guideline praktek untuk manajemen nutrisional pada luka bakar dan penyembuhannya

39
Guideline Praktek Untuk Manajemen Gizi/Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya ABSTRAK Praktek gizi pada luka bakar memerlukan pendekatan multifaset yang ditujukan untuk memberikan dukungan metabolik selama keadaan inflamasi yang tinggi, serta mengakomodasi kebutuhan bedah dan medis pasien. Penilaian gizi dan penentuan kebutuhan gizi cukup menantang, terutama mengingat gangguan metabolik yang sering menyertai inflamasi. Terapi nutrisi memerlukan pengambilan keputusan yang hati-hati, mengenai penggunaan nutrisi enteral atau parenteral yang aman dan agresivitas pemberian nutrisi dengan mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit pasien dan respon terhadap pengobatan. Dengan penemuan bahwa nutrisi tertentu benar-benar dapat mengubah perjalanan penyakit, peran dukungan nutrisi pada penyakit berat telah bergeser dari pencegahan malnutrisi menjadi modulasi penyakit. Saat ini penggunaan glutamin, arginin, asam lemak esensial, dan faktor gizi lain karena efek mereka terhadap imunitas dan regulasi sel menjadi lebih umum, walaupun bukti ini sering dikesampingkan. Sebuah dikotomi yang menarik muncul, memaksa spesialis gizi untuk membuat pilihan yang

Upload: theofilus-ardy

Post on 30-Nov-2015

99 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran, gizi, pediatrik

TRANSCRIPT

Page 1: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Guideline Praktek Untuk Manajemen Gizi/Nutrisional

Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

ABSTRAK

Praktek gizi pada luka bakar memerlukan pendekatan multifaset yang ditujukan

untuk memberikan dukungan metabolik selama keadaan inflamasi yang tinggi,

serta mengakomodasi kebutuhan bedah dan medis pasien. Penilaian gizi dan

penentuan kebutuhan gizi cukup menantang, terutama mengingat gangguan

metabolik yang sering menyertai inflamasi. Terapi nutrisi memerlukan

pengambilan keputusan yang hati-hati, mengenai penggunaan nutrisi enteral atau

parenteral yang aman dan agresivitas pemberian nutrisi dengan

mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit pasien dan respon terhadap

pengobatan. Dengan penemuan bahwa nutrisi tertentu benar-benar dapat

mengubah perjalanan penyakit, peran dukungan nutrisi pada penyakit berat telah

bergeser dari pencegahan malnutrisi menjadi modulasi penyakit. Saat ini

penggunaan glutamin, arginin, asam lemak esensial, dan faktor gizi lain karena

efek mereka terhadap imunitas dan regulasi sel menjadi lebih umum, walaupun

bukti ini sering dikesampingkan. Sebuah dikotomi yang menarik muncul,

memaksa spesialis gizi untuk membuat pilihan yang bertanggung jawab sambil

tetap terbuka untuk pilihan terapi baru yang potensial.

Pendahuluan

Terapi nutrisi yang efektif pada pasien dengan luka bakar melibatkan pemahaman

tentang perubahan fisiologis dan metabolik yang menyertai cedera traumatik.

Dukungan nutrisi juga harus mengakomodasi kebutuhan bedah dan medis pasien.

Cara memberikan terapi, seperti cara pemberian dan agresivitas pemberian nutrisi

tergantung pada tingkat keparahan penyakit pasien dan respon terhadap

pengobatan. Dengan demikian, tujuan nutrisional juga bervariasi sepanjang

perjalanan penyakit karena perubahan status klinis pasien. Artikel berikut ini

Page 2: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

berfungsi sebagai guideline untuk memberikan terapi nutrisi kepada pasien

dengan luka bakar yang memerlukan perawatan berkelanjutan. Bila mungkin,

guideline praktek harus berbasis bukti, namun perbedaan yang besar dalam

pendekatan untuk perawatan luka bakar dan kebutuhan individu pasien

menyingkirkan pendekatan yang kaku dan tidak fleksibel untuk dukungan nutrisi

dalam populasi ini.

Penilaian gizi

2.1. Menentukan status gizi dan risiko gizi

Pada pasien luka bakar, status gizi berkaitan dengan tahap cedera. Penilaian gizi

adalah proses yang bersifat dinamis dan berkelanjutan. Pada saat penerimaan awal

di rumah sakit, faktor yang berhubungan dengan riwayat pasien sebelum luka

bakar (termasuk hari pasca luka bakar, sebelum perawatan luka bakar dan cedera

yang berkomplikasi), tinggi dan berat badan sebelum cedera, dan tampilan klinis

dijadikan sebagai dasar untuk penilaian awal gizi pasien. Pasien dengan malnutrisi

(seringkali pada pasien yang perawatannya secara signifikan tertunda dari saat

terpapar cedera) harus dengan cepat diidentifikasi karena mereka berada pada

risiko terbesar untuk sindrom re-feeding dengan inisiasi dukungan nutrisi [1,2].

Mereka juga dapat mengambil manfaat dari interval perawatan yang singkat yang

didedikasikan untuk rehabilitasi gizi sebelum pembedahan lebih lanjut atau

sebelum pulang dari rumah sakit. Seiring dengan status gizi, risiko gizi juga harus

ditentukan. Risiko gizi tidak hanya berkaitan dengan status gizi yang sudah ada,

tapi juga faktor-faktor yang dapat mengubah kemampuan pasien untuk menerima

dan memanfaatkan nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit seperti halnya

tingkat keparahan luka bakar, usia dan kondisi komplikasi seperti cedera inhalasi

dan disfungsi organ.

Bila pasien berkembang menjadi fase cedera akut, respon fisiologis terhadap

trauma memperburuk status gizi terlepas dari status dasar mereka. Diperantarai

oleh serangkaian mediator inflamasi, katekolamin, dan hormon penekan hormon-

Page 3: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

hormon regulator, keadaan katabolik memicu seluruh tubuh untuk memecah

protein, pada akhirnya mengurangi massa sel tubuh (BCM, komponen yang aktif

secara metabolik tubuh), komponen utamanya adalah otot rangka [3-5]. Karena

berkurangnya BCM secara langsung dan secara berkebalikan berhubungan dengan

outcome, pemantauan dan pemeliharaan BCM dan lebih khususnya massa tulang

menjadi tujuan utama sebagian besar strategi dukungan nutrisi [6].

