gambaran umum kampung mondo -...

22
53 Bab 3 GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO enarik! Demikianlah arti kata Mondo dalam bahasa Manggarai. Entah mengapa tempat yang kalau dilihat sepintas mata tampak biasa saja disebut menarik, tak seorang pun warga Mondo dapat menjelaskannya. Mondo merupakan nama sebuah kampung yang ada di Pulau Flores. Tepatnya, terletak di Provinsi NTT, Kabupaten Manggarai Timur, Kecamatan Borong, Desa Golo Kantar, Dusun Longko. 23 Kabupaten Manggarai Timur merupakan kabupaten muda yang baru mendapatkan otonominya pada tahun 2007, dan Bupati pertamanya dilantik pada tanggal 14 Februari 2009. Ibukota dari Daerah Otonomi Baru (DOB) ini adalah kota Borong. Oleh karena itu, Kampung Mondo sebetulnya berada di pusat pemerintahan DOB tersebut karena jaraknya dari kota Borong hanya sekitar 4 km, dan masih termasuk dalam kawasan Kecamatan Borong. Kabupaten baru ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Manggarai yang beribukotakan Ruteng, sekitar 56 km dari Borong ke arah barat. DOB Manggarai Timur memiliki 6 buah kecamatan, yang seluruhnya sudah menjadi kecamatan sejak sebelum terjadi pemekaran. Walaupun Kampung Mondo berada di pusat pemerintahan kabupaten, tanda-tanda peranan pemerintah 23 Ini merupakan kondisi ketika masa penelitian (2009-2010), tahun 2011 telah mengalami perubahan. M

Upload: lamthuy

Post on 28-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

53

Bab 3

GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO

enarik! Demikianlah arti kata Mondo dalam bahasa Manggarai. Entah mengapa tempat yang kalau dilihat sepintas mata tampak

biasa saja disebut menarik, tak seorang pun warga Mondo dapat menjelaskannya. Mondo merupakan nama sebuah kampung yang ada di Pulau Flores. Tepatnya, terletak di Provinsi NTT, Kabupaten Manggarai Timur, Kecamatan Borong, Desa Golo Kantar, Dusun Longko.23

Kabupaten Manggarai Timur merupakan kabupaten muda yang baru mendapatkan otonominya pada tahun 2007, dan Bupati pertamanya dilantik pada tanggal 14 Februari 2009. Ibukota dari Daerah Otonomi Baru (DOB) ini adalah kota Borong. Oleh karena itu, Kampung Mondo sebetulnya berada di pusat pemerintahan DOB tersebut karena jaraknya dari kota Borong hanya sekitar 4 km, dan masih termasuk dalam kawasan Kecamatan Borong. Kabupaten baru ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Manggarai yang beribukotakan Ruteng, sekitar 56 km dari Borong ke arah barat. DOB Manggarai Timur memiliki 6 buah kecamatan, yang seluruhnya sudah menjadi kecamatan sejak sebelum terjadi pemekaran. Walaupun Kampung Mondo berada di pusat pemerintahan kabupaten, tanda-tanda peranan pemerintah

23 Ini merupakan kondisi ketika masa penelitian (2009-2010), tahun 2011 telah mengalami perubahan.

M

Page 2: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

54

daerah dalam pembangunan di Mondo masih belum terlalu tampak sehingga bagi orang baru yang menapakkan kakinya di Mondo seakan berada di tempat yang sangat jauh dari kota dan cenderung terisolir, terutama di musim hujan.

Mondo merupakan hamparan luas padang rumput yang dikelilingi oleh bukit-bukit menjulang. Namun, padang rumput tersebut pelan-pelan dari tahun ke tahun telah disulap oleh penduduknya menjadi kebun-kebun dan permukiman. Walaupun demikian, sampai saat ini orang masih dapat melihat Mondo sebagai padang rumput yang membentang luas berhiaskan pohon-pohon jambu mente, coklat, kemiri, dan kapuk. Warga Mondo di tahun 2010 berjumlah sekitar 107 KK; suatu perkembangan yang cukup pesat, karena pada awal berdirinya di sekitar tahun 1950-an Mondo hanya menjadi tempat persemayaman sebuah keluarga saja. Keluarga pertama ini mendapatkan otoritas dari penduduk setempat yang tinggal sekitar 7 km di utara Kampung Mondo. Otoritas ini menjadikan keluarga pertama tersebut sebagai pemilik seluruh lahan yang ada di Mondo. Adapun luas lahan Mondo seluruhnya sekitar 50 ha. Seberapa luas tepatnya belum diketahui karena umumnya lahan di Mondo belum pernah diukur dan disertifikasi.

Page 3: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

55

Peta 1 Kabupaten

Page 4: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

56

Bagan 2 Mondo dalam wilayah Kabupaten Manggarai Timur24

Gambar 1 Panorama Kampung Mondo yang dikelilingi perbukitan

(Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010)

24 Bagan ini sesuai dengan keadaan saat penelitian, yaitu Februari 2009 – April 2010. Pada saat ini buku ini dicetak (2011) sudah terjadi pemekaran di beberapa tempat sehingga bagan tersebut sudah tidak sesuai lagi.

