gizi masy

17
PENDAHULUAN Kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dari jaringan dan organ janin, sehingga zat-zat gizi esensial sangat diperlukan untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Banyak faktor gizi yang berpengaruh terhadap kehamilan, diantaranya intake makanan, penggunaan suplemen dan peningkatan berat badan (Brown et al, 2005). Beberapa fakta menunjukkan bahwa wanita yang selalu makan makanan seimbang akan memiliki status gizi yang baik sebelum dan semasa kehamilan (William, 1995). Preeklampsi merupakan suatu sindrom yang terjadi pada masa kehamilan yang biasanya muncul setelah duapuluh minggu masa kehamilan, dan ditandai oleh terjadinya peningkatan tekanan darah selama kehamilan yaitu ≥ 140 mmHg untuk sistolik dan ≥ 90 mmHg untuk diastolic. Preeklampsi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dimana salah satu penyebab potensial terjadinya preeklampsi adalah asupan zat gizi yang tidak adekuat, diantaranya protein, vitamin C, dan vitamin E (Brown et al, 2005). Bayi yang ibunya mengalami preeklampsi berpeluang lebih besar untuk lahir premature dan mengalami gangguan perkembangan. Wanita yang mengalami preeklampsi akan meningkat resiko terjadinya hipertensi, diabetes selama kehamilan (gestasional diabetes) dan kemudian dapat menyebabkan diabetes tipe 2 (Brown et al, 2005). Preeklampsi adalah salah satu kelainan pada masa kehamilan yang mengenai 7 % dari seluruh kehamilan di Amerika (Mikhail et al, 1994). Zuspan F.P. (1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian preeklampsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4- 8,5%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, sekitar 12,9 % kematian pada ibu melahirkan disebabkan oleh preeklampsia. Beberapa hasil observasi menyatakan bahwa pada preeklampsi terjadi peningkatan produk-produk peroksidasi lipid dan penurunan aktivitas antioksidan. Ketidakseimbangan antara peroksida lipid dengan pertahanan antioksidan akan menyebabkan disfungsi endotel serta kerusakan endotel yang

Upload: muhaiminaimin

Post on 04-Oct-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Gizi Kesmas

TRANSCRIPT

PENDAHULUANKehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dari jaringan dan organ janin, sehingga zat-zat gizi esensial sangat diperlukan untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Banyak faktor gizi yang berpengaruh terhadap kehamilan, diantaranya intake makanan, penggunaan suplemen dan peningkatan berat badan (Brown et al, 2005). Beberapa fakta menunjukkan bahwa wanita yang selalu makan makanan seimbang akan memiliki status gizi yang baik sebelum dan semasa kehamilan (William, 1995).

Preeklampsi merupakan suatu sindrom yang terjadi pada masa kehamilan yang biasanya muncul setelah duapuluh minggu masa kehamilan, dan ditandai oleh terjadinya peningkatan tekanan darah selama kehamilan yaitu 140 mmHg untuk sistolik dan 90 mmHg untuk diastolic. Preeklampsi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dimana salah satu penyebab potensial terjadinya preeklampsi adalah asupan zat gizi yang tidak adekuat, diantaranya protein, vitamin C, dan vitamin E (Brown et al, 2005). Bayi yang ibunya mengalami preeklampsi berpeluang lebih besar untuk lahir premature dan mengalami gangguan perkembangan. Wanita yang mengalami preeklampsi akan meningkat resiko terjadinya hipertensi, diabetes selama kehamilan (gestasional diabetes) dan kemudian dapat menyebabkan diabetes tipe 2 (Brown et al, 2005).

Preeklampsi adalah salah satu kelainan pada masa kehamilan yang mengenai 7 % dari seluruh kehamilan di Amerika (Mikhail et al, 1994). Zuspan F.P. (1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian preeklampsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, sekitar 12,9 % kematian pada ibu melahirkan disebabkan oleh preeklampsia.

