ganti rugi pembatalan khitbah dalam...

Download GANTI RUGI PEMBATALAN KHITBAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2805/1/SITI... · hal-hal yang berkaitan dengan sistem kepercayaan.5 ... Melamar artinya

If you can't read please download the document

Upload: donga

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • GANTI RUGI PEMBATALAN KHITBAH

    DALAM TINJAUAN SOSIOLOGIS

    (Studi Kasus Masyarakat Desa Pulung Rejo

    Kecamatan Rimbo Ilir Jambi)

    Oleh:

    Siti Nurhayati

    Nim: 106043201353

    KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

    PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1432 H/2011 M

  • GANTI RUGI PEMBATALAN KHITBAH

    DALAM TINJAUAN SOSIOLOGIS

    (Studi Kasus Masyarakat Desa Pulung Rejo

    Kecamatan Rimbo Ilir Jambi)

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

    Oleh:

    Siti Nurhayati

    NIM. 106043201353

    Di bawah Bimbingan:

    Pembimbing

    Dr. H. Afifi Fauzi Abbas, MA

    NIP: 19560906 198203 1 004

    KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

    JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1432 H / 2011 M

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul Ganti Rugi Pembatalan Khitabah Dalam Tinjauan Sosiologis

    (Studi Kasus Masyarakat Desa Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir Jambi) telah

    diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada 1 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima

    sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi

    Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH).

    Jakarta, 1 Maret 2011

    Mengesahkan,

    Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

    Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

    NIP. 195505051982031012

    PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

    1. Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag (...) NIP: 196511191998031002

    2. Sekretaris : Fahmi M. Ahmadi, S. Ag. M.Si (...) NIP: 197412132003121002

    3. Pembimbing : Dr. H. Afifi Fauzi Abbas, MA (...) NIP: 195609061982031004

    4. Penguji I : Drs. Noryamin Aini, MA (...) NIP: 19630305199103002

    5. Penguji II : Dr. Euis Nurlaelawati, MA (...) NIP: 197007041996032002

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

    satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta

    3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil asli saya atau

    merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

    yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta,

    Siti Nurhayati

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirabbil alamiin, tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain

    ungkapan puja dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang

    diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

    Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

    juga kepada kelurga, sahabat dan umatnya yang senantiasa mengikiti jejak langkah

    beliau sampai hari akhir nanti, amiin.

    Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan serta hambatan yang

    penulis hadapi. Namun, berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan hati dan kerja

    keras disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak langsung maupun tidak

    langsung, segala kesulitan serta hambatan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya dan

    akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

    Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menghaturkan

    terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH., MA., MM., Dekan

    Fakkultas Syariah dan Hukum

    2. Dr. H. Muhammad Taufiki M.Ag, selaku ketua program studi perbandingan

    madzhab dan hukum, dan Bpk. Fahmi Muhammad Ahmadi S.Ag, M.Si,

    selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum yang

    telah memberikan arahan, bimbingan dan motifasi kepada penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

  • ii

    3. Bapak Dr. H. Afifi Abbas, MA selaku Dosen Pembimbing, yang telah sabar

    membimbing dan memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi.

    4. Pimpinan perpustakaan beserta stafnya yang telah memberikan fasilitas

    kepada penulis untuk mengadakan studi pustaka

    5. Ucapan terima kasih ini juga penulis haturkan secara khusus kepada

    Ayahanda Marino dan Ibunda tercinta Sutini yang senatiasa berjuang dan

    berdoa dan mendukung penuh secara materi dan imateri hingga penulis dapat

    menyelesaikan studi ini

    6. Kakak- kakakku yang selalu memberikan nasehat dan kepada adikku tercinta

    Wifi, Syahrul yang memberikan kecerian dalam hidupku dan seluruh keluarga

    di rumah yang senantiasa mengisi warna indah dalam ruang kehidupan

    penulis, semoga kami akan selalu bersama mewarnai indahnya hidup ini

    hingga mentari tak bersinar lagi.

    7. Kepada seluruh teman-teman seperjuanganku PMH angkatan 2006 serta

    semua pihak yang telah tersita waktu maupun tenaganya yang tidak dapat

    penulis sebutkan satu-persatu. Hanya kepada Allah jua lah Penulis serahkan

    semoga dapat dibalas dengan pahala yang setimpal.

    Tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

    Saran dan kritik penulis sangat harapkan demi perbaikan ke depan.

    Jakarta, 18 Januari 2011

    15 Shafar 1432

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................. 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 8

    D. Riview Terdahulu ............................................................................ 9

    E. Objek Penelitian .............................................................................. 10

    F. Metode Penelitian............................................................................ 11

    G. Sistematika Penulisan...................................................................... 14

    BAB II PROSES KHITBAH MASYARAKAT DESA PULUNG REJO

    KECAMATAN RIMBO ILIR JAMBI

    A. Sekilas tentang Khitbah dalam presfektif Fiqih .............................. 16

    B. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pulung Rejo ........................... 31

    C. Pelaksanaan Khitbah Desa Pulung Rejo Kecamatan

    Rimbo Ilir Jambi ............................................................................. 36

    BAB III BEBERAPA PENYEBAB PEMBATALAN KHITBAH DESA

    PULUNG REJO KEC. RIMBO ILIR JAMBI

    A. Faktor Adanya Pihak Ketiga............................................................. 47

    B. Faktor Pendidikan ............................................................................ 49

  • iv

    C. Faktor Ekonomi ................................................................................ 51

    D. Faktor Ketaatan................................................................................. 52

    E. Faktor Kematian .............................................................................. 55

    BAB IV GANTI RUGI PEMBATALAN KHITBAH PADA

    MASYARAKAT DESA PULUNG REJO

    A. Pengetahuan Masyarakat Desa Pulung Rejo Tentang Ganti Rugi

    Dalam Pembatalan Khitbah .............................................................. 57

    B. Tinjauan Sosiologis Ganti Rugi Pembatalan Khitbah Masyarakat

    Desa Pulung Rejo ............................................................................. 67

    C. Analisis Ganti Rugi Pembatalan Khitbah Desa Pulung Rejo ........... 70

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 77

    B. Saran ............................................................................................... 80

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pergaulan hidup manusia diatur antara lain oleh kaedah-kaedah yang

    merupakan pedoman atau patokan dalam batas-batas perikelakuan manusia.

    Secara sadar maupun tidak, dalam kehidupan sehari-hari manusia dibatasi

    perikelakuannya, agar dia tidak merugikan pihak lain. Pelanggaran terhadap

    batas-batas yang ditentukan oleh kaedah-kaedah tersebut, akan menyebabkan

    terjadinya pertentangan kepentingan yang mungkin sekali akan menggoncangkan

    seluruh masyarakat atau bagian-bagian tertentu dari masyarakat. 1

    Dalam masyarakat maupun kelompok-kelompok sosial lainnya, senantiasa

    dikenal apa yang disebut dengan pengendalian sosial (social control). Sistem

    pengendalian sosial (disebut juga pengendalian sosial saja atau kontrol sosial

    atau kadang-kadang juga dinamakan pengawasan sosial) adalah, suatu proses

    baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak,

    membimbing, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai

    dan kaedah-kaedah yang berlaku. 2

    1 Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), h. 47.

    2 Ibid., h. 48.

  • 2

    Pengendalian sosial dapat bersifat preventif dan represif. Pada

    pengendalian sosial yang bersifat preventif, merupakan usaha yang dilakukan

    sebelum terjadi pelanggaran, tujuannya untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

    Sedangkan pengendalian sosial yang bersifat represif diadakan, apabila telah

    terjadi pelanggaran dan berusaha hendak memulihkan keadaan pada situasi

    semula atau sebelum pelanggaran itu terjadi.3

    Pengalaman-pengalaman hidup manusia dalam masyarakat selalu

    dihadapkan pada nilai-nilai hidup. Nilai-nilai tersebut selanjutnya akan

    membentuk pola tingkah laku masyarakat, yang secara umum harus diindahkan

    dan dihormati oleh warga masyarakat di lingkungan tersebut. Nilai-nilai hidup

    yang membentuk pola tingkah laku ini pada proses selanjutnya akan membentuk

    norma-norma yang berisi perintah dan larangan yang tujuanya untuk mengatur

    kehidupan masyarakat. Nilai-nilai inilah yang dinamakan dengan hukum yang

    hidup dalam masyarakat atau dikenal dengan adat istiadat.4

    Kata adat sebenarnya berasal dari bahas Arab, yang berati kebiasaan.

    Pendapat lain menyatakan, bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta

    a (berarti bukan) dan dato (yang artinya sifat kebendaan). Dengan

    demikian, maka adat sebenarnya bersifat immaterial: artinya, adat menyangkut

    hal-hal yang berkaitan dengan sistem kepercayaan.5

    3 Ibid., h. 49.

    4Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 47.

    5 Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: CV Rajawali,

    1981), h. 83.

  • 3

    Adapun kenyataan yang hidup di Desa Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir

    Jambi, yang moyoritas masyarakatnya merupakan transmigran dari pulau Jawa.

    Maka mereka pun tetap mengembangkan tradisi atau kebiasan yang mereka

    lakukan pada saat masih tinggal di Jawa. Salah satu kebiasaan adat yang tidak

    ditinggalkan adalah dalam masalah pelaksanaan pernikahan yang termasuk di

    dalamnya tentang khitbah atau lamaran. Bagi masyarakat Pulung Rejo ini orang

    yang akan menikah harus melakukan lamaran terlebih dahulu kepada pihak

    perempuan.

    Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu di antara pria dan

    wanita yang akan menikah terkadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini

    orang tualah yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang

    apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa

    dibicarakan hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.

    1. Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang

    lazim disebut Jodang ( tempat makanan dan lain sebagainya ) yang dipikul

    oleh empat orang pria.

    2. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain: Jadah (dodol), wajik, rengginang dan sebagainya.

    3. Menurut naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak glutennya sehingga lengket dan diharapkan

    kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket (pliket, Jawa).

    4. Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak keluarga laki-laki dan perempuan, merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara pening

    setan. Banyak keluarga Jawa masih melestarikan sistem pemilihan hari dalam

    baik untuk upacara pening setan dan hari ijab pernikahan.6

    6 http//Id. Wikipedia.Org/Wiki/Upacara_Pernikahan, diakses pada tanggal 23 juli 2010.

  • 4

    Menurut hukum adat suatu perjanjian dapat terjadi antara dua pihak yang

    saling berjanji atau dikarenakan sifatnya dianggap ada perjanjian. Suatu

    perjanjian belum tentu akan terus mengikat para pihak walaupun telah disepakati.