Manggarai Timur

Borong

18 desa lain Desa Golo Kantar

Dusun Jati Dusun Jawang

Dusun Longko

Kampung Longko

Kampung Mondo

Dusun Lodos

2 kelurahan lain

Elar Kota Komba Lamba Leda Poco Ranaka Sambi Rampas

Page 5: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

57

Peta 2 Peta lokasi Kampung Mondo dalam wilayah administrasi Kabupaten Manggarai Timur

Page 6: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

58

Pada saat ini Stefanus Syukur menjadi kepala kampung Mondo, atau di sana biasa dikenal dengan istilah Tu’a Golo. Stefanus merupakan keturunan langsung dari keluarga pertama yang mendiami Kampung Mondo. Seluruh warga pendatang lainnya mendapatkan tanah dari keluarga pertama ini. Semua anggota masyarakat Mondo merupakan orang Manggarai namun berasal dari klan yang berbeda-beda. Klan-klan di Mondo ini disebut dengan istilah Panga.

Sebagaimana kampung-kampung di Manggarai pada umumnya, kampung awali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya yang berjajar mengelilingi lapangan bersama yang disebut natas. Rumah-rumah penduduk yang melingkar berhadap-hadapan seolah menggambarkan suasana penduduknya yang komunal dan biasa duduk melingkar berhadap-hadapan dalam setiap acara adat.25 Sebetulnya, situasi ini cukup kondusif dalam mendukung suasana demokrasi di Kampung Mondo. Tidak hanya posisi rumahnya, juga kebiasaan mereka duduk bersama juga selalu dalam bentuk melingkar. Dalam perkembangannya, penduduk semakin banyak dan rumah-rumah harus terus dibangun. Tak ada lagi tempat yang cukup untuk memutari natas, sehingga rumah-rumah selanjutnya dibangun dalam jajaran memanjang ke arah utara. Ada juga yang ke arah selatan namun hanya sedikit saja, sekitar 4 rumah. Seluruh kawasan Mondo dibagi dalam tiga kawasan yang disebut Mondo 1, Mondo 2, dan Mondo3.26 Kampung awali Mondo berada di kawasan Mondo 1.

25 Duduk melingkar berhadap-hadapan merupakan kebiasaan masyarakat Manggarai yang disebut Lonto Léok. 26 Kawasan ini sebetulnya dibagi oleh Gereja yang disebut sebagai kelompok basis. Tujuan pembagian kawasan ini untuk memperlancar berjalannya program-program Gereja di kalangan umat.

Page 7: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

59

Bagan 3 Skema posisi rumah penduduk jika dilihat dari atas

Gambar 2 Rumah-rumah yang mengelilingi natas

(Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010)

Rumah-rumah warga umumnya adalah rumah-rumah yang tidak permanen, beratapkan ijuk atau seng, dan berdindingkan bilik bambu atau papan. Adapun lantai rumah mereka biasanya langsung tanah, tanpa semen apalagi keramik. Hanya beberapa rumah saja yang mulai bertembokkan semen atau separuh tembok semen dan berlantaikan semen pula. Sementara rumah

Page 8: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

60

Tu’a Golo merupakan rumah panggung dua lantai yang seluruhnya dibuat dari kayu.

Gambar 3 Rumah-rumah penduduk yang umumnya semi permanen (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010)

Hingga bulan Mei 2011, jalan beraspal tidak pernah melalui kampung Mondo. Jalan yang terbentang sepanjang kampung dan jalan yang menghubungkan kampung mereka dengan kota Borong merupakan jalan tanah yang mereka bangun secara bergotong royong. Demikian pun listrik belum memasuki tanah Mondo walau kampung-kampung tetangganya sudah mulai menikmati listrik, jalan aspal, dan air bersih. Jika ada acara-acara besar, biasanya warga menyewa generator dari kota. Yang paling menyulitkan, saluran air bersih pun tidak ada sehingga warga sehari-hari mengkonsumsi air sungai yang kotor. Itupun harus diambil dari tempat yang relatif jauh, tergantung posisi rumahnya dengan sungai yang mengalir di bawah kampung mereka. Di Mondo ada sebuah air terjun yang cukup deras dengan kolam besar di bawahnya. Di sanalah anak-anak dan penduduk Mondo sering pergi untuk mandi dan menangkap ikan. Untuk mencapai tempat ini, dibutuhkan waktu sekitar setengah jam berjalan kaki dari lokasi permukiman penduduk. Fasilitas umum lainnya seperti sarana pendidikan, kesehatan, bahkan pasar sekalipun tidak dapat dijumpai di sana. Yang dapat dijumpai di Mondo hanya rumah dan kebun, dengan penduduknya yang ramah dan periang.

Sejak terjadinya pemekaran kabupaten di tahun 2007, harapan baru mulai bersemi di hati para warga. Lebih-lebih, dengan meningkatnya Borong sebagai ibukota kabupaten, mulai banyak pembangunan terjadi di sana-sini. Banyak warga Mondo yang mengambil bagian dalam proyek-proyek yang dikerjakan

Page 9: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

61

oleh pemerintah di Borong, ataupun mengadu nasib dengan memutar ojek di Borong. Sayangnya, begitu banyak hal yang harus diprioritaskan oleh kabupaten yang masih sangat muda ini, sehingga Mondo pun belum tersentuh oleh pembangunan di masa pemerintahan baru ini.

“Singkatnya, sejak zaman Indonesia merdeka Mondo belum pernah mendapatkan pembangunan apa-apa dari pemerintah!” ucap seorang bapak singkat, padat, jelas dalam sebuah pertemuan para tetua Mondo.

