geopolitik global
DESCRIPTION
Geopolitik GlobalTRANSCRIPT
-
MAKALAH
Geopolitik Global dan perebutan penguasaan sumber-sumber
mineral dan energi
Mata Kuliah Teknologi Management Kewirausahaan
Disusun Oleh :
Yudha Pratama Nugraha Irianto Situmorang
270110130102
GEOLOGI B
PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
-
ii
Kata Pengantar
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Geopolitik Global dan perebutan penguasaan
sumber-sumber mineral dan energi dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Dr. Nana Sulaksana.
Makalah ini menjelaskan tentang apa itu dan bagaimana Geopolitik Global dan perebutan penguasaan
sumber-sumber mineral dan energi.
Melalui Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca
mengenai Geopolitik Global dan perebutan penguasaan sumber-sumber mineral dan energi. Dalam
penulisan makalah ini, tidak luput dari berbagai macam kesalahan dan kekurangan. Kritik dan Saran
yang membangun penulis terima dengan lapang dada. Demi menambah pengetahuan Penulis dan
demi kesempurnaan makalah ini.
Jatinangor, 8 Desember 2014
Penulis
Yudha Pratama Nugraha Irianto Situmorang
-
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..... ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..1
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Geopolitik........3
2.2 Perkembangan Geopolitik Global.....4
2.3 Contoh Langsung Geopolitik Dunia.........8
2.4 Sumber Daya Minyak dalam Kacamata Geopolitik....9
2.5 Perebutan Wilayah Sumber daya Mineral dan Minyak...11
2.6 Perebutan Sumber daya Air di Asia15
2.7 Konflik Laut Cina dan ASEAN..20
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......24
DAFTAR PUSTAKA ...........26
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geopolitik, dari bahasa Yunani (bumi) dan (politik), secara luas merujuk pada
hubungan antara politik dan teritori dalam skala lokal atau internasional. Geopolitik mencakup
praktik analisis, prasyarat, perkiraan, dan pemakaian kekuatan politik terhadap suatu wilayah.
Secara spesifik, geopolitik merupakan metode analisis kebijakan luar negeri yang berupaya
memahami, menjelaskan, dan memperkirakan perilaku politik internasional dalam variabel
geografi. Variabel geografi tersebut umumnya mengarah pada: lokasi geografis negara atau
negara yang dipertanyakan, ukuran negara yang terlibat, iklim wilayah tempat negara tersebut
berada, topografi wilayah, demografi, sumber daya alam, dan perkembangan teknologi. Secara
tradisional, istilah ini lebih digunakan pada dampak geografi terhadap politik, namun
pemakaiannya telah berubah dalam satu abad terakhir untuk mencakup konotasi yang lebih
luas. Geopolitik secara tradisional menunjukkan hubungan antara kekuatan politik dan ruang
geografis. Dalam artian konkret, geopolitik sering dilihat sebagai pemikiran yang mempelajari
prasyarat strategis berdasarkan kepentingan relatif kekuatan daratan dan laut dalam sejarah
dunia. Tradisi geopolitik secara konsisten mempelajari korelasi kekuatan geopolitik dalam
politik dunia, identifikasi wilayah inti internasional, dan hubungan antara kemampuan laut dan
darat.
Secara akademik, studi geopolitik mencakup analisis geografi, sejarah, dan ilmu sosial
dengan mengacu pada politik ruang dan pola-polanya dalam berbagai skala. Geopolitik
memiliki cakupan multidisipliner, dan meliputi segala aspek ilmu sosial dengan penekanan
tertentu terhadap geografi politik, hubungan internasional, aspek teritorial ilmu politik, dan
hukum internasional. Selain itu, studi geopolitik meliputi studi hubungan bersama antara
kepentingan aktor politik internasional, kepentingan yang terfokus pada wilayah, ruang,
elemen geografis, hubungan yang menciptakan sistem geopolitik.
-
2
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
Memenuhi tugas mata kuliah teknologi manajemen kewirausahaan
Mengetahui bagaimana Geopolitik Global
Mengetahui bagaimana perebutan penguasaan sumber-sumber mineral dan energi
-
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata geo dan politik.Geo berarti bumi dan politik berasal dari bahasa
Yunani polite. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia artinya urusan.Geopolitik
biasa juga di sebut dengan wawasan nusantara. Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau
peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi
nasional geografik (kepentingan yang menitik beratkan pada pertimbangan geografik, wilayah atau
toritorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak
langsung atau tidak langsung kapada sistem politik suatu negara. Istilah geopolitik pertama kali
diartikan oleh Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi politik (political geography) yang kemudian
diperluas oleh Rudolf Kjellen menjadi geographical politic, disingkat geopolitik.
Pengertian Geopolitik Menurut Beberapa Ahli:
Rudolf Kjelln seorang ilmuwan politik Swedia, pada awal abad ke-20 mendefinisikan Geopolitik
adalah seni dan praktek penggunaan kekuasaan politik atas suatu wilayah tertentu.
Karl Haushofer (1869-1946), yang terinspirasi ide-rezim Nazi, ditambah proses politik dengan
definisi Geopolitics (Cohen, 2003): "Geopolitics adalah sains nasional baru negara, sebuah doktrin pada
determinesme spasial semua proses politik, berdasarkan dasar-dasar geografi yang luas, terutama dari
geografi politik." Geografi Politik Haushofer dianggap sebagai bagian penting dari Geopolitics.
Saul Bernard Cohen menggunakan definisi ini dalam buku 2003: "Geopolitics adalah analisis
interaksi antara, di satu sisi, pengaturan dan perspektif geografis dan, di sisi lain, proses-proses politik.
Baik pengaturan geografis dan proses politik yang dinamis, dan masing-masing mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh yang lain. Geopolitics alamat konsekuensi dari interaksi ini. " Definisi berfokus pada
interaksi dinamis antara daya dan ruang. Ini bebas (Cordellier, 2005) juga berfokus pada kekuasaan
(politik) dan ruang: Ini menekankan bahwa analisis geopolitik seharusnya merupakan refleksi objektif
dunia.
Menurut Hagget, Geografi Politik merupakan cabang geografi manusia yang bidang kajiannya
adalah aspek keruangan pemerintahan atau kenegaraan yang meliputi hubungan regional dan
internasional, pemerintahan atau kenegaraan dipermukaan bumi. Dalam geografi politik, lingkungan
geografi dijadikan sebagai dasar perkembangan dan hubungan kenegaraan. Bidang kajian geografi
politik relative luas, seperti aspek keruangan, aspek politik, aspek hubungan regional, dan internasional.
Menurut Hafeznia, MR 2006.Prinsip-prinsip dan Konsep Geopolitics. Popoli Publikasi: Iran,
Geopolitik sebagai cabang dari geografi politik adalah studi tentang hubungan timbale balik antara
geografi, politik dan kekuasaan dan juga interaksi yang timbul dari kombinasi dari mereka dengan satu
-
4
sama lain. Dimana menurut definisi ini, geopolitik merupakan suatu disiplin ilmu dan memiliki ilmu
dasar alam.
2.2 Perkembangan Geopolitik Global
Geopolitik yang terjadi di dunia ini selalu mengalami perkembangan. Geopolitik dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan
dengan keterkaitannya dalam aspek yang menyangkut keadaan geografisnya. Namun,
sebelumnya geopolitik tidak bisa dilepas begitu saja tanpa adanya geostrategi. Keberadaan dari
geostrategi memiliki keterikatan erat oleh geopolitik karena geostrategi dianggap sebagai
pelaksana dalam geopolitik. Geopolitik dianggap sebagai hal-hal yang berpengaruh terhadap
kondisi geografis yang nantinya akan mendukung kepentingan nasional negara (Sulistyo 2014).
Selain itu, keberadaan dari geopolitik telah memunculkan adanya teori-teori yang dibuat oleh
kaum-kaum intelektual, khususnya para ahli seperti yaitu Friedrich Ratzel dan Karl Haushofer.
Menurut Friedrich, teori geopolitik merupakan suatu wilayah yang memerlukan ruang hidup
dan semakin luas yang didasari untuk memenuhi kebutuhanya. Hal tersebut dimaksudkan
bahwa dengan adanya kebutuhan dari negara tersebut akan mampu untuk mendesak dari
keberlangsungan kehidupan negara lain karena pengaruh akan sumber dayanya yang semakin
tinggi. Sedangkan, menurut Haushofer, teori geopolitik didasarkan pada teori ruang dan
kekuatan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pembagian dalam keberadaan dari
Lebensraum, autarki, dan pembagian dunia yang dibagi menjadi empat kawasan (Pan Region)
(Unhas LMS t. t.).
