geologi lokal sulawesi

9
2.3. Geologi Lokal Daerah Wundulako Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur, secara regional di Lembar Kolaka terdapat dua mendala (terrane) geologi sangat berbeda yang sering bersentuhan, yaitu : Mendala Sulawesi Timur dan Anjungan Tukangbesi-Buton. Mendala Geologi Sulawesi Timur dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan Anjungan Tukangbesi- Buton dicirikan oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan batuan malihan. Pada Mendala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan alas. Batuan ini bersama batuan penutupnya yaitu sedimen pelagis, secara regional diberi nama Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Batuan ultramafik terdiri dari peridotit, serpentinit, diorit, wherlit, harzburgit, gabro, basal, mafik malih dan magnetit yang umurnya diduga Kapur. Batuan malihan yang disebut Kompleks Pompangeo dikuasai oleh berbagai jenis sekis dan sedimen malih. Selain itu terdapat serpentinit dan sekis glaukofan. Diperkirakan batuan ini terbentuk dalam lajur penunjaman Benioff pada akhir Kapur Awal hingga Paleogen (Simandjuntak, 1980, 1986). Hubungan antara ultramafik dengan batuan malihan Kompleks Pompangeo adalah sentuhan tektonik. Peta geologi lokal daerah penelitian (Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka) dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa lokasi penelitian masuk dalam Kompleks Mekongga dan Kompleks Pompangeo. Keduanya dipisahkan oleh struktur berupa sesar, yaitu Sesar Kolaka. Sesar Kolaka memiliki panjang sekitar 250 km dari pantai Teluk Bone sampai ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Umumnya

Upload: meyliani-yolanda-sovia

Post on 16-Jan-2016

272 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

abcd

TRANSCRIPT

Page 1: Geologi Lokal Sulawesi

2.3. Geologi Lokal Daerah Wundulako

Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur, secara regional di Lembar Kolaka

terdapat dua mendala (terrane) geologi sangat berbeda yang sering bersentuhan, yaitu :

Mendala Sulawesi Timur dan Anjungan Tukangbesi-Buton. Mendala Geologi Sulawesi

Timur dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan Anjungan

Tukangbesi-Buton dicirikan oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan

batuan malihan. Pada Mendala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan

ultramafik yang merupakan batuan alas. Batuan ini bersama batuan penutupnya yaitu

sedimen pelagis, secara regional diberi nama Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Batuan

ultramafik terdiri dari peridotit, serpentinit, diorit, wherlit, harzburgit, gabro, basal, mafik

malih dan magnetit yang umurnya diduga Kapur. Batuan malihan yang disebut Kompleks

Pompangeo dikuasai oleh berbagai jenis sekis dan sedimen malih. Selain itu terdapat

serpentinit dan sekis glaukofan. Diperkirakan batuan ini terbentuk dalam lajur penunjaman

Benioff pada akhir Kapur Awal hingga Paleogen (Simandjuntak, 1980, 1986). Hubungan

antara ultramafik dengan batuan malihan Kompleks Pompangeo adalah sentuhan tektonik.

Peta geologi lokal daerah penelitian (Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka)

dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa lokasi penelitian masuk

dalam Kompleks Mekongga dan Kompleks Pompangeo. Keduanya dipisahkan oleh struktur

berupa sesar, yaitu Sesar Kolaka. Sesar Kolaka memiliki panjang sekitar 250 km dari pantai

Teluk Bone sampai ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Umumnya sesar ini sejajar jika

dilihat dari citra IFSAR (Gambar 2.3). Beberapa sungai di pantai barat di Teluk Bone yang

dipotong olehnya bergeser ke kiri, mengindikasikan bawhwa Sesar Kolaka berjenis sesar

geser mengiri.

Page 2: Geologi Lokal Sulawesi

Gambar 2.4. Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian (Simandjuntak, Surono dan Sukido,1994).