Beberapa hasil observasi menyatakan bahwa pada preeklampsi terjadi peningkatan produk-produk peroksidasi lipid dan penurunan aktivitas antioksidan. Ketidakseimbangan antara peroksida lipid dengan pertahanan antioksidan akan menyebabkan disfungsi endotel serta kerusakan endotel yang diperantarai oleh radikal bebas. Kerusakan endotel vaskuler diketahui berperan dalam patofisiologi preeklampsi. Hasil penelitian Dewi dan Setyo (2001) menunjukkan bahwa nilai rata-rata Malon dialdehyde (MDA) pada penderita Preeklampsi 35 % lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Selain itu peningkatan Malon dialdehyde (MDA) serum pada penderita preeklampsi diikuti dengan penurunan Superoksid Dismutase (SOD).

Intervensi gizi yang dilakukan untuk menangani komplikasi selama masa kehamilan dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan ibu dan bayi (Brown et al, 2005). Mikhail et al (1994), menyatakan bahwa nutrien-nutrien antioksidan dapat menangkal gangguan-gangguan radikal bebas, dengan demikian dapat melindungi membran sel dari peroksidasi lipid yang diperantarai oleh radikal bebas. Dengan demikian asupan bahan makanan sumber antioksidan yang cukup diharapkan mampu mencegah terjadinya kerusakan endotel yang dapat meningkatkan resiko preeklampsi.

Hasil penelitian Sri Bekti Subakir dkk (2002), menunjukkan bahwa dari 18 ibu hamil yang diberi suplemen calsium dan vitamni E, tidak satupun mengalami peningkatan tekanan darah dan berat badan bayi lahir normal. Sementara itu, dari 17 ibu hamil yang diberi placebo 3 orang mengalami peningkatan tekanan darah dan satu diantaranya berat bayi lahir rendah. Lucia Poston (2000), menyebutkan bahwa wanita yang kekurangan vitamin akan mengalami peningkatan radikal bebas karena terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas radikal beas dan antioksidan.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan dan senyawa yang dapat membantu mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas, sehingga asupan makanan yang mengandung vitamin dapat menjaga keseimbangan radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh. Asupan vitamin yang cukup pada ibu hamil diharapkan mampu mencegah terjadinya defisiensi vitamin pada ibu hamil yang yang kemungkinan dapat menimbulkan resiko terjadinya preeklampsi. Sayur dan buah merupakan bahan makanan yang kaya akan vitamin termasuk vitamin A, C dan E (Tien Tirtawinata, 2006 ). Dengan demikian asupan buah dan sayur yang cukup diharapkan dapat mencegah terjadinya preeklampsi pada ibu hamil.

Sejauh ini belum ada penelitian untuk mengetahui hubungan asupan makanan sumber antioksidan dengan penurunan resiko preeklampsi pada ibu hamil. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan frekuensi konsumsi bahan makanan sumber antioksidan terhadap resiko preeklampsi pada ibu hamil.METODE PENELITIANDesain penelitian adalah observasional dengan pendekatan case control.

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil/post partum yang normal sebagai kelompok kontrol dan ibu hamil/post partum yang mengalami preeklampsia.

Tehnik sampling yang digunakan adalah secara purposive sampling, karena sampel yang diambil berdasarkan pasien yang ada pada saat itu dan yang memenuhi kriteria sampel yang telah ditetapkan.

Kriteria Inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi : pasien rawat inap di Ruang OBG, pasien bersedia menjadi responden, wanita hamil/post partum usia 18 40 tahun yang normal sebagai kelompok kontrol dan yang didiagnosis preeklampsia karena memiliki tanda-tanda yaitu tekanan darah diatas 140/90 mm Hg, adanya proteinuri sebagai kelompok kasus, tidak menggunakan suplemen / vitamin antioksidan (A, C, atau E) yang bukan berasal dari bahan makanan, pasien dengan atau tanpa komplikasi ringan kecuali gagal ginjal kronik.