Masa-masa terjadinya geopolitik tersebut dapat dibagi berdasarkan polis, imperium, dan
the new world order. Pembagian yang terjadi ini secara singkat telah menjelaskan bahwa
keberadaan dari geopolitik ini dapat berubah sesuai dengan keadaan yang dialami dari setiap
masa-masa tersebut dengan dilihat perubahan pada aspek time, space, people, dan struggle.
Pemahaman yang mencakup pada aspek time tersebut berpengaruh pada dinamika terhadap
fenomena yang terjadi pada setiap masa. Aspek space mengenai ruang yang dijadikan sebagai
objek geopolitik. Aspek people mengenai aktor-aktor yang berpengaruh dalam setiap masa
(geopolitik). Sedangkan, aspek struggle membahas mengenai usaha yang dilakukan negara
untuk survive dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan hidupnya (Sulistyo 2014).
-
5
Perubahan pada masa polis ini dapat dilihat dengan keberadaan yang bermula pada abad
ke-16, yang ditandai dengan pelayaran yang dilakukan oleh Vasco da Gama dan Columbus.
Pelayaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut dianggap sebagai penanda bahwa
keadaan geopolitik telah berubah, yaitu pada masa polis. Pada masa polis keadaan geopolitik
masih berfokus pada wilayahnya masing-masing atau dapat dikatakan masih berpusat pada
pelaksanaan dari tindakan diplomasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa geopolitik pada masa
polis masih memegang teguh pada pelaksanaan yang masih berpusat pada city-state. Namun,
dengan perbedaan dari keberadaan dua masa geopolitik tersebut telah menjelaskan bahwa pada
masa setelah masa polis tersebut telah semakin membuka perdagangan yang terjadi di dunia.
Pelayaran yang dilakukan oleh Vasco da Gama maupun Columbus telah mampu membuka
tatanan dunia yang saling terbuka untuk membuka pasar dunia. Dalam Grygiel (2006, 42)
dijelaskan bahwa perdagangan tersebut mampu membuka jaringan global. Selain itu, dengan
keterbukaan yang terjadi tersebut mampu untuk mempermudah kebutuhan yang dibutuhkan
oleh masing-masing pihak. Keterbukaan yang terjadi ini berlangsung pada negara-negara yang
khususnya berada pada kawasan Eropa dan Asia. Perdagangan yang berlangsung ini juga
membawa tujuan atau maksud lain dengan menyebarkan paham-paham keyakinan dari setiap
kawasan.
Kembali pada masa imperium, yang bisa dijelaskan dengan keberadaan dari Kekaisaran
Ottoman. Masa tersebut lebih menekankan pada tindakan perebutan wilayah yang berpihak
pada keuntungan yang ingin diambil dari sumber daya dan perdagangannya. Kekuasaan ini
lebih berfokus pada perebutan kekuasaan terhadap land power. Kekuasaan dari land power
dianggap sebagai hal yang terpenting dibandingkan dengan kekuasaan pada wilayah perairan
(Spyksmen 1944). Selain itu, dalam Grygiel (1972) dijelaskan bahwa masa imperium ini
terletak pada tindakan ekspansinya. Penyebaran yang dilakukan tersebut telah diungkapkan
pada paragraf sebelumnya mengenai pembukaan perdagangan yang semakin global dan
penyebaran agama-agama yang dilakukan sebagai salah satu tujuan yang dilakukan dari
pedaganga-pedagang masa tersebut. Keberadaan dari imperium tidak dapat dikatakan sebagai
kekuasaan yang tunggal karena kekuasaan dari masa tersebut menjadi hancur karena terjadinya
perubahan pemetaan geopolitik untuk kawasan Asia yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan kejadian yang
dialami pada masa Kekaisaran Ottoman (Grygiel 2006, 88).
Kehancuran yang dirasakan pada masa imperium tersebut kemudian digantikan dengan
kemunculan sistem nation-state. Hilangnya masa tersebut karena keberadaan dari Perjanjian
-
6
Westphalia. Perjanjian tersebut dianggap mampu untuk merubah keadaan dari negara-negara
yang sudah diakui kedaulatannya di dunia internasional (Watson 1992, 186). Namun,
keberadaan dari nation-state telah dianggap menciptakan sebuah keadaan dunia yang baru
disebut dengan the new world order. Kemunculan dari the new world order ini tidak terlepas
dari keberadaan Perang Dingin. Hal tersebut dapat dilihat dengan Perang Dingin keberadaan
dari negara superpower, yaitu Amerika, yang terlihat lebih dominan. kedominannya ini
dianggap sebagai bentuk yang menandakan bahwa keadaan geopolitik yang terjadi sebelumnya
setidaknya sudah merubah bentuknya secara perlahan. Keberadaan dari Amerika ini seakan
membuat wajah baru dalam perpolitikan yang terjadi di dunia. Keberadaan dari Amerika ini
memang lebih terlihat dengan pada masa Perang Dingin karena pada masa tersebut Amerika
sedang berkonflik dengan Uni Soviet. Keberadaan dari kedua negara ini ingin memberikan
influence terhadap negara-negara lain. Keadaan tersebut kemudian merubah padangan dunia
bahwa keadaan dunia saat ini lebih dipengaruhi dengan keberadaan dari sikap yang harus
ditentukan dalam menentukan kebijakan luar negeri yang akan digunakan. Dalam O Tuathail
et. al (1998) dijelaskan bahwa permasalahan tersebut kemudian merubah pandangan dari
geopolitik pada saat itu bahwa geopolitik lebih mengarah pada sebuah tindakan, yaitu cara
dalam melawan kekuatan dari negara lain. cara yang diberlakukan kedua negara tersebut
terlihat dengan keberadaan dari nuklir. Keberadaan nuklir tersebut seakan sebagai sebuah
penggertak untuk menunjukkan kekuatan yang paling kuat.
Namun, pendapat berbeda dari pemikirian Gorbachev mengenai keberadaan nuklir.
Dalam artikel Gorbachev (1998) menjelaskan bahwa nuklir dianggap sebagai tindakan
irrasional. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan nuklir akan dapat mengganggu ketentraman
dunia. Selain itu, nuklir tersebut juga akan memunculkan adanya efek total destruction dan
balance of terror. Pemikiran Gorbachev ini berhubungan dengan adanya perubahan dari
anggapan bahwa dengan adanya lawan harus diubah menjadi mitra. Perubahan pandangan ini
kemudian akan membantu dalam pemikiran bahwa dunia akan menjadi lebih aman karena
terdapat perdamaian yang akan mampu menggeser kepentingan individu (suatu negara) yang
nantinya akan lebih condong dengan terbentuknya keamanan. Hal ini kemudian menunjukkan
bahwa geopolitik pada masa perang dingin lebih mengarah pada tindakan preventif dan
defensif.
Kemunculan dari the new world order tersebut, kemudian berpengaruh terhadap
berakhirnya end of history. Hal tersebut dimaksudkan karena pasca Perang Dingin dua negara
-
7
superpower yang ingin mempengaruhi dunia akhirnya ditentukan dengan hasil bahwa Uni
Soviet terpecah belah dan paham liberalisme semakin mendunia (Fukuyama 1998, 122). Selain
itu, dengan kemunculan dari tatanan sistem dunia yang baru tersebut telah memberikan dampak
terhadap kemunculan dari globalisasi yang tampak semakin nyata. Dampak tersebut dijelaskan
di dalam Agnew (2001) dengan semakin terbukan perdagangan yang ditandai dengan
keterbukaan pasar yang semakin bebas ini semakin mampu untuk merubah dunia untuk
mengarah pada terjadinya revolusi pada bidang pengeahuan dan teknologi, serta dengan
semakin mengarahnya dunia pada sistem yang semakin menghomogenisasi pada aspek-aspek
tertentu seperti aspek budaya dan ekonomi.
