fuad albani · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus...

108
PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) TERHADAP JENIS PAKAN YANG DIBERIKAN DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA SELATAN FUAD ALBANI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/ 1437 H

Upload: others

Post on 01-Feb-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH SUMATERA

(Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847)

TERHADAP JENIS PAKAN YANG DIBERIKAN

DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN,

JAKARTA SELATAN

FUAD ALBANI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/ 1437 H

Page 2: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

i

PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH SUMATERA

(Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847)

TERHADAP JENIS PAKAN YANG DIBERIKAN

DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN,

JAKARTA SELATAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FUAD ALBANI1110095000011

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/ 1437 H

Page 3: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

ii

PRODUKSI BIOGAS DARI FESES GAJAH SUMATERA

(Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847)

TERHADAP JENIS PAKAN YANG DIBERIKAN

DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN,

JAKARTA SELATAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FUAD ALBANI1110095000011

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Megga Ratnasari Pikoli Dr. Irawan SugoroNIP: 19720322 200212 2 002 NIP: 19761018 200012 1001

Mengetahui,

Ketua Jurusan BiologiFakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Dasumiati, M.SiNIP: 197309231999032002

Page 4: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

iii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Produksi Biogas dari Feses Gajah Sumatera (Elephasmaximus sumatranus Temminck, 1847) Terhadap Jenis pakan yang diberikan diTaman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan” yang ditulis oleh Fuad Albani,NIM 1110095000011 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidangmunaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta pada hari Jumat, 1 Juli 2016. Skripsi ini telah diterimasebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) JurusanBiologi.

Menyetujui,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Fahma Wijayati, M.SiNIP.196903172003122001

Etyn Yunita, M.SiNIP. 197006282014112002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Megga Ratnasari PikoliNIP. 197203222002122002

Dr. Irawan SugoroNIP. 197610182000121001

Mengetahui,

DekanFakultas Sains dan Teknologi,

Dr. Agus Salim, M.SiNIP. 197208161999031003

Ketua Jurusan Biologi,Fakultas Sains dan Teknologi,

Dr. Dasumiati, M.SiNIP. 197309231999032002

Page 5: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKANSEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGIATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2016

Fuad Albani1110095000011

Page 6: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

v

ABSTRAK

FUAD ALBANI, Produksi Biogas dari Feses Gajah Sumatera (Elephas maximussumatranus Temmnick, 1847) Terhadap Jenis Pakan yang Diberikan di TamanMargasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan Dr. MeggaRatnasari Pikoli dan Dr. Irawan Sugoro

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi pakan terbaik untukproduksi biogas dari feses gajah Sumatera Taman Margasatwa Ragunan. Gajahdiaklimatisasi dengan dua kelompok perlakuan pakan, yaitu rumput gajah dankombinasi rumput gajah, ubi, jagung, dan pisang selama 4 hari. Fermentasi fesesgajah dilakukan menggunakan fermentor sederhana dengan volume 3,42 L selama28 hari dan dilakukan pengukuran parameter fermentasi serta pengukuran biogasyang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi pakanmemengaruhi terhadap produksi biogas oleh feses gajah. Feses gajah perlakuanpakan rumput gajah mengalami degradasi sebesar 5,1% dengan produksi gasmaksimal sebesar 6,08 L dan proporsi metana sebesar 59,64% setelah 28 hari.Sementara itu, feses gajah perlakuan pakan kombinasi hanya mengalamidegradasi sebesar 4,2% dengan produksi gas maksimal sebesar 3,59 L danproporsi metana sebesar 38,73% setelah 28 hari. Penelitian ini menunjukkanbahwa perlakuan pakan rumput gajah lebih efektif sebagai pakan gajah untukproduksi biogas dibandingkan dengan kombinasi dari rumput gajah, ubi, jagung,dan pisang.

