graywater dan wetlands

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, maka air limbah grey water di lingkungan rumah tangga untuk masa yang akan datang potensial menjadi ancaman yang cukup serius terhadap pencemaran lingkungan perairan. Grey water merupakan bagian dari limbah cair domestik yang proses pengalirannya tidak melalui toilet, misalnya seperti air bekas mandi, air bekas mencuci pakaian, dan air bekas cucian dapur. Sebagian besar kandungan yang terdapat pada grey water adalah bahan organik yang mudah terdegradasi. Sekitar 60 85% dari total volume kebutuhan air bersih akan menjadi limbah cair domestik (Metcalf and Eddy, 2004). Bagian darigrey water adalah sekitar 75% dari total volume limbah cair domestik (Eriksson dkk., 2001). [1] Selain itu limbah rumah tangga (black water dan grey water) juga merupakan salah satu sumber pencemar terbesar sungai-sungai di Indonesia. Di beberapa wilayah di Indonesia seperti Jakarta Timur dan Jakarta Utara, air bersih sudah menjadi barang langka. Tidak hanya di Jakarta, kelangkaan air bersih sekarang ini menjadi salah satu masalah di dunia. Kenaikan jumlah penduduk membuat kebutuhan air semakin meningkat. Menurut National Water Company, rata-rata orang di rumah menggunakan sekitar 1600 liter per hari untuk berbagai kebutuhan. Tiga kebutuhan air terbesar dalam rumah tangga adalah untuk memasak, mandi, mencuci dan menyiram tanaman. Pengolahan limbah terbaik adalah pengolahan yang dilakukan dimana limbah dihasilkan. Maka sebaiknya pengolahan limbah ini dilakukan sejak dari rumah tangga (Natawidha, 2011). Penanganan grey water di Indonesia saat ini adalah langsung dibuang ke saluran drainase yang akan berujung ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini tentu akan menambah beban pencemaran di badan perairan / sungai. Kandungan utama grey water yaitu nitrogen dan fosfor dalam jumlah yang tinggi akan menyebabkan kemampuan pemulihan alamiah (self-purification) sungai terlampaui sehingga terjadilah peristiwa eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air berkurang sehingga membahayakan makhluk hidup yang ada di badan air tersebut.[2] Pengolahan air limbah menggunakan Wetland merupakan salah satu pilihan pengolahan yang tepat mengingat karakteristik air limbah grey water dengan beban organik relatif kecil serta unsur nitrogen dan fosfat yang cukup tinggi. Unsur N serta P pada air limbah ini merupakan pupuk alami bagi tumbuhan sehingga sistem pengolahan dapat dilaksanakan dengan teknologi yang sederhana, praktis, mudah dan murah dalam pemeliharaannya. Pengolahan grey water menggunakan Wetlanddengan konsep fitoremediasi ini memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dengan akar tumbuhan yang mengeluarkan oksigen. Bahan organik yang terdapat dalam air limbah akan dirombak oleh mikroorganisme menjadi senyawa lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai nutrient, sedangkan sistem perakaran tumbuhan air akan menghasilkan oksigen yang dapat digunakan sebagai sumber energi/katalis untuk rangkaian proses metabolisme bagi kehidupan mikroorganisme. Jenis tumbuhan dapat disesuaikan dengan jenis sistem Wetland yang digunakan. Pada sistem Wetlandini, air tidak menggenang di atas media tanam tetapi air mengalir di bawah media sehingga memiliki berbagai keuntungan. Salah satu keuntungannya

Upload: syarifah-nisa

Post on 14-Apr-2016

24 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Graywater dan wetland. Pengertian greywater dan wetland.

TRANSCRIPT

Page 1: Graywater Dan Wetlands

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dan

laju pertumbuhan penduduk di Indonesia,

maka air limbah grey water di lingkungan

rumah tangga untuk masa yang akan datang

potensial menjadi ancaman yang cukup serius

terhadap pencemaran lingkungan

perairan. Grey water merupakan bagian dari

limbah cair domestik yang proses

pengalirannya tidak melalui toilet, misalnya

seperti air bekas mandi, air bekas mencuci

pakaian, dan air bekas cucian dapur.

Sebagian besar kandungan yang terdapat

pada grey water adalah bahan organik yang

mudah terdegradasi. Sekitar 60 85% dari total

volume kebutuhan air bersih akan menjadi

limbah cair domestik (Metcalf and Eddy,

2004). Bagian darigrey water adalah sekitar

75% dari total volume limbah cair domestik

(Eriksson dkk., 2001). [1]

Selain itu limbah rumah tangga (black

water dan grey water) juga merupakan salah

satu sumber pencemar terbesar sungai-sungai

di Indonesia. Di beberapa wilayah di Indonesia

seperti Jakarta Timur dan Jakarta Utara, air

bersih sudah menjadi barang langka. Tidak

hanya di Jakarta, kelangkaan air bersih

sekarang ini menjadi salah satu masalah di

dunia. Kenaikan jumlah penduduk membuat

kebutuhan air semakin meningkat. Menurut

National Water Company, rata-rata orang di

rumah menggunakan sekitar 1600 liter per hari

untuk berbagai kebutuhan. Tiga kebutuhan air

terbesar dalam rumah tangga adalah untuk

memasak, mandi, mencuci dan menyiram

tanaman. Pengolahan limbah terbaik adalah

pengolahan yang dilakukan dimana limbah

dihasilkan. Maka sebaiknya pengolahan

limbah ini dilakukan sejak dari rumah tangga

(Natawidha, 2011).

