green life

55
Satu Ditebang Indonesia Hilang Happy Salma: Modernisasi  Jangan Singki rk an Kearifan Lokal GreenC ar Murah dan Ramah Lingkungan GreenCity Zermatt Kota Bebas  Asap Mobil EDISI 001 • MARET 2014    F    O    T    O    :    R    i    c    h    a    R    d    M    a    s    O    n    e    R      c    y    c    l    e    l    i    c    i    O    u    s     |    F    l    i    c    k    R

Upload: tiyabece09

Post on 09-Oct-2015

178 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Green life 1 pohon untuk hidup yang lebih baik

TRANSCRIPT

  • Satu Ditebang Indonesia

    HilangHappy Salma:

    ModernisasiJangan Singkirkan

    Kearifan LokalGreenCarMurah dan Ramah LingkunganGreenCityZermattKota BebasAsap Mobil

    EDISI 001 MARET 2014

    FOTO

    : Ri

    cha

    Rd M

    asO

    neR

    -cyc

    leli

    ciO

    us

    | Fl

    ickR

  • Taman Nasional Bali Barat

    biarkan kami dan habitat kami

    tetap seperti ini sampai akhir zaman...

  • GreenContents

    Satu DitebangIndonesia Hilang

    Jika satu perusahaan menebang hutan hingga ribuan hektar, lalu setiap orang menebang satu pohon, kemungkinan besar hutan Indonesia bakal menjadi sejarah. Tetapi riwayat rimba Nusantara belum punah, bila satu orang menanam satu pohon dan sebuah pemerintahan merawat satu miliar pohon. Saatnya singsingkan lengan baju. Ayo kita menanam.

    8 HutanTumpuan Perekonomian Finlandia

    22

    Lembang Floating Market

    SLAMeT PRIyATun

    Tak Lelah Menebar Semangat Hijau

    58

    Murah danRamah Lingkungan

    106 Happy Salma

    44

    Gerakan Menabung Pohon, Mengentaskan Kemiskinan

    Sejak pemerintah mencanangkan Gerakan 1 Miliar Pohon pada 28 November 2010 lalu, masyarakat berlomba ikut menanam pohon. Perusahaan nasional dan multinasional juga tak mau ketinggalan mendukung upaya penyelamatan lingkungan tersebut. Tak mau ketinggalan pula, anak-anak sekolah dasar hingga mahasiswa, terlibat kegiatan pelestarian alam tersebut. 26

    GreenMission 32REDD+ Harapan Baru

    Tata Kelola Hutan

    GreenCulture 52Ada Teratak di Bunyau

    GreenMoment 61Deklarasi Karakter Sobat Bumi

    GreenCommunity 64AMAN: Pemilik Sah Tanah

    Republik

    GreenCity 68ZERMATT: Bebas Polusi, Dambaan Para pendaki

    GreenProblem 72Kesalahan Sejarah Bernama

    Banjir

    GreenSport 74Talenta Muda dari Simprug

    GreenPolicy 76Surga Hijau yang Nyaris

    Terhempas

    GreenTips 81Taman Mungil Pelepas Penat

    GreenTravelling 82Jamur Bercahaya di Taman

    NasionalGunung Halimun-Salak

    GreenGovernance 87Tata Kelola UKM Suatu

    Keharusan dalam Persaingan Global

    GreenInfo 88Papan Ketik Bambu

    GreenMarket 94Lembang Floating Market

    GreenHobby 90Buru Satwa

    Seimbangkan Ekosistem

    GreenGuard 98Tantangan Brigade Harimau

    Penjaga Hutan

    GreenMusic 102NAvIcULA BAND: Ganggang Kecil untuk Rimba Nusantara

    GreenIssue

    GreenInspiration

    GreenMarket

    GreenCar

    GreenFighter

    GreenSolution

    GreenCeleb

    Modernisasi Jangan Singkirkan Kearifan Lokal

    62 GreenArt

    Perjuangan Ki Drajat

    Melestarikan Budaya Sunda

    Konsep wisata kuliner yang dipadukan dengan panorama alam tepi danau di kawasan Lembang.

    944GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 5

  • GreenEditors

    Pemimpin UmumPemimpin Redaksi

    Bambang I. Soedono

    Wakil Pemimpin RedaksiHeru B. Arifin

    Redaktur PelaksanaPraminto Moehayat

    RedakturSatrijo Saharso, nasrudin

    ReporterAgus Hariyanto

    Raisa AuroraTubagus Ramadhan

    FotograferBimo Putro

    Desainer GrafisGreenLife Inspiration

    Creative Team

    Sekretaris RedaksiAyu Israni

    Pemasaran dan IklanArif S

    KeuanganAmbarina

    UmumHapsoro

    Redaksi & Tata KelolaRedaksi & Tata Kelola

    Jalan Jeruk D9/1, BSD CityTangerang Selatan

    021 [email protected]

    Mobilitas manusia seakan tak lepas dari pemanfaatan energi fosil yang berjuta tahun dikandung rahim bumi dan perut samudera lepas. Sungguh insan kamil mayapada ini dikaruniai kekayaan tak terhingga. Termasuk anugerah keluasan akal pikir dan akal budi yang melahirkan teknologi serta mekanika. Semua itu untuk memudahkan hidup sekaligus pembentuk simbol kemajuan peradaban manusia. Namun sifat purba ketakterbatasan ingin manusia yang berselancar ke dalam ceruk ilmu pengetahuan-teknologi, bagai sebuah bayang-bayang. Benda tak akan bergerak lebih cepat dari bayangannya. Bayangan secara kinetis mengikuti ke mana sang benda bergerak. Begitupun kreasi manusia terhadap daya fosil akan membawa kemajuan sekaligus efek samping yang menyebabkan planet biru ini bergelegak hangat. Memicu timbulnya ketakpastian iklim.

    Seperti asumsi seorang ilmuwan, guyuran hujan lebat di Jakarta belakangan ini terjadi tidak alami. Namun cenderung disebabkan efek pulau panas yang berasal dari aktivitas manusia. Jakarta sebagai kota megapolitan, yang dipenuhi hutan beton pencakar langit dan memiliki arus lalu lintas super sibuk, ikut menyebabkan perubahan cuaca. Hujan di Jakarta tak terjadi secara alami akibat karakter topografi seperti di Bogor. Suhu udara Ibu Kota Negeri bisa lebih hangat 4-5 derajat Celcius dibandingkan laut dan kota di sekitarnya

    Tingginya suhu udara memicu uap air dari laut bergerak ke langit Jakarta. Aktivitas pabrik dan kendaraan membuat langit Batavia sarat polutan. Zat-zat itu sublim dalam uap air yang berasal dari laut dan membentuk awan. Efeknya, awan lebih cepat menjadi berat dan matang, kemudian jatuh berubah hujan sebelum sampai ke kawasan Bogor. Padahal seharusnya awan-awan dari laut itu baru matang ketika sudah sampai Bogor. Topografi Bogor yang tinggi, dan berbatasan dengan gunung, membuat awan secara alami terjebak dan akhirnya menjadi hujan di daerah Bogor, Ciawi, dan Puncak. Efek ini membuat risiko banjir di Jakarta meningkat. Pasalnya, selain mendapat kiriman air dari Bogor, hujan juga turun di Jakarta sehingga menambah debit air. Apalagi di kawasan Puncak, yang seharusnya masih dipenuhi pepohonan, justru menjamur vila yang juga memicu lolosnya air ke kawasan lebih rendah. Upaya Gubernur DKI, Joko Widodo memfungsikan kembali ruang terbuka hijau, seperti Waduk Pluit, adalah jalan untuk menekan agar banjir tak meluber ke mana-mana.

    Bencana banjir maupun tanah longsor bisa jadi cermin perilaku manusia yang kurang bersahabat dengan alam. Mengeruk hasil hutan tiada henti serta tidak tertib menjalankan tata kelolanya, berbuah kejahatan korupsi. Saatnya Pemerintah Indonesia bersikap tegas terhadap orang dan perilaku serakah yang merugikan bangsa ini. Agar kita tidak ragu menyatakan bahwa Indonesia adalah paru-paru bumi dan pemilik keanekaragaman hayati yang masih lestari. Majalah ini hadir di hadapan pembaca untuk memberi inspirasi, motivasi dan

    aksi demi menyelamatkan bumi yang kian hari semakin sumuk ini. Semoga. l

    Bumi yang MenghangatMengonsumsi Produk Ramah Lingkungan

    Selamat atas penerbitan

    perdana majalah GreenLife

    Inspiration. Semoga kehadirannya

    mampu memberikan inspirasi dan

    pembelajaran bagi masyarakat luas

    untuk hidup lebih ramah dengan alam

    serta merawatnya, dengan antara

    lain mengkonsumsi produk-produk

    ramah lingkungan, seperti antara lain,

    produk-produk dari Mustika Ratu,

    sehingga akhirnya kita dapat memiliki

    Bumi yang layak dihuni oleh anak cucu

    kita untuk waktu yang panjang.

    Putri K.Wardani

    President Director PT. Mustika Ratu, Tbk

    Aksi Konkret Merawat Bumi

    Go Green itu bukan hanya trend,

    tapi harus jadi filosofi hidup. Bukan

    lagi gaya hidup, tapi jadi jati diri kita,

    bukan gaya-gayaan lagi. Kalau tidak

    membuang sampah pada tempatnya

    kita merasa bersalah sendiri. Atau

    misalnya ada ruang kosong buat

    tanaman, kita beri ruang bagi hidup

    makhluk yang lain. Sebetulnya, kalau

    kita tidak green tidak seimbang

    hidupnya. Seperti di Arab Saudi,

    jarang ada tanaman ditulisi Siramlah

    Tanaman Ini. Dengan sendirinya,

    tanaman itu akan disiram, karena

    kalau tidak akan mati. Semoga saja

    Majalah GreenLife Inspiration bisa

    memotivasi masyarakat pembaca

    untuk semakin menghormati alam,

    serta melakukan aksi konkret merawat

    bumi.

    Happy Salma

    Pegiat Seni

    Berkah di Balik Musibah

    Letusan Gunung Kelud di Jawa

    Timur yang melumpuhkan tujuh

    bandara di tanah air meskipun dianggap

    bencana, namun sesungguhnya juga

    membawa berkah. Begitu pula erupsi

    Gunung Sinabung di Kabupaten Tanah

    Karo, Sumatera Utara. Hampir bisa

    dipastikan tanah pertanian kawasan

    gunung berapi akan menjadi subur

    di kemudian hari. Tanaman yang

    hancur hari ini karena abu vulkanik,

    akan tergantikan potensi lain yang

    menguntungkan petani. Sebagai

    pemilik gunung berapi terbanyak di

    dunia, sudah selayaknya Indonesia

    bisa memanfaatkan dan mengubahnya

    menjadi pembangkit listrik tenaga

    panas bumi (geothermal) yang ramah

    lingkungan. Kendati membutuhkan

    investasi besar, jika selalu berikhtiar,

    kemungkinan besar pembangkit listrik

    di berbagai kawasan gunung berapi bisa

    terwujud. Semoga.

    Retno Wening Dumilah

    Wiraswasta

    Kabupaten Malang, Jawa Timur

    Mari Beralih ke Resep Tradisional

    Saat ini mudah sekali menemukan

    berbagai jenis makanan ringan, bumbu

    masak, resep makanan hingga sambel

    instan berpenyedap rasa, dijual di

    pusat perbelanjaan hingga warung

    maupun kios di dalam gang dan

    pinggir jalan raya. Bumbu masak dan

    makanan berpengawet bila dikonsumsi

    melebihi takaran, berpotensi memicu

    timbulnya kanker. Sudah selayaknya

    instansi pemerintah seperti Badan

    GreenLettersPengawas Obat dan Makanan (BP

    POM) memantau peredaran dan

    membatasi produksi makanan dan

    bumbu masak berpenyedap rasa

    ini. Lebih sehat jika para konsumen

    kembali pada resep dan makanan

    tradisional yang secara turun-

    temurun tidak mengenal Mono Sodium

    Glutamat (MSG) atau vetsin sebagai

    bahan penyedap rasa. Anak-anak yang

    mengonsumsi MSG berlebihan akan

    mudah terserang penyakit kanker

    dan menurunkan tingkat kecerdasan

    (IQ). Sudah saatnya kita memilih

    makanan lebih hijau tanpa campuran

    bahan kimia. Harapan saya, semoga

    Majalah GreenLife Inspiration bisa

    menjadi pedoman bagi pembaca untuk

    berperilaku ramah lingkungan.

