gambaran umum kecamatan

12
A. Aksesibilitas Aksesibilitas pada kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang saling berkesinambungan dan memiliki keterkaitan hubungan antar wilayah. Jaringan jalan tersebut memiliki fungsi-fungsi peruntukan sesuai dengan peraturan daerah. Berikut adalah gambaran mengenai karakteristik eksisting aksesibilitas pada wilayah perencanaan : A.1 Jalan Arteri Primer Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga, jaringan jalan arteri primer pada kawasan perencanaan adalah Jalan Diponegoro dan Jalan Wahid Hasyim. Jalan arteri primer tersebut menghubungkan Kabupaten Semarang-Kota Salatiga-Kabupaten Boyolali. Pada kawasan perencanaan, koridor Jalan Diponegoro mencakup sepanjang Satlantas Polres Salatiga hingga Tugu Tamansari, sedangkan pada koridor Jalan Wahid Hasyim mencakup satu blok dari traffic light jalan. Meskipun terdapat jalan arteri primer pada wilayah perencanaan, namun permasalahan kemacetan/kepadatan kendaraan pada koridor jalan tersebut dapat dikendalikan dengan cara pengalihan jalan/pemberian rute alternatif seperti melewati Ring Road Salatiga dan Jalan Kolektor lainnya. Berikut adalah tabel karakteristik dan kondisi jalan arteri primer wilayah perencanaan : No Nama Jalan Karakteristik dan Kondisi Jalan Gambar

Upload: fajar-suryo-pristianto

Post on 17-Sep-2015

231 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Gambaran Umum Kecamatan

TRANSCRIPT

A. AksesibilitasAksesibilitas pada kawasan perencanaan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang saling berkesinambungan dan memiliki keterkaitan hubungan antar wilayah. Jaringan jalan tersebut memiliki fungsi-fungsi peruntukan sesuai dengan peraturan daerah. Berikut adalah gambaran mengenai karakteristik eksisting aksesibilitas pada wilayah perencanaan :A.1 Jalan Arteri PrimerBerdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga, jaringan jalan arteri primer pada kawasan perencanaan adalah Jalan Diponegoro dan Jalan Wahid Hasyim. Jalan arteri primer tersebut menghubungkan Kabupaten Semarang-Kota Salatiga-Kabupaten Boyolali. Pada kawasan perencanaan, koridor Jalan Diponegoro mencakup sepanjang Satlantas Polres Salatiga hingga Tugu Tamansari, sedangkan pada koridor Jalan Wahid Hasyim mencakup satu blok dari traffic light jalan. Meskipun terdapat jalan arteri primer pada wilayah perencanaan, namun permasalahan kemacetan/kepadatan kendaraan pada koridor jalan tersebut dapat dikendalikan dengan cara pengalihan jalan/pemberian rute alternatif seperti melewati Ring Road Salatiga dan Jalan Kolektor lainnya. Berikut adalah tabel karakteristik dan kondisi jalan arteri primer wilayah perencanaan :

NoNama JalanKarakteristik dan Kondisi JalanGambar

1Jalan Diponegoro 12 Meter 2/2 UD Menghubungkan Kab. Semarang-Kab. Boyolali Perkerasan Aspal Parkir Disisi Jalan Terdapat Jalur hijau di sisi jalan Dilewati angkutan umum Jur. Tuntang-Blotongan-Salatiga Tidak boleh dilewati oleh kendaraan berat

2Jalan Wahid Hasyim 12 Meter 2/2 UD Menghubungkan Kab. Semarang-Kab. Boyolali Perkerasan Aspal TIdak boleh parkir di sisi jalan Boleh dilewati oleh kendaraan berat (Bus Semarang Solo, Truck, Trailer)

A.2 Jalan Kolektor PrimerJalan kolektor primer pada wilayah perencanaan adalah Jalan Patimura. Fungsi dari jalan ini adalah menghubungkan antara Kecamatan Tuntang-Bringin dengan Kota Salatiga. Cakupan koridor Jalan Patimura pada wilayah perencanaan meliputi Tugu Tamansari Hingga SPBU Salatiga. Permasalahan justru terjadi pada koridor jalan kolektor primer ini, seperti kendaraan yang ngetime, lebar jalan yang kurang memadahi, parkir sembarangan serta pengguna jalan yang cenderung mengebut hingga berpotensi terjadi kecelakaan lalu lintas. Berikut adalah tabel karakteristik jalan kolektor primer wilayah perencanaan :

NoNama JalanKarakteristik dan Kondisi JalanGambar

1Jalan Patimura 8 Meter 2/2 UD Menghubungkan Kab. Semarang-Kab. Boyolali Perkerasan Aspal Parkir Disisi Jalan Terdapat Jalur hijau di sisi jalan Dilewati angkutan umum Jur. Bringin-Salatiga

