gula kelapa cetak_jadi
TRANSCRIPT
PEMBUATAN GULA KELAPA CETAK, GULA KELAPA GRANULA
DAN GULA KELAPA CAIR
Syeh Muhammad Bukhori Al Asy Ari1 (A1D005027)Fatimah Mujahidah2 (A1D006035),
Wahyuningsih3 (A1D006008), Astri Nazlia R.4, Arif Prashadi5, Ir. Hidayah Dwiyanti,
M.Si6
1,2,3 Praktikan Teknologi Hasil Palmae4,5 Asisten Praktikum Teknologi Hasil Palmae
6 Dosen Pengampu Mata Kuliah Teknologi Hasil Palmae
ABSTRAK
Gula kelapa adalah gula yang dihasilkan dari penguapan nira pohon kelapa. Gula kelapa dapat dibuat menjadi bentuk cetak, granula maupun cair. Gula kelapa yang bermutu baik didapatkan dengan melakukan pengendalian mutu mulai dari tahap produksi nira sampai dengan pengolahan gula kelapa. Gula kelapa cetak dihasilkan dengan cara pemanasan sampai end point 118oC dengan warna coklat muda, aroma harum, dan tekstur keras (proses solidifikasi). Gula kelapa granula dihasilkan dengan cara pemanasan sampai end point 1190C kemudian melalui proses solidifikasi dan granulasi sehingga didapatkan gula granula warna coklat, menggumpal dan keras. Gula cair dengan penambahan CMC mempunyai warna coklat muda, kurang harum dan kental sedangkan pada gula cair dengan penambahan CMC mempunyai warna coklat, harum dan kental.Proses pemanasan gula kelapa baik cetak, granula maupun cair menyebabkan timbulnya warna coklat, hal ini dikarenakan terjadi reaksi karamelisasi dan reaksi maillard. Sedangkan aroma harum yang dihasilkan karena adanya senyawa-senyawa volatil seperti maltol dan isomaltol yang dihasilkan oleh reaksi-reaksi tersebut.
Kata kunci: nira, gula kelapa cetak, granula,cair, karamelisasi, maillard.
I. PENDAHULUAN
Industri gula kelapa di Indonesia
pada umumnya merupakan industri
skala rumah tangga yang di tangani oleh
beberapa orang. Pengolahan nira
menjadi gula (gula jawa) dilakukan oleh
petani sejak nenek moyang secara turun
temurun. Pengolahan nira kelapa
menjadi gula tersebut tanpa banyak
mengalami perubahan yang berarti baik
peralatannya maupun cara
pengolahannya.
Gula kelapa adalah gula yang
dihasilkan dari penguapan nira pohon
kelapa (Santoso, 1988). Nira kelapa
diperoleh dengan cara menyadap
mayang bunga kelapa yang berumur satu
bulan atau belum mekar. Kuantitas dan
kualitas gula kelapa yang diperoleh
sangat dipengaruhi oleh karakteristik
kelapa yang disadap, teknik penyadapan,
teknik pengawetan nira dan
pengolahannya (Rumokoi, 1994).
Dibawah ini terdapat tabel
tentang komposisi kimia nira kelapa :
Tabel 1. Komposisi kimia nira kelapa
No Komposisi Bahan
Kadar Kandungan (g/100 ml)
1 Padatan 15,20 – 19,70
2 Sakarosa 12,30 – 17,40
3 Abu 0,11 – 0,41
4 Protein 0,23 – 0,32
5 Vitamin 16,00 – 30,00
6 Berat Jenis pada 290C
1,058 – 1,077
Sumber: Thampan (1981 dalam Soetanto 1998)
Nira kelapa yang digunakan
untuk gula harus memiliki kualitas yang
baik. Nira yang kurang baik mudah
menjadi basi (Jw: lumer), aroma dan
rasanya kecut, dan akan menghasilkan
gula kelapa yang mudah lengket.
Sedangkan nira kelapa yang berkualitas
baik dan masih segar mempunyai rasa
manis, berbau harum, tidak berwarna
(bening), derajad keasaman (pH)
berkisar 6-7, dan kandungan gula
reduksinya relatif rendah. (Soetanto,
1998).
