gratifikasi seksual dalam tinjauan hukum pidana...

123
GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H) OLEH : AFIQ ZAKY LUBIS (1112045100018) KONSENTRASI HUKUM KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M

Upload: vunhu

Post on 08-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H)

OLEH :

AFIQ ZAKY LUBIS(1112045100018)

KONSENTRASI HUKUM KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M

Page 2: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 3: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 4: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 5: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 6: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

ii

ABSTRAK

AFIQ ZAKY LUBIS. NIM 1112045100018. GRATIFIKASI SEKSUAL DALAMTINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program StudiJinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta, Tahun 1437 H/ 2016 M. vi + 110 halaman.

Pada penelitian skripsi ini masalah utamanya yaitu pandangan masyarakat yangmenganggap bahwa perbuatan gratifikasi seksual belum diatur dalam undang-undang danadanya ketidakjelasan terkait kedudukan hukum perbuatan gratifikasi seksual. Penulismelakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan hal-hal yang berkaitan dengangratifikasi seksual. Penulis melakukan penelitian dengan berbagai sumber buku-bukureferensi mengenai sanksi gratifikasi seksual baik di dalam Hukum Positif maupun di dalamHukum Islam. Fokus penulis dalam pembahasan ini sebatas Sanksi bagi pelaku GratifikasiSeksual dalam Undang-Undang dan Hukum Pidana Islam.

Metode yang dipergunakan adalah metode kualitatif, adapun jenis penelitiannya yaitupenelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian dilakukan dengan cara penulismengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari buku-buku dan tulisan-tulisan yangberhubungan dengan tema. Setelah itu penulis menganalisis dari perbandingan hukum dalamperspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam dengan mencari status hukumantara keduanya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbuatan gratifikasi seksual termasuk dalamtindak pidana korupsi, karena perbuatan tersebut terakomodir dalam peraturan perundang-undangan dan pelakunya bisa dijerat UU Tipikor sepanjang memenuhi unsur-unsurnya.Dalam hukum pidana Islam pun secara tegas melarang perbuatan gratifikasi seksual, karenatermasuk dalam jarimah syariah dengan cara jarimah zina.

Kata Kunci : Sanksi Pelaku Gratifikasi Seksual dalam UU Tipikor dan Perspektif HukumPidana Islam.

Pembimbing : Dr. H. Muhammad Nurul Irfan, M. Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1986 s.d 2014

Page 7: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 8: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 9: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi
Page 10: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

vi

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBINGPENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSILEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………......... iABSTRAK ………………………………………………………………......... iiKATA PENGANTAR ……………………………………………...……....... iiiDAFTAR ISI ………………………………………………………………..... vi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................................... 10C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 11D. Kerangka Teori ....................................................................................... 12E. Metode Penelitian ................................................................................... 20

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

GRATIFIKASI DAN SUAP

A. Pengertian Gratifikasi ............................................................................. 24B. Unsur-unsur Gratifikasi .......................................................................... 33C. Pengertian Suap ...................................................................................... 37D. Perbedaan Gratifikasi dan Suap .............................................................. 47E. Hukum Pemberian Hadiah Kepada Pejabat ........................................... 56

BAB III : GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Gratifikasi dalam Hukum Pidana Islam .................................................. 66B. Perbandingan Gratifikasi dengan Hadiah ............................................... 73C. Gratifikasi Seksual dalam Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam ..... 79D. Pelayanan Seksual Sebagai Bentuk Gratifikasi ...................................... 88

BAB IV : SANKSI PELAKU TINDAK PIDANA GRATIFIKASI SEKSUAL

A. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Gratifikasi Seksual Menurut HukumPositif dan Hukum Islam ........................................................................ 97

Page 11: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

vii

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 104B. Saran ...................................................................................................... 105

DAFTAR PUSAKA ......................................................................................... 107

Page 12: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diskursus mengenai korupsi seakan selalu menjadi perbincangan

hangat di setiap negara sehingga seperti bahwa korupsi merupakan budaya.

Pada dasarnya korupsi bukan budaya, ia membudaya akibat kebuntuan

birokratis pada struktur sosial, struktur ekonomi, ataupun struktur politik.1 Di

Indonesia sendiri korupsi menjadi kebiasaan sejak zaman lampau. Korupsi

menjadi tradisi dalam corak birokrasi patrimonial. Corak dan system seperti

ini tetap dipertahankan sebagai sebuah kewajaran. Untuk mewujudkan Asas

Umum Pemerintahan Yang Baik yang telah diatur dalam pasal diktum (6)

UURI Nomor 28 Tahun 1999 yang berbunyi “Asas Umum Pemerintahan

Yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan

dan norma hukum mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih yang

bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” nampaknya masih harus melewati

jalan yang terjal.2

Pemberian mengenai gratifikasi yang mengarah kepada suap seakan

tiada habisnya, setiap satu permasalahan, khususnya mengenai gratifikasi, dan

umumnya mengenai korupsi muncul lagi masalah lainnya menyangkut

gratifikasi ataupun korupsi. Masyarakat Indonesia seakan sudah terbiasa

dengan fenomena korupsi, suap dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan sejenis

1 Mansyur Semma, Negara dan Korupsi (Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara,Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik). (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 195.

2 Ermansjah Djaja, Mendesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: SinarGrafika, 2010), hlm. 79.

Page 13: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

2

lainnya serta cenderung menerimanya sebagai bagian yang tak terpisahkan

dari realitas ke-Indonesia. Secara konstitusional, gratifikasi, suap dan korupsi

memang diakui sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), namun

dalam prekteknya, kasus korupsi dan suap yang terungkap cenderung

direduksi menjadi oknum, dan bukan persoalan system atau kultur.3

Sejak Negara Republik Indonesia berdiri, pada masa revolusi fisik

(1945-1950), korupsi sudah dilakukan orang. Lambat laun di pemerintahan

Indonesia, Perangkat Undang-Undang anti korupsi mulai diterapkan. Namun

upaya pemberantasannya tidak mudah dan banyak mengalami hambatan.

Kendati kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa

tahun terakhir ini semakin gencar melakukan pemantauan dan penangkapan

terhadap para pejabat yang melakukan tindakan korupsi, hasilnya dapat

dikatakan signifikan karena sudah banyak pejabat negara yang di vonis

penjara. Jaringan korupsi benar-benar telah terajut diseluruh sector

kehidupan, dari istana sampai pada tingkat kelurahan bahkan RT. Korupsi

telah menjangkiti birokrasi dari tingkat teratas hingga terbawah.4

Dalam konteks yang komprehensif, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa

korupsi merupakan white collar crime (Kejahatan Kera Putih) dengan

perbuatan yang selalu mengalami dinamisasi modus operandinya dari segala

sisi sehingga dikatakan sebagai invisible crime (kejahatan gaib) yang sangat

sulit memperoleh procedural pembuktiannya, karena seringkali memerlukan

3 Yonky Karman, Korupsi Manusia Indonesia, Opini Kompas, selasa, 10 April 2010.4 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta: Amzah,

2012), hlm. xvii

Page 14: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

3

“pendekatan system” (systemic approach) terhadap pemberantasannya.5

Menurut Helbert Edelherz istilah white collar crime (kejahatan kera putih)

ialah suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat illegal yang

dilakukan secara fisik, tetapi dengan akal bulus/ terselubung untuk

mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran/

pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis/ keuntungan

pribadi.6

Pada jaman dahulu, praktik gratifikasi (suap) juga pernah dilakukan

oleh ratu Balqis (ratu negeri Saba’) kepada nabi Sulaiman, hal ini dapat

ditemui dalam al-Qur’an yang berbunyi :

دية فـناظرة مب يـرجع المرسلون وإين مرسلة إليهم Artinya: dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka

dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawakembali oleh utusan-utusan itu. (QS. An-Naml (27) : 35).

Ayat diatas sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Katsir dan dikutip oleh

Abu Abdul Halim, menampilkan salah satu upaya negosiasi yang dilakukan

oleh ratu Saba’ kepada nabi Sulaiman, hadiah itu digambarkan berupa bejana-

bejana indah dari emas. Ini merupakan salah satu potret nyata dari kasus

gratifikasi yang terindikasi kuat dalam kategori suap yang pernah ditempuh

oleh ratu Saba’ (yang diwakili oleh aparatnya) kepada nabi Sulaiman, dengan

asumsi, nabi Sulaiman bisa dipengaruhi dan dibeli serta membiarkan ratu

5 Indrianto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, (Jakarta: Diadit Media, Cet.Pertama, 2009), hlm. 87.

6 Ermansyah Djaja, korupsi bersama KPK, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Kedua, 2009).hlm. 8.

Page 15: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

4

Saba’ dalam kemusyrikan dan kesesatan hidup. Namun, nabi Sulaiman

menolaknya dengan tegas.7

Faktor kultural dalam masyarakat Indonesia pada umumnya

cenderung kondusif untuk mendorong terjadinya korupsi, seperti adanya nilai

atau tradisi pemberian hadiah kepada penjabat pemerintah. Hadiah yang di

maksud dalam istilah hukum di Indonesia adalah gratifikasi, dimana hal ini

akan menjadi concern pembahasan ini. Selain adanya indikasi faktor budaya,

maraknya kasus gratifikasi dan suap yang terjadi di Indonesia jelas

menimbulkan tanda tanya yang sangat besar. Aturan hukum telah dibuat

dengan jelas dan dengan sanksi yang berat pula, instrument hukum juga telah

lengkap. Tapi mengapa pada ranah implementasinya tidak juga mendapatkan

hasil yang memuaskan. Hal ini dibuktikan dari banyaknya jumlah kasus

korupsi yang terjadi, bahkan semakin bertambahnya dari hari ke hari.

Di samping itu, penulis berpandangan bahwa selain faktor kultural

dan lemahnya implementasi hukum (kaitannya dengan jeratan hukum yang di

berikan bagi pelaku gratifikasi, suap dan korupsi), juga disebabkan oleh

kurangnya pemahaman masyarakat terhadapa arti dan juga batasan secara

literal dan juga larangan secara normatif dari al-Qur’an dan hadits (terhadap

preposisi hadiah/gratifikasi) mengenai suap, khususnya gratifikasi itu sendiri.

Implementasi penegakan peraturan gratifikasi ini tidak sedikit

menghadapi kendala karena banyak masyarakat Indonesia masih menganggap

7 Abu Abdul Halim, S, Suap: Dampak dan Bahayanya, Tinjauan Syar’I dan Sosial,(Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 1996), hlm. 28.

Page 16: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

5

bahwa memberi hadiah atau gratifikasi merupakan hal yang lumrah. Secara

sosiologi, hadiah sesuatu yang bukan saja lumrah tetapi berperan sangat

penting dalam merekat “kohesi sosial” dalam suatu masyarakat maupun antar

masyarakat bahkan antar bangsa.8

Gratifikasi menjadi unsur penting dalam system mekanisme

pertukaran hadiah. Sehingga kondisi ini memunculkan banyak pertanyaan

pada penyelenggara negara, pegawai negeri dan masyarakat seperti, apa yang

dimaksud dengan gratifikasi, dan apakah gratifikasi sama dengan pemberian

hadiah yang umum dilakukan dalam masyarakat ataukah setiap gratifikasi

yang diterima oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri merupakan

perbuatan yang berlawanan dengan hukum, lalu bagaimana saja bentuk

gratifikasi yang dilarang maupun yang diperbolehkan. Semua itu merupakan

pertanyaan-pertanyaan yang sering dijumpai dalam setiap persoalan

menyangkut gratifikasi.9

Selanjutnya, selain persoalan-persoalan yang digambarkan diatas,

Islam datang dengan membawa pencerahan, mengajarkan berbagai kiat

merajut tali kasih sayang dan persatuan. Kiat menyuburkan kasih sayang

antara dua insan adalah saling memberi hadiah, hal ini tergambar dalam

hadits Nabi saw., “Hendaknya kalian saling memberi hadiah, karena hadiah

dapat menghilangkan kebencian yang ada dalam dada. Janganlah seorang

8 Doni Muhardiansyah., Buku Saku : Memahami Gratifikasi, Cetakan pertama (Jakarta :Komisi Pemberantasan Korupsi, 2010), hlm. 1.

9 Doni Muhardiansyah., Buku Saku : Memahami Gratifikasi, Cetakan pertama (Jakarta :Komisi Pemberantasan Korupsi, 2010), hlm. 1.

Page 17: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

6

wanita meremehkan arti suatu hadiah yang ia berikan kepada tetangganya,

walau hanya berupa kaki kambing (kikil).” (HR, At-Turmudzi), dengan jelas

hadits ini menggambarkan fungsi hadiah dalam syariat Islam. Anjuran saling

memberi hadiah bertujuan mempererat hubungan kasih sayang dan mengikis

segala bentuk jurang pemisah antara pemberi dan penerima hadiah.

Teknik dan strategi korupsi sangat beragam. Baru-baru ini yang

sedang menjadi perbincangan hangat adalah tindak pidana korupsi dalam

bentuk pelayanan seksual yang selanjutnya muncul istilah “gratifikasi seks”.

Pada dasarnya kasus mengenai gratifikasi dalam bentuk pelayanan seks sudah

mencuat sejak lama dan menjadi rahasia umum. Tindak pidana ini meski

tidak secara jelas termaktup dalam UU PTPK (Undang-undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) namun secara tersirat sudah

terakomodir pada Pasal 12B UU PTPK yang tertuang pada penjelasannya

gratifikasi dalam arti luas terdapat pada redaksi “fasilitas lainnya”.10

Sebagai contoh kasus yang lama ini sehingga muncul istilah

“gratifikasi seks” yang di anggap sebagai bagian dari rangkaian tindak pidana

korupsi adalah dugaan yang menjerat Ahmad Fathonah selaku orang terdekat

presiden PKS Luthfi Hasan Ishak, pada saat dilaksanakannya Operasi

Tangkap Tangan oleh KPK tertangkap basa tengah berduaan di dalam kamar

hotel Le Maridien dengan mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di

Jakarta bernama Mariana Suciono (19) dan ditemukan uang sebagai imbalan

sebesar Rp. 10.000.000,-. Dalam kasus demikian ini masih sulit

10 Penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU PTPK

Page 18: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

7

diidentifikasikan karena masih lemahnya undang-undang pemberantasan

tindak pidana korupsi mengenai gratifikasi seks. Kasus serupa juga diduga

menyandung hakim Styabudi Tejochayono, hal itu terungkap setelah adanya

pemeriksaan terhadap pengusaha Toto Hutagalung selaku pemberi suap. Toto

menuturkan bahwa hakim Styabudi meminta jatah wanita setiap hari kamis

atau jum’at.11

Landasan hukum tindak pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi

diatur dalam UU 31/1999 jo UU20/2001, pasal 12 dimana ancamannya

adalah dipidanan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama

singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit 200 juta

rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Pasal 12 B ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001;

Pasal 12 B ayat 2 UU No. 20 Tahun 2001.

1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan

negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan

jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tuganya

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Yang nilainya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap

dilakukan oleh penerima gratifikasi.

11 https://nasional.tempo.co/read/news/2013/04/17/063473942/hakim-setyabudi-diduga-menerima-gratifikasi-seks, diakses pada 30 april 2016

Page 19: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

8

b. Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000 (sepuluh juta

rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan

oleh penuntut umum.

2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling

sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan paling

banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).12

Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri

atau penyelenggaraan negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama

tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya

kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), dan wajib dilaporkan paling

lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut

diterima.13

Undang-undang No. 20 Tahun 2001 perubahan atas Undang-undang

No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU

PTPK) di Indonesia pada pasal 12B dijelaskan mengenai pengertian

gratifikasi bahwa segala pemberian pejabat atau penyelenggara negera

12 Ermansjah Djaja, Tipologi Tindak Pidana di Indonesia, cet.ke-1, (Bandung: CVMandar Maju, 2010), hlm. 183.

13 Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratifikasi, cet.ke-1, (Jakarta:Komisi Pemberantasan Korupsi, 2010), hlm. 3.

Page 20: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

9

merupakan tindak pidana gratifikasi14, kecuali bila pejabat atau

penyelenggara negara tersebut melaporkan gratifikasi yang diterimanya

kepada KPK dalam kurun waktu tertentu.15 Dalam pasal tersebut juga

terdapat penjelasan, bahwa dalam arti luas “gratifikasi” tidak hanya

mencakup pada nominal, melainkan lebih dari itu seperti rabat, diskon,

perjalanan wisata, tiket, dan fasilitas-fasilitas lain yang melawan dari tugas

dan kewajibannya sebagai penjabat atau penyelenggara negara.16

Dalam Islam, gratifikasi (risywah) merupakan tindakan yang keji dan

para pelakunya telah dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya serta mendapat

tempat di neraka kelak.17 M. Nurul Irfan menyatakan adanya kemungkinan

penerapan konsep hukum pidana Islam dalam menanggulangi kasus tindak

pidana di Indonesia.18 Beliau juga menyebutkan, sekurang-kurangnnya ada

enam istilah sebagai dari tindak pidana korupsi: ghulul (penggelapan),

risywah (penyuapan), ghasap (mengambil paksa hak/harta orang lain),

khianat, sariqah (pencurian) dan hirabah (perampokan).19

Berdasarkan hal-hal diatas, permasalahan tindak pidana korupsi yang

seiring berkembangnya perbuatan yang belum secara jelas terperinci dalam

Perundang-undangan, karna kondisi saat ini masyarakat menganggap bahwa

gratifikasi seks itu tidak sepenuhnya di dalam Undang-undang. Kalaupun

14 Pasal 12B UU. No. 20 Tahun 200115 Pasal 12C (1) UU. No. 20 Tahun 200116 Penjelasan Pasal 12B UU. No. 20 Tahun 200117 Abu Abdul Halim Ahmad, Suap, Dampak dan Bahayanya “Tinjauan Syar’I dan

Sosial”, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1996), hlm. 46-47.18 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 145-

146.19 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 78.

Page 21: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

10

gratifikasi seks ini secara umum diakomodir dalam pasal 12B UU No.

31/1999 Jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

dengan arti “pemberian hadiah berupa uang atau jasa atau fasilitas

lainnya”, maka tuduhan-tuduhan yang mengarah kepada pelayanan seks

seperti Antasari Azhar, dan Luthfi Hasan Ishaq seharusnya diadili, bukan

hanya suap berupa uang saja yang diadili. Dengan kondisi yang masih absur

ini penulis merasa kesal terhadap penegak hukum yang masih kurang berani

mengambil keputusan, maka penulis beranjak mengkaji tindak pidana korupsi

yang berkaitan dengan suap dengan cara memberikan hadiah berupa jasa

pelayanan seksual, dengan judul “GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM”.

B. Pembatasan dan Perumusan masalah

1. Pembatasan masalah

Pembahasan tindak pidana korupsi dalam ranah hukum memiliki

dimensi yang sangat luar, oleh karenanya pembatasan dalam mengkaji

gratifikasi sangat lah penting. Berdasarkan hal itu permasalahan yang

akan dibahas dibatasi pada pengkajian mengenai bagaimanakah

kedudukan hukum perbuatan gratifkasi seksual dalam konteks hukum

pidana islam.

2. Perumusan Masalah

Pokok masalah dalam hal gratifiksi seksual ini salah satunya

adalah karena banyaknya masyarakat bahkan pejabat yang masih tidak

paham dengan pengertian gratifikasi. Karena memang di dalam

Page 22: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

11

pengertian gratifikasi itu sendiri tidak menjelaskan apa yang dimaksud

dengan gratifikasi seksual. Maka dari itu penulis mempunyai beberapa

rumusan masalah dalam penelitian ini.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Apakah perbuatan gratifikasi seks termasuk ke dalam Tindak

Pidana Korupsi?

b. Bagaimanakah sanksi bagi pelaku perbuatan Gratifikasi Seksual?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan, yaitu sebagai

berikut:

a. Untuk menjelaskan aturan dan hukum perbuatan gratifikasi seksual.

b. Untuk menjelaskan sanksi Perbuatan Gratifikasi Seksual dalam

pandangan Hukum Pidana Islam.

2. Manfaat Peneliti

Secara teori, manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini

adalah memberikan pemahaman secara eksplisit tentang perbuatan

korupsi dengan cara menerima hadiah berupa jasa seksual dan juga

memberikan penjelasan mendalam status kedudukan hukum pidana islam

mengenai hadiah berupa jasa seksual bagi masyarakat maupun

pemerintah.

Page 23: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

12

Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan kontribusi bagi

pemerintah dalam upaya menangani kasus-kasus korupsi yang berkaitan

dengan perbuatan penerimaan hadiah berupa jasa pelayanan seksual.

D. Kerangka Teori

Dalam rangka penyajian penulisan yang lebih sistematis, terarah, dan

lebih komprehensif, tentunya harus dilandasi pada teori-teori yang ada

sebagai bahan pijakan atau menjelaskan berbagai fenomena yang ada,

berkaitan dengan gratifikasi.

Islam merupakan agama yang mengakomodir berbagai kebutuhan

manusia serta tidak memberikan kesutilan bagi semua pengikutnya dalam

menerapkan hukum-hukumnya. Dengakn kata lain, Islam menghendaki

terciptanya kemaslahatan seluruh umat manusia dengan tak terkecuali, yang

membedakan mungkin dari sisi konsekuensi (balasan) dan perlakuan terhadap

orang-orang diluar Islam.