Kriteria Eksklusi :pasien tidak mengikuti penelitian sampai selesai (karena meninggal, pulang dari rumah sakit atau yang lain), usia < 18 tahun dan > 40 tahun, pasien dengan komplikasi gagal ginjal kronik, DM, Hiperkolesterol, Hipertensi kronik, pasien dengan suplemen antioksidan (A, C, atau E) yang bukan berasal dari makanan.

Tehnik Pengumpulan DataTehnik Pengumpulan Data dilakukan dengan instrumen kuesioner, yang disusun untuk mengetahui data identitas pasien, status gizi, dan Semi Quantitative Food Frequency Questionaire yang digunakan untuk menggali frekuensi konsumsi makanan sumber antioksidan (buah dan sayur) pada responden.

Analisa data

Data yang dianalisis secara diskriptif akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabulasi silang dan persentase. Untuk mengetahui mengetahui beda rata-rata frekuensi konsumsi bahan makanan sumber antioksidan pada kelompok kasus dan kontrol menggunakan uji statistik beda dua rata-rata atau Independent t-test. Sedangkan untuk mengetahui hubungan usia, status gizi, tingkat pendidikan dan frekuensi konsumsi bahan makanan sumber antioksidan terhadap resiko preeklampsia menggunakan uji statistik korelasi dan regresi.

HASIL PENELITIAN

Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 20 orang, yang terdiri dari 10 orang sebagai kelompok kasus dan 10 orang sebagai kelompok kontrol. Dalam penentuan responden tidak dilakukan matching usia, sehingga responden yang digunakan untuk kelompok kasus dan kontrol tidak dibedakan usianya. Distribusi usia responden disajikan pada tabel 5.1 di bawah ini.

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan UsiaUsia (th)KasusKontrol

n%n%

< 180000

18-3566010100

>3544000

Tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak berusia 18-35 tahun, baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol. Dari sepuluh orang responden dari kelompok kasus, empat orang diantaranya berusia diatas 35 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya resiko preeklampsia terjadi pada usia 35 tahun keatas. Hasil uji statistik korelasi menunjukkan nilai p value < 0.05 (p = 0.025), artinya ada hubungan yang signifikan usia dengan resiko terjadinya preeklampsi pada ibu hamil. Untuk melihat persebaran responden menurut usia disajikan pada gambar 5.1, sedangkan grafik regresi logistik usia responden pada kelompok kasus dan kontrol disajikan pada gambar 5.2.

Gambar 5.1 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Gambar 5.2 Grafik Regresi Logistik Usia Responden pada Kelompok Preeklampsia dan Non Preeklampsia

Grafik regresi logistik pada gambar 5.2 menunjukkan bahwa semakin bertambah usia, maka kejadian preeklampsia semakin meningkat bila dibandingkan dengan yang tidak mengalami preeklampsia.

Pendidikan responden dalam penelitian ini memiliki tingkat atau jenjang yang berbeda-beda, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 5.2 di bawah ini.

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat PendidikanKasusKontrol

n%n%

SD440330

SMP110110

SMA330660

Perguruan Tinggi22000

Gambar 5.2 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pada kelompok kasus lebih beragam mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi, dan persentase terbesar yaitu 40 % memiliki tingkat pendidikan SD. Sedangkan pada kelompok kontrol, sebesar 60 % responden memiliki tingkat pendidikan SMA. Berdasarkan hasil uji statistik korelasi menunjukkan nilai p value > 0.05 (p = 1.000), artinya tidak ada hubungan yang signifikan tingkat pendidikan dengan resiko terjadinya preeklampsi pada ibu hamil.

Gambar 5.3 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

PekerjaanKasusKontrol

n%n%

Ibu Rumah tangga880990

Buruh 11000

Guru TK00110

Guru SMP11000

Tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden baik pada kelompok kasus maupun kontrol merupakan ibu rumah tangga. Untuk melihat persebaran responden menurut pekerjaan disajikan pada gambar 5.3.