Globalisasi yang mempengaruhi dunia ini juga telah menyadarkan bahwa keterkaitan
geopolitik pada the new world order ini masih dipengaruhi dari keberadaan imperialisme (masa
imperium). Imperialisme tersebut dapat terlihat dengan keberadaan makanan-makanan cepat
saji yang tersebar di seluruh dunia. Hal tersebut dilakukan karena kaum imperialis beranggapan
bahwa negara akan melakukan tindakan apapun untuk mencapai tujuannya. Tujuan tersebut
kemudian mempengaruhi pada keadaan geopolitik pada masa the new world order. Selain itu,
sistem tatanan dunia baru ini telah memunculkan adanya penggolongan dari negara-negara
yang ada di dunia, yaitu superpower, major power, dan minor power. Namun, terdapat pendapat
berbeda yang dijelaskan oleh Agnew (1998) mengenai pembagian dunia, yaitu civilizational
geopolitic, naturalized geopolitic, dan ideological geopolitic.
Berdasarkan uraian dia atas, maka disimpulkan bahwa keberdaan dari geopolitik dan
geostrategi ini telah memberikan penjelasan bahwa geopolitik dan geostrategi pada setiap masa
memiliki karakteristik masing-masing. Geopolitik ini memiliki pandangan utamanya dalam
diskursus politik internasional. Dalam hal ini ditekankan untuk menguasai dunia dengan
memegang kondisi termgeografisnya. Selain itu, terdapat penjelasan bahwa pola dunia terbagi
atas tiga, yaitu heartland, inner crescent, dan outer crescent. Geopolitik lebih mengacu pada
hubungan yang menggabungkan antara teori Darwin dengan perjuangan geopolitik terhadap
ruang. Geopolitik yang lebih menekankan fokusnya pada wilayah lautan (Putra t. t.). Namun,
dengan karakteristik tersebut juga terdapat hal yang paling berpengaruh dari keadaan geopolitik
yang berhubungan potensi sumber daya alam. Keberadaan dari geopolitik tersebut disesuaikan
dengan perkembangan yang dialami dari masa ke masa dan disesuaikan dengan kepentingan
yang ingin dicapai dari masing-masing pihak. Keberadaan dari geopolitik tersebut secara
ringkas dijelaskan sesuai dengan time, space, people, dan struggle.
-
8
2.3 Contoh Langsung Geopolitik Dunia
Sejak berakhirnya era perang dingin yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet, telah
terjadi ketidak seimbangan kekuatan utama dunia. Amerika sebagai satu satunya negara kuat
memperlihatkan sekaligus memanfaatkan hegemoninya atas negara negara lain. Lihatlah
konflik yang terjadi di Irak, Iran, Afganistan, Pakistan, Afrika bagian utara dimana kehadiran
militer negeri Paman Sam begitu nyata. Konflik Irak misalnya, melalui Presiden George W.
Bush, Amerika memutuskan menyerang Irak atas tuduhan sepihak atas kepemilikan senjata
kimia yang sampai sekarang tidak jelas pembuktiannya.
Rentetan perang ini tidak saja melibatkan keunggulan teknologi militer atas lawan
perangnya tapi juga memperlihatkan hegemoni kelompok blok barat yang diwakili oleh
Amerika dan NATO. Mereka benar benar memanfaatkan ketidak hadiran kekuatan
penyeimbang yang dulunya datang dari kekuatan Pakta Warsawa yang dimotori oleh Rusia.
Sementara di belahan dunia lain, di Afrika bagian utara dan sebagian timur tengah terjadi
gelombang kesadaran baru dari rakyat yang dikenal dengan arabic spring, menuntut pergantian
rezim yang dinilai tidak lagi bekerja demi kemakmuran rakyat. Gerakan ini dimulai 10
Desember 2010 ketika gelombang demostrasi dan protes rakyat berhasil menggulingkan
pemerintahan di Tunisia diikuti Yaman dan Libya. Gelombang protes lain juga sedang
berlangsung di Bahrain, Suriah, Aljeria, Iraq, Kuwait, Yordania, Maroko dan Arab Saudi.
Kesadaran baru dunia arab ini tidak melulu soal pergantian rezim semata, tetapi juga
menyangkut tata geopolitik kawasan yang akan mempengaruhi geopolitik dunia secara
keseluruhan. Lihat saja bagaimana campur tangan asing dalam konflik konflik tersebut.
Kejatuhan pemimpin Libya, Moammar Khadafi oleh rakyatnya tidak lepas dari campur tangan
militer Amerika dan NATO yang memberikan bantuan militer berupa payung udara kepada
pemberontak. Pertanyaannya adalah, kenapa mereka mau membantu para pemberontak?
Ialah karena Khadafi dikenal sebagai pemimpin yang membawa Libya menjadi sekutu Soviet
di masa lalu. Mungkin perlu diingatkan bagaimana perubahan sikap Amerika memusuhi Iran
sekarang ini dibandingkan sikap bersahabat mereka ketika Iran masih dipimpin oleh Shah reza
Pahlevi yang pro barat sebelum ditumbangkan melalui revolusi islam tahun 1979.
Campur tangan asing jelas bukanlah suatu kebetulan. Ini merupakan usaha yang sengaja
dilakukan untuk mempertahankan pengaruh atau mengembalikan pengaruh negara negara
adidaya dalam percaturan global. Kejatuhan Husni Mubarak di Mesir jelas menghawatirkan
barat. Mereka takut Mesir akan jatuh ke tangan kekuatan Islam yang tidak pro barat seperti
bagaimana Mubarak dikenal sebelumnya. Menarik untuk melihat sikap barat terhadap rezim
yang akan berkuasa di Mesir setelah tumbangnya Husni Mubarak yang pro barat.
-
9
Melihat perkembangan tersebut, tidaklah mengherankan mengapa kemudian Rusia
menolak pendekatan militer untuk menyelesaikan konflik nuklir Iran dan mati matian
menolak pergantian rezim di Suriah dengan cara cara yang telah dilakukan barat terhadap
Tunisia, Maroko dan Yaman. Suriah adalah kawan lama di era Soviet dan menjadi satu
satunya pangkalan militer Rusia yang masih tersisa di kawasan itu. Sedangkan Iran secara tegas
menyatakan menolak zionisme dan berjanji akan menghancurkan zionisme yang notabene
adalah sekutu abadi Amerika.
2.4 Sumber Daya Minyak dalam Kacamata Geopolitik
Sudah sejak lama, sumber daya menjadi hal yang selalu diperebutkan, hingga pada
akhirnya dapat menimbulkan peperangan. Kolonialisme dan imperialisme yang terjadi pada
zaman dahulu merupakan salah satu bukti nyata terjadinya peperangan yang dilatarbelakangi
perebutan kekuasaan atas sumber daya. Dalam konteks masa lalu tersebut, bangsa Eropa
merintis perjalanan laut dengan memanfaatkan sea power. Kondisi seperti ini sesuai dengan
apa yang diekspektasikan dan digambarkan oleh Mahan. Perebutan dalam konteks tersebut
telah menimbulkan persaingan geopolitikal-ekonomi atau Resource War. Kajian mengenai
Resource War sendiri muncul pada sekitaran tahun 1980. Pada kala itu Amerika menyadari
ancaman Soviet yang memiliki akses ke ladang minyak Timur Tengah dan mineral di Afrika.
Tidak hanya menimbulkan persaingan dan kompetisi antar negara-negara besar yang terletak
jauh dari tempat resource, perang juga dapat menimbulkan konflik internasl kawasan tempat
resource tersebut ada.
Lantas apa yang melatarbelakangi negara-negara untuk saling berebut resource?
Persaingan yang terjadi diantara mereka dalam hal resource bertujuan untuk menjamin
keberlangsungan pengembangan teknologinya. Tujuan daripada pengembangan teknologi itu
sendiri tidak lain adalah untuk mempertahankan ataupun untuk mendapatkan power lebih.
Sementara minyak, yang menjadi topik pembahasan dalam jurnal kali ini, memiliki tinngkat
urgensi yang tinggi sebagai sumber energi internasoinal. Sehingga tidak salah jika minyak
dijuluki sebagai salah satu resource yang dapat menimbulkan konflik dan perang. Pada akhir
tahun 1900, banyak sekali perang yang berkecamuk, terutama di kawasan sekitar Timur
Tengah, Asia Tengah, dan Afrika. Perang-perang yang terjadi itu dijuluki sebagai Resource
War, dimana terjadi ketegangan bersenjata yang mempermasalahkan perjanjian dalam
mengamankan tujuan dan posisi negara-negara besar terhadap material yang sangat penting itu
(Le Billon. 2005: 1). Negara-negara besar, utamanya, memerlukan suntikan bahan bakar
minyak yang sangat besar untuk mengembangkan industri, teknologi, dan bahkan fisik mereka.