Ayat-ayat hukum, tidak semuanya memberikan penjelasan yang

mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan secara praktis sesuai dengen

kehendak Allah. Karena itu, nabi memberikan penjelasan mengenai maksud

setiap ayat hukum kepada umatnya, sehingga ayat-ayat yang tadinya belum

dalam bentuk petunjuk praktis menjadi jelas dan dapat dilaksanakan secara

Page 24: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

13

praktis. Nabi memberikan penjelasan dengan ucapan, perbuatan, dan

pengakannya yang kemudian disebut sunnah Nabi.20

Kaitannya dengan identifikasi tarhadapa gratifikasi yang masuk ke

dalam ketegori korupsi, maka penulis bersandar pada nash-nash utama yaitu

al-Qur’an dan hadits. Sedangkan untuk memahami terhadap ayat-ayat al-

Qur’an dan hadits diperlukan pemahaman yang cukup terhadap teori

berkenaan dengan tema yang diangkat.

Dalam hukum Islam dikenal istilah fiqh jinayah. Secara definitif, fiqh

berarti ilmu tentang seperangkat hukum-hukum syara’ yang bersifat

furu’iyyah yang berhasil didapatkan melalui penalaran atau istidlal.

Sedangkan jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan

dapat mengakibatkan hukuman had atau ta’zir.21 Disamping itu makna kata

jinayah juga disamakan dengan kata jarimah, dimana perngertian jarimah

ialah larangan-larangan syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman had

atau ta’zir.22

Adapun menenukan apakah suatu perbuatan itu masuk dalam kategori

jinayah atau tidak, maka dia harus memenuhi 3 (tiga) unsur berikut ini:

1. Al-rukn al-syar’i yaitu adanya nash yang melarang perbuatan-

perbuatan tertentu yang disertai ancaman hukuman atas perbuatan-

20 Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, cet. Ke-5, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 7.21 Prof. Drs. H. A. Jazuli, Fikih Jinayah. Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam,

edisi. II, cet. ke-2, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), hlm. 2.

22 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. ke-3 (Jakarta: Bulan Bintang,1986), hlm. 6.

Page 25: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

14

perbuatan yang dilakukan. Unsur ini dikenal dengan istilah “unsur

materiil”.

2. Al-rukn al-madi, yaitu adanya perbuatan yang membentuk jinayah,

baik berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan

perbuatan yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan istilah “unsur

formil”.

3. Al-rukn al-adabi, yaitu pelaku kejahatan adalah orang yang dapat

menerima khithab atau memahami taklif, artinya pelaku kejahatan tadi

adalah mukallaf, sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang

mereka lakukan. Unsur ini dikenal juga dengan istilah “unsur moril”.23

Unsur diatas merupakan obyek utama kajian fiqh jinayah bila

dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana atau arkan al-jarimah. Namun,

bila dikaitkan dengan materi pembahasan fiqh jinayah, maka hal ini erat

kaitannya dengan unsur materil atau al-rukn al-madi.

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai jarimah apabila secara

umum perbuatan tersebut mempunyai unsur-unsur tadi. Tanpa ketiga unsur

tersebut, sesuatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan

jarimah. Oleh sebab itu, untuk menemukan dimana posisi gratifikasi dalam

hukum pidana Islam, maka akan dilakukan pembedahan terhadap unsur-unsur

yang ada dalam al-rukn al-jinayah.

Oleh karenanya, bila gratifikasi dikaitkan dengan meteri pembahasan

fiqh jinayah, maka hal ini berkaitan erat dengan unsur materil atau al-rukn al-

23 Muhammad Abu Zahra, al-Jarimah wa al-Uqubah fi Fiqh al-Islami. (al-Qahirah: Daral-arabi, 1998), hlm. 132.

Page 26: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

15

madi, dimana kajian utama fiqh jinayah dalam hal jenis pidana dan

pemidanaan meliputi tiga masalah pokok yaitu jarimah qishas, jarimah

hudud, jarimah ta’zir. Jarimah qishas meliputi penganiayaan dan

pembunuhan. Jarimah hudud meliputi zina, menuduh zina, meminum khamr,

mencuri, merampok, murtad, dan pemberontakan.

Adapun jarimah ta’zir adalah semua jenis tindak pidana atau

kejahatan yang tidak secara tegas diatur dan ditentukan oleh nash-nash baik

dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi saw. Jarimah ta’zir merupakan aturan

teknis, jenis dan pelaksanaannya ditentukan oleh penguasa atau hakim

setempat. Jenis jarimah ta’zir, macam dan bentuknya sangat banyak dan tidak

terbatas sesuai dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh manusia.

Selain kajian fiqh jinayah, disini juga akan ditampilkan hukum pidana

positif sebagai bahan perbandingan untuk menganilisis tema penelitian yang

penyusun lakukan.

Hukum pidana positif, memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda

dengan hukum pidana lainnya. Hukum pidana keseluruhan dari pertauran-

peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk

kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan

terhadap pelakunya.24

Istilah kata korupsi berasal dari satu kata bahasa lain, yakni corupptio

atau corruptus yang disalin dalam bahasa inggris menjadi corruption atau

corrupt, dalam bahasa Prancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda

24 H. Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum (Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2006), hlm. 3.

Page 27: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

16

disalin menjadi corruptie (korupptie). Asumsi kuat menyatakan bahwa dari

bahasa Belanda inilah kata yang itu turun kebahasa Indonesia, yaitu korupsi.

Arti harfiah dari kata korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak

jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata

atau ucapan yang menghina atau memfitnah.25 Sedangkan berdasarkan UU

No. 31 Tahun 1999, dalam pasal 2 ayat (1) definisi korupsi ialah setiap orang

yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian Negara.26

Sementara gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi

pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-Cuma,

dan fasilitas lainnya. Gratifkasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri

maupun di luar negeri dan yang dilakukan menggunakan sarana elektronik

atau tanpa sarana elektronik.

M. Nurul Irfan menegaskan bahwa dalam hukum pidana Islam

sekurang-kurangnya terdapat sembilan jenis jarimah (tindak pidana) yang

mendekati terminology korupsi pada zaman sekaran. Yaitu: ghulul

(penggelapan), risywah (penyuapan), ghasab (mengambil paksa hak/harta

25 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 33.26 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 28: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

17

orang lain), khianat, sariqah (pencurian), al-hirabah (perampokan), al-maks

(pungutan liar), al-ikhtilas (pencopetan), dan al-ihtihab (perampasan).27

Perbuatan suap-menyuap dan gratifikasi (risywah) merupakan

perbuatan yang keji dan pelakunya dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya.28

Apalagi objek perbuatan tersebut berupa pelayan seksual, Islam dengan

sangat tegas melarangnya, karena setiap hubungan kelamin diluar nikah

termasuk perbuatan zina dan diancam dengan hukuman, baik pelaku sudah

kawin maupun belum kawin, dilakukan dengan suka sama suka atau tidak.29

Sedangkan menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian daripada

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-

dasar dan aturan-aturan untuk :

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan

dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa

pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada meraka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

27 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, hlm 78.28 Abu Fida’ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatum Nafs, hlm. 11.29 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm 3

Page 29: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

18

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut.30

Selanjutnya Moeljatno menjelaskan dari perngertian hukum pidana

tersebut diatas maka yang disebut dalam poin pertama adalah mengenal

“perbuatan pidana” (criminal act). Sedangkan yang disebut dalam poin kedua

adalah mengenai “pertanggungjawaban hukum pidana” (criminal liability

atau criminal responsibility). Dalam mana poin pertama dan kedua

merupakan “hukum pidana materil” (substantive criminal law), oleh karena

mengenai isi hukum pidana sendiri. Sedangkan yang disebut dalam poin

ketiga adalah mengenai bagaimana caranya atau prosedurnya untuk

menuntuk ke muka pengadilan orang-orang yang disangka melakukan

perbuatan pidana, oleh karena itu hukum acara pidana (criminal procedure).

Lazimnya yang disebut dengan hukum pidana saja adalah hukum pidana

materil.

Selanjutnya pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan

dalam keputusan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,

sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak

pidana.

30 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2002), hlm. 1.

Page 30: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

19

Para pakar asing hukum pidana menggunakan istilah tindak pidana

atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana, dengan istilah:

1. Strafbaar Feit adalah peristiwa pidana.

2. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan perbuatan pidana, yang

digunakan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman.

3. Criminal Acr diterjemahkan dengan istilah Perbuatan Keriminal.31

Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau

perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut

delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman

(pidana).

Sedangkan menurut Andi Hamzah memberikan definisi mengenai

delik, yaitu “suatu perbuatan atau tindak pidana yang terlarang dan diancam

dengan hukum oleh undang-undang (pidana)”.32 Lanjut Moeljatno

sebagaimana dikutip oleh Chawazi Adami mengartikan Strafbaarfeit sebagai

“suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-

undangan”.33

Di dalam ketentuan umum hukum pidana, terdapat obyek utama

dalam pembahasannya, yaitu hukum pidana materil dan hukum pidana formil.

Hukum pidana materil merupakan kumpulan aturan hukum yang menentukan

pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat pelanggar pidana untuk

31 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Pidana dan PertanggungjawabanPidana Sebagai Syarat Pemidanaan, (Yogyakarta: Mahakarya Rangkang Offset, 2012), hlm. 18-19.

32 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 72.33 Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1: Stelsel Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hlm. 72.

Page 31: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

20

kemudian dapat dihukum, serta menunjukan orang yang dapat dihukum dan

dapat menetapkan hukuman atas pelanggaran pidana. Sementara hukum

pidana formil merupakan kumpulan aturan hukum yang mengatur cara

mempertahankan hukum pidana materil terhadapa pelanggaran yang

dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata lain mengatur cara

bagaimana hukum pidana materil diwujudkan sehingga memperoleh

keputusan hakim serta cara mengatur pelaksanaan hakim.34

E. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang

berhubungan dengan permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian yang

disebut metodelogi penelitian, yang dimaksud dengan metode penelitian

adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran sesama untuk

mencapai suatu tujuan.35 Metode adalah pedoman cara seseorang yang

mempelajari dan memahami langkah-langkah yang dihadapi.36 Sedangkan

penelitian adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan suatu sistematika,

metedote ilmiah dengan tujuan untuk memperoleh suatu yang baru atau asli

dalam usaha memecahkan suatu masalah yang setiap saat dapat timbul

34 Laden Marpaung, Asas-Asas Teori, Praktik Hukum Pidana (Jakarta : Sinar Grafika,2005), hlm. 2.

35 Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Pustaka,1997), hlm. 1.

36 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas IndonesiaPress, 1986), hlm. 6.

Page 32: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

21

dimasyarakat.37 Dalam penelitian skripsi ini penulis melakukan satu jenis

penelitian, yaitu penelitian pustaka.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Bodgan dan

Taylor (1975 : 5) mendefinisikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati.38 Karakter khusus penelitian kualitatif

berupaya mengungkap keunikan individu, kelompok, masyarakat atau

organisasi tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari segi tujuan

dalam penelitian ini termasuk dalam metode penelitian yang bersifat

deskriptif yaitu metode yang dapet diartikan sebagai prosedur pemecahan

masalah yang sedikit dengan menggambarkan/melukiskan keadaan

subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada

saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana

adanya.39

2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan satu jenis

sumber data, yaitu data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui

studi pustaka yang bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang

37 Sukandarrumidi, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,2004), hlm. 111.

38 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008),hlm. 21.

39 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gadjah MadaUniversity Press, 2007), hlm. 67.

Page 33: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

22

bersumber dari buku-buku, hasil penelitian, jurnal-jurnal, tulisan tulisan dari

internet, dan lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana gratifikasi seksual.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik menganalisis data, penulis menggunakan

metode analisis deskriptif, yaitu suatu teknik analisis data dimana penulis

menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil studi pustaka.

4. Teknik Penulisan

Dalam hal ini teknis penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

5. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini lebih sistematik dan lebih terarah. Maka penulis

akan menjelaskan sistematika penulisian dalam skripsi ini. Pada dasarnya

skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berkaitan, yaitu.

BAB I Pendahuluan, pada pembahasan skripsi ini terdapat latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

peneliti, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Page 34: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

23

BAB II menjelaskan pengertian gratifikasi, unsur-unsur gratifikasi,

pengertian suap, perbedaan dan persamaan gratifikasi dengan suap serta

hukum pemberian hadiah kepada pejabat.

BAB III berisi tentang pengertian gratifikasi seksual, perbandingan

antara gratifikasi dan hadiah serta pelayanan seksual sebagai bentuk

gratifikasi dalam pandangan Hukum Islam.

BAB IV menjelaskan tentang bagaimana sanksi bagi pelaku

gratifikasi seksual dalam hukum positif dan hukum pidana Islam.

BAB V merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam

penulisan skrispsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Page 35: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

24

BAB II

TINJUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA GRATIFIKASI DAN

SUAP

Dalam bab ini akan dibahas tentang ketentuan umum gratifikasi dan suap

dalam UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak

Pidana Korupsi dalam bentuk Gratifikasi dan UU No. 11 Tahun 1980 Tentang

Tindak Pidana Suap beserta Persamaan dan Perbedaanya.

A. Pengertian Gratifikasi

Dalam praktik sehari-hari tidak jarang dijumpai pegawai negeri/pejabat/

penyelenggara negara pelayan bangsa yang menerima hadiah dari pelayanan

yang mereka berikan. Terkadang pelayanan baru diberikan bila ada uang pelicin

atau uang jasa. Hampir mustahil pelayanan publik akan lancar jika tidak

menyerahkan uang pelicin.

Menyikapi hal itu, Plato (427 SM - 374 SM) sudah mempunyai gagasan

“para Pelayan Bangsa harus memberikan pelayanan mereka tanpa menerima

hadiah”. Ada benarnya gagasan Plato itu, tidak sepantasnya pegawai negeri atau

pejabat negara menerma hadiah dari pelayanan yang mereka berikan. Supaya

pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik dan bebas korupsi.1

Dalam istilah hukum, pemberian hadiah kepada pejabat atau

penyelenggara negara dikenal dengan “Gratifikasi”, istilah Gratifikasi berasal

dari bahasa Belanda “Gratificatie” yang diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi

“Gratification” yang artinya “pemberian sesuatu/hadiah”.

1 Arya Maheka, Mengenal dan Memberantas Korupsi (Jakarta : Veteran III, tt), hal. 21.

Page 36: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

25

Pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun

2001 yaitu: “Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,

rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas

penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri

dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana

elektronik”. Pengecualian pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C

ayat (1) : “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak

berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.2

Peraturan yang mengatur gratifikasi Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999

jo UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan

jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Pasal 12C ayat (1)

UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan

gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gratifikasi diartikan sebagai

uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.3 Gratifikasi yang

disebutkan dalam Pasal 12B dan 12C Undang-Undang No.20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pemberian dalam arti luas, bukan

2 http://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/gratifikasi/mengenai-gratifikasi3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

Pustaka, 2003), ed. ke-3, cet. ke-3, hlm. 371.

Page 37: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

26

hanya berbentuk uang, melainkan meliputi pemberian barang, rabat (discount),

komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan

wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.4

Black’s Law Dictionary memberikan definisi gratifikasi atau

gratification adalah sebagai “a voluntarily given reward or recompense for a

service or benefit” yang dapat diartikan sebagai “sebuah pemberian yang

diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan”.5

Dalam kamus hukum gratifikasi diartikan sebagai pemberian upah, gaji,

hadiah dengan maksud mendapatkan keuntungan dibidang lain atau hadiah

sebagai tanda balas jasa.6

Gratifikasi sebagai sebuah bentuk perbuatan hukum yang mengatur dan

terkait dengan penyelenggaraan negara diatur dalam UU No.20 Tahun 2001,

dalam pasal 12 B setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara dianggap pemberian Suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan

berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dengan ketentuan sebagai

berikut:7

1. Yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan

oleh penerima gratifikasi;

4 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 9.

5 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, cet. ke-1 (Bandung : Citra AdityaBakti, 2003), hlm. 109.

6 B.N Marbun, Kamus Hukum Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2006), hlm. 87.

7Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 38: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

27

2. Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut

umum.8

Pengertian gratifikasi terdapat pada penjelesan Pasal 12 B ayat (1)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 bahwa; yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian

dalam arti luas yakni meliputi:

Pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa

bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan

cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di

dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Apabila dicermati penjelasan Pasal 12 B Ayat (1) di atas kalimat yang

termasuk definisi gratifikasi adalah: pemberian dalam arti luas, sedangkan

kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan Pasal

12 B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna

netral, artinya tidak dapat makna yang tercela atau negatif dari arti kata

gratifikasi tersebut. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan Pasal 12 B dapat

dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum,

melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur Pasal 12 B

saja.9

8 Ermanjansah Djaja, Tipologi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, hlm. 183.9 Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratidikasi, hlm. 3.

Page 39: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

28

Berdasarkan hal tersebut maka terlihat bahwa ada dua istilah dalam UU

Tindak Pidana Korupsi terkait pemberian hadiah kepada penjabat atau

penyelenggara negara yaitu gratifikasi dan suap.

Jika dilihat dari rumusan di atas maka dapat dikatakan bahwa suatu

gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap

khususnya pada seseorang penyelenggara negara atau pegawai negeri adalah

pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut melakukan

tindakan menerima gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun

sepanjang pemberian tersebut berhubungan dengan jabatannya ataupun

perkerjaannya.10

Perlu dipahami bahwa gratifikasi terdiri dari dua jenis, yakni gratifikasi

illegal (terlarang) dan gratifikasi legal (tidak terlarang). Yang dimaksud

gratifikasi illegal sebagaimana terdapat dalam penjelasan pasal 12B UU No. 20

Tahun 2001 yaitu gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi

pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalana, fasitilas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan

fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun

di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau

tanpa sarana elektronik.11 Sedangkan gratifikasi yang legal adalah gratifikasi

yang tidak dimaksud dalam penjelasan undang-undang tersebut. Gratifikasi legal

dilakukan untuk menjalankan hubungan baik, menghormati martabat seseorang,

10 Darwan Prints, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Bandung : PT. Citra AdityaBakti, 2002) hlm. 29.

11 Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratifikasi,hlm. 3.

Page 40: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

29

memenuhi tuntutan agama, dan mengembangkan berbagai bentuk perilaku

simbolis (diberikan karena alasan yang dibenarkan secara sosial).12

Untuk memahami apakah gratifikasi yang diterima termasuk suatu

pemberian hadiah yang illegal atau legal, maka ilustrasi berikut dapat

membantu memperjelas. Jika seorang ibu penjual makanan di sebuah warung

memberi makanan kepada anaknya yang datang ke warung, maka itu merupakan

pemberian keibuan. Pembayaran dari si anak bukan suatu yang diharapkan oleh

si ibu. Balasan yang diharapakan lebih berupa cinta kasih anak, dan berbagai

macam balasan lainnya yang mungkin diberikan. Kemudian datang seorang

pelanggan, si ibu memberi makanan kepada pelanggan tersebut lalu menerima

pembayaran sebagai balasannya. Keduanya tidak termasuk gratifikasi illegal.

Pada saat lain, datang seorang inspektur kesehatan dan si ibu memberi makanan

kepada si inspektur serta menolak menerima pembayaran. Tindakan si ibu

menolak menerima pembayaran dan si inspektur menerima makanan ini adalah

gratifikasi illegal karena pemberian makanan tersebut memiliki harapan bahwa

inspektur itu akan menggunakan jabatannya untuk melindungi kepentingannya.

Andaikan inspektur kesehatan tersebut tidak memiliki kewenangan dan jabatan

lagi, akankah si ibu penjual memberikan makanan tersebut secara cuma-cuma?13

Banyak sebutan untuk pemberian sesutau kepada petugas atau pegawai di

luar gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Dalam syariat

Islam sebagian ulama menyebutkan empat pemasukan seorang pegawai, yaitu

gaji, bonus, hadiah, dan uang suap. Gaji ialah upah kerja yang dibayar dalam

12 Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratifikasi hlm. 14.13 Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratifikasi hlm. 12.

Page 41: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

30

waktu yang tetap atau balas jasa yang diterima pekerja dalam bentuk uang

berdasarkan waktu tertentu,14 sementara bonus pengertiannya tidak jauh beda

dengan hadiah yaitu upah tambahan di luar gaji atau upah sebagai hadiah.15

Mengenai sumber penghasilan hakim yang disebut terakhir, al-San’ani

mengatakan bahwa gaji sebagai sumber penghasilan hakim. Jika seorang hakim

telah memiliki jirayah (jatah rutin) dari baitul mal (kas negara) yang diberikan

kepadanya maka ulama sepakat menyatakan bahwa gaji di luar itu hukumnya

haram sebab ia telah mendapatkan jatah rutin karena pekerjaannya dalam bidang

hukum sehingga dinilai tidak patut untuk diberi upah. Lain halnya bila hakim

tersebut belum mendapat jatah pekerjaannya bukan karena jabatannya sebagai

hakim. Jika ia mengambil bagian lebih dari yang semestinya maka hukumnya

haram sebab ia digaji semata-mata karena pekerjaannya bukan karena

jabatannya sebagai hakim. 16

Oleh sebab itu, jika ia masih menuntut lebih dari yang semestinya berarti

ia menuntut sesuatu berdasarkan status dan jabatannya sebagai hakim, padahal

ulama telah sepakat berpendapat bahwa harta rakyat tidak boleh diambil untuk

menggaji hakim karena jabatannya, ia digaji karena pekerjaannya, tambahan atas

gaji yang telah ditentukan hukumnya haram. Maka dari itu, ada sebuah pendapat

yang menyatakan bahwa mengangkat seseorang kaya untuk menduduki jabatan

hakim jauh lebih baik daripada mengangkat seseorang miskin untuk menduduki

14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2008), hlm. 406.