Gambar 5.4 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Status gizi responden ditentukan berdasarakan Indek Massa tubuh (IMT). Distribusi status gizi responden dapat didlihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Satus Gizi PekerjaanKasusKontrol

n%n%

Underweight0000

Normal330660

Overweight550330

Obesitas220110

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus, sebesar 50 % responden memiliki status gizi overweight, dan 20 % dengan status gizi obesitas. Pada kelompok kontrol sebesar 60 % responden memiliki status gizi normal, 30 % memiliki status gizi overweight, dan 10 % dengan status gizi obesitas. Sehingga dapat diketahui bahwa responden dengan status gizi normal yang terkena preeklampsia hanya setengah (1:2) dibandingkan dengan yang tidak mengalami preeklampsia. Sedangkan responden dengan status gizi overweight dan obesitas, lebih banyak yang mengalami preeklampsia (2:1) dibandingkan dengan yang tidak mengalami preeklampsia.Untuk melihat persebaran responden menurut status gizi disajikan pada gambar 5.5, sedangkan grafik regresi logistik status gizi responden pada kelompok kasus dan kontrol disajikan pada gambar 5.6.

Gambar 5.5 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

Gambar 5.6 Grafik Regresi Logistik Status Gizi Responden pada Kelompok Preeklampsia dan Non Preeklampsia

Berdasarkan gambar 5.6 dapat diketahui bahwa semakin besar Indeks Massa Tubuh (IMT), maka kejadian preeklampsia semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa wanita dengan status gizi lebih cenderung mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita dengan status gizi normal.

Pada tabel 5.5 disajikan perbedaan skor rata-rata konsumsi bahan makanan sumber antioksidan dari sayur dan buah antara penderita preeklampsia da non preeklampsia. Diketahui bahwa sebagian besar responden (100 %) tidak pernah mengkonsumsi daun katuk dan brokoli (dalam satu tahun terakhir). Distribusi frekuensi konsumsi bahan makanan pada beberapa sayuran, menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi konsumsi sayuran pada responden adalah 1-3 kali perbulan, kurang dari 3 kali perminggu hingga 3-5 kali perminggu. Untuk konsumsi tempe dan tahu, sebesar 90 % responden mengkonsumsi 3 kali sehari, dan 10 % responden mengkonsumsi 2 x sehari.

Sedangkan untuk konsumsi buah-buahan, sebagian besar responden jarang mengkonsumsi. Rata-rata konsumsi beberapa jenis buah hanya 1-3 kali perbulan. Frekuensi konsumsi bahan makanan sumber antioksidan pada responden, selengkapnya disajikan pada tabel 5.5 di bawah ini.

Pada tabel 5.6 diketahui rata-rata skor konsumsi makanan sumber antioksidan pada kelompok ibu yang preeklampsia dan non preeklampsia tertinggi adalah tahu dan tempe, yang berarti tahu dan tempe hampir dikonsumsi 2-3 kali perhari. Untuk jenis sayuran, bayam merupakan sayuran yang paling sering dikonsumsi (3-5 kali

perminggu) dan rata-rata skor konsumsi sayuran sumber antioksidan terendah adalah kembang kol (1-3 kali perbulan). Sedangkan rata-rata skor konsumsi untuk beberapa jenis buah-buahan juga masih rendah (1-3 kali perbulan).

