green campus

46
Green Campus, yang berarti Kampus Hijau memiliki makna yang luas “Green” atau dengan sebutan “Green Leaves” sering diartikan dengan generasi muda Indonesia adalah bibit-bibit unggul yang masih hijau dan green campus berpotensi melahirkan generasi pribadi yang matang dan berguna bagi bangsa dan negara. Greendalam konteks Green Powerberarti kekuatan financial. Green Campus sebagai kampus yang dapat memberikan power untuk menopang seluruh aktifitas perkuliahan bertujuan menciptakan pribadi raharja yang dapat mandiri secara financial (financially independent). Pendahuluan Estetika arsitektur merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut keindahan yang dipancarkan dari karya arsitektur yang mengekspresikan perpaduan ‘wadah' dan ‘isi' yang dikomunikasikan secara visual melalui simbol-simbol yang merupakan penghantaran pemaknaan atas suatu objek. Apabila ‘wadah' dan ‘isi' dapat dimaknai sebagai ‘bentuk' dan ‘fungsi', maka estetika arsitektural yang terpancar dan tertangkap oleh subjek dapat dimaknai sebagai ‘makna' dari suatu karya arsitektur. Kehadiran estetika arsitektur berbasis green campus dalam rancang bangun perpustakaan perguruan tinggi, sebagaimana judul tulisan ini, merupakan sarana komunikasi visual yang menjadikannya sebagai teks budaya atau objek interpretasi yang harus dibaca untuk dapat diungkap makna dan diskursus (wacana) yang dikandungnya. Menurut Foucault (2002:9) diskursus adalah cara menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan di balik pengetahuan dan praktik sosial tersebut, serta saling keterkaitan di antara semua aspek ini. Lebih detail Lubis (2004:148) menjelaskan bahwa diskursus merupakan kategori manusia yang diproduksi dan direproduksi dengan berbagai aturan, sistem, dan prosedur yang membuatnya terpisah dari kenormalan. Aturan, sistem, dan prosedur itulah yang disebutnya dengan istilah "tata-wacana", yaitu keseluruhan wilayah konseptual tempat pengetahuan itu dikonstruksi,

Upload: ulfi-rahma

Post on 08-Apr-2016

576 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sds

TRANSCRIPT

Page 1: Green Campus

Green Campus, yang berarti Kampus Hijau memiliki makna yang luas “Green” atau dengan sebutan “Green Leaves” sering diartikan dengan generasi muda Indonesia adalah bibit-bibit unggul yang masih hijau dan green campus berpotensi melahirkan generasi pribadi yang matang dan berguna bagi bangsa dan negara.        “Green” dalam konteks “Green Power” berarti kekuatan financial. Green Campus sebagai kampus yang dapat memberikan power untuk menopang seluruh aktifitas perkuliahan bertujuan menciptakan pribadi raharja yang dapat mandiri secara financial (financially independent).

Pendahuluan

Estetika arsitektur merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut keindahan yang dipancarkan dari karya arsitektur yang mengekspresikan perpaduan ‘wadah' dan ‘isi' yang dikomunikasikan secara visual melalui simbol-simbol yang merupakan penghantaran pemaknaan atas suatu objek. Apabila ‘wadah' dan ‘isi' dapat dimaknai sebagai ‘bentuk' dan ‘fungsi', maka estetika arsitektural yang terpancar dan tertangkap oleh subjek dapat dimaknai sebagai ‘makna' dari suatu karya arsitektur. Kehadiran estetika arsitektur berbasis green campus dalam rancang bangun perpustakaan perguruan tinggi, sebagaimana judul tulisan ini, merupakan sarana komunikasi visual yang menjadikannya sebagai teks budaya atau objek interpretasi yang harus dibaca untuk dapat diungkap makna dan diskursus (wacana) yang dikandungnya. 

Menurut Foucault (2002:9) diskursus adalah cara menghasilkan pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya, relasi kekuasaan di balik pengetahuan dan praktik sosial tersebut, serta saling keterkaitan di antara semua aspek ini. Lebih detail Lubis (2004:148) menjelaskan bahwa diskursus merupakan kategori manusia yang diproduksi dan direproduksi dengan berbagai aturan, sistem, dan prosedur yang membuatnya terpisah dari kenormalan. Aturan, sistem, dan prosedur itulah yang disebutnya dengan istilah "tata-wacana", yaitu keseluruhan wilayah konseptual tempat pengetahuan itu dikonstruksi, dibentuk, dan dihasilkan. Ini berarti bahwa ketika sebuah wacana dilahirkan, maka wacana/diskursus sebenarnya sudah dikontrol, diseleksi, diorganisasi, dan didistribusikan kembali menurut kemauan pembuatnya karena wacana tersebut dikonstruksikan berdasarkan tata-aturan (episteme) tertentu. Oleh karena itu, kebenaran memiliki mata rantai dengan sistem kekuasaan.  

Sebagai realitas ciptaan, kebenaran estetika arsitektur berbasis green campus dalam rancang bangun kampus perguruan tinggi merupakan konsep yang memiliki "tata-wacana", yaitu keseluruhan wilayah konseptual tempat pengetahuan arsitektur yang merupakan gabungan

Page 2: Green Campus

lingkungan (eco) dan budaya (culture) yang dikonstruksi, dibentuk, dan dihasilkan melalui kaidah-kaidah keseimbangan antara fungsi dan konstruksi, klimatologi, kepadatan pengguna dan area, komposisi bahan, proporsi, tampilan, garis tegas ornamen, sampai makna warna. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mengembangkan estetika arsitektur dalam rancang bangun perpustakaan perguruan tinggi dan memadukannya dengan arsitektur hijau untuk mewujudkaneco culture campus adalah sebuah keniscayaan dari sebuah cita-cita. Dalam konteks ini dipandang penting dan relevan mengetengahkan perbincangan tentang dua hal, yaitu: 1) konsep dan wacana estetika arsitektur menuju eco culture campus; dan 2) green architecture aestheticdalam rancang bangun perpustakaan UNS.

B. Konsep dan Wacana Estetika Arsitektur Menuju Eco Culture Campus

Manusia pada dasarnya adalah makhluk berkesadaran yang berfikir dan dijajah oleh pengetahuannya. Segala keputusan dan tindakannya selalu dilandasi oleh bangun pengetahuan yang dimiliki dan diyakini kebenarannya. Bangun pengetahuan inilah yang selanjutnya disebut konsep. Sementara itu, wacana atau diskursus dalam ilmu dan praktek sosial merupakan jaringan praktek pengetahuan dan kekuasaan. White (Foucault, 2007:xiv) mengatakan bahwa apa yang dilakukan atau dibahas dalam diskursus, seperti yang terjadi dengan yang lain adalah selalu kehendak dan kekuasaan. 

Bahasa sebagai alat untuk memproduksi diskursus, bukan semata-mata mempersoalkan ucapan dan/atau tulisan, tetapi semua pernyataan kultural karena keseluruhan pernyataan tersebut adalah teks yang mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi, kebenaran, dan tujuan tertentu. Sebagaimana bahasa arsitektural yang bukan hanya mempersoalkan garis dan bidang, bahkan bukan hanya mempersoalkan kaidah trinitas Marcus Vitruvius Pollio yang merupakan sintesa antara kekuatan (durability atau firmitas), kegunaan (convinience atau utilitas), dan keindahan (beauty atau venustas), melainkan lebih pada ekspresi kehendak dan kekuasaan yang berada di dalam ruang kesadaran manusia.

Dalam ruang kesadaran manusia, kehendak dan kekuasaan ini adalah refleksi dari hasrat manusia. Manusia dengan hasratnya telah mengembangkan arsitektur menjadi ilmu rancang bangun tidak hanya dibatasi oleh ruang dan gatra (sesuatu yang tampak terwujud) atau garis dan bidang. Akan tetapi, arsitektur telah berkembang menjelajahi ruang kesadaran manusia jauh ke relung-relung keindahan yang kemudian, diposisikan menjadi nilai ideal. Nilai keindahan inilah bahasa manusia yang disampaikan dengan media arsitektur. Malahan Merleau-Ponty mengatakan bahwa berarsitektur adalah berbahasa manusia dengan citra unsur-unsurnya, baik dengan bahan material maupun bentuk dan

Page 3: Green Campus

komposisinya. Begitulah bahasa arsitektur selalu menghadirkan nilai keindahan dengan penuh kejujuran dan kewajaran, sebagaimana diungkapkan oleh Thomas Aquinas, 'pulchrum splendor est veritatis', 'keindahan adalah pancaran kebenaran' (Mangunwijaya, 1992:9-10). Demikianlah seharusnya perwujudan arsitektur hijau (green architecture) dengan bahasa keindahan dan pancaran kebenarannya hadir dan diterima dengan suka cita oleh masyarakat perguruan tinggi, khususnya UNS yang berada dalam lingkup budaya Jawa.

Pararelitas di atas setidak-tidaknya mampu menunjukkan bahwa estetika yang dikandung dalam arsitektur kampus UNS merupakan wujud budaya yang memiliki metafisikanya sendiri yang dibangun atas kesadaran dan diskursus pemilikinya. Artinya, arsitektur kampus UNS yang berada dalam lingkup budaya Jawa memiliki bahasa ibu sendiri dalam mengungkapkan estetikanya, yaitu  kearifan lokal. Inilah yang selanjutnya menjelma dalam dunia sosial-budaya menjadi nilai-nilai. Sistem nilai, baik sebagai pedoman hidup maupun perilaku hidup tidak pernah final karena senantiasa mengalami perkembangan inheren dalam perubahan zaman. Faktanya manusia tidak bisa menjalankan kehidupannya sendiri tanpa terlibat dalam kehidupan sosial berupa kegiatan kemasyarakatan. Malahan dalam kehidupan sosialnya manusia tidak jarang harus membangun toleransi sehingga dimungkinkan terjadinya proses saling menerima dan memberi nilai. Begitulah dalam dunia global masyarakat UNS tidak dapat menutup diri dari pengaruh lain. Oleh karenanya, membangun identitas menuju eco culture campus menjadi penting untuk diwacanakan bagi UNS agar tetap terjaga keselarasan antara wadah (bentuk) dan isi (fungsi) sehingga makna arsitektur sebagai ruang hidup material manusia dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya dapat terwujud. 

Dalam budaya Jawa, manusia meyakini bahwa antara "wadah" dengan "isi" diperlukan adanya keseimbangan, kesejajaran, bahkan keterpaduan sehingga tercipta ketenteraman batin, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam hidup dan kehidupan. Kesesuaian antara kesadaran dan respons yang dimiliki manusia Jawa atas tempatnya diartikan sebagai keselarasan antara wadah dan isi. Keselarasan ini merupakan bagian dari upaya pengkondisian untuk mencapai kesempurnaan hidup (bahagia dan selamat dunia akhirat) yang direfleksikan melalui pandangan hidupnya terhadap alam tempatnya berpijak. Mereka mempercayai bahwa apa yang telah mereka bangun adalah hasil dari adaptasi pergulatan dengan alam. Kekuatan alam disadari merupakan penentuan dari kehidupan seluruhnya. Keyakinan ini seperti yang terkandung dalam wejangan Sang Dewa Ruci pada Bima dalam Serat Dewa Ruci yang dikutip Mangunwijaya (1992:3) berikut ini.