15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2008), hlm. 207.

16 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-2

Page 42: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

31

jabatan hakim sebab dengan status dan kondisi ekonominya yang tergolong

miskin akan berpotensi menimbulkan niat atau semangat untuk mendapat

fasilitas yang pada dasarnya tidak boleh untuk dimiliki, lebih-lebih jika hakim

miskin tersebut tidak mendapat jatah rutin dari baitul mal. Penulis Subul al-

Salam berkata: “pada saat ini kami tidak bisa menemukan seseorang yang

mencari kedudukan jabatan sebagai hakim kecali secara jelas tampak bahwa

orang tersebut hanya berambisi kepada sesuatu yang menggugah seleranya,

padahal ia pun mengerti bahwa tidak akan memperoleh apa-apa dari baitul

mal”.17

Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah

pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik

dalam bentuk barang bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang

bersifat negatif dan dapat mengarah kepada potensi perbuatan korupsi di

kemudian hari, potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan

Perundang-undangan. Oleh karena itu, beberapa nilai gratifikasi yang diterima

seseorang penyelenggara negara bila pemberian itu patut diduga dengan jabatan

dan kewanangan yang dimiliki. Maka sebaiknya penyelenggara negara atau

pegawai negeri tersebut segera melaporkan ke KPK untuk dianalisis lebih lanjut.

Jadi dapat diambil intisari tidak benar bila Pasal 12 B dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah

melarang praktik gratifikasi dan pemberian hadiah di Indonesia, sesungguhnya

praktik gratifikasi atau pemberian hadiah dikalangan masyarakat tidak dilarang

17 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-2, hlm. 98.

Page 43: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

32

tapi perlu diperhatikan adanya sebuah rambu tambahan yaitu larangan bagi

pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menerima gratifikasi yang

dianggap suap.18

Setelah memahami definisi gratifikasi di atas maka dapat dilihat dan

dianalisis beberapa contoh kasus gratifikasi di antaranya ialah kasus yang terjadi

pada kepala kantor Bea Cukai tipe A Juanda Argandiono yang ditetapkan

sebagai tersangka kasus gratifikasi pada Juni beberapa tahun lalu, dia diduga

menerima uang dari setiap barang yang dikirim melalui bandara Juanda dengan

total mencapai Rp. 11,7 milyar. Kepala Bea Cukai tersebut telah menerima uang

dari Hokky (direktur PT. Corona Mas), Ng. Hirawan Wijaya (Pengusaha Alat

Transportasi). Barhat Madhu Lachmandas (Pengusaha Export dan Import),

Sindowinata Koeswandi, Ridwan T. Willy Tanko, Inggit Halim Kusuma,

Indahwati, Lindiawati, Tingkir dan Wahadi Rezeki. Selain tidak dapat

menunjukkan bukti perihal sumber penerima uang, Argandiono juga tidak dapat

menunjukkan bukti penggunaan dari uang yang ditampungnya di dua

rekeningnya sehingga uang itu diduga diberikan karena kekuasaan dan

kewenangan dalam jabatan.19

Maka dalam kasus ini dapat dianalisis bahwa bea cukai tersebut telah

menerima hadiah atau uang yang terkait dengan jabatan, kewenangan dan

kekuasaannya, sehingga dalam kasus ini bisa dikatakan gratifikasi dan gratifikasi

tersebut mengarah pada perbuatan suap.

18 Darwan Prints, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Bandung : PT. Citra AdityaBakti, 2002) hlm. 32.

19 “Kasus Gratifikasi”, artikel diakses Pada Tanggal 4 Juni 2016 darihttp://www.antikorupsi.org/id/content/dugaan-pemerasan-eks-pejabat-bea-cukai-jadi-tersangka

Page 44: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

33

B. Unsur-unsur Gratifikasi

Rumusan korupsi pada Pasal 12B UU No. 20/2001 adalah rumusan

tindak pidana korupsi baru pada UU No. 20/2001 di mana pada peraturan

perundangan sebelumnya tidak diatur secara khusus. Bagaimanakah

menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut pasal ini,

harus memenuhi unsur-unsur sbb.:

1. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara;

2. Menerima Gratifikasi;

3. Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban

atau tugasnya;

4. Penerimaan Gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam

jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.20

Penulis akan mengemukakan lebih lanjut unsur-unsur gratifikasi di atas.

a. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara

Dalam tindak pidana korupsi untuk definisi tentang Pegawai

Negeri atau Penyelenggara Negara memiliki pengertian yang sangat luas

tidak hanya memiliki definisi dalam UU Pokok-pokok Kepegawaian saja.

Dituangkan dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20

Tahun 2001:

Dalam ketentuan yang dimaksud Pegawai Negeri adalah meliputi :

1. Pegawai Negeri sebagaimana di maksud dalam undang-undang

tentang kepegawaian;

20 KPK, Buku Saku : Memahami untuk Membasmi, 2006.

Page 45: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

34

2. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana;

3. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang

menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

4. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang

menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah;

5. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi yang

mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

Dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun

2001 tersebut dapat disimpulkan bahwasanya Pegawai Negeri atau

Penyelenggara Negara memiliki definsi yang sangat luas yaitu adalah setiap

orang yang menerima gaji atau upah dari APBN, APBD, dari Korporasi yang

menerima bantuan APBN, APBD, modal dan fasilitas negara atau masyarakat.

b. Menerima Gratifikasi

Dalam Pasal 12 B ayat 1 yang merupakan Tindak Pidana bukan

mengenai “Pemberian Gratifikasi”, tetapi mengenai “Penerimaan

Gratifikasi”.21 Atas dasar rumusan pasal itu, dapat ditarik suatu

pengertian bahwa gratifikasi bukan merupakan jenis maupun kualifikasi

delik, tetapi merupakan unsur delik. Yang dijadikan delik (perbuatan

yang dapat dipidana) bukan gratifikasinya, melainkan perbuatan

menerima gratifikasi.

21 R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,2005

Page 46: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

35

Dengan demikian tidak dapat disimpulkan bahwasanya semua

yang menerima gratifikasi dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana

korupsi. Karena untuk dapat dinilai sebagai tindak pidana korupsi harus

memenuhi beberapa unsur yang dirumuskan oleh Pasal 12 B ayat 1 dan

Pasal 12 C angka 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001.

c. Berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau

tugas

Dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 B ayat 1 tindak

pidana korupsi mengenai gratifikasi tidak hanya adanya pemberian

kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, tetapi harus pula

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Pemberian tersebut “berhubungan dengan jabatan” dari pegawai

negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian. dapat

diartikan si pemberi mempunyai kepentingan dengan jabatan dari

pegawai negeri yang menerima pemberian tersebut yang nantinya

cepat atau lambat akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh

pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara yang bersangkutan.

2. Pemberian tersebut “Berlawanan dengan kewajiban atau tugas” dari

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian

tersebut. bisa diartikan bahwa segala perbuatan atau kebijakan yang

diambil oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut telah

terpengaruh oleh penerimaan hadiah.

Page 47: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

36

d. Melapor KPK dalam 30 hari

Dalam ketentuan Pasal 12 C ayat 1 tsb di atas dapat dipahami

bahwa tidak setiap gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau

penyelenggara negara selalu merupakan tindak pidana korupsi tentang

gratifikasi, jikalau pegawai negeri atau penyelenggara negara penerima

gratifikasi tersebut telah melaporkan kepada Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak

diterimanya gratifikasi tersebut oleh pegawai negeri atau penyelenggara

negara bersangkutan. Dalam 30 hari KPK wajib menilai gratifikasi

tersebut sebagai suap atau bukan.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 C ayat 3 mempunyai

sifat yang imperatif (memaksa), sehingga jika lewat dalam 30 hari, KPK

tidak berwenang lagi untuk menetapkan bahwa gratifikasi tersebut adalah

suap atau bukan. Dapat diartikan bahwa gratifikasi tersebut bukan

merupakan tindak pidana korupsi apabila KPK tidak merespon laporan

tersebut lewat 30 hari sejak dilaporkannya gratifikasi itu.22

Mengenai undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi dalam Pasal 12 C ayat 4 yaitu UU No. 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). Tata cara penyampaian

laporan dan penentuan gratifikasi yang dimaksud dalam Pasal 12 C ayat

4 tertuang dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 18 UU No. 30 Tahun

2002 tentang KPK.

22 Menurut R. Wiyono : Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi, 2005

Page 48: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

37

C. Pengertian Suap

Suap atau sogok dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah risywah yang

pada zaman sekarang semakin merebak dan menjamur dalam segala aspek

kehidupan bernegara dan bermasyarakat dengan bentuk praktik yang lebih

komplek dan bervariasi, risywah ini sering dijumpai dalam masalah penegakan

hukum baik peradilan, dan kehakiman, oleh karenanya beberapa ulama

berpendapat di antarnya ialah Dr. Yusuf Qaradhawi mendefinisikan risywah

sebagai berikut:

“sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan

atau jabatan (apa saja) untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan

lawan-lawannya sesuai dengan apa yang diinginkan, untuk memberikan peluang

kepadanya seperti tender atau menyingkirkan lawan-lawannya….”(al-Halal dan

haram, hal 123).23

Sementara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab memberikan definisi

risywah sebagai berikut:

“Imbalan yang diambil seseorang atas perbuatan yang mengaburkan

kebenaran dan mengkedepankan kebathilan, dan kompensasi yang dinikmati

seseorang atas usaha untuk menyampaikan hak orang lain kepada yang

berkompeten.”24

Artinya seorang hakim tidak akan memberikan kebenaran (hak) kepada

yang berhak, akan tetapi dia diam seribu bahasa dan tidak berusaha

23 Abu Fida’ Abdur Rafi, Terafi Penyakit Korupsi. (Jakarta : Republika, 2004), hlm. 5.Kutipan dari al- Qardhawiy, Yusuf, Halal Haram dalam Islam, judul asli: al-Halal wa al-Haramfiy al-Islâm, penerjemah: Wahid Ahmadi dkk, Surakarta: Intermedia, 2005

24 Abu Fida’ Abdur Rafi, Terafi Penyakit Korupsi. (Jakarta : Republika, 2004), hlm. 4.

Page 49: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

38

menyelesaikan sehingga dia diberi suap. (Ar-Risywah Muh Taufiq dari Durror

Saniyah, hal 493-494).

Suap disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun

dalam bahasa Arab disebut dengan risywah, yang berarti “memberi uang dan

sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan

dalam suatu urusan”.25

Dalam bahasa sehari-hari, menyuap bisa diartikan sebagai membeli hak

atau kewenangan seseorang yang berkuasa dengan tujuan agar tersuap

melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hak atau kewenangannya. Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri memang tidak menggunakan

istilah penyuapan.

Namun dari beberapa pasalnya, kita bisa menafsirkan bahwa KUHP

membedakan dua jenis penyuapan, yaitu penyuapan aktif dan penyuapan pasif.

Penyuapan aktif diatur dalam pasal 209 dan 210 KUHP, sedangkan penyuapan

pasif diatur dalam pasal 418, 419 dan 420 KUHP.26

Penyuapan aktif dalam pasal 209 dan 210 KUHP yang berbunyi:

Pasal 209 (1) diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah :

Ke-1. barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu benda kepada

seorang pejabat dengan maksud supaya digerakkan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

25 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 720, dan semakna dengan defimsi para ulama.Lihat juga Mukhtarush Shihah, hlm. 244 dan Qamus Muhith, 4/336.

26 http://generasibaru-intip.blogspot.co.id/2011/02/analisis-penghapusan-pasal-kuhp.html

Page 50: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

39

Ke-2. barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau

berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau

tidak dilakukan dalam jabatannya. Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 no.

1-4 dapat dijatuhkan.

Pasal 210. (1) diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :

Ke-1. barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang

Hakim, dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang

diserahkan kepadanya untuk diadili;

Ke-2. barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang,

yang menurut ketentuan Undang-undang ditentukan menjadi penasehat atau

adviseur untuk menghadiri siding suatu pengadilan, dengan maksud untuk

mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan

perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) jika pemberian atau janji dilakukan dengan maksud untuk

memperoleh pemidanaan,maka yang bersalah dikenakan pidana penjara paling

lama sembilan tahun.

(3) pencabutan hak tersebut pasal 35 no.1-4 dapat dijatuhkan.

Penyuapan pasif pada pasal 418, 419, 420 KUHP yang berbunyi:27

Pasal 418 KUHP “Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji

padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu

diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan

jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu

27 Diakses pada tanggal 9 Juni 2016 http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhp/asiamaya_kuhp_penal_code_jabatan.htm

Page 51: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

40

ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama

enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Pasal 419 KUHP Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

seorang pejabat:28

l. yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah

atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

2. yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai

akibat. atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pasal 420 KUHP

Ayat 1 Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun:

1. seorang hakim yang menerima hadiah atau janji. padahal diketahui

bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang

menjadi tugasnya.

2. barang siapa menurut ket.entuan undang-undang ditunjuk menjadi

penasihat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi

nasihat tentang perkara yang harus diputus oleh pengadilan itu.

Ayat 2 Jika hadiah atau janji itu diterima dengan sadar bahwa hadiah

atau janji itu diberikan supaya dipidana dalam suatu perkara pidana, maka yang

bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

28 Pasal 419 KUHP BAB XXVIII – Kejahatan Jabatan

Page 52: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

41

Penyuap atau yang memberi suap diancam dengan pidana oleh pasal 209,

210, tetapi yang menerima suap itu diancam di pasal lain, yaitu pasal 418, 419,

dan 420. Karena yang disuap itu adalah pegawai negeri, maka delik-delik 418,

419, dan 420 termasuk juga delik jabatan.29

Ketentuan pasal 418 hanya menyebutkan bahwa seorang pegawai negeri

yang menerima suatu pemberian atau janji, sedang diketahuinya atau patut harus

menduga bahwa hal itu diberikan ditujukan kepada kekuasaan atau kewenangan

yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut maksud si pemberi ada

hubungannya dengan jabatan tersebut, diancam dengan pidana penjara

maksimum enam bulan atau denda maksimum tiga ratus rupiah.

Dari pasal 418 ini bisa kita lihat bahwa subyek adalah pegawai negeri.

Dari bentuk kesalahannya harus dibedakan, untuk perbuatannya itu sendiri dan

untuk apa si pemberi itu memberikan pemberian itu. Untuk perbuatan itu sendiri,

bentuk kesalahannya adalah dengan sengaja yaitu, ia sadar bahwa ia menerima

suatu pemberian atau janji. Untuk unsur selanjutnya, ada dua kemungkinan

bentuk kesalahan yaitu dengan sengaja (sedang diketahui) atau culpa-lata (patut

harus diduga).

Dengan kata lain, ia menyadari atau patut menduga bahwa pemberian itu

diberikan kepadanya, ditujukan kepada kekuasaan atau kewenangan yang

berhubungan dengan jabatannya. Jadi bukan merupakan hadiah dari keluarga

atau dari sahabat karib misalnya. Jika tidak ada hubungan kekeluargaan atau

29 Dari artikel yang di akses pada tanggal 10 Juni 2016, http://www.surabayapagi.com/index.php?read= Suap-dalam-KUHP-dan-UU-Tipikor;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962b20ca396d4194bfe191382369326a9db

Page 53: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

42

persahabatan atau hubungan yang sah lainnya, tentunya ada "udang di balik

batu" yang jika tidak untuk masa kini, mungkin untuk masa datang.

Untuk pegawai negeri, hal yang telah diuraikan di atas dipertegas lagi

dengan pengucapan sumpah jabatan sebelum dirinya menjabat yang melarang

mereka untuk menerima pemberian yang mungkin berhubungan dengan jabatan

yang ia emban.

Selengkapnya sumpah tersebut berbunyi: "Bahwa saya tidak akan

menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang

saya tahu atau patut dapat menduga bahwa ia bersangkutan atau mungkin

berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan saya"30

Apabila si petindak tidak menyadari/tidak dapat menduga bahwa

pemberian itu ditujukan kepada kekuasaan/kewenangan tersebut, maka alternatif

lainnya ialah sipetindak menyadari/patut menduga maksud si pemberi itu ada

hubungannya dengan jabatan sipetindak.

Alternatif kedua ini adalah lebih ringan dari yang pertama. Dengan

harapan, ini dalam rangka pembuktian tidak bertitik berat kepada si pemberi

apakah ia bermaksud demikian itu atau tidak, melainkan tetap bertitik tolak

kepada kesadaran si petindak yang didukung oleh kenyataan.

Sebenarnya ada dua macam tindakan terlarang di sini dilihat dari sudut

waktu, yaitu sebelum pegawai negeri itu melakukan atau membiarkan sesuatu

dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dan setelahnya.

30 Pasal 418 KUHP BAB XXVIII – Kejahatan Jabatan

Page 54: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

43

Uraian pada pasal 418 dan 419 ini bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana

korupsi.

Adapun penjelasan suap dalam UU No. 11 Tahun 1980, Tentang Tindak

Pidana Suap. Dirumuskan sebagai berikut :

Pasal 1

Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang iniadalah tindak pidana suap di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

Pasal 2

Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorangdengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atautidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengankewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum,dipidana karena memberi siap dengan pidana penjara selama-lamanya 5(lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,00 (limabelas juta rupiah).

Pasal 3

Barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahuiatau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu tau janji itudimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuau dalamtugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannyayang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suapdengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) ahun atau dendasebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah).31

Pasal 4

Apabila tindak pidana tersebut dalam pasal 2 dan pasal 3 dilakukandiluar wilayah Republik Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga terhadapnya.

Pasal 5

Tindak pidana dalma undang-undang ini merupakan kejahata.

31 UU No. 11 Tahun 1980, Tentang Tindak Pidana Suap.

Page 55: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

44

Juga dalam UU No. 20 Tahun 2001 yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5

(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua

ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negera dengan maksud supaya pegawai negeri

atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu dalam

jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

b. Memberi sesuatu pada pegawai negeri atau penyelenggara

negera karena atau hubungan dengan sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam

jabatannya.

2. Bagi pegawai negeri penyelenggara negara yang menerima peberian

atau janji sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf

b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana yang dimaksud

dalam ayat (1).32

Setelah mencermati definisi suap di atas maka dapat dianalisis beberapa

kasus suap yang terjadi di antaranya ialah kasus yang menimpa mantan ketua

Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang tertangkap tangan oleh Komisi

Pemberantas Korupsi (KPK), bersama dengan anggota DPR, Chairunissa, dan

seorang pengusaha bernama Cornelis. Di rumah Akil Mochtar, Komisi

32 Ermanjansah Djaja, Tipologi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, hlm. 169.

Page 56: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

45

Pemberantas Korupsi (KPK) menyita uang seberas Rp. 3 milyar dan tiga buah

mobil mewah miliknya. Uang dan mobil tersebut diduga merupakan uang hasil

suap terkait dengan pengurusan sengketa pemilihan kepada daerah di Gunung

Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten.33

KPK melakukan ekspose dalam dua kasus. Pertama, kasus dugaan

korupsi pada pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Kedua, kasus dugaan korupsi pengurusan sengketa Pilkada Lebak Banten. Akil

terkena di dua kasus tersebut. Di kasus Gunung Mas, status tersangka ditetapkan

kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golongan Karya

Chairunissa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, dan seorang pengusaha

tambang bernama Cornelis Nalau. Akil dan Chairunissa disangka sebagai

penerima suap, sedangkan Hambit dan Cornelis disangka sebagai pemberi

suap.Di kasus Lebak, status tersangka ditetapkan kepada advokat Susi Tur

Handayani, dan Tubagus Chaeri Wardana, suami Airin Rachmi Diany. Airin

adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Akil dan Susi disangka

sebagai penerima suap, sedangkan Tubagus sebagai pemberi suap.34

Lalu bagaimana hukumnya apabila seseorang menerima suap berupa

uang lalu setelah ada isu tentan suap itu, si penerima suap langsung

mengembalikannya kepada jaksa tanpa mengikuti prosedur pengadilan atau

langsung dengan cara si penerima datang tanpa adanya panggilan?. Tindak

pidana suap ini di atur dalam, UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana

Suap (“UU 3/1980”). Pasal 3 UU 3/1980 menyebutkan:

33 “Politik”, Artikel diakses pada tanggal 10 Juni 2016 dari http://cbanulis.blogspot.co.id/34 Karjadi, M dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,

(Bogor:Politeia,1997) hlm. 27.

Page 57: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

46

“Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahuiatau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkansupaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yangberlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkutkepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjaraselama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.-(lima belas juta rupiah).”

