakan sarana

meningkatkan derajad apabila dia mempunyai keturunan dari

bangsawan tersebut. Bangsawan dalam hal ini tidak hanya raja, tetapi

seluruh kerabat dan petinggi kerajaan disebut bangsawan.

Marsini dan Sudira sebenarnya saling mencintai, dan secara

sadar dan berani telah berbuat melanggar norma, tetapi karena strata

sosial mereka berbeda, mereka tidak bisa bersatu. Sudira

meninggalkan Marsini dengan menyerahkan kepada Prawita, untuk

menutupi masalah yang sebenarnya dibuat olehnya. Sehingga

Marsini dan Prawita harus menanggung akibatnya.

Prawita sendiri dengan tulusnya mau menerima janji bahkan

dianggap sumpah yang dipegang teguh sekuat jiwa dan raganya.

8

Page 9: Gumuk sandhi

Bagi Prawita memegang teguh janji dari seseorang yang dipercaya

merupakan kewajiban mulia. Meskipun Prawita sadar dengan

mengadakan perjanjian itu akan timbul berbagai penderitaan bagi dia

sendiri.

Sudira setelah meninggalkan Marsini, dia juga harus menanggung

semua penderitaan dengan sadar akibat perbuatan, keputusan untuk

tidak menikah selamanya, dan seluruh hasil kerja keras hanya untuk

masa depan anaknya dengan Marsini yaitu Lukita, sebagai bentuk

pertanggungjawabannya.

Jadi dapat dibuat sebuah analogi sebagai berikut raja disejajarkan

dengan para bangsawan.

a. Raja adalah penguasa mutlak

b. Rakyat dibawah kekuasaan raja

c. Rakyat wajib memenuhi titah raja

d. Raja bertanggungjawab terhadap rakyat.

3. Gaya Bahasa dalam “Gumuk Sandhi’

Gaya bahasa dalam “Gumuk Sandhi” sangat beragam.

Keberagaman gaya bahasa yang digunakan oleh penulis dipengaruhi

pengetahuan dan pengalaman penulis. Dengan latar belakang

seorang priyayi (bangsawan) dengan pendidikan yang cukup tinggi,

berpengalaman menjadi pegawai dalam berbagai bidang, bahkan

pernah pula menjadi tentara, kemampuan untuk menggunakan gaya

bahasa yang baik dan tepat sangatlah memungkinkan. Gaya bahasa

yang baik adalah 1) gaya bahasa yang memenuhi kaidah berbahasa

yang benar, 2) gaya bahasanya jelas dan singkat, dan 3) gaya

bahasanya menarik, variatif, penuh daya hidup, membangkitkan

imajinasi (Keraf, 1999;1150

Kalimat-kalimat yang terjalin menjadi paragraf-paragraf dan

rangkaian cerita dalam novel “Gumuk Sandhi” memenuhi standar

gramatika dalam tata bahasa Jawa (paramasastra), juga unggah –

ungguh basa dalam bahasa Jawa. Seperti contoh dialog antara

Prawita, Warsini dengan ayahnya,

“ Wah kok padha macak gajah pasang tlale ki areo dha plesir menyang ndi?” pitakone Pak Harja gedhe ati. Langka banget anake metu sakloron, luwih – luwih yen mung trima klenceran.

9

Page 10: Gumuk sandhi

Mula banjur kena kanggo titikan, angger Prawita karo Marsini padha lelunga bebarengan, mesthi ana perlune sing wigati. Luwih – luwih ing wekti iku, awit sorene Prawita mentas nampa dhuwit selawean ewu kliwat anggone nggliyer babine.

“Badhe mborong – mborong, Pak! Bapak mundhut punapa>” panarine Prawita karo mesem.

“Nek ana... srutu gambar mesjid, nak. Sokur oleh klembak menyan!”

“Ah, kok kaya na Yogya, bapak ki”, aloke Marsini. Nek jaman Paron ki bangsane ngono – ngono ki gak ana, pak. Tiwas mundhut ditukokake, sing arep dituku gaka ana” (Atmidiharjo, 2011:31).

Kalimat penjelas pada dialog di atas sudah memenuhi standar

struktur kalimat bahasa Jawa. Ada jejer, wasesa, lesan dan

katrangan. Dilihat dari segi penutur, petutur dan tuturan, terdapat

kesesuaian maksud dan makna.

Variasi penggunaan bahasa sangat luar biasa, ini menunjukkan

kemampuan penulis sangat bagus. Beberapa gaya bahasa

digunakan dengan apik, dan dpat menimbulkan efek tertentu bagi

pembaca.