Penanganan grey water di Indonesia saat ini

adalah langsung dibuang ke saluran drainase

yang akan berujung ke badan air tanpa

pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini tentu

akan menambah beban pencemaran di badan

perairan / sungai. Kandungan utama grey

water yaitu nitrogen dan fosfor dalam jumlah

yang tinggi akan menyebabkan kemampuan

pemulihan alamiah (self-purification) sungai

terlampaui sehingga terjadilah

peristiwa eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan

kandungan oksigen terlarut dalam air

berkurang sehingga membahayakan makhluk

hidup yang ada di badan air tersebut.[2]

Pengolahan air limbah

menggunakan Wetland merupakan salah satu

pilihan pengolahan yang tepat mengingat

karakteristik air limbah grey water dengan

beban organik relatif kecil serta unsur nitrogen

dan fosfat yang cukup tinggi. Unsur N serta P

pada air limbah ini merupakan pupuk alami

bagi tumbuhan sehingga sistem pengolahan

dapat dilaksanakan dengan teknologi yang

sederhana, praktis, mudah dan murah dalam

pemeliharaannya. Pengolahan grey

water menggunakan Wetlanddengan konsep

fitoremediasi ini memanfaatkan simbiosis

mikroorganisme dalam tanah dengan akar

tumbuhan yang mengeluarkan oksigen. Bahan

organik yang terdapat dalam air limbah akan

dirombak oleh mikroorganisme menjadi

senyawa lebih sederhana dan akan

dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai nutrient,

sedangkan sistem perakaran tumbuhan air

akan menghasilkan oksigen yang dapat

digunakan sebagai sumber energi/katalis

untuk rangkaian proses metabolisme bagi

kehidupan mikroorganisme.

Jenis tumbuhan dapat disesuaikan dengan

jenis sistem Wetland yang digunakan. Pada

sistem Wetlandini, air tidak menggenang di

atas media tanam tetapi air mengalir di bawah

media sehingga memiliki berbagai

keuntungan. Salah satu keuntungannya

Page 2: Graywater Dan Wetlands

adalah tumbuhan yang dapat beradaptasi

lebih bervariasi sehingga dapat digunakan

sebagai taman dengan estetika yang baik.

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan penulis membuat makalah ini

adalah untuk :

1. Mengetahui teknologi apa saja yang dapat

diterapkan untuk mengolah limbah

2. Mengidentifikasi penerapan

konsep Fitoremediasi berdasarkan

metode Wetland sebagai upaya pengolahan

limbah yang familiar.

1.3 MANFAAT

Memberikan tambahan pengetahuan dan

alternatif sistem pengolahan air limbah

utamanya grey water skala rumah tangga

dengan water treatment yang

berkonsepkan Fitoremediasi serta

menggunakan metode Wetland.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah dan Limbah

Cair (Air Limbah)[3]

Pengertian limbah secara umum adalah

sisa dari suatu usaha atau kegiatan manusia

baik berupa padat, cair ataupun gas yang

dipandang sudah tidak memiliki nilai

ekonomis sehingga cenderung untuk

dibuang. Limbah juga merupakan suatu

bahan yang tidak berarti dan tidak

berharga limbah bisa berarti sesuatu yang

tidak berguna dan dibuang oleh

kebanyakan orang, mereka

menganggapnya sebagai sesuatu yang

tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu

lama maka akan menyebabkan penyakit

atau merugikan. Limbah adalah buangan

yang dihasilkan dari suatu proses produksi,

baik dari proses industri maupun domestik

(rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai

sampah), yang kehadirannya pada suatu

saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki

lingkungan karena tidak memiliki nilai

ekonomis atau bersifat merugikan.

Menurut UU No. 32/2009 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah

didefinisikan sebagai sisa suatu usaha atau

kegiatan.

Limbah cair adalah air yang membawa

sampah (limbah) dari rumah, bisnis &

industri (Purwadarminta, 1997). Limbah

cair juga dapat didefinisikan sebagai

kotoran dari masyarakat & rumah tangga

dan juga yang berasal dari industri, air

tanah, air permukaan serta buangan

lainnya atau air buangan yang bersifat

kotoran umum (Sugiharto, 1987).

Sedangkan Metcalf & Eddy (dalam

Sugiharto 1987) mendifinisikan limbah

cair sebagai A combination of the liquid or

water carried wastes removed from

residences, institutions, and commercials

and industrials establishment, together

with such groundwater, surface water,

and stormwater as may be

present. Berdasarkan beberapa pengertian

tersebut dapat disimpulkan bahwa limbah

cair/air limbah adalah sisa dari hasil usaha

dan atau kegiatan yang berwujud cair.

Secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan

kimia organik dan anorganik. Dengan

konsentrasi dan kuantitas tertentu, limbah

dapat berdampak negatif terhadap

lingkungan, terutama bagi kesehatan

manusia, sehingga perlu dilakukan

penanganan terhadap limbah. Tingkat

bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh

limbah tergantung pada jenis dan

karakteristik limbah. Karakteristik limbah

yaitu:

Page 3: Graywater Dan Wetlands

1) berukuran mikro,

2) dinamis,

3) berdampak luas (penyebarannya), dan

4) berdampak jangka panjang (antar

generasi).

Sedangkan faktor yang mempengaruhi

kualitas limbah yaitu :

1) volume limbah,

2) kandungan bahan pencemar, dan

3) frekuensi pembuangan limbah.

2.2 Jenis, Sumber dan karakteristik Air

Limbah

a. Jenis air limbah

1) Air sabun (Grey Water)

Air sabun umumnya berasal dari limbah

rumah tangga, hasil dari cuci baju, piring

atau pel lantai. Air ini sebenarnya dapat

dimanfaatkan untuk menyirami tanaman

karena pada kadar tertentu alam masih

memiliki kemampuan untuk mengurai

sabun yang pada dasarnya merupakan

rantai karbon yang umum terdapat di alam.

Hanya saja perlu diperhatikan jika

sabunnya mengandung bahan berat

pembunuh kuman seperti karbol atau

mengandung minyak yang sulit terurai

seperti air hasil cuci mobil yang umumnya

tercemar oli.

2) Air Tinja/Air limbah padat (Black Water)

Air tinja merupakan air yang tercemar tinja,

umumnya berasal dari WC. Volumenya dapat

cair atau padat, umumnya satu orang dewasa

menghasilkan 1,5 L air tinja/hari. Air ini

mengandung bakteri coli yang berbahaya bagi

kesehatan, oleh sebab itu harus disalurkan

melalui saluran tertutup ke arah

pengolahan/penampungan. Air tinja bersama

tinjanya disalurkan ke dalam septic tank.