Dalam Pasal 3 UU 3/1980 ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

"sesuatu atau janji" tidak selalu berupa uang atau barang. Dengan demikian,

pasal tersebut menjelaskan bahwa “sesuatu” adalah termasuk juga uang.

Selain itu, Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (“UU Tipikor”) juga mengatur:35

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun danpaling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negarayang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwahadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yangberhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yangmemberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.”

Dengan demikian, tindakan Anda menerima uang suap tersebut

walaupun kemudian dikembalikan setelah ada isu mengenai suap tersebut tetap

dapat dikenakan tindak pidana dikarenakan Anda telah menerima uang tersebut.

Namun, Pasal 12C ayat 1 UU Tipikor menyatakan bahwa apabila dalam

hal gratifikasi, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), maka pidananya

dihapuskan. Seperti diketahui menurut Pasal 12B ayat 1 UU Tipikor, setiap

35 Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 58: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

47

gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap

pemberian suap.36

Yang dimaksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas,

yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa

bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan

cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di

dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (lihat Penjelasan Pasal 12B ayat 1

UU Tipikor).37

Jadi, jika Anda menerima uang suap tersebut, dan baru mengembalikan

uang tersebut kepada Jaksa setelah ada isu mengenai suap tersebut walaupun

tanpa dipanggil, tetap dapat dijerat dengan tindak pidana penyuapan.

D. Perbedaan Gratifikasi dan Suap

Perbedaan gratifikasi dan suap dapat kita bedakan dari pengaturan dan

batasan/defnisi suap dan gratifikasi beserta ancaman sanksi bagi masing-masing

tindak pidana tersebut. Untuk memahami pasal suap tentunya harus memahami

pasal gratifikasi, begitupun sebaliknya untuk memahami pasal gratifikasi

tentunya harus memahami pasal suap. Berikut saya sajikan dalam bentuk table

dibawah ini :

36 Diakses pada tanggal 15 Juni 2016 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6583/uang-suap

37 Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001.

Page 59: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

48

No.

UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU

No. 20 Tahun 2010

Uraian KUHP Bab VIII

Kejahatan Terhadap Penguasa

Umum

SUAP

1. Pasal 5 ayat (1) a

Dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan atau

pidana denda paling sedikit Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp.

250.000.000,00 (dua ratus lima

puluh juta rupiah) setiap orang yang

: memberi atau menjanjikan sesuatu

kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara dengan

maksud supaya pegawai negeri atau

penyelenggara negara tersebut

berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannya, yang

bertentangan dengan kewajibannya.

Pasal 209 (1) KUHP

1) Diancam dengan pidana

penjara paling lama dua tahun

delapam bulan atau pidana

denda paling banyak empat

ribu lima ratus rupiah.

Barang siapa memberi atau

menjanjkan sesuatu kepada

seorang penjabat dengan

maksud menggerakkannya

untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu dalam

jabatannya yang bertentangan

dengan kewajibannya.

2. Pasal 5 ayat (1) b

Memberikan sesuatu kepada

pegawai neger atau penyelenggara

negara karena atau berhubungan

dengan sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, dilakukan atau

tidak dilakukan dalam jabatannya,

Barang siapa memberi sesuatu

kepada seorang pejabat karena

atau berhubungan dengan

sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, dilakukan

atau tidak dilakukan dalam

jabatannya. Pencabutan hak

tersebut dalam pasal 35 No. 1-

Page 60: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

49

4 dapat dijatuhkan.

3. Pasal 5 ayat (2)

Bagi pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang

menerima pemberian atau janji

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf a dan huruf b, dipidana

dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1).

4. Pasal 6 ayat (1) a

Dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp.

150.000.000,00 (seratus lima puluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp.

750.000.000,00 (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah) setiap orang yang

: memberi atau menjanjikan sesuatu

kepada hakim dengan maksud

untuk mempengaruhi putusan

perkara yang disarankan kepadanya

untuk diadili.

Pasal 210 KUHP

(1) Diancam dengan pidana

penjara paing lama tujuh

tahun.

Ke-1 barang siapa memberi atau

menjanjikan sesuatu kepada

seorang hakim dengan maksud

untuk memperngaruhi putusan

tentang perkara yang diserahkan

kepadanya untuk diadili,

5. Pasal 6 ayat (1) b

Memberi dan menjanjikan sesuatu

kepada seseorang yang menurut

ketentuan peraturan perundang-

undangan ditentukan menjadi

Ke-2 barang siapa memberi atau

menjanjikan sesuatu kepada

seorang yang menurut ketentuan

undang-undang ditentukan

menjadi penasihat atau adviseur

Page 61: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

50

advokat untung menghadiri sidang

pengadilan dengan maksud untuk

mempengaruhi nasihat atau

pendapat yang akan diberikan

berhubung dengan perkara yang

diserahkan kepada pengadilan

untuk diadili.

untuk menghadiri sidang atau

pengadilan, dengan maksud untuk

mempengaruhi nasihat atau

pendapat yang akan diberikan

berhubungan dengan perkara yang

diserahkan kepada pengadilan

untuk diadili.

Bab XVIII Kejahatan Jabatan

6. Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan atau

pidana denda paling sedikit Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp.

250.000.000,00 (dua ratus lima

puluh juta rupiah) pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang

menerima hadiah atau janji padahal

diketahui atau patut diduga, bahwa

hadia atau janji diberikan karena

kekuasaan atau wewenang yang

berhubungan dengan jabatannya,

atau yang menurut pikiran orang

yang memberikan hadiah atau janji

tersebut ada hubungan dengang

jabatannya.

Pasal 418 KUHP

Seorang pejabat yang menerima

hadiah atau janji padahal

diketahui atau sepatutnya harus

diduganya, bahwa hadiah atau

janji itu diberikan karena

kekuasaan atau kewenangan yang

berhubungan dengan jabatannya,

atau yang menurut pikiran orang

yang memeberi hadiah atau janji

ada hubungan dengan jabatannya

diancam dengan pidana penjara

paling lama enam tahun atau

pidan denda paling banyak empat

ribu lima ratus rupiah.

7. Pasal 12 huruf a

Dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara

Pasal 419

Diancam dengan pidana penjara

paling lama lima tahun, apabila

Page 62: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

51

paling singkat 4 (empat) tahun dan

laing lama 20 (tahun) dan pidana

denda paling sedikit Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah): pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang

menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan untuk menggerakkan

agar melakukan sesuatu dalam

jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya.

seorang pejabat :

Ke-1 yang menerima hadiah atau

janji padahal diketahuinya bahwa

hadiah atau janji itu diberikan

untuk menggerakkannya supaya

melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan

kewajibannya.

8. Pasal 12 huruf b

Pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang menerima hadiah,

padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah tersebut diberikan

sebagai akibat atau disebabkan

karena telah melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam

jabatannya yang bertentangan

dengan kewajibannya.

Ke-2 yang menerima hadiah

mengetahui bahwa hadiah itu

diberikan sebagai akibat atau oleh

karena si penerima telah

melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan

kewajibannya.

9. Pasal 12 huruf c

Hakim yang menerima hadiah atau

janji, padahal diketahui atau patut

diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberkan untuk

Pasal 420 (1)

Diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun :

Ke-1 seorang hakim yang

menerima hadiah atau janji,

Page 63: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

52

mempengaruhi putusan perkara

yang diserahkan kepadanya untuk

diadili.

padahal diketahui bahwa hadiah

atau janji itu diberikan untuk

mempengaruhi puusuan perkara

yang menjadi tugasnya.

10. Pasal 12 huruf d

Seorang yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan

ditentukan menjadi advokat untuk

menghadiri sidang pengadilan,

menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut

untuk mempengaruhi nasihat atai

pendapat yang akan diberikan,

berhubungan dengan perkara yang

diserahkan kepada pengadilan

untuk diadili.

Ke-2 barang siapa menurut

ketentuan undang-undang

ditunjuk menjadi penasihat untuk

menghadiri sidang pengadilan,

menerima hadiah atau janji

padahal diketahui bahwa hadiah

atau janji itu diberikan untuk

mempengaruhi penasihat tenang

perkara yang harus diputus oleh

pengadilan itu.

11. Pasal 13

Setiap orang yang memberikan

hadiah atau janji kepada pegawai

negeri dengan mengingat

kekuasaan atau wewenang yang

melekat pada jabatan atau

kedudukannya, atau oleh pemberi

hadiah atau janji dianggap melekat

pada jabatannya atau kedudukannya

tersebut, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun

dan atau denda paling banyak Rp.

150.000.000,00 (seratus lima puluh

Page 64: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

53

juta rupiah).

Gratifikasi

12. Pasal 12B

(1) Setiap gratifikasi kepada

pegawai negeri atau

penyelenggara negara dianggap

pemberian suap, apabila

berhubungan dengan jabatannya

dan yang berlawanan dengan

kewajiban atau tugasnya,

dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Yang niainya Rp. 10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi

tersebut bukan merupakan suap

dilakukan oleh penerima

gratifikasi.

b. Yang nilainya kurang dari Rp.

10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah), pembuktian bahwa

gratifikasi tersebut suap

dilakukan oleh penuntut umum.

Dari kerangka di atas masing-masing mempunyai ketentuan yang

berbeda. Tindak pidana korupsi suap ada si penerima dan si pemberi. Pasal 5

untuk pemberi suap, pasal 6 untuk pemberi suap pada hakim dan advokat, pasal

11 untuk penerima suap yang sifatnya pasif, artinya si penerima tidak harus

melakukan sesuatu (diam), cukup karena jabatannya saja. Contoh, kasus

Page 65: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

54

pengadaan barang dan jasa. Ada proses pengadaan barang dan jasa, proses

tersebut sudah benas dan sesuai prosedur, setalah itu si pengusaha memberikan

uang kepada pejabat pengadaan barang dan jasa sebagai uang terimakasih. Nah

jika pejabat tersebut menerima uang maka pejabat tersebut dikenakan pasal 11.

Kemudan pasal 12 huruf a untuk pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang menerima suap sebelum melakukan perbuatan, sedangkan pasal 12 huruf b

untuk pegwai negeri atau penyelenggara negara yang menerima sesudah

melakukan perbuatan. Pasal 12 huruf c untuk hakim yang menerima sebelum

melakukan perbuatan dan pasal 12 huruf d untuk advokat yang menerima

sebelum melakukan perbuatan.

Sedangkan tindak pidana gratifikasi dalam pasal 12B tidak berbicara

nilai, artinya dalam pasal 12B tersebut yang menjelaskan 10 juta itu adalah

aspek pembuktian formil, jadi konsep pembuktian secara umum itu oleh jaksa

penuntut umum, nah di sini diatur khusus (the lex spesialis), kalau di bawah 10

juta pembuktiannya oleh jaksa penuntut umum, sedangkan yang di atas 10 juta

pembuktiannya dilakukan oleh penerima gratifikasi (pasal 12B ayat 1 huruf a

pembuktian oleh si penerima dan pasal 12B ayat 1 huruf b pembuktiannya oleh

jaksa penuntut umum). Gratifikasi dalam pasal 12B redaksinya tidak ada satu

katapun untuk berbuat sesuatu, si PNS tidak butuh berbuat sesuatu yang

bertentangan dengan jabatannya, tapi ia hanya cukup diam saja. Artinya dalam

pasal 12B ini hanya berhubungan dengan jabatannya atau yang bertentangan

dengan kewajibannya.

Page 66: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

55

Seperti halnya dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang

Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pasal 4 angka 8 yang melarang bahwa Setiap

Pegawai Negeri Sipil menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari

siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan atau pekerjaan.38

Selanjutnya contoh kasusu pasal 12 huruf a, yaitu al-Amin Nasution yang

menerima hadiah atau janji yaitu menerima 3 (tiga) lembar Mandiri Travel

Cheque (MTC) masing-masing senilai Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta

rupiah) dari Direktur Utama Badan Pengelola dan Pengembangan Kawasan

Pelabuhan Tanjung Api-Api (BPTAA) / Mantan Sekretaris Daerah Propinsi

Sumatera Selatan Sofyan Rebuin dan Chandra Antonio Tan, serta sejumlah uang

tunai masing-masing sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), Rp.

150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), SGD 150.000 (seratus lima puluh

ribu Dollar Singapura), SGD 1.500.000,- (satu juta lima ratus Dollar Singapura),

dan pemberian layanan makan hiburan senilai Rp. 6.000.000,- (enam juta

rupiah) dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan Drs. Azirwan, padahal

diketahui patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatau dalam jabatannya

yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu Terdakwa M. Al Amin Nur

Nasution, SE selaku Anggota Komisi IV DPR RI memproses persetujuan DPR

RI dalam usulan pelepasan Kawasan Hutan Lindung Tanjung Pantai Air Telang,

Kabupaten Banyuasin, serta usulan pelepasan Kawasan Hutan Lindung Pulai

Bintan Kabupaten Bintan dan Pemberitahukan hasil Rapat Kerja Komisi IV

38 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Page 67: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

56

DPR RI dengan Departemen Kehutanan yang sifatnya rahasia.39 Dalam kasus

tersebut si pejabat negeri sipil menerima hadiah atau janji sebelum mereka

melakukan perbuatan yang terlarang.

Jadi, perbedaan yang mendasar antara ketentuan suap dan gratifikasi

dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi ialah pasal gratifikasi itu hanya

untuk si penerima, dan penerima gratifikasi ini bisa disebut juga suap pasif,

artinya si penerima cukup diam saja, ia tidak perlu melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan jabatannya atau kewajibannya. Sedangkan pasal suap

mengatur perbuatan suap-menyuap untuk si penerima maupun pemberi, baik

suap aktif maupun suap pasif.

E. Hukum Pemberian Hadiah Kepada Pejabat

Pengertian hadiah adalah pemberian uang atau suatu benda kepada orang

lain sebagai tanda penghormatan atau kasih sayang. Sebagai mana disebutkan

Luwis Ma’luf dalam Kamus Al-Munjid: Hadiah adalah sesuatu yang diberikan

(kepada orang lain), sebagai tanda penghormatan atau kasih sayang.40

Memberikan hadiah kepada pejabat atau atasan semata-mata karena

hubungan perasudaraan atau persahabatan, bukan karena ia sedang memegang

suatu jabatan di pemerintah atau lainnya, dan hadiah tersebut diberikan dalam

jumlah yang wajar untuk mempererat persaudaraan atau persahabatan seperti

yang diberikan pada acara ulang tahun atau resepsi perkawinan, maka hukumnya

39 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, P U T U S A N No. 161PK/PID.SUS/2010, putusan.mahkamahagung.go.id

40 M. Hamdani Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, cet. Ke-1,(Jakarta: P.T. Al-Mawardi Prima, 2003), hlm. 311.

Page 68: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

57

mubah, bahkan sunnah dan halal, baik bagi pemberi maupun bagi penerima.

Karena Rasulullah Saw, sering menerima dan memberi hadiah, baik dari dan

kepada para sahabat, maupun dari dan kepada non Muslim.

Pada saat menguraikan tentang hadiah bagi seorang imam atau

pemimpin, Abdullah bin Abdul Muhsin Ath-Thariqi dalam Jarimah Ar-Risywah

mengatakan, “Imam disini yang saya maksud adalah penguasa (pejabat

pemerintah).” Dalam Al-fatawa Al-Hindiyyah dinyatakan, “Imam tidak boleh

menerima hadiah, kecuali imam yang dimaksud adalam imam masjid. Jika imam

yang dimaksud adalah presiden, hadiah tidak halal baginya.” Pendapat ini sesuai

dengan dalil-dalil, baik dalam Al-Qur’an maupun hadist, karena presiden adalah

wali atau pimpinan para pejabat pemerintahan dan kepala negara. Presiden harus

menjadi panutan bagi para bawahannya. Oleh karena itu, hadiah dan berbagai

bentuk pemberian atau gratifikasi dari pihak mana pun diharamkan untuk

seorang kepala negara dan para pejabat yang sedang menjalankan tugasnya.41

Demikian juga beliau sangat menganjurkan umatnya untuk saling

memberikan hadiah untuk mempererat hubungan persaudaraan atau

persahabatan, sebagai mana telah beliau sabdakan dalam Hadist yang

diriwayatkan Imam Baihaqi, Imam Al-Bukhari dan Abu Ya’la RA, sebagai

berikut:

احتابـو تـهادواArtinya: “Saling memberikan hadiahlah kamu sekalian, supaya kalian

saling mencintai”. (HR. Baihaqi).

41 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. Ke-1, hlm. 30.

Page 69: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

58

Imam Bukhari mengeluarkan hadis di atas dalam Adab al-Mufrad, bab

qabûl al-hadiyah, hadis no. 612. Imam al-Bukhari meriwayatkan hadis ini

berturut-turut dari Amru bin Khalid, dari Dhimam bin Ismail, dari Musa bin

Wardan, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. Abu Ya’la mengeluarkan hadis di

atas dalam Musnad-nya, yakni hadis no. 6013, berturut-turut dari Suwaid bin

Said, dari Dhimam bin Ismail, dari Musa bin Wardan, dari Abu Hurairah, dari

Nabi saw. Adapun al-Baihaqi mengeluarkannya dalam Sunan al-Kubrâ, Syu’ab

al-Îmân dan al-Adâb li al-Baihaqi.

Hadis ini juga keluarkan oleh Abu Bisyr Muhammad bin Ahmad ad-

Daulabi dalam Al-Kunâ wa al-Asmâ’, Tamam bin Muhammad dalam Al-

Fawâ’id Tamam, Ibn al-Muqri’ dalam Al-Mu’jam li Ibn al-Muqri’ dan an-Nasai

dalam al-Kunâ.

Ibn Hajar al-‘Ashqalani dalam Talkhîsh al-Habîr berkomentar, “Hadis ini

diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabal-Mufrad dan al-Baihaqi. Ibn

Thahir menyatakannya dalam Musnad asy-Syihâb dari jalur Muhammad bin

Bukair, Dhimam bin Ismail, Musa bin Wardan dan Abu Hurairah; sanad-nya

hasan…”42

a. Memberikan hadiah kepada pejabat negara atau atasan semata-mata

karena ia sedang memegang suatu jabatan dengan tanpa maksud

menyuap adalah diperbolehkan, tapi bagi pejabat yang menerimanya

harus menyerahkan hadiah tersebut kepada lembaga yang dipimpinnya.

42 Ibn Hajar al-‘Ashqalani, At-Talkhîsh al-Habîr, 3/69-70, ed. As-Sayid Abdullah Hasyimal-Yamani al-Madani, Madinah al-Munawarah. 1384-1964; Abdurrauf al-Minawi, Faydh al-Qadîr, 3/357, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, cet. i. 1415 – 1994.

Page 70: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

59

b. Memberikan hadiah kepada pejabat atau atasan dengan tujuan agar

pejabat atau atasan yang diberi hadiah tersebut mengangkat sebagai

pegawai, atau memberikan jabatan (kedudukan) yang diinginkan, atau

memberikan proyek, atau memenangkan tender atau memenangkan

perkara secara batil (tidak benar menurut agama), atau money politik dan

sebagainya adalah dinilai sebagai suap (risywah).43

Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara suap/gartifikasi

dan hadiah, jika dilihat dari penjelasan undang-undang tersebut bisa dianalisis

bahwa suap atau gratifikasi merupakan pemberian yang bersifat umum, baik

pemberian tersebut diberikan kepada seseorang atau seseorang yang mempunyai

jabatan, kekuasaan dan wewenang terhadap jabatannya dan gratifikasi dalam

aspek hukum positif ini mengarah kepada sebuah pemberian yang diberikan

kepada seseorang yang mempunyai jabatan, kewenangan, dan kekuasaan atas

jabatannya, sehingga pemberian tersebut bisa berhubungan dengan jabatan,

wewenang, dan kekuasaan tersebut, dan pemberian tersebut bisa mengarah

kepada sebuah perbuatan yang menyimpang dari kewajiban dan tugasnya

sebagai pejabat.

Sehingga suap atau gratifikasi bisa dikatakan sebuah pemberian dalam

arti umum, atau bisa dikatakan dengan istilah hadiah, dan hadiah tersebut bisa

berubah menjadi sebuah arti yang khusus yaitu gratifikasi ketika pemberian

tersebut diberikan kepada seseorang yang mempunyai jabatan, kewenangan dan

43 M. Hamdani Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, cet. Ke-1,(Jakarta: P.T. Al-Mawardi Prima, 2003), hlm. 315.

Page 71: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

60

kekuasaan dan hadih tersebut berhubungan dengan jabatan, wewenang, dan

kekuasaan si penerima hadiah tersebut.

Sedangkan hadiah dalam konteks umum merupakan sebuah pemberian

yang diberikan kepada seseorang sebagai tanda penghormatan, kasih sayang dan

mempererat tali silaturahmi, sehingga dapat disimpulkan bahwa hadiah ini

merupakan sebuah pemberian dalam kontek umum, dan hadiah tersebut bisa

berubah maknanya menjadi makna khusus, ketika hadiah tersebut diberikan

kepada seseorang dalam kontek tertentu tergantung niat dan tujuan si pemberi

hadiah, sehingga hadiah tersebut bisa mengarah kepada gratifikasi, risywah,

suht, hibah dan sedekah.