"Kang ingaran urip mono mung jumbuhing badan wadaq lan batine, 

pepindhane wadhah lan isine...

Page 4: Green Campus

Jeneng wadah yen tanpa isi, alah dene arane wadhah, 

tanpa tanja tan ana pigunane

semono uga isi tanpa wadhah,  yekti barang mokal...

Tumrap urip kang utama tertamtu ambutuhake wadhah lan isi, 

kang utama karo-karone." 

Yang disebut hidup adalah manunggalnya tubuh dan batin (raga dan jiwa), 

ibarat wadah dan isinya...

Wadah tanpa isi, adalah sia-sia disebut wadah, 

tidak akan berarti dan berguna.

Demikian juga isi tanpa wadah, adalah sesuatu yang mustahil...

Untuk hidup yang sempurna membutuhkan wadah dan isi,

yang utama adalah kedua-duanya

Subjektifitas dan interpretasi bebas mengenai kutipan Serat Dewa Ruci di atas mengarahkan tulisan ini untuk menjadikannya sebagai suatu analogi pandangan manusia Jawa yang arkais[2]mengenai keberadaan makrokosmos (jagad gede = jagad raya) dan mikrokosmos (jagad cilik = diri manusia) yang akhirnya menghasilkan empat asumsi dasar untuk dijadikan pijakan argumen dalam pembahasan mengenai pentingnya mengembangkan spiritualitas dan kesadaran manusia Jawa terhadap ruang hidupnya (eco culture architecture) dalam upaya mewujudkan arsitektur hijau (green architecture) yang berkelanjutan. 

Pertama, pandangan masyarakat Islam-Jawa terhadap kosmosnya merupakan bentuk nilai tetap yang selalu hadir dalam kehidupannya. Kesejajaran antara wadah dan isi tersebut dilambangkan dengan adanya suatu konsep kesatuan makrokosmos (alam raya) dengan mikrokosmos (manusia). Konsep kemanunggalan makrokosmos dan mikrokosmos diartikan bahwa manusia telah menjalin hubungan dengan kekuatan di  luar dirinya yang jauh lebih besar (Tuhan) sehingga manusia bersangkutan akan terjaga dan mampu meningkatkan kekuatannya menjadi lebih besar yang pada akhirnya, akan mampu mendatangkan kesejahteraan, kesuburan, dan hal-hal positif lainnya bagi hidup dan kehidupan manusia.  

Kedua, etika hidup manusia Jawa dalam interaksi sosial diatur melalui prinsip rukun dan hormat dalam menjaga keselarasan hidup. Kesadaran

Page 5: Green Campus

keberadaan manusia sebagai makhluk individu dan sosial dapat dilihat dari sistem moral dalam hidup kesehariannya. Dengan etika ini anggota masyarakat sangat menghargai adanya perbedaan. Perbedaan jenjang kedudukan yang ada dalam masyarakat dimaknai sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab. Malahan kesadaran akan perbedaan ini merupakan salah satu bentuk cara masyarakat dalam menciptakan keseimbangan dan keselarasan hidupnya. Mereka mengenal adanya tiga tingkatan etika sebagai pengatur kehidupan sosialnya dengan tidak mengabaikan keberadaannya sebagai makhluk pribadi, yang dapat diuraikan sebagai berikut. 

1)        Etika keluarga, yaitu etika yang digunakan dalam kelompok terkecil yang disebut lingkup keluarga. 

2)        Etika antarkeluarga, yaitu etika yang digunakan dalam kehidupan lebih luas daripada lingkup keluarga, tepatnya antarkelompok (keluarga). 

3)        Etika umum, yaitu etika yang digunakan dalam lingkup masyarakat luas. Pada kesehariannya, manusia Jawa lebih mengutamakan etika yang lebih luas, atau lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi atau kelompok yang lebih kecil.

Ketiga, rukun dan hormat sebagai upaya menjaga keselarasan hidup merupakan "prinsip pencegahan konflik". Artinya, masyarakat Islam-Jawa sangat terbuka dalam menerima suatu perubahan akibat interaksi sosial yang dijalani demi terjaganya keselarasan. Perubahan yang paling banyak terjadi adalah pada sistem nilai terutama pada produk-produk budayanya, sedangkan untuk norma yang diwujudkan pada perilaku relatif tidak berubah, sehingga nilai-nilai dari luar yang dianggap baik dan sesuai dijadikan sebagai sumber pengkayaan budaya Jawa. 

Keempat, identitas diri yang terbentuk diungkapkan melalui pikiran dan perbuatan yang total, berlandasan dan beralasan. Dalam ruang hidup materialnya, hal tersebut dikomunikasikan secara tidak langsung, diungkapkan dengan menggunakan simbol sehingga pembacaan ulang terhadap simbol tersebut (pemaknaan ulang) dapat dilakukan sesuai dengan semangat zamannya.  

Kearifan lokal lazim dimaknai sebagai bangun pengetahuan yang bersumber dari nilai-nilai dan potensi lokal yang diwacanakan secara lisan dari generasi ke generasi yang akhirnya disebut kebudayaan tradisional. Namun demikian, harus diakui bahwa kebenaran tidak selalu terdapat pada yang baru (modern), tetapi juga pada yang tradisional, bahkan kebenaran tersebar pada sepanjang pengalaman manusia, terfragmentasi sesuai dengan ruang dan waktu realitas berada, dan bukan hanya ditentukan berdasarkan akal dan rasional. Sebagaimana perwujudan arsitektur kampus UNS yang secara semiotik dikatakan sebagai sarana komunikasi visual. Ini berarti bahwa arsitektur kampus UNS yang eco culture memiliki bahasa tersendiri dalam membangun komunikasi yang

Page 6: Green Campus

baik dengan subjek-subjek pemakna di luar dirinya.

Penerimaan masyarakat atas kehadiran eco culture architecture dengan simbol kearifan lokalnya ini menunjukkan bahwa arsitektur mampu membangun komunikasi dengan lingkungan dan budayanya. Oleh karenanyalah interaksi yang terjalin melalui sarana komunikasi visual ini melahirkan bahasa arsitektur baru untuk arsitektur kampus UNS yang disebut eco culture architecture, yaitu arsitektur yang sarat dengan kearifan lokal  budaya Jawa yang berusaha menjaga keseimbangan dan keselarasan alam dan lingkungan untuk menuju keharmonian hidup. Konsep keseimbangan dan keselarasan untuk mencapai keharmonian inilah yang menjadikan ekologi dan budaya dapat dengan mudah diterima dan dipadukan dalam konsep eco culture architecture untuk diwujudkan pada arsitektur kampus UNS yang secara visual tampak sebagai kampus ijo royo-royo.

 

C. Green Architecture Aesthetic Dalam Rancang Bangun Perpustakaan UNS

Menurut Umberto Eco, perwujudan ruang dan bentuk arsitektur merupakan sarana komunikasi visual yang pemaknaannya tidak akan pernah berhenti. Tidak sekedar ada, tetapi selalu mengada. Ini berarti persoalan arsitektur bukan hanya berhenti pada persoalan geometris, penciptaan ruang, dan menghuninya, melainkan lebih pada dimensi "kekinian" yang dalam istilah Derrida disebut dengan "kemenjadian" (becoming). Bukan hanya ada (being), tetapi juga mengada (beings). Malahan dengan mengikuti logika resepsi Jauss yang memahami sebuah teks atau kejadian meliputi proses mediasi terus-menerus antara kini dan masa lampau, informasi yang diberikan oleh simbol komunikasi visual tersebut menuntut penafsir (subjek) selalu dikondisikan secara historis dan konteks kekiniannya (Cavallaro, 2004:97). Ada dimensi kini dan masa depan yang dalam resepsi Jauss disebut dengan "horizon harapan" yang bersifat kolektif. Sebagaimana estetika arsitektur yang selalu dikembangkan untuk menjawab setiap tantangan/tuntutan zaman, termasuk menjawab tuntutan penerapan arsitektur berkelanjutan atau lazim disebut arsitektur hijau pada bangunan perpustakaan UNS.  

Gerakan hijau sebagai wujud kesadaran manusia dalam upaya menyelamatkan bumi tidak boleh hanya berada di wilayah wacana/diskursus, namun harus diikuti tindakan nyata. Langkah ini sudah mulai banyak dilakukan oleh beberapa kampus perguruan tinggi di dunia, seperti Universitas Nottingham di Inggris, Universitas Connecticut di Amerika Serikat, Universitas College Cork di Irlandia, dan masih banyak lagi. Beberapa kampus perguruan tinggi di Indonesia pun telah secara sadar dan terencana melakukan langkah nyata dalam upaya mewujudkan green campus, yaitu lingkungan kampus yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan, seperti Universitas Indonesia dan UNS

Page 7: Green Campus

saat ini.

 Lingkungan kampus yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan yang lazim dikenal dengan konsep green ini sering terlalu sederhana dimaknai sebagai sesuatu yang serba hijau. Oleh karenanya tidak terlalu salah ketika kebanyakan orang beranggapan bahwa green campus yang dicanangkan UNS sering diartikan sebagai kampus yang ijo royo-royo. Apabila ijo royo-royo dapat diartikan sebagai perwujudan green campus, maka UNS sudah pasti dapat dikatagorikan sebagaigreen campus. Namun sayangnya, konsep green yang dimaksud tidak sesederhana itu karena sebenarnya green campus yang semestinya hendak diwujudkan oleh UNS mencakup beberapa hal, yakni green planning dan design, green open space, green waste, green transportation, green water, green energy, green building, bahkan green community.

Pertama, green planning dan design, yaitu suatu langkah awal dalam upaya mewujudkan green campus yang berisi konsep perencanaan dan perancangan dari suatu kampus yang berorientasi kepada ruang hidup material yang berkelanjutan. Artinya, sejak awal keramahan lingkungan untuk menyelamatkan bumi sudah direncanakan dan dirancang melalui konsep-konsep greenyang lain, yakni green open space, green waste, green transportation, green water, green energy, green building, dan green community. 

Kedua, green open space, yaitu ruang terbuka yang mampu menjadi ruang publik yang sehat dan nyaman, serta mampu menjaga keseimbangan dan keselarasan ruang sosial dan individu masyarakat kampus. Sehat dan nyaman di sini lebih dapat diidentifikasikan dari terjaganya suatu ekosistem. Hal ini dapat tercapai dengan satu strategi, misalnya pemilihan pohon perindang yang sedikit menghasilkan karbon, larangan berburu di lingkungan kampus, dan larangan mencari kroto di lingkungan kampus agar tidak terputus rantai makanan untuk burung. 

Ketiga, green waste, yaitu sikap cerdas dalam manajemen pengolahan sampah. Hal ini sangat erat hubungannya dengan prilaku manusia, misalnya kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, memisahkan sampah organik dan non-organik, pengolahan sampah organik menjadi produk kreatif berupa pupuk, pengolahan limbah cair yang tepat agar tidak mencemari lingkungan dan dapat dikembalikan ke bumi, dan lain sebagainya.

Keempat, green transportation, yaitu kebijakan dan sikap cerdas dalam pengelolaan transportasi yang berorientasi untuk menekan pengunaan alat-alat transportasi dengan bahan bakar minyak (BBM) dan penghasil karbon di lingkungan kampus. Artinya, berjalan kaki dan menggunakan sepeda kayuh di dalam kawasan kampus menjadi solusi yang paling tepat. Oleh karenanya, perlu dipikirkan pemusatan tempat parkir pada akes-akses utama ke dalam kampus bagi kendaraan bermotor sehingga tingkat produksi karbon dari kendaraan bermotor di dalam kawasan

Page 8: Green Campus

kampus dapat ditekan.