Septic tank dapat berupa 2 atau 3 ruangan

yang dibentuk oleh beton bertulang

sederhana. Air yang sudah bersih dari

pengolahan ini barulah dapat disalurkan ke

saluran kota atau lebih baik lagi dapat

diresapkan ke dalam tanah sebagai bahan

cadangan air tanah.

b. Sumber air limbah

1) Air buangan yang bersumber dari rumah

tangga (domestic waste water) adalah air

limbah yang berasal dari pemukiman

penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri

dari ekskreta ( tinja dan air seni, air bekas

cucian dapur dan kamar mandi dan umumnya

terdiri dari bahan organik).

2) Air buangan dari industri (industrial waste

water) adalah air buangan yang berasal dari

berbagai jenis industri akibat proses produksi.

Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat

bervariasi, sesuai dengan bahan baku yang

dipakai industri antara lain : nitrogen, sulfida,

amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna,

mineral logam berat, zat pelarut dan

sebagainya. Oleh karena itu pengelolaan jenis

air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi

lingkungan lebih rumit daripada air limbah

rumah tangga.

3) Air buangan kotapraja (manucipal wastes

water) yaitu air buangan yang berasal dari

perkantoran, perdagangan, hotel, restoran,

tempat-tempat umum, tempat ibadah dan

sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang

terkandung dalam jenis air limbah ini sama

dengan air limbah rumah tangga.

Page 4: Graywater Dan Wetlands

c. Karakteristik air limbah

1) Karakteristik fisik

Sebagian besar terdiri dari bahan-bahan padat

dan suspensi, terutama air limbah rumah

tangga biasa berwarna suram seperti larutan

sabun, sedikit berbau, kadang-kadang

mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas

cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinta

dan sebagainya.

2) Karakteristik kimiawi

Biasanya air buangan ini mengandung

campuran zat-zat kimia anorganik yang

berasal dari air bersih serta bermacam-

macam zat organik yang berasal dari

penguraian tinja, urine dan sampah-

sampah lainnya. Oleh sebab itu pada

umumnya bersifat basah pada waktu masih

baru dan cenderung bau asam apabila

sudah mulai membusuk.

3) Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen serta organisme

golongan coli terdapat juta dalam air limbah

tergantung dari mana sumbernya, namun

keduanya tidak berperan dalam proses

pengolahan air buangan.

2.3 Teknologi Alternatif Pengolahan Air

Limbah[4]

Pemilihan teknologi pengolahan air limbah

sebaiknya mengunakan anggapan bahwa

air limbah adalah sumber daya, bukan

sesuatu yang harus dibuang. Air limbah

harus dipandang sebagai sumber daya

karena didalamnya terdapat 4 komponen,

yaitu: air + energi + nutrien + peluang

kerja. Air, yang merupakan komponen

utama dari air limbah, bila telah diolah dan

memenuhi standar akan dapat

dipergunakan untuk irigasi ataupun usaha

perikanan. Zat organik, yang merupakan

polutan dalam air limbah, bila

pengolahannya tepat akan dapat diubah

menjadi energi yang dapat dimanfaatkan

untuk kebutuhan masyarakat. Nutrien yang

terdapat dalam air limbah juga dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk untuk lahan

pertanian.

Secara umum, terminologi pengolahan air

limbah secara alami (natural system)

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Sistem pengolahan limbah secara alami

bertujuan untuk memanfaatkan kembali

nutrien, air dan energi yang terdapat pada air

limbah.

b) Dalam pengolahan air limbah, yang

diutamakan adalah proses penguraian secara

anaerobik karena tidak memerlukan

penyediaan oksigen secara mekanis sehinga

akan mengurangi biaya operasional.

c) Apabila menggunakan proses aerobik untuk

penguraian zat organik oksigen yang

disediakan berasal dari proses fotosintesis

maupun proses re-aerasi alami.

Beberapa metode pengolahan air limbah

yang memenuhi terminologi pengolahan

air limbah secara alami yaitu: pengolahan

air limbah dengan proses anaerobik, kolam

stabilisasi, rawa buatan dan kolam

tumbuhan air.

a. Pengolahan Air Limbah dengan Proses

Anaerobik

Meskipun pengolahan air limbah secara

anaerobik telah dikenal sejak hampir 2000

tahun yang lalu di India dan Cina dalam

bentuk tangki penguraian untuk limbah

kotoran hewan, proses ini cukup lama

diabaikan sebagai salah satu alternatif

pengolahan limbah. Hal ini dikarenakan,

proses anaerobik dianggap tidak efisien

Page 5: Graywater Dan Wetlands

dan terlalu lambat untuk mengolah air

limbah yang semakin hari semakin

bertambah banyak volumenya (Nayono,

2005). Semenjak terjadinya krisis energi

dunia beberapa dekade lalu, pengolahan air

limbah secara anaerobik diusahakan untuk

dapat digunakan kembali. Sejak akhir

tahun 1960-an, proses pengolahan limbah

secara anaerobik mulai diteliti secara

intensif sehingga sekarang dapat

dipertimbangkan sebagai salah satu

alternatif pengolahan limbah selain

teknologi dengan proses aerobik yang

telah lama dikenal (Hickey et al., 1991).

Contoh teknologi pengolahan limbah

secara anaerobik. (a) Upflow anaerobic

filter, (b). Downflow anaerobic filter,

(c).Fluid bed, (d). Contact process, dan

(e). Upflow anaerobic sludge blanket.

Beberapa penelitian dari berbagai negara

melaporkan bahwa pemanfaatan proses

anaerobik untuk pengolahan limbah

domestik dan limbah industri mempunyai

tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.

Karena proses anaerobik berlangsung

dengan baik pada suhu sekitar 30 40oC,

maka pada daerah tropis proses anaerobik

ini mampu mencapai hasil pengolahan

limbah yang cukup memuaskan.