    Supaya perjanjian disepakati dapat mengikat harus ada tanda ikatan. Tetapi

    dengan adanya tanda ikatan belum tentu suatu perjanjian itu dapat dipenuhi.

    Tanda pengikat dari suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah

    pihak, di mana kedua pihak berkewajiban memenuhi perjanjian yang telah

    disepakati itu. Istilah yang terkenal dalam adat Jawa sebagai tanda jadi adalah

    panjer khususnya dalam perjanjian kebendaan, walaupun terkadang juga dipakai

    dalam hubungan perkawinan.7 Namun secara umum yang terkenal dalam istilah

    perjanjian dalam hubungan pernikahan adalah peningsetan.

    Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat,

    peningsetan jadi berarti pengikat. Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan

    sesuatu sebagai pengikat dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon

    pengantin wanita.

    Menurut tradisi peningsetan terdiri dari: Kain batik, bahan kebaya,

    perhiasan emas seperti cincin, gelang, kalung, dan uang yang lazim disebut tukon

    (imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah

    (dodol), wajik, rengginang, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu

    jenjang (satu karung) kelapa, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut

    7 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1990), h.

    92.

  • 5

    kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur. Biasanya penentuan hari

    baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara

    peningsetan.8

    Cincin merupakan paningsetan yang sering dipergunakan dalam

    masyarakat Pulung Rejo dalam pelaksanaan lamaran. Pemberian cincin dilakukan

    pada saat proses lamaran itu dilaksanakan, atau setelah lamaran diterima sebagai

    tanda ikatan dan keseriusan, serta setelah lamaran diterima oleh pihak keluarga

    wanita maka, selanjutnya dibicarakan masalah palang atau ganti rugi bila kelak

    ada salah satu pihak yang menyalahi janji atau membatalkan khitbahnya. Dengan

    jumlah uang yang telah disepakti dan ditentukan oleh keluarga kedua belah pihak,

    serta disaksikan oleh tokoh desa dan para sesepuh desa serta tetangga-tetangga

    terdekat. Dikarenakan ada pihak yang merasa dirugikan baik berupa moril

    maupun materil. Dalam segi moril misalnya, nama baik keluarga tercoreng dan

    adanya anggapan bahwa orang yang lamarannya dibatalkan akan sulit kembali

    untuk mendapatkan jodoh. Sedangkan dari segi materil dapat dilihat dari biaya-

    biaya yang telah dikeluarkan dalam acara lamaran. Selain itu dalam masalah

    waktu yang hanya terbuang sia-sia karena menunggu sesuatu yang tidak pasti.

    Adapun yang sering djiadikan sebagai alasan masyarakat Pulung Rejo

    dalam pembatalan khitbah, dikarenakan ketidakcocokan dari dua keluarga besar

    yang diketahui setelah proses lamaran itu terjadi. Banyak juga dikarenakan

    lamanya waktu antara masa peningsetan atau tunangan dengan akad nikah yang

    8 http//Id. Wikipedia. Org/Wiki/Upacara_Pernikahan, diakses tanggal 23 juni 2010.

  • 6

    akan dilaksanakan. Sehingga banyak hal yang mungkin terjadi diantaranya:

    adanya lamaran dari pihak lain bagi pihak perempuan yang lebih siap dan mapan

    dari segi ekonomi dan dari pihak laki-laki pun dimungkinkan karena jatuh hati

    lagi kepada perempuan lain yang menyebabkan keraguan untuk melanjutkan

    pertunangannya ke jenjang pernikahan atau merasa bahwa diri mereka belum

    cukup mapan untuk menghidupi sebuah keluarga.

    Pada dasarnya, khitbah belum mengakibatkan hukum apapun sehingga

    bila terjadi pembatalah dibolehkan. Akan tetapi, dari realitas yang terjadi dalam

    masyarakat Desa Pulung Rejo orang yang membatalkan khitbah akan diberi

    sanksi ganti rugi, sebenarnya masyarakat mempunyai tujuan baik dalam segi

    norma dan nilai-nilai sosiologis yang akan dicapai dan dipertahankan dalam

    kehidupan bermasyarakat. Dan salah satunya upaya masyarakat untuk

    mengantisifasi terjadinya konflik setelah pembatalan.

    Konflik-konflik terbuka dalam masyarakat harus dicegah dan setiap

    pangkat, kedudukan yang ada di masyarakat harus diakui, melalui sikap saling

    menghormati. Demikian pula dengan masyarakat Desa Pulung Rejo yang ingin

    mempertahankan hidup rukun, adil, damai, saling menghormati, menghargai

    sehingga menjadi masyarakat yang sejahtera.

    Maka berdasarkan fenomena di atas penulis ingin mengkaji lebih dalam

    sebuah skripsi yang terjudul Ganti Rugi Pembatalan Khitbah dalam Tinjauan

    Sosiologis (Studi Kasus Masyarakat Desa Pulung Rejo Kecamatan Rimbo

    Ilir Jambi).

  • 7

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Kembali kepada latar belakang di atas, penulis mengidentifkasi seputar

    masalah faktor-faktor serta akibat dari pembatalan khitbah, jika dilihat atau

    ditinjau sebagai wilayah kajian sosiologis. Maksud dari dibebankanya ganti rugi

    kepada pihak yang membatalkan khitbah dengan sejumlah uang yang telah

    disepakati kedua belah pihak, dikarenakan masalah khitbah itu bukan persoalan

    kecil. Disanalah nama keluarga besar diikut sertakan dan jika terjadi sesuatu yang

    tidak baik maka nama keluarga juga yang akan tercoreng.

    Disini penulis lebih melihat bahwa masyarakat Desa Pulung Rejo Kec.

    Rimbo Ilir Jambi, menginginkan suatu kehormatan keluarga seseorang itu terjaga.

    Selain itu, masyarakat juga mengharapkan suatu kehidupan yang harmonis antara

    satu sama lain dengan tidak ada perpecahan dan kesalah pahaman yang

    menyebabkan rasa dendam serta konflik yang berkepanjangan.

    Melihat dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas,

    maka dapat diidentifikasikan bahwa permasalan pokok yang akan diteliti dan

    diuraikan dalam skripsi ini sebagai berikut:

    1. Bagaimana Pelaksanaan khitbah di Desa Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir

    Jambi.

    2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pembatalan khitbah di Desa

    Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir Jambi.

    3. Apa tujuan masyarakat Desa Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir Jambi

    membebankan ganti rugi pembatalan khitbah.

  • 8

    C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

    Dalam skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis,

    adapun tujuan penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui pelaksanaan khitbah dalam masyarakat Desa Pulung Rejo

    Kecamatan Rimbo Ilir Jambi.

    2. Mengetahui faktor penyebab pembatalan khitbah dalam masyarakat Desa

    Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir Jambi.

    3. Mengetahui tujuan masyarakat Desa Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir

    Jambi membebankan ganti rugi pembatalan khitbah.

    Adapun manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:

    Dapat diketahui bahwa nilai suatu penelitian tergantung pada

    metodologinya, juga tentunya dalam hal ini ditentukan pula besarnya manfaat

    penelitian tersebut. Untuk itu dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan

    adanya manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh:

    1. Bagi penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana strata SI

    dan menjadikan wawasan serta ilmu pengetahuan dalam masalah ini.

    2. Sebagai bahan kajian dalam dunia akademis.

    3. Bagi mahasiswa hasil penelitian dan tulisan ini dapat dijadikan referensi dan

    tambahan pemikiran dalam dunia akademik.

    Bagi masyarakat penelitian ini, dapat memberi manfaat sebagai berikut:

    1. Memberikan pencerahan pemikiran khususnya dalam masalah khitbah kepada

    masyarakat.

    2. Supaya masyarakat memikirkan terlebih dahulu dampak positif dan negatif

    dalam setiap ingin melakukan sebuah tindakan.

  • 9

    D. Review Kajian Terdahulu

    Penelitian seputar khitbah (pinangan) belum banyak penelitian yang

    dilakukan oleh peneliti sebelumnya, apalagi penelitian tentang khitbah dalam

    keterkaitannya dengan ganti rugi pembatalan khitbah. Dari hasil penelusuran,

    penulis menemukan tema tentang peminangan, diantaranya skripsi berjudul:

    Tradisi Khitbah di Kalangan Masyarakat Betawi Menurut Hukum Islam (studi

    Kasus Kelurahan Rawajati Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan disusun oleh

    Hoirum Kodriasih, mahasiswa jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas Syariah

    dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Skripsi ini, membahas

    tentang praktek khitbah khusus masyarakat Betawi di Desa Rawajati. Bahwa ada

    sebagian praktek budaya meminang yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran

    agama Islam.9

    Ada juga skripsi yang berjudul Peminangan dalam Perspektif Fikih dan

    KHI (Kompilasi Hukum Islam) disusun oleh Nurkhairiyati Hernia, jurusan

    Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta, 2008. Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan konsep peminangan

    menurut Fikih dan KHI, serta membandingkan persamaan dan perbedaan

    diantara keduanya.10

    9 Hoirum Kodriasih. Tradisi Khitbah di Kalangan Masyarakat Betawi Menurut Hukum Islam

    (Studi Kasus di Kelurahan Rawajati Kec. Pancoran Jakarta Selatan), Jurusan Ahkwal Al-Syakhsiyah,

    Fakultas Syariah dan Hukum, UIN syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

    10 Nurkhairiyati Hernia. Peminangan dalam Perspektif Fikih dan Kompilasi Hukum Islam,

    Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.

  • 10

    Selanjutnya ada juga skripsi yang berjudul Prosesi Peminangan Menurut

    Adat Bima dalam Prespektif Islam (Studi Kasus di Kec. Danggo Kab. Bima

    Nusa Tenggara Barat), disusun oleh Toty Citra Warsita, Jurusan Administrasi

    Keperdataan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta 2010. Skripsi ini menjelaskam adat peminangan Bima yang dianggap

    sedikit menyimpang dari ajaran agama Islam, karena masyarakatnya masih

    dipengaruhi tradisi nenek moyang.11

    Sedangkan dalam skripsi ini, penulis membedakan pembahasan penelitian

    dari skripsi yang sudah ada di atas dengan perbedaan, yaitu terkait dengan

    konteks pembebanan ganti rugi dalam pembatalan khitbah yang ditinjau dari

    aspek sosiologis, yang merupakan studi kasus masyarakat Desa Pulung Rejo

    Jambi. Dengan alasan bahwa tinjauan terhadap aspek sosiologisnya yang lebih

    relevan sebagai pertimbangan untuk mencegah kegagalan dalam pernikahan.

    E. Objek Penelitian

    Penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat Desa

    Pulung Rejo Kecamatan Rimbo Ilir Jambi, khususnya dalam permasalahan ganti

    rugi terhadap pembatalan khitbah.