    Rahmat Hidayat

    Pegawai Swasta

    Bekasi, Jawa Barat

    Menumbuhkembangkan Gaya Hidup Hijau

    Sukses dan selamat untuk

    GreenLife Inspiration. Semoga bisa

    memberikan inspirasi dan motivasi

    bagi pembaca yang menginginkan

    lingkungan hidup dan hutan Nusantara

    semakin lestari. Selain itu, mudah-

    mudahan GreenLife Inspiration

    dapat menumbuhkembangkan gaya

    hidup sobat bumi bagi masyarakat,

    dan menyadari arti penting ekosistem

    untuk masa depan generasi sebuah

    bangsa.

    Prof. DR. Herry Purnomo

    Staf Pengajar Fakultas Kehutanan

    Institut Pertanian Bogor

    6GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 7

  • 9Maret 2014Maret 20148

    GreenIssue

    Satu Ditebang, Indonesia Hilang

    Jika satu perusahaan menebang hutan hingga ribuan hektar, lalu setiap orang menebang satu pohon, kemungkinan besar hutan Indonesia bakal menjadi sejarah. Tetapi riwayat rimba Nusantara belum punah, bila satu orang menanam satu pohon dan sebuah pemerintahan merawat satu miliar pohon. Saatnya singsingkan lengan baju. Ayo kita menanam.

    SSejak negeri ini berdiri, Tuhan telah menganugerah-kan triliunan kenikmatan alam bagi kita. Matahari yang hadir sepanjang tahun, pohon-pohon tumbuh subur dan menjadi jutaan hektar hutan, serta keanekaragaman hayati yang luar biasa. Indonesia adalah surga bagi setiap makhluk yang bernafas di bumi. Namun sayang, potret keasrian hutan kita kini memprihatinkan.

    Hutan tropis di Indonesia memiliki arti sangat penting. Selain merupakan paru-paru dunia, juga menjadi rumah sekaligus persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati yang unik. Tetapi kondisinya saat ini sudah sangat memprihatinkan. Berbagai kerusakan terus melanda. Bahkan, terancam tinggal sejarah. Upaya reboisasi tidaklah cukup. Perlu

    kebijakan strategis serta keberpihakan nyata untuk memulihkan dan menjaga kelestarian hutan.

    Menurut peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), Herry Purnomo, masa depan hutan sebenarnya dikendalikan oleh konsumen pengguna kayu. Jika pembeli ingin kayu legal dan memiliki bersertifikat, tentu penjual akan mengikuti keinginan konsumen.

    Memang, hampir semua orang tidak setuju pembalakan liar atau dikenal dengan illegal logging. Namun kenyataannya, masih sangat banyak konsumen dan produsen yang tidak peduli, apakah kayu yang diperjualbelikan itu legal atau ilegal.

    Contohnya, ketika seseorang membeli seperangkat furnitur berbahan kayu, apakah ia peduli kayunya halal atau haram. Apalagi

    kalau disuruh memilih, mebel kayu berharga mahal atau murah. Bisa dipastikan akan memilih yang murah.

    Kalau ada kayu legal dan tidak legal, pilihlah legal, itu adalah keberpihakan yang tentunya perlu ongkos, kata Herry, saat ditemui di Bogor beberapa waktu lalu.

    Peningkatan kesadaran konsumen terhadap legalitas kayu ini, lanjut Herry, cukup penting dan mendesak segera dipraktikkan. Pemerintah bisa menjadi pionir sekaligus pemberi contoh yang baik kepada masyarakat. Coba tanya kepada bupati, walikota, menteri bahkan presiden. Jelas tidak asal-usul kayunya, apakah memiliki sertifikat. Kalau Istana (Presiden) mau memakai kayu bersertifikat itu luar biasa, jadi market leader, ujar Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor itu.

    mo

    kha

    ma

    d e

    dli

    ad

    i / c

    ifo

    r

    GreenLife InspirationGreenLife Inspiration 8GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 9

  • GreenIssuedikhawatirkan akan tinggal sejarah.

    Kerusakan parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan di sekitarnya. Contoh nyata yang frekuensinya semakin sering terjadi adalah konflik ruang antara satwa liar dan manusia. Sejumlah kasus banyak ditemukan di wilayah Pulau Sumatera.

    Rusaknya hutan habitat satwa liar juga menyebabkan hewan harus bersaing dengan manusia untuk mendapatkan ruang mencari makan dan hidup. Namun sering kali berakhir dengan kerugian kedua pihak. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup.

    Hasil analisis Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan

    negara. Dari 130 juta hektar, hanya 43 juta yang masuk dalam kategori hutan perawan, kata Zulkifli.

    Dia mencontohkan luas Indonesia sekitar 187 juta hektar, hampir semua tanahnya telah dikelola. Kini tinggal menyisakan hutan-hutan konservasi seperti hutan lindung. Data Kemhut menyebutkan, selain Sumatera, hutan di Kalimantan memiliki laju kerusakan yang besar. Dari total kerusakan hutan sebesar 1,08 juta hektar per tahun itu, sebagian terjadi di Kalimantan.

    Dampak buruk akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia, terutama flora dan fauna endemik, serta bencana alam. Meski demikian, Menhut berkeyakinan bahwa hutan di Indonesia sekarang ini, telah melewati masa-masa sulit. Masih ada 64 juta hektar kawasan hutan primer dengan kondisi cukup bagus.

    Pemerintah terus berupaya

    menurunkan laju kerusakan kawasan hutan di Indonesia melalui berbagai cara. Hal ini ditempuh dengan melakukan berbagai penelitian melibatkan sejumlah tenaga ahli pelestarian lingkungan. Kemhut mengklaim telah berhasil menekan deforestasi tersebut. Selain penanaman kembali, juga terus melakukan penyuluhan, serta pemberdayaan masyarakat untuk menjaga hutan.

    Kerusakan hutan di Indonesia, ungkap Menhut, paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), sehingga mengarah pada pembalakan liar dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan. Kemhut sekarang ini juga tidak lagi mengeluarkan izin HPH baru. Yang ada sekarang merupakan izin lama, tandasnya.

    Pihak Kemhut juga terus mensosialisasikan dan melakukan

    Kekayaan rimba Nusantara yang terbentang mulai dari Pulau Sumatera sampai Papua bukan hanya pepohonan penghasil kayu. Namun juga terkandung keanekaragaman hayati yang sebagian tak ada di belahan dunia lain. Tercatat sekitar 12% spesies mamalia dunia dan 7,3% spesies reptil serta amfibi, berikut 17% spesies burung dari seluruh dunia. Namun, diyakini masih banyak lagi spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi misteri tersembunyi di dalamnya.

    Berdasarkan data World Wildlife Fund (WWF), menunjukkan antara 1994-2007 saja, ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan Pulau Kalimantan. Belum di bagian pulau lainnya, seperti Pulau Papua. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

    Data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada 2010 juga menyebutkan bahwa hutan dunia termasuk di dalamnya hutan Indonesia secara total menyimpan 289 gigaton karbon, dan memegang peranan penting menjaga kestabilan iklim dunia. Kondisi hutan saat ini mengalami kerusakan akut. Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Dunia, Indonesia sejak 1985-1997 telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahunnya. Bahkan, diperkirakan hanya sekitar 20 juta hektar hutan produksi yang tersisa.

    Data ini diperkuat hasil penelitian Greenpeace yang mencatat bahwa tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar per tahun. Badan Penelitian Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemhut) juga mencatat bahwa kerugian finansial akibat kerusakan hutan menunjukkan dalam kisaran angka Rp. 83 miliar per hari.

    Kemhut sendiri juga mengakui, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar di antaranya sudah habis ditebang. Dengan makin luasnya hutan yang rusak, menyebabkan 59,6 juta hektar tidak dapat berfungsi optimal. Laju deforestasi, atau penggundulan hutan, dalam beberapa tahun belakangan ini telah mencapai 2,83 juta hektar per tahun.

    Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan pun merasa prihatin terhadap kerusakan hutan yang dinilainya sudah cukup parah. Untuk menata hutan di Indonesia dibutuhkan kebijakan yang luar biasa atau radikal. Jika tidak maka kondisi hutan tropis di Indonesia

    hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Sebagian besar kerusakan hutan di Indonesia ini akibat dari sistem politik dan ekonomi yang memperlakukan sumber daya hutan sebagai pasokan pendapatan, dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.

    Menhut Zulkifli menilai bahwa puncak kerusakan hutan itu, mulai terjadi sekitar 1999-2002. Hal ini disebabkan oleh pembalakan liar, kebakaran hutan dan juga pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah mengambil kawasan hutan untuk pembangunan infrastruktur penunjang pemerintahan. Ada pula kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk memacu pendapatan asli daerah bersangkutan.

    Memang saya kategorikan hutan Indonesia dalam keadaan kritis, karena puluhan tahun, hutan menjadi andalan untuk pendapatan bagi

    Greenlife inspiration | Satrijo SaharSo

    Greenlife inspiration | Satrijo SaharSo

    Maret 201410GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 11

  • Maret 201412GreenLife Indonesia

    GreenIssueProgram Menanam Satu Miliar Pohon. Dengan program ini, diharapkan setiap satu orang bisa menanam 10 pohon untuk kebutuhannya sendiri. Langkah ini setidaknya juga bisa mencegah orang untuk tidak melakukan pembakaran hutan.

    Kepala Pusat Hubungan Masyarakat (Kapushumas) Kemhut, Sumarto menyatakan bahwa program satu orang 10 pohon itu, terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Selain ibadah, kegiatan ini juga demi kelangsungan hidup orang banyak, dan tetap menjaga keseimbangan alam. Upaya ini juga sekaligus untuk menanggulangi ancaman pemanasan global.

    Jika terus dibiarkan, maka akan berdampak pada naiknya air laut dan akan menenggelamkan daerah-daerah di pinggir pantai. Program ini juga mencegah tiga dampak lainya, yakni perubahan cuaca yang ekstrem,

    suhu global cenderung meningkat, dan gangguan ekologis. Saya menghimbau kepada masyarakat, agar bisa turut serta dan mendukung Program Menanam Satu Miliar Pohon tersebut, dia menjelaskan.

    Kemhut juga mengklaim memilki lima modal utama, yaitu tetap berkomitmen tidak menebang pohon, berhenti mengonversi lahan gambut, membuat potret hutan untuk 5-25 tahun ke depan, menggalakkan industri kayu berbasis tanaman atau Hutan Tanaman Industri (HTI), dan membuat semacam komisi atau badan hukum guna mengawasi penyalahgunaan hutan.

    Kami berharap dukungan berbagai stakeholder dalam melaksanakan aksi rehabilitasi hutan dengan gerakan menanam pohon. Mengingat pohon menyerap emisi gas karbon, sehingga dapat dikatakan sebagai penyelamatan masa depan dunia. Saya juga yakin,

    kelak industri perkayuan HTI akan menggeser industi energi yang menjadi primadona sejumlah pemerintahan di daerah, ujar Sumarto.

    Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy juga mengingatkan pentingnya urusan pemantauan hutan di Indonesia. Sebab kasus penjarahan lahan dan pembantaian satwa di Indonesia sangat serius. Mulai pembantaian orangutan sampai perburuan tapir.

    Di sisi lain, menurut Rommy, jumlah aparatur Polisi Kehutanan (Polhut) sangat terbatas. Padahal, jumlah area yang diawasi Polhut sangat luas. Dengan keterbatasan ini, keberadaan helikopter bagi Kemhut mutlak diperlukan. Atas dasar itu, DPR telah memberikan persetujuan anggaran untuk pembelian empat unit helikopter guna memantau kondisi hutan.

    Secara global, kerusakan hutan juga memberikan dampak ekonomi.

    Sebuah studi di World Resource Institute (WRI) memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia turun hingga 40- 60%, kalau dihitung berdasarkan kerugian uang yang timbul dari sektor lingkungan.

    Jika keadaan seperti ini berjalan terus, di mana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan sebagian besar hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami nasib serupa. Bahkan, hasil analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang dalam dekade ini. Sungguh tragis nasib hutan tropis Indonesia.