“Yah pemerintah kita itu kan masih muda, masih banyak yang harus diurus. Pembangunan yang menyangkut kepentingan lebih banyak orang pasti lebih diprioritaskan. Kalau membangun di Mondo kan yang menikmati hanya orang Mondo saja. Tapi, kalau sampai bertahun-tahun mendatang kami tetap dibiarkan, kami akan bersuara,” ujar Stefanus Syukur penuh pengertian namun bernada mengancam sekaligus.27

Situasi inilah yang menjadi ancaman terabaikannya Mondo dalam pembangunan. Bagaimanakah masyarakat Mondo dapat melangsungkan kehidupannya di bawah ancaman situasi seperti ini? Kenyataannya, insan-insan pembangunan mulai memainkan peranannya dengan menggulirkan pembangunan di Mondo demi memenuhi kebutuhan mereka. Ada semacam kekuatan di balik kekerabatan orang Mondo, yang akhirnya menjadi fokus dari penelitian ini.

KOMUNITAS PEMBANGUN

Sejak lahirnya hingga saat ini, Kampung Mondo nyaris tak tersentuh oleh pembangunan yang diprakarsai oleh pemerintah. Dibandingkan dengan kampung-kampung tetangganya, Mondo paling tertinggal dari segi sarana infrastruktur. Kemungkinan besar letaknya yang jauh lebih terpencil dibandingkan kampung tetangganya menjadi alasan utama Mondo sulit dijangkau oleh aliran listrik, sambungan air bersih, dan jalan beraspal yang terbentang di kampung tetangga.

Walaupun demikian warga Mondo tampak jauh lebih maju dalam segala keterbatasannya dibandingkan warga kampung lainnya yang sempat dikunjungi ketika observasi. Kemajuan warga Mondo pertama dapat dilihat dari segi 27 Pernyataan ini disampaikannya ketika sedang beristirahat sejenak di hari kerja bakti meningkatkan jalan tanah ke tingkat telford di Mondo. Jadi, ungkapannya ini merupakan kerinduannya agar pemerintah mau turun tangan mengaspal jalan di Mondo.

Page 10: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

62

pendidikan. Tercatat hingga tahun 2010 ada 15 orang yang sedang sekolah di tingkat SMP, 7 orang sedang sekolah di tingkat SMU, 23 orang telah lulus SMU, dan 6 orang telah lulus atau pernah kuliah. Angka ini merupakan prestasi karena masih banyak warga kampung lain yang tidak tamat SD atau hanya sampai SMP saja.28 Bahkan, para sarjana tersebut di antaranya adalah putera Yoseph Majung. Yoseph Majung merupakan Tu’a Golo Mondo masa lalu yang lahir sekitar tahun 1930-an. Padahal, pada tahun itu sekolah masih sangat sulit dijangkau dan belum dirasakan penting oleh kebanyakan orang. Walaupun demikian, Yoseph Majung terus menekankan bahwa sekolah itu penting. Adapun istri dari Yoseph Majung, Monika Setia, banyak menekankan bahwa semua anak-anaknya harus sekolah dan bekerja. Dengan demikian, pemikiran investasi masa depan lewat menyekolahkan anak sudah mulai tampak di Mondo sejak lama. Dan rupanya, pendirian keluarga besar Tu’a Golo ini memengaruhi pula keluarga-keluarga lain di Mondo.

Perilaku investasi untuk masa depan ini juga tampak dalam diri Stefanus Syukur yang membeli lahan cukup luas untuk dijadikan sawah di daerah Waéreca. Dari seluruh warga Mondo, keluarga Stefanuslah satu-satunya yang mempunyai sawah dalam arti bukan sawah ladang.29 Selain itu, di depan rumah Stefanus berdiri sebuah warung kecil yang menjual beberapa barang kebutuhan sehari-hari ala kadarnya. Perilaku investasi ini diikuti juga oleh seorang warga Mondo 2 yang membuka warung di depan rumahnya pula. Warung ini merupakan fenomena yang cukup mencolok mata karena tidak ada satu warga pun di kampung-kampung lain yang membuka warung. Jadi, warung sebetulnya bukan hal yang biasa di Desa Golo Kantar. Di kampung-kampung tetangga Mondo, biasanya orang membuka warung atau kios jika ada acara-acara besar saja.

Adat istiadat yang seringkali disebut-sebut sebagai pemborosan juga disikapi secara cerdik oleh keluarga besar ini. Idenya berasal dari Alfonsius Dasung, adik bungsu Stefanus Syukur. Sebagai seorang ekonom lulusan sebuah perguruan tinggi di Kupang, Alfonsius menceritakan bahwa mereka menyisihkan pemasukan mereka secara rutin dan ditabung untuk kepentingan adat. Dengan demikian, pada saat terjadi tuntutan adat, mereka dapat selalu memenuhinya tanpa merugikan anggaran rutin rumah tangga.

28 Sayangnya, data persis tingkat pendidikan warga Desa Golo Kantar tidak ada. Namun, berdasarkan observasi dan informasi dari warga dan tokoh masyarakat, pendidikan warga Mondo termasuk maju dibandingkan kampung lainnya. 29 Ada beberapa warga Mondo yang juga mempunyai sawah tetapi sawah ladang.

Page 11: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

63

Pada tahun 1999 warga Mondo mengadakan demonstrasi ke DPRD Ruteng, yang berjarak sekitar 58 km dari Mondo. Sebelum tahun 1999, demonstrasi tergolong “tabu” di Indonesia karena dapat dianggap sebagai tindakan subversif. Oleh karena itu, demonstrasi yang diadakan tahun 1999 oleh warga Kampung Mondo yang nyaris belum terjamah media informasi tersebut merupakan peristiwa yang fenomenal. Tampak sebuah sikap dan cara berpikir yang membuat mereka semakin berbeda dengan kampung-kampung lainnya. Ciri-ciri sebuah civil society yang menghendaki akuntabilitas dan transparansi pemerintah cukup tampak ketika mereka berani menyampaikan kritik secara damai ke Ruteng.