    11

    Toty Citra Warsita, Prosesi Peminangan Adat Bima dalam Perspektif Islam (Studi kasus di

    Kec. Danggo Kab. Bima Nusa Tenggara Barat), Jurusan administrasi Keperdataan Islam, Fakultas

    Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.

  • 11

    E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

    1. Sifat dan Pendekatan

    Penelitian ini adalah penelitian empiris yang bersifat deskriptif, di mana

    penulis bertujuan memberikan gambaran terhadap keadaan masyarakat Desa

    Pulung Rejo, dalam masalah ganti rugi pembatalan khitbah, berdasarkan

    faktor-faktor, latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial dan adat yang

    nampak dan berpengaruh dalam situasi yang diselidiki. Pendekatan yang

    peneliti gunakan yaitu, metode penelitian hukum sosiologis yang dinyatakan

    sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan.12

    Seperti,

    melihat unsur-unsur sosial yang mempengaruhi pembebanan ganti rugi

    pembatalan khitbah Desa Pulung Rejo Kec. Rimbo ilir Jambi.

    2. Sumber Data

    Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari sumber data

    yang primer dan sumber data yang skunder. Adapun sumber data yang primer

    adalah:

    a. Responden, yakni orang atau keluarga yang dijadikan objek penelitian,

    dalam hal ini adalah pelaku yang khitbahnya dibatalkan maupun yang

    membatalkan (HY, SP, WD, WG, SK, A) tokoh adat (Bpk. Dainuri),

    12

    Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), h.

    76.

  • 12

    tokoh agama (Bpk. H. Sudayat), yang dianggap relevan dimintai

    keterangan.

    b. Informan, yakni orang yang memberikan informasi mengenai situasi dan

    kondisi obyektif wilayah daerah yang diteliti yang terdiri dari aparatur

    pemerintahan (Bpk. Sakiyo) sesepuh Desa Pulung Rejo (Bpk.

    Somorejono).

    Sedangkan sumber data yang sekunder adalah buku-buku yang berkaitan

    dengan persoalan perkawinan terutama yang membahas khitbah (Upacara

    Perkawinan Adat Jawa, karangan Thomas Wijaya Bratawijaya) dan buku-

    buku yang terkait dengan adat-istiadat (Hukum Perkawinan Adat, karangan

    Hilman Hadikusuma, Hukum Adat Indonesia). Selain itu buku pengantar

    sosiologi (Memperkenalkan Sosiologi, Sosiologi Suatu Pengantar, karangan

    Soerjono Soekanto), serta masih banyak lagi buku-buku yang berkaitan

    dengan pembahasan skripsi ini.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    a. Wawancara

    Dilakukan oleh penulis kepada sejumlah responden sebanyak 4 orang

    yang merupakan pelaku pembatalan khitbah di Desa Pulung Rejo ( SP,

    SK, WG, A). Dan 2 orang yang khitbahnya dibatalkan (HR, WD) sebagai

    sampel dan wawancara dengan Sesepuh Adat (Bpk. Somorejono), tokoh

    agama (Bpk.H. Sudayat), tokoh adat (Bpk. Dainuri), Kepala Desa Pulung

  • 13

    Rejo (Bpk. Sakiyo), (masing-masing satu orang). Dalam hal ini penulis

    menggunakan metode interview terpimpim dengan menggunakan

    pedoman wawancara (interview guide) sebagai acuan agar proses

    interview terfokus pada permasalahan yang dimaksud.

    b. Studi kepustakaan

    Studi ini dilakukan untuk mencari data melalui buku-buku tentang

    perkawianan khususnya yang membahas khitbah, (Upacara Perkawinan

    Adat Jawa), adat-istiadat perkawinan orang Jawa,(Hukum Perkawinan

    Adat, Ensiklopedi Adat-Istiadat Budaya Jawa, Hukum Adat Indonesia)

    dan buku sosiologi seperti, Memperkenalkan Sosiologi, Sosiologi Suatu

    Pengantar, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Hukum dan

    Masyarakat, Sosiologi Kontemporer, serta buku lainya sebagai literatur

    yang berkaitan dengan persoalan yang penulis bahas.

    4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

    Dalam pengolahan data penulis menguraikan pendapat responden tentang

    ganti rugi pembatalan khitbah dalam bentuk kata-kata atau kalimat bedasarkan

    pertanyaan yang penulis ajukan, kemudian penulis juga menganalisis apa

    yang menjadi faktor-faktor serta tujuan yang melatar belakangi masyarakat

    Desa Pulung Rejo membebankan ganti rugi pada pihak yang membatalkan

    khitbah. Dan setelah seluruh data yang penulis peroleh dari wawancara dan

    kepustakaan diseleksi, disusun, diklasifikasikan serta direduksi lalu diadakan

    analisis data dalam bentuk analisis deskriptif yang disajikan dalam uraian.

    Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan

  • 14

    jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi

    yang biasa disebut editing.

    5. Teknik Penulisan

    Adapun teknik penulisan mengacu kepada buku pedoman penulisan

    skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta tahun

    2007.

    F. Sistematika Penulisan

    Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari sub-sub

    pokok sebagai berikut:

    BAB I Pendahuluan yang mencakup dari latar belakang masalah, pembatasan

    dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek

    penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

    BAB II Pada bab kedua ini menguraikan sekilas tentang khitbah dalam

    prespektif Fiqih, kondisi monografi, kondisi demografi, kondisi

    sosiologi dan gambaran adat yang digunakan oleh masyarakat Desa

    Pulung Rejo Kec. Rimbo Ilir Jambi.

    BAB III Bab ketiga ini penulis akan menjelaskan, beberapa penyebab

    masyarakat membatalkan khitbahnya bila dilihat dari sosial

    masyarakat Desa Pulung Rejo.

    BAB IV Sedangkan dalam bab empat ini penulis akan menjelaskan,

    pengetahuan masyarakat Desa Pulung Rejo tentang ganti rugi dalam

  • 15

    pembatalan khitbah, tinjauan sosiologis pembatalan khitbah serta

    analisis dari penulis yang merupakan hasil penelitian.

    BAB V Pada bab lima ini yang merupakan hasil akhir dari penelitian yang

    berisikan penutup dan kesimpulan dari pembahasan bab-bab

    sebelumnya.

  • 16

    BAB II

    PROSES KHITBAH MASYARAKAT DESA PULUNG REJO

    KECAMATAN RIMBO ILIR JAMBI

    A. Sekilas Tentang Khitbah dalam Perspektif Fiqih

    1. Pengertian dan Dasar Hukum Khitbah

    Kata Khitbah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai sinonim

    dengan peminangan, yang berasal dari kata pinang atau meminang (kata

    kerja)1 atau bersinonim juga dengan melamar.

    Secara etimologis meminang atau melamar artinya (antar lain)

    meminta wanita untuk dijadikan isteri (bagi diri sendiri atau orang lain).

    Sedangkan, secara terminologis peminangan adalah kegiatan atau upaya ke

    arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang

    wanita 2 atau seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk

    menjadi isteri dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah

    masyarakat.

    Dalam pelaksanaan khitbah biasanya masing-masing pihak saling

    menjelaskan keadaan dirinya atau keluarganya. Tujuannya tidak lain untuk

    menghindari terjadinya kesalahpahaman di antara kedua belah pihak.3 Khitbah

    1Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 73.

    2 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademika Perssindo,

    1992), h. 113.

    3 Dahlan Idhamy, Azas-azas Fiqih Munakahat (Surabaya: AL-Ikhlas, 1984), h. 15.

  • 17

    merupakan pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan, disyariatkan

    sebelum ada ikatan suami isteri dengan tujuan agar memasuki perkawinan

    didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masing-masing

    pihak. Adakalanya pernyataan keinginan tersebut disampaikan dengan bahasa

    yang jelas dan tegas (syarih) atau dapat juga dilakukan dengan sindiran

    (kinayah).4

    Adapun dasar nash al-Quran tentang khitbah atau lamaran:

    2235 Artinya:

    Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan

    sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam

    hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam

    pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara

    rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang

    ma'ruf]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,

    sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa

    yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa

    Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Q.S Al-Baqarah (2): 235)

    Dasar nash hadits yaitu hadits dari Jabir bin Abdullah riwayat Abu

    Daud:

    4 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu ( Damsyiq: Dar al-Fikr, 1984) juz III,

    h. 10.

  • 18

    5

    Artinya:

    Apabila seseorang di antara kamu meminang seorang perempuan, jika

    ia dapat melihat apa yang dapat mendorongnya semakin kuat untuk

    menikahinya, maka laksanakanlah (HR.Abu Daud).

    Demikianlah makna khitbah ditinjau dari segi bahasa Arab adalah

    lamaran atau permohonan seorang laki-laki kepada perempuan yang dipinang

    untuk dinikahinya. Maka pinangan dalam pandangan syariat Islam bukanlah

    suatu transaksi (akad) antara laki-laki yang meminang dengan perempuan

    yang dipinang atau walinya. Akan tetapi, itu tidak lebih dari pada lamaran

    atau permohonan untuk menikah.

    Adapun perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat

    sebagai berikut:

    a. Tidak dalam pinangan orang lain. b. Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syari yang melarang

    dilangsungkannya pernikahan.

    c. Perempuan itu tidak pada masa iddah karena thalak raji. d. Apabila perempuan dalam masa iddah karena thalak bain, hendaklah

    meminang dengan cara siryy ( tidak terang-terangan ). 6

    2. Tujuan Khitbah atau Lamaran

    Setiap orang yang melakukan peminangan sebelum akad pernikahan,

    adalah untuk merealisasikan tujuan yang sangat banyak, yang terpenting

    diantaranya tujuan-tujuan itu adalah :

    5 Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud ( Beirut:

    Daar Ibnu Hazm, 202 H), Jilid, II, h. 480.

    6 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 74.

  • 19

    a. Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dengan yang dipinang serta keluarga kedua belah pihak. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang

    (mawaddah) selama masa pinangan, setiap salah satu dari salah satu pihak

    akan memanfaatkan momen ini secara maksimal dan penuh kehati-hatian

    dalam mengenal pihak yang lain, berusaha untuk menghargai dan

    berinteraksi dengannya.

    b. Ketentraman jiwa, karena sudah merasa cocok dengan masing-masing calon pasangannya, maka memunginkan bagi keduanya merasa tentram

    dan yakin dengan calon pasangan hidupnya. 7

    Sedangkan hikmah disyariatkanya pinangan, meskipun hukumnya

    tidak sampai pada tingkat wajib, selalu mempunyai tujuan dan hikmah.

    Adapun hikmah dari adanya syariat pinangan adalah untuk lebih menguatkan

    ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu, karena dengan pinangan itu

    kedua belah pihak dapat saling mengenal.