    Kerusakan hutan dan taman nasional di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Semua elemen bangsa harus menyadari tentang peran vital hutan bagi kehidupan manusia, yaitu mengurangi emisi karbon dan menghasilkan oksigen.

    cifor | ricky martin

    Belum lagi fungsi hutan sebagai daerah serapan air. Melihat peran hutan tersebut, banyak negara yang tidak lagi mempunyai hutan, bersedia mendanai Indonesia untuk menjaga kualitas hutannya.

    Sebagai salah satu pemilik hutan terluas, seringkali masyarakat dan pemerintah abai terhadap kondisi hutan. Penjarahan hutan terjadi di mana-mana, dengan beragam pelaku, mulai dari masyarakat sekitar hingga perseroan bermodal besar. Motifnya pun beragam, mulai dari menebang hutan untuk mendirikan rumah, membakar hutan untuk menambah lahan perkebunannya, hingga merambah hutan untuk proses produksi.

    Pengelolaan Hutan MandiriPersoalan kehutanan nasional

    perlu dibenahi melalui pengelolaan

    berkelanjutan, sehingga terhindar dari ancaman degradasi hutan akibat deforestasi. Sudah waktunya pemerintah menerapkan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Hal ini akan menjadi isu utama sektor kehutanan. Persoalan ini harus secara konsisten dijawab melalui tahapan sistematis. Kerusakan hutan sudah pasti akan memunculkan lahan kritis. Semua ini sangat berkaitan dengan sistem tata air dalam hubungannya dengan masalah bencana banjir, kekeringan hingga tanah longsor.

    Menurut Ketua Umum Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB, Bambang Hendroyono, efisiensi produksi industri hasil hutan masih rendah. Begitu pula hasil hutan bukan kayu, produk dari hutan rakyat, dan hutan kemasyakatan secara struktur, belum secara nyata mendorong pengembangan dan pemberdayaan

    burunG indoneSia | fahrul amama

    12GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 13

  • perekonomian masyarakat.Minat investasi di bidang

    kehutanan yang kurang kondusif, diakibatkan sering terhambat oleh permasalahan tenurial, tumpang tindih peraturan antara pusat dengan daerah, serta kurangnya insentif permodalan, perpajakan dan retribusi, paparnya.

    Indonesia tidak perlu malu belajar dari negara lain yang sukses dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan, agar tetap terjaga kelestariannya. Satu di antara negara tersebut yakni Finlandia. Di negara ini, masyarakat dan pengusaha hutan sangat mematuhi peraturan kehutanan negaranya. (baca GreenInspiration: Hutan, Tumpuan Perekonomian Finlandia)

    Sebenarnya Indonesia telah mencoba menerapkan sistem pengelolaan hutan yang diadopsi dari

    Finlandia dengan menyesuaikannya berdasarkan kondisi di Indonesia. Satu di antara proyek itu adalah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang berada di Sukabumi, Jawa Barat. Lahan milik IPB itu, telah menjadi kawasan hutan dengan tujuan khusus, karena menerapkan model dan manajemen pengelolaan hutan sesuai kondisi di Indonesia.

    HPGW dapat dikatakan sukses dan menjadi contoh pengelolaan hutan yang mandiri dan lestari. Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan manajemen pengelolaan yang sangat drastis. Bisa dikatakan, perubahan manajemen tersebut berhasil dan mampu menunjukkan eksistensi hingga sekarang. Terlihat dari jumlah pendapatan HPGW. Jika pada 2008 pendapatannya masih sebesar Rp. 100 juta, maka di tahun selanjutnya telah menunjukkan peningkatan yang

    sangat pesat. Puncak pendapatannya hingga mencapai kisaran Rp. 2,5 miliar pada 2011.

    Kisah sukses tersebut diawali pada 2009, saat Budi Prihanto sebagai Direktur Eksekutif HPGW. Di awal kepemimpinan, Budi melakukan inovasi kelembagaan secara besar-besaran. Ia menelaah apa yang menjadi permasalahan di HPGW selama ini, dan potensi apa saja yang bisa dikembangkan dari proyek ini.

    Salah satu faktor penting di balik kesuksesan HPGW berkaitan dengan kebijakan tidak memperbolehkan aktivitas tebang menebang. Proyek ini juga mengembangkan model pengelolaan jasa lingkungan, mengoptimalkan hasil hutan nonkayu, seperti getah pinus dan damar, serta mencoba mengnyinergikan berbagai kepentingan yang ada.

    Pengelolaan HPGW bukan

    berorientasi pada hasil hutan kayu dan keuntungan sesaatnya saja, tetapi lebih bagaimana memanfaatkan potensi hasil hutan nonkayu yang ada. Manfaatnya bisa dirasakan bukan saat ini saja, tetapi pada masa-masa yang akan datang atau berkelanjutan.

    Faktor lain yang menjadi indikator keberhasilan HPGW adalah adanya manajemen pengelolaan yang saling mengnyinergikan antara kepentingan satu dengan lainnya. Manajemen tersebut dikenal sebagai SegMen atau segitiga manajemen, yang meliputi manajemen sumberdaya hutan, manajemen bisnis, dan manajemen tridharma.

    Manajemen sumberdaya hutan meliputi aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Manajemen bisnis meliputi

    jasa lingkungan, ekowisata, dan perdagangan karbon sukarela. Sedangkan manajemen pelayanan tridharma meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

    Di antara ketiga hal itu, manajemen sumberdaya hutan bisa dikatakan sebagai fondasi dari manajemen lainnya. Itu semua karena pada manajemen sumber daya hutan terdiri dari tiga aspek dasar pengelolaan hutan, yaitu aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Ketiga aspek saling berkaitan, salah satu aspek terganggu dapat mempengaruhi dua aspek lain.

    Selama ini banyak pengelola hutan lebih mengedepankan aspek ekonomi, dari pada mempertimbangkan aspek

    sosial maupun aspek ekologi. Mungkin untuk sementara waktu, semua itu dapat mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Namun di sisi lain malah menimbulkan kerugian jauh lebih besar. Dalam mengelola hutan, yang pertama harus diperhatikan adalah aspek ekologi, lalu sosial, baru kemudian aspek ekonomi, yaitu memikirkan bagaimana memperoleh keuntungannya.

    Aspek ekologi perlu diperhatikan, bahwa hutan jauh lebih bermanfaat saat masih dalam kondisi penuh tegakan atau vegetasi. Dengan pengelolaan yang baik, hutan dengan keanekaragaman hayati dapat terjaga kualitasnya. Atas dasar ini, HPGW memberlakukan kebijakan tidak boleh menebang pohon.

    cifor | aulia erlanGGa

    cifor | aulia erlanGGa

    Maret 201414GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 15

  • GreenIssueSetelah ekologi dapat dilestarikan,

    baru kemudian memahami aspek sosialnya, yaitu masyarakat sekitar hutan. Masyarakat penyanggah perlu diperhatikan, karena kehidupan mereka sangat tergantung dari hutan. Ketika masyarakat yang ada berhasil dikelola dengan baik, maka tugas mengelola hutan tidak terlalu sulit. Ketika aspek ekologi terjamin, dan aspek sosial dapat dipahami, maka aspek ekonomi menjadi perhatian selanjutnya.

    Pemanfaatan hutan untuk tujuan ekonomi saat ini sudah tidak berorientasi kepada hasil berupa kayu saja. Namun pemanfaatan berkelanjutan, melalui produk hasil hutan nonkayu, maupun jasa lingkungan dan ekowisatanya. Hutan jauh lebih bermanfaat saat masih

    dalam kondisi tegakan, bukan setelah tegakan tersebut dipotong menjadi kayu. Pengelola HPGW berfokus lebih mengoptimalkan produk hasil hutan nonkayu, karena demografi hutannya didominasi oleh tegakan pinus dan damar. Selain hasil hutan nonkayu, HPGW juga mengembangkan pelayanan jasa pendidikan lingkungan, ekowisata, dan juga perdagangan karbon sukarela (voluntary carbon trading). Hal ini terlihat dari data yang dipaparkan oleh HPGW, bahwa pendapatan mereka selama kurun waktu 2009-2012 berasal dari getah sebesar 48% dan 52% melalui jasa.

    Faktor sosial manajemen pengelolaan hutan diterapkan di HPGW, terutama hasil hutan nonkayu berupa getah pinus maupun damar dengan melibatkan masyarakat

    di sekitar hutan. Pada awalnya untuk merangkul masyarakat agar terlibat secara sukarela cukup sulit. Namun pendekatan yang tepat dan meyakinkan bahwa hal gerakan ini demi kebaikan bersama, lama-kelamaan membuat masyarakat luluh juga.

    Penerapan ketiga aspek dalam manajemen sumberdaya hutan di Gunung Walat saling berkaitan membentuk siklus lingkaran yang saling melengkapi. Pertama, faktor ekologi terjaga, karena pengelolaan HPGW adalah pemanfaatan secara lestari dan tanpa menebang pohon. Kedua, HPGW dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk ikut membantu dalam menjaga kelestarian hutan. l AchmAd NAsrudiN | PrAmiNto moehAyAt | sAtrijo sAhArso

    Hukuman Perusak Hutan Harus Diperberat

    MAS ACHMAD SAnToSADeputi Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

    Sobatbumi | bachuk

    Akibat dari tak teraturnya mana-

    jeman penguasaan hutan, dan tumpang tindih kebijakan, menyebabkan kerugian

    negara hingga ratusan triliun rupiah. Selain korupsi, kejahatan kehutanan yang

    merugikan negara sangat besar adalah ahli fungsi lahan dan pengelolaan hasil hutan tanpa izin, penghindaran atau manipulasi pajak, pembiaran perusahaan beroperasi tanpa izin dan penyerobotan lahan. Kasus

    kejahatan kehutanan kerap melibatkan pengusaha dan pejabat negara dan daerah.

    Dari sekian banyak kasus kejahatan

    kehutanan, aktor yang paling sering

    diproses hukum dan dijerat pasal pidana adalah operator lapangan atau aktor pembantu yang tidak memiliki peran

    penting. Penyelesaian kejahatan di sektor

    kehutanan oleh pelaku korporasi, masih belum dituntaskan ke akar masalahnya. Hal

    ini akibat aktor intelektualnya masih bebas

    berkeliaran, atau luput dari jerat hukum. Semua ini menandakan keterbatasan tenaga penyidik yang berkualitas di

    internal penegak hukum. Hukuman yang

    sangat ringan, juga tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan hutan.

    Selain harus mengubah arah kebijakan, perlu mengimbangi dengan memberikan hukuman setimpal kepada perusak hutan, karena perilaku itu dapat dianggap sebagai perusak roda penggerak ekonomi, penyeimbang sosial serta pendukung

    lingkungan. Hukuman kurungan dan

    denda perusak sumber daya hutan, harus

    diperberat dan jangan diberikan remisi,

    tegasnya. l heru B. ArifiN | PrAmiNto moehAyAt

    MAS AcHMAD SANTOSA menegaskan pentingnya

    tata kelola kehutanan untuk mencegah kejahatan di

    wilayah hutan. Tata kelola kehutanan

    menjadi alasan penting agar kejahatan bidang kehutanan bisa dieliminasi, kata Mas Achmad dalam acara REDD+ baru-

    baru ini. Dia melihat penyebab kejahatan

    kehutanan dikarenakan praktik manajemen penguasaan hutan dengan sistem pemberian hak pengusahaan hutan (HPH)

    maupun hutan tanaman industri (HTI)

    kepada banyak perusahaan. Kebijakan

    itu telah mengakibatkan kerusakan hutan begitu parah. Deforestasi bukan hanya

    terjadi pada kayu yang ditebang di

    kawasan hutan, juga peruntukan lahannya

    untuk sektor perkebunan, ujarnya.

    Menurut Mas Achmad, pemberian

    HPH kepada 304 perusahaan dengan

    penguasaan hutan seluas 26.000.000

    hektar dan HTI bagi 227 perusahaan

    dengan luas lahan 10.300.000 hektar,

    sangat berbanding jauh dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat

    yang dikelola 11.499 Kepala Keluarga

    (KK) seluas 240.000 hektar. Begitu pula

    pemberian izin pengeloaan hutan untuk perkebunan swasta. Ketimpangan

    sangat terasa. Dari luas hutan untuk perkebunan, sebanyak 2.178 perusahaan

    swasta menguasai lahan 16.000.000

    hektar. Sedangkan usaha tani rakyat yang

    dikelola 23.728.000 KK hanya menguasai

    lahan 21.500.000 hektar. Sementara ada

    13.572.000 KK merupakan petani tanpa

    lahan. Tidak hanya ekosistem hutan rusak,

    masyarakat sekitar hutan juga ikut

    termarjinalisasi, kata mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu.