Kata Kunci: Biogas, Feses, Gajah, Pakan

Page 7: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

vi

ABSTRACT

FUAD ALBANI, Biogas Production from Sumatran Elephant Feces (Elephasmaximus sumatranus Temmnick, 1847) Based on Variation of Forage Type in theRagunan Zoo, South Jakarta. Under guidance by Dr. Megga Ratnasari Pikoliand Dr. Irawan Sugoro

This study aims to determine the best forage composition on production ofbiogas from Sumatran elephant’s feces in Ragunan Zoo. Elephants wereacclimatized for 4 days with two types of forage, which were elephant grass andcombination of elephant grass, sweet potatoes, maize, and bananas. Fermentationof the feces were conducted by using simple fermenters by volume of 3.42 L for28 days and performed measurements of parameters as well as of biogasproduction. The result showed that the composition of forage affects theproduction of biogas by elephant feces. Feces that produced by consumingelephant grass forage were degraded by 5.1% with a maximum gas production by6.08 L and 59.64% proportion of methane after 28 days. Meanwhile, the feces thatproduced by consuming forage combination was degraded by 4.2% with amaximum gas production up to 3.59 L and 38.73% proportion of methane after 28days. This study shows that elephant grass forage was more effective for theproduction of biogas than the combination of elephant grass, sweet potatoes,maize, and bananas.

Keywords: Biogas, Feces, Elephant, Forage

Page 8: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang tidak henti-hentinya memberikan

karunia dan kesehatan pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Skripsi ini berjudul "Produksi Biogas dari Feses Gajah Sumatera (Elephas

maximus sumatranus) Terhadap Jenis Pakan yang diberikan di Taman

Margasatwa Ragunan." Penulis menyusun Skripsi ini dalam rangka memenuhi

tugas akhir penyusunan skripsi yang wajib ditempuh oleh mahasiswa Jurusan

Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Bantuan dari berbagai pihak telah membantu penulis menyelesaikan

Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Ayah dan Ibu (Ngadilan dan Nunuk Kumoro Dewi) yang tidak lelah

memberikan dukungan moral dan moril yang tidak terhingga kepada anaknya

sehingga selalu berjuang, adik (Ernita Dwi Astuti) yang selalu memberikan

dukungan dan semangat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan dan para staff Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Dasumiati dan Etyn Yunita, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan

Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

viii

4. Dr. Megga Ratnasari Pikoli dan Dr. Irawan Sugoro selaku pembimbing yang

senantiasa memberikan ilmu, saran, pemahaman dan bimbingan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

5. Seluruh dosen Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan ilmu dan pengajaran kepada

penulis.

6. Dr. Bambang Triana selaku kepala kantor Taman Margasatwa Ragunan.

7. Ibu Hj. Suhartini, Ibu Maya, Ibu Dian, dan Ibu Berliana, staf penidikan Taman

Margasatwa Ragunan.

8. Pak Sudi, Pak Sodikin, dan Pak Qodim selaku Kepper Gajah Sumatera di

TMR, yang banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat Dengkulers Momo, Mutayoshi, Stragilintel, Yaun, Cuki,

Bibong, Rangga, Immar, Nanda, dan Obi, banyolan dan sindiran kalian

memacu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Teman-teman seperjuangan Alfan, Firdaus, Fazri, Fadil, Bang Dodi, Robby,

Arif, Aya, dan seluruh angkatan biologi 2010 yang memberikan dukungan

kepada penulis sehingga penulis termotivasi menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari Skripsi ini membutuhkan saran dan kritik yang

membangun untuk menyempurnakan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini kelak

memberikan banyak manfaat kepada pembacanya.