Kelima, green water,  sikap cerdas dalam pengelolaan air dalam kawasan kampus. Sebagai contohnya, yaitu: 1) air hujan sedapat mungkin diresapkan kembali ke tanah melalui sumur-sumur resapan agar kondisi kandungan air tanah dapat terjaga dengan baik; 2) pembuatan saluran biofori agar air dapat dikembalikan ke dalam tanah seoptimal mungkin; 3) daur ulang air buangan dari kamar mandi dan/atau toilet agar dapat digunakan kembali untuk menyiram tanaman; dan 4) menggunakan air bersih seperlunya. 

Keenam, green energy, yaitu kebijakan dan sikap cerdas untuk menekan penggunaan energi terbarukan maupun tak terbarukan dalam lingkungan kampus. Sebagai contoh, di antaranya: 1) mematikan lampu yang tidak sedang digunakan; 2) tidak menggunakan AC apabila penghawaan alami masih bisa diupayakan; 3) memanfaatkan limbah yang ada di dalam kawasan kampus untuk diubah menjadi sumber energi baru, seperti biogas; 4) dan lain sebagainya.

Ketujuh, green building, yaitu suatu konsep bangunan di dalam kawasan kampus, termasuk perpustakaan, yang direncanakan, dirancang, dibangun, dan digunakan sebagai bangunan ramah lingkungan. Sebagai contoh, di antaranya: 1) vegetasi penghasil oksigen yang cukup dan dapat berfungsi sebagai elemen estetika; 2) penerapan penghawaan dan pencahayaan alami seoptimal mungkin; 3) tersedianya tempat sampah yang jelas; 4) dan lain sebagainya.

Kedelapan, green community, yaitu kondisi masyarakat yang mengerti dan sadar dalam menjaga keramahan lingkungan dan keselamatan bumi. Hal ini sudah pasti harus diikuti tindakan nyata yang mencerminkan prilaku yang green. Sebagai contoh, di antaranya: 1) membuang sampah organik dan/atau non-organik pada tempat yang telah tersedia; 2) mematikan lampu dan/atau AC yang tidak sedang diperlukan; 3) mematikan kran air bersih yang sedang tidak digunakan; 4) tidak merusak ekosistem di kawasan kampus; 5) dan lain-lain.             

Delapan konsep green tersebut menjadi suatu syarat yang harus dijalani dan diterapkan secara berkesinambungan untuk meuju terwujudnya green campus, termasuk konsep estetika arsitektural yang digunakan dalam rancang bangun perpustakaan UNS yang diharapkan mampu menjadi unit layanan yang memiliki fasilitas yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan. Apabila semua ini dapat diwujudkan, maka keselarasan antara wadah dan isi sebagai bagian dari upaya pengkondisian untuk mencapai hidup dan kehidupan yang berkualitas dapat dicapai dan direfleksikan melalui sikap dari hasil adaptasi pergulatan dengan alam yang telah dibangun. 

 

Page 9: Green Campus

D.  Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik dua simpulan, yakni sebagai berikut.

1)      Kearifan lokal budaya Jawa yang berusaha menjaga keseimbangan dan keselarasan alam dan lingkungan untuk menuju keharmonian hidup menjadikan ekologi dan budaya dapat dengan mudah diterima dan dipadukan dalam konsep eco culture architecture untuk diwujudkan pada arsitektur kampus UNS yang secara visual tampak sebagai kampus ijo royo-royo.

2)      Rancang bangun perpustakaan UNS dengan berbasis pada green campus tidak bisa tidak harus mengacu pada keseluruhan konsep green yang meliputi green planning dan design, green open space, green waste, green transportation, green water, green energy, green building,bahkan green community. 

Referensi

Cavallaro, Dani. 2004. Teori Kritis dan Teori Budaya. Yogyakarta: Niagara. 

Foucault, Michel. 2007. Order of Thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. 2002. Pengetahuan dan Metode: Karya-karya Penting Michel Foucault. Yogyakarta: Jalasutra.

Lubis, Akhyar Yusuf.  2004.  Setelah Kebenaran dan Kepastian Dihancurkan Masih Adakah Tempat Berpijak Bagi Ilmuwan: Sebuah Uraian Filsafat Ilmu Pengetahuan Kaum Posmodernis. Bogor: Akademia.

Magnis-Suseno, F. 1999. Etika Jawa : Sebuah Analisa Fasafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mangunwijaya, Y.B. 1992. Wastu Citra, Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur Sendi-sendi Filsafatnya Beserta Contoh-contoh Praktis, 2nd edn. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Pitana, Titis S. 2010. "Dekonstruksi Makna Simbolik Arsitektur Keraton Surakarta" (disertasi). Denpasar: Program Doktor Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar. 

Susanto, Hary. 1987. Mitos, Menurut Pemikiran Mircea Aliade. Yogyakarta: Kanisius.

Page 10: Green Campus

[1] Staf pengajar pada Program Studi Arsitektur, Jurusan Arsitektur UNS. Alamat e-mail: [email protected].

Berbagai program maupun gerakan-gerakan lingkungan dilakukan dalam upaya memerangi pemanasan global, baik berupa program-program lingkungan yang diprakarsai oleh pemerintah (baca: Kementerian Lingkungan Hidup), gerakan-gerakan lingkungan oleh LSM Lingkungan, Pendidikan Lingkungan di sekolah-sekolah, Pesantren dan Kampus, kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dan sebagianya. Salah satu konsep lingkungan yang ditujukan untuk lingkungan Perguruan Tinggi adalah eco-campus atau Green campus.Pada dasarnya berbagai program lingkungan seperti Green campus bersifat sukarela (volunteer) dan merupakan program stimulus, dimana tidak ada unsur paksaan maupun tekanan dari pemerintah. Program tersebut merupakan kesadaran dan kepedulian warga kampus dalam memelihara kelestarian lingkungan. Kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual dan tempat dilahirkannya generasi penerus bangsa diharapkan dapat menjadi model atau contoh bagi institusi lain dalam pengelolaan lingkungan yang baik.Program Green campus diharapkan dapat menjadikan lingkungan kampus tidak hanya sebagai tempat yang Nyaman, Bersih, Teduh (Hijau), Sehat dalam menimba ilmu pengetahuan namun juga sebagai ujung tombak penelitian mengenai lingkungan dan bentuk pengabdian kampus terhadap upaya mitigasi dan adaptasi terhadap masyarakat yang paling rawan terkena dampak kerusakan lingkungan.Pengertian Green campus adalah sistem pendidikan, penelitian pengabdian masyarakat dan lokasi yang ramah lingkungan serta melibatkan warga kampus dalam aktifitas lingkungan serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan social.Green campus adalah konsep perpaduan antara lingkungan dengan dunia kampus. Konsep lingkungan yang meliputi 3R, penghijauan, in front of office, CSR dan sebagainya digabung dengan konsep kampus yang terdiri dari fisik kampus, lokasi dan perilaku warga kampus. Kerangka konsep tersebut terlihat pada gambar dibawah ini:

Page 11: Green Campus

Gambar 4. Kerangka Konsep Green CampusFenomena pemanasan global melahirkan gerakan go green. Salah satu greakan go green adalah Green campus. Green campus terdiri dari tiga yaitu Green Building, Green Place dan Green Behaviour.Green Building memiliki 4 ciri yaitu: Material Bangunan ramah lingkungan, Pengolahan limbah, media promo tools yang ramah lingkungan dan bebas polusi udara dan suara. Green Place memiliki lima ciri yaitu permukiman tersebut memiliki konsep yang disebut one stop living, ruang terbuka hijau, harmonis, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan kemudahan mengakses transportasi umum. Green Behaviour memiliki cirri yaitu pengetahuan lingkungan, perilaku lingkungan serta tanggungjawab sosial.Konsep Green campus holistic memuat variable, sub variable dan indikator yang dapat dijadikan sebagai ukuran apakah kampus tersebut sudah masuk kategori Green campus. Adapun variable, sub variable dan indicator Green campus pada table dibawah ini:Tabel 3. Variabel, Sub Variable Dan Indicator Green Campus

V. Strategi Penerapan Green Campus

Page 12: Green Campus

5.1 Analisis Lingkungan EksternalPeluang yang diidentifikasi terdiri dari peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, meningkatnya permintaan terhadap produk ramah lingkungan, kecenderungan trend kembali ke alam, dukungan sosial baik dari masyarakat, LSM dan pers terhadap penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan isu pemanasan global. Ancaman yang dihadapi terdiri dari lahan yang makin terbatas, meningkatnya kompetisi antar perguruan tinggi, kebijakan pemerintah yang belum pro produk ramah lingkungan, dan krisis keuangan global.Dilihat dari aspek peluang, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, meningkatnya permintaan terhadap produk ramah lingkungan, kecenderungan trend kembali ke alam, dukungan sosial baik dari masyarakat, LSM dan pers dan isu pemanasan global, maka kampus perlu menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan.Isu pemanasan global semenjak COP ke-13 di Bali semakin menambah booming isu lingkungan di tanah air. Ketika itu media massa, tokoh masyarakat, dan pemerintah ramai-ramai bicara lingkungan. Dunia usaha seakan tidak mau ketinggalan menyikapi isu lingkungan, berbagai produk ramah lingkunngan diluncurkan misalnya membuat laptop hemat energi dan ramah lingkungan, mobil hemat energi, permukiman ramah lingkungan dan sebagainya.Khusus untuk dunia kampus, lahan yang makin terbatas, meningkatnya kompetisi antar perguruan tinggi, kebijakan pemerintah yang belum pro produk ramah lingkungan, dan krisis keuangan global berpengaruh pada Strategi Kebijakan Kampus Ramah Lingkungan5.2 Analisis Lingkungan InternalKekuatan yang diidentifikasi terdiri dari kesadaran lingkungan warga kampus yang makin baik, jaringan perguruan tinggi yang baik, pasar yang selalu besar karena pendidikan adalah kebutuhan primer masyarakat modern dan perguruan tinggi tempat berkumpulnya orang-orang yang adaptif dan inovatif. Kelemahan yang diidentifikasi terdiri dari SDM yang mengerti lingkungan masih sedikit, penelitian mengenai lingkungan yang minim, anggaran penelitian mengenai lingkungan yang kecil, dan harga produk ramah lingkungan yang masih tinggi.Untuk memanfaatkan peluang tren lingkungan, diperlukan sumberdaya manusia (SDM) yang juga mengerti lingkungan. Dalam hal ini, perlu peningkatan pengetahuan lingkungan pada warga kampus. Pengetahuan seperti prinsip dasar ilmu lingkungan, AMDAL, daya dukung lingkungan, dan sebagainya diperlukan untuk mendukung green campus. Untuk meningkatkan kualitas pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain adalah penyuluhan, pelatihan, kemitraan lingkungan.Harga produk ramah lingkungan relatif masih mahal. Biaya pengadaan fasilitas lingkungan yang dibebankan seluruhnya kepada produk menyebabkan harga produk melambung tinggi. Biaya tersebut dapat dikurangi, misalnya dengan melakukan produksi massal produk ramah