    Selain amburadulnya manajamen

    penguasaan hutan, kebijakan yang

    dikeluarkan di sektor kehutanan, ungkap seringkali tidak konsisten, tumpang tindih dan dipaksakan. Hal ini berpengaruh besar

    terhadap besarnya angka deforestasi.

    Pengelolaan sumber daya hutan yang

    bersifat eksploitatif sebaiknya ditinggalkan

    dan diganti pengelolaan sumber daya

    hutan yang seimbang dan berkelanjutan.

    Manajemen pengelolaan sumber daya

    alam yang dikelola masyarakat, harus

    diberikan lebih besar. Sistem ini mampu memberikan

    kontribusi berarti, yakni membendung

    hilangnya jutaan hektar areal berhutan,

    kemantapan ekonomi dan politik, serta dapat menekan konflik akibat perebutan lahan, jelas laki-laki berkumis dan berkacamata itu.

    mubariQ ahmad | tribunnewS.com

    GreenLife InspirationMaret 2014 17

    Greenlife inspiration | mubariQ

    16GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 17

  • Satu Rezim, Satu Miliar PohonGreenIssue

    Puluhan juta hektar hutan Indonesia dalam kondisi rusak dan kritis. Hal ini dipicu aktivitas manusia yang berorientasi pertumbuhan ekonomi, tanpa mau repot menyeimbangkan antara kebutuhan hidup dan eksistensi ekologi. Melalui Gerakan Menanam Satu Miliar Pohon, Indonesia mengatasi krisis lingkungan sekaligus penurunan emisi.

    Hutan Indonesia yang luas sangat berarti bagi kehidupan masyarakat. Hutan terdiri beragam jenis pohon dan memiliki manfaat sangat besar manusia. Namun kenyataannya, luas hutan terus berkurang sepanjang tahun dan terjadi kerusakan. Gangguan terhadap hutan, sama artinya mengancam kelangsungan seluruh makhluk di muka bumi ini.

    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, menyampaikan komitmen Indonesia mengurangi emisi sebesar 26%-41%. Komitmen itu didasari pada posisi sebagai negara berkembang, Indonesia penyumbang emisi terbesar. Berdasarkan hasil penelitian, deforestasi menyumbang 18% dari emisi GHGs total dunia, dan 75% berasal dari negara berkembang.

    Wahana Lingkungan Hidup mencatat, kini hanya 32 juta hektar hutan berada dalam kondisi baik, dari total 109 juta hektar kawasan hutan Indonesia. Sisanya, 77 juta hektar dalam kondisi kritis, jelas akan mengancam lingkungan dan ketersediaan air. Hal penting yang harus diperhatikan dalam upaya

    pelestarian adalah kepedulian terhadap hutan, mulai dari bagian terkecil, khususnya pohon.

    Penghijauan, kunci keberhasilan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Gerakan Menanam Satu Miliar Pohon adalah program mengatasi krisis lingkungan hidup di bumi. Pemerintah Indonesia meluncurkan program tersebut bertepatan pada acara Peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional pada 8 Desember 2009 di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Program ini merupakan tindak lanjut dari program One Man One Tree 2009.

    Namun, menurut peneliti CIFOR, Herry Purnomo, masalah lingkungan sebenarnya adalah masalah pribadi bukan common problem, karena selalu ada common tragedy. Kalau tanggung jawabnya individual challenge, ditantang setiap individu untuk how green are you? Itu sama dengan isu perubahan iklim, ada emisi per kapita, jelas Herry.

    Herry menambahkan, emisi orang Indonesia sekitar 5 ton CO2 per tahun. Itu sama dengan orang menanam pohon. Jadi ditantang saja, sudah berapa pohon yang ditanam untuk membuat emisi Anda ternetralkan, katanya.

    Penanaman pohon diharapkan mampu mereduksi dampak perubahan iklim, termasuk emisi karbon. Satu pohon dapat menghasilkan 20 juta kandungan oksigen yang dihirup umat manusia. Itulah sebabnya, gerakan penanaman dan pemeliharaan pohon, harus terus digelorakan dan dilakukan secara kontinyu.

    Menurut Kapushumas Kemhut, Sumarto Suharno, gerakan ini merupakan partisipasi yang didorong kesadaran, kemauan dan tanggung jawab kelestarian lingkungan. Program itu juga terus digalakkan untuk memberikan kontribusi nyata dan bentuk kepedulian Indonesia terhadap perbaikan lingkungan global.

    Melalui program ini, Kemhut berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar hutan. Beberapa skema yang ditempuh, dan lokasi penanaman berada di dalam serta di luar kawasan hutan. Untuk di dalam kawasan hutan dilakukan reboisasi, restorasi ekosistem di atas areal hutan produksi, reklamasi hutan bekas tambang, hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, dan hutan tanaman industri. Sedangkan kegiatan di

    luar kawasan hutan, meliputi hutan rakyat, hutan rakyat kemitraan, hutan kota, penghijauan lingkungan, perkebunan, dan lainnya.

    Bila setiap Kepala Keluarga (KK) diberikan izin mengelola rata-rata seluas 15 hektar, dan melibatkan empat orang sebagai tenaga kerja, maka sedikitnya 60.346 KK atau 241.384 tenaga kerja terserap dalam pengelolaan hutan ini. Apabila setiap hektar yang dikelola masyarakat dapat menghasilkan 200 meter kubik kayu dengan harga Rp. 500 ribu per meter kubik, maka setiap hektar lahan dapat menghasilkan 100 juta rupiah atau Rp 1,5 miliar setiap KK.

    Selain program Menaman Satu Miliar Pohon, program One Man One Tree juga masih dapat ditingkatkan. Pada 2009, satu orang menanam

    satu pohon selama kurun waktu satu tahun. Jika itu ditingkatkan menjadi satu orang menanam satu pohon setiap bulan selama kurun waktu satu tahun, maka dalam waktu satu tahun akan tertanam 2,76 miliar pohon, jelas Sumarto.

    Permasalahan yang terjadi di kota adalah polusi yang dihasilkan dari pembakaran, gas buang kendaraan serta gas industri. Pohon dalam hutan yang ada di perkotaan ataupun di lingkungan masyarakat sangat bermanfaat. Hutan seluas satu hektar, yang memiliki 350 pohon dengan rata-rata diameter 36 sentimeter serta umur tegakan 30 tahun, berpotensi menyimpan karbon sebesar 147,84 ton.

    Potensi penyimpanan oksigen terbesar pada pohon, adalah bagian

    batang (73,46%), cabang (16,14%), kulit (6,99 %), daun (3,17 %), dan bunga-buah (0,24%). Dari data tersebut dapat diketahui, kemampuan satu pohon yaitu menyerap 14 kg per tahun.

    Dari hasil penelitian diperoleh nilai debit andalan yang dapat dipergunakan pada musim kemarau sebesar 1,82 liter per detik, yang terjadi pada bulan Agustus dan September. Sedangkan pada musim penghujan, debit yang dapat dimanfaatkan sebesar 29,82 - 67,55 liter per detik. Dengan demikian, 1 hektar hutan dapat memenuhi kebutuhan air bersih hingga 19 orang. Satu pohon dalam hutan berkontribusi sebesar 0,3% air bersih.

    Penghijauan tak hanya bermanfaat meningkatkan kualitas kesehatan dan keindahan. Reboisasi dapat mengurangi risiko terjadinya kebakaran. Api menyala sendiri disebabkan tidak ada media penahan panas bumi. Kalau banyak pepohonan, maka ada media menyerap panas yang dikeluarkan bumi, kata Sumarto.

    Manusia tidak boleh menganggap kecil peran pohon dan merusaknya begitu saja. Masyarakat bumi tidak dapat memungkiri ketergantungannya pada hutan. Begitu banyak manfaat hutan dalam menyokong kehidupan manusia, dan banyak pula cara untuk mempertahankan kelestarian hutan. Keberadaan hutan adalah anugerah bagi manusia, dan menjadi kewajibannya untuk melestarikan hutan yang tersisa saat ini. l AchmAd NAsrudiN | PrAmiNto moehAyAt | sAtrijo sAhArso

    cifor | ricky martin

    18GreenLife Inspiration GreenLife InspirationMaret 2014 Maret 2014 1918GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 19

  • Hutan kita sangat kritis. Deforestasi dan degradasi mengakibatkan banyak persoalan pada negeri ini. Di sisi lain, kita ingin bangkit dari kekayaan hutan kita. Inspirasi apakah yang bisa kita dapatkan dari kenyataan ini?

    Maukah kita mengatakan bahwa hutan itu untuk kesejahteraan masyarakat. Jika iya, mari kita lihat kesejahteraan dalam bentuk apa. Dalam bentuk memberi kegiatan sumber ekonomi langsung, dalam bentuk memberikan HPH, dalam industri kayu. Kedua, untuk menghasilkan jasa ekosistem air. Ini penting. Kita kan selalu membangun PLTA dan irigasi dengan asumsi airnya ada terus. Ada PLTA yang nggak jalan. Sebab tak pernah ada yang investasi. Kita investasi di HPH, HTI, di PLTA dan irigasi, tetapi tidak pernah ada yang mau investasi di hulunya, di hutan. Ini istilahnya jasa ekosistem.

    Bisakah Anda memberikan contoh?

    Yang paling kontekstual itu air. Nanti Anda bisa lihat kasus-kasus yang terkait dengan PLTA Kutopanjang Riau. PLTA-nya di Sungai Kampar, tetapi hulunya di Sumatera Barat. Tiga bulan dalam

    setahun kering. Tidak ada air. Kalau kekeringan parah, bisa delapan jam sehari tak ada listrik. Berapa kerugian ekonomi yang terjadi, jika listrik mati delapan jam sehari. Ini contoh nyata, bagaimana kita seharusnya juga berinvestasi dalam jasa ekositem.

    Sudahkah pemerintah melakukan hal ini?

    Dari segi perencanaan pemerintah, ekologi ini belum dihargai nilai

    ekonominya. Ke mana arah investasi agar

    hutan kita betul-betul bisa menjaga kehidupan manusia tetapi juga memberikan kesejahteraan secara langsung?

    Ada tiga arah investasi yang diperlukan jika menggunakan hutan sebagai sumber kesejahteraan. Pertama, investasi untuk sustainable forest management. Revitalisasi hutan

    produksi, baik hutan poduksi alam maupun hutan produksi tanaman dengan benar. Kedua, memastikan revitalisasi kawasan kritis untuk kesinambungan jasa ekosistem. Citarum itu hulunya di Bandung Selatan. Reboisasinya cukup sulit sekali. Lahan di sana sudah compang-camping. Ketiga, Investasi keanekaragaman hayati

    Menurut Anda apa yang perlu dibenahi?

    Tata guna lahan hutan. Selama ini dari 34 Provinsi baru 7 yang sudah dipetakan. Kalau tata ruangnya tidak jelas, kan repot. Menko Perekonomian lupa bahwa tata guna hutan itu tugasnya. Bagaimana kategori fungsi hutan itu digunakan. Jangan digeser-geser hutan.

    Selanjutnya soal intervensi bidang governance dan intervensi bidang management yang diperlukan. Ada penataan hak-hak atas lahan hutan. Diperjelas kepemilikannya. Harus jelas siapa yang punya. Ini terkait dengan penataan batas. Hutan itu harus jelas batasnya. Mana batas hutan, mana batas pertanian. Hanya 11,7% batas hutan yang jelas. Dengan ketidakjelasan batas hutan, akan ada banyak manfaat justru diperoleh oleh individu, bukan negara. Yang terakhir menata regulasi dan perizinan.

    Apakah itu merupakan syarat hutan Indonesia tetap lestari?