“Gumuk Sandhi” dimulai dengan catatan untuk “Mar” dengan

menggunakan gaya bahasa retoris yang sangat indah, untuk

mengajak “Mar” menyadari kenyataan yang sebenarnya dalam hidup,

hidup adalah sebuah misteri.

Mar, Gelaring urip iki satemene ora mung angger urip, mulane urip

iku banjur dadi perkara sing angel. Nyatane mula pancen akeh sing padha nganggep yen urip iki padhane mung sawijining lelucon sing kena digawe klawan sakepenake, kaya-kaya enteke mung tekan dina sesuk. Ananginng samangsa disemak sing temenan, panganggep sing kaya mangkono iku salugune mung kanggo nggorohi rasane batine dhewe sing ora kuwagang njajagi jero cetheking kedhung sing lagi dijeguri kanthi prabot raga pepak. Utawa mung kanggo mblithuk kukum, ketang anggone ora bisa ngetrepi ing dhasar – dhasare. Buktine sanajan ta sinambiya guguyanan ananging samangsa wis anjog ing pantoganing panandhang, lagi gelem tumenga ing akasa ngajab sih palirmaning Gusti. Ing kon adakane manungsa lagi damang, yen gelaring urip iki bebasanne ngrasang pucuking gumuk sandhi...” (Atmodhiharjo, 2011:11)

“ ...Estine penggayuh, nedya labuh, ora ketang kepaluh” gaya

bahasa retoris asonansi juga digunakan.

Variasi gaya bahasa kias yang digunakan pun sangat bervariatif,

dari personifikasi, “Rembulan moblong nggenuki ana ing langit resik”

10

Page 11: Gumuk sandhi

kata sifat “moblong” sebenarnya digunakan untuk wajah seorang

gadis/wanita.

“..sing mengkoni sejarah dawa ula tekan sadurunge jaman

slangkingan ing taun likuran” gaya bahasa metafor digunakan dalam

kalimat ini.

Jalinan cerita dalam “Gumuk Sandhi’ merupakan gaya alegori

dengan perbandingan penuh antara peristiwa rekaan dalam novel

tersebut dengan perbandingan peristiwa yang benar-benar terjadi riil

dalam masyarakat jawa.

Hampir disemua jalinan kalimat yang disusun menggunaka gaya

bahasa yang indah penuh retoris dan kiasan. Seorang pembaca

dengan latar belakang pengalaman dan pengetahuan tentang gaya

bahasa akan sangat menikmati dan dengan mudah memahami

maksud penulis, karena dengan mudah dapat membangkitkan

memori dalam otaknya. Sehingga kemampuan untuk memresepsi

novel tersebut dapat digunakan untuk memproduksi ulang hasil

resepsinya untuk dinikmati sendiri sebagai bentuk rekreasi maupun

refleksi, atau mungkin untuk dikumonikasikan kembali baik secara

lisan maupun tertulis kepada pihak lain dengan sistematis, dan terinci.

D. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam pembahasan ini adalah

stilistika sebagai sebuah disiplin ilmu yang selalu berkembang dapat

diintergrasikan dengan berbagai disiplin ilmu yang lain, seperti dengan

ilmu psikologi kognitif, menjadi stilistika kognitif.

Stilistika kognitif adalah sebuah pendekatan pada sebuah teks

sastra dengan menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu stilistika

dan kognitif.

Pendekatan dalam stilistika diharapkan dapat memberikan hasil

pembahasan sebuah gaya bahasa dalam sebuah karya sastra dengan

memperhitungkan pengaruh kemampuan kognitif penulis dan pembaca

(yang dimungkinkan).

11

Page 12: Gumuk sandhi

Daftar Pustaka

Aminuddin. 1997. Stilitika Pengantar memahami Bahasa dalam Karya Sastra.

Semarang: CV IKIP Semarang Press.

Atmodhiharjo, Poerwadhie. 2011. Gumuk Sandhi. Bandung: PT Kiblat Buku

Utama.

Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia

Semino, lena and Jonathan Culpeper. 2002. Cognitive Stylistics, Language and

cognition in text analysis. Amsterdam/Philadelphia: Jhon Benjamin

Publishing Company.

Widati, Sri dkk. 2001. Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern, Periode Pra

Kemerdekaan. Yagyakarta:Gadjah Mada University Press.

Widati, Sri dkk. 2001. Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern, Periode

Kemerdekaan. Yagyakarta:Gadjah Mada University Press.

12