Page 13: Green Campus

lingkungan. Untuk melakukan produksi missal produk ramah lingkungan diperlukan penelitian mengenai produk-produk ramah lingkungan.5.3 Penetapan Tujuan dan SasaranPenetapan tujuan dan sasaran strategik dilakukan dengan memperhatikan ruang lingkup green campus, harapan warga kampus dan masyarakat, analisa lingkungan eksternal, dan analisa lingkungan internal.Berdasarkan semua komponen input dan dengan memperhatikan syarat tujuan strategik yang berkualitas, green campus bertujuan sebagai berikut :1. Mendukung upaya pembangunan berkelanjutan2. Meningkatkan kualitas pendidikan3. Peningkatan kesadaran lingkungan warga kampus dan masyarakat4. Menjamin keberadaan perguruan tinggi berkelanjutanSeluruh tujuan strategik yang ditetapkan di atas telah memenuhi kriteria dapat diterima, fleksibel, memotivasi, sesuai, dapat dipahami, dapat dicapai, dan bersifat jangka panjang. Tujuan mendukung upaya pembangunan berkelanjutan merupakan tujuan utama dari aktifitas ekonomi, sosial dan lingkungan manusia. Hal ini tidak hanya dikembangkan di Indonesia, namun seluruh dunia menyepakati bahwa pembangunan yang ada selayaknya tidak hanya untuk saat ini namun untuk masa yang akan datang. Karena bumi bukan milik generasi sekarang namun merupakan titipan dari generasi yang akan datang..Tujuan kedua untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan yang ditandai penelitian mengenai lingkungan dan terpeliharanya kualitas SDA disekitar kampus. Peningkatan kualitas pendidikan itu diukur melalui kriteria sebagai berikut:a. Peningkatan harapan hidup warga kampus, yang diwujudkan oleh tingkat kesehatan warga kampus yang makin baikb. Peningkatan kecerdasan mahasiswa dan keterampilan dosenc. Meingkatnya kesempatan berperan serta dalam pembangunand. Ketentraman sosiale. Terpeliharanya kualitas SDA yang beranekaragamTujuan ketiga yaitu peningkatan kesadaran lingkungan warga kampus dan masyarakat. Kesadaran warga kampus dan masyarakat nantinya diikuti dengan aktifitas pelestarian lingkungan, penciptaan teknologi ramah lingkungan dan produk-produk ramah lingkungan.Tujuan terakhir green campus adalah menjamin keberadaan perguruan tinggi berkelanjutan. Persaingan dunia pendidikan yang ketat mendorong agar perguruan tinggi menyesuaikan diri dengan berbagai isu lingkungan. Bentuk penyesuaian diri tersebut dengan mengadopsi isu lingkungan pada dinamika perguruan tinggi seperti pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Page 14: Green Campus

Gambar 5. Komponen Penetapan Tujuan dan Sasaran StategikTujuan-tujuan di atas selanjutnya diperdalam lagi melalui sasaran strategik yang lebih spesifik. Setiap tujuan dapat memiliki beberapa sasaran dan sebaliknya suatu sasaran mungkin dapat menjelaskan beberapa tujuan. Hal yang paling penting dalam penetapan sasaran strategik adalah indikator atau parameter yang penting untuk menentukan keberhasilan suatu tujuan atau sasaran. Seluruh sasaran strategik yang ditetapkan cukup memenuhi kriteria spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat dengan waktu.Sasaran mendukung upaya pembangunan berkelanjutan adalah mendukung upaya pencapaian Visi dan Misi Perguruan Tinggi. Sasaran peningkatan kualitas pendidikan diukur dengan peningkatan akreditas perguruan tinggi dan terpeliharanya kualitas Sumber Daya Alam (SDA). Sasaran peningkatan kesadaran warga kampus dan masyarakat adalah meningkatnya berbagai macam program pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan. Sasaran keberadaan perguruan tinggi berkelanjutan adalah citra perguruan tinggi yang semakin baik dan tercapainya kepuasan berkelanjutan bagi warga kampus.Tabel 4. Penetapan Tujuan dan Sasaran Strategik

5.4 Penentuan Strategi melalui Matriks SWOTPenentuan strategi terapan dilakukan melalui Matriks SWOT. Dengan metode ini, alternatif strategi/model yang dimunculkan merupakan hasil kombinasi dari setiap peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan penerapan green marketing pada permukiman. Strategi/model terapan yang muncul dari Matriks SWOT terdiri dari empat alternatif, yaitu strategi penggunaan produk ramah lingkungan, strategi edukasi lingkungan,

Page 15: Green Campus

strategi penelitian ramah lingkungan, dan strategi kebijakan kampus ramah lingkungan.Strategi penggunaan produk ramah lingkungan merupakan alternatif strategi SO (strength-opportunity). Strategi tersebut untuk memanfaatkan momentum kesadaran lingkungan yang berkembang di dunia pendidikan dan masyarakat. Strategi penggunaan produk ramah lingkungan untuk menjawab dinamika terhadap kebutuhan produk ramah lingkungan.Strategi edukasi lingkungan untuk menjawab pengetahuan, dan perilaku yang masih rendah terhadap produk ramah lingkungan. strategi edukasi lingkungan merupakan alternatif strategi WO. Di samping itu, strategi tersebut sekaligus memanfaatkan momentum kesadaran lingkungan yang semakin baik. Dengan edukasi diharapkan komitmen warga kampus semakin tinggi terhadap lingkungan. Strategi ketiga adalah alternatif strategi ST. Strategi ST adalah strategi kebijakan ramah lingkungan. Ancaman lahan pembangunan di kota besar yang makin terbatas, kebijakan pemerintah yang belum pro pengadaan produk ramah lingkungan dan krisis global dapat diantisipasi dengan strategi ketiga tersebut. Dengan kebijakan ramah lingkungan diharapkan warga kampus dapat meningkat pengetahuan dan perilaku ramah lingkungan. Kebijakan seperti insentif dan disinsentif efektif untuk menerapkan berbagai program lingkungan.Strategi terakhir adalah alternatif strategi WT. Strategi WT adalah strategi peningkatan penelitian ramah lingkungan. Strategi ini menjawab meningkatnya kompetisi pada dunia pendidikan, lahan permukiman yang makin terbatas, dan kebijakan pemerintah yang belum pro pengadaan produk ramah lingkungan. Penelitian ramah lingkungan dapat meningkatkan positioning kampus pada ditengah persaingan dunia pendidikan tinggi.

Page 16: Green Campus

Isu Pemanasan Global dan Perubahan Iklim (Climate Change) bukan lagi sekedar isapan jempol belaka, tapi sudah menunjukan bentuk & wujud yang sebenarnya kehadapan umat manusia di bumi dengan semakin tidak nyamannya bumi sebagai tempat tinggal ataupun hunian makhluk hidup. Berbagai fenomena alam yang cenderung mengalami penyimpangan (anomali) akhir-akhir ini seperti iklim yang kacau, panas yang Ekstrim berkepanjangan, intensitas curah hujan yang kelewat tinggi diluar normal, banjir, angin ribut, puting beliung, banyak dikaitkan dengan isu pemanasan global tersebut. Hal tersebut tidaklah keliru dan berlebihan bila melihat fakta dan hasil-hasil penelitian para ahli yang menunjukkan bahwa ada kecenderungan jumlah kadar gas rumah kaca seperti CO2 di atmosfer telah kelewat batas, yang terus menerus dimuntahkan dari bumi, dimana semakin hari jumlahnya dan konsentrasinya terus membumbung tinggi, serta ternyata sangat berkorelasi positif dengan semakin tingginya aktivitas manusia di Bumi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antara lain rumah tangga (termasuk institusi/kantor/rumah sakit/sekolah/kampus), industrI, transportasi, dan lain-lain.

Berbagai bentuk antisipasi ataupun menyiasati berupa mitigasi serta adaptasi sebagai wujud kepedulian telah melahirkan berbagai program maupun gerakan-gerakan lingkungan dalam upaya memerangi pemanasan global tersebut, baik berupa program-program lingkungan yang diprakarsai oleh pemerintah (baca: Kementerian Lingkungan Hidup), gerakan-gerakan lingkungan oleh LSM Lingkungan, Pendidikan Lingkungan di sekolah-sekolah, Pesantren dan Kampus, kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dll. Salah satu program lingkungan yang akhir-akhir ini terutama ditujukan untuk lingkungan Perguruan Tinggi adalah yang disebut dengan program eco-campus (Green Campus). Pada dasarnya berbagai program lingkungan yang dibuat pemerintah tidak terkecuali eco-campus adalah bersifat sukarela (volunteer) dan merupakan program stimulus, dimana tidak ada unsur paksaan maupun tekanan dari pemerintah. Dengan demikian yang diharapakan adalah muncul dan terbangunnnya kesadaran dan kepedulian warga kampus

Page 17: Green Campus

sendiri dalam memelihara kelestarian lingkungan. Demikian juga kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual dan tempat dilahirkannya para intelektual muda generasi penerus bangsa diharapkan dapat menjadi model atau contoh bagi institusi lain dalam pengelolaan lingkungan yang baik.

Green Campus

Program eco-campus pada dasarnya dilatarbelakangi oleh antara lain bahwa, lingkungan kampus diharapkan harus merupakan tempat yang nyaman, bersih, teduh (hijau), indah dan sehat dalam menimba ilmu pengetahuan; Kemudian lingkungan kampus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem perkotaan tidak sedikit peranan dan sumbangannya bagi meningkatkan maupun dalam menurunkan pemanasan global. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana masyarakat kampus dapat mengimplementasikan IPTEK Bidang Lingkungan Hidup secara Nyata. Oleh karena itu program Eco-Campus adalah Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus sebagai kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengurangi Pemanasan Global.

Pengertian istilah Eco-Campus/ Green Campus dalam konteks pelestarian lingkungan bukan hanya suatu lingkungan kampus yang dipenuhi dengan Pepohonan yang Hijau ataupun kampus yang dipenuhi oleh Cat Hijau, ataupun barangkali karena kebetulan Jaket Almamater kampus yang bersangkutan berwarna hijau, namun lebih jauh dari itu makna yang terkandung dalam eco-campus adalah sejauh mana warga kampus dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan kampus secara efektif dan efisien, misalnya dalam pemanfaatan Kertas, alat tulis menulis, penggunaan Listrik, Air, Lahan, Pengelolaan Sampah, dll. Dimana semua kegiatan itu dapat dibuat neraca dan dapat diukur secara Kuantitatif baik dalam jangka waktu bulanan maupun tahunan.

Indikator Green Campus

Oleh sebab itu, dalam program eco-campus ada beberapa indikator ataupun parameter yang dapat dijadikan sebagai ukuran apakah kampus tersebut telah benar-benar telah mencapai sebutan eco-campus ataupun Green Campus. Adapun Ukuran keberhasilan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :• Efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok pengajaran Efisiensi pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran Efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape) Efisiensi penggunaan listrik  Efisiensi penggunaan Air

Page 18: Green Campus

Efisiensi pemakaian sumber daya alam Upaya kontribusi pengurangan pemanasan Global

Pengelolaan Sampah

Kampus sebagai suatu Lembaga/ Institusi yang fungsinya utamanya menyelenggarakan proses pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian masyarakat, tentunya dalam semua kegiatannya tidak terlepas dari penggunaan kertas yang cukup banyak. Harus diakui bahwa kondisi yang ada selama ini menunjukkan bahwa hampir semua lembaga/institusi baik pemerintah maupun swasta tidak terkecuali lembaga pendidikan sangat boros dalam pemakaian kertas. Hal ini bukan saja akan berdampak pada meningkatnya volume limbah yang dihasilkan di perkotaan secara langsung, dimana pada gilirannya akan memperpendek usia TPA, namun juga secara tidak langsung hal ini akan memboroskan penggunaan sumberdaya alam hutan (kayu).

