green constitution
DESCRIPTION
hukum lingkunganTRANSCRIPT
PERAN HUKUM DALAM DINAMIKA PEMBANGUNAN NASIONAL
DIKAITKAN DENGAN TEORI HUKUM PEMBANGUNAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PEMBANGUNAN
Oleh: Rizqi Bangun Lestari
Sejak sebelum memperoleh kemerdekaannya, Begitu banyak masyarakat
Indonesia yang menyuarakan pembangunan. Berbagai usaha pemerintah untuk
melakukan pembangunan nasional di berbagai sektor dilakukan demi memajukan
kesejahteraan umum sebagai tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia
sebagai negara berkembang memang memerlukan pembangunan yang progresif
dan responsif untuk mengejar ketertinggalannya dari negara maju. Hal tersebut
maklum mengingat sejarah Bangsa Indonesia yang dijajah oleh Pemerintah
Kolonial selama lebih dari 3,5 abad lamanya. Pergantian Kultur setelah Indonesia
merdeka memaksa pemerintah serta rakyat untuk melakukan suatu langkah yang
mandiri sehingga dapat meninggalkan pribadi “orang jajahan”. Dikarenakan
Setiap negara yang merdeka dan berdaulat harus mempunyai suatu hukum
Nasional yang baik dalam bidnag kepidanaan maupun bidang keperdataan,
mencerminkan kepribadian jiwa dan pandangan hidup bangsanya.1 Lalu sampai
sejauh manakan peran hukum dalam pembangunan nasional?
Pembangunan hukum nasional merupakan keniscayaan yang mesti
diterima oleh Bangsa Indonesia, karena kondisinya sebagai negara yang memiliki
tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi dan pluralitas sosial yang
kompleks.2 Kondisi kemajemukan dan masyarakat yang pluralis tersubsitusi
dalam ideologi kenegaraan, atau filsafat hukum bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Jakarta: Balai
Pustaka,1989, Hlm.135 2 Damang, negarahukum.com, diunduh pada tanggal 22 Mei 2014
Pancasila merupakan sendi keserasian hukum sehingga terbukti bahwa benih
keserasian tersebut terdapat dalam silanya.3
Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu
dicirikan oleh perubahan dan hukum berfungsi agar dapat menjamin bahwa
perubahan itu terjadi secara teratur yang dapat dibantu oleh perundnag-undangan
atau keputusan pengadilan atau kombinasi keduanya. Hukum menjadi suatu
sarana (alat) yang tidak dapat dibaikan dalam proses pembangunan. Hukum yang
baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (The Living Law)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu.4
Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah dikemukakannya,
Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi hukum dalam pengertian yang
lebih luas, tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula
lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan
berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.5
Konsep hukum sebagai alat pembaharuan dan pembangunan dalam
masyarakat berasal dari Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal “An
Introduction to the philosophy of Law (1954). Dengan disesuaikan dengan situasi
dan kondisi di Indonesi, konsepsi “Law as a tool of Social Engineering” yang
merupakan inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal Realism itu, oleh Mochtar
Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di indonesia melalui Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran.6
3 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan tentang Filsafat Hukum,
Jakarta: CV.Rajawali, 1978,Hlm.81 4 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Jakarta: Genta Publishing,2012,hlm, 65-66 5 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Bandung: Binacipta 1986, hlm. 11. 6 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar
Maju,2002, hlm.73.
Dikaji dari perspektif sejarahnya maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir
Teori Hukum Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan
penggagasnya sebagai sebuah “teori” melainkan “konsep” pembinaan hukum
yang dimodifikasi dan diadaptasi dari teori Roscoe Pound “Law as a tool of social
engineering” yang berkembang di Amerika Serikat. Apabila dijabarkan lebih
lanjut maka secara teoritis Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dipengaruhi cara berpikir dari Herold D. Laswell
dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach) ditambah dengan teori Hukum dari
Roscoe Pound (minus konsepsi mekanisnya). Mochtar mengolah semua masukan
tersebut dan menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.7
Lebih jauh, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana
lebih luas dari hukum sebagai alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan
hukum lebih menonjol, misalnya juka dibandingkan dnegan Amerika
Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the
Suptreme Court) pada tempat lebih penting.
2. Konsep hukum sebagai “alat” akan megakibatkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada
zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan
kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu.