    3. Hukum Melihat Calon Pinangan

    Untuk kebaikan dalam kehidupan berumah tangga, kesejahteraan dan

    kesenangannya, semestinya laki-laki melihat dulu perempuan yang akan

    dipinangnya, sehingga ia dapat menentukan apakah peminangan itu diteruskan

    atau dibatalkan. Melihat orang yang akan dijadikan teman hidup sebagai

    bentuk ibadah harus dilakukan dengan teliti dan melalui berbagai

    pertimbangan normal seperti isyarat hadits:

    8

    7 Abd. Nashir Taufiq, Saat Anda Meminang (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), h. 19-21.

    8 Muhammad Nasruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim (Beirut: Al-Maktab Al-

    Islami), h., 175.

  • 20

    Artinya:

    Seorang perempuan dinikahi (dijadikan isteri) atas dasar empat

    pertimbangan yaitu: karena kecantikannya hartanya, keturunannya, agamanya,

    maka menangkanlah pilihan agama dan engkau akan beruntung

    Begitu pula dengan seorang perempuan, secara tersirat hadits tersebut

    menyebutkan kata laki-laki untuk diterima khitbahnya dengan empat

    pertimbangan:

    a. Karena ketampanannya b. Karena hartanya c. Karena keturunannya d. Karena agamanya

    Karena adanya kesetaraan kedudukan antara pria dan wanita di

    hadapan Allah, maka hak melamar dan dilamar akan terealisasikan secara

    proposional berdasarkan keadaan yang memungkinkan9. Karena kita ketahui

    tujuan dari pernikahan itu mulia, yaitu untuk mendapatkan keturunan,

    memelihara kehormatan, merealisir segi-segi ibadah, kesehatan moral,

    kemasyarakatan dan sebagainya. Islam mengharapkan agar kita sampai pada

    cita-cita yang dimaksud, maka tidak ada salahnya apabila laki-laki berupaya

    menyelidiki perempuan yang hendak dinikahinya, agar dapat dirasakan

    keserasian yang sebenarnya.10

    Sebagian ulama berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan

    dipinang itu hukumnya sunnah. Keterangannya adalah sabda Rasulullah

    SAW:

    9 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar Mazhab (

    Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 137-138.

    10

    Thoriq Ismail Kahiya, Matakuliah Menjelang Pernikahan, Hukum Melamar Perempuan

    yang Sudah Dilamar Orang Lain ( Surabaya: Pustaka Progressif, 2004), h. 86.

  • 21

    11

    Artinya:

    Apabila salah seorang kamu meminang seorang perempuan,

    sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga

    bertambah keinginannya pada pernikahan, maka lakukanlah. (Riwayat

    Ahmad dan Abu Daud)

    Imam Malik hanya membolehkan pada bagian muka dan dua telapak

    tangan. Fuqaha yang lain membolehkan melihat seluruh bagian badan kecuali

    dua kemaluan. Sementara fuqaha yang lain lagi melarang melihat sama sekali.

    Sedangkan Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka dan

    dua telapak tangan.12

    Perbedaan pendapat ini disebabkan karena dalam persoalan ini

    terdapat suruhan untuk melihat wanita secara mutlak, terdapat pula larangan

    secara mutlak, dan ada pula suruhan yang bersifat terbatas, yakni pada muka

    dan dua telapak tangan, berdasarkan pendapat mayoritas ulama berkenaan

    dengan firman Allah SWT pada surat an-Nur; 31

    ( Artinya:

    Dan janganlah (kaum wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali

    yang (biasa) tampak daripadanya (Qs An-Nur : 31)

    11

    Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud, ( Beirut:

    Daar Ibnu Hazm, 202 H), jilid,II, h. 480.

    12

    Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid. Penerjemah Imam

    Ghhazali Said, (Jakarta : Pustaka Amani, 1989) jilid II, h. 395.

  • 22

    Pengertian perhiasan yang biasa tampak daripadanya adalah muka

    dan telapak tangan. Karena diqiyaskan pada waktu berhaji.13

    Selain itu

    Jumhur juga berpendapat bagian yang boleh dilihat yitu muka dan telapak

    tangan. Dikarenakan dengan melihat muka dapat diketahui cantik atau jelek

    dan melihat telapak tangannya dapat diketahui badannya subur atau tidak.14

    Izin untuk melihat ini tidak harus dengan persetujuan perempuan

    tersebut, dan sebaiknya dilakukan tanpa sepengetahuannya, karena hal itu

    mutlak diizinkan oleh Rasulullah SAW, tanpa syarat keridhaannya. Biasanya

    perempuan akan malu untuk memberikan izin. Hal ini hanya untuk menjaga

    agar tidak melukai perasaannya, kalau setelah melihatnya laki-laki itu

    mengundurkan diri. Karena itulah dianjurkan untuk melihat tanpa

    sepengetahuan si perempuan sebelum melakukan peminangan.

    Bilamana seorang laki-laki melihat bahwa pinangannya ternyata tidak

    menarik hati, hendaklah dia diam dan jangan mengatakan sesuatu yang

    menyakitkan hatinya, sebab boleh jadi perempuan yang tidak disenanginya itu

    akan disenangi orang lain.15

    4. Permasalahan dalam Khitbah

    Khitbah merupakan pendahuluan untuk melakukan pernikahan dan

    merupakan perbuatan mubah, memiliki tata cara tertentu yang diatur oleh

    13

    Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta : PT

    RajaGrafindo Persada, 2009), h. 25.

    14

    M. Bukhori, Hubungan Seks menurut Islam ( Jakarta : Bumi Aksara, 1994), h. 18.

    15

    Tihami dan Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 27

  • 23

    Islam. Hal-hal tersebut terkait dalam permasalahan yang akan dibahas sebagai

    berikut antara lain :

    a. Meminang Pinangan Orang Lain

    Meminang pinangan orang lain itu hukumnya haram, sebab berarti

    merampas hak dan menyakiti hati orang lain, memecahkan hubungan

    kekeluargaan, menganggu ketentraman. Maksud dari meminang pinangan

    orang lain yang diharamkan itu bilamana perempuan itu telah menerima

    pinangan laki-laki yang pertama dan Walinya dengan terangan-terangan

    mengizinkannya, bila izin itu memang diperlukan. Tetapi, kalau pinangan

    semua ditolak dengan terang-terangan atau sindiran, atau laki-laki yang

    kedua belum tahu ada orang lain yang sudah meminangnya, atau pinangan

    pertama belum diterima, juga belum ditolak, atau laki-laki pertama

    mengizinkan laki-laki kedua untuk meminangnya maka yang demikian

    diperbolehkan.16

    Alasan secara umum adanya larangan melamar perempuan yang

    sudah dilamar orang lain karena akan mengakibatkan terlukanya perasaan

    pelamar pertama, sehingga akan menimbulkan perseteruan dan kemarahan

    serta rasa sakit hati yang berlebihan.

    b. Meminang Wanita yang dalam Masa Iddah

    Diharamkan bagi orang yang meminang mantan istri orang lain

    atau wanita yang sedang iddah, baik dalam masa iddah kematian

    16

    Abdurrahman Ghazali, Fikih Munakahat ( Jakarta : Prenada Media, 2003), h. 78.

  • 24

    suaminya, karena talaq raji maupun talak bain. Jika perempuan yang

    sedang Iddah talaq raji haram dipinang, karena masih ada ikatan dengan

    mantan suaminya, dan suaminya masih berhak merujuknya kembali

    sewaktu-waktu ia suka.17

    Adapun, melakukan lamaran kepada perempuan

    dalam keadaan talak bain (talak tiga), tidak boleh dengan terang-

    teranganberdasar kesepakatan. Sedang, fuqaha berbeda pendapat tentang

    lamaran yang dilakukan cara sindirian kepada perempuan karena talak

    bain. 18

    Sedangkan bagi perempuan yang sedang iddah kematian boleh

    dipinang secara sindiran, walaupun kalangan ulama fikih masih berbeda

    pendapat, karena perempuan yang sedang iddah kematian hubungan suami

    istri terputus sehingga hak suami terhadap istri hilang sama sekali.

    Meskipun demikian, pinangan yang diajukan kepada perempuan tersebut

    hendaknya tidak mengganggunya, apalagi sampai mencemarkan namanya

    dimata tetangga atau kerabatnya.19

    Sebagaimana firman Allah SWT:

    17

    Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengakap (Jakarta: PT Grafindo Persada,

    2009), h., 30.

    18

    Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar Madzhab

    (Jakarta: PT Heza Lestari, 2006), h., 117.

    19

    Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, h, 30.

  • 25

    )2235

    Artinya:

    Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu

    dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini

    mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-

    nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin

    dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada

    mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap

    hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah

    bahwasanya Allah SWT mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka

    takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi

    Maha Penyantun. (QS Al-Baqarah (2): 235)

    c. Menyendiri dengan Tunangan

    Tidak boleh seseorang menyendiri dengan tunangannya, karena

    mereka belum menikah dan belum menjadi suami isteri. Mereka masih

    tetap dianggap orang lain sampai adanya akad yang pernikahan

    dengannya.20

    Hal ini karena menyendiri dengan pinangan mendorong

    melakukan perbuatan yang dilarang agama. Akan tetapi, bila ditemani

    oleh salah seorang mahramnya untuk mencegah terjadinya maksiat-

    maksiat, maka diperbolehkan. Dalam masalah ini ada kaitannya dengan

    hadits Rasulullah SAW :

    20

    Abu Muhammad Asraf bin Abdul Maqsud, Curhat Pernikahan (Bandung : Pustaka

    Rahmat, 2009), h. 16.

  • 26

    21

    Artinya:

    Dari Amir bin Robiah, Rasulullah bersabda: Diharamkan

    kepada laki-laki berdua dengan wanita yang bukan mahramnya karena

    yang ketigannya adalah setan kecuali ada mahram (HR. Ahmad).

    d. Tukar Cincin dalam Tunangan

    Bertukar cincin yang dilakukan sebagai tanda adanya ikatan antara

    seorang perempuan dengan seorang lak-laki sebagai tunangannya bukan

    merupakan cara Islam. Tukar cincin juga bukan cara bangsa-bangsa Asia,

    melainkan cara bangsa Roma (Eropa) yang mendapat pengesahan dari

    gereja. Jadi, tukar cincin ini mulanya bukan pula cara umat Kristiani,

    melainkan warisan kebudayaan Romawi.

    Tukar cincin diadakan sebagai ikatan akan kawin, bukan sebagai

    tanda sudah kawin. Orang yang baru bertukar cincin belum dikatakan

    punya ikatan sah sebagai suami isteri sebelum dilakukannya akad nikah.