Pemusnahan limbah kertas dengan cara membakar seperti yang lazim dilakukan bukanlah penyelesaian masalah sampah, bahkan sebaliknya akan menimbulkan masalah baru berupa pencemaran udara, dengan dilepaskannya gas karbondioksida yang dapat memicu meningkatnya pemanasan global. Oleh sebab itu, di dalam lingkungan kampus diharapkan sudah tersedia tempat-tempat sampah sekaligus upaya-upaya pemilahan sampah antara organik & an-organik. Penerapan konsep 4 R (Reduce, Recycle, Reuse dan Repair atau Recovery) merupakan pilihan yang tepat dan bijak dalam mengatasi masalah sampah termasuk di lingkungan kampus.

Pemanfaatan Lahan

Efisiensi penggunaan lahan di lingkungan kampus juga perlu mendapat perhatian. Idealnya harus ada perimbangan antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau. Minimal 30% lahan kampus sebaiknya dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Selama ini ada kecenderungan bahwa banyak lahan-lahan di lingkungan kampus yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung ditelantarkan atau dibiarkan sebagai lahan tidur (sleeping land) atau ruang hilang (lost space). Padahal bila lahan yang ada dimanfaatkan bagi berbagai macam tanaman, termasuk tanaman produktif misalnya buah-buahan akan memberikan manfaat ganda. Disatu sisi tanaman dapat mendaurulang gas-gas CO2 di udara, sekaligus menghasilkan udara segar (oksigen) yang memberikan kenyamanan bagi lingkungan sekitarnya, yang berarti juga akan mengurangi pemanasan global, disisi lain tanaman buah-buahan dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga kampus/masyarakat. Disamping itu dengan adanya vegetasi/tanaman dapat memberikan nilai estetika/keindahan tersendiri bagi lingkungan kampus.

 

Page 19: Green Campus

Penggunaan Energi

Penggunaan energi listrik juga merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menilai apakah suatu kampus telah berwawasan lingkungan atau belum. Hal ini sangat erat kaitannya dengan isu pemanasan global itu sendiri. Selama ini sebagian besar sumber energi utama manusia di bumi lebih terfokus pada penggunaan bahan bakar fosil (BBF) seperti minyak bumi, gas, dan batubara yang jelas-jelas telah banyak menghasilkan gas-gas rumah kaca seperti CO2, dan telah memberikan kontribusi terbesar bagi pemanasan global. Disamping itu, mengingat BBF ini merupakan energi tersimpan, sehingga dapat diperkirakan stock yang ada di perut bumi, dimana hanya dapat dimanfaatkan untuk beberapa tahun ke depan. Untuk itu, perlu upaya-upaya efisiensi dalam penggunaannya sambil terus menerus mengembangkan energi alternatif lain yang ramah lingkungan seperti energi Matahari (solar cell) yang terus menerus mengalir dan tidak akan habis selama matahari masih bersinar, Energi Air, Energi Angin, Bio-fuel, Panas Bumi (geothermal), dll.

Pemanfaatan Air

Demikian juga halnya dengan pemanfaatan sumberdaya alam lainnya seperti air. Air merupakan kebutuhan Vital manusia dan makhluk hidup lainnnya. Pemanfaatan air oleh manusia ada kecenderungan terus menerus mengalami peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, baik diperkotaan maupun pedesaan serta menunjukkan pemakaian yang cenderung boros. Walaupun secara kuantitatif jumlah air di bumi relatif tidak berkurang, namun secara kualitas banyak sumber-sumber air yang telah mengalami pencemaran, baik air permukaan maupun air tanah. Pemanfaatan air permukaan (mis: air sungai) sebagai sumber air bersih dewasa ini bukan saja membutuhkan pengolahan dengan teknologi yang ekstra, namun juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Tidak mengherankan harga jual air oleh PDAM juga cenderung mengalami kenaikan yang terus menerus.

Eksploitasi air tanah, terlebih sumur bor sebagai sumber air bersih dan air minum bukan saja berdampak pada semakin terkurasnya air tanah, namun juga dapat mengakibatkan menurunnya permukaan tanah (land subsidence) seperti yang dialami oleh banyak kota-kota besar saat ini seperti Jakarta, dimana selanjutnya akan berdampak pada terjadinya intrusi air laut. Dengan adanya gejala penurunan permukaan tanah yang terus menerus akan memudahkan air laut masuk ke daratan yang lebih dikenal dengan banjir laut (rob), terlebih lebih dewasa ini ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa volume air laut terus menerus bertambah karena mencairnya es di kutub sebagai dampak dari Pemanasan Global yang terjadi, yang akan memudahkan tenggelamnya daratan.

Page 20: Green Campus

Oleh sebab itu, efisiensi pemanfaatan air adalah sangat penting dilakukan oleh semua warga masyarakat tidak terkecuali di lingkungan kampus. Penghematan air misalnya dapat dilakukan dengan jalan memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dengan menggunakan teknologi re-sirkulasi air seperti yang telah bayak digunakan oleh institusi lain. Jadi sisa air yang telah digunakan untuk berbagai keperluan seperti dari kamar mandi, dapur, dll. ditampung kembali dalam kolam penjernihan terpadu, yang kemudian dimanfaatkan kembali. Di samping itu, lahan yang ada juga dapat dimanfaatkan sebagai sumur resapan ataupun biopori untuk menampung air hujan yang jatuh agar tidak sia-sia mengalir sebagai air permukaan dan terbuang ke laut. Air hujan selanjutnya dapat mengisi air tanah, kemudian tersimpan sebagai air persediaan pada saat musim kemarau tiba.

Berbagai parameter/indikator sebagaimana diuraikan diatas pada dasarnya adalah disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah terutama dikaitkan dengan fenomena-fenomena alam serta fakta-fakta yang terjadi bahwasanya saat ini lingkungan hidup manusia sedang mengalami degradasi dan kerusakan-kerusakan yang luar biasa, demikian juga terjadinya laju penyusutan sumberdaya alam dengan intensitas yang cukup tinggi yang bermuara pada timbulnya Pemanasan Global. Oleh karena itu, program ini juga bertujuan untuk melestarikan lingkungan serta upaya-upaya efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, dimana pada gilirannya diharapkan dapat meminimalisir ataupun mengurangi pemanasan global. Sudah seyogyanya kita sebagai warga kampus yang hidup dalam lingkungan masyarakat ilmiah terdidik selalu tanggap dan bertanggungjawab dalam menyikapi berbagai masalah disekeliling kita dan menjadi contoh/model, tidak terkecuali masalah lingkungan seperti Pemanasan Global / Global Warming yang sedang menghantui kita yang dapat mengancam kelanjutan Bumi dan Kehidupan kita. Mengapa kita tidak Bertindak untuk memulainya?

Page 21: Green Campus

Permasalahan lingkungan menjadi salah satu hal yang paling utama dan paling diperhatikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Setiap elemen masyarakat mulai menyadari bahwa Bumi memang tidak sedang dalam keadaan baik, harus melakukan tindakan untuk menyelamatkan Bumi kita bersama. Kata “hijau” atau “green” telah menjadi sebuah trend baru dalam setiap keseharian manusia sekarang ini. Aspek lingkungan pun menjadi salah satu acuan dasar dalam setiap proses pembangunan.

Perguruan tinggi merupakan tempat dimana para terpelajar dididik dan didewasakan agar dapat memberi solusi dalam suatu permasalahan bangsa. Tingkat kemajuan suatu Negara dapat dilihat dari kualitas perguruan tingginya. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebuah perguruan tinggi menjadi ujung tombak terdepan dalam menyelesaikan suatu permasalahan bangsa, termasuk permasalahan lingkungan.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling berkontribusi terhadap permasalahan global. Apalagi setelah Indonesia sempat dinobatkan sebagai Negara yang paling cepat dalam penggundulan hutannya. Hutan kita yang dahulu sangat dibanggakan sebagai paru-paru dunia, kini hanya tinggal cerita belaka. Haruskah kita diam dan tidak peduli akan semua ini?

ITB merupakan salah satu kampus terbaik di Indonesia, banyak pemimpin bangsa kita dilahirkan dari kampus ini. Bahkan dua dari enam kepala Negara kita merupakan mantan mahasiswa ITB. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa ITB untuk mancari solusi dalam permasalahan lingkungan di Negara dan Bumi ini? Pertanyaan ini menjadi landasan utama mengapa perlu adanya gerakan bersama mahasiswa ITB dalam mewujudkan ITB sebagai kampus yang berwawasan lingkungan (Eco-Campus). Perwujudan sebuah kampus yang ramah lingkungan merupakan

Page 22: Green Campus

tindakan nyata untuk menjawab berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi di Bumi ini. ITB harus dapat menjadi pelopor dan role model bagi kampus-kampus lain di Indonesia sebagai kampus yang menerapkan seluruh unsur ramah lingkungan dalam setiap aspeknya.ECOCAMPUS

Page 23: Green Campus

Eco-Campus merupakan sebuah sistem manajemen lingkungan yang berkelanjutan untuk mewujudkan ITB sebagai kampus yang berwawasan lingkungan dan bertujuan untuk  mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi. Telah banyak kampus di Negara lain (Amerika, Inggris, Jepang) yang menerapkan konsep Eco-Campus atau Green Campus dalam setiap aspek pengelolaannya. Eco-Campus merupakan solusi yang paling tepat dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi terutama akibat dari keberlangsungan perguruan tinggi yang bersangkutan.

 dan renewable. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kebutuhan energi dari PLN danuntuk jangka panjang dapat memenuhi kebutuhan energi secara mandiri. Bukan halyang tidak mungkin karena potensi renewable yang besar dan perkembanganteknologinya yang sudah dapat mendukung pemanfaatannya. Diantaranya yang dapatdimanfaatkan secara maksimal oleh kampus UGM adalah potensi energi matahari danenergi angin. Sistem hybrid yang dapat diterapkan dari pembangkit energi mataharidan pembangkit energi angin dapat mendukung pembangkitan energi yang optimal.Energi matahari dimanfaatkan dengan memasang solar cell disetiap atap gedung-gedung kampus. Energi angin diintegrasikan pula dengan memanfaatkan vertical axiswind turbine (VAWT) atau kincir angin vertikal yang dapat memanfaatkan kecepatanangin rendah secara maksimal. Pemasangan dilakukan disetiap gedung kampus.Energi matahari akan maksimal ketika matahari sedang cerah, ketika matahari redupatau akan hujan, energi angin akan dimanfaatkan lebih maksimal. Sistem integrasiyang saling mendukung inilah awal dari green campus UGM yang berbasis mandirienergi.2. Smart MobilityUntuk mewujudkan green campus, hal yang tidak boleh terlewatkan adalahmanajemen kendaraan dan mobilitas mahasiswa. UGM sebagai