2.2 Mengevaluasi kecukupan gizi

Sejumlah alat penilaian berfungsi sebagai prediktor untuk BCM . Namun, karena

alat-alat tersebut bergantung pada asumsi yang tidak berlaku selama stres

metabolik , penggunaan hanya terbatas pada pasien luka bakar yang sakit berat.

Faktnya, sebagian besar alat penilaian yang tersedia pada umunya dirancukan oleh

elemen fisiologis dari respon inflamasi . Bahkan pengukuran paling sederhana

untuk total berat badan atau perubahan berat badan, yang biasanya menjadi

penanda status jaringan longgar dan lemak , dikaburkan oleh ekspansi cairan

ekstraseluler yang terjadi pada luka bakar akut [ 7 ]. Protein viseral adalah

indikator prognostik yang lebih baik daripada parameter status protein pada pasien

luka bakar selama respon fase akut [8,9]. Estimasi berlebih dari asupan nitrogen,

dan pengesampingan output nitrogen sering membuat pengamatan keseimbangan

nitrogen menjadi tidak valid sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Pada luka

bakar besarnya kesalahan bahkan diperparah dengan hilangnya luka eksudatif dan

peningkatan ekskresi nitrogen amonia (dibanding urea) yang khas pada penyakit

kritis [10-12].

Terlepas dari keterbatasannya , banyak dari penanda status gizi bila digunakan

secara terus atau kolektif dapat membantu dokter dalam memonitor efektivitas

terapi makanan dari hari ke hari. Frekuensi penggunaannya tergantung pada fase

perawatan (Tabel 1). Sebagai contoh, sementara berat badan sering dikacaukan

oleh perubahan cairan, penanda tersebut dapat berguna bila dicatat dari waktu ke

waktu dan dievaluasi dalam konteks yang tepat. Pengenalan bahwa perubahan

berat badan selama fase akut perawatan awal mungkin tidak menunjukkan

Page 4: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

perubahan dalam berat kering adalah penting, namun setelah pasien menjadi lebih

stabil, nilai berat kering “dasar” yang baru dapat digunakan untuk tujuan

perencanaan gizi dan juga dosis obat. Sehubungan dengan dosis obat, obat yang

dititrasi untuk efeknya (yaitu morfin, fentanyl, midazolam, lorazepam, ketamin,

cisatracurium, epinefrin, norepinefrin, dopamin, dan dexmedetomidine) atau

dipantau dengan kadar serum (yaitu aminoglikosida, vankomisin) tidak harus

diubah jika perubahan berat badan yang signifikan terjadi [13]. Informasi berat

badan juga membantu untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang salah yang terjadi

dengan perubahan jenis balutan luka , splints , dan jenis skala yang digunakan .

Interpretasi tingkat protein viseral juga bergantung pada fase cedera, terutama

karena hal ini terkait dengan seberapa jauh stres fisiologis pada pasien. Defek

pada sintesis dan katabolisme albumin seperti diketahui dengan waktu paruhnya

yang menjadi singkat seiring dengan berjalannya cedera membuatnya menjadi

penanda status gizi yang kurang baik pada awalnya [14]. Namun ini cenderung

terus berlanjut dalam perjalanan cedera, saat respon fase akut mereda, atau saat

kunjungan untuk follow up. Menginterpretasikan protein viseral dengan tingkat

turnover yang tinggi dalam hubungannya dengan pengukuran protein fase akut

adalah cara yang terbaik untuk menilai status gizi selama fase akut luka bakar

awal [15]. Bila asupan gizi adekuat, peningkat prealbumin secara bertahap

biasanya terjadi saat fase akut mereda (yang diwakili oleh penurunan protein C-

reaktif, misalnya). Tingkat pra - albumin yang masih rendah dengan protein C-

reaktif yang normal mungkin merupakan tanda dari defisiensi protein atau kalori

[16]. Demikian juga, ekskresi nitrogen urin juga dapat digunakan untuk

mengevaluasi keberhasilan perbaikan gizi [17]. Sementara penilaian

keseimbangan nitrogen dapat menjadi rancu dan berpotensi meleset, pengukuran

serial kadar nitrogen urea urin dapat memperkirakan (meskipun kurang tepat)

tingkat perombakan nitrogen . Tabel 2 menyoroti pendekatan ini dengan

menggabungkan parameter untuk menentukan kecukupan gizi selama berbagai

fase cedera. Penetapan tingkat toleransi asupan yang akan mendukung

penyembuhan luka yang adekuat dan penurunan berat badan adalah pendekatan

Page 5: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

yang pragmatis, tidak mahal, berbasis outcome dalam menentukan kecukupan gizi

[18].

2.3 Penentuan kebutuhan energi dan protein

2.3.1. Faktor metabolik yang mempengaruhi pemanfaatan makronutrien

Seperti halnya penilaian gizi, inflamasi dan dampaknya pada metabolisme pada

dasarnya berfungsi sebagai landasan untuk perencanaan dukungan nutrisi. Dengan

demikian, gangguan metabolisme yang dihasilkan dari stres sayangnya membatasi

kemampuan untuk memberikan nutrisi yang optimal. Setelah cedera yang berat,

peningkatan produksi sitokin dan mediator lainnya, sementara mekanisme yang

diperlukan untuk bertahan hidup, membuat metabolisme substrat makronutrien

menjadi berantakan [19,20]. Peningkatan produksi glukosa, disertai dengan

penurunan respon jaringan hepar dan perifer terhadap insulin, menghasilkan

kebutuhan insulin yang luar biasa tinggi untuk mencapai status normoglikemia.

Meskipun tidak terdapat gangguan dalam oksidasi glukosa bila dibandingkan

dengan orang normal, persentase dari penyerapan glukosa yang lebih rendah

diubah menjadi karbon dioksida [21]. Karbondioksida menghasilkan laktat,

kemungkinan alternatif untuk diolah kembali oleh hepar [22]. Fenomena ini

adalah alasan untuk memberikan infus glukosa maksimum 5 mg/kg.menit

meskipun kebutuhan pasien untuk mendapat lebih banyak kalori [23].

Peningkatan kadar kortisol merangsang proteolisis otot, pemecahan protein, dan

oksidasi protein [24]. Tingginya tingkat oksidasi protein ini menghasilkan

pengeluaran energi yang meningkat untuk sebagian besar pasien luka bakar [25].