Berdasarkan peta geologi daerah penelitian (Gambar 2.4), daerah penelitian dan sekitarnya

meliputi aluvium, Formasi Alangga, Formasi Langkolawa, Kompleks Pompangeo, dan

Kompleks Mekongga. Berikut ini penjelasan dari formasi yang ada pada peta lokal.

Aluvium

Aluvium terdiri dari : lumpur, lempung, pasir,kerikil dan kerakal.

Lumpur berwarna kelabu tua hingga coklat kemerahan; mengandung lapisan halus

yang tampak dari perbedaan warna; setempat mengandung sisa tumbuhan. Tebal

lapisan dari beberapa cm sampai puluhan cm. Kedua yaitu lempung berwama

kecoklatan sampai coklat kemerahan atau kelabu muda; berlapis, berselingan dengan

batupasir belum padat, kerikil dan kerakal. Tebal lapisan dari beberapa cm sampai

puluhan cm. Ketiga ialah pasir berwama kecoklatan; berbutir halus sampai

lempungan; berlapis; setempat berstruktur silang siur; mengandung sisa tumbuhan,

belum padat. Tebal lapisannya dari beberapa cm sampai puluhan cm. Keempat,kerikil

dan kerakal berwarna kelabu hingga kelabu kecoklatan; bersifat lepas; kepingan

terdiri dari batuan ultramafik, mafik, batuan malihan, sedimen malih korai, dan

kalkarenit; ukuran berkisar beberapa cm sampai puluhan cm, setempat mencapai 1 m;

Page 3: Geologi Lokal Sulawesi

membulat tanggung sampai membulat; belum padat. Satuan ini berupa endapan rawa

sungai dan pantai. Sebarannya meliputi daerah dataran, terutarna dekat pantai dan tepi

sungai. Umurnya diperkirakan Holosen.

Kompleks Pompangeo

Terdapat berbagai jenis sekis di antaranya sekis mika, sekis klorit, sekis mika-grafit,

sekis kuarsa-mika, sekis glaukofan, sekis yakut-amfibolit, dan setempat genes,

horenfels dan eklogit. Sekis biasanya berwarna kelabu muda sampai tua, kelabu

kehijauan, kelabu kecoklatan, dan hitam bergaris-garis putih, keras, umumnya

memperlihatkan perdaunan yang sebagian terlipat. Mineral penyusun utamanya

adalah kuarsa, horenblenda, muskovit, felspar, glaukofan, yakut, kordierit, klorit,

serisit, epidot, lawsonit, zeolit, serta sedikit apatit, titanit dan oksida besi sebagai

mineral ikutan. Genes berwama kelabu muda-tua dan kehijauan; umumnya bergaris-

garis putih: berbutir halus sampai kasar; bertekstur heteroblas, setempat porfiroblas

dengan mineral granoblas yang berbutir sedang. Mineral penyusun utamanya kuarsa,

amfibol, yakut, kordierit, epidot, zeolit, serta bijih.

Kuarsit, berwama kelabu dan coklat, berbutir halus sampai sedang; terbentuk oleh

mineral granoblas dan senoblas. Kuarsa ini merupakan mineral utamanya; mencapai

75% dan setempat mengandung pirit.

Horenfels, berwarna kelabu kecoklatan; berbutir halus-sedang; tekstur heteroblas dan

memperlihatkan struktur horenfels; mengandung banyak barik kuarsa.

Eklogit, berwama kelabu tua sampai hitam, berbintik coklat clari yakut; bertekstur

heteroblas, nematoblas; terdiri dari mineral lepidoblas, memperlihatkan hubungan

antar butir yang saling mengunci. Umumnya terdapat pengarahan mineral. Yakut

biasanya berbentuk presintetik, dan bertekstur lepas; perdaunan berkembang baik di

beberapa tempat.