Pada prinsipnya pembuatan gula
kelapa dilakukan dengan menguapkan
air yang terkandung dalam nira,
sehingga konsentrasi gula akan
meningkat dan semakin lama cairan nira
berubah menjadi cairan sukrosa.
Nira kelapa segar mempunyai
komposisi kimia sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi zat gizi gula kelapa
per 100 gram bahan
No. Zat gizi Jumlah1.2.3.4.5.6.7.
KaloriKarbohidrat
LemakProteinKalsiumFosfor
Air
386 kal76 gr10 gr3 gr
76 mgr37 mgr10 gr
Gula kelapa yang bermutu baik
didapatkan dengan melakukan
pengendalian mutu mulai dari tahap
produksi nira sampai dengan pengolahan
gula kelapa. nira yang digunakan harus
bermutu baik dan tidak berwarna
(bening), untuk mendapatkannya
penampung yang digunakan harus bersih
dan dilakukan penyaringan nira sebelum
pemasakan untuk memisahkan kotoran
yang terikut. Pemasakan nira harus
memperhatikan waktu dan suhu
pemasakan sehingga tidak menyebabkan
pembentukan gula reduksi yang
berlebihan sehingga gula berwarna
hitam.
Gula kelapa cair merupakan
bentuk olahan nira yang berbentuk
cairan kental manis dan mempunyai bau
khas nira kelapa. Gula cair dibuat
dengan menguapkan nira sampai
berbentuk cairan kental sehingga kadar
gula dapat berfungsi sebagai pemanis
dan pengawet. Gula kelapa cair dalam
kemasan masih dapat dikonsumsi hingga
tiga bulan, baik yang disimpan pada
suhu kamar maupun pada suhu rendah
(Siswantoro, 1998).
II. METODE PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Pangan dan Gizi Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto pada hari Rabu,
tanggal 4 Juni 2008.
Tujuan dari praktikum ini
adalah agar mahasiswa mengetahui cara
pembuatan gula kelapa baik dalam
bentuk cair, cetak, maupun serbuk.
Selain itu juga untuk mengetahui
analisis kimia dan sensoris gula kelapa.
Bahan – bahan yang digunakan
dalam praktikum untuk gula cetak, gula
granula, gula cair adalah nira, dan
minyak kelapa, asam sitrat dan CMC.
Alat - alat yang digunakan
adalah kain saring, wajan, tungku atau
kompor, ember, serok, pengaduk kayu,
kertas lakmus, termometer, cetakan gula,
pisau dan alas.
Pembuatan gula kelapa cetak,
gula granula dan gula cair menggunakan
metode kualitatif maupun kuantitatif.
Metode dalam pembuatan gula kelapa
cetak adalah pertama nira disaring
dengan kain saring sehingga diperoleh
larutan nira bersih. Kemudian diukur pH
nira tersebut apakah sudah mencapai pH
6-7 apabila belum mencapai pH tersebut
dapat ditambahkan dengan kapur.
Kemudian nira dipanaskan pada suhu
110oC dan apabila terbentuk buih maka
ditambahkan minyak kelapa. Buih yang
terbentuk dihilangkan dengan serok.
Selanjutnya nira dipekatkan sampai end
point 118 oC. Sedangkan untuk gula
granula end point nya 119 oC. Adonan
gula yang masih cair diangkat dari
perapian dan dilakukan pengadukan
sampai mengalami bentuk semisolid.
Gula kelapa tersebut langsung dicetak
apabila bentuk semisolid telah tercapai
Pencetakan dilakukan dengan
menggunakan cetakan yang telah
disiapkan, yaitu terbuat dari batang
bambu. Gula dikeluarkan dari cetakan
jika telah mengeras kemudian
ditimbang. Sedangkan pada gula granula
setelah dalam bentuk semisolid, gula
diangkat kemudian terus diaduk-aduk
hingga menjadi gula dalam bentuk
granula.