Kesulitan pengisian konsentrasi intraseluler untuk asam amino tertentu seperti

glutamin dan arginin, karena peningkatan fluks dan pembuangan dari tempat

cadangan protein lebih memberikan kontribusi terhadap katabolisme protein otot

[26-28]. Bahkan, protein eksogen yang mampu meningkatkan sintesis protein,

tidak bisa benar-benar mengurangai pemecahan protein otot meskipun asupan

nitrogen tinggi.

Page 6: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Terakhir, peningkatan lipolisis yang dikombinasikan dengan hasil oksidasi lemak

yang terganggu mengakibatkan pengolahan sia-sia dari asam lemak bebas dan

trigliserida [20]. Dalam banyak kasus, pemberian lemak eksogen hanya

memperburuk substrat dan/atau mengembalikan jaringan lemak, membuat

makronutrien ini sedikit efektif dalam konteks penyembuhan luka dan

pemeliharaan BCM.

2.3.2 . Faktor klinis yang mempengaruhi kebutuhan energi

Interaksi inflamasi-nutrien yang diuraikan di atas adalah bagian dari fenomena

universal terkenal yang pada saat aktivasi tidak membedakan penyebab gangguan

pada awalnya [3,29]. Besarnya respon inflamasi sebanding dengan tingkat

keparahan trauma tertentu. Selain itu, berbagai intervensi klinis dapat

mempengaruhi atau memperkuat status metabolik ini, selanjutnya mempengaruhi

kebutuhan energi. Misalnya, efek gabungan dari respon inflamasi dan evaporasi

pada kehilangan panas (dan laju metabolisme kemudian), menempatkan pasien

luka bakar pada kondisi paling hipermetabolik. Sebaliknya eksisi awal dan

grafting dan penggunaan pembalut oklusif keduanya penting dalam

meminimalkan efek ini [30,31]. Secara historis, luasnya area luka terbuka

biasanya telah dimasukkan ke dalam banyak perkiraan empiris untuk kebutuhan

energi pada pasien luka bakar [32,33]. Metode yang memperkirakan kebutuhan

energi ini tampak masuk akal, namun banyak persamaan yang menggabungkan

ukuran luka diketahui melebih-lebihkan pengeluaran energi diukur sebenarnya

[34,35]. Selanjutnya, tingkat metabolisme dapat tetap tinggi meskipun luka telah

tertutup. Yang terakhir ini dapat dijelaskan oleh kehilangan air transkutan di

seluruh luka yang baru sembuh [36], atau keadaan hipermetabolik yang sedang

berjalan, meskipun ini memerlukan studi lebih lanjut [4].

Dokter juga harus sadar bahwa berbagai aspek praktek klinis, termasuk : langkah-

langkah pengkondisian lingkungan untuk meminimalkan kehilangan panas ,

manajemen nyeri, obat penenang, dukungan ventilasi dan terapi nutrisi semuanya

berkontribusi terhadap pengeluaran energi pasien secara keseluruhan, seringkali

tidak sejalan. Sementara pengeluaran energi pada sakit yang berat tampaknya

Page 7: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

telah dapat diturunkan selama beberapa dekade terakhir karena banyaknya

kemajuan dalam perawatan, intervensi faktor klinis yang spesifik untuk setiap

pasien harus dipertimbangkan ketika memperkirakan tingkat stres pasien.Tabel 3

menggambarkan berbagai kondisi fisiologis/sifat dan intervensi terapeutik yang

dapat mempengaruhi pengeluaran energi. Karena hal-hal tersebut mempengaruhi

tingkat metabolisme, kewaspadaan terhadap faktor-faktor klinis, terutama yang

berlaku di status klinis seseorang, adalah penting dalam memperkirakan tujuan

kecukupan kalori. Misalnya, seorang pasien yang memiliki kontrol nyeri yang

baik, baik dibius dan memerlukan sedikit upaya pernapasan saat menggunakan

ventilasi mekanik mungkin memiliki persyaratan yang lebih rendah dibandingkan

pasien yang tidak berat kritis, bernapas sendiri dengan sedikit sedasi dan

keikutsertaanyang lebih dalam rehabilitasi. Dengan kata lain, beberapa pasien ,

agar mereka menjadi lebih baik sebenarnya memiliki peningkatan kebutuhan

energi harian.

2.3.3. Kalorimetri direk

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa kebutuhan energi bervariasi dari pasien ke

pasien, juga dari satu unit luka bakar pada unit berdasarkan standar praktek luka

bakar. Hal ini membuat sulit dan mungkin bijaksana untuk mengeneralisasi

kebutuhan energi pada pasien luka bakar. Pengukuran serial pengeluaran energi

istirahat oleh kalorimetri direk , jika tersedia , mengurangi tingkat estimasi murni

dengan menangkap stres dari penyakit juga sebagai juga efek faktor klinis yang

disebutkan dalam setiap pengukuran. Hal ini dapat mencegah kekurangan/

kelebihan makan [37]. Karena pengukuran tersebut hanya mencerminkan “waktu

sesaat “ , suatu faktor, yang jarang melebihi 30% dari tingkat metabolisme yang

diukur, biasanya diterapkan untuk menghitung aktivitas sepanjang hari yang

mungkin berkontribusi untuk pemakaian energi 24 jam [38]. Tingkat estimasi

dengan metode ini minimal dan penggunaan pengukuruan serial memungkinkan

pemberian energi untuk tetap selaras dengan perubahan status klinis. Meskipun

sulit untuk menghubungkan kalorimetri direk dengan peningkatan outcome,

pemberian makanan berlebih pasien menyebabkan komplikasi yang tidak

Page 8: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

diinginkan seperti perlemakan hepar, hiperglikemia dan overload cairan. Selain itu

, makan berlebihan cenderung menyebabkan akumulasi massa lemak tubuh,

sehingga hanya sedikit memberikan manfaat. Konsekuensi tersebut mungkin

harus dihindari dengan kalorimetri tidak langsung karena sebagian besar formula

melebih-lebihkan kebutuhan [39-41].

Ini adalah praktek kami untuk mengukur pemakaian energi kapanpun dapat

digunakan secara klinis. Bila diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan energi,

kami mendasari kebutuhan energi berbasis RMR perkiraan pasien dan

menerapkan faktor (biasanya antara 1,0 dan 1,75 yang digunakan di unit kami)

yang mencakup kombinasi unsur klinis dan fisiologis. Faktor ini dievaluasi secara

berkala. Metode tersebu lebih disukai untuk perkiraan statis yang tidak

memperhitungkan perubahan status klinis pasien.