Pengurangan BOD dan COD bisa

mencapai 70% sampai 90%. Meskipun

demikian, hasil dari pengolahan anaerobik

ini (terutama untuk pengolahan air limbah

industri) masih relatif belum sesuai dengan

ketentuan untuk dapat dibuang langsung

ke badan air. Oleh karena itu, pengolahan

tambahan masih diperlukan agar kualitas

air hasil pengolahan cukup bagus untuk

dapat dibuang langsung ke sungai.

b. Pengolahan Air Limbah dengan Kolam

Stabilisasi (Waste Stabilization Ponds)

Kolam stabilisasi didefinisikan sebagai

kolam dangkal buatan manusia yang

menggunakan proses fisis dan biologis

untuk mengurangi kandungan bahan

pencemar yang terdapat pada air limbah.

Proses tersebut antara lain meliputi

pengendapan partikel padat, penguraian

zat organik, pengurangan nutrien (P dan

N) serta pengurangan organisme patogenik

seperti bakteri, telur cacing dan virus

(Polprasert, 1996; Pena-Varon and Mara,

2004).

Kolam stabilisasi ini cukup banyak

digunakan oleh negara-negara berkembang

karena biaya pembuatan dan

pemeliharaannya murah serta lahan yang

tersedia masih cukup banyak. Prinsip dasar

dari kolam stabilisasi adalah (Veenstra,

2000):

a) Menyeimbangkan dan menjaga fluktuasi

beban organik dan beban hidrolis limbah air,

b) Mengendapkan partikel padatan dari air

limbah di kolam pertama,

c) Memanfaatkan proses fotosintesis yang

dilakukan oleh algae sebagai sumber utama

oksigen,

d) Proses penguraian zat organik secara

biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme

(baik secara aerobik maupun anaerobik), dan

e) Pengurangan organisme patogenik melalui

beberapa proses interaktif antara alga dan

bakteria.

Kolam stabilisasi dapat diklasifikasikan

berdasarkan pada proses biologis yang

utama pada kolam tersebut, pola

pembebanan hidrolis atau tingkat

pengolahan yang diinginkan. Berdasarkan

pada hal tersebut, kolam stabilisasi dapat

digolongkankan menjadi: kolam

anaerobik, kolam fakultatif dan kolam

pematangan (Polprasert, 1996).

Page 6: Graywater Dan Wetlands

a) Kolam anaerobik (anaerobic ponds). Kolam

anaerobik didesain agar partikel padat yang

dapat terurai secara biologis dapat

mengendap dan diuraikan melalui proses

anaerobik. Kolam ini biasanya mempunyai

kedalaman 3 sampai 5 meter dengan masa

tinggal hidrolis (hydraulic retention time) antara

1 sampai 20 hari.

b) Kolam fakultatif (facultative ponds). Kolam

fakultatif biasanya mempunyai kedalaman

berkisar 1 sampai 2 meter dengan proses

penguraian secara aerobik dibagian atas dan

penguraian secara anaerobik di lapisan

bawahnya. Jenis kolam ini mempunyai masa

tinggal hidrolis antara 5 sampai 30 hari.

Penggunaan kolam fakultatif bertujuan untuk

menyeimbangkan input oksigen dari proses

fotosintesis alga dengan pemakaian oksigen

yang digunakan untuk penguraian zat organik.

c) Kolam pematangan (maturation ponds).

Kolam pematangan adalah kolam dangkal

dengan kedalaman hanya 1 sampai 1,5 meter.

Hal ini ditujukan agar keseluruhan kolam

tersebut dapat ditumbuhi oleh alga sehingga

oksigen yang dihasilkan selama proses

fotosintesis dapat dipergunakan untuk proses

penguraian secara aerobik. Kolam ini

digunakan untuk memperbaiki kualitas air

yang dihasilkan oleh pengolahan di kolam

fakultatif dan untuk mengurangi jumlah

organisme patogenik. Sebagai upaya untuk

mendapatkan kualitas air limbah hasil olahan

yang lebih baik, kolam anaerobik, kolam

fakultatif dan kolam pematangan dapat

dikombinasikan dalam beberapa cara.

c. Pengolahan Air Limbah dengan Kolam

Tumbuhan air (Macrophyte ponds)

Kolam tumbuhan air (makrofita= yaitu

tumbuhan air yang relatif berukuran lebih

besar daripada alga) adalah sejenis kolam

pematangan yang memanfaatkan

tumbuhan air yang terapung ataupun

mengambang di dalam air. Tumbuhan air

yang dipergunakan pada sistem

pengolahan ini mampu menyerap nutrien

anorganik (terutama P dan N) dalam

jumlah yang relatif besar (Pescod, 1992;

Krneret al., 2003). Selain itu, sistem ini

juga mampu untuk mengurangi kandungan

logam berat yang terdapat pada air limbah

(Polprasert, 1996; Espinosa-Quinones et

al., 2005).

Cara kerja dari kolam tumbuhan air ini

utamanya didasarkan pada simbiosis

mutualisme antara tumbuhan air dan

bakteri pengurai bahan pencemar yang

terdapat di dalam air. Bakteri aerobik dan

fakultatif yang akan menguraikan

kandungan bahan pencemar organik

menggunakan oksigen yang diproduksi

oleh proses fotosintesis tumbuhan air.

Sedangkan, produk sampingan dari proses

penguraian yang dilakukan oleh bakteria

yaitu karbondioksida dan amonium akan

dimanfaatkan tumbuhan air dalam proses

fotosintesis tersebut.

d. Pengolahan Air Limbah dengan Rawa

Buatan (Constructed Wetlands)

Menurut US-EPA (1988), yang dimaksud

dengan rawa adalah suatu daerah yang

terendam oleh air permukaan atau air tanah

dalam suatu periode tertentu yang

memungkinkan terjadinya kondisi jenuh

air pada tanah tersebut. Rawa buatan

biasanya mempunyai kedalaman sekitar

0,6 meter berbentuk memanjang seperti

kanal sempit. Dikarenakan prinsip dasar

pengolahan air limbah dengan rawa buatan

ini sama dengan prinsip kolam tumbuhan

air, maka rawa buatan ini harus ditanami

dengan tumbuhan yang relatif toleran

terhadap air seperti ekor kucing (Typha

spp), bulrush (Scirpus spp) atau reed

(Phragmites communis).