-
10
Pada zaman imperialisme dan kolonialisme, konsepsi geopolitik dan juga geostrategi
yang diterapkan oleh negara kebanyakan mengacu pada perdaganga, terutama rempah-rempah.
Kemudian pada akhir abad ke delapan belas terjadi perlombaan teknologi. Kondisi tang
demikian menginspirasi Mackinder yang munucl dengan teori heartland-nya. Fokus kemudian
bergeser pada akhir tahun 1980-an menjadi persaingan terhadap penguasaan minyak.
Bagaimanapun juga, sejak zaman dahulu hingga sekarang, fakta historis tersebut menunjukkan
pergerakan aktor yang selalu didasari oleh kepentingan masing-masing. Sebut saja misalnya
Perang Teluk yang terjadi pada sekitaran tahun 1980 hingga 1990-an, dimana Irak menginvasi
Kuwait yang dipicu oleh produksi minyak berlebih Kuwait yang mengakibatkan harga minyak
jatuh. Amerika Serikat sendiri, pada berbagai kebijakannya telah berupaya untuk dapat
menguasai minyak di Timur Tengah. Dengan War on Terrorism sebagai alibinya, Amerika
dengan begitu saja mengintervensi dan mengacak-acak kehidupan internal negara Timur
Tengah yang dicurigai pihak Amerika sebagai dalang dari terorisme.
Urgensi minyak sebagai sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan industri, berkembang
seiring dengan pertumbuhan industri kendaraan bermotot pada awal tahun 1900-an. Memasuki
era Perang Dunia pertama, penggunaan sumber energi yang dahulunya menggunakan batu bara
beralih pada penggunaan minyak. Hal inilah yang menandai semakin dianggap pentingnya
minyak.
Dalam hubungan internasional, negara-negara yang memiliki sumber minyak tergabung
dalam suatu organisasi yang bernama OPEC atau Organization of the Petroleum Exporting
Countries. Logika dasarnya, jika suatu negara memilik sebuah sumber daya yang besar yang
dibutuhkan oleh semua negara di dunia, maka negara tersebut akan dapat dengan mudah
mendulamg pundi-pundi untuk kemudian membangun negaranya sendiri menajdi sebuah
negara yang besar, kuat, dan tangguh. Lebih dari itu, negara-negara anggota OPEC merupakan
negara-negara yang memproduksi empat puluh persen kebutuhan minyak dunia, dan
menyimpan kurang lebih delapan puluh persen cadangan minyak dunia. Negara Timur Tengah
sendiri memiliki cadangan minyak dunia sebesar delapan puluh lima persen. Kekayaan akan
minyak, yang merupakan sumber energi tersebut, yang dimiliki oleh OPEC menjadikan mereka
sebagai negara-negara yang berada dala posisi yang sangat strategi dalam ekonomi dan politik.
Namun sayangnya, sebagian dari negara-negara anggota OPEC tersebut tidak sebanding
dengan kondisi negara-negara maju.
Di sisi lain, negara-negara yang mengkonsumsi minyak sebesar dua pertiga tergabung
dalam OECD atau Organization for Economic Cooperation and Development. Selain sebagai
motor kapitalisme dalam ranah industri, minyak juga menjadi hal penting yang merupakan
-
11
motor penggerak militer dan juga pertahanan negara. Sebut saja Amerika, misalnya, yang
delapan puluh persen dari totoal anggaran dana pertahunnya dihabiskan untuk belanja energi.
Energi-energi tersebut tidak lain untuk menjalankan kendaraan militernya, kafelari, pesawat
terbang, kapal perang, dan sebagainya. Minyak merupakan suatu komoditi yang memiliki
tingakta urgensi yang teramat tinggi. Selain sebagai penunjang dalam bidang ekonomi dan
industri, minyak juga dibutuhkan untuk militer dan pertahanan negara. Minyak, bagi penulis,
merupakan sesuatu yang sangat basic. Sebab, tanpa minyak, efektifitas produksi barang dan
jasa yang menyervis masyarakat umum akan tertanggu, dan kemudian dapat menimbulkan
suatu gejolak. Oleh karenanya, tidak jarang negara-negara terlibat dalam konflik perebutan
sumber daya, energi, dan bahkan minyak.
2.5 Perebutan Penguasaan Sumber-Sumber Mineral dan Minyak
Dua negara dalam waktu yang bersamaan mengeluarkan ancaman penyerangan terhadap
negara kaya minyak yaitu Iran, dua negara tersebut adalah Inggris dan Israel
Kelihatannya terdapat suatu pola dimana isu-isu diluar penguasaan Sumber Daya Alam
seperti isu HAM, Isu Demokratisasi, dan Isu Senjata Pemusnah Massal dijadikan pintu masuk
bagi negara-negara besar dan sekutunya untuk menguasai negara yang kaya Sumber Daya
Alam.
Kasus Irak dan Libya adalah contoh nyata penggunaan isu Senjata Pemusnah Massal, isu
HAM dan isu demokratisasi sebagai alasan keterlibatan negara-negara besar dan sekutunya
dalam peperangan. Irak adalah negara pertama yang dijadikan proyek penguasaan sumber daya
alam berupa ladang minyak dengan berlindung dibalik isu penghancuran senjata pemusnah
massal dan penghancuran rezim anti demokrasi. Dalam kasus Irak seolah tujuan penguasaan
ladang minyak diabaikan dan ditutupi dengan tujuan penghancuran senjata pemusnah
massal dan kemudian penggulingan rezim tiran dan otoriter yang digembar-gemborkan melalui
jaringan media massa yang juga dikuasai negara-negara penyerang; pencitraan yang muncul
dan dominan di media massa dunia menyatakan memang ada keuntungan bagi rakyat Irak
berupa jatuhnya rezim tiran dan otoriter Saddam Husein, Pemerintahan Demokratis pun
terbentuk sudah, kebebasan terbit di negeri yang dulunya tirani meraja dan itulah anugerah
terbesar yang diberikan Barat kepada rakyat Irak.
Keterlibatan negara-negara besar di Libya juga kurang lebih sama namun dengan cara
yang lebih halus dan mulia yaitu membantu (bukan menyerang secara langsung) membebaskan
rakyat Libya dari rezim tiran Moamar Khadafi yang telah tega membunuhi rakyatnya sendiri.
Sama seperti kasus Irak di atas, melalui media massa dunia yang memang telah dikuasai
-
12
negara-negara besar tersebut maka pencitraan yang muncul adalah rakyat Libya telah terbebas
dari pemerintah tiran, demokratisasi telah terbit dan itulah anugerah terbesar bagi rakyat Libya.
Namun dari kedua kasus keterlibatan negara-negara besar di Irak dan Libya yang tidak
dimunculkan dalam arus besar berita dunia dan penggalangan opini dunia di media massa dunia
yang memang telah dikuasai oleh negera-negara besar tersebut adalah penguasaan secara nyata
atas ladang-ladang minyak Irak dan Libya, karena tentunya tidak ada makan siang gratis.
Amerika serikat dan sekutunya di Irak telah mengeluarkan anggaran perang yang tidak sedikit
dan ribuan prajuritnya tewas demikian pula dengan keterlibatan negara-negara Eropa yang
tergabung dalam NATO tidak sedikit pula menggerogoti anggaran negara negara-negara yang
terlibat dan sesungguhnya juga tengah menghadapi krisis keuangan yang bisa menyebar di
seluruh kawasan Eropa. Negosiasi-negosiasi tingkat tinggi yang tidak diketahui rakyat yang
sedang mabuk kebebasan telah bermain sehingga telah dan akan menentukan perusahaan mana
yanga akan ditunjuk untuk mengeksploitasi ladang-ladang minyak tersebut dengan konsesi
menggiurkan yang akan memberikan dampak ekonomis yang signifikan bagi negara-negara
besar tersebut diatas.