2.3.4. Estimasi kebutuhan protein

Luka bakar yang berat ditandai dengan peningkatan efluks asam amino dari otot

rangka yang mungkin untuk mengakomodasi kebutuhan asam amino untuk

memperbaiki jaringan, produksi protein fase akut, imunitas seluler dan

glukoneogenesis [4]. Secara intuitif, asupan protein yang tidak adekuat

mengganggu penyembuhan luka, fungsi otot , dan sistem kekebalan tubuh. Oleh

karena itu, tujuan terapi protein pada luka bakar adalah untuk menyediakan

jumlah dan kualitas asam amino dalam diet yang cukup sehingga (1) mencegah

keluarnya protein dari otot rangka dan (2) memaksimalkan sintesis protein bagi

penyembuhan luka yang optimal dan fungsi kekebalan tubuh. Tidak seperti

menilai keseimbangan sederhana, penilaian protein dinamis memungkinkan kita

untuk melihat melampaui aspek metabolisme protein dengan mengisolasi tingkat

aktual dari sintesis protein dan pemecahan protein [5]. Metode ini telah membantu

dalam mencapai target protein dan menetapkan tujuan yang realistis . Misalnya,

pada orang dewasa, asupan protein yang mendekati 1,5 g/kg. hari berhubungan

dengan keseimbangan bersih antara sintesis protein dan kerusakan. Asupan

protein yang lebih besar yang 1,5 g/kg.hari, sementara menstimulasi tingkat

sintesis dan kerusakan, tidak memberikan keuntungan lebih terhadap sintesis

Page 9: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

protein bersih [42] , dan tidak terbukti memberikan keuntungan apapun. Seperti

disebutkan sebelumnya, bukti isotop juga menunjukkan bahwa pemecahan protein

tidak dapat sepenuhnya diatasi oleh protein eksogen yang diberikan mengikuti

luka bakar [42,43]. Karena itu beberapa hilangnya massa tubuh tanpa lemak dapat

diperkirakan terlepas dari asupan protein yang cukup [44]. Bahkan, mungkin

terapi anabolik ajuvan diperlukan untuk pemeliharaan massa tubuh tanpa lemak

yang optimal [45]. Di sisi lain, protein sendiri dapat meningkatkan ekonomi

protein, yang pada gilirannya dapat meningkatkan sintesis protein struktural dan

fungsional dan mengoptimalkan waktu penyembuhan luka [43].

3. Strategi dukungan nutrisi

Saat kebutuhan energi dan protein ditetapkan , cara pemberian nutrisi yang paling

memenuhi kebutuhan metabolik dan klinis pasienharus ditentukan. Menyadari

pentingnya menjaga integritas mukosa usus , kebanyakan dokter memilih untuk

menggunakan nutrisi enteral sebagai pilihan cara terapi [46]. Sebagai respon,

strategi nutrisi enteral telah menjadi makin canggih dan memungkinkan

fleksibilitas dalam inisiasi, kemajuan, dan komposisi terapi nutrisi enteral [47].

Namun kemudahan dimana nutrisi enteral sekarang dapat disediakan, harus

dipertimbangkan oleh penilaian klinis, terutama untuk menghindari komplikasi

dari makan berlebihan pada pasien sakit berat yang mungkin tidak toleran. Jadi,

sementara perdebatan terapi nutrisi enteral dibandingkan parenteral dalam

pengertian umum tampaknya telah dianggap kuno, pedoman untuk praktek harus

memastikan bahwa manfaat dari nutrisi enteral melebihi potensi risiko untuk

setiap pasien yang diberikan.

3.1 Nutrisi kombinasi enteral dan parenteral selama fase

akut cedera awal

Rute parenteral dukungan nutrisi telah dikritisi karena tidak

fisiologis, tak memberikan nutrisi adekut ke abdomen, dan telah

dikaitkan dengan angka yang lebih tinggi dalam hal

Page 10: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

komplikasinya pada pasien bedah yang sangat parah. Walau

demikian, nutrisi parenteral memiliki keuntungan karena dapat

ditolerir oleh pasien yang amat sakit dan ketika digunakan

dengan benar, akan aman untuk pasien yang menjalani banyak

episode operasi. Lebih jauh lagi, adalah kurangnya nutrisi enteral

seperti yang terlihat pada pengawasan nutrisi parenteral yang

lebih sering dikaitkan dengan kegagalan barrier saluran cerna

dan infeksi. Untuk beberapa tahun telah menjadi praktik sehar-

hari kami untuk menggunakan pemberian nutrisi melalui pipa

gastric dengan kombinasi nutrisi parenteral, di mana nutrisi

parenteral diberikan pada waktu terjadinya intoleransi pemberian

nutrisi melalui pipa gastric, instabilitas hemodinamik, episode-

episode septic, atau pembedahan. Analisis retrospektif telah

membutktikan bahwa praktik ini adalah aman dan efektif pada

pouplasi kami dalam kondisi intake kalori dan protein yang

adekuat dan, percepatan penyembuhan luka, dan mortalitas.

Kami menganggap keberhasilan pendekatan ini didasarkan atas

tiga unsur kunci: (1) kebijaksanaan yang tepat dalam hal

dukungan pemberian nutrisi enteral didasarkan pada indikator

klinis yang diakui secara klinis (Tabel 4); (2) pengawasan nutrisi

parenteral berdasarkan pada penggunaan substrat terhadap

estimasi kalori; (3) penggunaan terbatas untuk lipid intravena.

Secara bersamaan, dua hal terakhir yang disebut berakibat pada

terapi nutrisi yang memberikan intake kalori dengan tingkat

rendah hingga menengah, yang juga menunjukkan peningkatan

outcome.