Seringkali karena ketidaktahuan kita, kita menerima pemberian atau

hadiah yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan kita. Contohnya, seorang

dosen yang menerima hadiah dari mahasiswa yang dibimbingnya, baik sebelum

atau ketika ujian. Hadiah ini bisa dalam bentuk makanan, pakaian, bahkan uang,

atau bentuk-bentuk hadiah lainnya.44

Dalam kasus ini, Rasulullah SAW. bersabda tentang larangan petugas

zakat menerima hadiah. Abu Humaid As-Sa’idi berkata:

ا ة، فـلم استـعمل رسول الله صلى اهللا عليه وسلم رجال على صدقات بين سليم، يدعى ابن اللتبي فـهال جلست «جاء حاسبه، قال: هذا مالكم وهذا هدية. فـقال رسول الله صلى اهللا عليه وسلم:

أثـىن عليه، مث مث خطبـنا، فحمد الله و » يف بـيت أبيك وأمك، حىت تأتيك هديـتك إن كنت صادقاين الله، فـيأيت فـيـقول: هذا م ” قال: الكم أما بـعد، فإين أستـعمل الرجل منكم على العمل مما وال

تيه هديـته، والله ال يأخذ أحد منكم وهذا هدية أهديت يل، أفال جلس يف بـيت أبيه وأمه حىت تأ

44 Diakses pada tanggal 28 Agustus 2016 dari website https://muslim.or.id/23736-bolehkah-dosen-menerima-hadiah-dari-mahasiswa-1.html

Page 72: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

61

حيمل بعريا له رغاء، شيئا بغري حقه إال لقي الله حيمله يـوم القيامة، فألعرفن أحدا منكم لقي الله عر أو بـقرة هلا خوار، أو شاة »اللهم هل بـلغت «مث رفع يده حىت رئي بـياض إبطه، يـقول: ” تـيـ

Artinya : ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat seorangpegawai untuk mengambil harta zakat dari dari bani Sulaim yang bernama IbnuLutbiyah. Ketika Ibnu Lutbiyah kembali (setelah mengambil harta zakat darikaum muslimin) dan menghitungnya dia berkata, ”Ini adalah harta milik kalian,sedangkan yang ini dihadiahkan untukku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihiwa sallam berkata, “Mengapa kamu tidak duduk saja di rumah bapak danibumu, sehingga hadiah itu diberikan kepadamu, jika kamu benar (bahwa ituhadiah)?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah. Beliaumemuji dan menyanjung Allah Ta’ala. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Sesungguhnya aku telah mengangkat seseorang pegawai diantara kalian untuk mengurus suatu tugas (yaitu amil zakat yang sudah digajidari negara) dari tugas yang Allah perintahkan kepadaku. Kemudian di datangdan mengatakan, ’Ini adalah untukmu, sedangkan yang itu adalah hadiahuntukku.’ Mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak dan ibunya sehinggadia mendapatkan hadiah tersebut? Demi Allah, tidaklah salah seorang di antarakalian mengambil sesuatu (harta) tanpa hak kecuali dia akan bertemu Allahdengan memikul (harta tersebut) di hari kiamat. Maka sungguh aku akanmengetahui salah seorang di antara kalian yang bertemu Allah dalam keadaanmemikul seekor unta atau sapi yang bersuara (menguak), atau seekor kambingyang bersuara (mengembik).” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammengangkat kedua tangannya sehingga terlihat ketiak beliau yang putih serayaberkata, ”Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?”45

Hadits ini memberi penjelasan tentang perbedaan antara hadiah dan

suap. Suatu barang (pemberian) yang didapatkan karena masih berhubungan

dengan pekerjaan yang dijabatnya atau profesinya dan bila dia tidak bekerja

dengan jabatannya itu dia tidak mendapatkan barang tersebut, maka hadiah itu

termasuk ghulul (harta khianat atau gratifikasi) dan bukan hadiah. Suatu barang

disebut hadiah ketika diberikan kepada orang tanpa ada tendensi suatu hal yang

berhubungan dengan pekerjaan, jabatan, atau profesinya.

Ibnu Lutbiyah mendapatkan hadiah karena dia bertugas mengambil harta

zakat, padahal dia sudah mendapatkan gaji dari negara. Maka pemberian itu

45 HR. Bukhari no. 6979 dan Muslim no. 1832.

Page 73: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

62

adalah harta ghulul dan bukan hadiah. Apa buktinya? Rasulullah SAW.

menggambarkan jika Ibnu Lutbiyah ini hanya duduk-duduk saja di rumahnya

(tidak memiliki tugas sebagai pemungut zakat), apakah dia akan mendapatkan

hadiah dari kaum muslimin? Tentu saja tidak. Maka pemberian itu berkaitan

dengan profesi atau jabatannya dan bukan karena semata-mata (murni) hadiah.

Demikian juga seorang dosen yang sudah mendapatkan gaji untuk

membimbing dan mengajar mahasiswa, maka tidak boleh baginya menerima

hadiah dari mahasiswa yang dibimbingnya dalam bentuk apa pun, entah berupa

makanan, pakaian, uang, parsel atau bentuk pemberian lainnya karena hadiah ini

berkaitan dengan profesinya sebagai dosen, bukan murni hadiah. Apa buktinya?

Kalau sang dosen hanya duduk diam di rumah, tidak membimbing atau menguji

skripsi mahasiswa misalnya, apakah ada mahasiswa yang datang mencari ke

rumahnya dan memberinya hadiah?

Praktik pemberian hadiah seperti ini biasa terjadi sebelum mahasiswa

lulus. Misalnya hadiah saat dosen sedang membimbing penelitian mahasiswa

atau pemberian berupa makanan saat sang dosen menguji skripsi mahasiswa

tersebut atau hadiah lainnya, padahal setiap membimbing mahasiswa seorang

dosen telah menerima gaji dari atasannya (fakultas), maka hadiah semacam ini

tidak boleh diterima karena termasuk harta ghulul. Rasulullah SAW. bersabda:

هدايا العمال غلول Artinya: “Hadiah bagi pegawai (pejabat) adalah ghulul (harta

khianat).”46

46 HR. Ahmad 5/425. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ Al-Ghalilhadits no. 2622.

Page 74: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

63

Dari Buraidah, Nabi SAW. bersabda:

فـهو غلول من استـعملناه على عمل فـرزقـناه رزقا فما أخذ بـعد ذلك Artinya: “Barangsiapa yang kami angkat sebagai pegawai kemudian

kami beri rizki (gaji), maka apa yang dia ambil lebih dari itu adalah ghulul(khianat).”47

Hadiah yang diberikan kepada seseorang yang berhubungan dengan

pekerjaan atau jabatannya hanya diperbolehkan dalam tiga kondisi berikut ini:

1. Hadiah yang diberikan seorang atasan kepada bawahannya. Contohnya

adalah hadiah yang diberikan kepala sekolah ke guru; hadiah dari rektor

(pimpinan universitas) yang diberikan ke dekan (pimpinan fakultas); atau

hadiah dari dekan ke dosen. Jika sebaliknya, maka terlarang. Maka

hadiah menjadi terlarang apabila diberikan seorang guru kepada kepala

sekolahnya. Demikian pula terlarang adanya hadiah yang diberikan

seorang dosen kepada dekan atau rektornya.

2. Hadiah yang diberikan kepada pejabat karena masih ada hubungan

kekerabatan. Karena termasuk di dalam pengertian memutus hubungan

silaturahim adalah tidak menerima harta (hadiah) dari kerabat. Akan

tetapi, jika terdapat gejala-gejala adanya maksud dan tujuan yang tidak

baik dengan adanya hadiah tersebut, maka hadiah seperti itu bisa menjadi

hadiah yang dilarang. Sebagai contoh, seseorang yang sedang

mempunyai kasus di pengadilan dan mempunyai saudara yang berprofesi

sebagai seorang hakim. Sebelum dia terlibat kasus, dia sangat jarang

47 HR. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashoobihhadits no. 3748.

Page 75: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

64

menemui apalagi memberi hadiah saudaranya yang berprofesi sebagai

hakim itu. Setelah dia terlibat dalam kasus dan berurusan dengan

pengadilan, dia menjadi sering mendatangi saudaranya dan memberinya

hadiah. Maka hadiah seperti ini tidak boleh diterima.

3. Hadiah dari seseorang yang diberikan kepada pejabat karena orang

tersebut sudah terbiasa memberi hadiah kepada pejabat sejak pejabat

tersebut belum mempunyai jabatan. Misalnya terdapat seseorang yang

berteman dengan orang lain yang sekarang telah menjadi pejabat. Jika

orang tersebut sudah terbiasa memberi hadiah kepada temannya sejak

temannya belum menjadi pejabat, maka hadiah seperti ini diperbolehkan.

Hal ini pun harus dengan syarat bahwa hadiah yang diberikan kepada

temannya antara sebelum dan sesudah menjadi pejabat harus bernilai

sama. Jika terjadi peningkatan nilai, maka perlu untuk dirinci. Jika

hadiahnya berupa barang yang bisa dibagi, maka pejabat tersebut boleh

mengambil hadiah senilai dengan hadiah yang biasa dia terima (sebelum

menjadi pejabat), dan sisa (kelebihannya) wajib dikembalikan kepada

teman yang memberikannya. Namun, ketika hadiahnya berupa barang

yang tidak bisa dibagi, maka wajib bagi pejabat tersebut untuk

mengembalikan seluruh hadiah tersebut kepada teman yang telah

mengirimkannya.48

Jadi, Memberikan hadiah kepada guru laki-laki atau guru perempuan di

sekolah negeri atau swasta semakna dengan risywah (suap). Oleh karena itu,

48 https://muslim.or.id/23740-bolehkah-dosen-menerima-hadiah-dari-mahasiswa-2.html

Page 76: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

65

tidak boleh memberi atau menerimanya. Nabi melarang dari menerima hadiah

bagi para pegawai sebagaimana dalam hadits shahih dari Abu Humaid As-Sa’idi

bahwasanya beliau SAW. bersabda, “Hadiah kepada para pegawai adalah

ghulul”.

Page 77: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

66

BAB III

GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

Dalam bab ini akan dibahas tentang ketentuan gratifikasi dalam Hukum

Pidana Islam lalu bagaimana perbandingannya dengan hadiah berdasarkan

Hukum Islam dan hukum bagi para pelaku gratifikasi seksual.

A. Gratifikasi dalam Hukum Pidana Islam

Menurut hukum pidana Islam, Gratifikasi disebut dengan risywah, suap,

atau sogok. Ulama berbeda pendapat mengenai gratifikasi. Ada yang

berpendapat haram dan ada pula yang berpendapat halal. Ulama menyatakan

bahwa gratifikasi yang haram adalah menyuap untuk membenarkan yang salah

dan menyalahkan yang benar. Sementara itu, ulama menyatakan bahwa

gratifikasi yang halal adalah menyuap untuk memperjuangkan hak yang

seharusnya diterima oleh si pemberi uang atau untuk menolak kemudaratan.1

Pembagian dua jenis yang haram dan halal ini memang tidak secara

eksplisit dapat ditemukan dalam berbagai kitab karya sejumlah ulama. Hal itu

karena ditemukan haram dan halalnya gratifikasi sangat tergantung pada niat

dan motivasi si pemberi. Berikut ini pendapat Ibnu Taimiyyah mengenai hal

tersebut.

Sesungguhnya seseorang yang memberikan hadiah kepada petugas

agar ia melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan untuknya adalah haram bagi

pemberi hadiah dan penerimanya karena hal ini termasuk suap sebagaimana

yang disabdakan oleh Nabi Saw, “ Allah melaknat penyuap dan yang disuap”.

1 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 40.

Page 78: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

67

Sementara itu, jika seseorang memberi hadiah agar terhindar dari kezaliman

atau agar mendapakan hal yang wajib diberikan kepadanya, hadiah semacam

ini hanya haram bagi penerima, tetapi halal bagi pemberi kalau ia telah

meberikan hadiah tersebut kepadanya.2

Seperti yang telah dijelaskan di atas, gratifikasi adalah “hadiah” yang

mana diberikan kepada seseorang di luar dari gaji yang ia dapatkan. Dalam

islam sendiri, “hadiah” adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain

tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.3 Dan memiliki hukum

mubah atau boleh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan

Abu Daud dari Aisyah r.a berkata :

ها كان النيب صلى الله عليه وسلم يـقبل اهلدية و ينيب عليـArtinya: “Pernah Nabi Saw menerima hadiah dan balasannya hadiah

itu”Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa Nabi pernah menerima hadiah

dan membalasnya dengan hadiah yang sama. Dan ada pula sebagian ulama

yang mengatakan tidak boleh untuk menolak hadiah yang telah diberikan,4

dalil yang dijadikan pegangan oleh sebagian ulama tersebut adalah hadits Nabi

yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a.

bahwa Nabi Saw bersabda:

لو دعيت إىل ذراع الجبت ولو اهدي إيل ذراع او كراع لقبلت Artinya: “Kalau aku diundang untuk menyantap kaki kambing depan

dan belakang, niscaya aku penuhi dan kalau dihadiahkan kepadaku kakikambing depan dan kaki kambing belakang, niscaya aku menerimanya.” 5

2 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 41.

3 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 211.4 Idris Ahmad, Fiqh Al-Syafi’iyah, (Jakarta: Karya Indah, 1986), hlm. 1625 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 212.

Page 79: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

68

Namun, jika dilihat dari hadiah atau gratifikasi yang telah dijelaskan

pada bab sebelumnya, yang mana menimbulkan kerugian pada seseorang,

maka masalah tersebut dapat masuk dalam kaidah saddu dzari’ah, karena

pemberian hadiah atau gratifikasi tersebut disalahgunakan dalam arti untuk

memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan banyak orang.

Dan dalam hal ini, gratifikasi atau hadiah tersebut dapat dikategorikan

sebagai suap, dan suap adalah pekerjaan yang sangat dilaknat oleh Allah,

seperti sabda Rasulullah:

لعنة اهللا على الراشى و املرتشىArtinya: “Laknat Allah bagi orang yang menyuap dan menerima

suap”6

Bukan hanya bagi orang yang menerima suap tetapi juga kepada orang

yang memberi suap akan dilaknat oleh Allah SWT. Ini disebabkan oleh

sejumlah uang atau barang yang tidak bernilai di sisi Allah.

Pengertian gratifikasi sekarang dengan pengertian hadiah dalam Islam

sangat bertolak belakang pada zaman ini, hadiah dalam Islam yang bertujuan

untuk saling tolong menolong dan saling memuliakan berbanding jauh dengan

gratifikasi yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri dan menjatuhkan

orang lain. Dan seperti yang kita ketahui kebanyakan dari orang-orang yang

melakukan kegiatan gratifikasi ini adalah dari kalangan pegawai negeri dan

pejabat Negara, yang mana mereka dapt dikatakan sebagai ulil amri.7

6 Hadits Riwayat Imam Ahmad7 Ulil Amri terbagi menjadi 2, yaitu: (1) yang dibebani amanah hukum atau kewenangan

pelaksanaan, yaitu dewan eksekutif, (2) rakyat, merekalah yang memilih dewan eksekutif sertameminta pertanggungjawaban mereka. Mereka adalah Ahlul Hilli wal Aqdi atau dewan legislative.

Page 80: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

69

Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan gratifikasi ini adalah

ketidakadilan dan hilangnya kebijaksanaan dari para pemerintah, pejabat

Negara atapun pegawai biasa. Dan ini adalah salah satu bentuk dari

kedhzaliman kepada diri sendiri dan orang lain. Karena itu, tidak salah jika

pemerintah melarang adanya gratifikasi. Begitu pula Islam, dilihat dari

kemaslahatan dan kemudharatan yang ditimbulkan oleh gratifikasi ini, maka

Islam mengharamkan adanya gratifikasi. Bila gratifikasi ini masih

diperbolehkan, maka bukan tidak mungkin Negara dan rakyat yang ada di

dalamnya menjadi tak terkendali dan hancur karenanya.

Oleh karena itu, kedhzaliman yang dilakukan oleh seorang penguasa

dalam syari’at Islam wajib dipertanggungjawabkan dengan memaksa para

pengawas yang mengawasi para pejabat yang berlaku curang untuk berlaku

lebih keras demi tercapainya sebuah keadilan. Bukan hanya menghukum,

namun juga mencegah hal tersebut agar tidak terjadi. Karena menegakkan

keadilan merupakan tujuan dari syara’ (ketentuan atau hukum Allah).8

Salah satu sifat yang harus dipegang oleh para pejabat Negara ataupun

pejabat dan pegawai yang lainnya adalah sifat amanah, yang ketika ia sedang

memangku jabatan di mana dirinya ditunjuk untuk mendudukinya tidak

disalahgunakan untuk mendatangkan keuntungan bagi dirinya atau keluarga

dekatnya.9 Dan perbuatan ini pun dapat terjadi dimulai dengan gratifikasi

ataupun suap menyuap. Rasulullah bersabda:

8 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 2049 Ibrahim bin Fatih bin Abd Al-Muqtadir, Uang Haram, (Jakarta: Amzah, 2006), hlm.

142

Page 81: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

70

من استـعملناه على عمل فـرزقـناه رزقا فما اخذ بـعد ذلك فـهو غلول Artinya: “Barang siapa yang kami pekerjakan untuk suatu pekerjaan,

kemudian kami rezekikan kepadanya dengan suatu rezeki (tertentu), maka apayang dia ambil setelah rezeki (itu), itu adalah pengkhianatan.”10

Dan pada haditsnya yang lain Rasul bersabda: “Hadiah-hadiah untuk

pekerja itu pengkhianatan.”11 Dari hadits tersebut telah jelas menerangkan

segala bentuk hadiah yang diberikan kepada para pejabat atau pegawai tidak

diperbolehkan.

Gratifikasi digolongkan sebagai salah satu bentuk dari korupsi. Dan di

Indonesia sendiri, korupsi masih terus mengusik hati nurani manusia Indonesia

dan bahkan menjadi black culture yang menghiasi kehidupan sejarah

kehidupan Negara Indonesia.12 Di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan:

ا اىل احلكام نكم بالباطل و تدلوا لتآكلوا فريـقا من اموال و ال تآكلوا اموالكم بـيـالناس باالمث و انـتم تـعلمون

Artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu denganjalan yang batil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada parahakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lainitu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”13

Dari uraian di atas perhatian dan pokok masalah tertuju pada masalah

gratifikasi, dan jika dilihat dari kacamata Islam, hal tersebut masuk dalam salah

satu dalil hukum Islam, yaitu saddu dzari’ah. Maka, diharamkanlah adanya

gratifikasi untuk menutup jalan terjadinya suap menyuap ataupun korupsi.

Karena telah jelas bahwa kebanyakan gratifikasi, tidak membawa banyak

10 Hadits riwayat Al-Bukhari11 Hadits riwayat Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Hamid As-Sa’idi12 M. Thalhah dan Achmad Mufid, Fiqh Ekologi, (Yogyakarta: Total Media, 2008), hal.

13713 Q.S Al-Baqarah: 188

Page 82: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

71

kemaslahatan bagi orang lain namun justru membawa kemafsadatan bagi

banyak orang.

Adapun macam-macam gratifikasi sebagaimana dikemukakan oleh

Ahmad Fathi Bahnasi dan Jundi Abdul Malik – mereka adalah pakar pidana

Islam berkebangsaan Mesir - terdiri atas empat macam. 14

1. Gratifikasi dalam bentuk pemberian hadiah oleh seseorang kepada

orang lain atas dasar cinta dan kasih sayang. Gratifikasi ini hukumnya

halal baik bagi yang memberi maupun yang menrima.

2. Gratifikasi dalam bentuk pemberian hadiah oleh seseorang karena

dizalimi orang lain sehingga si pemberi merasa takut kepada si

penerima atau hadiah diberikan kepada penguasa agar dapat

memberikan jaminan kemanan bagi si pemberi. Fuqaha umumnya

berpendapat bahwa gratifikasi ini hukumnya halal bagi pemberi, tetapi

haram bagi penerima sebab si pemberi menjadikan sebagian hartanya

untuk melindungi diri. Sementara itu, pihak penerima tetap dharamkan

karena ia memaksa pihak pemberi untuk memberikan suap tersebut dan

termasuk ke dalam kandungan makna hadis secara umum.

3. Gratifikasi dalam bentuk pemberian hadiah oleh seseorang kepada

orang lain agar urusan si pemberi dengan penguasa dapar berlangsung

dengan baik. Gratifikasi jenis ini harus dilihat dari dua sisi.15

14 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 44.

15 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 45.

Page 83: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

72

a. Urusan yang hukumnya haram. Karena urusan si pemberi

hukumnya haram, maka gratifikasi yang dilakukan hukumnya

haram pula, baik bagi si pemberi maupun si penerima.

b. Urusan yang hukumnya mubah. Status hukum kasus seperti ini

harus ditinjau dari dua sisi.

1. Apabila pada saat pemberian hadiah disyaratkan bahwa pihak

pemberi mendapatkan fasilitas dari pihak penguasa (hakim,

pemerintah, atau petugas KUA), gratifikasi ini hukumnya

haram. Meskipun demikian, ada sebagian fuqaha yang

membolehkannya.

2. Apabila syarat tidak dinyatakan secara jelas, tetapi gratifikasi

tetap diberikan oleh seseorang kepada oeang lain agar ia

mendapat fasilitas dari penguasa, dalam kasus ini fuqaha

berselisih pendapat. Fuqaha pada umumnya berpendapat bahwa

apabila tidak ada tradisi saling memberi dan menerima hadiah,

hukumnya makruh. Akan tetapi, jika ada tradisi saling memberi

dan menerima hadiah, dalam hal ini hadiah dianggap sebagai

sesuatu yang baik karena terjadi dalam konteks membelas

kebaikan dengan kebaikan.