Page 7: Graywater Dan Wetlands

Tidak seperti rawa alami, rawa buatan

untuk pengolahan air limbah dapat dibuat

hampir dimana saja meskipun dengan

lahan yang terbatas. Rawa buatan juga

mempunyai kapasitas dan kemampuan

pengolahan air limbah yang lebih bagus

dibandingkan dengan rawa alami karena

bagian dasar dari rawa buatan ini biasanya

dibuat dengan konstruksi khusus dan dapat

diatur pembebanan hidrolisnya

(Polprasert et al., 2001; Crites et al.,

2006). Rawa buatan dapat diklasifikasikan

menjadi dua jenis, yaitu rawa buatan yang

air limbahnya mengalir di permukaannya

(free water surface system) dan rawa

buatan yang air limbahnya mengalir di

bawah permukaan rawa (subsurface flow

system= SF).

Kemampuan rawa buatan untuk

pengolahan air limbah, terutama di daerah

tropis, sangat tinggi. Pengurangan BOD

dengan menggunakan proses ini bisa

mencapai 65% sampai 85%. Padatan

tersuspensi dapat dikurangi sebanyak 90%,

sedangkan pengurangan nutrien (nitrogen

dan fosfor) dapat mencapai 85% serta

pengurangan organisme patogen mencapai

99,5% (Polprasert et al., 2001; Crites et

al., 2006).

BAB III

METODOLOGI

3.1 metodologi penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Pendekatan tersebut dilakukan

dengan pengamatan dan dokumentasi.

Pengamatan yang dilakukan bersifat

partisipatif. Penulis berpartisipasi langsung

melakukan pengamatan di pusat

pendidikan lingkungan hidup di seloliman,

trawas, mojokerto. Dari sanalah penulis

terinspirasi untuk melakukan Dokumentasi

didapatkan dari literatur tertulis dan di

internet.

3.1. Jenis Penulisan

Penulisan ini merupakan penulisan

kualitatif, yaitu prosedur penulisan yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis dari orang-orang dan hasil

pengamatan, didukung dengan studi

literatur atau studi kepustakaan

berdasarkan pendalaman kajian pustaka

berupa data, sehingga realitas dapat

dipahami dengan baik (Moleong, 1990:5).

Penulisan kualitatif juga menggunakan

data yang dinyatakan secara verbal dan

kualifikasinya bersifat teoritis (Nawawi,

1995:32).

3.2 Jenis Data

Data dalam penulisan ini merupakan jenis

data sekunder. Menurut Moleong (2000),

data sekunder merupakan data yang

berasal dari selain obyek yang diteliti.

Data sekunder ini didapatkan dari artikel,

literatur kepustakaan, media massa, arsip-

arsip.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan

pada penulisan ini, penulis menggunakan

metode Studi Pustaka. Metode ini

dilakukan dengan cara mempelajari

beberapa literatur yang berhubungan

dengan masalah yang dikaji. Beberapa

literatur ini dapat berupa pustaka cetak

maupun elektronik, seperti data-data dari

buku literatur, majalah, buletin, tabloid

koran dan lain-lain. Penulis lebih banyak

mencari data yang berkaitan dengan

instansi / obyek penulisan.

BAB IV

GAMBARAN WILAYAH STUDI

Page 8: Graywater Dan Wetlands

2.1 Gambaran umum wilayah studi

Pada tanggal 3-4 November 2012 penulis

mengunjungi Pusat Pendidikan Lingkungan

Hidup (PPLH) Seloliman. Kegiatan studi alam

yang bertujuan mengenalkan penulis kepada

alam secara langsung dengan lebih dekat.

Seperti bagaimana menggunakan potensi

alam tanpa merusak keseimbangan serta

kelestarian lingkungan. PPLH (Pusat

Pendidikan Lingkungan Hidup) Seloliman,

terletak di desa Seloliman, kecamatan Trawas,

kabupaten Mojokerto. Didirikan pada tahun

1990 dengan tujuan untuk mewujudkan

masyarakat yang sadar dan peduli akan

lingkungan sebagai tempat tinggal yang perlu

dijaga kelestariannya. PPLH sendiri

merupakan lembaga swadaya masyarakat

yang bergerak di bidang lingkungan hidup.

Dibangun di area seluas 3.5 hektar.

PPLH Seloliman menyajikan pemandangan

alam yang indah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mempelajari konsep

pemanfaatan potensi alam yang ramah

lingkungan.Di sini penulis bisa menikmati

suasana hutan alami dan sungai yang

mengalir jernih. Area PPLH yang bernuansa

hutan alam membuat kita merasa bagaikan

berada di sebuah perumahan ditengah hutan.

Bangunan di PPLH Seloliman didominasi

dengan kayu sehingga semakin mengentalkan

suasana menyatu dengan alam.

Pengunjungnya tidak hanya penduduk sekitar

saja, namun juga dari dalam kota hingga luar

kota. Mulai dari kalangan masyarakat umum,

pelajar TK, SD, SMP, SMA sampai dengan

mahasiswa yang akan melakukan penelitian.

Diperkenalkan kepada kami berbagai macam

konsep pengolahan teknologi berbasis ramah

lingkungan yang dikembangkan oleh PPLH.

PPLH Seloliman juga menjadi salah satu

tujuan objek wisata Internasional dan

mempunyai empat program yaitu:

1.Program pendidikan

2.Program pertanian organik

3.Program sumber daya

4.Program usaha

Latar belakang diadakan pelatihan PPLH

adalah untuk pemberdayaan masyarakat,

pendidikan dan menambah pengalaman.

Selain itu para peserta yang mengikuti

pelatihan untuk diaplikasikan dalam

lingkungan nyata.

2.2 Objek Observasi

4.3.1 Solar Water Heater (Penghangat

Air Tenaga Sinar Matahari)

Berbentuk pyramid memungkinkan

menerima sinar matahari pada semua

sisinya sehingga tidak usah mengggeser

dan mengikuti sudut datangnya matahari.