3.1.1. Pedoman pemberian nutrisi enteral pada awal

penyembuhan

Page 11: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Saat masuk perawatan, pasien dievaluasi untuk kemampuannya

dalam menerima pemberian nutrisi melalui jalur enteral sesuai

dengan status klinisinya. Mereka yang menjalani resusitasi cairan

agresif dianggap masuk golongan yang memiliki risiko perfusi

intestinal yang rendah. Walaupun pemberian nutrisi enteral

memang dapat meningkatkan perfusi saluran cerna hingga

derajat tertentu, potensi ketidakseimbangan antara permintaan

oksigen intestinal dan perfusinya memberikan peringatan selama

fase cedera ini. Hingga kini, riset masih gagal menunjukkan

manfaat outcomeg yang kuat terkait dengan pemberian makan

enteral dini. Sebaliknya, laporan mengenai nekrosis usus yang

diinduksi oleh pemberian nutrisi enteral adalah sangat

membingungkan, terutama karena sedikitnya indikator klinis

untuk memprediksi kejadian ini. Maka dari itu, adalah tugas kita

untuk melakukan pemberian nutrisi secara trophic saja pada

pasien yang berisiko kehilangan perfusi saluran cerna. Ini

meliputi pasien yang memerlukan vasopresor cukup banyak.

Ketika hemodinamikpasien stabil dan mampu lepas dari

dukungan vasopresor, toleransi gasterya dinilai. Pasien dengan

outcome GI yang rendah (kurang dari 200 mL) dan kondisi

abdominal normal (baseline didapat saat masuk perawatan)

kemudian mulai diberikan nutrisi gastric dalam laju 0.5-1 mL/kg

tiap jamnya. Kemudian terus ditingkatkan kecuali residunya

melebihin dua kali lipat angka residualnya.

3.1.2. Komposisi nutrisi parenteral

Karena dukungan parenteral telah dikaikan dengan peningatan

risiko infeksi dan disfungsi hati, pertimbangan khusus mengenai

komposisi (Tabel 5) dan laju pemberian larutan, juga perawatan

jalur yang baik dilakukan ketika jenis nutrisi ini diberikan. Di

Page 12: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

rumah sakit kami, penggunaan larutan yang sudah standar telah

mereduksi biaya, berpotensi untuk menciptakan error, dan

gangguan metabolic yang seringkali diperkirakan akibat nutrisi

parenteral. Contohnya, ukuran target untuk nutrisi parenteral

ditentukan oleh tingat penggunaan substrat dengan

dibandingkan terhadap target energi (Tabel 6). Ini mencegah

kelebihan asupan nutrisi intravena yang dapat berakibat pada

steatosis hepatic, edema cairan, dan gangguan metabolic lain.

Temuan kami bahwa laju infusi glukosa yang kelebihan sekitar

5µg/kg/menit tidaklah teroksidasi secara efisien baik pada

dewasa maupun anak-anak memberikan dasar untuk target laju

infusi pada semua pasien dengan luka bakar. Ini juga membantu

untuk menekan insidensi hiperglikemia. Infusi asam amnio

diharapkan mencapai angka 100% kebutuhan protein. Ini

biasanya berakibat pada kalori non-protein:rasio nitrogen 85:1,

yang konsisten dengan penyembuhan luka yang membaik.

Pedoman monitoring untuk pasien pada TPN, seusai dengan

tingkat akuitasnya, diberikan pada Tabel 7.

3.2. Nutrisi Enteral

Dahulu, gagasan bahwa kelaparan dan malnutrisi protein

berujung pada atrofi mukosa, berperan sebagai pendorong untuk

peningkatan kebergantungan pasien rawat inap terhadap nutrisi

enteral. Pengetahuan bahwa stress dapat meningkatkan

permeabilitas intestinal, suatu mekanisme yang diajukan dalam

translokasi bakteri, lebih jauh mengembangkan konsep nutrisi

enteral adalah penting untuk imunitas. Sedangkan terdapat bukti

yang sedikit bahkan tak ada untuk pernyataan bahwa nutrisi

enteral mencegah translokasi bakteri pada manusia, dampak

dari nutrisi intraluminal terhadap saluran pencernaan dari segi

Page 13: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

imunitas, terlihat sebagai suatu hal yang penting. Lebih jauh lagi,

teori-teori baru sedang berkembang, mengaitkan

iskemi/reperfusi lambung pada perkembangan sepsis dan

kegagalan organ multipel setelah trauma dan luka bakar. Nutrisi

enteral maka dari itu diajukan tak hanya untuk mempertahankan

integritas lambung, tapi juga untuk meminimalisir pelepasan

mediator yang diturunkan dari lambung yang dapat

mengaktifkan kaskade inflamasi yang berakibat pada kerusakan

radikal bebas. Secara klinis, pemberian nutrisi secara enteral

memiliki risiko yang lebih rendah untuk komplikasi infeksiusnya,

juga lebih fisiologis dan (biasanya) lebih hemat biaya

dibandingkan dengan dukungan parenteral, dan dapat ditoleransi

lebih baik pada sebagian besar pasien luka bakar.

3.1.3. Pemberian lipid intravena diskriminat

Karena mungkin berinterferensi dengan fungsi platelet,

pemberian lipid intravena dihubungkan dengan fungsi imun yang

rendah, dan dapat mengeksaserbasi cedera paru pada beberapa

situasi, lipid intravena dihindari kecuali dukungan parentreal

harus dihindari kecuali dukungan parenteral harus diberikan

selama lebih dari 3 minggu. Karena lipid intravena memiliki

kecenderungan tinggi untuk masuk proses daur ulang asam

lemak-trigliserid pada kondisi inflamasi dan diperkirakan

memerlukan protein yang lebih sedikit dibandingkan glukosa,

pemberiannya seperti kurang bermanfaat dari sudut pandang

metabolic. Walaupun tanda untuk defisiensi asam lemak esensial

cenderung tak jelas pada keadaan cedera luka bakar, sejumlah

kecil lemak intravena diberikan jika nutrisi enteral tak dapat

dimulai pada minggu ketiga perawatan. Walau demikian, hal ini

jarang diperlukan, khususnya karena banyak pasien kemudian

Page 14: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

memerlukan dukungan enteral penuh. Pasien juga mungkin

menerima asam lemak esensial selama infusi propofol.

Sesuai pertimbangan di atas, umumnya tidaklah mungkin untuk

memberikan semua kebutuhan kalori yang diprediksi dengan

regimen ini. Sebagian besar pasien kami menerima sekitar 110-

130% dari laju metabolik basal mereka. Walau demikian, ketika

protein secara ketat dipertahankan dalam laju target, outcome

operatif yang baik dapat dicapai, dengan penurunan berat badan

minimal pada periode singkat ini. Lebih jauh lagi, dukungan

parenteral diberikan selama eskalasi pemberian nutrisi lewat

pipa akan berakibat pada pencapaian yang lebih cepat pada

target kalori dan protein, tanpa komplikasi yang diarahkan pada

penentuan pemberian nutrisi.