    Mereka masih sama-sama orang asing. Walaupun sering terjadi di tengah

    masyarakat antara perempuan dan laki-laki yang bertukar cincin bebas

    bergaul berduaan, pergi bersama-sama seperti layaknya suami isteri.22

    21

    Ahmad Ibnu Hambal, Almusnad lil Imam Ahmad Ibnu Hambal (Beirut-Libanon: Darul

    Fikri, 1994 H/ 1414 M), h. 450.

    22

    Muhammad Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawianan Islami (Bandung : Irsyad Baitus

    Salam, 1995), h. 75.

  • 27

    Adapun khilafiyah hukum laki-laki memakai cincin emas,

    dikarenakan adanya larangan dari Rasulullah bagi lak-laki menggunakan

    cincin yang terbuat dari emas :

    23

    Artinya:

    Dari Addullah bin Umar, Nabi SAW pernah menyaksikan

    sebagian sahabat mengenakan cincin emas, maka beliau berpaling dari

    padanya, lalu dilemparkannya, akhirnya mengenakan cincin dari besi.

    Kemudian, Rasul SAW bersabda : Ini jelek dan ini perhiasan penduduk

    neraka, lalu dilemparkan. Maka, mereka mengenakan cincin dari perak.

    Dan beliau diam, tidak lagi memberi komentar (HR. Abu Daud dan

    Baihaqy)

    5. Akibat Hukum Khitbah

    Khitbah adalah pendahuluan perkawinan, tetapi bukan akad nikah.

    Kadang-kadang seorang laki-laki yang akan mengkhitbah seorang wanita

    memberikan hadiah sebagai penguat ikatan, untuk memperkokoh hubungan

    baru antara mereka. Tetapi harus diingat bahwa semua perkara adalah

    wewenang Allah SWT, Dia berbuat sekehendak-Nya, bagaimanapun dan

    waktu kapanpun kadang-kadang terjadi sesuatu diluar perhitungan manusia,

    23

    Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud (Beirut:

    Daar al-Haris, 202 H), Jil. II, h. 214.

  • 28

    seperti ada pihak keluarga yang ingin membatalkan rencana perkawinan. Ini

    pernah terjadi dan sering terjadi.24

    Khitbah hanya bermaksud memperlihatkan atau mengumumkan akan

    diadakan pernikahan, jangan ditambah-tambah keadaanya, diperkuat, dan

    ditetapkan kedudukannya. Bagaimanapun juga, khitbah tidak menyebabkan

    adannya ketentuan bagi si wanita untuk secara bebas menjadi hak bagi yang

    meminangnya. Ada yang penting ditekankan disini adalah bahwa perempuan

    yang dipinang tetap merupakan orang lain bagi laki-laki yang meminang,

    sampai pernikahannya dengan perempuan itu terlaksana dengan baik.

    Perempuan statusnya belum dapat berubah menjadi istri sebelum akad syara

    yang benar dilangsungkan. Rukun dasar dalam akad nikah adalah ijab qobul.

    Ijab dan qobul berupa lafazh-lafazh perjanjian yang sudah diketahui menurut

    adat dan syara.25

    Wajib kita ketahui bahwa kitbah hanyalah janji untuk mengadakan

    perkawinan tetapi bukan akad nikah yang mempunyai kekuatan hukum.

    Memenuhi janji untuk menikah adalah kewajiban bagi kedua belah pihak

    yang berjanji. Agama tidak menetapkan hukum tertentu bagi pelanggarnya

    tetapi melanggar janji adalah temasuk perbuatan yang tercela, pelanggaran

    24

    H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam (Jakarta, Pustaka Amani,

    1989), h. 27.

    25

    Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini, Qardhawi MenJawab (Bandung,

    Trigenda Karya, 1995), h. 489.

  • 29

    janji adalah salah satu sifat munafik.26

    Akan tetapi walaupun khitbah hanyalah

    sebagai pendahuluan sebelum dilaksanakannya akad nikah, tetapi ada akibat

    yang ditimbulkan jika khitbah tersebut dibatalkan. Biasanya dalam

    melaksanakan khitbah pihak laki-laki seringkali sudah memberikan

    pembayaran mahar seluruh atau sebagiannya dan memberikan macam-macam

    hadiah serta pemberian-pemberian guna memperkokoh pertalian dan

    hubungan yang masih baru itu. Akan tetapi terkadang terjadi bahwa pihak

    laki-laki atau wanita ataupun kedua-duanya kemudian membatalkan rencana

    pernikahannya.

    Telah dijelaskan sebelumnya bahwa khitbah semata-mata baru

    merupakan perjanjian hendak melakukan akad nikah. Dan membatalkannya

    adalah menjadi hak masing-masing pihak yang tadinya telah mengikat

    perjanjian. Terhadap orang yang menyalahi janjinya Islam tidak mejatuhkan

    hukuman materil, sekalipun perbuatan ini dipandang umat tercela dan

    dianggapnya sebagai salah satu dari sifat-sifat kemunafikan, terkecuali kalau

    ada alasan-alasan yang benar yang menjadi sebab tidak dipatuhinya

    perjanjianya tadi.

    Pemberian yang telah diberikan oleh peminang yang berupa mahar

    harus dikembalikan, karena mahar adalah dalam rangka perkawinan. Sebelum

    perkawinan berlangsung pihak wanita belum berhak meminta mahar, mahar

    itu wajib dikembalikan karena mahar itu masih milik si peminang. Adapun

    26

    Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, h. 27.

  • 30

    hadiah-hadiah yang pernah diberikan dianggap hibah, karena itu tidak perlu

    diminta kembali sebab sudah menjadi milik wanita yang dipinang dan ia

    sudah boleh memanfaatkannya. Orang yang menuntut kembali pemberiannya

    berarti mencabut milik orang lain tanpa kerelaanya, perbuatan ini bathil

    menurut syara. Kecuali apabila peminang memberikan sesuatu minta ditukar

    dengan barang lainnya kemudian yang diberi belum memberi ganti maka ia

    berhak meminta kembali pemberiannya, karena pemberiannya itu

    dimaksudkan untuk menukar dan apabila perkawinan tidak jadi berlangsung

    maka ia berhak meminta kembali pemberiannya.27

    6. Hukum pembatalan Khitbah

    Khitbah atau lamaran adalah permulaan sebagai pembuka pintu

    menuju pernikahan. Sebagai pembuka disini dapat diasumsikan janji untuk

    menikah dan bukan sebagai pelegalan hubungan antara laki-laki dan

    perempuan.28

    Walaupun pandangan sering kita saksikan ditengah masyarakat

    yang baru bertunangan. Mereka bebas bergaul berduaan, pergi bersama-sama

    layaknya suami isteri, bahkan berbincang dan bercengkrama tanpa bersama

    mahramnya.

    Dan karena khitbah itu merupakan janji yang direncanakan, maka

    tidak mengikat hubungan antara keduanya sehingga ada kemungkinan

    27

    Ibid., h. 27-28.

    28

    Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan antar Mazhab

    (Jakarta, PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 91.

  • 31

    dibatalkan oleh sebab-sebab tertentu.29

    Terhadap orang yang menyalahi janji

    Islam tidak menentukan hukuman tertentu, sekalipun perbuatan itu dipandang

    tercela dan dianggap sebagai salah satu sifat kemunafikan.30

    Islam membolehkan pembatalan pinangan dengan syarat dalam

    melakukan pembatalan pinangan harus didasarkan dengan alasan yang

    rasional, tidak boleh apabila pembatalan dilakukan tanpa alasan yang tidak

    dibenarkan oleh syara karena akan mengecewakan salah satu pihak.

    B. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pulung Rejo

    1. Kondisi Geografis Masyarakat Desa Pulung Rejo Kec.Rimbo Ilir Jambi

    Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Desa Pulung Rejo

    Kec. Rimbo Ilir Jambi. Yang mempunyai luas desa 1,137.HA, dengan batas

    wilayah :

    Sebelah Utara : berbatasan dengan desa Karang Dadi

    Sebelah Selatan : berbatasan dengan desa Simpang Babeko

    Sebelah Barat : berbatasan dengan PTP. Nusanrata VI.Rimbo Bujang

    Sebelah Timur : Berbatasan dengan desa Sido Rejo

    Adapun terletak pada ketinggian tanah dan permukaan laut 500m,

    banyaknya curah hujan 3000mm/th suhu udara rata-rata 32 cc. Orbitasi atau

    29

    Ibid,. h. 91.

    30

    Agus Salim, Risalatun Nikah, ( Jakarta, Pustaka Amani, 1989), h. 27

  • 32

    jarak pusat pemerintahan desa dari pusat pemerintahan kecamatan 4km, jarak

    ibu kota kabupaten 44km, dan jarak dari ibu kota propinsi 254 km.31

    Dengan luas tanah yang ada maka pemerintahan desa Pulung Rejo

    membagi-baginya menjadi beberapa fasilitas umum:32

    Jalan sepanjang : 12 km

    Bangunan umum : 6 Ha

    Pemukiman atau perumahan seluas : 42, 5 Ha

    Kuburan : 2 Ha

    Perkantoran : 2 Ha

    Pasar desa : 4 Ha

    Perkarangan : 420 Ha

    Perkebunan rakyat seluas : 630 Ha

    2. Kondisi Demografi desa Pulung Rejo Kec.Rimbo Ilir Jambi

    Wilayah Desa Pulung Rejo sama halnya dengan wilayah-wilayah lain

    setiap tahun penduduk Desa Pulung Rejo bertambah, dan dari segi

    pembangunan fisik pun terus berkembang mengikuti arus perkembangan.

    Berdasarkan buku laporan kegiatan kecamatan 2010 dapat diketahui bahwa:

    Jumlah penduduk : 2309 orang

    Laki-laki : 1179 orang

    Perempuan : 1130 orang

    Jumlah kk : 584 orang

    31

    Sumber Data Monografi desa Pulung Rejo Tahun 2010, h. 1.

    32

    Ibid. h., 2.

  • 33

    Adapun mata pencaharian penduduk Desa Pulung Rejo pada

    umumnya sebagai petani.

    Untuk melihat berbagai mata pencaharian penduduk Desa Pulung Rejo

    dapat dilihat tabel 1 berikut ini:

    Tabel 2.1

    Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

    No. Pekerjaan Jumlah

    1 PNS 39 orang

    2 Swasta 20 orang

    3 Pedagang 82 orang

    4 Tani 725 orang

    5 Pertukangan 14 orang

    6 Nelayan 7 orang

    7 Buruh tani 300 orang

    Jumlah 1187 orang

    Sumber: Data Desa Pulung Rejo, Tahun 2010

    Melihat dari tabel diatas pada tahun 2010 penduduk desa Pulung Rejo

    mayoritas bekerja sebagai petani.