    Ya. Syarat hutan lestari itu ada tiga hal. Pertama, kita perlu melakukan tata guna kehutanan. Kedua, tata batas kehutanan. Ketiga,

    Kita Perlu Investasi Jasa EkosistemBencana alam, banjir bandang, kekeringan, global warming adalah dampak dari kerusakan tata kelola hutan. Sebagai paru-paru dunia, sebagai penyimpan cadangan air, hutan justru ditebang, diperkosa setiap saat. Pengamat kehutanan dan lingkungan Mubariq Ahmad memberikan pandangan inspiratif mengenai bagaimana kita bangkit dari kekayaan hutan dengan tetap menciptakan tata kelola hutan nasional dengan baik. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan GreenLife Inspiration Heru B. Arifin, beberapa waktu lalu.

    tata hak kehutanan. Yang kedua dan tiga itu tak pernah dikerjakan oleh pemerintah. Hutan kita hancur karena pemerintah mengabaikan nomor dua dan nomor tiga. Makanya, idealnya konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) mengarah ke tiga hal tersebut. Tapi Menteri Kehutanan sepertinya masih gamang dengan penataan hak.

    Artinya konsep KPH ini bisa diterapkan?

    Kalau KPH ini bisa efektif di lapangan dan didukung oleh kebijakan yang lebih baik, saya kira KPH bisa menjaga kelestarian dan kesejahteraan. KPH mampu melaksanakan hak-haknya, batas-batasnya dan kegunaannya.

    Jika mampu melaksanakan manajemen hutan secara lestari, berapa persen potensi untuk mendapatkan kontribusi di sektor kehutanan dalam APBN?

    Kalau kita mau menata hutan dengan benar, saat ini sudah dimulai dengan menghentikan izin-izin baru melalui moratorium. Setelah dua tahun, sejak Mei 2011, moratorium itu diperpanjang selama dua tahun lagi, karena ada dua masalah serius.

    Pertama, kita belum punya one map programme tentang hutan. Kedua, kita belum selesai memperbaiki sistem perizinan pemanfaatan lahan. Saat ini Kehutanan punya sendiri, Pertanian punya sendiri, dan Pertambangan juga punya sendiri. Masih ada BPN, dan PU dengan alokasi tata ruangnya. Ada lima kementerian. Masing-masing memberi izin sendiri-sendiri. Ini berjenjang ke bawah, pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Jadi de facto,

    GreenIssue

    ada 15 lembaga yang memberi izin di lapangan, dan semuanya memberikan peta yang berbeda. Makanya konflik konsesi ini luar biasa. Ada konflik perizinan dan konflik antarkepemilikan.

    Itu yang belum selesai. Makanya, ketika REDD+ datang, sejatinya tidak semata-mata perdagangan karbon. REDD+ itu justru merencanakan tata kelola hutan yang baik. Masalah karbon belakangan. Jika tata kelola hutan sudah baik, barulah karbon disertakan.

    Pemerintahan segera berganti, apa bekal yang bisa dibawa oleh pemerintahan berikutnya?

    Sebenarnya masalah kehutanan ini bisa diselesaikan oleh pemerintahan baru dengan cara mengikuti konsep REDD+. Itu sudah baik dan sangat signifikan dampaknya. Dukung saja strategi dan implementasi REDD+. Yang paling pokok adalah forest and land use governance. Kita harus tahu batas hutan bagaimana, dan siapa yang punya.

    Melihat perannya, apakah REDD+ tidak tumpang tindih atau mengambil kewenangan kementerian?

    Itu pameo yang dibesar-besarkan. REDD+ itu berperan secara koordinatif tematis untuk memastikan apakah setiap kementerian melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Ada 11 kementerian terkait secara langsung dengan lahan yang harus dikoordinasikan. Koordinasi tematis spesifik pada kewenangan kementerian yang terkait dengan kepentingan REDD+. l

    dok. PribadiMuBARiq AHMAd

    20GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 21

  • GreenInspiration

    HutanTumpuan Perekonomian Finlandia

    Republik Finlandia cukup dikenal dengan pengelolaan hutan yang sangat baik. Negara seluas 338.144 kilometer persegi ini memiliki hutan 38% wilayahnya, atau seluas 12.849.472 hektar. Roda perekonomian negeri berpenduduk 5.448.025 jiwa ini juga bertumpu dari hasil hutan sejak zaman nenek moyang mereka. Begitu pentingnya peranan hutan dalam kehidupan sehari-hari rakyat Finlandia.

    perusahaan swasta dan 25% lagi dimiliki oleh pemerintah. Dapat dikatakan, hutan rakyat di Finlandia diperlakukan sama halnya dengan sawah di Indonesia. Tidak heran, bila pengelolaan hutan di Finlandia sudah mengenal sistem berkelanjutan, karena setiap kepala keluarga di sana bertanggung jawab meneruskan lahan kepemilikan hutan kepada anak cucu mereka.

    Kepedulian negara, dengan 187.888 danau dan 179.584 pulau, ini terhadap hutan tidak berhenti sampai di tingkat keluarga. Sejak pertengahan 1990-an, sejumlah politisi, pegawai sipil, pengusaha, aktivis lingkungan dan jurnalis berkumpul membentuk Forest Academy. Latar belakang terbentuknya forum yang didirikan The Finnish Forest Association ini untuk memberanikan seseorang memegang posisi penting dalam isu-isu kehutanan. Mereka juga menyediakan kesempatan bagi pemilik hutan dan industri untuk mendiskusikan isu-isu hutan di tingkat nasional maupun internasional.

    Selain Forest Academy, pemilik lahan hutan di kawasan urban juga membentuk asosiasi manajemen hutan. Asosiasi ini bertujuan melindungi properti hutan mereka. Pemilik hutan lokal sangat paham, bagaimana mengelola hutan mereka agar menguntungkan secara ekonomi serta berkelanjutan di masa depan.

    Sangat sedikit pemilik atau pengusaha hutan di Finlandia melanggar, sejak diberlakukannya Undang-undang Kehutanan Negara tahun 1996. Tahun berikutnya, tercatat hanya 4% yang tidak mematuhinya, dan tidak ada satu pun pelanggaran yang mengakibatkan sangsi dan penahanan.

    Asosiasi pemilik atau pengusaha

    hutan berpartisipasi aktif dalam penegakan hukum yang telah didesentralisasikan. Jika ditemukan adanya kejanggalan pengelolaan hutan, pejabat kehutanan akan melakukan negosiasi dengan pengusaha hutan, menggunakan pendekatan secara konsensus. Sangsi, baru dijatuhkan jika gagal untuk berkerjasama.

    Penegakan hukum secara tradisional, dikombinasikan dengan pengawasan lapangan terhadap 35% lahan hutannya. Penyuluhan kehutanan secara menyeluruh, serta pelatihan dan insentif ekonomi diberikan kepada pemilik atau pengusaha hutan yang mematuhi peraturan. Bagi kegiatan pengelolaan hutan diberikan insentif, berikut pinjaman dengan bunga rendah,

    subsidi, dan potongan pajak. Pajak hasil hutan disalurkan untuk sebagian besar insentif tersebut.

    Kendati begitu, masih ada masalah lainnya yang cukup krusial. Generasi masyarakat Finlandia berikutnya

    perlahan meninggalkan hutan sebagai sumber penghidupan. Kekhawatiran ini diharapkan dapat diatasi melalui asosiasi, agar generasi masa kini tetap mempedulikan hutan milik mereka.

    Sejak 2011, Finlandia berhasil mengupayakan 23% sumber energi yang dikonsumsi berasal dari potensi hutan. Mungkin tidak banyak orang yang akrab dengan istilah hutan energi dan apa saja yang dapat dihasilkan dari hutan sebagai sumber energi. Proses menghasilkan energi ramah lingkungan ini sudah menjadi ciri khas Finlandia. Bahkan selama Perang Dunia II, sekitar 43.000 kendaraan bermotor, di negara beribukota Helsinki ini, digerakkan dari hasil pembakaran kayu.

    Tidak hanya negara-negara

    KAi sAueR

    Greenlife inspiration | tubaGuS ramadhan

    flickr.com | timo hannukkala

    Maret 2014

    23

    Pengelolaan hutan di Finlandia sebagian besar diserahkan kepada rakyat. Sebanyak 62% hutan dimiliki oleh kepala keluarga, 9%

    Hutan adalah aset terbesar negeri

    kami. Sudah sejak zaman nenek moyang kami, pemanfaatan

    hutan berkelanjutan

    telah dilakukan.

    22GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 23

  • di daerah ekuator yang kaya dengan hasil hutan, Finlandia pun mengandalkan hasil hutan sebagai landasan perekonomian mereka sejak abad 17. Finlandia menjadi salah satu negara pengekspor kayu dan penghasil kertas terbesar di dunia. Hampir sepertiga ekspor Finlandia berasal dari hasil hutan. Volume tegakan kayunya tak henti meningkat, walaupun pertumbuhan kayu sangat perlahan, serta terjadi penebangan secara besar-besaran.

    Tidak berhenti sampai pencapaian tersebut, Finlandia juga memanfaatkan limbah sisa hasil pengolahan kayu menjadi sumber energi terbarukan. Sisa-

    kemudian dipadatkan kecil-kecil dan digunakan untuk bahan bakar pengganti kayu bakar. Hasil hutan energi lainnya adalah black liquor. Limbah minyak industri, sisa pengolahan dari industri kayu dan kertas, ini biasa digunakan di Finlandia sebagai bahan bakar nabati pada industri tersebut. Pada prinsipnya, hutan energi memanfaatkan kayu 100% tanpa

    sisa kayu hasil pengolahan pabrik dimanfaatkan menjadi bahan bakar ramah lingkungan. Hutan energi tidak memproses kayu langsung menjadi bahan bakar alternatif, melainkan memanfaatkan sisa-sisa atau limbah kayu industri untuk bahan bakar.

    Salah satu hasil hutan energi adalah wood pellet, berasal dari serbuk sisa pengolahan kayu untuk kertas. Serbuk-serbuk kayu tersebut

    ada sisa yang terbuang atau tidak termanfaatkan.

    Negeri kelahiran Angry Bird ini juga memanfaatkan stump. Sisa tebangan pohon, dengan akar yang masih tersimpan di dalam tanah, tersebut biasanya diolah kembali untuk bahan bakar. Pohon yang sudah ditebang, ditanam kembali oleh perusahaan pengelola hutan atau masyarakat. Hasil survei Columbia University atau Yale University pada 2005, Indeks Ketahanan Lingkungan Finlandia menduduki urutan pertama dari 146 negara.

    Hutan adalah aset terbesar negeri kami. Sudah sejak zaman nenek moyang kami, pemanfaatan hutan berkelanjutan telah dilakukan, kata Kai Sauer. Duta Besar Finlandia untuk Indonesia itu menambahkan, pemanfaatan potensi hutan sebagai sumber energi sudah berlaku di Finlandia, jauh sebelum Eropa menerapkan kebijakan energi terbarukan. Pada tahun 2020, Eropa mencanangkan agar mengurangi 20% pemakaian bahan bakar fosil,

    flickr.com |

    flickr.com |

    GreenInspiration dan menggunakan 20% energi dari sumber daya terbarukan.

    Negara yang memiliki 35 taman nasional ini memberlakukan target 38% penggunaan energi berasal dari sumber daya terbarukan. Target ini bukan hal yang mustahil, karena mendapat dukungan dari kalangan akademisi, pemerintah dan masyarakat. Berbagai riset pengembangan hutan sebagai sumber energi terus dilakukan di negeri tersebut.

    Masalah energi dan hutan sudah menjadi isu politik di Finlandia. Pemerintah setempat bersama masyarakat sudah memiliki komitmen untuk menjaga aset hutan mereka dan memanfaatkan hutan sebagai tumpuan perekonomian dan sumber energi berkesinambungan. Kini pemerintah Finlandia tengah mengupayakan teknologi yang lebih terjangkau, agar lebih banyak warga

    Finlandia yang berpartisipasi dalam pembangunan hutan berkelanjutan.

    Tentu butuh teknologi dengan biaya tinggi untuk mengolah energi yang ramah lingkungan. Namun tidak menjadikan pemerintah Finlandia mundur. Salah satu upaya adalah mengundang banyak investasi di bidang teknologi hutan energi. Tantangan lainnya yang mungkin terjadi adalah naiknya harga kayu, karena permintaan kayu yang semakin tinggi.

    Dampak sosial dari pemanfaatan hasil hutan sebagai energi alternatif juga terasa bagi masyarakat lokal. Industri kayu dan kertas, yang mengolah limbah kayunya menjadi bahan baku energi, tentunya memberi jenis lapangan pekerjaan baru yang berwawasan lingkungan. Penyerapan tenaga kerja di bidang lingkungan dikenal dengan istilah green collar job. Hutan adalah aset yang harus dijaga.