3.2.1. Pemilihan Formula

Dahulu, dan hingga kini, suplemen enteral telah digunakan untuk

mem-pertahankan status nutrisi dan mencegah outcome

negative terkait dengan malnutrisi. Dari sisi ini, pemberian nutrisi

dalam bentuk polimer tetap menjadi hal yang umum dilakukan

pada pasien luka bakar berat dan cenderung cukup untuk

mendukung penyembuhan luka dan mempertahankan massa

tubuh ketika energi dan intake protein cukup. Harga yang lebih

terjangkau, dibandingkan dengan produk khusus lain, dan fakta

bahwa jenis ini ditolerir dengan baik, membuatnya menjadi

pilihan lini pertama pada sebagian besar rumah sakit dalam hal

formularium nutrisi. Walau demikian, sejajar dengan

pengetahuan lambung sebagai organ pengatur imunitas,

beberapa nutrient kunci telah teridentifikasi, bahwa ketika

diberikan secara enteral dapat secara nyata memberi dampak

pada proses fisiologis sebagai respon terhadap cedera. Ini

Page 15: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

mengikuti teori bahwa formula yang mengandung nutrient ini,

dapat merubah secara aktual perjalanan penyakit.

Perkembangan pada sisi teknologi formulasi enteral selama 20-

30 tahun ini menawarkan kepada para klinisi pilihan yang luas

dalam pemberian nutrisi dengan metode ni, bahkan beberapa

dalam harga yang patut dipertimbangkan. Di sini, ketersediaan

pasar sebenarnya telah mendahului pemikirian ilmiah untuk

penggunaan produk ini. Walau demikian seiring riset pada area

ini yang terus berkembang, telah terjadi suatu pergeseran

paradigm dalam bagaiman kita memandang peran nutrisi pada

penatalaksanaan perawatan luka bakar.

Sebagian besar formula khusus (specialty formula) yang

menonjol pada nutrisi luka bakar memiliki sifat yang mendorong

penyembuhan luka dan/atau imunitas. Di antara formula-formula

tersebut yang akan didiskusikan di sini adalah salah dua asam

amino esensial yakni glutamine dan arginine. Glutamine

dianggap penting pada sebagian besar kondisi penyakit untuk

berbagai tujuan. Dengan dua kelompok amine, glutamine

berfungsi sebagai pembawa nitrogen untuk sintesis purine dan

pyrimidine. Glutamine berfungsi sebagai sumber energi oksidatif

utama untuk sel-sel yang membelah dengan cepat, meliputi

enterocyte. Sebagai prekursor untuk glutathione, suatu

antioksidan poten, glutamine berpartisipasi dalam menurunkan

kerusakan oksidatif. Suplementasi glutamine pada luka bakar

menunjukkan manfaat yang cukup baik. Kami mempelajari

bahwa efek suplementasi glutamine (0.6 g/kg) pada susunan

protein dan menemukan bahwa diet yang diperkaya dengan

glutamine memiliki efek yang mirip dengan turnover protein dan

penghancurannya sebagai campuran asam amino esensial. Pada

penelitian lain, suplementasi glutamine berakibat pada

Page 16: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

penurunan penghancuran protein otot (seperti yang diindikasikan

oleh 3-metil-histidin) dan meningkatkan penyembuhan luka

ketika diberikan secara enteral. Manfaat klinis lain dari

suplementasi glutamine pada pasien luka bakar meliputi

penurunan pada angka infeksi, lama rawat inap, biaya, dan

mortalitas. Suplementasi glutamine relative aman, membuatnya

masuk akal untuk masuk pertimbangan dalam praktik pada

populasi pasien jenis ini.

Peran dari suplementasi arginine pada luka bakar terus

dieksplorasi. Deplesi arginine yang diinduksi oleh stress pada

pool jaringan menunjukkan bahwa arginine juga semi-esensial

pada kondisi setelah luka bakar. Peningkatkan uptake

ekstrahepatik arginine berkontribusi pada percepatan produksi

urea pada pasien luka bakar yang lebih jauh lagi

mengeksaserbasi kehilangannya dari tubuh. Hal-hal tersebut

membuat peran arginine pada penyembuhan luka (sebagai

stimulant untuk pertumbuhan hormone) dan imunitas melalui

jalur oksida nitrat. Sayangnya, produksi tak terkendali oksida

nitrat dapat berakibat buruk, dan mungkin berkontribusi pada

outcome klinis yang jelek khususnya pada pasien yang septic.

Sebaliknya, manfaat yang mungkin dimiliki arginine pada

penyembuhan luka dapat terlihat nyata pada pasien yang

kekurangan nutrisi, atau pasien yang tak bermasalah secara

metabolic, menunjukkan peran pada pada populasi pasien luka

bakar. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis

yang aman untuk pasien yang sakit lebih parah.

3.2.2. Pemberian nutrisi dari usus kecil versus lambung

Kontroversi terus berlanjut mengenai rute yang paling efektif:

lewat pipa intragastric atau pipa usus kecil. Pendukung

Page 17: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

pemberian lewat pipa usus kecil beranggapan bahwa pasien luka

bakar mengalami pengosongan lambung yang lebih lambat dan

cara pemberian lewat usus kecil akan mengurangi kemungkinan

untuk pneumonia aspirasi. Kemampuannya, setidaknya pada

pasien yang lokasi postpyloric pipanya dapat dipastikan, untuk

melanjutkan pemberian nutrisi saat operasi adalah manfaat

utama lain dan digunakan dengan sukses pada beberapa unit

luka bakar. Walaupun pipa postpyloric dapatdiganti dengan

gampang melalui pipa dengan pemberat, dengan endoskopi,

atau dengan fluoroskopi, intubasi duodenal dapat saja sulit

dilakukan secara teknis pada banyak pasien. Lebih jauh lagi, pipa

postpyloric dapat bergeser ke abdomen dan sekitar 30% pasien

yang diberi makan secara enteral pada unit rawat intensif akan

mengalami diare.

Pemberian nutrisi melalui pipa lambung/gastric tube akan

ditolerir ketika dimulai segera setelah cedera, dan dapat

dilakukan tanpa risiko tinggi untuk aspirasi. Selain itu, pemberian

makan melalui lambung lebih bermanfaat dalam mencegah

ulkus. Manfaat lainnya adalah mudah untuk dilakukan dan

mudah untuk memonitor torelansinya dengan aspirasi pipa.

