gracilaria 2

6
145 Polikultur udang vaname dan rumput laut (Erfan A. Hendrajat) ABSTRAK Penelitian polikultur udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut Gracilaria verrucosa dilaksanakan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau di Marana, Maros dengan menggunakan tambak ukuran 5.000 m 2 /petak sebanyak 4 petak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui produktivitas tambak pada polikultur udang vaname dan rumput laut. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang vaname dengan bobot rata-rata 0,22 g/ekor. Sebagai perlakuan adalah: (A) polikultur 2 ekor/ m 2 udang vaname + 2.000 kg/ha rumput laut dan (B) monokultur 2 ekor/m 2 udang vaname, masing-masing dengan dua ulangan. Sintasan dan produksi udang tertinggi diperoleh pada perlakuan A namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B dengan sintasan masing-masing 54,66% dan 35,22% serta produksi masing-masing 108,6 kg/ha dan 72,84 kg/ha. KATA KUNCI: vaname, Gracilaria verrucosa, polikultur, sintasan, produksi PENDAHULUAN Udang vaname merupakan jenis udang yang potensial untuk dikembangkan mendampingi udang windu yang sampai saat ini masih dihadapkan dengan masalah penyakit. Karakter spesifik dari udang vaname ini adalah mempunyai kemampuan adaptasi yang relatif tinggi terhadap perubahan lingkungan seperti perubahan suhu dan salinitas serta laju pertumbuhan relatif cepat (Adiwijaya et al., 2003). Perkembangan budidaya udang vaname sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi dengan adanya pemanfaatan teknologi pertambakan baik pada tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif. Untuk meningkatkan produktivitas lahan, diversifikasi komoditas dan upaya mengurangi kegagalan panen, maka dalam budidaya udang vaname dengan teknologi tradisional, relung ekologi yang masih kosong dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, karena kedua komoditas tersebut tidak saling mengganggu. Menurut Anggadiredja (2006), dengan pola tradisional, rumput laut Gracilaria sp. dapat ditanam secara polikultur dengan udang karena keduanya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya. Syahid et al. (2006) menyatakan bahwa Gracilaria sp. banyak dibudidayakan petambak karena harga bibitnya murah, mudah didapat, perawatannya mudah dan karaginan yang dihasilkan 3 kali lipat dibandingkan jenis rumput lainnya. Selain itu, Gracilaria sp. termasuk rumput laut yang bersifat euryhalin, sifat tersebut dapat terlihat dari kemampuan hidupnya pada perairan bersalinitas 15–30 ppt, dengan begitu Gracilaria sp. dapat dibudidayakan di daerah pantai atau tambak. Gracilaria memiliki banyak jenis yang bermanfaat sebagai bahan agar- agar, salad, sayur sop, pemanis agar-agar, bahan anti gangguan perut, penyakit kandungan kemih, gondok, pickle serta obat cacing. Polikultur merupakan metode budidaya yang digunakan untuk memelihara lebih dari satu produk dalam satu lahan. Dengan sistem ini, diperoleh manfaat yaitu tingkat produktivitas lahan yang tinggi karena dapat memanen beberapa produk dalam satu musim sehingga dapat menambah penghasilan (Syahid et al ., 2006). Beny (2003) melaporkan bahwa masyarakat Desa Pantai Bakti, Bekasi telah memperaktekkan polikultur udang dan rumput laut. Satu bulan setelah penanaman rumput laut, barulah udang ditebar ke dalam tambak. Hasil udang yang dipolikultur tersebut cukup baik, dan rumput laut dapat dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Polikultur udang vaname dan rumput laut diharapkan selain dapat menghasilkan udang vaname sebagai komoditas utama juga dapat dihasilkan rumput laut yang merupakan komoditas sampingan POLIKULTUR UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) Erfan Andi Hendrajat, Brata Pantjara, dan Markus Mangampa Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jln. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-mail: [email protected]