Pengorganisasian di Mondo juga terkoordinir rapi dan cukup administratif. Salah satu contoh yang menonjol adalah pengkoordinasian penggunaan sarana air bersih. Di Mondo 1, 2, dan 3, masyarakat mengangkat seorang Tu’a Keran yang bertanggungjawab mengelola penggunaan air di kawasannya. Tu’a Keran ini masing-masing bertanggung jawab kepada Tu’a Golo untuk menaati peraturan dan bertanggung jawab atas kelancaran pemakaian air bersih di kawasannya masing-masing. Setiap Tu’a Keran memegang kunci keran dan bertanggung jawab untuk menutup dan membuka keran sesuai jadwal yang telah disepakati bersama di Kampung Mondo. Hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi di kampung-kampung lainnya. Di kampung-kampung lain, tidak ada penjadwalan kapan keran ditutup dan kapan dibuka sehingga seringkali air melimpah keluar dari bak dengan sia-sia. Banyak juga warga kampung lain yang seenaknya membelokkan saluran air ke rumah pribadinya sehingga tetangganya tidak memperoleh air atau setidaknya debit berkurang. Bahkan, ada pula yang membocorkan pipa air sehingga terjadi kubangan air yang cukup besar dan airnya berlimpah. Air ini digunakan untuk mengaduk semen karena sedang ada pembangunan rumah di lokasi tersebut. Akibatnya, debit air yang mengalir ke penduduk lainnya berkurang banyak.30 Contoh lain yang menunjukkan Kampung Mondo juga cukup rapi secara administratif adalah adanya daftar presensi dari rapat-rapat yang mereka lakukan, termasuk juga notulensi rapatnya. Selain itu, ada pula daftar presensi ketika mereka bergotong royong membangun sarana air bersih termasuk juga ketika melakukan survai. Jika terjadi kasus-kasus khusus, mereka membuat berita acara yang ditandatangani oleh orang yang bersangkutan dan Tu’a Golo.

30 Berbagai fenomena ini ada yang dilihat langsung oleh penulis, ada pula yang berdasarkan informasi dari warga Mondo dan luar Mondo, dilengkapi pula oleh informasi dari para Romo di Paroki Borong.

Page 12: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

64

Berita acara ini misalnya ketika ada kasus pengrusakan pipa air bersih31, pencurian batu di pinggir jalan milik bersama32, dan sebagainya. Selain itu, ada juga surat pernyataan kerelaan seseorang yang tanahnya digunakan untuk kepentingan bersama, misalnya sepetak lahan seorang bapak yang dipakai untuk mendirikan bak penampungan air bersih milik warga Mondo.

Terobosan besar dan menonjol adalah ketika akhirnya keluarga Tu’a Golo ini dapat mempersatukan partisipasi warga Mondo untuk membangun jalan di tahun 1999 dan sarana air bersih sederhana di tahun 2010. Jalan yang terbentang itu menjadi akses ekonomi yang penting bagi warga Mondo. Sejak terbentangnya jalan tersebut, terhitung sudah ada 3 rumah di Mondo yang mulai dibangun dengan menggunakan tembok semen. Sementara anak-anak yang disekolahkan pun semakin banyak. Penduduk yang memiliki motor juga cukup banyak, bahkan keluarga Stefanus sendiri memiliki beberapa motor. Semua hal ini menunjukkan perekonomian keluarga-keluarga di Mondo semakin baik dengan adanya jalan tersebut.

Tabel 1 Fenomena di Mondo

KEKURANGAN KELEBIHAN Sarana infrastruktur minim. Pendidikan masyarakat relatif lebih tinggi

dibandingkan kampung-kampung lainnya Nyaris tak terjamah oleh pembangunan yang diprakarsai oleh pemerintah

Pembangunan masih dapat bergulir lewat partisipasi aktif masyarakat

Lokasi yang cukup terisolir terutama di musim hujan, walau hanya 4 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur.

Perilaku ekonomi yang mementingkan investasi demi masa depan cukup tampak

Tak terjamah media massa secara langsung

Bisa melakukan demonstrasi dan resistensi33

Cukup rapi dalam pengorganisasian dan administrasi

Sumber: hasil wawancara dan observasi

Semua fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Mondo dapat mengatasi masalah kemiskinan mereka. Letak geografis kampung yang nyaris terisolir dan pembangunan pemerintah yang hampir tak pernah menjamah Mondo rupanya tak menghalangi terjadinya pembangunan di Mondo. Berdasarkan hasil observasi selama ini, mereka merupakan komunitas masyarakat yang sudah siap untuk melaju dalam pembangunan. Jika pemerintah hendak melakukan pembangunan di Mondo, sebuah pembangunan yang berbasis komunitas dapat terwujud dengan baik di sana. Dengan perkataan lain, 31 Cerita lengkapnya dapat dilihat pada Bab VII. 32 Cerita lengkapnya dapat dilihat pada Bab VII. 33 Kisah lengkap tentang resistensi warga Mondo dapat dilihat pada Bab VI.

Page 13: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

65

masyarakat Mondo menunjukkan dirinya sebagai sebuah komunitas yang maju dalam arti memiliki kemampuan membangun.

PERKEBUNAN DI MONDO

Mayoritas warga Mondo adalah petani. Mereka hidup dari berkebun dan menanam padi ladang. Tanaman yang mereka tanam di kebun-kebun antara lain jagung, kapuk, jambu mente, kemiri, coklat, dan kacang-kacangan. Belakangan mereka mulai juga menanam kayu keras di kebun-kebun mereka. Semuanya mengandalkan siraman air hujan karena tidak ada irigasi, mata air, sumur, ataupun sumber air lainnya yang dapat membasahi kebun mereka. Dengan demikian, keberhasilan panen mereka sangat tergantung kepada cuaca. Untuk keperluan sehari-hari, penduduk harus turun ke sungai yang berada sekitar 1 km di bawah kampung mereka.