    3. Kondisi Sosiologis Masyarakat Desa Pulung Rejo Kec. Rimbo Ilir Jambi

    a. Bidang keagamaan

    Kehidupan beragama di Desa Pulung Rejo cukup baik. Hal ini

    dapat dibuktikan bahwa sejak dahulu sampai sekarang tidak pernah terjadi

    benturan-benturan yang bersifat keagamaan.

    Keberadaan sarana ibadah mutlak dibutuhkan di tengah

    masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk di dalamnya

    masyarakat desa Pulung Rejo. Untuk menjelaskan sarana tempat

  • 34

    peribadatan yang ada di desa Pulung Rejo, dapat dilihat pada Tabel 2

    dibawah ini:33

    Tabel 2.2

    Jumlah Sarana Peribadatan

    No Sarana Peribadatan Jumlah

    1 Masjid 1buah

    2 Mushola 9 buah

    Jumlah 10 buah

    Sumber: Data Desa Pulung Rejo, 2010

    Bangunan fisik sarana peribadatan baik masjid maupun musholah

    sudah cukup untuk menampung masyarakat yang akan menjalankan

    aktifitas keagamaanya seperti shalat, pengajian, dan bentuk peribadatan

    lain.

    Untuk data penduduk menurut penganut agama di Desa Pulung

    Rejo dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah:

    Tabel 2.3

    Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepercayaan Beragama

    No Jenis agama Volume Prosentase

    1. Islam 2308 orang 99,9567%

    2. Kristen 1 orang 0,0433%

    Jumlah 2309 orang 100%

    Sumber Data : Monografi Desa Pulung Rejo

    Penduduk desa Pulung Rejo mayoritas memeluk agama Islam

    bahkan penduduk yang menganut agama Kristen hanya satu orang.34

    33

    Ibid., h. 3.

    34

    Ibid., h. 4.

  • 35

    b. Bidang Pendidikan

    Pada tahun 2010 berjumlah 328 siswa dengan tingkat klasifikasi

    pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

    Tabel 2.4

    Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Usia Pendidikan

    No Sarana pendidikan Jumlah murid

    1 Taman kanak-kanak 37 orang

    2 Sekolah dasar 185 orang

    3 Mandrasah iftidaiyyah 106 orang

    Jumlah 329 orang

    Sumber Data : Hasil Laporan Tahunan desa Pulung Rejo, tahun 2010

    Hanya ada tiga tempat pendidikan yang dapat memfasilitasi

    masyarakat pulung rejo khususnya dalam pendidikan, dan jika mereka

    ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus

    kota kecamatan atau Propinsi. Hal ini, yang meyebabkan mereka tidak

    mau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan

    alasan jauhnya lokasi sarana pendidikan.

    Tabel 2.5

    Jumlah sarana pendidikan di desa Pulung Rejo

    No Sarana pendidikan Jumah

    1 Taman kanak-kanak 1 gedung

    2 Sekolah Dasar 1 gedung

    3 Madrasyah iftidaiyyah 1 gedung

    4 SLTP/Sederajat -

    5 SLTA -

    Jumlah 3 gedung

    Sumber Data : Laporan Tahunan desa Pulung Rejo Tahun 2010

  • 36

    Sarana pendidikan di Desa Pulung Rejo memang belum memadai,

    sekolah yang ada hanya sampai tingkat sekolah dasar padahal banyak anak

    yang bersekolah hingga perguruan tinggi.

    c. Bidang Kemasyarakatan

    Masyarakat desa Pulung Rejo itu sendiri terdapat 16 kelompok

    majlis talim dengan jumlah anggota 320 orang, sedangkan organisasi

    sosial lainya seperti, karang taruna, PKK sebagaimana table dibawah ini:

    Tabel 2.6

    Organisasi Sosial Masyarakat Desa Pulung Rejo

    No Nama Organisasi Jumlah Anggota

    1 Majlis Talim 16 Kelompok 320 orang

    2 Karang Taruna 1 Kelompok 170 Anggota

    3 Kelompok PKK 1 Kelompok 16 Anggota

    Sumber Data : Laporan Tahunan Desa Pulung Rejo Tahun 2010

    C. Pelaksanaan Khitbah atau Lamaran di Desa Pulung Rejo Kec.Rimbo Ilir

    Jambi

    1. Adat Istiadat Masyarakat Desa Pulung Rejo

    Masyarakat pulung Rejo menganut sistem kekerabatan bilateral

    sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya. Kelompok kekerabatan

    bilateral seseorang ditelusuri melalaui garis keturunan dari pihak ayah

    maupun ibu. Seluruh kerabat yang berasal dari garis keturunan yang sama,

    baik laki-laki maupun perempuan, saudara laki-laki, saudara perempuan, atau

    sepupu dimasukkan kategori saudara (sedulur).

  • 37

    Dalam sistem bilateral, dimana baik garis keturunan ibu maupun ayah

    diperhitungkan, konsep terpenting bukanlah marga yang tidak dikenal oleh

    masyarakat Jawa akan tetapi percabangan dari kedua sisi. Dengan kata lain,

    setiap orang memiliki dua garis nenek-moyang, yakni garis nenek moyang

    dari bapak dan ibu. Dari kedua garis keturunan tersebut akan terbentuk

    jaringan sepupu dari kedua belah pihak yang memiliki dua pasang kakek-

    nenek, yakni orang tua bapak dan orang tua ibu mereka yang disebut kakek-

    nenek pangkuan.35

    Masyarakat Pulung Rejo menganut agama Islam. Mereka juga terikat

    oleh aturan-aturan adat yang mereka warisi dari nenek moyang dahulu. Adat

    istiadat diwarisi secara turun temurun dan tetap diakui serta ditaati oleh

    masyarakat.

    Masyarakat Pulung Rejo dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya

    masih terikat oleh sistem norma dan aturan-aturan adatnya yang dianggap

    luhur dan keramat. Mereka masih percaya pada hal-hal yang bersifat mistis

    atau klenik seperti kemenyan dan sesajen. Hal tersebut tidak bisa

    ditinggalkan ketika ada suatu hajat (seperti membangun rumah, slametan,

    acara perkawinan, dll) yang menurut mereka suatu syarat wajib dilakukan

    sehingga hajatnya dapat terkabul.36

    35

    H. Geert, Keluarga Jawa ( Jakarta: PT. Temprint, 1985), Cet-3, h. 28.

    36

    Sakiyo, Kepala Desa Pulung Rejo, Wawancara Pribadi. Pulung Rejo, 13 Agustus 2010.

  • 38

    Kata adat sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yang berati kebiasaan.

    Pendapat lain menyatakan, bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa

    sansekerta a berarti bukan dan dato yang artinya sifat kebendaan. Dengan

    demikian, maka adat sebenarnya sifat immaterial : artinya, adat menyangkut

    hal-hal yang berkaitan dengan sistem kepercayaan 37

    Adapun adat atau kebiasaan yang dipakai oleh masyarakat desa Pulung

    Rejo adalah adat yang berasal dari pulau Jawa, dikarenakan mayoritas

    masyarakatnya besaral dari Jawa yang ditransmigrasikan secara bersamaan

    atau dikenal dengan istilah bedol desa pada tahun 1978. Jadi walaupun

    mereka telah menetap lama di Propinsi jambi akan tetapi kebiasaan yang telah

    tumbuh dalam jiwa itu susah untuk diubah bahkan, anak cucu mereka pun ikut

    mewarisi tradisi-tradisi nenek moyang mereka.

    Dalam permasalahan khitbah atau lamaran yang dipraktekan juga

    berasal dari tradisi Jawa dahulu. Jika sesorang ingin melaksanakan pernikahan

    maka mereka harus melakukan proses lamaran terlebih dahulu sebelum

    melanjutkan ke akad pernikahan. Seperti halnya pada proses lamaran pada

    adat lainnya yang harus melalui berbagai tahapan maka lamaran adat desa

    Pulung Rejo pun melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang.

    37

    Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: CV Rajawali,

    1981), h. 83.

  • 39

    2. Pengertian Khitbah atau Lamaran di Masyarakat Desa Pulung Rejo

    Istilah meminang (ngelamar) mengandung arti permintaan yang dalam

    hukum adat berlaku dalam bentuk pernyataan kehendak dari satu pihak

    kepada pihak lain untuk maksud mengadakan ikatan perkawinan.38

    Bagi orang Jawa ngelamar dilakukan oleh orangtua pihak perjaka

    kepada orangtua gadis setelah acara nontoni yaitu melihat dari dekat antara

    pihak perjaka dan pihak gadis. Lamaran dilakukan sendiri oleh orangtua sang

    perjaka secara lisan yaitu langsung datang ke rumah orangtua sang gadis. Ada

    resiko bila orangtua perjaka langsung melamar secara lisan, kerena belum

    tentu diterima pada saat itu juga.39

    Hal ini disebabkan oleh pihak keluarga sang gadis perlu berunding

    dulu dengan para sesepuh yaitu kakek, nenek dan keluarga lainnya.

    Akan tetapi, pada zaman sekarang lebih mudah, sebab keragu-raguan

    sudah tidak ada lagi, sebab antara sang perjaka dan sang gadis sudah saling

    cinta dan cocok. Namun demikian, untuk resminya perlu diadakan tatacara

    melamar. Jadi apabila sang perjaka dan sang gadis sudah saling cinta dan

    cocok, maka orangtua perjaka dapat langsung melamar secara lisan kepada

    orangtua sang gadis.40

    38

    Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Alumni, 1983), h. 27.

    39

    Thomas Wijaya Bratawijaya, Upacara Perkawinan Adat Jawa (Jakarta: Pustaka Sinar

    Harapan, 2006), h. 8.

    40

    Ibid., h. 9.

  • 40

    Setelah lamaran sang perjaka diterima maka dilakukan acara pening

    setan atau dalam bahasa Indonesia disebut Tanda Kasih. Tanda pengikat

    adalah pemberian sejumlah barang dari sang perjaka kepada sang gadis

    pilihanya guna memantapkan ikatan cinta antara calon mempelai pria dan

    calon mempelai wanita. Dengan adanya pemberian pening setan tersebut

    sebagai tanda bahwa sang perjaka dan sang gadis sudah bertungangan secara

    resmi tetapi belum sah sebagai pasangan suami isteri.

