geologi lokal sulawesi
DESCRIPTION
abcdTRANSCRIPT
2.3. Geologi Lokal Daerah Wundulako
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur, secara regional di Lembar Kolaka
terdapat dua mendala (terrane) geologi sangat berbeda yang sering bersentuhan, yaitu :
Mendala Sulawesi Timur dan Anjungan Tukangbesi-Buton. Mendala Geologi Sulawesi
Timur dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan Anjungan
Tukangbesi-Buton dicirikan oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan
batuan malihan. Pada Mendala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan
ultramafik yang merupakan batuan alas. Batuan ini bersama batuan penutupnya yaitu
sedimen pelagis, secara regional diberi nama Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Batuan
ultramafik terdiri dari peridotit, serpentinit, diorit, wherlit, harzburgit, gabro, basal, mafik
malih dan magnetit yang umurnya diduga Kapur. Batuan malihan yang disebut Kompleks
Pompangeo dikuasai oleh berbagai jenis sekis dan sedimen malih. Selain itu terdapat
serpentinit dan sekis glaukofan. Diperkirakan batuan ini terbentuk dalam lajur penunjaman
Benioff pada akhir Kapur Awal hingga Paleogen (Simandjuntak, 1980, 1986). Hubungan
antara ultramafik dengan batuan malihan Kompleks Pompangeo adalah sentuhan tektonik.
Peta geologi lokal daerah penelitian (Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka)
dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari peta tersebut dapat dilihat bahwa lokasi penelitian masuk
dalam Kompleks Mekongga dan Kompleks Pompangeo. Keduanya dipisahkan oleh struktur
berupa sesar, yaitu Sesar Kolaka. Sesar Kolaka memiliki panjang sekitar 250 km dari pantai
Teluk Bone sampai ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Umumnya sesar ini sejajar jika
dilihat dari citra IFSAR (Gambar 2.3). Beberapa sungai di pantai barat di Teluk Bone yang
dipotong olehnya bergeser ke kiri, mengindikasikan bawhwa Sesar Kolaka berjenis sesar
geser mengiri.
Gambar 2.4. Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian (Simandjuntak, Surono dan Sukido,1994).
Berdasarkan peta geologi daerah penelitian (Gambar 2.4), daerah penelitian dan sekitarnya
meliputi aluvium, Formasi Alangga, Formasi Langkolawa, Kompleks Pompangeo, dan
Kompleks Mekongga. Berikut ini penjelasan dari formasi yang ada pada peta lokal.
Aluvium
Aluvium terdiri dari : lumpur, lempung, pasir,kerikil dan kerakal.
Lumpur berwarna kelabu tua hingga coklat kemerahan; mengandung lapisan halus
yang tampak dari perbedaan warna; setempat mengandung sisa tumbuhan. Tebal
lapisan dari beberapa cm sampai puluhan cm. Kedua yaitu lempung berwama
kecoklatan sampai coklat kemerahan atau kelabu muda; berlapis, berselingan dengan
batupasir belum padat, kerikil dan kerakal. Tebal lapisan dari beberapa cm sampai
puluhan cm. Ketiga ialah pasir berwama kecoklatan; berbutir halus sampai
lempungan; berlapis; setempat berstruktur silang siur; mengandung sisa tumbuhan,
belum padat. Tebal lapisannya dari beberapa cm sampai puluhan cm. Keempat,kerikil
dan kerakal berwarna kelabu hingga kelabu kecoklatan; bersifat lepas; kepingan
terdiri dari batuan ultramafik, mafik, batuan malihan, sedimen malih korai, dan
kalkarenit; ukuran berkisar beberapa cm sampai puluhan cm, setempat mencapai 1 m;
membulat tanggung sampai membulat; belum padat. Satuan ini berupa endapan rawa
sungai dan pantai. Sebarannya meliputi daerah dataran, terutarna dekat pantai dan tepi
sungai. Umurnya diperkirakan Holosen.
Kompleks Pompangeo
Terdapat berbagai jenis sekis di antaranya sekis mika, sekis klorit, sekis mika-grafit,
sekis kuarsa-mika, sekis glaukofan, sekis yakut-amfibolit, dan setempat genes,
horenfels dan eklogit. Sekis biasanya berwarna kelabu muda sampai tua, kelabu
kehijauan, kelabu kecoklatan, dan hitam bergaris-garis putih, keras, umumnya
memperlihatkan perdaunan yang sebagian terlipat. Mineral penyusun utamanya
adalah kuarsa, horenblenda, muskovit, felspar, glaukofan, yakut, kordierit, klorit,
serisit, epidot, lawsonit, zeolit, serta sedikit apatit, titanit dan oksida besi sebagai
mineral ikutan. Genes berwama kelabu muda-tua dan kehijauan; umumnya bergaris-
garis putih: berbutir halus sampai kasar; bertekstur heteroblas, setempat porfiroblas
dengan mineral granoblas yang berbutir sedang. Mineral penyusun utamanya kuarsa,
amfibol, yakut, kordierit, epidot, zeolit, serta bijih.