Praktikum pembuatan gula cair kali
menggunakan dua perlakuan, yaitu
dengan penambahan CMC dan tanpa
penambahan CMC, nira yang
dibutuhkan masing-masing sebanyak 0,5
liter. Kemudian keduanya ditambah
dengan asam sitrat secukupnya sampai
mencapai pH ± 4. Nira dipanaskan
sampai terbentuk buih, setelah itu
ditambahkan minyak dan pemanasan
dilanjutkan kembali hingga terbentuk
warna kecoklatan. Untuk gula cair yang
menggunakan CMC, maka ditambahkan
CMC sebanyak 0,05%(b/v), lalu
dipanaskan kembali sampai jenuh.
Sedangkan yang tidak mendapat
perlakuan CMC langsung dipanaskan
sampai mencapai end point, yaitu sekitar
108-110°C.. Setelah mencapai end
point-nya, gula cair kemudian dikemas.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Hasil uji organoleptik
Gula warna Aroma tekstur
Cetak Coklat
muda
Harum Keras
Granu
la
Coklat Kurang
harum
Menggu
mpal
Cair
tanpa
CMC
Coklat
muda
Kurang
harum
Kental
Cair +
CMC
Coklat Harum Kental
Keterangan: setiap jenis di uji oleh 10
panelis
Berat rendemen gula granula:
= 94, 61%
B. Pembahasan
Adapun pembuatan gula
kelapa ini hanya menggunakan
peralatan sederhana, seperti cetakan
gula (terbuat dari bambu), selain itu
proses pembuatannya pun cukup
sederhana mulai dari pembersihan
nira, pemasakan nira dengan panas
yang merata sekitar 3-3½ jam dan
pencetakan gula menjadi bentuk
cetak.
Setelah proses pembersihan,
diberi penambahan kapur ke dalam
cairan nira. Penambahan kapur berfungsi
antara lain untuk menghambat atau
menghentikan aktifitas mikroorganisme
dan mengatur agar pH nira menjadi (6,0-
7,0) karena akan berpengaruh terhadap
kualitas gula kelapa yang dihasilkan.
Nira yang terlalu asam sukar mengalami
pengentalan cairan atau tidak dapat
dicetak menjadi gula kelapa. Namun
penambahan kapur yang berlebihan
dapat menyebabkan rasa gula kelapa
menjadi kurang enak sehingga akan
berpengaruh pada kualitasnya
(Setyamidjaja, 1984).
Pada proses pemasakan harus
dilakukan pengadukan agar nira dapat
masak secara merata dan tidak menjadi
gosong, terutama di bagian bawah.
Ketika mendidih nira berbuih dan
tampak bercampur dengan kotoran
halus. Buih–buih dan kotoran tersebut
dibuang. Selama pemasakan nira terus
diaduk untuk meratakan panas dan
mengurangi buih. Jika selama
pemasakan buih yang muncul cukup
banyak, maka tambahkan kelapa parut,
minyak kelapa atau kemiri yang
dihaluskan.
Untuk mengetahui bahwa
pemasakan telah jenuh, perlu uji tes
dengan cara mengambil sedikit nira
yang dimasak, kemudian diteteskan ke
dalam gelas yang berisi air bersih.
Apabila terjadi pembekuan dalam air,
berarti pemasakan sudah dapat
dihentikan dan wajan diturunkan dari
tungku api.
Standar Mutu gula kelapa telah
ditentukan oleh pemerintah dengan kode
standar SII 0268-85. Standar ini
merupakan revisi dari Standar Industri
Indonesia gula sebelumnya, yaitu SII
0286-80. Standar mutu gula kelapa
sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang disajikan dalam
tabel 4.