3. Apabila hukum disini termasuk juga hukum internasional, maka konsep
hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh
sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan
hukum nasional.8
Lebih detail maka Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa:
“Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam
masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah
7 Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan, Jakarta:
CV Utomo, 2006, hlm. 411 8 Ibid, hlm.415
konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang
telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat,
termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada
hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi,
masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi kita berarti
masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki
memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses
perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang
menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan
menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum
tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses
pembaharuan.”9
Indonesia seringkali berada dalam masa transisi yaitu sedang terjadi
perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dari nilai-nilai yang bersidat tradisional ke
nilai-nilai modern. Transisi ini memperlihatkan bahwa nilai-nilai yang lama
digantikan oleh nilai-nilai yang baru. Teori Hukum Pembangunan amat mewarnai
corak kebijakan pemerintah Orde Baru (program Keluarga Berencana (KB) bisa
disebut sebagai salah satucontoh), kini teori itu bisa dibilang telah diabaikan
pemerintah pasca-Reformasi sekarang ini.Betapa tidak, teori tersebut tidak
dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengahdan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2009-2014. Selain itu, Teori
Hukum Pembangunan dalam praktik pembentukan hukum dan penegakan hukum
masih mengalami hambatan-hambatan yang dikarenakan sukarnya menentukan
tujuan dari perkembangan hukum (pembaruan), sedikitnya data empiris yang
dapat digunakan untuk mengadakan suatu analisis deskriptif dan prediktif, dan
sukarnya mengadakan ukuran yang objektif untuk mengukur berhasil/tidaknya
usaha pembaharuan hukum. Yang lebih parah lagi, adanya upaya destruktif
pengambil kebijakan yang kerap memanfaatkan celah untuk menggunakan hukum
9 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan
Karya Tulis) Bandung: Alumni, 2002, hlm. 14
sekedar sebagai alat dengan tujuan memperkuat dan mendahulukan kepentingan
kekuasaan daripada kepentingan dan manfaat bagi masyarakat.10
Namun sesuai dengen perkembangan teori hukum di Indonesia, kemudian
dikemukakanlah Teori Hukum Progresif yang dikatakan merupakan hukum yang
pro rakyat dan hukum yang pro keadilan. Dengan asumsi dasar hukum adalah
untuk manusia, maka setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum,
hukumlah yang ditinjau dan diperbaiki bukan manusia yang dipaksakan untuk
dimasukkan ke dalam sistem hukum.
Romli Atmasasmita kemudian mencoba memahami persamaan dan
perbedaan kedua teori tersebut. Titik persamaan yang ditemukan adalah sama-
sama menghendaki agar hukum memiliki peranan jauh ke depan, yaitu
memberikan arah dan dorongan perkembangan masyarakat agar tercapai
masyarakat yang tertib, adil, dan sejahtera. Peranan hukum bukan sekedar sebagai
alat (tools) melainkan harus dipahami sebagai saranan (dinamis) untuk mancapai
kemajuan peradaban manusia.
Perbedaan kedua teori hukum tersebut ada pada tolak pangkal
pemikirannya. Pertama, Mochtar beranjak dari bagaimana memfungsikan hukum
dalam proses pembangunan sosial, sedangkan Satjipto beranjak dari kenyataan
dan pengalaman tidak bekerjanya hukum sebagai suatu sistem perilaku.
Kedua, Mochtar menegaskan bahwa kepastian hukum dalam arti
keteraturan masih harus dipertahankan sebagai pintu masuk menuju ke arah
kepastian hukum dan keadilan, sedangkan Satjipto menyatakan, demi kepentingan
manusia, maka hukum tidak dapat memaksakan ketertiban kepada manusia,
hukum lah yang harus ditinjau kembali dan dijalankan dengan nurani.
Ketiga, bagi Mochtar hukum seyogianya diperankan sebagai sarana
(bukan alat) pembaharuan masyarakat (law as a tool of social engineering), tetapi
Satjipto menegaskan bahwa model pemeranan hukum demikian dikhawatirkan
10
Romli Atmasasmita, Op.Cit, hlm.77
mengasilkan “dark engineering” jika tidak disertai dengan hati nurani (manusia)
penegak hukumnya.11
Pada dasarnya, secara teoritis Teori Hukum Pembangunan dan Teori
Hukum Progresif mendasarkan pada teori hukum yang sama, yaitu Sociological
Jurisprudence dari Roscoe Pound dan Pragmatic Legal realism dari Eugen Ehlich.