Page 24: Green Campus

kampus yangmemiliki wilayah yang sangat luas, menjadikan mahasiswa memiliki masalah untukmobilitas. Solusi dari mahasiswa adalah memakai kendaraan bermotor pribadi yangkita tahu itu akan menghasilkan polusi yang buruk untuk lingkungan. makadiperlukan penyosialisasian tinggi untuk penggunaan sepeda. Sepeda kampus UGM perlu ditingkatkan dalam segi jumlahnya dan kualitasnya. Ketika pelayanan sepedakampus baik, maka dengan pemberian pemahaman yang jelas kepada mahasiswa.Mahasiswa wakan lebih memilih menggunakan sepeda kampus untuk mobilitasdisekitar kampus. Dan juga dikampus harus diberikan rute khusus untuk pejalan kakiagar membiasakan mahasiswa untuk berjalan kaki. Tidak hanya untuk mengurangi pencemaran tetapi juga awal dari hidup sehat.Dalam hal mobilitas yang baik, diperlukan juga monitoring dan manajementrafik kendaraan disekitar kampus. Dengan memberikan rute-rute pendek dan cepatyang dapat diakses menggunakan sepeda dan berjalan kaki, mahasiswa akan lebihmenggunakan itu dari pada menggunakan sepeda motor yang mengharuskan memutarlebih jauh. 3. Smart WaterKebutuhan air merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, terutama dilingkungan kampus. Untuk menerapkan konsep green campus di kampus UGM, makadiperlukan manajemen air yang baik. Mulai dari manajemen kebutuhan air sampaimanajemen sumber air dan pengolahan air. Penggunaan air yang tida bertanggung jawab akan sangat merugikan. Karena saat ini bumi mulai diancam oleh krisis air bersih. Sistem audit dan monitoring terhadap kebutuhan air harus ditangani oleh satusistem besar kampus yang nantinya dibagi lagi pada setiap fakultas. Setelah diketahuidata penggunaan air kampus, maka yang harus dilakukan adalah melihat sumber airyang digunakan. Diusahakan melakukan penghematan dengan menyosialisasikankampanye hemat air. Air yang telah dipakai juga harus setidaknya dimanfaatkan ataudiolah lagi menjadi air bersih.Manajemen penyerapan air adalah hal penting pula yang tidak dapatditinggalkan. Musim hujan yang tak menentu dapat dikhawatirkan mengakibatkangenangan dan banjir. Untuk itu diperlukan manajemen sistem sirkulasi air, agar airhujan dapat diamnfaatkan dan diolah kembali menjadi air bersih, tanpamengakibatkan genangan atau banjir yang merusak.Dalam setiap taman atau tempat umum di UGM perlu disediakan kran air bersih yang siap minum. Hal ini bertujuan agar mahasiswa tidak latah terus membeliair minum kemasan, yang biasanya kemasannya dibuang sembarangan. Mahasiswamenjadi terbantu karena ada sumber air minum bersih yang siap konsumsi. Hal inidapat membantu terbentuknya green campus UGM, sebagai kampus ramahlingkungan dan hijau.4. Smart Public Services

Page 25: Green Campus

Untuk mewujudkan green campus, hal yang tidak boleh dilupakan adalah palayanan umum. Konsep smart public services adalah konsep dimana seluruh pelayanan umum di kampus UGM terintegrasi satu sama lain. Hal yang perludilakukan untuk menerapkan hal ini yaitu antara laina) dengan memasang kamera CCTV disetiap lingkup daerah kampus UGM. Halini bertujuan agar keamanan kampus selalu terjaga, dan menghindari hal-halyang tidak diinginkan. Kamera keseluruhan dikendalikan dan dimonitoringdari pusat dan terbagi-bagi disetiap fakultas dan jurusan. b) Sistem komunikasi darurat, dimana jika ada keadaaan darurat yang terjadi.Dapat segera ditangani dengan cepat. Dipasang tombol darurat disetiap sisi kampus UGM dan disiapkan nomor telepon siaga, yang siap menerima aduan24 jam.c) Sistem road map, yaitu peta kampus digital yang dipasang disetiap sisi yangdirasa penting. Ini bertujuan agar pengunjung dan tamu UGM dapat dengancepat mengetahui dia berada dimana dan dimana tempat tujuannya berada.Sistem ini juga harus disediakan disetiap sisi UGM yang terhubung denganinternet dan peta digital. Jadi pengunjung tidak harus bingung untuk bertanyaarah, tinggal mencarinya sendiri dengan menggunakan sistem road map.d) Memasang monitor besar yang berisi kabar harian UGM dan apa agenda atauevent yang berlangsung. Ini bermanfaat agar mahasiswa mengetahuisepenuhnya keadaan kampusnya setiap harinya.5. Smart BuildingGreen campus tidak akan terwujud jika gedung atau bangunannya sendiri tidakterintegrasi secara ramah lingkungan. gedung yang banyak memanfaatkan AC akan banyak menyumbang kerusakan ozon. Untuk itu diperlukan konsep arsitektur bangunan yang dingin tanpa menggunakan AC dan manajemen penyinaran mataharigedung yang cukup. Penggunaan AC bukannya hal yang tidak boleh, AC tetap penting tetapi dengan manajemen yang baik maka, seluruh aspek dapat berjalandengan baik.6. Smart RubbishManajemen sampah adalah hal yang sangat penting dalam suatu lingkungan.apalagi dalam lingkungan kampus yang serba sibuk dan penuh dengan aktivitas.Manajemen yang pertama adalah dengan membiasakan mahasiswa untuk selalumemisahkan sampah berdasarkan kategorinya. Setelah itu kampus mempunyaistandar operasional pengolahan sampah yang saling terintegrasi untuk setiap bagiankampus.

Page 26: Green Campus

Sampah organik dari tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.Sampah anorganik dibuang dan diolah dengan pemanfaatannya masing-masing.Untuk mewujudkan green campus yang secara tiba-tiba adalah hal yang sangat sulit.Maka untuk itu penerapan konsep green campus dengan berbagai macam aspek-aspeknyaharus dilakukan secara bertahap. Karena memang konsep awal pembangunan kampus tidak bisa kita ubah dengan cepat. Namun dengan penerapan yang bertahap dan dukungan dari pihak kampus dan mahasiswa, green campus UGM akan benar-baner terwujud yang tentunyaakan mendukung Universitas Gadjah Mada sebagai universitas riset berkelas internasional.

Latar Belakang Green Campus1. Latar Belakang

Page 27: Green Campus

Perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menjadi terminal terakhir bagi seseorang yang berpeluang belajar setinggi-tingginya melalui jalur pendidikan sekolah (Nawawi dan Martini,1994). Diperguruan tinggi mahasiswa diharapkan mampu untuk mengembangkan mata kuliah yang diterimanya dari dosen secara kreatif sebagai wujud peningkatan prestasi akademi. Sukses tidaknya seorang mahasiswa dalam meningkatkan prestasi akademi dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung saat perkuliahan berlangsung. Faktor pendukung itu sendiri dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam lingkungan perguruan tinggi yang mempengaruhi proses perkuliahan seorang mahasiswa dalam peningkatan prestasi akademi. Faktor internal meliputi (1) Dosen atau staff pengajar yang bermutu dan berkualitas. (2) Kurikulum yang berlaku dengan sistematis. (3) Infrastruktur atau gedung yang nyaman, bersih dan luas. (4) Tersedia fasilitas yang baik oleh perguruan tinggi seperti toilet (air), pendingin ruangan (AC), listrik (lampu), meja dan kursi, dan sebagainya. (5) Perlengkapan penunjang laboratorium atau ruang praktek seperti slide atu projector, kertas, buku panduan, komputer dan sebagainya.Faktor eksternal merupakan faktor dari luar lingkungan perguruan tinggi yang mempengaruhi proses perkuliahan seorang mahasiswa dalam peningkatan prestasi akademi. Faktor eksternal meliputi (1) Letak perguruan tinggi yang strategis. Mahasiswa dapat dengan mudah menjangkau lokasi perguruan tinggi karena telah banyak disediakannya transportasi oleh pemerintah setempat baik berupa busway, bus kota dan bus kampus atau bus yang disediakan oleh perguruan tinggi. (2) Kepribadian atau psikologis seorang mahasiswa. Contohnya, sosialisasi atau pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Sosialisasi dilakukan seorang mahasiswa karena mahasiswa ialah seorang yang aktif dan cepat tanggap terhadap permasalahan bangsa dan negara. Banyak sekali bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan kepada masyarakat sebagai perwujudan kepedulian dan hasil dari proses perkuliahan yang diterima diantaranya seperti pengelolaan limbah dengan pemanfaatan limbah non-organik atau daur ulang di suatu desa, rehabilitasi hutan dan lahan, program pengomposan dan sebagainya. Dalam kenyataan, kedua faktor pendukung tersebut tidak cukup untuk dapat memaksimalkan proses perkuliahan yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademi, karena dianggap sebagai faktor penunjang biasa yang membuat mahasiswa tidak berminat dan termotivasi dalam peningkatan prestasi akademi. Cara pengemasan pengalaman belajar saat perkuliahan berlangsung yang dirancang dosen sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para mahasiswa. Mahasiswa membutuhkan pengalaman langsung saat perkuliahan dilakukan sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Melalui green campus atau yang sering juga disebut dengan eco-campus, mahasiswa dapat memperoleh pengalaman langsung saat perkuliahan dilakukan sehingga konsep yang dipersiapkan oleh seorang dosen dapat

Page 28: Green Campus

disajikan secara menarik, efisien dan efektif. Pada dasarnya green campus bukan hanya dimaknai bahwa kampus hijau atau perguruan tinggi harus merupakan tempat yang nyaman, bersih, indah dan sehat. Namun dari sudut pandang yang berbeda green campus sangat bermanfaat dalam peningkatan prestasi akademi untuk setiap jurusan di suatu perguruan tinggi dengan pengaplikasian secara langsung terhadap konsep ataupun teori mata kuliah yang telah diterima dari dosen melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungan perguruan tinggi secara efektif dan efesien. Dengan demikian, green campus dapat dimanfaatkan sebagai faktor pendukung tambahan bagi mahasiswa saat proses perkuliahan berlangsung dalam meningkatkan prestasi akademi. Diantara banyaknya jurusan di perguruan tinggi, misalkan teknik sipil dapat membuat desain dan konstruksi menggunakan bahan alam seperti dengan mengembangkan sebuah desain arsitektur yang hijau dan lebih ramah lingkungan. Contohnya, green building di Nanyang Universirty, Singapura. Teknik mesin, energi, kimia dan elektro melalui pembuatan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan dengan pemanfaatan energi terbarukan yang tersedia berlimpah di dalam ekosistem alami seperti air, angin dan sinar matahari. Manajemen dan bisnis melalui praktek manajemen dan bisnis lingkungan yang dijalankan seperti pembuatan green garden lengkap dengan restoran kecil, apotik hidup dan sebagainya. Pengaplikasian konsep atau teori yang diterapkan melalui green campus diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan prestasi akademi berdasarkan jurusannya di suatu perguruan tinggi. Sehingga keberhasilan peningkatan prestasi akademi melalui green campus sebagai faktor pendukung akan melahirkan ide baru dalam kurikulum di suatu perguruan tinggi yaitu program lingkungan hijau dengan indikator-indikator yang telah ditentukan dalam green campus. Selain itu, pemerintah (Kementrian Lingkungan Hidup) telah menghimbau untuk menerapkan green campus di setiap sekolah-sekolah, pesantren maupun perguruan tinggi di seluruh wilayah Indonesia sebagai wujud antisipasi terhadap pemanasan global saat ini.