Kuarsit, berwama kelabu dan coklat, berbutir halus sampai sedang; terbentuk oleh
mineral granoblas dan senoblas. Kuarsa ini merupakan mineral utamanya; mencapai
75% dan setempat mengandung pirit.
Horenfels, berwarna kelabu kecoklatan; berbutir halus-sedang; tekstur heteroblas dan
memperlihatkan struktur horenfels; mengandung banyak barik kuarsa.
Eklogit, berwama kelabu tua sampai hitam, berbintik coklat clari yakut; bertekstur
heteroblas, nematoblas; terdiri dari mineral lepidoblas, memperlihatkan hubungan
antar butir yang saling mengunci. Umumnya terdapat pengarahan mineral. Yakut
biasanya berbentuk presintetik, dan bertekstur lepas; perdaunan berkembang baik di
beberapa tempat.
Filit, berwarna kelabu, coklat dan hitam; umumnya keras dan agak keras; mudah
pecah pada bidang belah atau perdaunan; bertekstur blastopsamit. Mineral
penyusunnya kuarsa, biotit, muskovit, klorit, epidot, lawsonit dan prehnit.
Sekis glaukofan, berwarna kelabu tua dan kehitaman; bertekstur heteroblas de-ngan
mineralnya berbentuk lepidoblas, nematoblas dan granoblas.
Eklogit dan sekis glaukofan terdapat di beberapa tempat di dalam Kompleks
Pompangeo dalam singkapan yang sempit (berukuran beberapa meter sampai puluhan
meter). Batuan malihan tekanan tinggi ini diduga terbentuk dalam lajur penunjaman
Benioff dan kemudian terangkat ke permukaan bersama-sama batuan ultramafik dan
mafik (Sukamto, 1975; Simandjuntak, 1981).
Pualam (MTmm); berwama kelabu dan kehitaman; bertekstur heteroblas; berbutir
antara 0,05 dan 0,5 mm; mineralnya memperlihatkan pengarahan. Batuan ini tersusun
oleh kalsit (80%), kuarsa (5%), muskovit (4%) dan klorit (6%). Terdapat secara
setempat dengan ketebalan dari be-berapa meter sampai beberapa puluh meter, yang
nampaknya multi terjadinya mclensa dan setempat menjemari dengan batuan anal
sedimen di Kompleks Pompangeo.
Kelompok Pompangeo ini terutama terbentuk oleh sekis, sedangkan genes, horenfels,
pualam dan flit terdapat dalam jumlah kecil. Eklogit dan amfibol itu terdapat secara
setempat, berupa kepungan dalam batuan sekis. Diperkirakan, eklogit ini merupakan
hasil pemalihan balik rendah (retrograte metamorphism), yang terbentuk dalam lajur
tunjaman dan diduga miring ke barat pada akhir Mesozoikum (Simandjun-tak, drr.,
1981; Sukamto dan Simandjuntak, 1982). Kompleks Pompangeo ini bersentuhan
tektonik dengan batuan ultrainafik dan mafik (Ofiolit Sulawesi Timur) dan dengan
Formasi Latimojong dan Vulkanik Paleogen di Mendala Sulawesi Barat (Lembar
Poso, Simandjuntak, drr., 1982). Umur satuan ini belum diketahui pasti tetapi diduga
tidak lebih tua dari Kapur Akhir - Trias Awal. Sebaran satuan ini cukup luas di barat
Lembar (Peg. Rumbia dan Peg. Anggowala), dan di bagian tengah P. Kabaena.
Tebalnya sulit ditentukan; didasarkan pada panampang geologi, diperkirakan lebih
dari 1000 m.
Kompleks Mekongga
Kompleks Mekongga terdiri dari sekis, genes, dan kuarsit.
Sekis, berwarna kelabu kecoklatan, hitam bergaris-garis putih, dan kelabu kehijauan;
menyekis sangat baik. Setempat terdapat bank kuarsa dengan tebal beberapa cm dan
panjang beberapa puluh cm, yang sejajar dan setempat memotong bidang perdaunan.