4. Gratifikasi dalam bentuk pemberian hadiah oleh seseorang kepada

penguasa agar kebijakannya sesuai dengan yang diinginkan si pemberi.

Ulama sepakat bahwa gratifikasi jenis ini hukumnya haram dan semua

pihak yang terlibat dilaknat sebagaimana dinyatakan dalam hadits.

Page 84: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

73

Dari keempat macam gratfikasi diatas, bapak M. Nurul Irfan

berpendapat bahwa gratifikasi jenis pertama dan kedua yang halal dilakukan.

Sementara itu, jenis ketiga dan keempat masuk ke dalam kategori risywah yang

pelakunya dilaknat Allah.16

B. Perbandingan Gratifikasi dengan Hadiah

Antara hadiah dan gratifikasi memang sangat tipis perbedaannya.

Pertama, dari sisi definisi. Hadiah ialah pemberian, kenang-kenangan,

penghargaan, dan penghormatan.17 Sementara itu, gratifikasi adalah uang

sogok,18 sogok itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk

menyogok. Dari sisi ini perbedaan atau perbandingan antara hadiah dan

gratifikasi sangat nyata. Hadiah bermakna positif, sedangan gratifikasi

bermakna negatif. Kedua, dari sisi niat pelaku. Jika pelaku berniat memberikan

penghargaan atau penghormatan kepada pihak penerima, hal itu disebut hadiah.

Sementara itu, jika pelaku berniat untuk memberikan sohok, hal itu disebut

gratifikasi.

Untuk membedakan antara hadiah dan gratifikasi dari sisi pelaku, ada

sebagian orang berpendapat bahwa jika pelaku memberikannya sebelum selesai

proses perkara atau tugas yang diembannya, hal itu dinilai sebagai gratifikasi.

Akan tetapi, jika pemberian itu baru diberikan setalah selesai proses acara atau

proses pengurusannya, hal itu disebut hadiah. Dengan kata lain, jika pemberian

itu dilakukan sebelumnya, disebut gratifikasi. Akan tetapi, dika diberikan

16M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 46.

17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 380.18 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1094.

Page 85: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

74

setelah proses perkara selesai, hal itu disebut hadiah. Namun, jika terjadi

kongkalikong secara damai antara pihak pemberi dan penerima bahwa hadiah

ini akan diberikan pada saat selesai perkara dan telah disepakati oleh kedua

belah pihak, tetap saja hal itu disebut gratifikasi sebab walaupun dari sisi waktu

pemberian dinamakan hadiah, tetap saja tidak ada perbedaan antara keduanya

dan pihak pemberi telah memberikan janji sebelumnya.19

Kata hadiah apabila ditelurusi secara etimologis berasal dari kata hada.

Kata ini mengandung makna jama’a dan dhamma (mengumpulkan). Bantuk

jamak dari kata hadiyyah adalah hadaya. Dalam kitab Ash-Shihah, kata

hadiyyah adalah bentuk tunggal dari kata hadaya. Orang mengatakan ahdaitu

lahu dan ahdaitu ilaihi. Kedua kalimat tersebut memiliki pengertian yang

sama. Sementara itu, mihda ialah wadah atau tempat hadiah diletakkan, seperti

thabaq (piring). Ibnu Al-Arabi mengatakan, “Thabaq (piring) tidaklah disebut

sebagai mihda, kecuali pada piring itu diletakkan sesuatu untuk dijadikan

hadiah.” Adapun mihda ialah orang yang memiliki kebiasaan memberi hadiah,

sedangkan tahadi berarti saling memberikan hadiah.

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadiah secara

terminologis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa hadiah ialah harta yang

diberikan oleh seseorang kepada oerang lain tanpa syarat apa pun. Frase tanpa

syarat apa pun inilah yang menjadi pembeda antara hadiah dan gratifikasi. Hal

ini pula yang membedakan antara hadiah dan hibah imbalan (hibah ats-

19 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 27.

Page 86: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

75

tsawab). Hibah ats-tsawab ialah hadiah yang mensyaratkan adanya imbalan

balasan dengan nilai yang setara, lebih banyak, atau lebih sedikit.20

Ada pendapat yang mengatakan bahwa hadiah didefinisikan sebagai

memberikan harta kepada orang lain tanpa terlebih dahulu diminta oleh orang

itu. Pendapat ini mengatakan, hadiah didefinisikansebagai harta yang diberikan

kepada orang lain di mana pemberi tidak mensyaratkan kepada orang yang

diberi itu agar membalasnya dengan pertolongan.21 Ada juga yang menjelaskan

bahwa hadiah didefinisikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada orang lain

dengan maksud menunjukkan rasa cinta, mendapatkan rasa sayang dari orang

yang diberi, atau memberikan penghargaan. Orang yang diberi ini bisa jadi

adalah kerabat dekat, teman, ulama, guru, atau orang-orang saleh yang

disangka baik.22

Hadiah sebagai bagian dari hibah kehendaknya bisa datang dari satu

pihak saja, yaitu dari pihak pemberi hadiah. Namun, para fukaha tetap

mengklasifikasikan hibah, termasuk di dalamnya hadiah, sebagai akad. Hal itu

karena meski kehendaknya bisa dari satu pihak saja, namun jika penerima

hibah atau penerima hadiah itu menolaknya maka hibah atau hadiah itu tidak

sempurna.

20 Al-Fatawa Al-Hindiyyah, (Beirut : Dar Al-Fakr, 2008), jilid III, hlm. 226. Lihat pulaFathi Ahmad Bahnasi, Al-Mas’uliyyah Al-Jina’iyyah fi Al-Fiqh Al-Islami, (Beirut : Dar Asy-Syuruq, 1998), cet. Ke-4, hlm.70.

21 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 27. Lihat Ali Qara’ah, Al-Ushul Al-Qadha’iyyah fi Al-Murafa’at, hlm. 328.

22 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 28.

Page 87: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

76

Sebagai sebuah akad, hadiah memiliki tiga rukun. Pertama, adanya al-

‘âqidân, yaitu pihak pemberi hadiah (al-muhdî) dan pihak yang diberi hadiah

(al-muhdâ ilayh). Al-Muhdî haruslah orang yang layak melakukan tasharruf,

pemilik harta yang dihadiahkan dan tidak dipaksa. Al-Muhdâ ilayh disyaratkan

harus benar-benar ada saat akad. Ia tidak harus orang yang layak melakukan

tasharruf saat akad hadiah itu. Jika al-muhdâ ilayh masih kecil atau gila maka

penerimaan hadiah diwakili oleh wali atau mushi-nya.

Kedua, adanya ijab dan qabul. Hanya saja, dalam hal ini tidak harus

dalam bentuk redaksi (shighat) lafzhiyah. Hal itu karena pada masa Nabi saw.,

hadiah dikirimkan kepada Beliau dan Beliau menerimanya, juga Beliau

mengirimkan hadiah tanpa redaksi lafzhiyah. Fakta seperti itu menjadi fakta

umum pada masa itu dan setelahnya.

Akad hadiah merupakan al-‘aqd al-munjiz, yaitu tidak boleh berupa al-

‘aqd al-mu’alaq (akad yang dikaitkan dengan suatu syarat) dan tidak boleh

berupa al-‘aqd al-mudhâf (akad yang disandarkan pada waktu yang akan

datang). Contoh al-‘aqd al-mu’alaq, jika seseorang berkata, “Saya

menghadiahkan satu juta kepada Anda jika Anda pergi ke Bandung.” Akad

hadiah ini tidak sah. Contoh al-‘aqd al-mudhâf, jika dikatakan, “Saya

menghadiahkan sepeda ini kepada Anda mulai bulan depan.” Akad ini juga

tidak sah. Sebagai al-‘aqd al-munjiz, implikasi akad hadiah itu langsung

berlaku begitu sempurna akadnya dan terjadi al-qabdh. Artinya, al-muhdâ

(hadiah) itu telah sah dimiliki oleh orang yang diberi hadiah.

Page 88: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

77

Ketiga, harta yang dihadiahkan al-muhdâ. Al-Muhdâ (barang yang

dihadiahkan) disyaratkan harus jelas ma‘lûm, harus milik al-muhdî (pemberi

hadiah), halal diperjualbelikan dan berada di tangan al-muhdî atau bisa ia serah

terimakan saat akad. Menurut Imam Syafii dan banyak ulama Syafiiyah,

barang itu haruslah barang bergerak, yaitu harus bisa dipindahkan dari satu

tempat ke tempat yang lain. Hal itu karena seperti itulah yang berlangsung

pada masa Nabi saw, di samping tidak ada riwayat yang menjelaskan adanya

hadiah berupa rumah, tanah, dsb itu pada masa Nabi saw. dan para Sahabat.23

Di samping ketiga rukun itu ada syarat yang harus terpenuhi sehingga

hadiah itu sempurna, yaitu harus ada al-qabdh (serah terima), yakni secara real

harus ada penyerahan al-muhdâ kepada al-muhdâ ilayh. Jika tidak ada ijab

qabul secara lafzhiyah maka adanya al-qabdh ini sudah dianggap cukup

menunjukkan adanya pemindahan pemilihan itu. Penyerahan harta itu dianggap

merupakan ijab dan penerimaan hadiah oleh al-muhdâ ilayh merupakan

qabulnya. Untuk barang yang standarnya dengan dihitung, ditakar atau

ditimbang (al-ma’dûd wa al-makîl wa al-mawzûn) maka zat barang itu sendiri

yang harus diserahterimakan. Adapun harta selain al-ma’dûd wa al-makîl wa

al-mawzûn seperti pakaian, hewan, kendaraan, barang elektronik, dsb maka

yang penting ada penyerahan pemilikan atas barang itu kepada al-muhdâ ilayh

dan qabdh-nya cukup dengan menggesernya atau jika hewan dengan

melangkahkannya, atau semisalnya.24

23 Diakses pada tanggal 15 Agustus 2016 http://hizbut-tahrir.or.id/2008/02/05/hadiah/24 Diakses pada tanggal 16 agustus 2016 http://ockym.blogspot.co.id/2012/12/makalah-fiqih-bab-hadiah.html

Page 89: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

78

Anjuran Islam untuk memberi hadiah, Dari Sahabat mulia Abu

Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda:

تحابواحتادواArtinya : “Hendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan

saling mencintai.”25

Hadits di atas merupakan bukti bahwa pemberian hadiah adalah bagian

dari syariat Islam. Bahkan melakukannya dapat mendatangkan pahala dan

menimbulkan kasih sayang di antara kaum muslimin. Padahal jika suatu kaum

telah saling menyayangi maka persatuan diantara mereka otomatis akan

menguat. Padahal persatuan sesama kaum muslimin merupakan sebuah

kewajiban yang telah Allah tetapkan.

Akan tetapi perlu diingat. Memberi hadiah hukumnya dianjurkan

selama tidak menimbulkan salah faham yang berujung maksiat. Seperti

pemberian bingkisan dari seorang pria kepada wanita yang bukan mahramnya.

Jika terjadi maka hal ini menimbulkan tanda tanya bagi wanita tersebut. bahkan

bisa berujung pada pacaran. Sebuah jalinan cinta yang Allah haramkan dalam

Al Qur’an. Dalil larangan pemberian hadiah jika menjerumuskan kedalam

fitnah sebagai berikut:

والضرار ضرر ال Artinya : “Janganlah engkau merugikan diri sendiri dan orang lain.”26

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghargai orang lain

termasuk dalam perkara pemberian hadiah. Oleh karena itu Rasulullah SAW.

25 Hasan dalam shahihul jami’us shaghir no 300426 HR Ibnu Majah, Hasan

Page 90: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

79

mengajarkan kaum muslimin untuk menerima pemberian hadiah dari orang

lain mekipun sedikit atau berupa hal-hal yang kurang berharga.

Beliau bersabda (artinya): “andai saya diundang untuk menikmati

jamuan berupa satu lengan (kambing) atau jamuan satu betis (kambing) niscaya

akan saya datangi jamuan tersebut.” Begitu pula jika saya diberi hadiah berupa

satu lengan atau betis kambing niscaya kuterima hadiah tersebut.27

Betis dan lengan yang disebutkan di atas hanyalah sebagai contoh hal-

hal yang sepele, sedikit atau kurang berharga meskipun demikian Rasulullah

tetap menerimanya dengan baik. Sebagai seorang yang mengaku cinta beliau

sudah sepatutnya perilaku tersebut kita ikuti agar kita diberi pahala. Pahala atas

perbuatan kita meneladani Rasulullah SAW.

Dari penjelasan di atas mengenai hadiah dan gratifikasi dapat dianalisis

bahwa perbandingan antara hadiah dan gratifikasi beda tipis. Hanya saja makna

dari hadiah lebih tertuju pada hal yang positif. Sedangkan, makna gratifikasi

lebih tertuju pada hal yang negatif. Lalu kita juga dapat membedakannya dalam

hal waktu pemberiannya. Jika barang tersebut diberikan secara cuma-cuma

atau setelah proses perkara selesai. Maka dapat kita simpulkan bahwa itu

adalah hadiah. Tapi, jika diberikan sebelum proses perkara belum selesai maka

dapat dikatakan hal itu adalah gratifikasi.

C. Gratifikasi Seksual dalam Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam

Perbuatan pidana sering disebut dengan beberapa istilah seperti tindak

pidana, peristiwa pidana, dan delict. Dimaksud dengan perbuatan pidana ialah

27 Shahih: Shahihul Jami’ no: 5268 dan Fathul Bari V: 199 no: 2568

Page 91: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

80

suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman

pidana.

Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-

peristiwa yang kongkrit dalam laporan hukum pidana, sehingga perbuatan

pidana harus diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan untuk dapat lebih

mudah dipahami oleh masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan

pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam

pidana, asal saja dalam pada itu perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada

orang yang menimbulkan kejadian itu. Suatu larangan itu ditujukan kepada

perbuatan dimana suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh tingkah

laku orang itu sendiri. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang-

orang yang menimbulkanya.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu. Yang

dimaksud dengan perbuatan yaitu kelakuan dan kejadian yang ditimbulkan

oleh kelakuan.perbutan pidana menunjuk pada sifat perbuatannya saja.28

Dalam perundang-undangan dikenal objek pemberian atau janji adalah

“sesuatu”. Kata sesuatu berarti segala sesuatu benda maupun bukan benda

yang mempunyai nilai, harga, kegunaan yang menyenangkan pegawai negeri

atau penyelenggara negara penerima suap. Apabila objek yang diberikan itu

adalah benda berwujud, maka makna memberikan di sini adalah menyerahkan

dengan mengalihkan kekuasaan atas benda tersebut ke dalam kekuasaan orang

28 Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, (Jakarta :Asdi Mahasatya, 2000), hlm. 56.

Page 92: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

81

yang menerima untuk dimiliki atau dinikmati atau digunakan sesuai dengan

maksud pemberian itu. Akan tetapi jika pemberian itu bukan benda berwujud

seperti pekerjaan, fasilitas, jasa dan lain-lain, maka yang beralih bukan

bendanya, tapi penguasaan atas benda tak berwujud itu.29

Menurut Adami Chazawi yang dikutip dari Marjane Termorhuizen

(1998-150) sesungguhnya pada pasal 209 KUHP yang rumusannya diadopsi ke

dalam pasal 5, pada pasal 418 (rumusannya diadopsi ke dalam pasal 11) dan

pasal 419 KUHP (rumusannya diadopsi ke dalam pasal 12 huruf a, b). Unsur/

kata memberi (sesuatu) dalam pasal 5 itu maupun kata/ unsur memberi hadiah

berasal dari kata yang sama yaitu gift yang asal katanya geven artinya memberi

(belanda) yang dari sudut bahasa artinya pemberian atau hadiah, berarti gift

bukan kata kerja melainkan kata benda. Dalam pasal 5 gift diadopsi ke dalam

bahasa Indonesia dengan memberikan sesuatu (memberikan adalah kata kerja,

dan sesuatu adalah objeknya, artinya merupakan kata benda) yang lebih sesuau

dengan kata gift, karena di dalam memberikan sesuatu sudah terkandung unsur

perbuatan memberikan (kata kerja) dan terkandung pula objeknya yakni

sesuatu (kata benda). Sedangkan kata gift yang semula dalam pasal 418 KUHP

diadopsi ke dalam pasal 11 dengan kata hadiah ditambah kata memberi

sehingga menjadi “memberi hadiah”. Kalau kita kembali pada pengertian

sesuatu dalam unsur memberikan sesuatu dalam pasal 5, maka sesuatu itu tidak

saja berupa benda atau kebendaan, tetapi juga segala sesuatu pemberian yang

tidak semata-mata bersifat atau dapat dinilai dengan uang, tatapi bernilai bagi

29 Mahrus Ali, Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, hlm. 126-127.

Page 93: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

82

yang meneriam. Misalnya suatu jasa, suatu pekerjaan, suatu kemudahan, suatu

fasilitas yang dimasukkan dalam pengertian gratifikasi pasal 12B. Inilah

pengertian yang sebenarnya dari “sesuatu” dalam unsur memberikan atau

menjanjikan menurut pasal 5. Sedangkan pengertian menurut tata bahasa,

hadiah lebih mengacu pada pengertian benda atau kebendaan yang bernilai

uang. Contoh konkret menerima sesuatu yang tidak mungkin sama aritnya

dengan menerima hadiah, namun masuk dalam pengertian pasal 11 atau pasal

12 huruf a (jika si penerima hadiah mengetahui atau patut menduga hadiah itu

diberikan akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan

bertentangan dengan kewajiban jabatannya). Misalnya, seorang berurusan

dengan seorang pegawai negeri yang sangat berselera dengan wanita, orang

tersebut menyodorkan seorang wanita cantik untuk ditiduri dengen

menyediakan fasilitas di sebuah hotel ketika si pejabat ini rapat dinas selama

tujuh hari di suatu kota. Hal itu sukar disebut menerima hadiah. Sungguh sulit

diterima akal apabila perbuatan menerima sodoran seorang wanita cantik itu

disebut menerima hadiah, tetapi dapat diterima jika dengan kalimat menerima

sesuatu. Karena menerima sesuatu pengertiannya lebih luas dari sekedar

menerima sesuatu hadiah. Oleh karena itu menerima hadiah di sini harus

diartikan secara luas, jangan diartikan secara sempit sehingga dapat mencakup

pengertian seperti menerima sodoran wanita cantik tersebut.30

Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh

Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan

30 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, hlm. 170-171.

Page 94: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

83

kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani

kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang

terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits. Tindakan criminal yang dimaksud adalah

tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta

tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-

Qur’an dan Hadits.

Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung

kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat

yang dimaksud, secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap

manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu

menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri

sendiri maupun yang ada pada orang lain.31

Dalam hukum pidana Islam dijelaskan bahwa gratifikasi adalah

perbuatan yang dilaknat oleh Allah, hal ini didasarkan atas hadits Nabi saw.

sebagai berikut:

يف احلكم. لعنة اهللا على الراشي واملرتشيArtinya : “laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap

dan yang disuap dalam masalah hukum”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)32

يلعنة اهللا على الراشي واملرتشArtinya : “laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang

menyuap dan yang disuap.” (HR. Al-Khamsah [lima periwayat hadits], kecualiAn-Nasa’i dan dianggap sahih oleh At-Tirmidzi)33

31 Zainuddin Ali, Hukum Pidana islam, (Jakarta : Sinar Grafika : 2009) cet. 2, hlm. 132 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,

(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 14.33 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,

(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 14.