    Kini kami dapat menumbuhkan pohon lebih banyak dibanding sebelumnya, Kai Sauer menjelaskan lebih lanjut.

    Memang membutuhkan waktu lebih dari 80 tahun untuk menanam pohon. Ini tidak menjadi kekhawatiran apabila pengelolaan hutan sudah berkelanjutan, Kai Sauer menegaskan. Telah menjadi kebijakan tersendiri di Finlandia bahwa seseorang atau keluarga yang memiliki lahan hutan, dan ingin menebang hutan tersebut, harus berkonsultasi dengan ahli lingkungan untuk pengelolaan hutan berkelanjutan.

    Menurut Kai Sauer, butuh komitmen yang kuat dari segala aspek masyarakat, terutama pemerintah, untuk menjadikan masalah kehutanan sebagai isu utama pembangunan. Bila perlu, masalah kehutanan masuk dalam agenda politik pemerintahan, ungkapnya. l rAisA AurorA

    Maret 2014 GreenLife Inspiration2524GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 25

  • Gerakan Menabung PohonMengentaskan Kemiskinan

    Pada awalnya, Gerakan Menabung Pohon dianggap sama saja dengan kegiatan menanam pohon lainnya yang sedang marak. Salah satu program unggulan dan inovatif Pertamina Foundation ini merupakan solusi ideal mengentaskan kemiskinan, meningkatkan ekonomi, serta kesejahteraan hidup masyarakat. Konservasi merupakan manfaat berikutnya serta bukti konkret upaya penyelamatan lingkungan.

    Menurut Wakil Direktur Eksekutif Pertamina Foundation, Wahyudin Akbar, kelestarian tanah yang subur dan pepohonan menghampar hijau di Bumi Indonesia, sejatinya adalah warisan dari ketekunan nenek moyang kita merawatnya. Pusaka itu telah menopang keberadaan manusia Nusantara sepanjang ribuan tahun. Namun sayangnya kearifan

    Sejak pemerintah mencanangkan Gerakan 1 Miliar Pohon pada 28 November 2010 lalu, masyarakat seakan berlomba ikut menanam pohon. Perusahaan nasional dan multinasional juga tak mau ketinggalan mendukung upaya penyelamatan lingkungan tersebut. Tak ketinggalan, dari anak-anak sekolah dasar hingga mahasiswa, juga terlibat kegiatan pelestarian alam itu.

    GreenSolution nusantara ini sudah banyak dilupakan ketika kita memanfaatkan alam negeri kita sekitar 40 tahun terakhir untuk pembangunan bangsa. Yang terjadi malah kita terperosok dalam bencana kehidupan manusia, yaitu kemiskinan dan kerusakan alam yang berkepanjangan.

    Bencana di Bumi Nusantara ini tentunya akan menjadi bencana dunia, karena Nusantara adalah paru-paru dunia. Perlu segara pemulihan Bumi Pertiwi untuk menjadikan kembali Indonesia sebagai paru-paru dunia yang sejahtera, ungkap Wahyudin Akbar.

    Atas kesadaran sekaligus orientasi pelestarian lingkungan hidup itu, Gerakan Sobat Bumi lahir kembali pada tahun 2011 dalam wujud Gerakan Menabung Pohon. Program tersebut bertujuan memulihkan Indonesia dari bencana kemanusian dengan aksi cepat tanggap pilihan menabung pohon sekaligus merupakan aksi jangka panjang untuk membangun Generasi Sobat Bumi.

    Ibarat earth hour adalah salah satu solusi khas Barat dikenal dengan Global Warming, yang boros energi. Maka menabung pohon bisa dianggap solusi paling ideal untuk Bumi Nusantara atau Sobat Bumi, di mana tongkat dan batu bisa jadi tanaman seperti sebaris lirik lagu Kolam Susu

    yang dipopulerkan grup musik Koes Plus.

    Kearifan Nusantara Menabung Pohon ini adalah aksi kewirausahaan menanam dan merawat pohon serta mengambil manfaat ekonomi memanen supaya berkelanjutan dan berkembang.

    Melalui program Gerakan Menabung Pohon (GMP), mengubah pendekatan agar masyarakat ingin dan mau menanam pohon. Program yang telah dilaksanakan sejak tiga tahun itu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan petani untuk dilibatkan penyiapan pembibitan serta penanaman. Pemanenan dilakukan setelah pohon berusia lima tahun, agar memberikan hasil maksimal.

    Lokasi yang menjadi prioritas penanaman pohon adalah setiap wilayah yang memiliki lahan kritis atau paling gundul, serta lahan kosong tak berpohon. Kawasan tersebut dianggap memiliki potensi bencana alam paling tinggi. Sejak 2011, Pertamina Foundation selaku pelopor dan mengideologikan Gerakan Sobat Bumi telah aktif mengajak masyarakat untuk melakukan aksi menabung pohon secara swadaya gotong-royong tersistem untuk mengkonversi lahan-lahan yang kurang produktif menjadi kebun pohon past growing productive

    seperti sengon, jabon dan gamelina yang juga bisa berfungsi seperti tabungan masyarakat.

    Pemahaman bahwa lahan yang dijadikan kebun sengon, jabon, gamelina dan lain-lain, mempunyai potensi hasil yang besar ini sudah dipahami oleh masyarakat. Dibantu oleh propaganda hanya investasi 50-100 juta pada 1 hektar lahan, berpotensi menuai Rp 1 miliar dalam lima tahun, bisa menambah motivasi masyarakat untuk menabung pohon. Untuk mewujudkan itu, Pertamina Foundation fokus pada mengaktifkan gotong royong sebagai warisan leluhur yang sejak dulu dipercaya sebagai solusi sesuatu masalah dengan biaya minim.

    Nilai gotong royong ini dijabarkan dan dilaksanakan oleh para relawan GMP dengan aksi belajar, berbagi dan bergerak bersama. Sehingga sumber daya lokal bisa termobilisasi secara swadaya dengan biaya minim namun bernilai tinggi, Wahyudin menjelaskan.

    Lebih lanjut, alumni Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung itu menjelaskan, Pertamina Foundation ditunjuk oleh PT Pertamina (Persero) untuk mewujudkan Pertamina 100 Juta Pohon. Sejak itu pula, Pertamina Foundation melakukan pelatihan, bagaimana menyertakan program

    Maret 2014 27

    dok Pertamina foundation

    26GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 27

  • waktu itu rata-rata Rp 10.000 per pohon. Dukungan dana apresiasinya disepakati Rp 2.500 per pohon.

    Dengan demikian terjadi perubahan dari pola membiayai yang besarnya sekitar Rp 50.000 Rp 100.000 per pohon, menjadi mengapresiasi sebesar Rp 2.500 (0,25 dolar AS) per pohon saja. Apresiasi ini diberikan kepada para pihak yang telah melakukan manajemen gerakan, relawan, dan verifikator.

    Ketiga elemen tersebut bergerak seperti konsep trias politica dan berbagi kepada publik agar menjadi inspirasi, sekaligus publikasi dan kontrol, ujar laki-laki yang berkarier di Pertamina sejak 1994 itu.

    Manfaat Ekonomi Lebih dari 135 juta Rakyat

    Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. GMP hadir sebagai solusi pengentasan kemiskinan paling efektif. Selain sekaligus menghijaukan lingkungan serta melestarikan lam, program ini berguna meningkatkan ekonomi masyarakat.

    Manfaat ekonomi tersebut bisa dicapai dengan adanya bagi hasil antara relawan, pemilik lahan dan petani. Pemanenan dilakukan setelah pohon berusia lima tahun, agar memberikan hasil maksimal. Jika dalam lima tahun bisa memanen 100 juta pohon sengon, akan menuai hasil tak kurang dari 50 triliun rupiah.

    Harga kayu dari sebatang pohon sengon siap panen, sekitar 500 ribu rupiah per kubik. Bahkan bisa mencapai satu juta rupiah untuk sebatang pohon sengon berusia lima tahun, berdiameter 50 cm, dengan volume satu kubik. Ranting dan daunnya juga masih bisa bermanfaat untuk kayu bakar dan pakan ternak. Untuk menjaga kelestarian tanaman dan kesinambungan program menabung pohon, akan dilakukan penanaman kembali seusai dipanen.

    Jika setiap anak sudah belajar menabung dengan menanam pohon, lima tahun kemudian dia sudah dapat memanen untuk membiayai sekolahnya sendiri. Membiayai kuliah hingga membeli rumah bisa dilakukan

    dari hasil menabung pohon. Jika sudah tua baru mulai menanamnya, hasil menabung pohon itu nantinya akan dinikmati anak-cucunya. Karena itu menabung pohon sebaiknya sudah dilakukan sejak usia dini, karena merupakan asuransi terbaik.

    Manfaat Sosial dan Ekologi Melalui GMP ini bisa dilakukan

    pendekatkan dan pemberdayaan masyarakat dalam membangun kepedulian bersama. Kehidupan sejahtera juga akan terwujud dengan terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat dan petani yang terlibat penyiapan pembibitan serta penanaman.

    Penanaman pohon produktif seperti jabon, sengon, trembesi, bakau, mahoni, jati, kenanga, nangka, dan matoa, sangat proindustri kayu. Berikutnya akan melahirkan wirausahawan baru yang berwawasan lingkungan, yaitu relawan yang melaksanakan kegiatan serta berperan mewakili Pertamina Foundation untuk menggerakkan masyarakat ikut dalam program ini.

    Memproduksi oksigen, menahan karbon atau menyerap CO2, menurunkan suhu, menahan erosi, menangkap cadangan air, adalah sederet manfaat ekologi program ini.

    Selain itu juga akan mengembalikan unsur hara tanah, menumbuhkan flora dan fauna, dan menjadi sumber energi terbarukan.

    Dengan menanam 100 juta pohon, dari tahun 2011 hingga 2015, akan menyerap 311 juta ton karbondioksida (CO2) per tahun. Memberi oksigen dan menyimpan karbon bagi dunia merupakan intervensi kecil, namun bisa berdampak dahsyat terhadap penyelamatan lingkungan. Hutan kembali hijau seperti dulu, juga kembali berfungsi menstabilkan iklim, sehingga tidak ada lagi perubahan iklim. Di situlah peran Indonesia yang terbaik di kancah dunia.

    Pelaksanaan menanam bibit pohon dilakukan oleh setiap orang yang tergabung sebagai Relawan Gerakan Menabung Pohon Pertamina Foundation. Siapa saja memiliki

    kesempatan terbuka dan luas untuk menjadi relawan. Sistem menabung pohon diterapkan sebagai panduan bagi para relawan untuk pelaksanaan di lahan mereka.

    Dalam sistem ini, relawan wajib melaksanakan tahapan mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, produksi dan pengembangan, serta pemanenan dan bagi hasil. Pertamina Foundation akan memberikan dukungan dana khusus untuk tahap penanaman.

    Peran relawan mewakili Pertamina Foundation, bertindak sebagai organisator komunitas sekaligus wirausaha sosial, untuk menggerakkan masyarakat ikut dalam Gerakan Menabung Pohon. Tentu saja mengikuti standar operasional prosedurnya.

    Para relawan ini adalah individu-individu yang secara sukarela menjadi pegiat menabung pohon dengan mencari lahan untuk digarap. Tidak ada pesyaratan khusus, yang penting punya kemampuan menjadi relawan. Seorang petani pun juga bisa menjadi relawan.

    Relawan melakukan sosialisasi

    Pertamina 100 Juta Pohon ke dalam gerakan swadaya akar rumput bergotong royong, dan merealisasikan menabung pohon bersama masyarakat dengan biaya minim, namun bernilai tinggi tersebut.

    Ide penyertaanya sederhana, yaitu program Pertamina 100 Juta Pohon cukup mengganti biaya penanaman dalam bentuk bantuan apresiasi. "Kontra prestasinya, relawan memberikan hak exclusive branding manfaat sosial lingkungan dari aksi menabung pohon itu menjadi milik program Pertamina 100 Juta Pohon," pria yang juga menjabat Sekretaris Pertamina Foundation ini mengungkapkan.

    Dari kegiatan di lapangan yang dilakukan Pertamina Foundation bersama para relawan, disepakati biaya gerakan yang pantas adalah 1 dolar Amerika Serikat (AS) untuk empat pohon, atau dengan kurs

    GreenSolution

    Bencana di bumi Nusantara ini tentunya akan

    menjadi bencana dunia, karena

    Nusantara adalah paru-paru dunia.