Upload: apinosay

Post on 08-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

145 Polikultur udang vaname dan rumput laut (Erfan A. Hendrajat)

ABSTRAK

Penelitian polikultur udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut Gracilaria verrucosa dilaksanakandi Instalasi Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau di Marana, Maros denganmenggunakan tambak ukuran 5.000 m2/petak sebanyak 4 petak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahuiproduktivitas tambak pada polikultur udang vaname dan rumput laut. Hewan uji yang digunakan adalahtokolan udang vaname dengan bobot rata-rata 0,22 g/ekor. Sebagai perlakuan adalah: (A) polikultur 2 ekor/m2 udang vaname + 2.000 kg/ha rumput laut dan (B) monokultur 2 ekor/m2 udang vaname, masing-masingdengan dua ulangan. Sintasan dan produksi udang tertinggi diperoleh pada perlakuan A namun tidakberbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B dengan sintasan masing-masing 54,66% dan 35,22% sertaproduksi masing-masing 108,6 kg/ha dan 72,84 kg/ha.

KATA KUNCI: vaname, Gracilaria verrucosa, polikultur, sintasan, produksi

PENDAHULUAN

Udang vaname merupakan jenis udang yang potensial untuk dikembangkan mendampingi udangwindu yang sampai saat ini masih dihadapkan dengan masalah penyakit. Karakter spesifik dari udangvaname ini adalah mempunyai kemampuan adaptasi yang relatif tinggi terhadap perubahanlingkungan seperti perubahan suhu dan salinitas serta laju pertumbuhan relatif cepat (Adiwijaya etal., 2003).

Perkembangan budidaya udang vaname sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi dengan adanyapemanfaatan teknologi pertambakan baik pada tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif.Untuk meningkatkan produktivitas lahan, diversifikasi komoditas dan upaya mengurangi kegagalanpanen, maka dalam budidaya udang vaname dengan teknologi tradisional, relung ekologi yangmasih kosong dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, karena kedua komoditas tersebuttidak saling mengganggu. Menurut Anggadiredja (2006), dengan pola tradisional, rumput lautGracilaria sp. dapat ditanam secara polikultur dengan udang karena keduanya memerlukan kondisiperairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya. Syahid et al. (2006) menyatakan bahwa Gracilariasp. banyak dibudidayakan petambak karena harga bibitnya murah, mudah didapat, perawatannyamudah dan karaginan yang dihasilkan 3 kali lipat dibandingkan jenis rumput lainnya. Selain itu,Gracilaria sp. termasuk rumput laut yang bersifat euryhalin, sifat tersebut dapat terlihat dari kemampuanhidupnya pada perairan bersalinitas 15–30 ppt, dengan begitu Gracilaria sp. dapat dibudidayakan didaerah pantai atau tambak. Gracilaria memiliki banyak jenis yang bermanfaat sebagai bahan agar-agar, salad, sayur sop, pemanis agar-agar, bahan anti gangguan perut, penyakit kandungan kemih,gondok, pickle serta obat cacing.

Polikultur merupakan metode budidaya yang digunakan untuk memelihara lebih dari satu produkdalam satu lahan. Dengan sistem ini, diperoleh manfaat yaitu tingkat produktivitas lahan yang tinggikarena dapat memanen beberapa produk dalam satu musim sehingga dapat menambah penghasilan(Syahid et al., 2006). Beny (2003) melaporkan bahwa masyarakat Desa Pantai Bakti, Bekasi telahmemperaktekkan polikultur udang dan rumput laut. Satu bulan setelah penanaman rumput laut,barulah udang ditebar ke dalam tambak. Hasil udang yang dipolikultur tersebut cukup baik, danrumput laut dapat dijual untuk menambah pendapatan keluarga.