Sistem penghemat air ini menggunakan

prinsip efek rumah kaca, yaitu panas yang

sudah masuk sulit untuk keluar, sehingga

makin lama suhu yang ada di dalam

semakin panas, semua dicat hitam agar

dapat menyerap panas. Lebih efektif dan

bahan sebaiknya dari bahan yang bersifat

penghantar panas yang baik.

4.3.2 Solar Cell

Listrik tenaga surya terjadi ketika sinar

matahari menumbuk sebuah sel surya yang

dapat mengubah energi cahaya menjadi

energi listrik. Sel surya bekerja

berdasarkan prinsip photoelektrik, karena

itu disebut photovotaic atau solar sel.

4.3.3 Solar Box Cooker

Sinar matahari juga dapat dimanfaatkan

untuk memasak, yaitu sebuah reflektor

dengan daya tangkap sinar matahari ekstra

Page 9: Graywater Dan Wetlands

yang juga akan berfungsi sebagai

penutup/jendela solar box.

4.3.4 Water Treatment

Salah satu untuk membersihkan air

tercemar tanpa bahan kimia, sehingga

tidak ada dampak lain terhadap lingkungan

sekitar akibat proses. Keuntungan dari

sistem ini lebih murah dari pengolahan lain

tidak memerlukan energi untuk prosesnya.

4.3.5 Solar Ternal Dryer

Alat pengering menggunakan sinar

matahari berbentuk piramida

memungkinkan menerima sinar matahari

pada semua sisinya sehingga tidak perlu

menggeser mengikuti sudut datangnya

sinar matahari, suhunya tidak boleh

melebihi 600C dan dibuat fentilasi untuk

memudahkan sirkulasi udara.

4.3.6 Biogas

Gas yang berasal dari kotoran hewan yang

sudah melalui beberapa proses seperti

pengendapan, penguapan. Uapnya

ditampung di sebuah tabung dan gas

tersebut bisa digunakan untuk memasak,

karena biogas itu setara dengan gas LPG.

4.3.7 Tanaman obat keluarga

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Konsep Fitoremediasi [5]

Konsep mengolah air limbah dengan

menggunakan media tanaman atau lebih

populer disebutFitoremediasi telah lama

dikenal oleh manusia, bahkan digunakan

juga untuk mengolah limbah berbahaya

(B3) atau untuk limbah radioaktif.

Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di

beberapa negara telah pula membahas

dengan detail bagaimana proses remediasi

ini dapat menolong manusia untuk

memecahkan problem

lingkungannya. Phyto asal kata

Yunani/greek phyton yang berarti

tumbuhan/tanaman

(plant), remediation asal kata

Latin remediare (to remedy) yaitu

memperbaiki/ menyembuhkan atau

membersihkan sesuatu.

Jadi Fitoremediasi (phytoremediation)

merupakan suatu sistem dimana tanaman

tertentu yang bekerjasama dengan

microorganisme dalam media (tanah, koral

dan air) dapat mengubah zat kontaminan

(pencemar/polutan) menjadi kurang atau

tidak berbahaya bahkan menjadi bahan

yang berguna secara ekonomi.

Proses dalam sistem ini berlangsung secara

alami dengan enam tahap proses secara

serial yang dilakukan tumbuhan terhadap

zat kontaminan/pencemar yang berada

disekitarnya yaitu antara lain :

1. Phytoacumulation

(phytoextraction) yaitu proses tumbuhan

menarik zat kontaminan dari media

sehingga berakumulasi disekitar akar

tumbuhan, proses ini disebut

juga Hyperacumulation.

2. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah

proses adsorpsi atau pengendapan zat oleh

akar untuk menempel pada akar. Proses ini

telah dibuktikan dengan percobaan

menanam bunga matahari pada kolam

mengandung zat radio aktif di Chernobyl

Ukraina.

3. Phytostabilization yaitu penempelan

zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang

tidak mungkin terserap ke dalam batang

tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat

Page 10: Graywater Dan Wetlands

(stabil) pada akar sehingga tidak akan

terbawa oleh aliran air dalam media.

4. Rhyzodegradetion disebut

juga enhenced rhezosphere

biodegradation, atau plented-assisted

bioremidiation degradation, yaitu

penguraian zat-zat kontaminan oleh

aktivitas microba yang berada di sekitar

akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan

bacteri.

5. Phytodegradation (phyto

transformation) yaitu proses yang

dilakukan tumbuhan untuk menguraikan

zat kontaminan yang mempunyai rantai

molekul yang kompleks menjadi bahan

yang tidak berbahaya dengan dengan

susunan molekul yang lebih sederhana

yang dapat berguna bagi pertumbuhan

tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat

berlangsung pada daun, batang, akar atau

di luar sekitar akar dengan bantuan enzym

yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu

sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan

enzym berupa bahan kimia yang

mempercepat proses degradasi.

6. Phytovolatization yaitu proses menarik

dan transpirasi zat contaminan oleh

tumbuhan dalam bentuk yang telah

menjadi larutan terurai sebagai bahan yang

tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya

diuapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan

dapat menguapkan air 200 sampai dengan

1000 liter perhari.

5.2 Jenis tanaman yang digunakan

dalam Fitoremediasi

Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan

dalam Fitoremediasi adalah Anturium

Merah/Kuning, Alamanda Kuning/Ungu,

Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden

Merah/Kuning/Putih, Dahlia, Dracenia

Merah/Hijau, Heleconia Kuning/Merah,

Jaka, Keladi Loreng/Sente/Hitam, Kenyeri

Merah/Putih, Lotus Kuning/Merah, Onje

Merah, Pacing Merah/Putih, Padi-padian,

Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol

Merah/Putih, Spider Lili, dan lain-lain.

5.3 Aplikasi di Lapangan

Beberapa penerapan lapangan dengan

konsep Fitoremediasi yang cukup berhasil

diantaranya :

1. Menghilangkan logam berat yang

mencemari tanah dan air tanah, seperti

yang dilakukan di New Zealand, lokasi :

Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah

yang tercemar Cadmium (Cd oleh

penggunaan pesticida) dengan menanam

pohon poplar.