Tidak banyak yang jelek dari demokratisasi, demokrasi membawa kebebasan berpendapat,
berkumpul dan memungkinkan orang biasa sama kedudukannya di mata negara, dan sudah
seharusnya semua negara adalah demokratis sebagaimana amanat piagam PBB namun yang
ingin saya katakan adalah isu demokratisasi, isu HAM dan isu penghancuran senjata pemusnah
massal juga dimanfaatkan negara-negara besar untuk menguasai sumber-sumber daya alam
negara kaya SDA
Dan kali ini giliran Iran yang ingin dikuasai kekayaan sumber daya alamnya berupa minyak
dengan alasan penghancuran senjata pemusnah massal berupa fasilitas pabrik senjata nuklir.
Bangsa, Negara dan Pemerintah Indonesia sudah seharusnya mewaspadai pola-pola
penguasaan SDA oleh negara-negara besar ini dan mengantisipasi sejak dini dengan
memperkuat diplomasi luar negeri, angkatan perang, pemerataan kesejahteraan dan
pembangunan antar wilayah di dalam negeri, dan peningkatan penegakan hukum dan HAM di
dalam negeri, ingat masalah Papua segera diselesaikan tanpa melanggar hukum dan HAM tak
lain dan tak bukan karena kekayaan alam Papua telah menjadi incaran negara-negara besar di
kawasan, saya tidak ingin terjadi kasus Timor Timur kedua di negeri ini.
Mineral
Sengketa Batas wilayah antara Kabupaten Tana Tidung dengan Kabupaten Nunukan di
Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang berada di Linuang Kayam hingga kini belum ada
-
13
kejelasannya secara resmi, bahkan kedua belah pihak masih menunggu proses keputusan yang
diserahkan oleh Pemprov Kaltim ke Pemerintah Pusat.
Wakil Ketua I DPRD Tana Tidung, HM. Inuch mengatakan, sengketa batas wilayah ini
ditenggarai dengan masing-masing daerah merasa memiliki kawasan dengan potensi sumber
daya alam (SDA) berupa mineral yang cukup besar, bahkan dua perusahaan pertambangan
sudah beroperasi dilokasi tersebut.
Saat ini, batas wilayah terdapat lima pulau yang includ atau masuk dalam wilayah Kabupaten
Tana Tidung, (KTT) namun adanya Undang-undang pembentukan Kabupaten Nunukan nomor
34 tahun 1999 yang sebelumnya ada pada Kabupaten Bulungan.
Sengketa ini sudah berjalan lama, mulai Tana Tidung belum terbentuk, Linuang Kayam
menjadi sengketa antara Kabupaten Bulungan dengan Nunukan, tuturnya.
Inuch mengatakan bahwa Linuang Kayam sendiri merupakan kawasan Kabupaten Tana
Tidung jika dilihat dari sejarah awal adanya kawasan linuang kayam, karena dilihat dari dua
sisi sungai yaitu sungai sembakung yang masuk Nunukan dan sungai sesayap yang masuk Tana
Tidung sementara, pertambangan yang sudah beroperasi masuk dalam kawasan Sungai
Sesayap.
Jadi berdasarkan sejarahnya sudah pasti Linuang Kayam milik KTT, ini diperkuat dari data,
dokumen dan fakta sejarahnya telah kami serahkan ke pemerintah pusat untuk di tindak lanjuti,
meski begitu kami meminta pusat dapat memutuskan dengan adil, dalam waktu dekat saya
akan mendampingi Bupati Undunsyah lagi untuk memenuhi panggilan ke pemerintah pusat,
tuturnya.
Ia mengatakan, bahwa sengketa ini tidak akan selesai bila kedua belah pihak tidak
dipertemukan karena sampai saat ini masing-masing pihak tetap ngotot bahwa kawasan ini
masuk daerah mereka dan Kabupaten Tana Tidung sendiri juga berkeyakinan Linuang Kayam
masuk teritorialnya.
-
14
Sebelumnya, Pemerintah pusat memastikan
DAS Linuang Kayam seluruhnya masuk ke
wilayah Kabupaten Nunukan dengan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 47/1999
yang menjadi dasar pembentukan Kabupaten
Nunukan, berpisah dari Kabupaten Bulungan.
Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan
Kabupaten Nunukan Faridil Murad
mengatakan ada sejumlah hal yang menguatkan kepemilikan DAS Linuang Kayam sebagai
bagian dari Kabupaten Nunukan. Selain Undang-Undang 47/1999, pemerintah pusat juga
mengacu pada peta kerajaan Bulungan. Bahkan pada tahun 1941, Residen Bulungan
menetapkan Linuang Kayam masuk wilayah Kecamatan Sembakung.
Jadi dasar pemerintah menetapkan itu UU 47/1999, kemudian peta Kerajaan Bulungan
kemudian keputusan Gubernur tahun 1978, batas wilayah kecamatan, kemudian penetapan dari
Kabupaten Bulungan batas Kecamatan Sembakung. Itu ada semua, berdasarkan itu Linuang
Kayam masuk Kabupaten Nunukan, ujarnya.
Faridil mengatakan, keputusan tersebut disampaikan kepada kedua daerah yang bersengketa
pada pertemuan pekan lalu di Jakarta. Ia mengatakan, Pemkab Nunukan tinggal menunggu
surat keputusan penyelesaian sengketa dimaksud dari Menteri Dalam Negeri.
Masalah KTT terima atau tidak terima, itu bukan urusan kita. Terserah mereka ujarnya.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Nunukan juga menerima royalti dana perimbangan sebesar
Rp 180 miliar dari produksi batu bara PT Mandiri Inti Perkasa (MIP) yang beroperasi di sekitar
DAS Sungai Linuang Kayam. Penyelesaian sengketa antara Kabupaten Nunukan dan Pemkab
KTT sebelumnya mentok di Pemprov Kaltim. Karena kedua daerah bersengketa menolak
keputusan Pemprov Kaltim.
Perbatasan linuang kayam
Sementara, Pemprov Kaltim sempat merilis telah melakukan berbagai upaya dengan
menarik batas dari Provinsi Kalimantan Timur sesuai hasil rapat teknis Tim Penegasan Batas
-
15
Daerah yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2010 dengan kesimpulan, tim Pemprov
Kaltim menyepakati tarikan dimulai dari Muara Sungai Linuang Kayam (Pilar
Terpasang/Pulau Mandul) menyusuri sungai Linuang Kayam sampai Muara Sungai
Bengkawat dan selanjutnya menyusuri ke hulu Sungai Bengkawat hingga garis batas versi
Kabupaten Nunukan pada antara titik 4 dan 5.
Kemudian mengikuti tarikan garis batas Kabupaten Nunukan hingga ke hulu Sungai
Lagub dan menyusuri ke hilir Sungai Lagub hingga ke Sungai Linuang Kayam yang
selanjutnya mengikuti tarikan garis batas UndangUndang Nomor 34/ 2007 sampai ke garis
batas versi Kabupaten Nunukan antara titik 11 dan 12 menuju ke titik 3 sampai ke titik 1 yang
selanjutnya menuju ke titik pertigaan kesepakatan tahun 2005.
Kemudian hasil tarikan batas tersebut pada tanggal 26 Agustus 2010 telah
dikonsultasikan ke Bakosurtanal dengan hasil tarikan batas dimulai dari titik kesepakatan (pilar
terpasang) langsung mengikuti sungai Linuang Kayam sampai ke muara sungai Bengkawat
dan selanjutnya menyusuri Sungai Bengkawat sampai hulu sungai tersebut.
Kemudian hulu Sungai Bengkawat ditarik lurus dengan arah azimuth 295 4 17 menuju
hulu Sungai Lagob dan selanjutnya dari Sungai Lagob menuju Sungai Linuang Kayam
kemudian mengikuti hulu Sungai Linuang Kayam dan ditarik lurus menuju titik 3 Berita Acara
kesepakatan tahun 2007.
Sengketa tapal batas ini sempat memanas setelah Pemkab KTT menghentikan tiga
perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Linuang Kayam. Secara yuridis klaim
Pemkab KTT atas wilayah sepanjang Sungai Linuang Kayam didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 34/2006 tentang Pembentukan KTT.
Dalam undang-undang tersebut secara geografis Linuang Kayam termasuk bagian dari
wilayah KTT. Sementara Pemkab Nunukan bersikukuh, Undang-Undang 47/1999 yang
menjadi legal formal wilayah Kabupaten Nunukan hingga kini masih berlaku.