Jakarta, Juni 2016

Penulis

Page 10: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN .................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................ v

KATA PENGANTAR.......................................................................... vii

DAFTAR ISI......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR............................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................... 4

1.3 Hipotesis...................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ........................................................ 4

1.5 Manfatat Penelitian ..................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................... 5

2.1 Gajah Sumatra............................................................. 5

2.1.1 Pakan dan Prilaku Pakan Gajah ..................... 6

2.1.2 Sistem Pencernaan Gajah............................... 7

2.1.3 Feses Gajah .................................................... 10

2.2 Biogas........................................................................... 11

2.3 Proses Pembentukan Biogas ........................................ 15

2.4 Faktor – Faktor Pembentukan Biogas ......................... 18

BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 22

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................... 22

3.2 Alat dan Bahan............................................................. 22

Page 11: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

x

3.3 Prosedur Kerja.............................................................. 23

3.3.1 Pembuatan Digester dan Gas Collector ......... 23

3.3.2 Pengambilan Sampel Feses Gajah .................. 24

3.3.3 Pengukuran Karakteristik Fisika dan Kimia

Feses Gajah ................................................... 26

3.3.3.1 Pengukuran Rasio C/N Feses......... 26

3.3.3.1.1 Pengukuran Karbon

Organik ....................... 27

3.3.3.1.2 Pengukuran Nitrogen

Organik ....................... 28

3.3.3.2 Pengukuran Kadar Bahan Air dan

Bahan Organik Feses..................... 29

3.3.4 Fermentasi Sampel Feses Gajah. .................... 30

3.3.5 Pengukuran Karakteristik Fermentasi. ............ 31

3.3.5.1 Pengukuran Suhu dan pH Sampel ... 30

3.3.5.2 Pengukuran Amonia (NH3).............. 32

3.3.5.3 Pengukuran Volatile Fatty Acids

(VFA)............................................... 32

3.3.5.4 Pengukuran Presentase Degradasi

Bahan Organik ................................. 33

3.3.5.5 Pengamatan Mikroorganisme ..........

3.3.5.6 Pengukuran Produksi Gas ................

35

35

3.3.5.7 Uji Nyala Api ................................... 37

3.4 Analisis Data ..............................................................

3.5 Bagan Kerja................................................................

38

39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 39

4.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Feses Gajah Sumatera 39

4.2 Karakteristik Fermentasi ............................................. 45

4.2.1 Suhu dan pH .................................................. 45

4.2.2 Konsentrasi Amonia dan VFA ...................... 49

Page 12: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

xi

4.2.3 Presentase degradasi Substrat ....................... 54

4.2.4 Pengamatan Mikroorganisme ........................ 57

4.3 Produksi, Komposisi dan Nyala Api Gas .................... 60

4.3.1 Produksi Gas ................................................... 60

4.3.2 Komposisi Gas ................................................ 62

4.3.3 Uji Nyala Api .................................................. 65

BAB V PENUTUP............................................................................ 68

5.1 Kesimpulan ................................................................. 68

5.2 Saran............................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 69

LAMPIRAN.......................................................................................... 76

Page 13: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Perbandingan Morfologi Gajah Asia dan Afrika ................... 5

Gambar 2. Rancangan Fermentor yang Digunakan .................................. 23

Gambar 3. Rancangan Gas Collector System yang Digunakan ............... 24

Gambar 4. Skema pengerjaan MPN.......................................................... 36

Gambar 5. Feses gajah hasil aklimatisasi selama 4 hari ........................... 40

Gambar 6. Perubahan nilai suhu dalam fermentor selama masafermentasi................................................................................ 45

Gambar 7. Perubahan nilai pH dalam fermentor selama masafermentasi................................................................................ 47

Gambar 8. Konsentrasi amonia dalam fermentor selama masafermentasi................................................................................ 50

Gambar 9. Konsentrasi VFA dalam fermentor selama masa fermentasi .. 53

Gambar 10. Persentase degradasi substrat feses gajah setelah 28 hari ....... 55

Gambar 11. Hasil pengamatan mikroorganisme pada hari ke-0 dan 21.(A: Hari ke-0, B: Hari ke-21, panah hitam: ragi S.cerevisae). ............................................................................... 58