Page 29: Green Campus

A.    Pendahuluan ; Green Campus sebagai Persoalan MoralSaat kita berbicara tentang green campus, sebenarnya persoalan

yang dihadapi oleh seluruh civitas akademika bukan hanya tentang bagaimana cara agar kampus –sebagai tempat belajar mahasiswa– menjadi hijau bersih dan nyaman. Bukan juga tentang seberapa menguntungkan jika kebijakan green campus dilakasanakan untuk menarik para mahasiswa baru dan memperoleh berbagai penghargaan nasional mapupun internasional dari kebijakan itu karena sudah ikut berpartisipasi dalam isu-isu internasional. Persoalan green campus sebenarnya lebih dari persoalan praktis yang telah disebutkan, persoalan green campus adalah persoalan moral. Mengapa? Karena persoalan green campus nantinya akan mempunyai konsekuensi etis,seperti “mengapa itu dilarang, dan mengapa itu dilakukan?, “mengapa itu baik, dan mengapa itu buruk untuk dilakukan?.

Persoalan yang sudah disebutkan mengindikasikan perlunya sebuah landasan moral dalam wacana green campus. Sebuah landasan yang bisa dijadikan prinsip bagi seluruh civitas akademikabahwa persoalan green campus bukan hanya sekedar persoalan praktis (apakah kegunaannya?), tetapi juga persoalan yang berhubungan dengan kewajiban kita sebagai manusia yang ber-ada di dunia.

B.     Etika, Refleksi tentang Moral

Page 30: Green Campus

Sebelum berbicara tentang landasan moral green campus, pembahasan akan lebih mudah jika kita sudah mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam pembahasan moral.

Ilmu yang mengkaji moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas biasa disebut dengan etika (Bertens, 2013:13) dapat juga dikatakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral. Baik atau buruk-kah suatu tindakan manusia, adalah salah satu dari persoalan yang dibahas dalam etika. Dalam pengertian ini, etika juga berarti berupa refleksi kritis untuk menentukan pilihan, sikap, dan tindakan secara benar sebagai manusia (Keraf, 2002:5).

Untuk menentukan manakah tindakan manusia yang baik dan manakah yang buruk, tidaklah mudah, karena dibutuhkan sebuah landasan moral yang logissehingga saat rasio manusia membutuhkan jawaban dari pertanyaan “mengapa saya harus melakukan itu?”, kita dapat memberikan jawaban dengan alasan-alasan yang cukup. Hal ini tentunya sangat relevanjika dihubungkan dengan pertanyaan “mengapa kita harus menciptakan green campus?”

Sejarah etika telah melahirkan dua jawaban besar terkait hal tersebut (landasan moral). Jawaban pertama adalah jawaban dari kaum utilitarianisme, –bersal dari kata utilis yang berarti berguna– yaitu sebuahaliran etika yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah dan menguntungkan. Sebaliknya yang jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tidak berfaedah, dan merugikan (Mudhofir, 2009:480). Aliran ini dipelopori oleh filsuf Skotlandia bernama Jeremy Bentham (1748-1832) dan mencapai puncaknya dalam karya-karya John Stuart Mill (1806-1873). Slogan mereka adalah “the greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar) dan ukuran mereka adalah hasil dari tindakan.

Jawaban laindiberikan oleh aliran deontologi yang dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan disempurnakan oleh Willian David Ross (1877-1971). Kant merumuskan bahwa tidak ada hal lain yang baik secara mutlak kecuali “kehendak baik”. Kehendak baik adalah sesuatu yang baik pada dirinya, tanpa pamrih, tanpa syarat (Hardiman, 2011:125). Kehendak baik adalah kehendak yang mau melakukan kewajiban. Jadi tindakan yang baik bukanlah tindakan yang di dasarkan oleh hasil –seperti yang dijunjung kaum utilitarian, melainkan tindakan yang baik adalah tindakan yang didasarkan pada kehendak baik untuk memenuhi

Page 31: Green Campus

kewajibannya dengan “sekuat tenaga”, terlepas dari apapun hasilnya (Magnis-Suseno, 1998:145).

Lalu hubungannya dalam wacana green campus, manakah yang terbenar (bukan terbaik) sehingga dapat digunakan sebagai landasan moral? Manfaat? Atau kewajiban-kah? Untuk menjawab persoalan ini, kiranya perlu diketahui dahulu bahwa dalam kenyataannya manusia adalah bagian dari alam.

C.    Landasan Moral Green Campus : dalam Kenyataannya Manusia adalah Bagian dari Alam

Apa yang baik-nya kita lakukan sebagai manusia? Menurut Driyarkara (2006:556) adalah berbuat dan bertindak sebagaimana manusia, sesuai dengan kenyataannya, dan sesuai dengan kodratnya. Hal itu mengindikasikan bahwa landasan yang paling tepat agar manusia bermoral adalah kodrat manusia itu sendiri (kemanusiaannya). Dan hubungannya dengan green campusadalah ; penulis dapat berkata bahwa kodrat manusia adalah “bagian dari alam”. Sekali lagi bahwa manusia adalah “bagian dari alam”.

Memang terlihat sederhana, tetapi salah pandang terhadap pernyataan ini telah dilakukan sepanjang sejarah umat manusia sehinggamembuat kita –seperti yang dikatakan Driyarkara– tidak berlaku sebagai manusia. Salah pandang itu adalah anggapan bahwa manusia adalah “penguasa alam”. Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak zaman modern lah yang memulai anggapan itu dengan perkataan bahwa : “…dengan melakukan adaptasi terhadap benda-benda tersebut, dan dengan demikian, membuat kita sebagai tuan dan pemilik alam (Descartes, [1637] 2008:48)”.

Mengapa pernyataan itu salah? karena hal itu mengingkari kodrat kita sebagai manusia, mengingkari kenyataan kita. Martin Heidegger (1889-1976)dalam karyanya Being and Time dan TheQuestion Concernig Technology kembali mempertanyakan cara pandang melihat alam yang seperti “itu”.

Menurutnya,kodrat “keberadaan” manusia adalah bersama pengada (mahluk) yang lain, in-der-Welt-sein, bersama mahluk lainnya. Salah pandang dalam memandang alam yang anthroposentris(menjadikan manusia sebagai pusat dan tujuan alam semesta) –seperti pada pandangan Descartes, membuatmanusia jadi bersikap teknologis. Heidegger (1977:20-21) menyebutnya dengan ge-stell, yaitu sikap membingkai, dan memaksa manusia melihat alam sebagai persediaan

Page 32: Green Campus

(utilitarian). Sikap ini bukanlah sikap manusia yang asli, sikap ini mengingkari kenyataan manusia. Kita bisa melihat dampak dari salah pandang ini adalah terjadinyapelbagai kerusakan lingkungan. Sikap yang benar–bahwa dalam kenyataannya manusia hanyalah bagian dari alam dan hidup bersama mahluk lainnya– menurut Heidegger ([1927] 2001:83-84) adalah Sorge, yang berarti merawat alam dengan perhatian.

Dengan logika tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa landasan moral yang paling cocok dalam wacana green campus adalah “kewajiban”. Karena green campus –yangakan menciptakan tatanan kampus berorientasi etika lingkungan–memang sesuaidengan kodrat manusia, yaitu “bagian dari alam”. Dan juga cocok dengan sikap yang benar dalam memandang alam yaitu dengan Sorge, atau “merawat dengan perhatian”.Pendasaran moral ini mengandaikan strategi untuk dilaksanakan,yaitu melakukan penyadaran moral terhadap seluruh civitas akademika dalam mengembangkan wacana green campus, -dengan berbagai cara seperti penyuluhan atau penambahan mata kuliah etika lingkungan di setiap fakultas– bahwa“green campus adalah kewajiban! Kewajiban kita sebagai manusia!”.

Beberapa persoalan terpenting adalah mengubah mindset moral dalam alasan dan tindakan menciptakan green campus. Bukan lagi –misalnya– bertanya “apakah manfaat dan keuntungan membuang limbah praktikum di sungai dengan proses pengelolahan limbah?” tetapimembuang limbah praktikum di sungai dengan proses pengelolahan limbah memang “harus” dilakukan karena sesuai dengan “kewajiban kita” sebagai civitas akademika dan sebagai manusia. Orientasi yang melulu hasil (utilis) dan yang cenderung ekonomis dan politis, bahkan medis sekalipun dapat mereduksi arti pentingwacana green campus, yaitu sebagai salah satu usaha merawat alam sebagai kodrat kita.Tentunya landasan ini akan menciptakan berbagai implikasi terhadap banyak hal, dan yang terpenting adalah terhadap pengembangan IPTEK di perguruan tinggi.

D.    Implikasi Kewajiban sebagai Landasan Moral Green Campus terhadap Pengembangan IPTEK di Perguruan Tinggi

Mengapa pembahasan pengembangan IPTEK di perguruan tinggi menjadi perlu untuk dilakukan kaitannya dengan wacana green campus? Karena IPTEK di perguruan tinggi ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan green campus itu sendiri. Setidak-tidaknya ada dua alasan yang dapat mendukung argumen ini.

Page 33: Green Campus

Pertama, adalah karena green campus dalam arti total bukan hanya sekedar membangun gedung-gedung dan civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan, tetapi juga setiap keluaran IPTEK di perguruan tinggi juga harus berorientasi lingkungan. Kedua, adalah karena akademisi dari perguruan tinggi-lah yang nantinya akan menciptakan green campus-green campus di Indonesia. Karena itu pembahasan mengenai pengembangan IPTEK di perguruan tinggi sangatlah diperlukan.

Kita telah mengetahui bahwa pengembangan IPTEK haruslah bebas nilai sehingga IPTEK dalam perjalanannya dapat berkembang secara objektif, dan otonom tanpa tekanan dari pihak manapun. Namun karena usaha perguruan tinggi di Indonesia (mungkin dunia), sekarang diarahkan kepada penciptaan green campus, kiranya prinsip dalam filsafat ilmu ini patut dipertimbangkan lagi. Mengapa? karena saat IPTEK tetap bebas nilai tetapi tujuan perguruan tinggi adalah membangun kampus hijau yang beretika lingkungan, hal ini akan menciptakan kontradiksi. Karena sesungguhnya green campus sendiri adalah nilai.

Karena itulah perlu kiranya untuk dipertimbangkan sebuah strategi dalam menghadapi tantangan-tantangan zaman, apalagi yang erat kaitannya dengan isu lingkungan. Karena jika tanpa strategi baru, dan ilmu masih tetap bebas nilai, maka akan sangat mungkin akan muncul keluaran-keluaran IPTEK yang bertentangan dengan nilai etika lingkungan, walaupun dalam idealnya Filsafat Pancasila menolak pengembangan IPTEK yang bebas nilai. Strategi itu adalah sebuah pengembangan IPTEK berbasis kewajiban terhadap etika lingkungan. Yang mana nantinya IPTEK bukan hanya dibatasi dengan sila-sila Pancasila, tetapi juga dibatasi oleh kewajiban kita menjaga lingkungan sehingga diharapkan IPTEK yang lahir akan selalu berputar dan akan mempermudah penciptaangreen campus  di perguruan tinggi.