Polikultur udang vaname dan rumput laut diharapkan selain dapat menghasilkan udang vanamesebagai komoditas utama juga dapat dihasilkan rumput laut yang merupakan komoditas sampingan

POLIKULTUR UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DANRUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa)

Erfan Andi Hendrajat, Brata Pantjara, dan Markus Mangampa

Balai Riset Perikanan Budidaya Air PayauJln. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90512

E-mail: [email protected]

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 146

untuk meningkatkan nilai tambah dan diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam programrevitalisasi serta memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi untuk ekspor. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui produktivitas tambak pada polikultur udang vaname dan rumput lautdengan teknologi tradisional.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau diMarana, Maros. Wadah budidaya menggunakan 4 petak tambak yang masing-masing berukuran5.000 m2. Persiapan tambak meliputi pengolahan tanah, pengeringan, perendaman, pembilasan,dilanjutkan dengan pemberantasan hama dengan saponin dan pengapuran serta pemupukan. Hewanuji yang digunakan adalah tokolan udang vaname dengan bobot rata-rata 0,22 g/ekor. Sebagaiperlakuan adalah: (A) polikultur 2 ekor/m2 udang vaname + 2.000 kg/ha rumput laut dan (B)monokultur 2 ekor/m2 udang vaname, masing-masing dengan dua ulangan. Pengamatan terhadappertumbuhan udang dilakukan setiap 2 minggu selama pemeliharaan. Monitoring kualitas air tambakdan pertumbuhan pakan alami (jenis dan kelimpahan plankton) dilakukan setiap 2 minggu. Analisiskualitas air untuk peubah: salinitas, oksigen terlarut, pH, suhu, alkalinitas, NH3

+, NO3-, PO4

2-, Fe2+

dan BOT. Prosedur analisis air mengikuti petunjuk APHA (1998). Data kualitas air dan planktondianalisis secara deskriptif sedangkan data pertumbuhan, sintasan, dan produksi dianalisismenggunakan uji T dengan bantuan Program SPSS.

HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname selama 75 hari pemeliharaan disajikan padaTabel 1. Pada perlakuan A menghasilkan sintasan yang lebih tinggi yaitu 54,66% dibandingkan dengan

perlakuan B yaitu mencapai 35,22% namun dalam uji statistik, penelitian yang dicoba menunjukkanberbeda tidak nyata antar perlakuan (P>0,05). Produksi tertinggi dicapai pada perlakuan A yangmencapai 108,6 kg/ha dan pada perlakuan B hanya mencapai 72,84 kg/ha, namun secara statistikmenunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Tingginya produksi udang vaname pada perlakuanpolikultur disebabkan karena keberadaan rumput laut dapat menciptakan kondisi lingkungan yanglebih baik yakni dapat berperan sebagai biofilter yang dapat menurunkan kandungan Fe2+ dan BOT(Tabel 2) sehingga dapat memperlambat pertumbuhan bakteri dan penyakit. Menurut Pantjara (2008),tingginya BOT di perairan sangat erat hubungannya dengan populasi bakteri, aplikasi rumput lautdapat menyerap kelebihan berbagai nutrient. Selanjutnya menurut Simanjuntak (1995) dalam Putinella(2001), bahwa jenis alga merah seperti Gracilaria sp. banyak digunakan sebagai obat tradisional diCina. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa alga tersebut mengandung senyawa terpenoid,asetogenik maupun senyawa aromatik. Umumnya senyawa yang ditemukan pada alga merah bersifatanti mikroba, anti inflamasi, anti virus dan bersifat sitoksis. Putra (2006) menyatakan bahwa algahijau, alga merah ataupun alga coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangatbermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, antikanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida

Tabel 1. Pertumbuhan, sintasan, dan produksi udangvaname selama 75 hari pemeliharaan

Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkantidak berbeda nyata (P>0,05)

A B

Bobot awal (g/ekor) 0.22 0.22Bobot akhir (g/ekor) 12,04a 12,76a

Sintasan (%) 54,66a 35,22a

Produksi (kg/ha) 108,6a 72,84a

VariabelPerlakuan

147 Polikultur udang vaname dan rumput laut (Erfan A. Hendrajat)

dan herbisida. Kemampuan alga untuk memproduksi metabolit sekunder terhalogenasi yang bersifatsebagai senyawa bioaktif dimungkinkan terjadi karena kondisi lingkungan hidup alga yang ekstrimseperti salinitas yang tinggi atau akan digunakan untuk mempertahankan diri dari ancaman preda-tor.