Namun, Teori Hukum Progresif diperkuat dengan pengaruh aliran studi hukum
kritis (critical legal studies) yang cenderung apriori terhadap segala keadaan dan
bersikap anti-foundationalism. Romli Atmasasmita pun memandang hukum dapat
diartikan dan seharusnya juga diartikan sebagai sistem nilai (system of values),
selain hukum merupakan sistem norma (system of norms) sebagaimana
dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja dan hukum sebagai sistem perilaku
(system of behavior) sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo. Ketiga
hakikat hukum itulah yang disebut oleh Romli sebagai tripartite character of the
Indonesian legal theory of social and bereucratic engineering. Yaitu rekayasa
birokrasi dan rekayasa masyarakat yang dilandaskan pada sistem norma, sistem
perilaku, dan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia. Pandangan itu yang disebut Teori Hukum Integratif.12
Teori Hukum Integratif itu sendiri merupakan perpaduan antara Teori
Hukum Pembangunan dnegan Teori Hukum Progresif dimana hukum berfungsi
sebagai sistem nilai,sistem norma dan sistem perilaku, sehingga ketiga hakikat
hukum disebut sebagai tripartite character og the Indonesian legal theory of
soccial and bereucratic engineering. Yaitu rekayasa birokrasi dan rekayasa
masyarakat yang dilandaskan pada sistem norma, sistem perilaku dan sistem nilai
yang bersumber dari Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Olehkarena itu, setiap pembangunan haruslah kembali mengacu kepada
filsafah pancasila, yaitu :
11
Ibid, hlm.89-91 12
Luthfi Widagdo Eddyono, “Integrasi Teori Hukum Pembangunan dan TeoriHukum Progresif”, http://luthfiwe.blogspot.com/2012/06/integrasi-teori-hukum-pembangunan-dan.html, diunduh pada tanggal 22 Mei 2014
1. pembangunan yang berlandaskan ketuhanan yang Maha Esa,
2. Kerakyatan yang adil dan beradab, dalam arti pembangunan harus
dilakukan secara adil dan merata untuk kepentingan rakyat, serta
haruslah berada, maksudnya adalah pembangunan harus tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma yang berlaku.
3. pembangunan nasional harus menjunjung tinggi semangat persatuan,
hal ini menjadi tugas yang cukup berat mengingat kultur masyarakat
Indonesia yang Pluralistik.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Acuan ini dipakai ketika pembangunan
harus dipimpin oleh pemimpin yang memiliki himah kebijaksanaan
dan keputusan harus dilakukan dengan menggunakan musyawarah
melalui perwakilan, dalam hal ini dewan legislatif.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, berarti bahwa
pembngunan ditujukan untuk seluruh rakyat Indonesia, sehingga harus
diperlakukan secara adil.
Dalam pembangunan itu sendiri, pemerintah menetapkan berbagai
pengaturan hukum yang berlandaskan teori-teori yang sudah dikemukakan diatas,
dapat disebut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2007 tentang rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
yang menggantikan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana
Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) dalam sistem orde baru.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Dalam Lampiran
RPJP disebutkan bahwa:
"Kemajuan ekonomi perlu didukung oleh kemampuan suatu bangsa di
dalam mengembangkan potensi dirinya untuk mewujudkan kemandirian.
Kepentingan utama dalam pembangunan tersebut adalah mempertahankan
kedaulatan perekonomian serta mengurangi ketergantungan ekonomi dari
pengaruh luar, tetapi tetap berdaya saing. Dengan pemahaman itu,
tantangan utama kemajuan ekonomi adalah mengembangkan aktivitas
perekonomian yang didukung oleh penguasaan dan penerapan teknologi
serta peningkatan produktivitas SDM, mengembangkan kelembagaan
ekonomi yang efisien yang menerapkan praktik-praktik terbaik dan
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, serta menjamin ketersediaan
kebutuhan dasar dalam negeri."
Maka dari itu, sudah jelas bahwa peranan hukum dalam pembangunan
sudah barang tentu selalu mengikuti arah pembaharuan. Hukum selalu bergerak
dinamis mengikuti perkembangan masyarakat. Hukum sebagai sistem tidak hanya
sebagai regulator, akan tetapi menjalankan fungsi Direktif berupa pengarah dalam
pembangunan, Integratif berupa pembina kesatuan bangsa dan negara dalam
pembangunan nasional, stabilitatif sebagai pemelihara keselarasan, keserasian dan
keseimbangan, serta korektif sebagai acuan dalam mengkoreksi sikap tindak baik
aparatur pemerintah maupun sikap tindak masyarakat dalam proses pembangunan
DAFTAR PUSTAKA
. Buku:
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Jakarta: Balai
Pustaka,1989, Hlm.135
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar
Maju,2002
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan,
Jakarta: CV Utomo, 2006.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan
(Kumpulan Karya Tulis) Bandung: Alumni, 2002
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Bandung:Binacipta, 1986.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan tentang Filsafat Hukum,
Jakarta: CV.Rajawali, 1978
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori
Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Jakarta: Genta
Publishing,2012
Artikel:
Damang, negarahukum.com, diunduh pada tanggal 22 Mei 2014
Luthfi Widagdo Eddyono, “Integrasi Teori Hukum Pembangunan dan
TeoriHukum Progresif”, http://luthfiwe.blogspot.com/2012/06/integrasi-
teori-hukum-pembangunan-dan. html, diunduh pada tanggal 22 Mei 2014