Tabel 4. SNI mutu gula kelapa (SNI 01-
3743-1995)
No Uraian Persyaratan1 Penampakan
-Bentuk Padat normal-Warna Kuning
kecokelatan sampai Cokelat
-Rasa dan aroma
Khas
2 Kadar Air,% b/b
Maksimum 10%
3 Kadar Abu, % b/b
Maksimum 2%
4 Jumlah gula dihitung sebagai sakarosa
Minimum 77%
5 Bagian yang Maksimal 1%
tidak dapat larut dalam air
6 Gula pereduksi, % b/b
Maksimal 10
7 Cemaran logam:Tembaga (Cu)Raksa (Hg)Timah (Pb)Seng (Zn)Arsen (As)
Maksimal 10.0Maksimal 0.03Maksimal 2.0Maksimal 40.0Maksimal 1.0
Sumber: Dewan Standar Nasional
(1995)
Sedangkan syarat mutu untuk gula
kelapa kristal (gula granula) sama
seperti pada gula kelapa di atas hanya
berbeda:
1. bentuk : kristal atau granula
2. air : maksimum 3,0%
Pada gula kelapa, variabel yang
diamati adalah:
1. Warna
Dari hasil analisis
(tabel 3. hasil uji organoleptik) maka
dapat diketahui warna dari gula cetak
yang dihasilkan adalah coklat muda
sedangkan gula granula berwarna
coklat. Warna dari gula cair dengan
penambahan asam sitrat lebih cerah
dibandingkan dari warna gula cair
dengan penambahan asam sitrat dan
CMC hal ini dikarenakan adanya
pengaruh penambahan senyawa
penyususun gula cair tersebut, yaitu
adanya penambahan asam sitrat saja atau
asam sitrat dengan CMC.
Pencoklatan yang disebabkan
karena adanya karamelisasi terjadi pada
saat pemanasan nira. Reaksi
karamelisasi merupakan reaksi
pencoklatan non-enzimatis dari gula-
gula reduksi tanpa adanya asam amino
dan nitrogen (Muchidin, 1994). Reaksi
karamelisasi terjadi apabila sukrosa
dipanaskan di atas titik lelehnya. Reaksi
ini dibantu oleh sejumlah kecil asam-
asam dan garam-garam tertentu seperti
sitrat, malat, suksinat, dan fumarat (Itoh
et al., 1988 dalam Tjahjaningsih, 1996).
Sedangkan pada reaksi maillard
terjadi karena adanya persenyawaan
antara gula reduksi dan gugus amina
yang pada suhu ruang dapat terjadi
reaksi pencoklatan. Penambahan air
kapur dalam nira menyebabkan nira
menjadi alkalis. Suasana alkalis ini
menyebabkan reaksi karamelisasi
maupun maillard berjalan cepat.
Untuk mengurangi terjadinya
pencoklatan maka suhu pemasakan perlu
diatur, terutama pada tahap-tahap akhir
pemasakan. Suhu akhir pemasakan
optimum berkisar 105 oC-110 oC. Pada
suhu yang tinggi akan dapat
mempercepat terjadinya reaksi
pencoklatan (Issoesetizo et al, 2001).
Gula cetak dibuat dengan suhu
akhir pemasakan 118oC. Gula granula
sampai 119 oC akhir pemasakannya
sedangkan pada gula cair dibuat sampai
pemasakan 108 oC. Makin tinggi suhu
pemasakan makin gelap warna gula dan
kadar airnya semakin rendah.
Peningkatan pencoklatan disebabkan pH
yang semakin tinggi. Pada level tertentu
warna coklat dari proses pemasakan nira
ternyata dikehendaki oleh konsumen
karena rekasi pencoklatan akan
menghasilkan warna dan aroma spesifik
gula (Tjahjaningsih, 1997).
2. Aroma
Dari hasil analisis (tabel 3. hasil
uji organoleptik) maka dapat diketahui
aroma dari gula cetak adalah harum,
untuk gula granula kurang harum
sedangkan gula cair tanpa CMC kurang
harum dan gula cair dengan CMC
dihasilkan aroma. Timbulnya aroma
harum ini disebabkan karena terjadinya
reaksi karamelisasi yang menghasilkan
senyawa maltol dan isomaltol yang
memiliki aroma caramel kuat dan rasa
manis (Tjahjaningsih, 1997). Reaksi-
reaksi pencoklatan non-oksidatif akan
menghasilkan flavouran-flavouran
volatile (Fennema, 1996). Aroma harum
ini juga disebabkan karena adanya reaksi
maillard yang menghasilkan senyawa
aldehid, keton dan komponen-komponen
volatil seperti pirazin, pirol dan tiazol.
3. Tekstur
Dari hasil analisis (tabel 3. hasil
uji organoleptik) maka dapat diketahui
bahwa tekstur dari gula kelapa cetak
adalah keras. Hal ini disebabkan karena
pemasakan gula kelapa sampai suhu
yang tinggi yaitu 118 oC (end point
tinggi). End point yang tinggi yaitu
melewati fase lewat jenuhnya
menyebabkan konsentrasi gula kelapa
tinggi, sehingga akan mengalami
solidifikasi.