    Dalam pengertian adat Jawa masa pertunangan adalah bila lamaran

    sang perjaka sudah diterima dan telah disetujui oleh kedua belah pihak

    oranngtua dengan ditandai ikatan kasih. Masa pertunangan ini bukan lagi

    dikatakan masa pacaran akan tetapi masa dimana masa penantian atau

    menuggu datangnya hari peresmian perkawinan mereka berdua. Di samping

    itu masa pertunangan untuk saling mengenal sifat dan karakter masing-masing

    dalam rangka saling menyesuaikan diri antara mereka berdua dan mungkin

    disertai rencana-rencana yang akan dilakukan setelah mereka sah menjadi

    suami istri. Selain itu dalam masa pertunangan untuk mengadakan

    pertimbangan-pertimbangan agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.41

    Dalam adat yang dipakai oleh masyarakat desa Pulung Rejo dalam

    masa penig setan kedua belah pihak sepakat untuk menentukan palang atau

    ganti rugi bila kelak ada diantara salah satu pihak menyalahi janji atau

    41

    Ibid., h. 19.

  • 41

    melakukan pembatalan lamarannya. Dengan sejumlah uang tertentu yang

    telah disepakati sebelumnya dan disaksikan para sesepuh-sesepuh desa. 42

    Apabila masa pertunangan mulus, lancar dan tidak timbul masalah

    serius, maka masa penantian terlampaui, yang selanjutnya perkawinan mereka

    dapat dilangsungkan. Namun demikian bila dalam masa pertunangan timbul

    hal-hal yang sekiranya kurang pas, maka pertunangan dapat dibatalkan,

    dengan membayar sejumlah palang yang telah disepakati sebelumnya.

    Pembatalan boleh dari pihak perjaka maupun dari pihak gadis. Apabila

    pembatalan dari pihak gadis, maka barang-barang tali pengikat atau

    peningsetan harus dikembalikan. Akan tetapi bila dari pihak laki-laki maka

    barang-barang tali pengikat tidak etis bila diminta kembali, kecuali bila pihak

    perempuan yang mengembalikan boleh diterima.43

    3. Akibat Hukum Khitbah Masyarakat Desa Pulung Rejo

    Hubungan hukum yang berlaku antara perjaka dan gadis, walaupun dapat

    dibuktikan dengan adanya pemberian tanda mau, baik berupa barang ataupun

    uang dari pihak laki-laki kepada pihak wanita, diantara mereka belum ada ikatan

    hukum. Oleh karena itu hubungan diantara mereka itu baru tahap memadu cinta-

    kasih yang dalam istilah sehari-hari disebut pacaran.44

    42

    Sudayat Jambi, Tokoh Agama Desa Pulung Rejo. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 14

    september 2010.

    43

    Bratawijaya, Upacara Pernikahan Adat Jawa, h. 20. 44

    Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Alumni, 1983), h. 47.

  • 42

    Dalam pengertian adat masyarakat Jawa masa pertunangan adalah bila

    lamaran sang perjaka sudah diterima dan telah disetujui oleh kedua pihak

    orangtua dengan ditandai ikatan kasih. Yang dimaksud dengan masa pertunangan

    adalah masa penantian atau menunggu datangnya hari peresmian perkawinan

    mereka berdua. Akan tetapi, dalam masyarakat desa Pulung Rejo seseorang yang

    telah melamar dan diterima mereka telah terikat dengan perjanjian untuk menikah

    dan jika terjadi pembatalan di antara salah satu pihak kelak, dapat dikenakan

    denda atau ganti rugi bagi pihak yang mengikari janjinya itu.

    Adapun akibat hukum yag ditimbulkan setelah dilakukanya peminangan

    itu hubungan antara pihak keluarga si gadis dengan keluarga sang jejaka akan

    semakin akrab. Namun si gadis dan sang jejaka justru harus lebih hati-hati

    menjaga diri. Sebab, walaupun hubungan mereka telah mendapat restu dari

    keluarga kedua belah pihak, mereka tetap harus menjaga kehormatan keluarga

    masing-masing.

    Dengan adanya ikatan pertunangan maka berlakulah ketentuan tata tertib

    adat pertunangan yang antara lain meliput hal-hal sebagaimana di bawah ini:

    1) Baik pihak yang melamar dan yang dilamar terikat pada kewajiban untuk memenuhi persetujuan yang telah disepakati bersama, terutama untuk

    melangsungkan perkawinan kedua calon mempelai.

    2) Baik pria maupun wanita yang telah terikat dalam tali pertunagan, begitu pula orangtua / keluarga dan kerabat ke dua pihak dilarang berusaha mengadakan

    hubungan dengan pihak lain yang maksudnya untuk melakukan peminangan,

    pertunangan dan perkawinan. Melakukan hubungan dengan yang lain dalam

    maksud yang sama dapat berakibat putusnya pertungan dan batalnya

    perkawinan yang telah direncanakan dan disepakati.

  • 43

    3) Kedua pihak keluarga harus saling mengawasi gerak-gerik dan tindak-tanduk dari para calon mempelai yang bertunangan, termasuk memperhatikan sifat

    watak perilaku dari mereka.

    4) Apabila pertunangan tidak dapat diteruskan ke jenjang perkawinan dikarenakan salah satu pihak atau kedua belah pihak memutuskan hubungan

    pertunangan itu, maka pihak yang dirugikan berhak menuntut kembali barang-

    barang dan uang serta kerugian lainya pada pihak yang bersalah atau yang

    telah menerima barang-barang pemberian selama pertunangan itu. Dalam

    penyelesaian perselisihan yang terjadi, maka para pemuka adat yang

    melakukan penyelesaiannya secara damai.45

    4. Tatacara Khitbah Masyarakat Desa Pulung Rejo

    Tata cara khitbah yang dilakukan oleh masyarakat desa Pulung Rejo tidak

    jauh beda dengan pelaksanaan khitbah yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada

    umumnya. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh masyarakat desa

    Pulung Rejo dalam pelaksanaan khitbah:

    a. Pihak keluarga perjaka mengutus seseorang yang dipercayai ke rumah sang

    gadis, untuk menanyakan tentang hubungan putrinya dengan sang perjaka

    karena pada zaman sekarang anak telah saling mengenal lebih dahulu maka

    tinggal izin orangtualah yang diperlukan.

    b. Setelah keluarga gadis menyetujui tentang hubungan mereka, maka utusan

    dari keluarga perjaka menentukan hari dan waktu yang tepat untuk datang

    kembali bersama pihak orangtua laki-laki untuk mengadakan lamaran secara

    resmi.

    45

    Ibid., h. 61-63.

  • 44

    c. Pada hari dan waktu yang ditentukan tiba, maka pihak keluarga gadis,

    mengundang tetangga satu RT, dan para aparat desa serta sesepuh desa untuk

    menyaksikan lamaran yang akan dilaksanakan.

    d. Pihak keluarga laki-laki datang kembali bersama keluarga terdekatnya untuk

    melamarkan putranya secara resmi dengan wanita pilihannya.

    e. Pihak keluarga laki-laki dan perempuan mempunyai juru bicara masing-

    masing untuk mewakili pernyataan lamaran dan penerimaan dari pihak

    perempuan. Setelah lamaran diterima, maka pemberian tanda ikatan pun

    langsung diberikan kepada wanita biasanya berupa cincin. Hal ini dijadikan

    sebagai tanda bahwa recara resmi hubungan mereka direstui oleh keluarga dan

    akan melangsungkan pernikahan. Setelah itu, para ketua adat atau sesepuh

    merembuk beberapa hal yang menjadi kesepakatan dari kelurga kedua belah

    pihak.46

    antara lain sebagai berikut :

    1) Dibicarakan jumlah palang atau ganti rugi yang akan dibayarkan jika

    terjadi pembatalan atau mungkir janji dari salah satu pihak yang

    bertunangan.

    2) Dibicarakan masalah penentuan atau perhitungan hari baik untuk

    pelaksanaan pernikahan, walaupun waktu antara tunangan dan pernikahan

    masih lama.

    46

    Somorejono, Sesepuh Adat Desa Pulung Rejo. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 21

    September 2010.

  • 45

    3) Setelah semua pihak sepakat tentang hari dan waktu yangdianggap tepat

    untuk melaksanakan pernikahan. Yang terakhir dibicarakan masalah gol

    47yaitu suatu kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga tentang hari

    pelaksanaan pernikahan, jika terjadi kematian dari salah satu keluarga

    dekat seperti, orangtua, adik, kakak, kakek, nenek, maka pernikahan akan

    tetap dilaksanakan atau ditunda sampai mendapatkan pergantian hari yang

    lebih tepat lagi.48

    47

    Gol adalah kesepakatan antara kedua keluarga apakah pernikahan akan tetap dilaksanakan

    atau ditunda ketika mendekati hari pelaksanaan pernikahan ada keluarga dekat yang meninggal dunia.

    48

    Somorejono, Sesepuh Adat Desa Pulung Rejo. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 21

    september 2010 .

  • 46

    BAB III

    BEBERAPA PENYEBAB PEMBATALAN KHITBAH DI DESA PULUNG

    REJO KEC.RIMBO ILIR JAMBI

    Putusnya hubungan berpacaran biasanya diselesaikan antara pria dan wanita

    yang bersangkutan tanpa dicampuri orang tua, kecuali jika penyelesaian di antara

    mereka tidak tercapai dan menimbulkan perselisihan. Namun jika terjadi putus

    pertunangan maka penyelesaiannya secara damai dilakukan oleh orangtua, keluarga

    dan kepala adat dari kedua pihak, dan penyelesaiannya dilakukan berdasarkan azas

    kesepakatan, kerukunan dan kekeluargaan.1

    Adapun latar belakang yang menyebabkan putusnya ikatan pertunangan

    secara umum antara lain adalah dikarenakan:

    a. Salah satu pihak atau kedua pihak, baik si pria atau si wanita yang bertunangan

    ataupun kerabat mereka mungkir janji, tidak memenuhi perjanjian untuk

    perkawinan, misalnya dalam masa pertunangan itu terjadi si pria melakukan

    pertunangan atau perkawinan dengan wanita lain atau si wanita berlainan untuk

    kawin dengan orang lain atau dikawinkan dengan orang lain.

    b. Salah satu pihak, atau kedua belah pihak menolak untuk meneruskan pertunangan

    dikarenakan adanya cacat cela pribadi dari pria atau wanita yang bertunangan,

    misalnya cacat cela sifat watak perilaku budi pekerti dan kesehatannya. Ataupun

    cacat cela dari orang tua/keluarga dan kerabat salah satu pihak, sebagai akibat

    penilaian selama masa pertunangan.

    c. Salah satu pihak menolak untuk diteruskannya ikatan Pertunangan dikarenakan

    pihak yang melamar tidak mampu memenuhi permintaan pihak yang dilamar atau

    sebaliknya pihak yang dilamar merasa permintaannya tidak dapat dipenuhi.

    d. Terjadi pelanggaran-pelanggaran adat yang dilakukan oleh salah satu pihak

    sehingga menyebabkan timbulnya perselisihan selama berlakunya masa

    1 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Alumni, 1983), h. 63.