Padi Ladang dan Jagung

Mondo merupakan tanah yang subur, apa saja yang ditanam biasanya memberikan hasil yang berlimpah, dengan catatan, asal ada hujan. Tinggal lempar saja, demikian istilah orang Mondo, yang memang benar juga karena kemudian tanah dan hujanlah yang menumbuhkan apa yang sudah mereka “lempar”.

“Kami ini tanam biasa saja, Suster, tidak pakai teknik-teknikan; pokoknya tanam cara kampung,” cetus seorang bapak.

Sejak dahulu hingga sekarang, tanaman-tanaman di Mondo tidak pernah mengalami irigasi, hanya bergantung hujan semata. Itulah sebabnya jika terjadi kemarau panjang, masyarakat Mondo mengalami kesulitan yang tidak kecil. Berdasarkan cerita-cerita warga kampung, kemarau berkepanjangan tersebut sempat terjadi di Mondo, antara lain sekitar tahun 1950-an, tahun 1968, tahun 1998, dan yang baru-baru mereka alami adalah di tahun 2009.

Pada mulanya masyarakat Mondo menanam jagung, padi ladang, dan kacang-kacangan. Pekerjaan pertanian mereka dimulai sekitar bulan September setiap tahunnya. Pada bulan tersebut, mereka bekerja membersihkan dan menyiapkan kebun agar dapat ditanami. Memasuki musim hujan di sekitar bulan Oktober, mereka pun mulai menanam dan dengan gembira memandang air hujan yang menyirami benih-benih yang sudah mereka tanam hingga

Page 14: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

66

bertunas dan bertambah besar. Januari dan Februari masyarakat disibukkan dengan menyiangi kebun dan memandangi tanaman mereka yang sudah semakin besar. Sekitar bulan April, mulailah mereka memanen apa yang sudah mereka tanam. Ketika mengerjakan kebun, mereka biasa melakukan dalam kebersamaan yang disebut dengan istilah Dodo. Dodo merupakan kebiasaan masyarakat Manggarai untuk mengolah kebun bersama secara bergiliran. Jadi, misalnya hari pertama semua terjun ke kebun si A, kemudian hari selanjutnya bekerja di kebun si B. Umumnya pengerjaan kebun termasuk Dodo ini tidak hanya melibatkan kaum pria tetapi juga ibu-ibu. Bahkan, di suatu hari bulan Oktober 2009, Dodo hanya melibatkan ibu-ibu saja. Sambil menikmati pisang rebus dan secangkir kopi hangat, penulis duduk-duduk di kebun bersama ibu-ibu yang sedang beristirahat sejenak melepas lelah.

Gambar 4 Para ibu yang sedang istirahat setelah lelah kerja Dodo

(Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009)

“Yang kerja Dodo hari ini ibu-ibu semua Suster, karena bapak-bapak sedang kerja bakti membuat jalan,” ucap seorang ibu.

“Doakan saya ya Suster, supaya anak saya lahir selamat,” pinta seorang ibu yang sedang hamil malu-malu, karena melihat saya keheranan memandangnya.

Page 15: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

67

“Ibu sedang mengandung besar begini kok ikut Dodo juga?” tanya saya.

“Ah, saya hanya bantu sedikit-sedikit saja, Suster,” jawabnya.

Setelah panen di sekitar bulan April, masyarakat Mondo pun tak ada pekerjaan apa-apa lagi. Bagi yang mau menjual hasil panennya, bulan Mei merupakan saat mereka mencari pasaran untuk hasil kebunnya. Setelah itu, tiada lagi yang dapat mereka kerjakan selain melewati bulan-bulan menganggur. Mereka harus menunggu sampai sekitar bulan September untuk dapat mulai membersihkan dan menyiapkan kebun. Dengan demikian, mereka panen hanya setahun sekali, pemasukan pun hanya satu tahun satu kali. Di bulan-bulan yang lain mereka tak memiliki penghasilan apa-apa sama sekali. Bahkan, sebelum tahun 2000 ketika belum ada jalan, banyak pula yang tidak menjual hasil panennya. Selain karena belum ada jalur transportasi juga karena pada masa itu belum ada pasar.

“Uang kurang beredar di Mondo sini, Suster,” ungkap Alfonsius Dasung34 menjelaskan. “Biasanya hasil panen dikonsumsi sendiri, atau dipakai untuk barter. Jika dijual, uangnya biasa dipakai untuk membeli kerbau.”

“Dulu kalau mau jual jagung kami harus pergi ke Borong. Kami pikul jagung itu di atas kerbau, tiap kerbau 100 kg jagung. Kami jalan kaki cukup jauh, sampai menyeberang Sungai Waébobo sana,” kenang Stefanus.

“Kalau tidak punya kerbau, ya kami pikul jalan kaki,” tambah bapak yang lain.

“Dijual ke mana? Kan belum ada pasar?”

“Kami bawa ke ibu-ibu haji orang Ende. Mereka itu punya hubungan dengan penguasa laut35, jadi jagung-jagung kami ini bisa dibilang jagung ekspor36 juga,” jawab Stefanus.

“Dijual dengan harga berapa?”

“Dulu itu harganya satu kilo jagung setali, kira-kira 25 sen,” jawab Stefanus pasti.