Sintasan dan produksi udang vaname yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkandengan hasil penelitian Amin & Hendrajat (2007) yang melakukan pemeliharaan udang vanamedengan frekuensi waktu pemupukan susulan urea dan SP36 setiap 2 minggu dengan padat tebar 2ekor/m2, sintasan dan produksi yang diperoleh masing-masing mencapai 94,20% dan 252 kg/ha selamapemeliharaan 60 hari. Rendahnya sintasan dan produksi udang vaname disebabkan udang yangdibudidayakan terserang penyakit white spot (WSSV) yang menyerang lebih dulu tambak-tambakudang windu yang berada di sekitar lokasi penelitian maupun tambak-tambak udang windu yangberada di beberapa daerah Sulawesi Selatan. Penyakit ini menyerang lebih dahulu udang vanameyang besar dan yang kecil atau sedang lebih tahan. Walaupun udang vaname pada penelitian initerserang penyakit namun ada kecenderungan bahwa sintasan dan produksi udang vaname yangdipolikultur dengan rumput laut (perlakuan A) lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipeliharasecara monokultur (perlakuan B). Hal ini menunjukkan bahwa udang vaname dapat tumbuh danhidup lebih baik dalam sistem polikultur dengan rumput laut dibanding dipelihara secara monokultur.

Walaupun produksi pada perlakuan A tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuanB namun secara ekonomi lebih menguntungkan karena selain menghasilkan udang juga menghasilkanrumput laut. Keuntungan yang diperoleh dari harga udang dan rumput laut adalah Rp 2.843.000,-per siklus sedangkan pada perlakuan B mengalami kerugian (Tabel 2). Pada penelitian ini rumputlaut yang dibudidayakan selama 75 hari menghasilkan rumput laut dengan bobot awal 1 ton/petak

Tabel 2. Analisis biaya polikultur udang vaname dan rumput laut di tambak

A. MODAL INVESTASI 1,000,000 1,000,000

- Persiapan tambak 1 ha 1,000,000 1,000,000 1,000,000

B. BIAYA TETAP 1 ha 1000000 1000000

C. BIAYA VARIABEL /OPERASIONAL PERSIKLUS

3,465,000 1,665,000

- Benih rumput laut 2,000 kg 900 1,800,000 0 - Benih udang vaname 20,000 ekor 30 600,000 600,000 - Kapur 500 kg 1,100 550,000 550,000 - Pupuk SP36 100 kg 2,750 275,000 275,000 - Pupuk urea 100 kg 2,400 240,000 240,000

D. TOTAL BIAYA (C + D) 4,465,000 2,665,000

E. PENERIMAAN 7,308,000 2,185,800

- Rumput laut 4,500 kg 900 4,050,000 0

- Udang vaname monokultur

72.86 kg 30,000 0 2,185,800

- Udang vaname polikultur 108.6 kg 30,000 3,258,000 0

F. LABA PERSIKLUS (E–D) 2,843,000 -

G. LABA PERTAHUN (F x 3 PERIODE)

8,529,000 -

H. B/C RASIO (E/D) 1.64 0.82

Polikultur Udang vaname + Rumput laut

Monokultur Vaname

Volume SatuanHarga Satuan

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 148

menjadi 4,5 ton/petak dengan laju pertumbuhan harian 2,3%. Laju pertumbuhan harian rumput lautyang diperoleh pada penelitian ini masih tergolong rendah. Laju pertumbuhan harian yang baikberkisar antara 2,95%–4,15% (Aslan, 1998). Salinitas yang tinggi yang terjadi pada bulan keduapemeliharaan yang mencapai 35 ppt diduga menjadi penyebab pertumbuhan rumput laut yangkurang baik.