Tekstur dari gula dipengaruhi
oleh adanya kadar air. Tekstur dari gula
cetak yang keras disebabkan oleh
tingginya kandungan air yang ada dalam
gula atau kandungan gula reduksinya
yang tinggi, hal ini karena gula reduksi
bersifat higroskopis dibandingkan
sukrosa. Jika kadar gula reduksinya
tinggi maka akan mempercepat
penyerapan air..
Tekstur gula granula adalah
menggumpal. Pemasakan gula granula
sampai suhu yang tinggi yaitu 119 oC.
Pemanasan ditingkatkan sampai
konsentrasi gula mencapai kondisi
jenuh, yaitu pada saat konsentrasi
larutan gula berubah dari fase cair ke
fase padat. Pemasakan sampai end point
119 oC dengan tujuan untuk mengurangi
kadar air yang ada pada gula hingga
kurang dari 5% sehingga didapatkan
mutu gula kristal yang baik.
Tekstur dari gula kristal yang
menggumpal karena mempunyai kadar
gula reduksi yang lebih rendah daripada
gula kelapa cetak. Gula reduksi ini
sifatnya higroskopis dibandingkan
sukrosa, sehingga jika gula kelapa
kristal mempunyai kadar gula reduksi
yang rendah maka kadar air yang
terserap juga rendah sehingga gula
kelapa kristal menjadi lebih kering dan
mudah untuk diayak sehingga produk
akhirnya mempunyai tekstur yang
halus.
Tekstur dari gula dengan
penambahan asam sitrat dan CMC
menghasilkan gula cair yang kental
begitu pula dengan gula yang tanpa
penambahan CMC. Pemakaian CMC
akan memperbaiki tekstur dan kristal
laktosa yang terbentuk akan lebih halus.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Gula kelapa cetak mempunyai
warna coklat muda, aroma harum, dan
tekstur keras dengan end point sebesar
118oC. Gula granula mempunyai warna
coklat, kurang harum, menggumpal.
Gula cair dengan penambahan CMC
mempunyai warna coklat muda, kurang
harum dan kental sedangkan pada gula
cair dengan penambahan CMC
mempunyai warna coklat, harum dan
kental.
Proses pemanasan gula kelapa
baik cetak, granula maupun cair
menyebabkan terjadinya reaksi
karamelisasi dan reaksi maillard yang
menghasilkan warna coklat. Aroma
harum yang timbul merupakan hasil dari
reaksi-reaksi tersebut yang
menghasilkan senyawa-senyawa volatil.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Gula Palma. Dewan Standar Nasional. Jakarta. 15 hal.
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. 1069 pp.
Issoesetizol et al. 2001. Gula Kelapa Cetak Produksi Industri Gula Kelapa Hilir Sepanjang Masa, Arkola, Surabaya.
Muchidin. 1994. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni, Bandung.
Nikmah, Farkhatun. 2004. Pengaruh Saat Fortifikasi Iodium dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia dan Sensorik Gula Kelapa Cetak Beriodium. SKRIPSI. Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto (tidak dipublikasikan)
Rumokoi, M.M.M. 1994. Prospek Pengembangan Gula Kelapa di
Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan 8 (1): p 9-16
Santoso, H.B. 1988. Teknologi Tepat Guna Pembuatan Gula Kelapa. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 65 hal.
Soetanto, Edy. 1988. Teknologi Tepat Guna Pembuatan Gula Kelapa Kristal. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 36 hal.
Setyamidjaja, Djoehana. 1984. Bertanam Kelapa: Budidaya dan Pengolahannya.Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Tjahjaningsih, J. 1986. Evaluasi Pengolahan dan Pengepakan Gula Kelapa dalam Hubungannya dengan Penyimpanan. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.(tidak dipublikasikan)
Tjahjaningsih, J. Ag. Surjadi, S.B.Waluyo dan Sudiro. 1983. Retensi Warna Gula Kelapa. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto (tidak dipublikasikan)