    28GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 29

  • ke pemilik lahan dan petani guna mendapatkan dukungan, baik berupa tenaga maupun peminjaman lahan. Dari tahap ini akan diperoleh daftar nama pemiliki lahan yang bersedia untuk bersama-sama menjalankan program menabung pohon di wilayah tertentu. Relawan memastikan bahwa tanah yang digarap bisa dimanfaatkan selama 5 tahun, dan harus mengumpulkan surat tanah, serta kelengkapan legalitas dan administrasi lainnya.

    Kepala desa, petani, dan pemangku kepentingan setempat lainnya, kemudian dikumpulkan untuk proses pengorganisasian. Relawan itu juga yang menyiapkan bibit tanaman untuk ditabung bekerjasama dengan petani. Penanaman bibit, perawatan, sampai panen merupakan bagian dari kontrak. Sampai akhir November 2013, telah tertanam lebih dari 64 juta bibit pohon.

    Berinvestasi dengan tanaman

    produktif di hutan ini tidak seperti menanam padi atau sawit, di mana perawatannya harus intensif setiap harinya. Cukup memastikan agar tunas pohon tersebut tidak kalah oleh alang-alang, dengan mencabutnya

    dari sekitar tanaman, selama beberapa bulan dalam setahun.

    Setelah itu pohon akan tumbuh dengan sendirinya. Jadi, tak terlalu sulit merawat bibit pohon sampai siap panen lima tahun kemudian. Bahkan selama menunggu panen, lahan yang digunakan masih bisa menghasilkan tanaman lain, seperti kacang tanah atau tanaman produktif lainnya.

    Pada saat panen tiba nanti akan dilakukan bagi hasil, mulai dari relawan, pemilik lahan, petani dan pemangku kepentingan setempat. Semua pihak yang terlibat dalam menabung pohon akan mendapatkan hasil, dan petani akan memperoleh bagian terbesar.

    Persentase pembagiannya sebagai berikut; petani dan pemilik tanah memperoleh 70%, dan kepala desa memperoleh 5% untuk mengembangkan desanya. Relawan sendiri memperoleh 20%, sedangkan pihak-pihak yang ditunjuk Pertamina Foundation memperoleh 5%. Jika semua orang berinvestasi dengan menabung pohon, dan sudah menjadi gerakan, seharusnya tidak ada lagi

    GreenSolution

    nILAI & TAHAP TABunGAn PoHon

    PADA 15 Desember 2012 Pertamina Foundation mengadakan Jambore

    Gerakan Menabung Pohon (GMP) pertama di Kamojang. Kegiatan tersebut

    didukung oleh masyarakat yang telah beraksi menanam sekitar 140 juta

    pohon, dan dimotori oleh sekitar 300 orang penggerak. Mereka berikrar

    melanjutkan Gerakan Menabung Pohon dengan target menabung satu

    miliar pohon sampai tahun 2016. Tahapannya sebagai berikut :

    A. 2011-2012 : 140 juta pohon

    B. 2013 : 250 juta pohon (akumulasi)

    c. 2014 : 500 juta pohon (akumulasi)

    D. 2015 : 750 juta pohon (akumulasi)

    E. 2016 : 1 miliar pohon (akumulasi)

    Penggerak program ini disebut Relawan GMP. Meskipun menggunakan

    sebutan relawan menabung pohon, namun hasilnya minimal 80% untuk

    tabungan masyarakat. l

    SATu MILIAR PoHon unTuK InDoneSIA

    petani yang melakukan penanaman pohon, dan foto keadaan pohon yang ditanam (lihat boks: Nilai & Tahap Tabungan Pohon). Melalui sistem ini, realisasi menabung pohon dapat dipantau dengan mudah secara faktual dan aktual. l Bis

    diterapkan sebuah sistem database berupa situs www.twitgreen.com.

    Melalui jejaring sosial itu, realisasinya dapat dipantau dari mana saja. Situs ini akan menjelaskan berbagai data terperinci mengenai lokasi penanaman, status pohon,

    masalah ekonomi, ekologi, dan sosial di Indonesia.

    Untuk mengontrol dan mendukung transparansi pertanggungjawaban kepada publik, serta memberi inspirasi secara cepat dan terbuka kepada masyarakat luas,

    No Aksi dan database Menabung Pohon status Nilai (us$/pohon)

    1 Pemetaan Sosial 0-draft 0,1

    2Sosialisasi, komitmen Petani dan kades (form a), Pendataan lot (lahan, petani, desa, dll)

    1-offering 0,2

    3 Marketing Lot dan penunjukan Verifikator 2-Plan 0,3

    4Pengadaan material tanam (bibit, pupuk, dll), Supervisi Verifikator, Persiapan lahan dan tenaga

    3-ready to Plant 1,0

    5 Penanaman 4-Planting 0,2

    6Pendataan ulang lot dan cek penanaman oleh relawan, Petani, kades serta penyusunan baP lot

    5-Planted 0,2

    7Pencacahan, Verifikasi Lot dan Penyusunan Perjanjian Menabung Pohon serta penyulaman

    6-Verified 0,4

    8 PMO (Project Management Officer) Menabung Pohon 7-Saving trees 0,1

    9 Pencacahan/Pemotoan dan pemeliharaan intensif 8-Growing

    10Pemeliharaan tahunan, pengembangan komunitas desa sobat bumi, produksi dan investment

    9-Production

    11 Penjarangan/Panen, tanam ulang dan petani menjadi ecopreneur 10-Sustain

    12 Penjualan hasil panen, bagi hasil dan donasi lot baru 11-Growth

    30GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 31

  • Maret 2014Maret 201432

    REDD+Harapan BaruTata Kelola HutanMasyarakat internasional resah. Gas rumah kaca mengancam keberlanjutan umat manusia. Berbagai upaya sudah dilakukan. Salah satunya melalui alih teknologi yang lebih ramah lingkungan dan ekonomi rendah karbon. Meski agak tertatih-tatih, Indonesia akhirnya membentuk REDD+.

    Awalnya sebuah laporan sederhana tetapi mengejutkan dunia. Namanya The Stern Review. Laporan ini diluncurkan untuk mengingatkan masyarakat internasional terhadap bahaya gas rumah kaca yang mendorong terjadinya perubahan iklim. Jika negara-negara maju abai terhadap emisi gas rumah kaca, dan negara-negara berkembang tak melakukan adaptasi, secara ekonomi kerugian akibat perubahan iklim ditaksir

    14% dari produk domestik bruto global pada pertengahan abad 21 ini.

    Sebaliknya jika upaya pencegahan dilakukan, maka dunia hanya memerlukan biaya hingga 5% dari produk domestik bruto global. Stern merekomendasikan setiap negara mulai melakukan investasi guna mengurangi dampak perubahan iklim yang bakal menenggelamkan kehidupan manusia. Bagaimana Indonesia menyikapinya? Indonesia harus

    mulai berinvestasi ke sektor hulu, memperbaiki hutan dari deforestasi dan degradasi, kata pengamat kehutanan dan perubahan iklim, Mubariq Ahmad.

    Suhu permukaan bumi dalam beberapa tahun saja meningkat tajam. Jika pemanasan global ini makin tinggi bukan mustahil banyak negara yang tenggelam karena permukaan air laut akan naik drastis. Tak cuma itu, jika gas rumah kaca juga tak diantisipasi, perubahan iklim bisa meruntuhkan

    harapan produksi pangan dunia. Akibatnya, dunia bisa terancam kekurangan pangan. Gaya hidup tak ramah lingkungan ternyata menjadi penyebab utama lahirnya emisi gas rumah kaca.

    Gas rumah kaca sebenarnya efek samping dari produksi barang dan jasa. Semua upaya produksi itu memang dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan umat manusia. Secara nyata, gas rumah kaca memang terjadi akibat

    kesalahan negara-negara maju.Mereka kini sudah sadar dan

    mulai menyesali perbuatannya. Sebagai negara berkembang, kita tak ingin mengulangi kesalahan mereka. Kita mulai dengan menata kembali hutan kita sebagai paru-paru dunia, tutur Ketua Badan Pengelola REDD+, Heru Prasetyo.

    Perubahan iklim merupakan bukti kegagalan ekonomi pasar. Kini dunia menyadarinya dan membentuk United Nation Framework and Convention

    on Climate Change (UNFCCC). Konvensi Kerangka Kerja PBB ini mendasari lahirnya Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992 untuk dua poin utama yakni, menstabilkan gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat perubahan iklim, akibat kegiatan manusia. Selanjutnya memberi jalan bagi kegiatan adaptasi ekosistem pada perubahan iklim tanpa mengganggu produksi pangan dan bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Pada

    Greenlife inspiration | Praminto moehayat

    GreenMission

    32GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 33

  • GreenMission1997, lahirlah Protokol Kyoto yang intinya mewajibkan negara maju mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 5 persen dan mengizinkan perdagangan karbon secara global melalui skema clean development mechanism (CDM).

    Sederhananya ada sertifikasi karbon, dan negara bisa menjual kredit karbon ini ke negara maju. Selanjutnya, negara berkembang mendapatkan kompensasi dalam bentuk dana pembangunan bersih. Skema ini bisa juga dilakukan dengan cara melakukan penghutanan kembali. Skema ini tak serta merta berjalan mulus. China dan India memanfaatkannya untuk kehutanan dan Indonesia tidak.

    Tak sedikit tantangan untuk menuju kehidupan bumi yang lebih baik. Pertemuan Conference of Parties di Copenhagen (Copenhagen Record) ingin mencatat target penurunan gas rumah kaca negara maju dan aksi mitigasi negara berkembang hingga 2020. Disusul pertemuan di Meksiko di penghujung 2010 untuk memperkuat Protokol Kyoto. Kisah ini ingin membentuk Green Climate Fund, dengan menghimpun modal US$ 30 miliar pada 2012, dan mobilisasi dana per tahun US$ 100 miliar pada 2020.

    Dana inilah yang digunakan untuk mendukung berbagai investasi, baik mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim, transfer teknologi dan reducing emissions from deforestrasion and degradation (REDD Plus atau RDD+). Program institusi ini merupakan upaya penurunan emisi dari pengurangan penebangan (deforestasi) dan kerusakan hutan serta kompensasi untuk manfaat

    tambahan keanekaragaman hayati.Mekanisme lain dalam

    Copenhagen Accord adalah MRV (measuring, reporting and verification of emission reduction). Kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca yang menuntut kompensasi di luar negara bersangkutan.

    Kesepakatan stabilisasi gas rumah kaca hingga 450 ppm CO2e memiliki implikasi lahirnya ekonomi rendah karbon. Demi penurunan emisi, negara maju diizinkan membeli kredit karbon. Negara berkembang selain mendapatkan hibah, juga transfer teknologi ramah lingkungan yang berorentasi pernurunan kadar karbon dan emisi gas rumah kaca. Banyak kecurigaan bahwa negara maju tak akan berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca, dengan terus melakukan konsumsi tak ramah lingkungan. Namun,

    Indonesia menyambut upaya dunia ini dengan semangat progresif. Melalui komitmen penurunan 26 persen emisi pada 2020, yang dituangkan pada road map RPJM 2010-2014, dalam prioritas kerja pemerintah dalam Inpres I Tahun 2010.

    Sebenarnya pemerintah sudah melakukan berbagai cara menekan laju kerusakan hutan, mulai dari isu legalitas, illegal logging, climate change, hingga dana kompensasi. Namun menurut Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Herry Purnomo, usaha itu belum membawa hasil yang berarti. Kita belum mengubah dari segi politik, kecuali ada partai yang kuat membawa isu lingkungan. Itu yang di Indonesia tidak pernah ada, kata Herry.

    Mempunyai partai hijau, lanjut Herry, sebenarnya tidak strategis, lebih baik bagaimana

    menghijaukan partai yang ada. Tapi sampai sekarang belum ada satupun partai yang memperjuangkan visi hijau ini, ujarnya.

    Mengapa REDD+Melalui Unit Kerja Presiden

    Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto, Indonesia membentuk Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+. Kuntoro ditunjuk sebagai ketuanya. Berbagai persiapan dilakukan. Diskusi, dengar pendapat dengan masyarakat, dan beragam riset dilakukan. Persiapan pun final. Di pertengahan Desember 2013, salah satu Deputi di UKP4, Heru Prasetyo, ditunjuk Presiden menjadi ketua Badan Pengelola REDD+.