Ketika menggantungkan pada pemberian nutrisi intra-gastrik,

infuse harus dihentikan saat peri-operatif untuk mencegah

aspirasi. Selama interval ini, sering pada anak dengan luka bakar

yang luas, dukungan parenteral tambahan dapat diberikan

(Tabel 4).

3.3 Suplementasi mirkonutrien

Pedoman praktik berdasar bukti kini belum ada untuk penilaian

dan pengawasan mikronutrien pada pasien luka bakar.

Diperkirakan, hilangnya absorpsi gastrointestinal, peningkatan

Page 18: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

kehilangan melaui urin, perubahan distribusi, dan perubahan

konsentrasi pembawa protein setelah luka bakar hebat akan

berakibat pada defisiensi pada berbagai mikronutrien jika tak

diberikan dalam regimen suplementasinya. Walau demikian,

perhatian harus diberikan pada toleransigastrointestinal, yakni

reaksi antagonistik (yang dapat berakibat pada defisiensi

nutrient lain, dan potensi untuk outcome yang tak diinginkan),

meskipun ini sangat jarang hal ini masih dapat terjadi.

Pengetahuan akan sifat dasar pada berbagai kelompok

mikronutrien selama stress juga penting, karena ini membuat

klinisi mengaplikasikan logika yang tepat pada pratik dan pada

pengembangan protocol untuk monitoring nutrient dan

suplementasinya pada pasien luka bakar.

Terdapat beberapa karakteristik yang utama pada beberapa

mikronutrien. Pertama, mikronutrien pada pool seringkali pada

keadaan “flux”. Ini membuat pengukuran statis untuk beberapa

nutrient pada darah tak representative pada tingkat pool

jaringan. Pergeseran cairan “inter-kompartemen”, dan intake

diet yang terkini oleh pasien dapat mempengaruhi jumlah

nutrient tertentu pada pool tertentu pula. Lebih jauh lagi, banyak

mikronutrien, khususna trace element dan vitamin larut lemak

akan berikatan dengan pembawa protein. Ini sangat signifikan,

karena protein sangat diatru ketika respon akut terjadi. Analisis

darah untuk zinc, tembaga, selenium, dan besi dapat salah tafsir

karena fenomena ini. Bahkan lebih penting lagi, hipoproteinemia

saat malnutrisi atau luka bakar akut terjadi tak akan berkaitan

dengan hasil pemeriksaan mikronutrien, tapi ini juga dapat

mempengaruhi kemampuan nutrient untuk ditranspor dari

bentuk penyimpanannya ke jaringan (di mana mikronutrien ini

diperlukan), membuat suplementasinya mungkin akan

Page 19: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

bermasalah. Defisiensi “fungsional” ini seperti pada kasus

vitamin A, dapat diperbaiki ketika status protein normal telah

tercapai kembali.

Di samping praktik umum pada banyak unit luka bakar, terdapat

bukti yang sedikit hingga kini untuk memberikan dosis

farmakologis tertentu mikronutrien pada pasien luka bakar. Di

unit kami, suplementasi mikronutrien ditujukan untuk

memberbaiki kondisi defisiensi. Tabel 8 adalah protokol

suplementasi kami yang digunakan untuk anak-anak. Penting

untuk disebut adalah bahwa mayoritas pasien sebenarnya

mencapai jumlah suplementasi yang direkomendasikan (di atas

angka yang diperlukan saat kondisi normal) melalui terapi nutrisi

standar. Untuk pasien ini, suplementasi tidaklah diperlukan. Ini

adalah manfaat penting dalam memberikan formula enteral

untuk dewasa pada anak-anak.

4. Ringkasan dan simpulan

Perkembangan pada kontrol infeksi, eksisi dini dan cangkok

jaringan (graft) serta dukungan nutrisi agresif telah sangat

meningkatkan angka keselamatan pada luka bakar berat. Pasien

luka bakar yang sangat parah tidaklah homogen. Kebutuhan

mereka sangatlah kompleks dan seringkali spesifik. Banyak

faktor yang berkaitan dengan penatalaksanaan klinis pada

pasien-pasien ini, seperti keperluan untukoperasi, ventilasi

mekanis, dan medikasi menggunakan status nutrisional utama

dan kemampuannya dalam memenuhi nutrisi pasien. Dengan

setiap perubahan pada status klinis, adalah penting untuk

menilai ulang kebutuhan nutrisi, jenisnya, dan caranya.

Page 20: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya
Page 21: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Tabel 1 – Variabel monitoring gizi dalam perawatan berkelanjutan

Elemen penilaian gizi Jadwal monitoring dan titik penting

Akut Rehabilitatif Konvalesen/pemulihan

Berat badan Dua kali seminggu

Penilaian berat kering dasar baru yang

mengikuti resusitasi

Monitoring untuk mengurangi nilai yang keliru

karena ketidak-sesuaian skala, pergeseran cairan

Setiap minggu Pada kunjungan yang

terjadwal

Asupan kalori dan protein Setiap hari Setiap hari Bila status gizi perlu per-

hatian khusus, recall 24 jam

Albumin - Setiap bulan bila perlu Bila status gizi perlu

perhatian khusus

Pre-albumin Dua kali seminggu Tidak perlu Tidak perlu

Protein C-reaktif (CRP) Dua kali seminggu Tidak perlu Tidak perlu

Nitrogen urea urin (UUN) Setiap minggu

UUN biasanya berkurang dari waktu ke waktu

karen penurunan tingkat katabolik

Target protein dapat disesuaikan untuk

mengakomodasi pemecahan protein metabolik

Tidak perlu Tidak perlu

Kalorimetri indirek Setiap minggu

Page 22: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Tabel 2 – Menginterpretasikan kecenderungan indikasi biokimia pada pasien luka bakar akut

Asupan kalori/protein

(% target)

p-Alb CRP UUN Interpretasi Tindakan

100 ↓ ↑ ↑ Peningkatan inflamasi yang ditandai dengan

peningkatan tingkat katabolisme. Pre-

albumin tidak merefleksikan kecukupan gizi

Monitoring berkelanjutan, asupan

protein >1,5 kali UUN untuk mengatasi

kekurangan mutlak

<100 ↓ ↓ ↑↓ Asupan yang tidak adekuat didasarkan pada

penurunan p-Alb dengan penurunan

inflamasi

Cek berat badan. Temukan hambatan

dalam mencapai rencana nutrisi/ perbaiki

sesuai kebutuhan

>100 ↑ ↓ ↑↓ Asupan yang tidak adekuat didasarkan pada

pencapaian target dan peningkatan pre-

albumin. Peningkatan UUN disebabkan oleh

asupan protein yang berlebih

Evaluasi kembali target protein dalam

hubungannya dengan perubahan status

klinis untuk penurunan kebutuhan yang

potensial. Cek protein total, ureum,

kreatinin

100 ↓ ↓ ↑ Pre-albumin semestinya cenderung mening-

kat karena meredanya inflamasi. UUN

mencerminkan peningkatan glukoneogenesis

Evaluasi kembali target kalori dan

protein, mungkin akan meningkat.