Setelah dilakukan uji Independen T-Test dengan alpa=0,05 diperoleh p > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan rata-rata skor konsumsi makanan sumber antioksidan antara ibu yang mengalami preeklampsia dengan ibu yang tidak mengalami preeklampsia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kuantitas konsumsi makanan sumber antioksidan dari sayur dan buah antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Rata-rata responden mengkonsumsi sayur dan buah dengan kuantitas < 50 gram dan juga antara 50 100 gram. Hasil uji statistic dengan Independen t-test juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p > 0,05) kuantitas konsumsi sayur dan buah terhadap terjadinya preeklampsia. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil distribusi usia responden diketahui bahwa dari 20 orang responden dalam penelitian ini, 80 % responden berusia antara 18-35 tahun, dan 20 % responden berusia > 35 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100 % responden pada kelompok kontrol berusia 18-35 tahun. Sedangkan pada kelompok kasus, sebesar 40 % responden berusia > 35 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wibowo H (1993), yang mendapatkan kejadian preeklampsia terbanyak pada kelompok umur di atas 35 tahun yaitu 58,3%. Berdasarkan Hasil uji statistik korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (P = 0,025) antara faktor usia dengan resiko terjadinya preeklampsia. Hal ini merupakan indikasi bahwa wanita dengan usia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami preeklampsia. Grafik regresi logistik pada gambar 5.2 juga menunjukkan bahwa kejadian preeklampsia cenderung mengalami peningkatan pada wanita usia diatas 35 tahun dibanding wanita dengan usia dibawah 35 tahun. Hauth et al (2000), Villar et al (2003), Coomaras (2003) dalam Brown (2005), menyebutkan bahwa wanita dengan usia lebih dari 35 tahun merupakan salah satu faktor resiko yang menyebabkan terjadinya preeklampsia. Kehamilan pada wanita dengan usia di atas 30 tahun akan semakin berisiko, yaitu meningkatnya risiko penyakit dan komplikasi terhadap ibu maupun bayi yang dikandungnya.Bambang Karsono dalam bkkbn.online (2007) menyatakan bahwa kehamilan pada usia diatas 35 tahun meningkatkan risiko hipertensi dua hingga empat kali lipat, dan juga dapat meningkatkan dua hingga lima kali lipat diabetes mellitus. Disamping itu juga dapat meningkatkan risiko obesitas.

Distribusi tingkat pendidikan responden pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 20 responden pada kelompok kasus dan kelompok kontrol, 35% memiliki tingkat pendidikan SD, 10 % SMP, 45% SMA dan 10 % perguruan tinggi. Pada kelompok kasus, sebesar 40 % responden memiliki tingkat pendidikan SD, 10 % SMP, 30% SMA, dan 20 % perguruan tinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 30 % responden memiliki tingkat pendidikan SD, 10 % SMP, 60 % SMA. Hasil uji statistik korelasi menunjukkan nilai p > 0.05, artinya tidak ada hubungan yang signifikan tingkat pendidikan terhadap resiko terjadinya preeklampsi pada ibu hamil.

Siti Madanijah (2004) menyatakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah tingkat pendidikan. Konsumsi makanan yang menpunyai nilai gizi tinggi biasanya lebih banyak dikonumsi masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi. Sedangkan golongan masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah cenderung mengkonsumsi makanan sesuai dengan apa yang mereka lihat dan apa yang mereka bayangkan tanpa mempedulikan nilai gizi yang dikandung makanan tersebut. Namun dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden khususnya pada kelompok kasus, tidak dapat dikategorikan sebagai tingkat pendidikan rendah, karena sebagian besar responden sudah memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA bahkan perguruan tinggi. Sehingga diasumsikan bahwa pengetahuan tentang gizi sudah cukup bagus, hal ini dapat diketahui dari hasil kuesioner yang menunjukkan rata-rata responden telah mengkonsumsi sayur dan buah walaupun dengan frekuensi yang masih relatif rendah. Sunita Almatsier (2002) menyebutkan bahwa pola konsumsi yang belum seimbang dapat menyebabkan tidak terpenuhinya satu atau lebih zat gizi, yang apabila berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan resiko terkena penyakit termasuk preeklampsi.

Tingginya kejadian preeklampsia di negara-negara berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat (Ketut Sudhaberata, 1998). Kedua hal tersebut saling terkait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya.

Distribusi status gizi responden berdasarkan Indek Massa Tubuh (IMT) pada gambar 5.4 menunjukkan bahwa responden dengan status gizi normal yang terkena preeklampsia hanya setengah (1:2) dibandingkan dengan yang tidak mengalami preeklampsia. Responden dengan status gizi overweight dan obesitas, lebih banyak yang mengalami preeklampsia (2:1) dibandingkan dengan yang tidak mengalami preeklampsia. Responden dengan status gizi overweight dan obesitas, lebih banyak yang mengalami preeklampsia (2:1) dibandingkan dengan yang tidak mengalami preeklampsia. Berdasarkan grafik regresi logistik pada gambar 5.6 menunjukkan bahwa wanita dengan status gizi lebih memiliki kecenderungan lebih tinggi menderita preeklampsia dibanding wanita dengan status gizi normal.