2.6 Konflik Perebutan Energi Air di Asia
a. Konflik Laut Kaspia
Laut Kaspia merupakan kawasan di sekitar negara-negara kawasan Asia Tengah yang
memiliki sumber daya alam minyak dan gas alam yang tinggi di dalamnya. Laut Kaspia terletak
di antara Azerbaijan, Iran, Kazakhstan, Russia dan Turkmenistan. Kita tahu bahwa minyak
merupakan suatu komoditi yang sangat vital bagi kehidupan manusia ketika disadari bahwa
minyak tergolong sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Perburuan akan
sumber daya alam minyak semakin meningkat ketika banyak negara mulai memasukkan
-
16
kebutuhan tersebut sebagai salah satuinterest yang harus dipenuhi atau bahkan dikuasai
semenjak Perang Dunia I hingga saat ini demi berbagai kepentingan mulai dari kebutuhan
energi hingga sebagai pelumas senjata. Faktanya, sejak 1970 konsumsi energi dunia semakin
meningkat hingga sebesar 84 persen, yaitu sekitar 207 hingga 382 kuadriliun BTU (British
Thermal Unit) dan diperkirakan semakin meningkat lagi sebesar 60 persen dua puluh tahun
kemudian. Michel Collon pernah menuliskan suatu hal dalam bukunya yang
berjudulMonopoly, yakni, If you want to rule the world you need to control the oil. All the
oil. Anywhere. Karena jelas bahwa minyak merupakan salah satu kebutuhan vital manusia
dalam kehidupan sehari-hari.
Selain karena kepemilikan sumber daya alam minyak yang besar di Laut Kaspia, kawasan
tersebut menjadi penting karena beberapa keunggulan, diantaranya yang pertama, jika dilihat
dari segi geografis, Laut Kaspia merupakan jalur hubungan komunikasi antara benua Eropa
dan Asia yang lebih dikenal sebagai Eurasian Pearl. Dapat disebut demikian karena Laut
Kaspia dapat menyediakan kesempatan transportasi barang maupun penumpang antara negara-
negara kawasan tersebut, serta menjadi kawasan strategis sebagai rute transit yang besar bagi
Eropa, Arab Saudi, Asia Timur serta wilayah selatan Laut Kaspia. Kedua, Laut Kaspia
memiliki reputasi yang sangat baik dalam aspek perikanan dan menyediakan banyak
kesempatan kerja bidang tersebut. Serta yang terakhir adalah Laut Kaspia juga memiliki
kualitas caviar yang baik sebagai makanan mewah dan menjadi representasi kemakmuran.
Selain Laut Kaspia, Asia Tengah juga merupakan kepentingan utama bagi negara-negara
besar ketika Mackinder menempatkannya sebagai wilayah heartland yang sangat strategis.
Dalam teorinya, Mackinder menjelaskan bahwasanya siapa saja yang mampu
menguasai heartland, maka dia akan dapat menguasai dunia. Maka kemudian, banyak negara
yang memiliki berbagai kepentingan demi menguasai kawasan tersebut, negara besar yang
menginginkan kawasan tersebut sebagai contohnya ialah Amerika Serikat dan Rusia. Amerika
Serikat dalam hal ini memiliki kepentingan minyak yang besar terhadap negara-negara
kawasan Asia Tengah dikarenakan adanya dorongan kebutuhan konsumsi Amerika Serikat
akan minyak yang semakin meningkat, bahkan pada tahun 1991 saja, Amerika Serikat
mengkonsumsi hingga 17 juta barrel per harinya. Dorongan tersebut kemudian dijawab oleh
negara-negara kawasan Asia Tengah yang memiliki cadangan sumber daya alam minyak
dengan kualitas bagus, karena itulah kemudian Amerika Serikat berusaha untuk dapat
mengadakan berbagai kerja sama dengan negara kawasan Asia Tengah agar kemudian Amerika
Serikat dapat memastika akses energi minyak yang lancar di kawasan tersebut. Selain itu,
-
17
kawasan Asia Tengah digunakan oleh Amerika Serikat sebagai kawasan pembendung sphere
of influence komunis Rusia agar tidak semakin menyebar.
Semenjak peristiwa pengeboman gedung World Trade Center dan Pentagon pada 11
September 2001, Amerika Serikat kemudian juga berfokus pada kebijakan war on
terrorism untuk mencegah agar negara kawasan tersebut tidak menjadi tempat perlindungan
para teroris. Dengan demikian, Amerika Serikat juga dapat mencapai kepentingan nasionalnya
dengan menjaga stabilitas keamanan regional dari aksi-aksi terorisme karena dirasa banyak
negara Asia Tengah yang memiliki cadangan uranium yang besar, sehingga dikhawatirkan hal
tersebut akan disalahgunakan oleh teroris untuk melakukan tindakan kriminal hingga
mengenalkan nilai-nilai demokratisasi dan hak asasi manusia, sehingga diharapkan akan terjadi
reformasi pada beberapa negara kawasan Asia Tengah yang dianggap tidak demokratis oleh
Amerika Serikat.
Maka kemudian, Rusia juga memiliki kepentingan akan sumber daya alam minyak di
kawasan Asia Tengah. Kepentingan tersebut juga didorong oleh kepentingan Rusia untuk
mensukseskan kebijakan Grand Russia Project yang berkeinginan untuk menyatukan kembali
pecahan negara-negara bekas Uni Soviet menjadi satu kembali di bawah naungan Rusia. Rusia
juga mengklaim bahwa Laut Kaspia merupakan kawasan inland lake dan bukan
merupakan closed sea, yang berarti bahwa kawasan tersebut bukan merupakan subjek hukum
dari Law of The Sea. Dan sebagai konsekuensinya, maka eksploitasi yang dilakukan di
kawasan tersebut harus melalui kesepakatan kelima negara yang berada di sekitarnya. Hal ini
sebagai bentuk pembendungan agar Amerika Serikat tidak dengan serta merta dapat
mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut. Dengan demikian, Rusia juga selalu
berusaha untuk menghindarkan kawasan-kawasan Asia Tengah (terutama di sekitar Laut
Kaspia) dari sphere of influenceAmerika Serikat, karena Rusia khawatir jika kawasan tersebut
tidak dibendung secara cepat, maka kemudian Amerika Serikat akan memiliki kekuatan dan
aset besar yang dapat mengancam keamanan Rusia sendiri. Dalam rangka penguasaan sumber
daya alam minyak di kawasan tersebut pun, Rusia juga mengadakan berbagai kerja sama
dengan negara-negara kawasan Asia Tengah salah satunya ialah diadakannya kesepakatan
antara Rusia, Kazakhstan dan Turkmenistan untuk membangun jalur pipa gas utama baru pada
bulan Mei 2007 dengan jalur memutari Laut Kaspia mulai dari Turkmenistan kemudian melalui
Kazakhstan yang pada akhirnya sampai di Rusia. Selain dengan Rusia dan Turkmenistan,
Kazakhstan juga membangun jalur pipa minyak dengan China. Pada Juli 2005, Presiden Hu
Jintao menandatangani sebuah declaration of strategic partnershipdengan Nazarbayev yang
memiliki agenda pembangunan jalur pipa sejauh 1300 km melalui Atasu hingga Alashankou
-
18
untuk mentransportasi sekitar 10 juta ton minyak dari pantai kaspia Kazakhstan menuju
Propinsi Xinjiang di China.