Filit, berwarna kelabu, coklat dan hitam; umumnya keras dan agak keras; mudah

pecah pada bidang belah atau perdaunan; bertekstur blastopsamit. Mineral

penyusunnya kuarsa, biotit, muskovit, klorit, epidot, lawsonit dan prehnit.

Sekis glaukofan, berwarna kelabu tua dan kehitaman; bertekstur heteroblas de-ngan

mineralnya berbentuk lepidoblas, nematoblas dan granoblas.

Eklogit dan sekis glaukofan terdapat di beberapa tempat di dalam Kompleks

Pompangeo dalam singkapan yang sempit (berukuran beberapa meter sampai puluhan

meter). Batuan malihan tekanan tinggi ini diduga terbentuk dalam lajur penunjaman

Page 4: Geologi Lokal Sulawesi

Benioff dan kemudian terangkat ke permukaan bersama-sama batuan ultramafik dan

mafik (Sukamto, 1975; Simandjuntak, 1981).

Pualam (MTmm); berwama kelabu dan kehitaman; bertekstur heteroblas; berbutir

antara 0,05 dan 0,5 mm; mineralnya memperlihatkan pengarahan. Batuan ini tersusun

oleh kalsit (80%), kuarsa (5%), muskovit (4%) dan klorit (6%). Terdapat secara

setempat dengan ketebalan dari be-berapa meter sampai beberapa puluh meter, yang

nampaknya multi terjadinya mclensa dan setempat menjemari dengan batuan anal

sedimen di Kompleks Pompangeo.

Kelompok Pompangeo ini terutama terbentuk oleh sekis, sedangkan genes, horenfels,

pualam dan flit terdapat dalam jumlah kecil. Eklogit dan amfibol itu terdapat secara

setempat, berupa kepungan dalam batuan sekis. Diperkirakan, eklogit ini merupakan

hasil pemalihan balik rendah (retrograte metamorphism), yang terbentuk dalam lajur

tunjaman dan diduga miring ke barat pada akhir Mesozoikum (Simandjun-tak, drr.,

1981; Sukamto dan Simandjuntak, 1982). Kompleks Pompangeo ini bersentuhan

tektonik dengan batuan ultrainafik dan mafik (Ofiolit Sulawesi Timur) dan dengan

Formasi Latimojong dan Vulkanik Paleogen di Mendala Sulawesi Barat (Lembar

Poso, Simandjuntak, drr., 1982). Umur satuan ini belum diketahui pasti tetapi diduga

tidak lebih tua dari Kapur Akhir - Trias Awal. Sebaran satuan ini cukup luas di barat

Lembar (Peg. Rumbia dan Peg. Anggowala), dan di bagian tengah P. Kabaena.

Tebalnya sulit ditentukan; didasarkan pada panampang geologi, diperkirakan lebih

dari 1000 m.

Kompleks Mekongga

Kompleks Mekongga terdiri dari sekis, genes, dan kuarsit.

Sekis, berwarna kelabu kecoklatan, hitam bergaris-garis putih, dan kelabu kehijauan;

menyekis sangat baik. Setempat terdapat bank kuarsa dengan tebal beberapa cm dan

panjang beberapa puluh cm, yang sejajar dan setempat memotong bidang perdaunan.

Sekis terdiri dari sekis mika, sekis yakut, sekis klorit, sekis aktinolit, dan sekis

aktinolit lawsonit.

Genes, berwarna kelabu muda hingga kelabu kehijauan bertekstur heteroblas dengan

mineral penyusun terdiri dari kuarsa, biotit, muskovit, arnfibol dan setempat

plagioklas; tebal dari beberapa cm hingga beberapa puluh cm.

Kuarsit, berwama putih hingga kelabu muda, berbutir halus, granoblastik,

mengandung sedikit biotit dan mineral hitam. Umumnya terdapat sebagai sisipan

setempat dalam sekis; ketebalan dari beberapa cm sampai lebih 1m.