Salah satu faktor resiko terjadinya preeklampsi pada wanita hamil adalah status gizi. Dimana wanita hamil dengan status gizi lebih (overweight/obesitas) memiliki resiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan terjadinya preeklampsia (Hauth et al (2000), Villar et al (2003), Coomaras (2000) dalam Brown 2005).

Pada dasarnya obesitas disebabkan oleh jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh (input) lebih besar daripada energi yang kita keluarkan (output). Jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh seseorang melalui makan dipengaruhi oleh pola makan, fisik, kultur, ekonomi dan sebagainya. Sebaliknya pengeluaran energi oleh tubuh seseorang ditentukan oleh metabolisme basal, aktifitas fisik dan Spesific Dynamic Action of Food. Obesitas akan terjadi bila energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar daripada pengeluarannya, dan keadaan ini berlangsung dalam jangak waktu yang lama. Kelebihan energi ini akan ditimbun sebagai trigliserida (TG) di dalam sel lemak (adiposit). Penimbunan lemak ini akan menyebabkan sel lemak akan mengalami hipertropi (Rimbawan, 2004).

Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit malnutrisi atau gizi salah sebagai akibat dari makanan sehari-hari mengandung energi yang melebihi kebutuhan serta aktifitas fisik yang sangat kurang hingga terjadi ketidakseimbangan antara asupan makan dan pemakaian energi (Soetjiningsih, 1998). Selain adanya ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran dari makanan yang dikonsumsi, kegemukan juga dapat disebabkan oleh faktor genetik, dimana resiko obesitas akan meningkat 80 % atau lebih jika mempunyai orang tua gemuk (Connie, 2002). Pola makan dan gaya hidup juga menjadi faktor penyebab kegemukan (Seidell, 1998). Obesitas dapat menimbulkan beberapa kelainan metabolik diantaranya adalah, resistensi insulin, hiperglikemia, hipertrigliseriemia, hiperkolesterolemia, peningkatan aktifitas lipoprotein lipase dan sebagainya (Sukaton, dkk).

Hance dalam Letta Sari Lintang (2003) menyatakan bahwa wanita gemuk (obesitas) cenderung mengalami hipertensi gestasional dan preeklampsia. Faktor gizi /diet sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui mekanisme arterosklerosis. Pembuluh yang mengalami sklerosis, resistensi pembuluh darah akan meningkat, sehingga memicu jantung untuk meningkatkan denyutnya agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian tubuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi sayur dan buah pada kelompok kasus dan kontrol. Rata-rata frekuensi konsumsi pada kedua kelompok masih relatif rendah. Distribusi frekuensi konsumsi bahan makanan pada beberapa sayuran, menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi konsumsi sayuran pada responden adalah 1-3 kali perbulan, kurang dari 3 kali perminggu hingga 3-5 kali perminggu. Untuk konsumsi tempe dan tahu, sebesar 90 % responden mengkonsumsi 3 kali sehari, dan 10 % responden mengkonsumsi 2 x sehari. Sedangkan untuk konsumsi buah-buahan, sebagian besar responden jarang mengkonsumsi. Rata-rata konsumsi beberapa jenis buah hanya 1-3 kali perbulan. Selain itu, kuantitas atau jjumlah sayur dan buah yang dikonsumsi antara kelompok kasus dan kelompok control tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p > 0,05). Sehingga hal ini dapat diartikan bahwa frekuensi dan kuantitas konsumsi makanan sumber antioksidan dari sayur dan buah tidak berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia.