Isu kepentingan minyak di kawasan Laut Kaspia tersebut kemudian memunculkan masalah
baru. Ketika banyak negara besar yang melakukan pengeksploitasian dengan terlalu besar pada
kawasan tersebut, telah mengakibatkan berbagai pencemaran air dan menurunkan kualitas
perikanan di kawasan tersebut. Atas terjadinya kerusakan tersebut, kemudian muncul kerangka
kerja sama berkenaan dengan isu kelingkungan di Laut Kaspia. Isu ini kemudian direalisasikan
oleh PBB dengan menciptakan program CEP (Caspian Environmental Program) yang memiliki
agenda menjaga kualitas kelingkungan kawasan tersebut dan berusaha untuk mengontrol
pengeksploitasian yang selama ini telah dilakukan oleh berbagai negara-negara besar.
b. Konflik Perebutan Sumber Daya Air Sebagai Kebutuhan Utama Sehari hari
Apabila kelangkaan akan sumber daya air bersih, tidak dapat diantisipasi oleh masyarakat
dunia, maka cenderung akan menimbulkan konflik antar negara. Kelangkaan akan air bersih
ini dapat dijadikan salah satu faktor penyebab terjadinya konflik antar negara dimasa yang akan
datang. Kemungkinan terjadinya konflik atas sumber air ini diperkirakan menjadi lebih tinggi
terutama di daerah yang gersang di negara-negara berkembang, di mana kebutuhan akan air
bersih di masyarakat meningkat dengan cepat, ini dapat menimbulkan peningkatan akan
kebutuhan air bersih yang sudah langka
Meningkatnya kebutuhan akan air bersih yang semakin langka, disertai dengan kenyataan
bahwa sebagian besar sumber air bersih yang ada di negara-negara berkembang bersumber
pada sungai-sungai besar yang melewati atau berada pada lebih dari satu negara. Seperti di
Afrika ada sungai Nil yang melewati dua negara yaitu Sudan dan Mesir, hal ini sering
menimbulkan konflik dalam pengelolaan sumber daya air antar kedua negara. Di Asia ada
Sungai Mekong yang berada di tiga negara yaitu China, Kamboja serta Vietnam, yang setiap
saat bisa timbul konflik. Di anak Benua Asia yaitu India ada Sungai Hindus, Brahmaputra,
yang berada pada tiga negara yaitu India, Pakistan, Bangladesh. Situasi seperti diatas
nampaknya akan memperkuat kemungkinan untuk terjadinya konflik internasional masalah
ketersediaan sumber air bersih. Hal semacam ini juga terjadi di Timur Tengah, Asia Tengah,
Eropa serta Amerika Latin, perebutan sumber daya air bersih bisa menyebabkan konflik yang
berkepanjangan.
Menurut Bank Dunia, dalam tahun 1995 ada 29 negara-negara di dunia dengan jumlah
penduduk sekitar 436 juta terancam kekurangan atau mengalami kelangkaan air bersih.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini, diperkirakan 884 juta penduduk di seluruh dunia
-
19
tidak memiliki akses terhadap air bersih, 2,5 milyar penduduk tidak mempunyai kondisi
kesehatan yang baik akibat kelangkaan sumber air. Yang mengejutkan sekitar 18 juta penduduk
yang sebagian besar anak-anak, setiap tahun menderita penyakit yang disebabkan oleh
mengkonsumsi air bersih yang tidak memenuhi standar kesehatan dunia.
Kondisi yang tidak seimbang antara laju perkembangan jumlah penduduk dengan
ketersediaan air tawar di negara-negara berkembang sudah sampai pada taraf membahayakan
kesehatan. Seperti di Brazil dengan sungai Amazone ketersediaan sumber air tawar cukup
melimpah dibandingkan dengan jumlah penduduk. Keadaan sebaliknya terjadi pada Benua
Asia yang merupakan benua paling padat jumlah penduduknya , telah terjadi krisis air bersih
yang melanda beberapa kawasan. Begitu pula daerah Afrika yang terkenal dengan benua
gersang, sejak dulu telah terjadi krisis air bersih melanda kebanyakan wilayah, khususnya
negara-negara yang terletak di Sub Sahara. Adanya pernyataan para ahli, bahwa air tawar
kemungkinkan dapat dijadikan bahan bakar pengganti minyak bumi pada masa mendatang
menambah potensi konflik akan usaha untuk menguasai sumber daya air tawar di dunia.
Ada beberapa faktor penyebab yang dapat menimbulkan konflik mengenai sumber daya air
tawar di suatu wilayah atau antar negara yaitu geografis, ekonomi, politik, sosial budaya, dan
keamanan nasional negara tersebut. Faktor-faktor tesebut sangat erat kaitannya antara
kelangkaan sumberdaya air dengan konflik yang terjadi. Adanya sumber daya air tawar seperti
danau yang terletak di perbatasan antar negara, juga beberapa sungai besar dunia melewati
beberapa negara, hal tersebut menjadi penghubung bagi negara-negara yang dilaluinya, baik
hubungan dalam ekonomi, pertanian, industri, politik, serta lingkungan. Hal paling yang
penting dalam hubungan tersebut adalah ketergantungan mengenai pengelolaan keamanan
yang kompleks tentang akses ke sumber daya air , sehingga tidak ada pilihan lain kecuali harus
bekerjasama dalam menjaga keamanan sumber daya air tersebut. Contoh seperti Mesir dan
Sudan melakukan kerjasama dalam menjaga keamanan serta pemanfaatan air dari Sungai Nil.
Kerjasama tersebut akan terus tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia akan air bersih
meningkat di semua negara di dunia.
c. Konflik Laut Aral
Laut Aral sebagai salah satu akses penghubung terbesar negara-negara dikawasan Asia
Tengah, menjadi kebutuhan utama bagi kegiatan perdagangan begara-negara disekitarnya.
Berawal kapal-kapal di kawasan ini berlayar melintasi laut Aral yang luasnya 26 ribu mil
terletak diantara Uzbekistan dan Kazakhstan. Namun kini laut Aral kehilangan seluruh airnya,
menjelma menjadi gurun pasir tak bertuan.Laut Aral yang telah menyusut 90 persen luasnya
dalam 50 tahun terakhir, dapat kita katakan sebagai bencana paling mengejutkan akan
-
20
perubahan ekstrim lingkungan. Air laut Aral mulai hilang pada tahun 1960, ketika Rusia
mengalihkan aliran sungai-sungai yang berhilirkan ke laut Aral untuk membantu irigasi pada
perkebunan kapas mereka.
Perlahan, setelah tidak ada aliran air dari sungai, laut Aral juga menyusut luasnya dan
merusak perekonomian warga setempat dan meninggalkan kapal pukat terdampar.Ketika air
menguap, hamparan pasir meninggalkan lapisan pasir yang sangat asin, dan meniupkan pasir
hingga sejauh Skandinavia dan Jepang.
Kerusakan lingkungan yang sangat parah ini menggugah perhatian Sekretaris Jenderal PBB
Ban Ki-moon yang kemudian mendesak para pemimpin Asia Tengah untuk meningkatkan
upaya untuk memecahkan masalah laut Aral.
2.7 Konflik Asean dan laut Cina
Awal KTT ASEAN diwarnai ricuh soal perairan Laut Cina Selatan. Sembari memaparkan
tekad mendukung kesatuan ASEAN, Menteri Luar Negeri Filipina, Albert del Rosario menolak
pernyataan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen yang mempromosikan konsensus ASEAN soal
sengketa Laut Cina selatan.
Di akhir pertemuan hari Minggu
presiden Filipina, Benigno Aquino
menegaskan bahwa masing-masing
negara berhak menjaga kepentingan
nasionalnya. Sebelumnya, Kamboja
yang tengah mengetuai ASEAN
-
21
menyatakan pada pembukaan KTT hari Minggu (18/10), ke-10 negara anggotanya sepakat
untuk tidak mendorong sengketa Laut Cina Selatan ke tingkat internasional.
Persetujuan semacam itu menguntungkan Cina, karena berarti Filipina tidak akan meminta
dukungan dari Amerika Serikat. Oleh sebab itu, delegasi Filipina kini telah melayangkan surat
kepada para pemimpin ASEAN lainnya untuk menekankan tidak adanya konsensus itu.
Sengketa Perairan Sambut Obama
Juga Perdana menteri Jepang Yoshihiko Noda mempertanyakan upaya Kamboja untuk
membatasi pembahasan sengketa perairan itu.
Dua kapal patroli Cina
PM Noda menilai bahwa ini
merupakan masalah internasional dan
berdampak langsung terhadap seluruh
kawasan Asia Pasifik. Jepang
mengingatkan bahwa pertikaian
mengenai perairan Cina Selatan bisa
mempengaruhi stabilitas dan
perdamaian kawasan. Pertikaian ini menjadi latar yang tegang, saat kedatangan Presiden AS,
Barack Obama ke pertemuan di Phnom Penh hari Senin (19/11).
Laut Cina Selatan menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Pasifik dan dikelilingi oleh
Republik Rakyat Cina, Republik Cina (Taiwan), Filipina, Malaysia, Brunei, Vietnam
Indonesia, Singapur, Thailand dan Kamboja.
Kepemilikian perairan penting yang kaya minyak bumi tersebut diaku oleh kedua negara
Cina dan empat negara ASEAN, termasuk Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina.