A.3 Jalan Kolektor SekunderJalan kolektor sekunder pada wilayah perencanaan meliputi Jalan Dr. Sumadi, Jalan Yos Sudarso dan Jalan Turen. Jalan kolektor sekunder tersebut berfungsi sebagai jalur alternatif yang menghubungkan jalan arteri primer (Jalan Diponegoro) dengan jalan kolektor primer (Jalan Patimura). Kondisi eksisting pada jalan ini adalah jaringan jalan dengan lebar jalan 8 meter dengan perkerasan jalan berupa aspal. Koridor kawasan ini didominasi oleh permukiman pendidikan Mahasiswa UKSW, sehingga banyak sekali hambatan samping seperti pejalan kaki, orang menyeberang dan parkir dibadan jalan, sehingga jarak tempuh yang lebih jauh serta membutuhkan waktu yang relatif lebih lama memberikan dampak pada pengguna jalan. Para pengguna jalan yang tidak memiliki kepentingan pada kawasan tersebut cenderung memilih jalan arteri primer dan kolektor primer, ketimbang jalan kolektor sekunder ini.

A.4 Jalan Lokal SekunderJalan lokal sekunder pada wilayah perencanaan meliputi Jalan Atmo Suharjan, Jalan Seruni, Jalan Kemiri, Jalan Raden Patah, Jalan Cungkup. Jalan lokal sekunder merupakan jalan yang dikelola oleh Pemerintah Kota Salatiga dengan karakteristik lebar jalan 6-8 meter, perkerasan jalan aspal dan jalur 2 arah tak terbagi. Jalan-jalan tersebut merupakan jalan utama pada kawasan permukiman yang dapat dilewati kendaraan bermotor dengan jenis kendaraan roda empat (mobil), kendaraan angkut barang (tossa, pick up dan mobil box) serta kendaraan roda dua (motor), sepeda dan pejalan kaki. Berikut adalah tabel karakteristik jalan arteri primer pada wilayah perencanaan :

A.5 Jalan LingkunganJalan lingkungan pada wilayah perencanaan meliputi jalan-jalan permukiman perkampungan dengan lebar jalan 1.5-4 meter dalam bentuk jalan atau gang. Jalan ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat dengan pengawasan dari perangkat kelurahan/desa. Fungsi jalan lingkungan adalah sebagai akses masyarakat menuju rumah masing-masing, sayangnya jalan lingkungan ini kondisinya banyak yang rusak dan berlubang.

B. Kondisi Fisik LingkunganPenggambaran kondisi fisik lingkungan wilayah perencanan meliputi kondisi topografi/kelerengan, klimatologi, jenis tanah, penggunaan lahan intensitas bangunan dan tata bangunan, serta tata hijau dan ruang publik. Dari kelima aspek tersebut diharapkan mampu untuk menggambarkan kondisi eksisting wilayah perencanaan.B.1 TopografiTopografi atau kelerengan adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara horizontal dan pada umumnya dihitung dalam persen (%) atau derajat (o). Berdasarkan RTRW Kota Salatiga, Kondisi topografi kawasan perencanaan termasuk dalam klasifikasi datar pada tingkat kelerengan 0%-2%.

B.2 KlimatologiCurah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff, dan infiltrasi. Berdasarkan data BPS Kota Salatiga curah hujan pada wilayah perencanaan adalah 13.6-20.7mm/hari dengan intensitas curah hujan rendah.

NoTata Guna LahanLuas Area m2

1Hotel6081.657

2Kantor Pemerintah30064.72

3Kesehatan2467.062

4Makam7278.221

5Masjid1554.844

6Minimarket675.9358

7Pendidikan59494.56

8Perdagangan dan Jasa61018.49

9Perguruan Tinggi7271.101

10Peribadatan9935.734

11Permukiman181678.5

12Pertahanan dan Keamanan34377.69

13RTH2110.702

14SD6123.722

15SMA13936.4

16SMP4357.644

17SPBU2374.239

18Taman5560.658

19Tegalan4892.887

Total441254.8

B.3 Tata Guna Lahan Berdasarkan RTRW Kota Salatiga wilayah perencanaan termasuk dalam fungsi kawasan sebagai kawasan budidaya, sehingga pemanfaatan ruang pada wilayah perencanaan digunakan untuk tempat beraktivitas dan kegiatan produksi masyarakat. Berikut adalah data tata guna lahan wilayah perencanaan.