Preeklampsi merupakan suatu sindrom yang terjadi pada masa kehamilan yang biasanya muncul setelah duapuluh minggu masa kehamilan dan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena genetik, riwayat preeklampsia, status gizi, adanya peningkatan radikal bebas, dan juga defisiensi asupan vitamin C dan E. Konsep terbaru tentang preeklamsia difokuskan pada disfungsi endotel pembuluh darah sebagai faktor yang terlibat pada patogenesis preeklamsia. Keterlibatan radikal bebas pada preeklampsia mungkin berhubungan dengan disfungsi endotel. Efek metabolisme lipid peroksidase menyebabkan ketidakseimbangan produksi prostasiklin dan tromboksan yang di tandai dengan proses koagulasi. Vitamin C dan vitamin E sebagai antioksidan dapat mengikat radikal bebas dan melindungi membran endotel pada wanita hamil (Harjo Udanto dkk, 2005).

Kondisi status gizi yang baik sebelum hamil memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya preeklamsia. Diantara parameter biokimia yang berpengaruh adalah kadar vitamin C dan vitamin E dalam tubuh. Kedua parameter tersebut merupakan suatu antioksidan yang penting dalam mencegah kerusakan jaringan akibat zat oksidatif didalam tubuh. Berbagai sebab dapat menimbulkan ketidakseimbangan biologi sebagai mekanisme pertahanan antioksidan.. Faktor sosial ekonomi dapat juga menjadi penyebab kekurangan asupan makanan yang mengandung kedua vitamin tersebut (Harjo Udanto dkk, 2005).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, defisiensi konsumsi makanan sumber antioksidan dari sayur dan buah bukan merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia, karena pada wanita hamil terjadi peningkatan kebutuhan suplemen nutrien antara lain vitamin C dan vitamin E, yang tidak hanya dapat terpenuhi dari bahan makanan. Hasil penelitian Harjo Udanto dkk (2005) juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna kadar vitamin C dan vitamin E pada kelompok preeklampsia (kasus) dan kontrol.

6.

KESIMPULAN

1. Ada hubungan yang signifikan faktor usia terhadap resiko terjadinya preeklampsia (p < 0,05). Wanita hamil yang berusia > 35 tahun memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita preeklampsia bila dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia < 35 tahun.

2. Tidak ada hubungan yang signifikan tingkat pendidikan terhadap risiko terjadinya preeklampsia (p > 0,05). Sebanyak 45 % responden dari kelompok kasus dan kontrol telah memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA.

3. Wanita dengan status gizi lebih memiliki rasio kecenderungan lebih tinggi untuk menderita preeklampsia dibandingkan dengan wanita dengan status gizi normal. 4. Tidak ada hubungan yang signifikan frekuensi konsumsi bahan makanan sumber antioksidan (sayur dan buah) terhadap risiko terjadinya preeklampsia.

5. Tidak ada hubungan yang signifikan kuantitas konsumsi bahan makanan sumber antioksidan (sayur dan buah) terhadap risiko terjadinya preeklampsia.

SARAN

1. Sebelum memasuki masa kehamilan, sebaiknya ibu memperbaiki status gizi sehingga dapat mencegah terjadinya preeklampsia.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh konsumsi suplemen antioksidan selain dari bahan makanan terhadap resiko terjadinya preeklampsia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2002. Vitamin Cegah Terjadinya Kelainan pada ibu Hamil. Kompas Cyber Media. Diakses tanggal 11 Desember 2005.Brown, Judith E, et al. 2005. Nutrition Through The Life Cycle 2nd Edition. Thomson Learning Wadsworth.Bkkbn online. 30 Maret 2007. Hamil Terbaik Pada Usia 20-30 Tahun. www.bkkbn.go.id. Diakses 9 April 2007.