    Heru Prasetyo mengatakan,

    REDD+ telah menyusun sebuah Strategi Nasional dan Rencana Aksi Nasional yang siap dijadikan sebagai panduan dalam melaksanakan tata kelola hutan. REDD+ tidak semata-mata mengenai trading carbon, tetapi yang pertama-tama adalah kondisi hutan, tata kelola hutan. Itu sebabnya lembaga REDD+ memiliki percontohan di Kalimantan Tengah, tegasnya.

    Menurutnya, pelaksanaan REDD+ memerlukan koordinasi lintas sektor berbasis lahan dan berbagai sektor pendukung. Lembaga ini melaksanakan koordinasi tematis dengan lembaga lainnya dan tidak mereduksi kewenangan, misalnya dengan Kementerian Kehutanan, ia menerangkan.

    Strategi untuk melakukan perubahan mendasar ini

    dituangkan dalam dokumen Strategi Nasional REDD+ yang memiliki lima pilar yaitu, perangkat kelembagaan dan proses, perangkat hukum dan peraturan, program strategis, paradigma dan budaya kerja, serta partisipasi masyarakat.

    Seperti juga disampaikan dalam pengantar Strategi Nasional REDD+, Kuntoro memandang pengurangan emisi gas rumah kaca melalui sektor kehutanan dan penggunaan lahan yang dikenal dengan nama REDD+ adalah mekanisme global dalam Konvensi Perubahan Iklim yang dapat diikuti oleh negara berkembang seperti Indonesia.

    Mekanisme ini suatu perubahan yang lebih luas dan mendasar daripada hanya emisi karbon hutan. Ini peluang sekaligus tantangan untuk melakukan reformasi sistem tata

    flickr.com | tiGermakrill

    flickr.com | hjorturSmaraSon

    GreenLife InspirationMaret 2014 3534GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 35

  • GreenMissionkelola hutan dan lahan, tegas Kuntoro.

    Mantan Ketua Satgas REDD+ ini menyatakan, Strategi Nasional REDD+ memberikan tuntunan pelaksanaan cara-cara baru dalam menyelenggarakan tata kelola hutan dan lahan sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan rendah emisi. Strategi ini sejalan dengan kepentingan nasional yang mengintegrasikan agenda sektor publik dan swasta hingga tingkat lokal, sekaligus menunjukkan kepedulian Indonesia terhadap isu global, ujarnya.

    Pelaksanaan strategi ini memerlukan pendekatan bertahap agar tidak menimbulkan gejolak yang dapat merugikan masyarakat dan mengganggu kepentingan nasional. Setiap tahapnya akan dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan agar lebih inklusif dan mendukung tata cara pelaksanaan yang transparan. Pendekatan berulang (business-as-usual approach) yang tidak responsif terhadap upaya pembangunan berkelanjutan secara berangsur-angsur akan ditinggalkan dan diubah menjadi paradigma serta budaya kerja baru yang prokeberlanjutan.

    Komitmen ini memerlukan sinergi banyak pihak untuk mewujudkan visi mulia dari Strategi Nasional REDD+ Indonesia yakni pengelolaan sumber daya alam hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan sebagai aset nasional yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, jelasnya.

    Kuntoro meyakini pentingnya hutan sebagai kekuatan untuk bangkit dan mendapatkan kesejahteraan baru. Rezim

    ke depan juga diharapkan melaksanakan berbagai regulasi yang sudah dibuat dan berbagai konsep tata kelola hutan yang sudah diinisiasi. Meski saat ini tidak tampak dalam RAPBN yang hanya sekitar Rp 4 triliun pada 2013. Di masa mendatang, hutan akan memberikan kontribusi penting bagi bangsa ini. REDD+ bisa dimulai sebagai kinerja perbaikan negeri agar bisa menjadi tulang punggung kebangkitan Indonesia di masa depan, bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Saya

    penyelesaian berbagai konflik sebagai prasyarat bagi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan. Bagi Kuntoro, REDD+ adalah tentang sinergi pertumbuhan ekonomi dan penurunan emisi. REDD+ adalah tentang perubahan kesejahteraan masyarakat, tegasnya.

    Meskipun konsep dan program REDD+ siap dilaksanakan, namun bagi peneliti Herry Purnomo, usaha ini harus benar-benar berangkat dari kenyataan di lapangan dan masyarakat. Ia mengakui sudah letih dengan berbagai forum-forum internasional yang dimulai dari Conference of Parties di Bali pada 2007 silam dan negosiasi-negosiasi lanjutan setelah pertemuan Bali.

    Kita terlalu banyak bicara soal REDD itu, dan masyarakat juga capek. Kita selalu mencari model yang pas, padahal tidak pernah ada yang pas. Harus dicoba dahulu di lapangan, kata peneliti di Center for International Forestry Research (CIFOR) itu.

    Menurutnya sekarang REDD lebih banyak melakukan capacity building dan pelatihan. Belum ada aksi konkret dari mekanisme perdagangan karbon yang sudah terkonsep sebelumnya. REDD itu sederhananya, ada pemilik karbon dan calon pembeli, kemudian transaksi perlu dilakukan.

    Saya selalu katakan di UKP4, REDD dan DNPI, yang diundang jangan pemilik hutan. Seharusnya yang diundang seperti Pertamina dan Organda sebagai calon pembeli, bukan penjualnya. Tapi sekarang masih sibuk mengurusi calon penjualnya, jelas Herry.

    heru B. ArifiN | PrAmiNto moehAyAt | sAtrijo sAhArso

    Pengelolaan sumber daya alam hutan

    dan lahan gambut yang berkelanjutan

    sebagai aset nasional yang dapat

    dimanfaatkan sebesar-besarnya

    untuk kemakmuran rakyat.

    menghimbau semua pihak untuk dapat memanfaatkan momentum kehadiran REDD+ sebagai mekanisme insentif ekonomi baru untuk pengelolaan sumber daya hutan dan lahan secara berkelanjutan, ujarnya.

    Menurut Kuntoro, REDD+ memberikan arahan yang konstruktif bagi pembangunan daerah, dan mendorong lahirnya perbaikan tata kelola sumber daya hutan dan lahan serta tata kelola tenurial yang menjadi kunci

    Mengurangi emisi Global Melalui ReDD+

    GreenLife InspirationMaret 2014 37

    Fenomena perubahan iklim saat ini telah menjadi salah satu prioritas dalam hubungan kerja sama antar negara-negara di

    dunia. Tanggung jawab bersama dalam mitigasi perubahan iklim membawa negara-negara tersebut pada suatu skema kebijakan lingkungan. Tidak terkecuali dengan Norwegia dan Indonesia yang menjalin hubungan bilateral melalui pelaksanaan skema REDD+ di Indonesia.

    REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries) merupakan suatu skema untuk mengurangi emisi melalui pemberian kompensasi bagi negara yang melakukan pencegahan deforestasi dan degadrasi hutan. Besaran pengurangan emisi akan menentukan kompensasi financial bagi negara yang menghindari deforestasi dan kerusakan hutan.

    Indonesia dipilih menjadi salah satu negara dilaksanakannya skema REDD+ tersebut. Hal itu tidak terlepas dari faktor geografis Indonesia, di mana kawasan hutan di Indonesia mencapai 162 juta hektar. Indonesia juga termasuk ke dalam 10 besar negara dengan hutan terbesar di dunia. Pantas saja jika Indonesia memiliki peran penting dalam membantu mengurangi emisi karbon melalui keberadaan hutannya.

    Namun sayangnya, kerusakan hutan di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Salah satunya disebabkan oleh sektor ekonomi yang kurang diimbangi dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sebagainya. Kerusakan hutan tersebut membawa dampak besar, mulai dari bencana alam hingga global warming.

    Fenomena tersebut kemudian menjadikan Norwegia menjalin kerja sama dengan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim, dan membantu pembangunan hijau di Indonesia. Kerjasama tersebut berjalan dalam 3

    tahap, dan pada 2014 mendatang akan memasuki tahap terakhir. Tahapan-tahapan tersebut meliputi, penentuan strategi kehutanan dan iklim, persiapan pengurangan emisi yang terverifikasi, dan pengurangan emisi serta pelaksanaannya secara nasional.

    Dalam rangka mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi, Norwegia memberikan bantuan dana sebesar 1 miliar dolar AS yang didasarkan pada hasil pengurangan emisi karbon. Komitmen Indonesia semakin diperkuat dengan penetapan target reduksi emisi sebesar hingga 26% pada tahun 2020 mendatang.

    Skema REDD+ di Indonesia dijalankan melalui proyek percobaan di provinsi Kalimantan Tengah. Pemerintah Norwegia mengaku cukup puas bekerja sama dengan Indonesia. Ya, kami cukup puas bekerja sama dengan mitra bagus seperti Indonesia, Joar L. Strand, Penasihat Kedutaan Besar Norwegia, mengungkapkan.

    Meskipun berjalan cukup baik, namun masih terdapat tantangan bagi skema REDD+ di Indonesia. Pada tingkat nasional, masih membutuhkan waktu untuk membangun kapasitas dan kosentrasi pada pelaksanaan proyek. Tantangan lainnya, menurut Nita Irawati Murjani, Penasehat Kehutanan dan Perubahan Iklim Kedutaan Besar Norwegia, terletak pada pemahaman REDD+ itu sendiri oleh masyarakat Indonesia. Sebuah riset dari World Resources Institute (WRI) menunjukkan bahwa tingkat pemahaman stakeholders mengenai REDD+ sangat rendah.

    Untuk pemahaman REDD+ kami juga melakukan workshop serta demonstrasi proyek yang baik, sekaligus menunjukan bahwa REDD+ dapat memberikan dampak positif pada masyarakat dan hutan, jelas Nita.

    Melalui REDD+, pemerintah Indonesia memberi hak pada masyarakat

    yang bergantung hidup dari hutan, terutama masyarakat adat. Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari keberadaan hutan. Banyak aspek dari kehidupan masyarakat bergantung pada hutan, mulai dari kebudayaan, kehidupan spiritual, dan sebagainya. Oleh karena itu, skema ini berusaha membuat masyarakat tetap berhubungan dengan hutan, dan mengambil manfaat dari hutan tersebut, tanpa merusaknya, ujar Nita.

    Melalui skema ini pula Indonesia mencanangkan penundaan pemberian ijin baru, selama dua tahun, untuk konsesi baru pada konversi hutan alam dan hutan gambut menjadi perkebunan.

    Salah satu contoh manfaat yang diterima langsung oleh masyarakat adalah akses pemanfaatan rotan di wilayah Kalimantan Tengah, sebagai sumber mata pencaharian. Proyek di sana dijalankan melalui pemberian kewenangan pada perempuan untuk mendukung perekonomian keluarga melalui pemanfaatan rotan. Selain itu, masyarakat juga diperkenalkan dengan pelestarian hutan guna keberlanjutan pemanfaatan rotan dalam jangka waktu yang lama.

    Melalui skema dan pelaksanaan REDD+ di Indonesia, pemerintah Norwegia mengaku optimistis dengan pencapaian Indonesia. Norwegia melihat ada usaha dari pemerintah Indonesia dalam melindungi hutan melalui komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mereduksi 26% emisi global. Indonesia berkontribusi pada pencegahan perubahan iklim dan Norwegia ingin mendukung komitmen tersebut. Melalui sistem pengawasan berupa measurement, reporting, dan verification, Norwegia berharap REDD+ menghasilkan proyek yang baik untuk tingkat global, sekaligus memberi kesempatan yang baik untuk masyarakat. ristA moNicA GiArNo Putri

    36GreenLife Inspiration Maret 2014 GreenLife InspirationMaret 2014 37

  • Terkait kedaulatan hutan, apakah Indonesia bisa makmur dari hutan?

    Hutan adalah kekayaan alam kita yang luar biasa. Namanya hutan bukan cuma kayu, daun dan akar. Hutan itu kekayaan yang hidup. Ada jamur, sampai bakteri, juga benih, plasma nutfah dan binatang. Itu eksositem tersendiri. Kita belum tamat mempelajari, makna hutan buat kehidupan kita? Walaupun cukup kita ketahui,

    hutan merupakan kekayaan alam buat kita, karena banyak obat yang bisa menjadi penawar penyakit ditemukan di situ. Bukan semata-mat