2. Pengolahan limbah domestik dengan

konsep Fitoremediasi dengan

metode Wetland, seperti yang diterapkan di

beberapa tempat di Bali dengan sebutan

Waste Water Garden (WWG) atau terkenal

dengan taman seperti yang terlihat di

Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan

Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa

kolam dari pasangan batu kemudian diisi

media koral setinggi 80 cm yang ditanami

tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya

dialirkan air limbah (grey

water dan effluent dari septictank). Air harus

dijaga berada pada ketinggian 7 cm atau 10

cm dibawah permukaan koral agar terhindar

dari bau dan lalat/ serangga lainnya.

1. Membersihkan tanah dan air tanah yang

mengandung bahan peledak (TNT, RDX

dan amunisi militer) di Tennese, USA

dengan menggunakan

metode Wetland yaitu kolam yang diberi

media koral yang ditanami tumbuhan air

dan kemudian dialirkan air yang tercemar

bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang

digunakan seperti: Sagopond (Potomogeton

pectinatus), Water stargas (Hetrathera),

Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.

Page 11: Graywater Dan Wetlands

Untuk menghindari kloging (mampet)

pada lapisan koral maka air limbah

sebelum masuk unitWetland ini harus

dilewatkan unit pengendap partikel discret.

Berdasarkan hasil test laboratorium

terhadap influent dan effluent diperoleh

hasil evaluasi kinerja unit tersebut dengan

effisiensi removal sebagai berikut:

BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d 96 %,

TSS 75 s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %,

Total P 70 s/d 90 % , Bakteri coliform 99

%.

Terdapat 27 spesies tumbuhan yang

digunakan untuk Taman Bali ini

diantaranya Keladi, Pisang, Lotus, Cana,

Dahlia, Akar Wangi, Bambu Air, Padi-

padian, Papirus, Alamanda dan tanaman

air lainnya. Pemeliharaan sistem ini sangat

kecil yang umumnya hanya menyiangi

daun-daun tumbuhan yang layu/kering,

dengan demikian maintainance cost sangat

rendah. Menurut penjelasan dari

pihakSunrise School Bali yang telah dua

tahun menggunakan sistem ini belum

pernah terjadi cloging pada lapisan koral

dengan void ratio hanya 40% untuk ukuran

koral hanya 5 mm s/d 10 mm.Pada

dasarnya proses yang terjadi

pada Wetland ini sangat alami artinya

microorganisme dan tanaman

membentukecosystem sendiri untuk

berhadapan dengan jenis polutan yang

masuk, jadi tingkat adaptasi/akomodasi

terhadap zat dan kadar pencemararan

sangat baik, berbeda dengan

misalnyafakultatif pond proses akan rusak

(invalid) jika ada B 3 yang masuk atau jika

beban pencemaran meningkat lebih dari

20% akan terbentuk algae bloom. Namun

penerapan yang digunakan umumnya

terbatas pada skala kecil yaitu untuk

perkantoran, sekolah dan komunal sekala

RW, hal ini terjadi karena luas lahan yang

dibutuhkan perkapitanya lebih tinggi

dibanding sistem konvensional umumnya.

Meskipun dibandingkan dengan

sistem stabilization pond kebutuhan lahan

jauh lebih luas.

5.4 Wetland/ Lahan Basah[4]

Salah satu dari fitoremediasi adalah

metode wetland atau penggunaan lahan

basah untuk untuk proses pembersihan

logam berat atau senyawa-senyawa

berbahaya menjadi tidak berbahaya.

Metode wetland ini secara umum dibagi

menjadi dua kategori, yaitu:

1.) Subsurface Flow Systems

Subsurface flow systems atau sistem aliran

bawah tanah. Subsurface flow

systems didesain untuk aliran bawah tanah

melalui media permeabel, menjaga air

diolah dibawah permukaan, selain itu

menghindari berkembangnya bau dan

gangguan masalah lainnya. Sistem ini juga

sebagai root-zone systems, rock-reed-

filters, dan vegetated submergedbed

systems. Media yang digunakan biasanya

tanah, pasir, gravel, dan pecahan

batu/kerikil.

2.) Free Water Surface Systems

Sistem aliran permukaan didesain untuk

mensimulasikan lahan basah alami, dengan

aliran air melewati permukaan tanah pada

genangan yang dangkal. Vegetasi sering

terdiri dari tanaman marsh, seperti cattail

dan reeds. Kedua tipe tersebut biasanya

berada di lembah atau terusan baik secara

alami terbentuk atau yang sengaja dibuat.

Wetland memiliki efisiensi penghilangan

suspensi padat pada kolom air yang cukup

besar. Materi-materi yang tersuspensi di

kolom air dapat terdiri dari banyak macam

Page 12: Graywater Dan Wetlands

kontaminan, seperti nutrien, logam berat,

atau ikatan fisika atau kimia.

Salah satu cara yang digunakan

adalah fitostabilisasi. Fitostabilisasi adala

h penghentian kontaminan di tanah melalui

absorpsi dan akumulasi oleh akar, adsorpsi

ke dalam akar di daerah akar dari tanaman.

Selain itu digunakan untuk menjaga

migrasi/perpindahan kontaminan melalui

angin, erosi air, dan dispersi

tanah. Fitostabilisasi terjadi melalui

akumulasi kontaminan pada jaringan

tanaman dan di tanah sekitar akar karena

perubahan kimia dari kontaminan, yang

menjadi tidak larut dan berhenti di

komponen tanah. Bahan kontaminan yang

tidak dapat larut biasanya tidak

berbahaya.Fitostabilisasi juga mengacu

pada pembangunan/ pengembangan

tanaman penutup pada permukaan air dari

tanah atau sedimen yang terkontaminasi.