  • 47

    pertunangan di antara para pihak, baik yang sifatnya pelanggaran kesopanan dan

    kesusilaan maupun yang perbuatannya dapat dituntut K.U.H. Pidana. 2

    Begitu pula sebab pembatalan khitbah yang dilakukan oleh masyarakat desa

    Pulung Rejo tidak jauh berbeda dengan sebab-sebab putusnya pertunangan secara

    umum yang telah disebutkan di atas. Karena masyarakat desa Pulung Rejo termasuk

    masyarakat yang menjunjung adat, dan hukum adat berlaku terhadap anggota-anggota

    warga masyarakat adat serta orang-orang di luarnya yang terkait akibat hukumnya.

    Dari hasil penelitian, penulis mendapati beberapa hal yang menjadi faktor

    penyebab pembatalan khitbah atau lamaran dalam masyarakat desa Pulung Rejo

    antara lain:

    A. Faktor Adanya Orang Ketiga

    Dalam masa peningsetan atau tunangan ini banyak hal yang mungkin

    terjadi, bahkan sesuatu yang di luar logika sekalipun. Dikarenakan waktu tunggu

    yang terkadang telalu lama, sehingga mengakibatkan salah satu dari dua pihak

    mengingkari janjinya yang disebabkan adanya wanita idaman lain bagi seorang

    perjaka dan bagi seorang gadis disebabkan karena ada godaan pria lain atau

    adanya lamaran dari laki-laki lain, yang dianggapnya lebih siap untuk segera

    menikahinya dari pada tunangannya.3

    Dikarenakan adanya gangguan dari pihak ketiga baik dari seorang laki-

    laki atau perempuan maka mereka merasa ragu untuk melanjutkan hubungannya

    2 Ibid., h. 64-65.

    3 Dainuri, Ketua Adat Kec. Rimbo Ilir. Wawancara Pribadi, Karang dadi, 13 Agustus 2010

  • 48

    ke jenjang pernikahan, Sehingga memutuskan untuk membatalkan khitbah yang

    pernah dilaksanakan dengan dalih ketidaksiapan untuk menikah terlalu cepat.

    Penulis mengambil contoh dari calon pasangan HR (perempuan) dan BD

    (laki-laki), setelah BD mengkhitbah HR dengan selang waktu 1 tahun untuk

    melanjutkan pernikahan. Akan tetapi selama 1 tahun BD berubah sikapnya

    terhadap HR bahkan sering tidak berkomunikasi. Karena kekhawatiran orang tua

    HR, akhirnya menanyakan BD tentang hubungan mereka apakah akan dilanjutkan

    atau akan diakhiri saja. Dengan adanya pernyataan dari orang tua HR maka BD

    memilih untuk membatalkan khitbah yang pernah dilaksanakan dengan dalih

    belum siap untuk menikah terlalu cepat. Berdasarkan kesepakatan awal bagi

    pihak yang menyalahi janji maka dikenakan palang atau ganti rugi sebesar 5 juta.

    Karena BD yang membatalkan khitbah maka BD yang membayar palang atau

    ganti rugi tersebut. Namun, setelah 3 bulan berlalu BD menikah dengan wanita

    lain.4 Ketidaksiapan untuk menikah sering dijadikan dalih untuk membatalkan

    khitbah yang disebabkan adanya wanita atau adanya laki-laki lain yang

    menggoyahkan hati mereka untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.

    Selain pasangan HR dan BD, penulis mendapati calon pasangan WG

    (perempuan) dan AN (laki-laki). WG dan AN telah bertunangan selama 1 Tahun

    akan tetapi, selang waktu tunggu untuk melangsungkan pernikahan (tunangan)

    WG menikah dengan DY yang merupakan tetangga WG. Setelah diketahui,

    keluarga WG telah meninggalkan rumah dengan DY ke Medan, akhirnya orang

    4 Sukinem, orang tua Hariyati. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 16 September 2010.

  • 49

    tua WG menyetujui pernikahan mereka dikarenakan malu dengan tetangga

    terlebih calon besan yang telah melamar anaknya. Keluarga WG meminta maaf

    dengan pihak keluarga AN, dan penyelesaiannya dilakukan secara damai yang

    dibantu oleh ketua adat setempat. Berdasarkan kesepakatan di awal bagi pihak

    yang mungkir janji akan dikenakan palang atau ganti rugi sebesar 10 juta.5 Maka

    akhirnya pihak WG membayar palang dengan jumlah yang telah disepakati

    awalnya.

    B. Faktor Pendidikan

    Alasan sosial seseorang memang cukup dominan sebagai suatu yang

    melatar belakangi beberapa pihak untuk melakukan pembatalan khitbah atau

    lamarannya. Hal ini penulis mengambil satu contoh pihak yang membatalkan

    khitbah atau lamarannya yaitu: pasangan SK (laki-laki) & DW (perempuan) , JR

    (laki-laki) dan SY (perempuan).

    Pendidikan seseorang merupakan gambaran status sosial dalam

    masyarakat dikarenakan tingkat pendidikan di desa Pulung Rejo masih rendah.

    Sehingga bagi orang yang merasa telah mempunyai pendidikan tinggi mereka

    sangat hati-hati untuk memilih pasangan dalam hidupnya.

    Secara tidak langsung masyarakat desa Pulung Rejo mempunyai prinsip

    kesepadanan dalam memilih pasangan hidup. Sedangkan dalam Islam prinsip ini

    5 Anto, Orang tua WG. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 22 Agustus 2010.

  • 50

    disebut dengan kafaah. Secara etimologi, kafaah berarti sepadan, seimbang dan

    serupa, sedangkan secara terminologi, kafaah berarti kesepadanan, keseimbangan

    dan keserasian antara calon isteri dan suami baik dalam fisik, kedudukan, status

    sosial, ahklak maupun kekayaannya. Sehingga masing-masing calon merasa

    nyaman dan cocok serta tidak merasa terbebani untuk melangsungkan pernikahan

    dan mewujudkan tujuan pernikahan.6

    Jadi, dibenarkan bila masyarakat mempertimbangkan suatu kesepadanan

    dalam memilih calon pendamping hidupnya, daripada mereka harus menyesal

    setelah pernikahan terjadi atau menjalani rumah tangga yang tidak harmonis,

    dikarenakan banyaknya perbedaan baik dalam hal pemikiran dan cara pandang

    dalam suatu kehidupan.

    SK membatalkan khitbahnya dengan DW karena merasa tidak sepadan

    atau sekufu dalam masalah pendidikan. SK yang bekerja sebagai Polisi merasa

    tidak cocok menikah dengan DW yang hanya berpendidikan SLTP, hal ini

    diketahuinya setelah pelaksanaan khitbah dan akhirnya SK memilih untuk

    membatalkan khitbahnya, walupun harus membayar palang atau ganti rugi

    sebesar 20 juta dengan alasan tidak sepaham dalam masalah pemikiran. Namun

    setelah 4 bulan SK melamar seorang mahasiswa dan akhirnya menikahinya.7 Dari

    6 Asrorun Niam, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga (Jakarta: Elsas, 2008), h.

    12.

    7 Sarmi, adik dari ibu SK.. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 17 September 2010.

  • 51

    fenomena inilah penulis menyimpulkan bahwa, faktor pendidikan juga

    berpengaruh pada pembatalan khitbah seseorang.

    C. Foktor Ekonomi

    Materi memang gambaran kemapanan ekonomi seseorang, sehingga

    kehidupan sosialnya akan terlihat sempurna di depan semua orang. Banyak orang

    beranggapan bahwa uang memang bukan segala-galanya tapi semua kehidupan

    ini membutuhkan uang.

    Di desa Pulung Rejo sendiri menilai seorang lelaki yang telah bekerja dan

    dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, dianggap telah mampu untuk membina

    suatu rumah tangga, sehingga mereka diberi izin jika akan menikah. Akan tetapi,

    jika ada seseorang lelaki yang ingin melamar seorang perempuan dia belum

    bekerja bahkan masih bergantung kepada orang tua, maka secara langsung orang

    tua pihak perempuan tidak menerima lamarannya. Hal inilah yang menyebabkan

    khitbah seorang laki-laki dibatalkan dari seorang perempuan karena seorang laki-

    laki dinilai belum bisa bertanggung jawab jika kelak menjadi seorang suami

    untuk menghidupi kebutuhan isteri dan anaknya. Maka dengan alasan-alasan itu

    banyak dari pihak perempuan yang membatalkan khitbahnya dikarenakan takut

    tidak bisa hidup layak dan bahagia.

    Secara langsung pengakuan mereka memang sulit, tetapi setelah penulis

    menjelaskan tujuan penelitian serta meminta izin secara baik-baik akhirnya

  • 52

    mereka bersedia. Karena masalah ini merupakan hal pribadi seseorang dan sangat

    sensitif untuk dibicarakan secara umum. Dengan itu, informan meminta penulis

    untuk disamarkan namanya dengan inisial A. A (perempuan) mengaku setelah

    bertunangan selama 1 tahun dengan B (laki-laki), dia telah cukup untuk mengenal

    sifat dan watak B secara keseluruhan bahkan sampai sifat-sifat keluarga B, yang

    dirasakan dan dilihat sangat baik hati. Akhirnya sampailah pada masalah material

    keluarga B, yang memang dari keluarga kurang berada. Karena rasa cinta si A,

    maka waktu B melamar A langsung menerimanya. Akan tetapi, selang waktu 1

    tahun saya merasa takut jika kelak menikah dengan B, dia tidak dapat memenuhi

    kebutuhan keluarga kami, karena B juga merupakan tulang punggung

    keluarganya. Dari hal itu saya mulai mempertimbangkan kembali jika harus

    menikah dengan B, dan akhirnya saya memilih untuk memutuskan lamaran atau

    tunangan B, dan berharap ada laki-laki lain yang lebih baik dari kondisi B yang

    akan melamarnya.8

    D. Faktor Ketaatan Kepada Orangtua

    Faktor keluarga banyak juga dijadikan alasan seseorang untuk

    membatalkan khitbahnya karena keluarga merupakan orang terdekat yang akan

    mempengaruhi kehidupan mereka kelak. Perkawinan merupakan langkah awal

    yang menentukan dalam proses membentuk keluarga bahagia dan hamonis. Di

    samping itu, perkawinan bagi pasangan muda-mudi adalah melakukan

    8 A, Pelaku Pembatalan Khitbah. Wawancara Pribadi, Pulung Rejo, 21 Agustus 2010.

  • 53

    pengintegrasian manusia dalam tatanan hidup bermasyarakat. Hal ini untuk

    menjaga tidak adanya penyesalan di kemudian hari.9

    Peran orang tua dalam menentukan calon menantu d