Page 95: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

84

Sangat penting bagi para pejabat dan pegawai yang bekerja

mengumpulkan sedekah, zakat, jizyah, dan bentuk-bentuk pajak tahunan

lainnya yang ditentukan oleh pemerintah. Agar mereka tidak menerima

bantuan dalam bentuk apa pun karena hal demikan ini merupakan bentuk

perbuatan yang mengarah kepada suap atau risywah, yang bertujuan untuk

mendapatkan bantuan, baik karena membayar pajak penuh atau karena

mendapat hasil tambahan di luar yang telah ditentukan. Rasulullah SAW.

mengutus Abdullah bin Al-Luthbiyyah Azdi untuk mengumpulkan zakat dari

suku Bani Sulaiman. Ketika pembayaran itu sudah diserahkan, Abdullah

berkata: jumlah sebanyak ini sudah terkumpul sebagai zakat dan sisanya yang

lain diberikan dalam bentuk sedekah. Mendengar ini, Rasulullah SAW.

bersabda:

اء إىل رسول أن النيب صلى الله عليه وسلم استـعمل ابن األتبية على صدقات بين سليم فـلما ج أهديت يل فـقال رسول الله الله صلى الله عليه وسلم وحاسبه قال هذا الذي لكم وهذه هدية

نت صلى الله عليه وسلم فـهال جلست يف بـيت أبيك وبـيت أمك حىت تأتيك هديـتك إن ك د الله وأثـىن عليه مث قال أما صادقا مث قام رسول الله صلى الله عليه وسلم فخطب الن اس ومح

كم وهذه بـعد فإين أستـعمل رجاال منكم على أمور مما والين الله فـيأيت أحدكم فـيـقول هذا ل وبـيت أمه حىت تأتيه هديـته إن كان صادقا فـوالله ال هدية أهديت يل فـهال جلس يف بـيت أبيه

ها شيئا قال هشام بغري حقه إال جاء الله حيمله يـوم القيامة أال فألعرفن ما جاء يأخذ أحدكم منـعر مث رفع يديه حىت رأيت بـياض إبطيه أ الله رجل ببع ال ري له رغاء أو ببـقرة هلا خوار أو شاة تـيـ

.هل بـلغت Artinya: “Nabi saw telah mengangkat Ibnu al-Atabiyyah sebagai Amil

untuk mengurusi zakat Bani Sulaim. Tatkala ia menghadap Rasulullah saw,

beliau saw menanyainya, dan ia menjawab, “Ini untukmu (Ya Rasul),sedangkan ini merupakan hadiah yang telah dihadiahkan kepadaku. Beliau

saw bersabda,”Mengapa engkau tidak duduk di rumah bapak dan ibumu,

Page 96: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

85

sampai hadiahmu datang sendiri kepadamu, jika engkau memang jujur”.Rasulullah kemudian berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia, memuji

Allah dan mengagungkanNya, lalu bersabda, “‘Amma ba’du. Aku telahmengangkat seseorang di antara kalian sebagai Amil untuk mengurusi urusan-

urusan yang telah diserahkan Allah kepadaku. Kemudian, salah seorang di

antara kalian itu datang dan mengatakan, ” Ini untukmu, dan ini adalahhadiah yang dihadiahkan kepadaku.” Apakah tidak sebaiknya dia duduk sajadi rumah ayat dan rumah ibunya sampai hadiah itu datang sendiri kepadanya,

jika dia memang benar-benar jujur. Demi Allah, salah seorang diantara kalian

tidak boleh mengambil harta tersebut dengan cara yang tidak benar, kecuali

kelak pada hari kiamat dia pasti akan menghadap Allah dengan memikulnya.

Ketahuilah, pasti akan aku saksikan apa yang telah ditetapkan oleh Allah,

seseorang dengan membawa unta yang bersuara, atau sapi yang melenguh,

dan kambing yang mengembik. Beliau lantas mengangkat kedua tangannya

hingga aku melihat ketiaknya yang putih, seraya berkata, “Perhatikanlah,bukankah telah aku sampaikan.”34

Pemberian seperti ini tidak dapat diterima, dan bila semuanya diberikan

maka harta itu harus dimasukkan ke Bayt al-Mal. Orang beriman yang taat

tidak akan memberi dan tidak akan menerima bantuan apa pun selama

tugasnya sebagai pegawai. Pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalid bin Walid

menerapkan jizyah tahunan terhadap penduduk Hirah di Syiria. Penduduk

Hirah ini sangat terkenal dengan kearifan orang-orang Islam dan hubungan

serta sikap yang baik mereka sehingga mereka memaksa mengirimkan hadiah

kedapa Abu Bakar. Ketika sangat sulit bagi Khalid memberitahu mereka agar

tidak memberi hadiah yang mereka inginkan itu. Pada akhirnya Khalid

menerima hadiah tersebut dan kemudian di perhitungkannya sebagai bagian

34 HR. Bukhari no. 7174 dan Muslim no. 1832

Page 97: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

86

pajak wajib hingga mengurangi jumblah pembayaran jizyah yang sebenarnya

karena telah dibayarkan sebelumnya.

Kemudian Khalid mengirimkan ke Bayt al-Mal. Khalifah Umar bin

Khatthab juga mengirim pesan-pesan kepada semua gubernurnya sebagai

berikut: “Waspadalah dengan hadiah, sebab hal ini merupakan bagian dari

suap”. Pernyataan Khalifah Umar bin Khatthab itu benar bila kita hubungkan

dengan pandangan masyarakat sekarang. Risywah dewasa ini agaknya telah

merajalela dan dijadikan sebagai kedok hadiah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz

yang saleh benar-benar menolak pemberian dalam bentuk apa pun. Seseorang

berkata kepadanya, bahwa Rasulullah biasa menerima hadiah, lalu dia

menjawab: “Baginya itu adalah hadiah, tetapi bagi kami hal itu adalah suap

karen umat menghendaki dekat dengan beliau berkat kenabian beliau bukan

karena kekuasaan beliau, sementara mereka ingin dekat kepada kami karena

kekuasaan kami”. Dengan kata lain, Nabi SAW. pernah menerima hadiah, lalu

diberikan kepada orang miskin. Orang-orang yang membawakan hadiah

kepada beliau itu tidak punya motif keuntungan diri sendiri. Sementara itu,

dalam kasus para penguasa akhir-akhir ini, maksud pemberian itu tidak lebih

dari tujuan pemberian yang tidak benar dan zalim. Namun demikian, tidak ada

larangan untuk saling memberi dan menerima antara teman dan kerabat.

Manurut hadits Nabi SAW. hadiah itu akan membantu menghilangkan

kebencian dan makin bertambah kecintaan dan kasih sayang. Rasulullah SAW,

juga bersabda: “saling memberi hadiah itu akan menambah rasa cintamu”.

Pengambilan hadiah oleh pegawai pemerintah karena dalam proses

Page 98: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

87

pembebasan kewajiban mereka adalah tidak dibenarkan menurut syari’ah. Nabi

mengingatkan “akan datang suatu masa di mana Risywah dianggap halal bagi

masyarakat melalui hadiah dan pembunuhan melalui teguran”.35

Dalam kisah tersebut Allah melaknatnya dan hukumnya haram, apa lagi

dalam hal menerima suap dalam bentuk pelayanan seksual, tentunya Islam

secara tegas melarangnya, karena hal ini termasuk ke dalam perbuatan zina,

karena setiap hubungan kelamin di luar nikah termasuk perbuatan zina dan

diancam dengan hukuman, baik pelaku sudah kawin atau belum kawin,

dilakukan dengan suka sama suka tau tidak.36 Hal ini didasarkan pada ayat al-

qur’an sebagai berikut:

.وال تـقربوا الزنا إنه كان فاحشة وساء سبيال

Artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina ituadalah sesuatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

والذين ال يدعون مع الله إهلا آخر وال يـقتـلون النـفس اليت حرم الله إال باحلق وال يـزنون ومن يـفعل ذلك يـلق أثاما.

Artinya: “dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lainbeserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat(pembalasan) dosa(nya). (QS. Al- Furqan : 68)37

Menurut M. Abduh Malik (Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) gratifikasi seksual dalam hukum Islam

termasuk ke dalam jarimah zina. Karena dalam istilah syara’, zina ialah

35 A. Rahman I, Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Syariah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 505-506.

36 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 3.37 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 18-19.

Page 99: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

88

persetubuhan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan

melalu vagina di luar nikah dan bukan nikah syubhat.38 Jadi, dalam hukum

pidan Islam kedudukan hukum gratifikasi seksual sangatlah dilaknat Allah,

perbuatan ini termasuk ke dalam jarimah risywah dengan cara jarimah zina

yang kategorinya termasuk perbuatan dosa besar.

D. Pelayanan Seksual Sebagai Bentuk Gratifikasi

Biasanya gratifikasi dalam bentuk uang sehingga Kamus Besar Bahasa

Indonesia mengartikannya sebagai uang hadiah kepada pegawai di luar gaji

yang telah di tentukan. Namun, ternyata dalam kasus gratifikasi yang satu ini

melibatkan wanita yang dalam kasus kejahatan sangat identik dengan masalah

seks. Jika keberadaan wanita tersebut adalah sebagai suatu bentuk pelayanan

khusus, tampaknya definisi gratifikasi dalam KBBI perlu direvisi sebab pada

kenyataannya gratifikasi tidak selalu dalam bentuk uang, tetapi bisa saja dalam

bentuk barang, jasa, atau pelayanan khusus terkait syahwat. Keberadaan

pelayanan khusus oleh pihak-pihak tertentu kepada pejabat tinggi tertentu

tudak dapat dipungkiri. Permadi, mantan anggota DPR, mengatakan bahwa

pelayanan semacam ini sudah ada sejak lama dan terus berlangsung hingga

kini, bahkan banyak pejabat yang menikmati pelayanan khusus ini.39

Pemberian hadiah berupa layanan seks dapat dikualifikasikan ke dalam

Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 karena beberapa faktor,

antara lain:

38 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,(Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm. 25.

39 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 56-57.

Page 100: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

89

a. Pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai gratifikasi sesuai dengan

tujuan dibuatnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Berdasarkan interprestasi historis pemberian hadiah berupa layanan

seks sebagai gratifikasi sesusai dengan tujuan dibuatnya Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sesuai dengan Pengertian penafsiran

historis atau sejarah yaitu penafsiran dengan cara menganalisa sejarah

peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui tujuan atau

maksud pembuatannya.40 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

bertujuan untuk memberantas Tindak Pidana Korupsi yang terjadi sejak

orde lama. Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

telah ada beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan usaha

pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan

beberapa kali perbaikan dan terakhir adalah Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001. Semua peraturan yang ada tentang pemberantasan

tindak pidana korupsi bertujuan untuk memberantas dan

mencegah terjadinya dampak negatif yang ditimbulkan akibat

dilakukannya tindak pidana korupsi. Gratifikasi seks juga harus

diberantas karena dampak yang ditimbulkan sama dengan tindak pidana

korupsi yang lain. Bahkan dampak gratifikasi seks lebih parah karena

tidak hanya menyangkut ketahanan politik maupun ekonomi tetapi juga

menyangkut nilai-nilai kesusilaan yang ada dalam masyarakat.

40 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 256.

Page 101: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

90

b. Pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai gratifikasi sesuai

dengan penafsiran ekstensif kata fasilitas lain dalam penjelasan Pasal

12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Berdasarkan interpretasi ekstensif yaitu penafsiran yang

dilakukan dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam

peraturan undang-undang sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan

ke dalamnya.41 Tidak disebutkannya kata seks dalam definisi

gratifikasi berdasarkan penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 mengakibatkan adanya perdebatan mengenai

pemberian hadiah layanan seks sebagai tindak pidana korupsi

gratifikasi. Seks dapat di masukkan kedalam “fasilitas lain” karena

definisi adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi

kemudahan. Sedangkan “sarana” adalah segala sesuatu yang dapat

dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Dalam kasus

yang terjadi, pemberian hadiah berupa layanan seks diberikan dengan

tujuan agar pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan

kewajiban atau tugasnya.

Selain dengan adanya kata “fasilitas lain”, pemberian hadiah berupa

layanan seks telah memenuhi unsur-unsur Pasal 12B Undang- Undang Tipikor

karena:

1) Pemberian layanan seks tersebut “berhubungan dengan jabatan” dari

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian,

41 Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 93.

Page 102: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

91

artinya si pemberi layanan seks mempunyai kemauan atau kepentingan

yang berhubungan dengan jabatan dari pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang menerima pemberian gratifikasi.

2) Pemberian layanan seks tersebut “berlawanan dengan kewajiban atau

tugas” dari pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima

pemberian, artinya balas jasa yang telah diberikan oleh pegawai negeri

atau penyelenggara negara adalah sebagai imbalan atas pemberian

layanan seks yang telah diterima, yang sebenarnya walaupun pegawai

negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian layanan

seks tidak mepunyai kewenangan langsung atau bahkan berlawanan

dengan kewajiban atau tugasnya.

c. Pemberian hadiah berupa layanan seks sebagai gratifikasi telah

diterapkan di negara lain.

Berdasarkan interprestasi komparatif atau penadsiran dengan

jalan perbandingan yaitu suatu metode studi hukum yang mempelajari

perbedaan sistem hukum antara negara satu dengan negara lainnya,42

agar dapat ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-undang. Untuk

gratifikasi seks dilakukan perbandingan dengan undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi di Negara Singapura karena di

Singapura telah terjadi kasus pemberian hadiah berupa layanan seks

kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara yang pelayanan seks

ini telah menjerat sejumlah pejabat tingginya belakangan ini. Mulai

42 Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 77

Page 103: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

92

dari pejabat kepolisian, kepala pertahanan sipil, kepala sekolah hingga

seorang profesor hukum yang memberikan nilai bagus kepada

mahasiswinya dengan imbalan pelayanan seks.

Prevention of Corruption Act (Chapter 241) yang merupakan

peraturan yang mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi di

negara Singapura tidak mengatur secara jelas mengenai pemberian

hadiah berupa layanan seks, namun pengertian gratikasi didefinisikan

secara luas. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mendefinisikan

gartifikasi secara luas. Dalam Pasal 12B juga tidak disebutkan secara

jelas bahwa seks sebagai salah satu bentuk gratifikasi. Namun, karena

pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan dan

diberikan berlawanan dengan kewajiban atau tugas pegawai negeri

atau penyelenggara negara maka Pasal 12B dapat menjerat pelaku

gratifikasi seks.

Perbandingan hukum mengenai pemberian hadiah berupa

layanan seks antara Indonesia dengan Singapura dilakukan dengan

tujuan untuk menemukan jawaban tepat atas masalah hukum yang

terjadi dengan mengumpulkan berbagai informasi mengenai Undang-

Undang Anti Korupsi Negara Singapura dan mendalami penerapannya

dalam rangka memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.

Gratifikasi dalam bentuk pelayan syahwat, tampaknya belum pernah

terjadi pada zaman Nabi sehingga tidak ada hadis yang menyebutkan mengenai

Page 104: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

93

hal itu. Kalai hadiah berupa wanita budak, jelas sudah ada. Contohnya adalah

Pembesar Iskandariah yang bernama Al-Muqauqis.43 Ia menghadiahkan kepada

Rasulullah saw. seorang wanita budak yang bernama Maria Al-Qibtiyyah yang

akhirnya menjadi istri beliau dan melahirkan seorang putra bernama Ibrahim,

tetapi meninggal ketika masih kecil. Namun, hadiah jelas berbeda dengan

risywah atau gratifikasi. Selain itu, harus dipahami pula bahwa ketika itu

wanita budak masih dianggap sebagai komoditas yang dapat dihadiahkan. Nabi

juah pernah mendapatkan hadiah berupa seorang budak bernama Mid’am yang

akhirnya meninggal dalam sebuah perjalanan. Ia didoakan oleh para sahabat

agar masuk surga. Nabi tidak setuju dengan doa itu, sebab ternyata ia

menggelapkan sebuah mantel dalam tas punggungnya.44

Karena gratifikasi dalam bentuk syahwat belum ada pada zaman Nabi,

maka hadits-hadits tentang risywah atau gratifikasi selalu dimaknai uang atau

barang. Gratifikasi dalam berbagai bentuknya baik berupa uang, barang, jasa,

maupun pelayanan syahwat menurut hukum pidana Islam, termasuk ke dalam

ranah jarimah takzir. Membuktikan gratifikasi seks memang sangat sulit jika

bukan karena tertangkap tangan. Sementara itu gratifikasi jenis ini sangat dekat

dengan perzinaan. Adapun mengenai perzinaan, menurut catatan sejarah, tidak

43 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 57.

44 M. Nurul Irfan, Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,(Jakarta : AMZAH, 2014), cet. k-1, hlm. 57. Lihat M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum PidanaIslam, hlm. 82-83.

Page 105: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

94

pernah ada seorang pun yang dihukum rajam atau dicambuk, kecuali pelaku

mengaku telah melakukannya.45

Layanan ‘selangkangan’ atau layanan seks bagi pejabat negara bukan

rahasia umum lagi. Meski tidak semua pejabat negara melakoninya, praktek

layanan ‘selangkangan’ itu kerap kali dilakukan untuk mendapatkan proyek,

meraih jabatan, dan lainnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga

tampaknya secara tidak langsung mengakui praktek itu berlangsung. Maka,

KPK pun kini tengah mengkaji untuk memasukkan pelayanan seks bagi pejabat

negara atau pegawai negeri sipil (PNS) sebagai gratifikasi. “Selain pemberian

uang, layanan seks kepada pejabat itu memang ada. Biasanya untuk

memuluskan suatu proyek besar. Dia menyatakan dari semua pejabat yang

menerima suap, 75 persen di antaranya pasti menerima pelayanan seks,” ujar

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardie kepada Harian

Terbit, Rabu (9/1), seraya menyatakan dirinya tahu betul pejabat-pejabat yang

mendapat layanan seks. Menurutnya mantan Bendahara Partai Demokrat (PD)

M. Nazaruddin yang ketika itu terjerat berbagai kasus suap dan korupsi

memberikan pelayanan seks bagi pejabat negara untuk memuluskan proyek di

sejumlah kementerian. Nazar tegasnya kemungkinan juga memberikan servis

seks kepada rekan-rekannya di Partai Demokrat agar mendapat dukungan

sebagai pencari dana bagi partai berlambang mercy tersebut. “Kalau KPK ingin

mendalami soal service seks kepada pejabat negara, KPK bisa meminta

informasi dari Nazaruddin. Saya yakin Nazar akan membongkarnya,” ujar Adi.

45 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 20-23.

Page 106: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

95

Sementara itu, anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendrawinata

dihubungi terpisah mengemukakan, sesuai pasal 12 B UU No. 20 tahun 2001

tentang tindak pidana korupsi,46 penerimaan pelayanan seks bagi pejabat

negara jelas masuk gratifikasi. Itu kan semacam hadiah yang menyenangkan si

pejabat terkait untuk mempengaruhi langsung atau tidak agar bersedia

memenuhi keinginan si pemberi. Menurut Frans, sebaiknya KPK mempercepat

penjerimaan pelayanan seks termasuk kategori gratifikasi sehingga pencegahan

terhadap prilaku korupsi bisa dimaksimalkan. Sebab, modus korupsi tidak

hanya melalui transaksi uang tetapi juga dengan berbagai cara termasuk service

seks bagi pejabat. Di beberapa negara dalam beberapa kasus pemberian

gratifikasi dalam bentuk lain sempat diusut. Dicontohkannya, salah satunya

salah satu pejabat di Singapura pernah dituntut karena dugaan gratifikasi

layanan seks.Secara terpisah Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui

saat ini pihaknya tengah mengkaji apakah penerimaan pelayanan seks itu bisa

dimasukkan kategori gratifikasi. Pengkajian ini merujuk pada konvensi

internasional yakni United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Pandu Praja membenarkan pembahasan pidana bagi para pelaku gratifikasi

seks ini sangat menarik. Apalagi jika nilai pelayanan seks tersebut bisa dinilai

dengan rupiah. Sebab, selama ini dalam undang-undang yang ada kebanyakan

peraturan mengenai sanksi gratifikasi terdapat batasan-batasan nominal rupiah.

Untuk itu, aturan-aturan tersebut masih harus disempurnakan. Sementara itu,

46 Pasal 12 B UU No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi : Pemberian dalam artiluas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiketperjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukandengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Page 107: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

96

Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono mengatakan, KPK akan mengkaji

soal gratifikasi seks itu. Sebab undang-undang KPK menyiratkan gratifikasi

tidak harus uang tunai, tapi bisa berupa diskon, dan kesenangan. Dalam

beberapa kasus, lanjut Giri, pemberian gratifikasi dalam bentuk lain sempat

diusut. Salah satunya KPK Singapura pernah menuntut dugaan gratifikasi seks.

Ia menceritakan, seorang kepala badan penanggulangan narkotika di Singapura

diadili dalam persidangan karena dianggap menerima gratifikasi dalam bentuk

perempuan. Hal sama terjadi pada menteri pertahanan di sana. Sebagaimana

diketahui gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B UU No 20 tahun 2001

tentang Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang,47 barang, rabat

(potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas

penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya

kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara. Ancaman bagi

pejabat atau PNS yang terbukti menerima gratifikasi pidana penjara seumur

hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan

denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Gratifikasi

menurut penjelasan pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana

Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi,

pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,

pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan

pejabat penyelenggara negara.48

47 Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Meliputi PemberianUang.

48 Dikutip pada tanggal 20 Agustus 2016 dari https://www.nahimunkar.com/gratifikasi-sex-untuk-pejabat-agar-diusut/

Page 108: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

97

BAB IV

SANKSI PELAKU TINDAK PIDANA GRATIFIKASI SEKSUAL

Dalam bab ini akan dibahas tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana

gratifikasi seksual baik bagi pelaku yang memberi atau yang menerima dalam

hukum positif dan hukum Islam.

A. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Gratifikasi Seksual Menurut

Hukum Positif dan Hukum Islam

Pengaturan mengenai Gratifikasi di Indonesia diatur dalam undang-

undang tersendiri di luar KUHP, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yakni pada

Pasal 12 B Ayat (1). Di dalam Undang-Undang tersebut tidak menyebutkan

secara eksplisit bahwa gratifikasi dapat dilakukan dengan pemberian layanan

seksual dan menyebut Gratifikasi Seks sebagai salah satu bentuk gratifikasi

yang dapat dituntut secara hukum. Sehingga, Undang- Undang Tipikor yang

berlaku saat ini dirasa kurang memadai karena belum mampu mengatur

secara terperinci seluruh aspek Gratifikasi Seks, yang dalam hal ini masih

terjadi adanya kekosongan norma.

Pengaturan mengenai Gratifikasi Seks memang belum ada yang

mengaturnya secara khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan di

Indonesia. Namun bila lebih dikaji sebenarnya sangat perlu adanya aturan

hukum yang lebih mengkhusus terhadap tindak pidana Gratifikasi Seks.