Dewi Santosaningsih dan Setyo Utomo. 2001. Kadar MDA (Malon Dialdehyde) dan SOD (Superoksid Dismutase) serta Jumlah Endotel dalam Sirkulasi pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Laporan Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas BrawijayaHarjo Udanto, dkk. 2005. Perbandingan Kadar Vitamin C dan Vitamin E pada Preeklamsia Berat dan Kehamilan Normal. (Abstrak) www.obgin-ugm.com.Diakses November 2006Ketut Sudhaberata, 1998. Profil Penderita Preeklamsia - Eklamsia di RSU Tarakan Kaltim. Diakses November 2006Letta Sari Lintang. Gambaran fraksi Protein Darah Pada Preeklampsia dan hamil Normotensif. USU Digital Library. 2003Mikhail, Magdy, et al. 1994. Preeklampsia dan Nutrien Antioksidan: Penurunan Kadar Ascorbic Acid, -Tochoperol dan -Caroten dalam Plasma Ibu Hamil dengan Preeklampsia. American Journal of Obsetrics and Gynecology. Vol 171.Republika online. 1 April 2007. Hamil di

Usia 35 Tahun atau Lebih Apa

Saja Resikonya?.

www.republika.co.id. Diakses 9

April 2007.Rimbawan , Siagian S. 2004. Indeks

Glikemik Pangan. Cetakan

Pertama. Penebar Swadaya :

Jakarta. Halaman: 73-81Ruminis D dan N. Wibowo 2005. Antioksidan sebagai terapi Preventif Preeklampsia. (Abstrak) Indones J. Obstet Gynecol 29(2): 114-121.Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Cetakan 1. Sagung Seto : Jakarta

Sri Bekti Subakir. 2002. The Effect of Calcium and Vitamin E Supplementation in Blood Pressure During Gestation dalam Second Simposium on Antioksidan in Nutrition and Therapy: Jakarta

Subardja D, 2004. Obesitas pada Anak : Diagnosis, Patogenesis dan Patofisiologi. PT. Kiblat Buku Utama : Bandung. Tien Tirtawinata. 2006. Makanan dalam Prespektif Alquran dan Ilmu Gizi. FKUI:JakartaYayuk Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya : Jakarta

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Antioksidan

Bahan makanan sumber AntiokidanProsentase (%) KonsumsiJumlah011015306090Bayam54550100Daun singkong1540405100Daun katuk100100Kangkung15352525100Sawi 5204535100Brokoli100100Kembang kol4535155100Kobis5303530100Wortel304525100Kacang panjang205525100Tomat 801055100Taoge kacang hijau1060255100Taoge kedelai1550305100Tahu 1090100Tempe1090100Pepaya1070155100Jambu biji955100Jeruk1075105100Apel 9055100Mangga 2080100Pisang 702010100

Keterangan: Scoring menurut Prihaini, dkk (1995)

: Tidak pernah dikonsumsi dalam 1 tahun

: Jarang dikonsumsi 1-3 kali perbulan

: Dikonsumsi kurang dari 3 kali perminggu

: Dikonsumsi 3-5 kali perminggu

30 : Dikonsumsi 1 kali sehari

60 : Dikonsumsi 2 kali sehari

: Dikonsumsi 3 kali sehari

Tabel 5.6 Distribusi Perbedaan Skor Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Sumber Antioksidan Antara Penderita Preeklampsia dan Non Preeklampsia

Bahan makanan sumber AntiokidanSkor Rata-rata KonsumsiTaraf SignifikanPreeklampsiaNon PreeklampsiaBayam11.6012.500.591Daun singkong4.805.500.770*Daun katuk0.000.00-Kangkung5.307.900,372Sawi 8.709.700,692Brokoli0.000.00-Kembang kol2.702.500,925Kobis6.909.700,307Wortel7.909.200,609Kacang panjang9.209.700,824Tomat 9.201.900,234Taoge kacang hijau4.003.700,894Taoge kedelai3.303.700,845Tahu 84.0090.000,151Tempe81.0090.000,065Pepaya1.704.200,211Jambu biji6.000..000,331Jeruk3.301.700,394Apel 2.401.900,767Mangga 0.700.900,288Pisang 19.703.700,193

Keterangan :

* Berbeda nyata (p < 0,05)

* Ada perbedaan rata-rata skor konsumsi makanan sumber antioksidan antara penderita preeklampsia dan non preeklampsia (hasil uji statistic Independen T-test