Sekis terdiri dari sekis mika, sekis yakut, sekis klorit, sekis aktinolit, dan sekis
aktinolit lawsonit.
Genes, berwarna kelabu muda hingga kelabu kehijauan bertekstur heteroblas dengan
mineral penyusun terdiri dari kuarsa, biotit, muskovit, arnfibol dan setempat
plagioklas; tebal dari beberapa cm hingga beberapa puluh cm.
Kuarsit, berwama putih hingga kelabu muda, berbutir halus, granoblastik,
mengandung sedikit biotit dan mineral hitam. Umumnya terdapat sebagai sisipan
setempat dalam sekis; ketebalan dari beberapa cm sampai lebih 1m.
Formasi Alangga
Formasi Alangga terdiri dari konglomerat dan batupasir.
Konglomerat, berwama putih kelabu hingga kelabu kekuningan; penyusun utamanya
kuarsa, setempat batuan ultramafik dan malih; butiran antara 0,5 dan 5 cm dan
setempat mencapai 12 cm, terpilah buruk-sedang; membundar benar; massa-dasar
pasir kuarsa; belum padat dan setempat terekat oleh oksida besi; terdapat oksida besi
berpola menjaring hingga talc beraturan; berlapis buruk hingga tak berlapis. Setempat
struktur sedimen silang-siur ukuran kecil; tebal lapisan antara 10 – 100 cm.
Batupasir, berwarna kuning kecoklat-an hingga kuning kemerahan; mineral
penyusunnya kuarsa dan sedikit mineral hitam; berbutir kasar-sangat kasar, terpilah
buruk; menyudut tanggung-membundar tanggung; kemas tertutup; setempat tersemen
oleh oksida besi belum padat; terdapat perlapisan bersusun dan silang-siur ukuran
kecil. Tebal lapisan antara 10 - 50 cm dan pada beberapa tempat berbentuk lensa.
Fosil di dalam formasi ini tidak dijumpai. Formasi Alangga menindih takselaras
Formasi Eemoiko dan Formasi Boepinang. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya,
Formasi Alangga diduga berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapannya
darat. Tebal fonnasi berkisar dan beberapa puluh meter hingga sekitar 125 m.
Sebarannya meluas di bagian tengah Lembar, yaitu di sekitar Alangga dan beberapa
tempat lainnya. Tipe lokasinya terdapat di daerah Alangga, Kecamatan Tinanggea,
Sulawesi Tenggara; yang memperlihatkan tingkat singkapan yang baik.
Formasi Langkowala
Terdiri dari batupasir, serpih dan konglomerat.
Batupasir, berwarna kelabu hingga kelabit kehitaman dan coklat kemerahan; berbutir
sedang sampai sangat kasar, membundar tanggung-menyudut tanggung; agak padat
hingga padat; penyusun utamanya kuarsa, setempat terdapat mineral gelap dan
mikaan, silang siur dan lapisan bersusun dijumpai pada batuan ini. Setempat
konglomeratan yang tersusun oleh kepingan batuan ultramafik, mafik dan kuarsa
susu. Perekatnya oksida besi dan setempat karbonat. Pada beberapa tempat batuan ini
mempunyai lapisan yang me-ngandung sisa tumbuhan dan lignit. Tebal lapisan
batupasir 10 cm hingga 2 m.
Konglomerat, berwarna kelabu hingga kecoklatan; kemas terbuka; komponen
pembentuk utama terdiri dari kuarsa susu, batuan ultramafik, batuan mafik dan batuan
malihan, berukuran antara 0,5 hingga 3 cm di beberapa tempat mencapai ukuran
bongkah, membundar-bundar terpilah buruk; massa dasar batupasir; tersemen oleh
oksida besi; padat dan keras. Batuan ini biasanya berbentuk lensa dan tidak berlapis.
Serpih, berwarna kelabu muda hingga kelabu tua; tebal antara 5 dan 10 cm; terdapat
sebagai sisipan dalam batupasir.
Fosil tidak dijumpai dalam Formasi Langkowala. Formasi ini tertindih secara
takselaras oleh Formasi Boepinang yang berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan ini
diduga paling tidak berumur awal Miosen Akhir atau akhir Miosen Tengah.
Lingkungan pengendapannya diduga laut dangkal hingga darat. Tebal Fonnasi
mencapai 450 m.
Sebaran formasi ini terutarna di bagian selatan Lembar, terbentang dari Kasiputih
hingga Roraya, dan di sekitar daerah Pamandati.