Para Kepala Negara di KTT ASEAN
Perebutan kekuasaan di perairan
itu meliputi sejumlah kepulauan. Dua
kepulauan yang terpenting adalah
Paracel (Kep. Xisha dalam bhs Cina
atau kepulauan Hoang Sa dalam
bahasa Vietnam), serta Kepulauan
Spratly (Nansha Qundao dalam
bahasa Cina, Truong Sa dalam bahasa Vietnam dan Kapuluan ng Kalayaan dalam bahasa
-
22
Filipina). Negara yang menguasai kedua kepulauan itu, bisa menguasai salah satu perariran
terpenting di dunia.
Sumber Pangan Bagi Jutaan Orang
Kekayaan laut di Laut Cina Selatan merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Sepuluh
persen dari hasil penangkapan ikan di dunia berasal dari kawasan ini. Begitu laporan lembaga
pemantau kawasan krisis, ICG. Namun kekayaan laut ini terancam, akibat pencemaran limbah
di kawasan pesisir dan penangkapan ikan yang berlebihan oleh pukat-pukat internasional.
Pesawat Jepang memonitor Laut
Cina Selatan
Para nelayan dari negara-negara di
sekitar perairan itu harus berlayar lebih
jauh ke tengah laut untuk bisa mencukupi
kebutuhan hidupnya. Dengan begitu
mereka seringkali memasuki perairan
negara tetangga, sehingga kerap harus berhadapan dengan patroli-patroli yang menjaga
perbatasan masing-masing negara. Seringkali jaring yang sudah ditebar dirusak dan para
nelayan ditangkap.
Sementara bagi banyak negara di kawasan itu, hasil industri perikanan menyumbang
banyak bagi ekonomi. Bagi Vietnam misalnya, sektor perikanan mengisi 7 persen dari produk
domestik brutto di tahun 2010 dan menjadi sumber protein terpenting bagi rakyatnya. Begitu
menurut FAO. Serupa dengan di Filipina, yang kehidupan 1,5 juta orang bergantung pada hasil
penangkapan ikan di Laut Cina Selatan.
Pertumbuhan Dan Minyak Bumi
Pertumbuhan ekonomi Cina dan Asia Tenggara serta meledaknya populasi juga
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi dan menaikkan nilai simpanan minyak di
kawasan itu. Ini merupakan salah satu alasan mengapa sengketa perairan itu semakin
meruncing di abad ke 21, begitu ungkap Andreas Seifert dari pusat informasi urusan militer,
Informationsstelle Militarisierung e.V..
-
23
Hingga kini masih belum diketahui
berapa banyak minyak dan gas bumi
yang terpendam di Laut Cina Selatan.
Dalam wawancara dengan Deutsche
Welle, pakar geografi Hans Georg
Babies mengatakan, "sengketa laut itu
menyebabkan belum adanya
perusahaan yang pernah
mengeksplorasi dan meneliti kawasan laut itu. Namun diperkirakan sumber itu bisa
menghasikan sampai 30 milyar ton minyak bumi, sama dengan jumlah cadangan minyak bumi
yang dimiliki Arab Saudi. Tak heran bahwa analis Shen Zewei di Singapura, menyebut Laut
Cina Selatan sebagai Teluk Persia yang kedua. Sementara Babies menanggapi perkiraan
hiperbolis tersebut dengan skeptis, dan mengingatkan bahwa temuan sebuah penelitian
Amerika Serikat baru menjamin adanya dua milyar ton minyak bumi.
Spekulasi memprovokasi Konflik
Spekulasi mengenai nilai minyak bumi tersebut merupakan alasan utama meruncingnya
konflik ini. Begitu pandangan Gerhard Will, pakar politik Asia di Berlin. Perkembangan
terakhir semakin menghambat tercapainya penyelesaian masalah secara bersama .Kepada
International Crisis Group (ICG), seorang pejabat Filipina mengatakan, "bahwa seluruh
kerjasama seputar kawasan ini tersandung. Negara-negara di kawasan meningkatkan
perlengkapan militernya. Cina telah membangun sebuah pangkalan kapal selam di kawasan
Hainan. Vietnam telah membeli sejumlah kapal perang dari Rusia dan Filipina berencana
membeli kapal selam dari Korea Selatan.
Meski begitu ICG menilai kecil kemungkinan pecah perang di kawasan Asia, karena semua
pihak menyadari bahwa itu bisa membuat seluruh kawasan terpuruk.
-
24
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Geopolitik berasal dari kata geo dan politik.Geo berarti bumi dan politik berasal dari bahasa
Yunani polite. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia artinya
urusan.Geopolitik biasa juga di sebut dengan wawasan nusantara. Geopolitik diartikan sebagai
sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang
didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang menitik beratkan pada
pertimbangan geografik, wilayah atau toritorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila
dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kapada sistem politik
suatu negara.
Sejak berakhirnya era perang dingin yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet, telah
terjadi ketidak seimbangan kekuatan utama dunia. Amerika sebagai satu satunya negara kuat
memperlihatkan sekaligus memanfaatkan hegemoninya atas negara negara lain. Lihatlah
konflik yang terjadi di Irak, Iran, Afganistan, Pakistan, Afrika bagian utara dimana kehadiran
militer negeri Paman Sam begitu nyata. Konflik Irak misalnya, melalui Presiden George W.
Bush, Amerika memutuskan menyerang Irak atas tuduhan sepihak atas kepemilikan senjata
kimia yang sampai sekarang tidak jelas pembuktiannya.
Rentetan perang ini tidak saja melibatkan keunggulan teknologi militer atas lawan
perangnya tapi juga memperlihatkan hegemoni kelompok blok barat yang diwakili oleh
Amerika dan NATO. Mereka benar benar memanfaatkan ketidak hadiran kekuatan
penyeimbang yang dulunya datang dari kekuatan Pakta Warsawa yang dimotori oleh Rusia.
Campur tangan asing jelas bukanlah suatu kebetulan. Ini merupakan usaha yang sengaja
dilakukan untuk mempertahankan pengaruh atau mengembalikan pengaruh negara negara
adidaya dalam percaturan global. Kejatuhan Husni Mubarak di Mesir jelas menghawatirkan
barat. Mereka takut Mesir akan jatuh ke tangan kekuatan Islam yang tidak pro barat seperti
bagaimana Mubarak dikenal sebelumnya. Menarik untuk melihat sikap barat terhadap rezim
yang akan berkuasa di Mesir setelah tumbangnya Husni Mubarak yang pro barat.
Melihat perkembangan tersebut, tidaklah mengherankan mengapa kemudian Rusia
menolak pendekatan militer untuk menyelesaikan konflik nuklir Iran dan mati matian
menolak pergantian rezim di Suriah dengan cara cara yang telah dilakukan barat terhadap
-
25
Tunisia, Maroko dan Yaman. Suriah adalah kawan lama di era Soviet dan menjadi satu
satunya pangkalan militer Rusia yang masih tersisa di kawasan itu. Sedangkan Iran secara tegas
menyatakan menolak zionisme dan berjanji akan menghancurkan zionisme yang notabene
adalah sekutu abadi Amerika.
Dalam Geopolitik mempengaruhi terhadap perebutan-perebutan sumber-sumber daya
energi seperti yang terjadi di asia, perebutan sumber-sumber mineral dan juga perebutan
kekayaan alam seperti laut cina.
-
26
DAFTAR PUSTAKA
http://renny-erari.blogspot.com/2013/06/perebutan-sumber-energi-air-di-kawasan.html
http://alamsyahpalenga.wordpress.com/2012/04/13/strategisnya-indonesia-arah-baru-
perkembangan-geopolitik-dunia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik
http://elokizra-y-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-44918-Umum-
Geopolitik,%20Geostrategi,%20dan%20Tatanan%20Dunia%20Baru.html
http://hankam.kompasiana.com/2011/11/03/indonesia-waspadalah-perang-perebutan-sumber-
daya-alam-sudah-dimulai-409416.html
http://bekang.kodam-mulawarman.mil.id/artikel/50-artikel?start=8
http://gazaxxx.blogspot.com/2012/12/kuburan-kapa-di-gurun-aral_12.html
http://www.siej.or.id/?w=glossary
http://www.commongroundnews.org/article.php?id=29671&lan=ba&sp=0
http://www.beritaheadline.com/bupati-ktt-ingin-temui-mendagri-soal-linuang-kayam/