34 Alfonsius adalah adik bungsu Stefanus Syukur yang belajar ekonomi di Kupang. 35 Ende merupakan daerah pesisir pantai yang terletak jauh ke arah timur dari Borong. Pada zaman dahulu banyak orang Ende yang berlayar dan sebagian menetap di Borong. Namun, mereka yang menetap di Borong masih mempunyai hubungan dagang dengan kerabatnya yang masih sering berlayar untuk berdagang. Sampai sekarang, masih ada kampung-kampung orang Ende di Borong, dan terkadang dapat juga ditemukan di pasar Borong sayur mayur dari Ende. 36 Ekspor dalam pengertian dijual ke daerah-daerah lain oleh orang Ende.

Page 16: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

68

Selain dijual dan dikonsumsi sendiri, masyarakat juga memiliki lumbung bersama. Sebelum tahun 2000, setiap 30 KK memiliki sebuah lumbung yang dikelola oleh pengurus lumbung. Pada musim panen, setiap KK wajib menyumbangkan hasil panennya sebesar minimal 50 kg untuk disimpan di lumbung. Tak jarang isi lumbung itu mencapai 2 ton. Persediaan inilah yang kemudian dibagikan secara adil bila ada kemarau berkepanjangan atau hasil panen tak mencukupi untuk setahun. Hal ini penting karena di Borong kala itu belum ada pasar, sehingga jika ada kekurangan pangan mereka tidak bisa membeli beras.

“Apalagi dulu di Borong cari beras susah, karena belum ada pasar seperti sekarang. Ke mana kami harus mencari beras kalau kemarau panjang? Itu sebabnya kami rajin mengumpulkan beras di lumbung bersama,” ujar seorang bapak menjelaskan.

Sekarang di Borong sudah ada pasar. Oleh karena itu, selain dikonsumsi sendiri, para petani juga dapat menjual hasil kebunnya ke pasar di Borong. Hari pasar di Borong adalah Senin dan Selasa.

Sejak beberapa tahun belakangan, para petani Mondo mendapatkan bantuan bibit jagung dari Dinas Pertanian. Bibit ini disampaikan melalui ketua Kelompok Tani Mondo, yang kebetulan juga dijabat oleh Stefanus Syukur.

“Tapi tahun ini (2009) panen gagal semua karena hujan tidak turun,” keluh Stefanus. “Saya sudah lapor ke Dinas Pertanian, mereka mengerti dan saya hanya tinggal membuat berita acara saja yang isinya bahwa bibit memang sudah diterima dan ditanam oleh petani Mondo namun gagal panen karena kemarau panjang.”

Di Mondo tidak ada sawah irigasi, jadi semua padi ditanam di sawah tadah hujan. Sawah yang ada terletak di pinggiran utara Mondo ke arah Lehong. Sawah tersebut dikelola oleh 26 KK dari Panga Waling, Teber, dan Wodo. Masing-masing KK mengelola 10 x 60 m. Keluarga dari Waling sebetulnya mempunyai sawah tetapi di daerah Waéreca, di luar Mondo, tepatnya di kaki bukit tempat Kampung Mondo berada. Daerah ini memang sudah sejak zaman Jepang menjadi areal persawahan dan hingga kini menjadi basis penyuplai beras andalan di Borong.

Page 17: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

69

Tanaman Keras di Mondo

Pada tahun 1994 ada sebuah proyek yang membawa angin segar bagi para petani di Mondo. Proyek IFAT merupakan kerja sama Perkebunan Indonesia dengan sebuah LSM dari Australia dan pendanaan sepenuhnya berasal dari Australia yang bekerja sama dengan Bank Dunia. Sehubungan dengan proyek tersebut, datanglah petugas PPL ke Mondo dan memperkenalkan tanaman jambu mente kepada masyarakat. Saat itu juga menjadi perkenalan pertama mereka dengan polaris, semacam obat penyemprot untuk membasmi alang-alang. Menurut pengakuan para petani di Mondo, dulu mereka cukup kesulitan jika harus membersihkan lahan dari alang-alang karena dilakukan secara manual. Padahal, hampir seluruh Mondo dulunya adalah padang ilalang yang luas. Sejak adanya polaris, pekerjaan mereka menjadi jauh lebih ringan. Pada tahun tersebut, para petani diberi anakan pohon jambu mente, dan 7 liter polaris untuk setiap 1 hektar lahan. Selain itu, mereka juga diberi bantuan sekop dan pupuk. Adapun tenaga PPL yang turun ke Mondo juga digaji oleh IFAT.

“Tapi bayangkan Suster, untuk 50 hektar lahan di Mondo ini, tenaga teknis yang dikirim hanya satu orang! Mana mungkin dia bisa membimbing kami semua? Jadi kami menanamnya juga tetap dengan cara kampung biasa,” seru seorang bapak.

“Bagaimana cara menanamnya? Bagaimana cara pemeliharaannya? Kami sendiri juga tidak jelas, ya kami tanam saja,” tambah yang lain.

“Waktu pertama kali melihat pohon itu, agak aneh juga, untuk apa lagi kami disuruh tanam ini barang?” kenang seorang bapak.

IFAT juga mengusahakan sertifikasi tanah para petani. Namun, pada akhirnya hanya ada 5 petani saja yang mendapatkan sertifikat tanah, sementara yang lain tidak mendapatkan sama sekali. Hingga kini tanah-tanah di Mondo hampir semuanya tidak ada sertifikat. Masing-masing memagari tanah miliknya sesuai dengan luas lahan yang diberikan oleh Tu’a Golo dahulu. Selain itu, masih ada beberapa hal lain lagi yang dikeluhkan warga Mondo sehubungan dengan program ini, antara lain berkaitan dengan pengiriman pupuk.