Page 5: Geologi Lokal Sulawesi

Formasi Alangga

Formasi Alangga terdiri dari konglomerat dan batupasir.

Konglomerat, berwama putih kelabu hingga kelabu kekuningan; penyusun utamanya

kuarsa, setempat batuan ultramafik dan malih; butiran antara 0,5 dan 5 cm dan

setempat mencapai 12 cm, terpilah buruk-sedang; membundar benar; massa-dasar

pasir kuarsa; belum padat dan setempat terekat oleh oksida besi; terdapat oksida besi

berpola menjaring hingga talc beraturan; berlapis buruk hingga tak berlapis. Setempat

struktur sedimen silang-siur ukuran kecil; tebal lapisan antara 10 – 100 cm.

Batupasir, berwarna kuning kecoklat-an hingga kuning kemerahan; mineral

penyusunnya kuarsa dan sedikit mineral hitam; berbutir kasar-sangat kasar, terpilah

buruk; menyudut tanggung-membundar tanggung; kemas tertutup; setempat tersemen

oleh oksida besi belum padat; terdapat perlapisan bersusun dan silang-siur ukuran

kecil. Tebal lapisan antara 10 - 50 cm dan pada beberapa tempat berbentuk lensa.

Fosil di dalam formasi ini tidak dijumpai. Formasi Alangga menindih takselaras

Formasi Eemoiko dan Formasi Boepinang. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya,

Formasi Alangga diduga berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapannya

darat. Tebal fonnasi berkisar dan beberapa puluh meter hingga sekitar 125 m.

Sebarannya meluas di bagian tengah Lembar, yaitu di sekitar Alangga dan beberapa

tempat lainnya. Tipe lokasinya terdapat di daerah Alangga, Kecamatan Tinanggea,

Sulawesi Tenggara; yang memperlihatkan tingkat singkapan yang baik.

Formasi Langkowala

Terdiri dari batupasir, serpih dan konglomerat.

Batupasir, berwarna kelabu hingga kelabit kehitaman dan coklat kemerahan; berbutir

sedang sampai sangat kasar, membundar tanggung-menyudut tanggung; agak padat

hingga padat; penyusun utamanya kuarsa, setempat terdapat mineral gelap dan

mikaan, silang siur dan lapisan bersusun dijumpai pada batuan ini. Setempat

konglomeratan yang tersusun oleh kepingan batuan ultramafik, mafik dan kuarsa

susu. Perekatnya oksida besi dan setempat karbonat. Pada beberapa tempat batuan ini

mempunyai lapisan yang me-ngandung sisa tumbuhan dan lignit. Tebal lapisan

batupasir 10 cm hingga 2 m.

Konglomerat, berwarna kelabu hingga kecoklatan; kemas terbuka; komponen

pembentuk utama terdiri dari kuarsa susu, batuan ultramafik, batuan mafik dan batuan

malihan, berukuran antara 0,5 hingga 3 cm di beberapa tempat mencapai ukuran

Page 6: Geologi Lokal Sulawesi

bongkah, membundar-bundar terpilah buruk; massa dasar batupasir; tersemen oleh

oksida besi; padat dan keras. Batuan ini biasanya berbentuk lensa dan tidak berlapis.

Serpih, berwarna kelabu muda hingga kelabu tua; tebal antara 5 dan 10 cm; terdapat

sebagai sisipan dalam batupasir.

Fosil tidak dijumpai dalam Formasi Langkowala. Formasi ini tertindih secara

takselaras oleh Formasi Boepinang yang berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan ini

diduga paling tidak berumur awal Miosen Akhir atau akhir Miosen Tengah.

Lingkungan pengendapannya diduga laut dangkal hingga darat. Tebal Fonnasi

mencapai 450 m.

Sebaran formasi ini terutarna di bagian selatan Lembar, terbentang dari Kasiputih

hingga Roraya, dan di sekitar daerah Pamandati.