5.5 Manfaat dan Fungsi Wetland

Wetland memiliki berbagai fungsi dan

kegunaan yaitu :

1.)Organic Carbon (BOD) Removal

2.)Nitrogen Removal

3.)Phosphorus Removal

4.)Trace Metals Removal

5.)Removal of Toxic Organic Compounds

Fungsi ekologi :

1.)Tempat makan dan habitat kehidupan

liar

2.)Peningkatan kualitas air

3.)Perlindungan terhadap banjir

4.)Kontrol abration garis pantai

5.)Untuk rekreasi

5.6 Keuntungan Dan Kelemahan

Wetland

Keuntungan:

1. Mengurangi pergerasiko dari bahan

kontaminan anorganik tanpa menghilangkan

bahan tersebut dari lokasi mereka.

2. Jika dibandingkan teknik lain seperti

Excavation atau penggalian, yang teknik ini

lebih murah

3. Menambah kesuburan tanah

Kelemahan

Akibat bahan kontaminan yang tertinggal

di tempat, tempat/daerah tersebut harus

terus dimonitoring untuk memastikan

kondisi kestabilan lingkungan. Jika bahan

konsentrasi pencemar meningkat, efek

racun dapat menghambat pertumbuhan

tanaman tersebut. Jika menggunakan

aditif/penyubur tanah, maka harus

diterapkan secara periodik untuk menjaga

kefektifan dari proses fitoremediasi.

5.4 Konsep Perencanaan Wetland[5]

Beberapa ketentuan yang diperlukan untuk

membuat sistem ini yaitu:

1. Unit Wetland harus didahului dengan bak

pengendap untuk menghindari cloging pada

media koral oleh partikel-partikel besar.

2. Konstruksi berupa bak/kolam dari pasangan

batu kedap dengan kedalaman 1 m.

3. Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa

berlubang untuk outlet

4. Kolam diisi dengan media koral (batu pecah

atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm,

setinggi/setebal 80 cm.

5. Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa

jenis berjarak cukup rapat, dengan

melubangi lapisan media koral sedalam 40

cm untuk dudukan tumbuhan.

6. Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan

mengatur level (ketinggian) outlet yang

Page 13: Graywater Dan Wetlands

memungkinkan media selalu tergenang air

10 cm dibawah permukaan koral.

7. Desain luas berdasarkan Beban BOD yang

masuk per hari dibagi dengan Loading

rate pada umumnya. Untuk Amerika Utara =

32.10 kg BOD/Ha per hari. Untuk daerah

tropis kira-kira = 40 kg BOD/Ha per hari .

CONTOH PERHITUNGAN:

Misalnya Kantor/Hotel/bangunan gedung

lain dengan pegawai/pengunjung sejumlah

1000 orang. Maka perhitungan untuk

membuat Wetland ini adalah :

1. Pemakaian air rata-rata 10

liter/pegawai/hari dengan BOD rata-rata =

250 mg/l

2. Beban BOD = 101/orang/hari x 1000 orang

x 250 mg/l = 2.5 kg/hari

3. Kebutuhan bak pengendap sekaligus bak

anaerobik 2500 g : 250 g/m3 = 10 m

3, Jika

kedalaman kolam 2.5 m maka luas kolam

anerobik = 4m2

4. Kebutuhan Wetland. Efisiensi anaerobik

untuk Td = (10 m3 : 10,000 l/hari) satu hari

atau 60 %. Jadi BOD influen ke Wetland =

40 % x 250 mg/l = 100 mg/l. Beban BOD

yang masuk = 10000 l/hari x 100 mg/l = 1

kg/hari. Loading rate = 40 kg/Ha/hari, maka

luas kolam yang diperlukan = 1 kg/hari : 40

kg/Ha/hari = 250 m2

5. Dibutuhkan lahan kira-kira 260 m2.

Kedalaman kolam Wetland = 1 m, tebal

media koral 80 cm, kedalaman air 70 cm.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Fitoremediasi cukup efektif dan murah

untuk menangani pencemaran terhadap

lingkungan oleh logam berat dan B3

sehingga dapat digunakan untuk remediasi

TPA dengan menanam tumbuhan pada

lapisan penutup terakhir TPA dan

menggunakan sistem Wetland bagi kolam

leachit.

2. Sistem pengolahan limbah

dengan Wetland disarankan hanya untuk

skala lingkungan maksimum 2000 orang

dan perkantoran atau gedung-gedung

sekolah karena kebutuhan lahannya cukup

tinggi antara 1.25 m2/capita s/d 2.5

m2/capita dibanding fakultatif pond hanya

0.2 s/d 0.5 m2/capita atau hanya 1/5 dari

kebutuhan.

3. Biaya investasi sangat relatif terhadap

ketersedian lahan, dengan demikian untuk

skala kecil sangat ekonomis bila lahan

dapat disediakan.

4. Biaya O & P sangat rendah karena

pemeliharaan hanya sambilan untuk

pembersihan daun tumbuhan.

5. Untuk skala rumah tangga sistem ini dapat

dianggap pengganti bidang resapan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ratna Widya Danista. 2010. Penggunaan

Bambu Air (Equisetum Hyemale) Dan Bambu

Rejeki (Dracaena Sanderiana) Untuk

Penyisihan Nitrogen Dan Fosfor Pada Grey

Water Dengan Sistem Constructed

Wetland. Paper, (online),

(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19610-

3307100067-Paper.pdf diakses 12 November

2012).

[2] http://digilib.its.ac.id/public/ITS-

Undergraduate-19609-3307100067-

Chapter1.pdf diakses tanggal 12

November 2012

[3] Kebijakan Diklat Kesehatan

Lingkungan Dalam Program. Pembuatan

saluran Air Limbah Sederhana. Modul,

(online),

(http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescika

rang/images/stories/KurmodTTG/pengolah

anairlimbah/mi4b%20modul%20pembuata

Page 14: Graywater Dan Wetlands

n%20spal%20sederhana.pdf, diakses 12

November 2012).

[4] Satoto E Nayono . Metode Pengolahan

Air Limbah Alternatif Untuk Negara

Berkembang. Paper, (online)

(http://eprints.uny.ac.id/1160/1/Alternatif_

pengolahan_limbah.pdfdiakses tanggal 12

November 2012)

[5] Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata

Perdesaan. 2003. Fitoremediasi.

(http://digilib-

ampl.net/file/pdf/fitoremediasi.pdf diakses

12 November 2012).