Hasil pengamatan parameter kualitas air seperti salinitas, oksigen terlarut dan pH menunjukkannilai rata-rata yang sama pada kedua perlakuan (Tabel 3). Nilai rata-rata parameter kualitas air tersebutmasih layak untuk mendukung pertumbuhan dan kehidupan udang vaname dan rumput laut. Kualitasair yang layak untuk pembesaran udang vaname adalah: Salinitas optimal 10–25 ppt, (toleransi 50ppt), Oksigen terlarut > 4 mg/L (toleransi > 0,8 mg/L), dan pH 7,5–8,2 (Anonim, 2003). Untukbudidaya rumput laut Gracilaria di tambak salinitas yang dibutuhkan berkisar 15–30 ppt (Anggadiredjaet al., 2006), dengan salinitas optimal 15–25 ppt, oksigen terlarut berkisar antara 3–8 mg/L dan pHberkisar antara 6–9 dengan kisaran optimum 6,8–8,2 (Aslan, 1998), selanjutnya dijelaskan bahwaGracilaria dapat tumbuh pada kisaran kadar garam yang tinggi dan tahan pada kadar garam 50 ppt.Akan tetapi Gracilaria verrucosa kebanyakan mandul pada bulan-bulan yang bersalinitas tinggi (30–35 ppt).

A B

- Salinitas (ppt) 27,5±10,6066 27,5±10,6066- Oksigen terlarut (mg/L) 4±2,6870 4±2,6870- pH 8±0,7071 8±0,7071- Suhu (oC) 28,85±1,7677 28,3±2,4041- Alkalinitas (mg/L) 95,84±8,0327 90,16±11,4834- NH3

+ (mg/lL 0,6856±0790 0,6783±0,8779

- NO3- (mg/L) 1,0464±1,4579 0,9898±1,3950

- PO42- (mg/L) 0,1794±0,1385 0,1662±0,1673

- Fe2+ (mg/L) 0,0043±0,0056 0,0050±0,0067- BOT (mg/L) 9,37±5,4164 12,745±9,9702

Parameter kualitas airPerlakuan

Tabel 3. Nilai rata-rata kualitas air pada setiap perlakuan

Suhu air yang diperoleh pada perlakuan A rata-rata 28,85oC dan pada perlakuan B rata-rata 28,3oCmasih berada dalam batas yang layak untuk pertumbuhan dan kehidupan udang vaname dan rumputlaut. Menurut Haliman & Adijaya (2005), kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan udangvaname berkisar 26oC–32oC, sedangkan untuk budidaya rumput laut di tambak kisaran suhu yangdibutuhkan adalah antara 18oC–30oC (Aslan, 1998).

Alkalinitas pada tambak A rata-rata 95,84 mg/L dan tambak B rata-rata 90,16 mg/L. Nilai initermasuk layak untuk pertumbuhan udang vaname. Menurut Adiwijaya et al. (2003), nilai alkalinitasuntuk pertumbuhan optimal udang adalah 90–150 mg/L.

Kandungan amoniak yang diperoleh pada tambak A rata-rata 0,6856 mg/L, dan tambak B rata-rata 0,6783 mg/L. Nilai ini cukup tinggi namun belum bersifat racun bagi udang karena didukung pHyang masih optimal. Kadar amoniak yang baik untuk pertumbuhan udang vaname adalah 0,1 mg/L(Anonim, 2003). Menurut Effendi (2000), sumber amoniak dalam perairan berasal dari pemecahannitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air,berasal dari dekomposisi organik.