A.    KesimpulanDari berbagai pembahasan yang telah dilakukan dalam tulisan ini,

maka dapat disimpulkan beberapa pokok penting. Pertama, green campus adalah persoalan moral karena menyangkut perbuatan yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh civitas akademika kaitannya dengan menjaga lingkungan. Kedua, sebagai persoalan moral, green campus membutuhkan landasan moral agar dapat menjawab berbagai pertanyaan tentang alasan-alasan fundamental “mengapa” perlu green campus, dan dengan melihat kodrat manusia sebagai bagian dari alam, maka landasan moral yang cocok bagi green

Page 34: Green Campus

campus adalah kewajiban. Ketiga,adalah karena landasan moral green campus adalah kewajiban, maka implikasi dari hal ini adalah butuhnya strategi baru dalam pengembangan IPTEK yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan green campus di perguruan tinggi, yaitu menambahkan nilai kewajiban sebagai batas pengembangan IPTEK di perguruan tinggi.

Penulis sangat memahami, banyaknya kekurangan dalam tulisan ini, karena memang sangat sulit menuliskan pentingnya landasan moral hanya dalam lima halaman. Karena itu penulis sangat mengharapkan lanjutan terhadap tulisan ini yang memang belum final.

B.     Daftar PustakaBertens, K. 2013. Etika. Yogyakarta : Kanisius

Descartes, Rene. [1673] 2008. Discourse and Methode. Terjemahan John Veitch. New York : Cosimo BooksDriyarkara, N. 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Hardiman, F.B. 2011. Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern. Jakarta : Erlangga

Heidegger, Martin. [1927] 2001. Being and Time. Terjemahan John Macquarrie & Edward Robinson. Oxford : Blackwell Publisher LTd

_______. 1977. The Question Concerning Technology and Other Essay. Terjemahan William Lovlit. New York : Harper & Row

Keraf, A.Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta : KompasMagnis-Suseno, F. 1998. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta : KanisiusMudhofir, Ali. 2009. Kamus Etika. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

“Prinsip dasar etika lingkungan yang perlu didorong adalah membangun persepsi dan spirit bahwa sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai keterbatasan dalam menyediakan sumber kehidupan, sedangkan manusia merupakan bagian dari alam dan bukanlah penguasa alam karenanya manusia tidak mempunyai hak sewenang-wenang terhadap alam (Arne Naess, Filosof Lingkungan)

Masalah lingkungan adalah masalah bersama yang membutuhkan sinergi semua elemen masyarakat, termasuk didalamnya adalah civitas akademika. Sebagai

Page 35: Green Campus

kalangan akademisi, pemikiran kedepan tentang masalah lingkungan sangat dinanti oleh masyarakat karena tentunya kualitas lingkungan yang baik akan menopang kehidupan yang baik

Masalah -masalah lingkungan hidup seringkali tidak menjadi prioritas yang tinggi dan seringkali menjadi sub agenda yang pada akhirnya larut dan tenggelam dalam tema - tema kampanye yang lebih luas dan abstrak. Isu - isu lingkungan yang masuk dalam mainstream kampus lebih banyak pada hal- hal yang sifatnya temporer dan terkesan reaksioner seperti bencana alam, kecelakaan di hutan atau perusakan hutan oleh kegiatan manusia tetapi belum sampai pada akar masalah lingkungan yang terjadi pada saat ini, dampak dari kegiatan yang temporer ini hanya akan melahirkan kebencian pada mereka yang melakukan perusakan lingkungan tanpa melihat siapa sesunggguhnya yang melakukan dan membuat tekanan sehingga semua bencana itu terjadi.

Masalah lingkungan dan upaya pengelolaannya semakin kompleks yang mencakup berbagai aspek yang sangat luas, sementara itu pemahaman manusia terhadap lingkungan hidup masih jauh dari sempurna. Keterbatasan infrastruktur pendukung yang diperlukan dan ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang handal merupakan factor utama yang perlu diperhatikan dna dikembangkan, masalah keterampilan dan wawasan yang dimiliki oleh pihak yang berkompeten dalam pengelolaan lingkungan bukan alasan bagi pengelolaan lingkungan.

Civitas akademika adalah potensi besar dalam membangun pengelolaan lingkungan yang integrated, comprehensive dan sustainable. Karena itu perlu dikembangkan sebuah konsep yang bisa menyatukan semua elemen dalam sebuah sistem pengelolaan lingkungan, dari sistem ini diharapkan bisa membangun kesadaran tentang pentingnya sebuah pengelolaan lingkungan hidup.

Pendekatan secara sistem merupakan cara yang komprehensif untuk menanggulangi suatu masalah, dan atau suatu cara merumuskan masalah secara lebih luas serta menyeluruh untuk dapat ditangani profesional. Pendekatan kesisteman memungkinkan prinsip pengorganisasian interdisipliner yang terintegrasi sesuai dengan yang dikehendaki dan secara dinamis mampu mengutarakan adanya saling ketergantungan yang kompleks. Didalam sistem menunjukan pada pengertian tentang metode atau cara dan suatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan utuh.

Tinjauan kesisteman merupakan suatu cara pandang terhadap realitas empiris berbagai kelompok yang mempunyai komponen bagian dalam hubungan dinamis. Karakteristik sistem adalah:

a. memiliki kehendak atau tujuanb. setiap elemen-elemen komponen atau variabel yang ada membentuk kualitas

karakteristik keseluruhan sistem, bukan dirinya sendiri.c. Elemen-elemen sistem selalu berada dalam hubungan dinamis dengan

masukan yang selalu masuk dan keluaran yang selalu keluar.d. Sistem terbuka memiliki interrelasi diantara variabel-variabelnya.e. Setiap sistem mempunyai sasaran atau arah, sedangkan kerja atau proses

mencapai sasaran tersebut disebut kerja administrasi sistem.

Page 36: Green Campus

a. Pembangunan Kampus Berwawasan Lingkungan.

Pada prinsipnya kegiatan pembangunan adalah meerupakan kegiatan yang menimbulkan perubahan, baik perubahan direncanakan maupun perubahan yang tidak direncanakan. Lingkungan hidup alami tidaklah statis melainkan dinamis dan selalu mengalami perubahan menuju keseimbangan yang baru. Karena dalam pembangunan selalu ada perubahan, maka sebenarnya perubahan dalam pembangunan tersebut dapat menimbulkan ganguan keseimbangan lingkungan.

Rencana pembangunan selalu terjadi tarik menarik kepentingan, seperti ekonomi dan lingkungan. Di salah satu pihak kepentingan ekonomi sangat mendominasi, sementara dipihak lain kepentingan lingkungan sangat penting. Kedua kepentingan sebetulnya tidak akan terjadi tarik menarik bila perencana bisa memberikan solusi konkrit dalam memadukan kedua kepentingan tersebut. Jika konsep berkelanjutan (sustainable) diterapkan maka tarik menarik kepentingan tersebut bisa dikurangi. Tiga esensi pembangunan berkelanjutan diantaranya adalah pertama, memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan yang akan datang. Kedua, tidak melampaui daya dukung lingkungan. Ketiga, mengoptimalkan sumber daya yang ada dengan menyelaraskan antara sumber daya manusia dan pembangunan dengan sumber daya alam.

Secara umum eko-kampus adalah konsep pengelolaan lingkungan hidup di wilayah kampus dengan melibatkan semua civitas akademika. Menurut Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Jabar, Eko-kampus didasarkan pada pemikiran bahwa:

a. Sulitnya masalah lingkungan dipecahkan secara parsialb. Transfer knowledge potensial disampaikan melalui jalur pendidikan formal

dan non formalc. pelibatan mahasiswa secara aktif agar mempunyai kesadaran dalam hal

pengelolaan lingkungan.d. Meningkatnya interaksi mahasiswa dan lingkungannya.e. Meningkatnya partisipasi masyarakat.

Untuk mewujudkan eko-kampus ini, diperlukan sebuah bentuk real dalam tindakan yang ramah lingkungan diantaranya adalah:

a. Penghematan sumber daya dan penerapan daur ulang.

Mengurangi konsumsi kertas dengan cara mengetik 2 muka, memisahkan sampah organik dan anorganik, mendaur ulang kaleng, kardus dna plastik, menghemat penggunaan air.

a. Penghematan energi

Menggunakan listrik seperlunya, memilih listrik yang hemat energi

a. Penghematan zat kimia

Menggunakan sesedikit mungkin penggunaan bahan kimia berbahaya dalam melaksanakan kebersihan kampus.

Page 37: Green Campus

a. Kepedulian terhadap polusi

Menghindari merokok dilingkungan kampus, menanam dan memelihara tanaman yang dapat mengurangi polusi, membuang sampah pada tempatnya sesuai pemilahannya, melaksanakan pengolahan sisa makanan dan bahan organik lain di kampus dengan komposting, serta memantau lingkungan ekstern

a. Pendidikan lingkungan.

Menerapkan pendidikan lingkungan dalam kurikulum kampus, turut mensosialisasikan sadar lingkungan intern dan ekstern kampus.

B. Penutup

Lingkungan Kampus perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam membangun eko-kampus, dengan landasan dasar tridarma perguruan tinggi yaitu: 1) Pendidikan dan Pengajaran, 2) Penelitian. 3) Pengabdian pada Masyarakat, kontribusi pengelolaan lingkungan hidup yang baik akan memberikan dampak yang positif bagi dunia pendidikan Indonesia pada umumnya. Penanaman kesadaran untuk mengelola dan menjaga lingkungan yang berawal dari kampus sedikitnya akan menjadi pijakan awal bagi mahasiswa dan civitas akademika lainnya untuk melakukan hal serupa dilingkungannya berada.

Peran Perguruan Tinggi tentu saja yang paling utama adalah peningkatan kualitas SDM secara totalitas dan hanya akan berhasil bila didukung oleh semua stakeholder dan shareholde yang dalam hal ini pengelolaan lingkungan sumbangsihnya adalah:

1. Penyedia tenaga terampil untuk operasi dan pemeliharaan bekerjasama dengan dinas terkait.

2. Penyedia teknologi terapan dan teknologi maju untuk efisiensi dan efektifitas3. Memberikan contoh pengelolaan lingkungan yang baik dalam wilayah

kampus.4. Pemikiran secara global-holistic dalam pengelolaan lingkungan dalam kaitan

menjawab tantangan globalisasi atau menjadi ujung tombak dalam pembangunan bangsa.

Reference:

BPLHD Jabar,2004, Implementasi Kampus Berbudaya lingkungan Bandung Makalah Seminar Sosialisasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Mahasiswa se-Jawa Barat.

__________, 2001, Pengembangan Wawasan Mahasiswa dalam Pemahaman Pengelolaan Lingkungan.Bandung.

Noesan, Wiradjat, 2004, Peran Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Sampah. Bandung Makalah Seminar Sosialisasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Mahasiswa se-Jawa Barat.

Wildensyah, Iden. 2005 Realitas Arsitektur dan Lingkungan, Artikel dipublikasi terbatas.

__________, 2004, Membangun Bangsa, Melestarikan Lingkungan, Artikel di Majalah Air Minum, Jakarta.

Page 38: Green Campus

Suhari and M. Siebenhuner, 1993 : Environmental Geology For Land Use And Regional Planning In Bandung Basin, West Java, Indonesia Directory Of Environmental Geology (DEG). Bandung, Indonesia