“Waktu itu pupuk didrop dulu ke Mondo, jauh hari sebelum bibit datang. Jadi, cukup banyak pupuk yang terbuang,” cerita seorang bapak.

Kejanggalan yang paling menonjol berkaitan dengan program jambu mente ini adalah masalah keuangan. Setiap petani waktu itu diberi bantuan uang yang disebut sebagai uang hibah, maksudnya untuk pemeliharaan pohon jambu

Page 18: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

70

mente selanjutnya. Setiap orang diberi uang tunai separuh saja dari jumlah seharusnya, dengan alasan yang separuh lagi dimasukkan ke dalam rekening bank. Jadi, setiap petani mendapatkan nomor rekening masing-masing di bank. Kenyataannya, sejak permulaan sampai saat ini para petani tidak pernah sekalipun melihat buku tabungan itu dan tidak pernah tahu berapa nomor rekeningnya. Sebaliknya, para petani masih dibebani lagi dengan tunggakan sebanyak 24 bulan. Ketika masyarakat Mondo mempertanyakan ke mana perginya uang tunggakan mereka selama 24 bulan itu, petugas PPL tidak dapat menjawab dan akhirnya melarikan diri dari Mondo.

“Memang itu proyek jahat betul,” demikian kesimpulan Alfonsius.

“Itu semacam proyek berebut uang antara perusahaan-perusahaan yang adu tender untuk pengadaan pupuk, bibit, sekop, dan sebagainya,” sambungnya lagi.

Lepas dari bagus tidaknya program IFAT tersebut, kini rakyat Mondo sangat menikmati hasil dari jambu mente yang sudah mereka tanam. Setiap keluarga memiliki minimal setengah hektar kebun jambu mente. Inilah hal yang sangat mereka syukuri. Mente dipanen setiap bulan September. Jadi, pada bulan-bulan yang sebelumnya mereka menganggur, kini diisi dengan mempersiapkan panen jambu mente. Dengan demikian penghasilan mereka pun bertambah. Sebagian besar padang rumput di Mondo kini sudah berubah wajah menjadi padang mente. Jambu mente menjadi pemandangan yang khas di Kampung Mondo, menaungi rerumputan hijau yang terhampar di bawahnya.

Selain jambu mente, banyak petani Mondo yang juga menanam kapuk, coklat, dan kemiri. Pada masa sekarang ini, jambu mente, coklat, dan kemiri, sudah dapat dijual di Borong. Selain di Borong sudah ada pasar, juga ada penadah khusus yang menampung hasil panen para petani. Sedangkan untuk kapuk, biasanya penadah yang datang langsung ke Kampung Mondo untuk mengangkut kapuk-kapuk yang sudah dipanen oleh para petani. Sebagaimana tanaman lain yang ada di Mondo, semua tanaman ini juga dipanen setahun sekali.

Bagi para petani, memanen kapuk merupakan hal yang paling menegangkan dibandingkan yang lain.

“Paling ngeri, kalau kami harus petik uang di langit,” kata seorang bapak.

“Maksud Bapak?”

“Begini, kalau kita harus petik kapuk, kadang ada satu yang menggantung tinggi sekali. Terpaksa harus dipanjat juga, karena itu kan uang.”

Page 19: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

71

“Betul juga, kapuk-kapuk itu kan seperti awan, jadi petik kapuk seperti memetik uang di antara awan-awan,” simpul Feri Sehadung sambil tertawa.

Pekerjaan memetik kapuk ini memang sesuatu yang cukup menggiriskan. Umumnya pohon kapuk berketinggian kira-kira 20 meter. Batangnya pun licin untuk dipanjat.

“Itu sebabnya saya bilang memetik uang di langit,” kata bapak itu menjelaskan. “Tiap buah kapuk itu harus kita tusuk satu persatu, pokoknya ngeri!”

Namun, rupanya kengerian itulah yang membuat masyarakat Mondo semakin dekat dengan Tuhan.

“Kami ini orang Mondo, bisa ribuan kali berdoa setiap hari. Setiap sebelum panjat pohon kami berdoa. Nanti mau panjat pohon yang lain lagi, kami berdoa lagi. Pokoknya berdoa terus!”

Pada bulan Oktober 2009, harga kapuk sekitar Rp. 5000,- per kilogram. Di bulan Desember 2009, harga kapuk tinggal Rp. 2500,- per kilogram. Terakhir, sebelum penulis meninggalkan Kampung Mondo di akhir bulan April tahun 2010, harga kapuk adalah Rp. 2000,- per kilogram. Kapuk-kapuk tersebut setelah dijemur kemudian dimasukkan ke dalam karung, siap diambil penadah yang akan datang menjemput. Banyak keluarga yang dapat menghasilkan puluhan karung kapuk setiap tahunnya.

Gambar 5 Pohon Kapuk di Mondo

(Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2009)

Page 20: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

72

Pada tahun 2010 ini, di Mondo sudah banyak pula ditemukan tanaman-tanaman jangka panjang berupa kayu. Semua ini mereka tanam berdasarkan dorongan dari Rm. Beny Jaya, Pr. sebagai pastor paroki. Perlahan-lahan, sebagian lahan kapuk sudah berganti dengan lahan kayu. Menurut cerita penduduk, tanaman jangka panjang pertama di Mondo sebetulnya adalah pisang dan kelapa. Penanaman kelapa berawal dari pendapat seorang ahli pertanian bernama Ir. Morrel dari Belgia.