Cek berat badan, pengeluaran energi,

penyembuhan sisi donor

Page 23: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Tabel 3 – Efek variabel pada pengeluaran energi pada pasien luka bakar

Meningkat Menurun Tidak berefek

Efek fisiologis

Usia

Malnutrisi

Ukuran luka

Sepsis

Katabolisme protein

Pankreatitis

Nyeri

Demam

+

+

+

+

+

+

+

+

Efek terapi

Ventilasi mekanis

Penutupan luka

Lingkungan hangat

Prosedur bedah

Inisiasi dukungan nutrisi

Terapi fisik

+

+

+

+

+

+

Efek medikasi

Hormon pertumbuhan

Kortikosteroid

Agen vasoaktif

Blokade neuromuskuler

+

+

+

+

Page 24: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Tabel 4 – Guideline klinis untuk penundaan pemberian makan enteral gastrik

Tunda Mulai

Resusitasi yang sulit atau onset septik Hemodinamik stabil

Kebutuhan vasopreseor yang tinggi

(dopamin: 10-20 µg/kg/menit);

Tidak membutuhkan vasopresor

Distensi abdomen yang menyertai Lingkar abdomen normal atau abdomen

supel, tidak distensi

Output gaster >200 ml/hari Berkurangnya output gaster

Tabel 5 – Larutan parenteral standar untuk anak

Nutrien Konsentrasi

(meq/L)

Komentar/alasan

Asam amino (clinisol 15%) 74 g/L Rasio kalori non-protein : N = 85 : 1

Dextrosa 200 g/L

Natrium (Na-asetat 2 meq;

NaCl; 4 meq)

100 Kandungan Na yang tinggi untuk

menurunkan suplementasi Na dengan

keluarnya Na dari luka

Kalium (K-fosfat 3 mM,

KCl 2 meq)

50 Peningkatan kalium untuk mengurangi

kebutuhan suplementasi

Kalsium (Ca-glukonas 10%

meq)

9 Maksimal

Magnesium (MgSO4 50%

meq)

18 Maksimal

Fosfat 15 Maksimal

Asetat 120 Maksimal hingga menurunkan risiko

asidosis

Klorida 70,65

Asam askorbat 500 mg/L

Multivitamin 5 ml/L M.V.I 12

Mikroelemen 0,5 ml/L Kandungan mikronutrien : Zn=2500 µg,

Cu=500 µg, selenium=30 µg

Page 25: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Tabel 6 – Guideline pemberian TPN

Nutrien Asupan yang direkomendasi Elemen kunci dalam perawatan

Larutan total 1,75 ml/kg/jam untuk bayi

dan anak <20 kg; 1,5

ml/kg/jam untuk <20 kg

TPN dapat dimulai pada tingkat target.

Dewasa dan anak yang lebih tua (>50

kg) dapat dimulai pada 75% tingkat

target hiperglikemik sebelum inisiasi

Karbohidrat 5-7 mg/kg//menit Tingkat maksimal dari oksidasi

glukosa secara isotop yang dinilai

pada anak dan dewasa dengan luka

bakar

Protein 2,5-4,0 g/kgIBW Kandungan asam amino yang tinggi

memungkinkan mencapai target

protein tanpa volume yang berlebih

Lemak (20% intra-

lipid)

Mulai dengan 0,5 g/kg selama

12 jam. Target volume 1-1,5

g/kg/hari. Intralipid tidak

diberikan dalam dosis >3,6

g/kg/hari

Pasien dengan TPN >14 hari tidak

menerima makanan enteral (catatan:

intralipid tidak diindikasikan pada

pasien yang mendapat propofol).

Propofol mengandung 10% minyak

kedelai dan akan memberikan asam

lemak esensial dan kalori tambahan 1

kkal/mL. Tingkat trigliserid dimonitor

pada awalnya dan setiap minggu.

Lipid dipertahankan pada level >350

mg/dL.

Tabel 7 – Monitoring biokimia pada pasien dengan TPN

Pengukuran Akut Akut, non-stress Non-akut

Elektrolit Setiap hari Semi tiap minggu Setiap hari selama 3

hari; tiap minggu

Fosfat, Mg, Ca Semi tiap minggu Semi tiap minggu Setiap minggu

LFT, Alb, TP Setiap minggu Setiap minggu Dua kali seminggu

Pre-albumin, CRP Setiap minggu Setiap minggu Setiap minggu

Page 26: Guideline Praktek Untuk Manajemen Nutrisional Pada Luka Bakar Dan Penyembuhannya

Tabel 8 – Protokol suplementasi nutrien pada anaka

Mikronutrien Suplementasi enteralb Suplementasi parenteral

Multivitamin dengan mikro-

elemenc

1 tablet/hari 1 dosis tunggal vial/ hari

Zincd 25 mg/hari 50 µg/kg/hari

Tembagad 2,5 mg/hari 20 µg/kg/hari

Selenium 50-170/hari 2 µg/kg/hari

Vitamin C 200 mg/hari 200 µg/kg/hari

a Anak lebih dari 3 tahun

b Anak yang mendapat formula dewasa atau formula spesial yang didesain untuk

penyembuhan luka tidak membutuhkan suplementasi nutrien individual tambahan

c Vitamin A, E, besi, B kompleks disediakan sebagain bagian dari preparasi multi-

vitamin/ mikroelemen

d Penambahan suplemen multivitamin dengan mikroelemen dinilai cukup untuk

memenuhi kebutuhan