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Kandungan nitratyang didapatkan pada penelitian ini sudah cukup mendukung pertumbuhan rumput laut Gracilariaverrucosa. Menurut Azman (2005), bahwa nitrat sebagai faktor pembatas jika konsentrasinya <0,1mg/L dan > 4,5 mg/L.

149 Polikultur udang vaname dan rumput laut (Erfan A. Hendrajat)

Konsentrasi fosfat pada tambak A rata-rata 0,1794 mg/L, tambak B rata-rata 0,1662 mg/L.Konsentrasi fosfat tersebut tergolong tingkat kesuburan tinggi berdasarkan kriteria Joshimura (1983dalam Effendie, 2000), perairan dengan tingkat kesuburan rendah kadar fosfatnya berkisar 0–0,02mg/L, tingkat kesuburan sedang berkisar 0,021–0,05 mg/L dan kesuburan tinggi berkisar 0,051–0,1mg/L.

Konsentrasi Fe2+ dan BOT rata-rata pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan dengan perlakuanA. Keberadaan rumput laut pada perlakuan B dapat berfungsi sebagai biofilter dan berperan dalammenghambat pergerakan air sehingga bahan-bahan yang larut mengendap ke dasar. Selain itu, rumputlaut juga dapat menyerap Fe2+ yang ada dalam air tambak, seperti yang dikemukakan oleh Putra(2006), bahwa beberapa spesies alga merah telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukuptinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk selmati (biomassa). Selanjutnya dijelaskan bahwa berbagai penelitian telah membuktikan bahwa gugusfungsi yang terdapat dalam alga mampu melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsitersebut terutama adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfudril, amino, iomodasol, sulfat dan sulfonatyang terdapat di dalam dinding sel dalam sitoplasma. Hasil penelitian terhadap kandungan besidalam jaringan rumput laut yang dibudidayakan di tambak tanah sulfat masam adalah 1765,1–18,52,4 μgg-1 (Pantjara et al., 2007). Tingginya kandungan besi pada rumput laut disebabkan Fe2+

diperlukan rumput laut untuk pertumbuhan karena fungsinya sebagai pengantar elektron pada sistemenzimatis, selain itu peranan Fe2+ dalam jaringan tanaman dapat mensintesis senyawa-senyawaphorfirin, termasuk enzim katalase, peroksidase, sitokhorm dan klorofil yang terlibat dalammetabolisme asam amino, namun tidak menjadi bagian dari klorofil.

Hasil pengukuran konsentrasi BOT pada tambak A rata-rata 9,37 mg/L, tambak B rata-rata 12,745mg/L. Konsentrasi BOT pada tambak A dan B tergolong layak untuk budidaya udang vaname. MenurutAdiwijaya et al. (2003), konsentrasi bahan organik yang layak untuk kegiatan budidaya udang vanameadalah < 55 mg/L.

Jenis dan kelimpahan plankton sangat penting sebagai indikator kesuburan perairan dalamkaitannya dengan kegiatan budidaya udang vaname. Kelimpahan plankton yang cukup merupakansumber pakan alami yang baik bagi udang vaname yang dibudidayakan, jika kelimpahan planktonsampai melebihi batas (blooming) harus dihindari karena akan terjadi eutrifikasi yang mencirikanterjadinya pencemaran biologi. Dari hasil pengamatan didapatkan 14 jenis plankton pada perlakuanA dan B dengan Kelimpahan plankton pada perlakuan A berkisar antara 80–180 individu/L, sedangkanpada perlakuan B berkisar antara 70–225 individu/L. Jenis plankton yang dominan antara lainBrachionus sp., Larva mollusca, Naupli copepoda, Navicula sp., Nitzchia sp., Oscillatoria, dan Protoperidiumsp. Kelimpahan plankton pada kedua perlakuan memperlihatkan pola yang sama pada setiap waktupengamatan (Gambar 1). Kelimpahan plankton mengalami penurunan hingga minggu keenam,selanjutnya mengalami kenaikan hingga minggu kedelapan. Hal ini disebabkan populasi udang hinggaminggu keenam masih cukup tinggi karena belum terserang penyakit sehingga pemangsaan plank-

Gambar 1. Kelimpahan plankton selama pemeliharaan

0

50

100

150

200

250

I II IV VI VIII

Waktu pengamatan (minggu)

Indi

vidu

/l Perlakuan A

Perlakuan B

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 150

ton oleh udang vaname cukup tinggi. Setelah udang mengalami kematian, kelimpahan planktonkembali meningkat.