Berdasarkan data diatas, tata guna lahan pada wilayah perencanaan didominasi kawasan Permukiman, Pendidikan serta Perdagangan dan Jasa. Kawasan permukiman pada wilayah perencanaan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai kawasan kos-kosan mahasiswa UKSW, warung makan dan toko/kios kecil. Sedangkan kawasan perdagangan dan jasa pada wilayah perencanaan meliputi pemanfaatan lahan sebagai bank, restaurant, bengkel, dan minimarket.

B.4 Intensitas Bangunan Dan Tata BangunanIntensitas bangunan dan tata bangunan adalah tingkat alokasi dan distribusi bangunan terhadap luas lahan/tapak sesuai peruntukannya. Kondisi intensitas bangunan di wilayah perencanaan termasuk dalam kategori sangat padat, hal ini dibuktikan dengan kondisi eksisting kawasan sejumlah 95.5% merupakan kawasan terbangun dengan pemanfaatan lahan yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Sedangkan Identifikasi mengenai tata bangunan pada wilayah perencanaan, terdiri atas 3 jenis yaitu arsitektur bangunan, kepadatan bangunan dan ketinggian bangunan dengan penjabaran sebagai berikut :B.4.1 Arsitektur BangunanBangunan-bangunan pada wilayah perencanaan memanfaatkan bangunan cagar budaya bergaya belanda. Pemerintah Kota Salatiga menetapkan bangunan-bangunan yang berusia lebih dari 50 tahun sebagai bangunan cagar budaya, dengan ketentuan bangunan tersebut boleh dimanfaatkan dengan fungsi tertentu namun pengguna bangunan tidak diizinkan untuk dirobohkan sebagai bangunan baru. Ketentuan pemanfaatan bangunan sebagai tempat beraktivitas masyarakat berupa kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta pertahanan dan keamanan. Berikut adalah gambar-gambar pemanfaatan bangunan-bangunan bergaya arsitektur belanda yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya :

NoGambarKeterangan

1Kompleks Kodim IV

2Bank BCA

3SD Negeri 01 Salatiga

4Waroeng Koe

5Satlantas Polres Salatiga

6Gereja Khatolik St. Paulus Miki Salatiga

B.4.2 Kepadatan BangunanProses identifikasi tata bangunan tidak dapat dilepaskan dengan aspek kepadatan bangunan. Kepadatan bangunan merupakan sebuah perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat alokasi distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Untuk mencapai distribusi kepadatan kawasan yang selaras dengan deliniasi kawasan RTBL yang direncanakan, maka dilakukan pengaturan distribusi lahan yang tepat sehingga suatu kawasan dapat dimanfaatkan secara efektif dan optimal sesuai daya dukung dan karakter kawasan tersebut. Selain melakukan pengaturan kawasan, pengaturan tersebut harus disertai dengan arahan pembatasan pembangunan kawasan dengan cara menetapkan KDH dan KLB pada suatu kawasan, sehingga terbentuk suatu kawasan yang mendukung kenyamanan iklim dan lingkungan.Berdasarkan perhitungan interpretasi citra antara luas total bangunan dengan luas total wilayah perencanaan, didapatkan kepadatan bangunan sebesar 32.49% dengan ketentuan KDB maksimal untuk perumahan kepadatan tinggi 70% dan KDH minimal 30%. Meskipun masih terdapat banyak ruang non terbangun pada wilayah perencanaan, namun kondisi eksisiting kepadatan bangunan haruslah dijaga agar lingkungan pada wilayah perencanaan tetap nyaman, sehat, bersih dan tertata rapi.

B.4.3 Ketinggian BangunanAspek pengaturan tata bangunan yang terakhir adalah aspek ketinggian bangunan atau dalam istilah perencanaan biasa disebut dengan Pengaturan KLB (Koefisien Lantai Bangunan). Sayangnya belum ada ketentuan mengenai Koefisien Lantai Bangunan pada RTRW Kota Salatiga, sehingga pengaturan tentang KLB ini belum terkoordinir secara maksimal. Identifikasi mengenai kondisi eksisting wilayah perencaan terbagi atas 2 kawasan, yaitu ketinggian bangunan pada kawasan perdagangan dan jasa, serta ketinggian bangunan pada kawasan permukiman.

B.5 Tata Hijau Dan Ruang PublikSalah satu komponen terpenting dalam perancangan kawasan adalah sebuah sistem tata hijau dan ruang publik. Komponen ini menjadi sangat penting karena memiliki fungsi sebagai pengendali keseimbangan kawasan dengan daya dukung lingkungan yang diwujudkan dengan sistem ekologi berkelanjutan demi mewujudkan kehidupan ruang publik melalui penyediaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan menarik. Ruang publik terbagi menjadi dua jenis, yaitu ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka hijau ini dapat berupa taman, jalur hijau, makam dan hutan kota. Sedangkan ruang terbuka non hijau dapat berupa lapangan tennis, lahan parkir, kolam/danau buatan.