Mengenai kekosongan norma yang terjadi terhadap tindak pidana Gratifikasi

Seks sangat diperlukannya suatu aturan khusus yang mampu mengatur secara

Page 109: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

98

menyeluruh dan terperinci serta mampu mengatur seluruh aspek dalam

Gratifikasi Seks.

Apabila dengan adanya UU No. 20/2001 menyebabkan dicabutnya

pasal 209, 418, 419 dan lain-lain dan oleh karenanya tidak perlu

menghubungka antara pasal 5 dengan pasal 11 maupun pasal 12 huruf a dan

b, berarti apabila orang yang menyuap dengan menyodorkan wanita tadi

dipidana berdasarkan pasal 5 karena menyuap dengan memberikan sesuatu,

tidak harus sekaligus, pegawai yang menerima sodoran wanita juga dipidana

berdasakan pasal 11 atau 12 huruf a, b, karena memang pegawai negeri yang

menerima sodoran wanita cantik yaitu dapat dipidana menurut pasal 5 ayat (2)

UU No. 20/2001.

Orang yang menerima sodoran wanita cantik tadi telah melanggar

pasal 11 atau 12 huruf A atau B (bergantung pada unsur-unsur lain yang

terpenuhi), sekaligus melanggar pasal 5 ayat (2). Jadi, di sini terjadi

kebersamaan peraturan. Di mana sistem pemidanaan yang berdasarkan pasal

63 KUHP hanya dijatuhkan satu pidana saja.1

Gratifikasi dalam hal ini merupakan tindak pidana. Gratifikasi seperti

konstruksi dalam Pasal 12 B dan 12 C Undang- Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) baru dianggap

sebagai tindak pidana, dalam hal ini dipersamakan dengan suap, apabila

berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau

tugasnya. Tegasnya, jika gratifikasi tidak berhubungan dengan jabatan dan

1 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, hlm. 172.

Page 110: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

99

yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, gratifikasi tersebut adalah

perbuatan yang sah menurut hukum.

Pelaku Tindak Pidana Korupsi “Gratifikasi Seks”, baik pelaku pemberi

maupun penerima Gratifikasi Seks dapat dijerat atau didakwa dengan

ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001

tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yakni denda paling sedikit Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00

(dua ratus lima puluh juta rupiah).2

Undang-undang Tipikor mengatur tentang ketentuan sanksi terhadap

pelaku pemberi dan penerima gratifikasi, akan tetapi belum memuat ketentuan

sanksi terhadap pelaku perempuan pemberi layanannya. Di rasa perlu

menerapkan sanksi hukum bagi perempuan pemberi layanan seksual ini,

karena ia dikategorikan sebagai pihak yang turut serta dalam tindak pidana

Gratifikasi Seks yang telah ikut serta mendukung dan merusak citra bangsa

ini.

Begitupun sanksi bagi objek hukum suap (wanita pelayan seks) bisa

dijerat pasal 15, karena ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 tersebut

sebenarnya terdiri dari tiga perbuatan, yaitu, percobaan, pembantuan dan

permufakatan jahat melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud

dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 14. Ketentuan pasal 15

tersebut adalah sama dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2)

2 http:// m.hukumonline. com/berita/ baca/lt51a72dfed1d6d, Diakses pada tanggal 29Agustus 2016.

Page 111: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

100

UU No. 3 Tahun 1971. Dalam penjelasan tersebut, disebutkan bahwa “karena

tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan/perekonomian negara,

maka percobaan untuk melakukan tindak pidana tersebut dijadikan delik

tersendiri dan diancam dengan hukuman sama dengan ancaman bagi tindak

pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan. Demikan pula mengingat sifat

dari tindak pidana korupsi itu, maka permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana korupsi meskipun masih merupakan tindakan persiapan sudah

dapat dipidana penuh sebagai suatu tindak pidana tersendiri”.

Pasal 15 ini merupakan aturan khusus, karena ancaman pidana pada

percobaan dan pembantuan pada umumnya dikurangi 1/3 (satu pertiga) dari

kedudukannya sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana

korupsi, dan ia bisa diancam dengan hukum yang sama dengan ancaman bagi

pelaku (pemberi) tindak pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan.

Artinya si pelayan seks bisa dijerat dengan pasal 5 ayat (1) UU Tindak Pidana

Korupsi.3

Dalam hal ini Islam secara tegas melarang tindakan gratifikasi seks,

sebab menerima gratifikasi barang seperti uang pada umumnya dilaknat oleh

Allah,4 apalagi objek hukum yang digunakan berupa pelayanan seksual, tentu

saja perbuatan ini termasuk ke dalam jarimah zina.

Zina, menurut Neng Djubaedah, S.H., M.H. adalah hubungan seksual

yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak

terkait dalam perkawinan yang sah secara syariah Islam, atas dasar suka sama

3 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,hlm. 134-135.

4 A. Rahman I, Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah, Syariah, hlm. 505.

Page 112: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

101

suak dari kedua belah pihak, tanpa keraguan (syubhat) dari pelaku atau para

pelaku zina yang bersangkutan.5

Ancaman hukuman bagi pelaku gratifikasi seks itu terkena jarimah

zina, baik itu si penerima ataupun objek (wanita pelayan seks) terancam

hukuman berupa jilid (cambuk atau dera), tagrib (Diasingkan), atau rajam.

Hukuman dera dan pengasingan ditetapkan bagi pelaku zina ghairu muhsan

(belum penah menikah), sedangkan rajam ditetapkan bagi pelaku zina muhsan

(pelaku yang sudah melakukan hubungan seksual melalui pernikahan yang

sah). Hukum islam mengancam hukuman jilid (cambuk) terhadap pelaku zina

ghairu muhsan batasannya sebanyak seratus kali dera.6 Allah SWT berfirman:

هما مئة جلدة وال تأخذكم ما رأفة يف دين الزانية والزاين فاجلدوا كل واحد منـ.الله إن كنتم تـؤمنون بالله واليـوم اآلخر وليشهد عذابـهما طائفة من المؤمنني

Artinya: “Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada merekamencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepadaAllah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman merekadisaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman”.

Para ulama selain Khawarij bersepakat bahwasannya hukuman bagipezina bagi status muhsan (sudah kawin) adalah rajam.7 Hal ini berdasarkanhadits berikut:

أتى رسول اهللا صلى عن أبيب حريـراة ، وزيد بن خالد ،أنـهما قاال, أن رجال من األعراب اهللا عليه وسلم ، فقال : يا رسول اهللا ، أنشدك اهللا إال قضيت يل بكتاب اهللا،وقال اخلضم

ننا بكتاب اهللا , وئذنلي , فقال رسول اهللا صم : وهو أ -اآل خر فـقه منه : نـعم , فاقض بـيـفا على هذا , فـزنىبامرئته , وإين أخربت أن على ابين الرجم : إ "قل" , قال ن ابن كان عسيـ

5 Neng Djubaedah S.H., M.H., Perzinahan Dalam Peraturan Perundang-undangan diIndonesia Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana 2010), ed. 1, cet. 1, hlm. 119.

6 Tim Tsalisah, Ensiklopedia Hukum Islam jilid IV, (Bogor: PT. Kharisma Ilmu), hlm.151.

7 Wabbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, Penerjemah Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 317

Page 113: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

102

مائة فافـتديت منه مبائة شاة ووليدة , فسألت أهل العلم , فأخربوىن أن على ابين جلد ريب عام، وإن علىامرأة هذا الرجم ، فـقال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : والذي وتـغ

نكما بكتاب اهللا , الوليدة والغنم رد ، وعلى ابنك جلد مائة نـفسي بيده، ألقضني بـيـغد يا أنـيسلرجل من أسلم . إىل امرأة هذا، فإن اعتـرفت فارمجها، قال : وتـغريب عام، وا

ا رسول اهللا صم. فـرمجت.فـغدا ها ، فاعتـرفت ، فأمر عليـArtinya: “Dari Abi Hurairah dan Zaid bin Khalid mereka berkata,

bahwa ada seorang laki-laki Baduwi datang ke tempat Rasulullah saw.Seraya berkata, Ya Rasulullah! Demi Allah, sungguh aku meminta kepadamukiranya engkau dapat memutuskan hukum untukku dengan kitabullah, sedanglawannya berkata – padahal yang kedua ini lebih pintar dari pada dia- Ya,putuskanlah hokum antara kami berdua ini menurut kitabullah, danizinkanlah aku (untuk berkata), Lalu Rasullullah saw menjawab, “silahkan”..maka berkatalah kedua orang itu, bahwa anakku bekerja kepada orang inilalu ia berzina dengan istrinya sedang aku sendiri sudah diberitahu, bahwaanakku itu harus dirajam lalu aku akan menebusnya dengan seratus kambingdan seorang anak perempuan (walidah), lalu aku bertanya pada orang-orangyang pintar maka jawabnya, bahwa anakku harus di dera seratus kali dandiasingkan (dipenjara) selama setahun, sedang istri orang ini harus dirajam.Maka jawab Rasulullah saw ,“Demi dzat yang diriku dalam kekuasaanNya,sungguh aku akan putuskan kalian berdua dengan kitabullah, yaitu: Hambadan kambing itu dikembalikan (kepadamu), sedang anakmu harus dideraseratus kali dan diasingkan selama setahun”. Dan engkau hai Unais pergilahbertemu seorang dari Aslam untuk bersama sama ketempat istri orang ini,dan tanyakan , jika dia mengaku (berzina) maka rajamlah dia”. AbuHurairah berkata, Unais kemudian berangkat ke tempat perempuan tersebut,dan perempuan itupun mengaku. Lalu oleh Rasulullah saw diperintahkanuntuk dirajam, kemudian ia pun di rajam.” Muttafaq ‘alaih, dan susunanmatan hadits ini menurut riwayat muslim.8

Muhammad Abduh Malik mengatakan bahwa pembuktian dalam

jarimah zina terdapat empat macam, yaitu, pengkuan diri dari pelaku zina,

penglihatan mata dari para saksi (dibutuhkan empat saksi laki-laki yang

dikuatkan oleh sumpah), bukti kehamilan (dikuatkan dengan bukti forensik

8 Ash Shan’ani, Subulussalam IV, diterjemahkan oleh Abu Bakar Muhammad, (Surabaya:Al-Ikhlas, 1995), hlm. 14-16.

Page 114: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

103

dari dokter ahli) dan bukti telah terjadinya senggama (dikuatkan dengan bukti

forensik dari empat dokter ahli yang dikuatkan dengan sumpah).9

Sedangkan si pemberi (yang menyodorkan wanita) terkena jarimah

takzir, yang hukumannya ditetapkan berdasarkan keputusan hakim.

Begitupun hukuman bagi objek (wanita pelayan seks) yang melayanin

penerima, sedikit kemungkinan bagi mereka hanya melakukan maksiat di

suatu tempat seperti hotel. Maka dari itu, harus dilihat dulu secara jelas

apakah mereka hanya berduaan (qurbu zina) atau bahkan mereka melakukan

perzinaan. Kalau mereka hanya berduaan (qurbu zina) di hotel, maka sanksi

bagi mereka adalah jarimah takzir.

Jadi, dalam kasus gratifikasi seksual ini Islam telah melarang secara

tegas dan jelas. karena dampak dari perbuatan tersebut merusak moral bangsa

dan juga merugikan negara.

9 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm.273-274.

Page 115: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

104

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan bahwa subtansi

yang sangat penting dalam penelitian tindak pidana gratifikasi seksual

ialah sebagai berikut:

1. Gratifikasi seksual ialah hadiah pelayanan seksual yang diterima oleh

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bertentangan dengan

kewajiban atau berhubungan dengan jabatannya. Gratifikasi seksual ini

termasuk ke dalam tindak pidana korupsi, karena merujuk pada

pengertian “sesuatu” yang ada dalam undang-undang yang artinya

segala sesuatu benda yang berwujud atau tidak berwujud, benda yang

mempunyai nilai, harga, kegunaan yang menyenangkan. Misalnya

suatu jasa, suatu pekerjaan, suatu kemudahan, suatu fasilitas yang

dimasukkan dalam pengertian gratifikasi pasal 12B, termasuk

gratifikasi seksual. Ancama hukuman gratifikasi seksual dalam hukum

pidana positif bisa di jerat Pasal 5 ayat (1) (bagi si pemberi), Pasal 5

ayat (2), Pasal 12 Huruf a dan b, atau Pasal 12B (bagi si penerima) dan

Pasal 15 (bagi objek/wanita pelayan seks) UU No. 31 Tahun 1999 Jo.

UU No. 20 Tahun 2001 sepanjang memenuhi unsur-unsur tersebut.

2. Dalam hukum pidana Islam istilah gratifikasi bisa dikategorikan ke

dalam risywah, tetapi untuk persoaln gratifikasi seksual Islam pun

secara tegas melarangnya karena hal demikian merupakan jarimah

Page 116: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

105

risywah dengan cara jarimah zina. Perbuatan ini sangat jelas bahwa

Allah melaknat orang yang memberi dan menerima suap. Apalagi

objek (pemberiannya) berupa jasa pelayanan seksual, tentu saja

perbuatan tersebut ternasuk dosa besar dan diancam dengan hukum

takzir berupa penjara, pengasiangan, cambuk, atau bisa terancam

hukuman mati. Dan juga terancam hukuman hudud barupa cambuk

atau rajam (hukuman mati). Dalam perbandingan hukum pidana positif

dan hukum pidana Islam ini tentu keduanya mempunya perbedaan dari

segi pengertian, jenis atau pun sanksinya. Tetapi pada dasarnya kedua

hukum tersebut sama-sama melarang keras perbuatan gratifikasi

seksual, karena dampaknya bisa merusak moral bangsa dan juga

merugikan keuangan atau perekonomian negara.

B. SARAN

Perbuatan gratifikasi seksual sangatlah merusak moral bangsa dan

negara, dengan demikian kita sebagai umat yang memegang teguh ajaran

agama tentunya pemegang roda pemerintahan harus benar-benar hati-hati

dan serius dalam hal menjalani kewajibannya. Apalagi para penegak

hukum, sudah menjadi kewajiban untuk menciptakan keadilan sosial bagi

seluruh bangsa Indonesia. Akhir-akhir ini masyarakat menganggap

gratifikasi seksual ini sudah lumrah. Maka dari itu para penegak hukum

harus bergerak cepat tanpa pandang bulu mengatasi permasalahan korupsi

khususnya isu-isu merebahnya gratifikasi seksual, tentunya para penegak

Page 117: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

106

hukum harus mengklarifikasikan dan mempublikasikan dalam berbagai

media bahwa gratifikasi seksual itu termasuk dalam tindak pidana korupsi.

Bagi masyarakat tentunya harus menanamkan image sejak dini

bahwa korupsi kejahatan luar biasa, juga mendukung dan mengawasi

kinerja aparatur pemerintahan dengan mengontrolnya supaya terjadi

keseimbangan antara pemerintah dan masyarakat.

Page 118: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

107

DAFTAR PUSTAKA

A. Rahman I, Doi. 2002. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Syariah.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Abu Abdul Halim Ahmad. 1996. Suap, Dampak dan Bahayanya “Tinjauan Syar’I

dan Sosial”. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.

Abu Fida’ Abdur Rafi. 2004. Terafi Penyakit Korupsi. Jakarta : Republika.

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1: Stelsel Pidana,

Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta:

PT. Raja Grafindo.

Adami Chazawi. 2005. Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia.

Jakarta : Bayumedia Publishing. Cet. Pertama.

Ahmad Hanafi. 1986. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

cet. ke-3.

Ahmad Wardi Muslich. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Al-Fatawa Al-Hindiyyah. Beirut : Dar Al-Fakr, 2008. jilid III.

Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan. Yogyakarta:

Mahakarya Rangkang Offset.

Andi Hamzah. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Andi Hamzah. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional

dan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Arya Maheka. Mengenal dan Memberantas Korupsi. Jakarta : Veteran III, tt.

Page 119: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

108

Ash Shan’ani. Subulussalam IV, diterjemahkan oleh Abu Bakar Muhammad,

Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.

B.N Marbun. 2006. Kamus Hukum Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Edisi kedua.

Bambang Waluyo. 2000. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.

Barda Nawawi Arief. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung : Citra

Aditya Bakti. cet. ke-1.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka

Cipta.

Chainur Arrasjid. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Cholid Narboko dan Abu Achmadi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi

Pustaka.

Darwan Prints.2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka. ed. ke-3, cet. ke-3.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Umum. Edisi keempat.

Doni Muhardiansyah, dkk. 2010. Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta:

Komisi Pemberantasan Korupsi. cet.ke-1.

E. Utrecht. 1958. Hukum Pidana I. Universitas. Jakarta.

Ermansjah Djaja. 2010. Mendesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta:

Sinar Grafika.

Page 120: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

109

Farid Abdul Khaliq. 2005. Fikih Politik Islam. Jakarta: Amzah.

H. Muchsin. 2006. Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta : Badan Penerbit Iblam.

Hadari Nawawi. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press.

Hendi Suhendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ibn Hajar al-‘Ashqalani, At-Talkhîsh Al-Habîr, 3/69-70, ed. As-Sayid Abdullah

Hasyim al-Yamani al-Madani, Madinah al-Munawarah. 1384-1964;

Abdurrauf al-Minawi, Faydh Al-Qadîr, 3/357, Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

Beirut, cet. i. 1415 – 1994.

Ibrahim bin Fatih bin Abd Al-Muqtadir. 2006. Uang Haram. Jakarta: Amzah.

Idris Ahmad. 1986. Fiqh Al-Syafi’iyah. Jakarta: Karya Indah.

Indrianto Seno Adji. 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Diadit

Media. Cet. Pertama.

Ishaq. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Karjadi, M dan R. Soesilo. 1997. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Bogor: Politeia.

KPK, Buku Saku : Memahami untuk Membasmi, 2006.

Laden Marpaung. 2005. Asas-Asas Teori, Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar

Grafika.

M. Hamdani Rasyid. 2003. Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual.

Jakarta: P.T. Al-Mawardi Prima. cet. Ke-1.

M. Nurul Irfan dan Masyrofah. 2013. Fiqh Jinayah. Jakarta : Amzah.

Page 121: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

110

M. Nurul Irfan. 2011. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah. Edisi

kedua.

M. Nurul Irfan. 2014. Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana

Islam. Jakarta : AMZAH. cet. k-1.

M. Thalhah dan Achmad Mufid. 2008. Fiqh Ekologi. Yogyakarta: Total Media.

Mahrus Ali. 2013. Asas Teori dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, UII Press.

Mansyur Semma. 2008. Negara dan Korupsi (Pemikiran Mochtar Lubis atas

Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik). Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Muhammad Abduh Malik. 2003. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan

KUHP. Jakarta: Bulan Bintang.

Muhammad Abu Zahra. 1998. al-Jarimah wa al-Uqubah fi Fiqh al-Islami. al-

Qahirah: Dar al-arabi.

Neng Djubaedah S.H., M.H., 2010. Perzinahan Dalam Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta: Kencana

2010. ed. 1, cet. 1.

Pipin Syarifin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia.

Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin. 2011. Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana. cet. Ke-5.

Prof. Drs. H. A. Jazuli. 1997. Fikih Jinayah. Upaya Menanggulangi Kejahatan

dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo. edisi. II, cet. ke-2.

R. Wiyono. 2005. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 122: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

111

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas

Indonesia Press.

Sukandar rumidi. 2004. Metode Penelitian, Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press.

Tim Tsalisah. Ensiklopedia Hukum Islam. Bogor: PT. Kharisma Ilmu. jilid IV.

Wabbah Az-Zuhaili. 2011. Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, Penerjemah Abdul

Hayyie Al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani.

Yonky Karman. 2010. Korupsi Manusia Indonesia, Opini Kompas, selasa, 10

April 2010.

Page 123: GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41307/1/AFIQ... · adanya ketidakjelasan terkait kedudukan ... bahwa memberi

112

http:// m.hukumonline. com/berita/ baca/lt51a72dfed1d6d,

http://cbanulis.blogspot.co.id/

http://generasibaru-intip.blogspot.co.id/2011/02/analisis-penghapusan-pasal-

kuhp.html

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/02/05/hadiah/

http://ockym.blogspot.co.id/2012/12/makalah-fiqih-bab-hadiah.html

http://www.antikorupsi.org/id/content/dugaan-pemerasan-eks-pejabat-bea-cukai-

jadi-tersangka

http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhp/asiamaya_kuhp_penal_code

_jabatan.htm

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6583/ uang-suap

http://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/gratifikasi/mengenai-gratifikasi

http://www.surabayapagi.com/index.php?read=Suap-dalam-KUHP-dan-UU-

Tipikor;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962b20ca396d4194bfe191382

369326 a9db

https://muslim.or.id/23736-bolehkah-dosen-menerima-hadiah-dari-mahasiswa-

1.html

https://muslim.or.id/23740-bolehkah-dosen-menerima-hadiah-dari-mahasiswa-

2.html

https://nasional.tempo.co/read/news/2013/04/17/063473942/hakim-setyabudi-

diduga-menerima-gratifikasi-seks,

https://www.nahimunkar.com/gratifikasi-sex-untuk-pejabat-agar-diusut/