“Dulu kawasan ini mau dijadikan tempat seminari,” cerita Stefanus.

“Maka didatangkanlah seorang ahli pertanian untuk melihat kondisi tanah ini. Dia makan begitu saja tanah di sini, dan langsung bisa menebak bahwa tanah Mondo bisa ditanami kelapa, tetapi umurnya tidak akan lama, paling lama hanya 20 tahun saja. Kalau tanaman jangka pendek, tinggal buang37 saja,” sambung Stefanus.

Pendapat ini dipercaya oleh warga Mondo. Maka, bertumbuhanlah pohon kelapa di Mondo 1, kampung pertama Mondo dahulu sebelum terjadi perluasan ke Mondo 2 dan Mondo 3.

“Kira-kira ada duaratusan pohon waktu itu,” cerita seorang bapak mengenang.

Ternyata pendapat yang disampaikan oleh ahli pertanian tersebut benar adanya. Masyarakat Mondo menanam kelapa sekitar tahun 1967, dan pada tahun 1990-an pohon-pohon kelapa itu pun mati satu persatu.

MENGGENDONG SAUDARA

Musim hujan adalah musim yang tak terlukiskan. Di satu pihak kebun tersirami, di lain pihak jalan menjadi sangat berlumpur dan becek sehingga motor tak dapat lewat, bahkan berjalan kaki pun tidak mudah. Yang lebih parah lagi, di musim hujan biasanya banyak warga yang sakit. Udara yang lembab, air yang tidak bersih, menyuburkan pertumbuhan berbagai kuman, bakteri, dan virus yang menjadi sumber berbagai penyakit. Belum lagi krisis air bersih yang menjadi masalah keseharian warga, membuat mereka sulit juga untuk hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, memang warga tidak tahu lagi apakah harus sedih atau bergembira dalam menyambut musim hujan. Sayangnya, di Mondo belum ada fasilitas kesehatan, bahkan dalam bentuk klinik yang paling

37 Menggambarkan tanah Mondo yang subur untuk tanaman jangka pendek seperti jagung, padi ladang, dan kacang-kacangan.

Page 21: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

73

sederhana sekalipun. Jika ada warga yang sakit dan membutuhkan bantuan tenaga medis, Puskesmas di Borong menjadi satu-satunya tempat yang paling dekat.

Keadaan ini tentu saja sangat memprihatinkan. Beberapa kali warga harus menggotong saudaranya yang sakit menuruni jalan yang sangat becek dan berlumpur untuk mencapai Puskesmas di Borong. Air hujan yang terus turun dan tentunya membasahi juga si sakit membuat para pemikul itu cemas bukan main apakah saudara yang dipikulnya itu masih hidup setiba di Borong. Kecemasan mereka bukan tidak beralasan, karena sudah beberapa kali terjadi peristiwa kehilangan saudaranya yang meninggal saat digotong ke Puskesmas. Kecemasan semakin meningkat jika ternyata Puskesmas Borong menyatakan tidak mampu untuk mengatasi. Itu berarti, mereka harus membawa saudaranya ke rumah sakit di Ruteng. Sebagai Puskesmas, memang fasilitasnya tidak selengkap rumah sakit. Apalagi, listrik di Borong setiap hari pasti padam, sehingga bukan kejadian aneh kalau di dalam Puskesmas Borong gelap gulita, di tahun 2010 sekalipun.

Biasanya pada saat-saat yang demikian, warga mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan si sakit. Jadi sebelum menggotong saudara mereka ke Borong, mereka sudah mengumpulkan uang terlebih dahulu. Jumlah uang yang dikumpulkan tiap orang biasanya berkisar antara lima sampai sepuluh ribu rupiah.

“Suatu hari saya menggendong tetangga saya, ia berperut besar sekali,” kata seorang bapak mengawali ceritanya. “Waktu itu musim hujan, jalanan buruk betul. Perut bapak itu betul-betul besar, tapi entah mengapa saya tidak merasa berat. Saya hanya cemas kalau-kalau dia tidak kuat dan mati di jalan. Ketika saya masih jalan kaki sambil menggendong dia, tiba-tiba bapak itu muntah. Setelah itu dia muntah lagi sampai beberapa kali. Leher saya, pundak saya, sudah kuning semua kena muntahannya. Saya semakin kuatir dia mati di jalan. Akhirnya sampailah saya di Puskesmas Borong, ternyata mereka meminta saya untuk membawa Bapak itu ke Ruteng. Syukurlah setelah sampai di Ruteng, Bapak itu ditangani dengan baik dan akhirnya sembuh,” ujar sang pencerita dengan wajah penuh syukur.

Dan untungnya pula, warga mengumpulkan uang cukup sehingga ada biaya untuk mengantar ke Ruteng dan mendapatkan perawatan medis dari rumah sakit di sana.

Page 22: GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/731/4/D_902008002_BAB III.pdfawali Mondo berbentuk lingkaran karena rumah-rumah penduduknya

74

“Kami waktu itu mengumpulkan uang 600 ribu, Suster,” sambung seorang bapak yang lain dengan bangga.

Kisah singkat ini setidaknya menggambarkan dua hal yang menjadi gambaran umum Kampung Mondo. Pertama, sebagai wilayah yang berada dalam orbitasi rendah terhadap pemerintahan pusat, Mondo berada dalam ancaman terabaikan di bidang pembangunan. Kedua, masyarakat Mondo saling bahu membahu dalam mengatasi kesulitan demi kesulitan yang mereka hadapi bersama. Ada sebuah kekuatan yang mempersatukan mereka, sekaligus memampukan mereka untuk dapat tetap hidup di Mondo.