KESIMPULAN

Polikultur udang vaname dengan rumput laut menghasilkan sintasan dan produksi udang vanameyang lebih tinggi yakni 54,66% dan 108,6 kg dan yang monokultur hanya mencapai 35,22% dan72,84 kg.

Walaupun sama-sama terserang penyakit namun perlakuan polikultur udang vaname dan rumputlaut masih memberikan keuntungan Rp 2.843.000,-/siklus dari harga udang dan rumput laut dibandingpada monokultur yang mengalami kerugian.

DAFTAR ACUAN

Adiwidjaya, D., Raharjo, S. P., Sutikno, E., & Subiyanto, S. 2003. Petunjuk teknis budidaya udangvaname sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan DirektoratJenderal Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara, 29 hlm.

Amin, M. & Hendrajat, E.A. 2007. Pengaruh frekuensi waktu pemupukan susulan (Urea dan SP36)terhadap pertumbuhan dan sintasan udang vaname. Laporan hasil penelitian. Balai Riset PerikananBudidaya Air Payau, Maros, 9 hlm.

Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H., & Istini, S. 2006. Rumput laut, pembudidayaan, pengolahandan pemasaran komoditas perikanan potensial. Penebar Swadaya. Jakarta, 147 hlm.

Anonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternatif budidaya udang saat ini. PT. Central Proteinaprima(Charoen Pokphand Group). Surabaya, 6 hlm.

Aslan, L.M. 1998. Budidaya rumput laut. Kanisius, Yogyakarta, 92 hlm.APHA (American Public Health Association). 1998. Standard methods for examination of water and

waste-water. 20th edition. APHA, AWWA, WEF, Washington, 1.085 hlm.Azman, K. 2005. Kualiti air sungai berdasarkan analisis kimia dan kepelbagaian alga. Universiti

Teknologi Malaysia. Malaysia. http://www.Ipteknet.com[10 Mei 2008].Beny, M.P. 2003. Tanaman rumput laut, memanen devisa. Trobos, Majalah Agribisnis Peternakan,

Perikanan dan Hobi Satwa, 46: 74–75.Effendie, H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Jurusan

Manajemen Sumberdaya Perairan . Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor, 258 hlm.Haliman, R.W. & Adijaya, S. D. 2005. Udang vaname, pembudidayaan dan prospek pasar udang putih

yang tahan penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.Pantjara, B., Hendrajat, E.A., & Utojo. 2007. Remediasi tanah dasar terhadap pertumbuhan rumput

laut Gracilaria verrucosa di tambak tanah sulfat masam. Buku Pengembangan Teknologi BudidayaPerikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Depatemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta, hlm. 278–285.

Pantjara, B. 2008. Efektifitas sumber C terhadap dekomposisi bahan organik limbah tambak udangintensif. Prosiding Seminar Nasional Kelautan IV Universias Hang Tuah. Surabaya, hlm. 195–199.

Putinella, J.D. 2001. Evaluasi lingkungan budidaya rumput laut di Teluk Bagula, Maluku. Usulanpenelitian. Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta, 7 hlm.

Putra, S.E. 2006. Alga laut sebagai biotarget industri. Sekjen Ikatan Himpunan Mahasiswa KimiaIndonesia. Jakarta, 3 hlm.

Syahid, M., Subhan, A., & Armando, R. 2006. Budidaya udang organik secara polikultur. PenebarSwadaya. Jakarta, 75 hlm.