Gambar 12 Volume Total biogas yang dihasilkan selama masafermentasi ............................................................................... 60

Gambar 13. Komposisi biogas yang dihasilkan selama masa fermentasi28 hari (A:Proporsi gas (%) B: Volume Biogas (L)).............. 63

Gambar 14. Hasil uji nyala api pada hari ke-21 dan ke-28......................... 67

Page 14: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi dan Karakteristik Biogas ....................................... 13

Tabel 2. Macam-Macam Gas dan Unsur Pengotor Biogas ................... 14

Tabel 3. Kandungan Biogas dan Proporsi Metana Berbagai Substrat ... 15

Tabel 4. Tahapan degradasi anaerobik dan mikroorganisme yangberperan.................................................................................... 17

Tabel 5. Porsi Pemberian Pakan Gajah Per Hari Selama MasaAklimatisasi. ............................................................................ 26

Tabel 6. Karakteristik Fisik-Kimia Feses Gajah ................................... 41

Tabel 7. Hasil Uji MPN pada hari ke-28 pengamatan .......................... 59

Tabel 8. Hasil pengujian nyala api selama proses fermentasi ............... 66

Page 15: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik Suhu Feses Gajah ................................... 76

Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Rasio C/N Feses Gajah .......................... 78

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Kadar Air Feses Gajah ........................... 80

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Kadar Organik Feses Gajah ................... 82

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Suhu Fermentor ...................................... 84

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik pH Fermentor ......................................... 86

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Konsentrasi Amonia Fermentor ............. 88

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Konsentrasi VFA Fermentor .................. 90

Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Degradasi Bahan Organik Fermentor .... 92

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Volume Gas ........................................... 94

Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Konsentrasi Metana ............................... 96

Lampiran 12 Hasil Uji Statistik Konsentrasi Karbon Dioksida ................ 98

Lampiran 13. Tabel Nilai MPN ................................................................. 100

Lampiran 14. Dokumentasi Metodelogi Penelitian ................................... 101

Lampiran 15. Pengamatan Mikroorganisme .............................................. 104

Lampiran 16. Rata-rata komposisi gas pengotor hasil fermentasi selama28 hari .................................................................................. 105

Page 16: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan energi perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan energi

dengan harga yang terjangkau untuk jangka panjang. Solusi dalam mengatasi

masalah energi di antaranya adalah diversifikasi energi, yang berarti sumber

energi yang digunakan tak lagi mutlak dari satu atau dua penghasil energi. Salah

satu sumber energi alternatif yang terbarukan, ramah lingkungan dan memiliki

prospek yang cukup baik di masa depan adalah biogas. Biogas merupakan gas

yang berasal dari berbagai macam limbah organik melalui proses anaerobik atau

melalui cara-cara termokimia, seperti gasifikasi, yang dapat dimanfaatkan menjadi

sumber energi gas yang dapat secara luas digunakan untuk sektor rumah tangga,

industri, maupun transportasi (Weiland, 2010).

Biogas terbentuk ketika mikroorganisme mendegradasi bahan organik

tanpa adanya oksigen melalui proses metanogenesis. Biogas dapat dicirikan

berdasarkan komposisi kimia dan karakteristik fisik yang dihasilkan dari proses

anaerobik. Komposisi kimia dari biogas di antaranya metana (CH4) dan gas

karbon dioksida (CO2), sedangkan karakteristik fisiknya memiliki sifat tidak

berwarna dan mudah terbakar. Biogas dapat dihasilkan melalui degradasi

anaerobik oleh mikroorganisme yang berasal dari sampah peternakan, pertanian,

rumah tangga, dan industri tertentu (Imam et al., 2013).

Sumber feses hewan yang biasa digunakan untuk memproduksi biogas

biasanya berasal dari sapi, babi, ayam ataupun kambing. Menurut Weiland (2010),

Page 17: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

2

sapi dapat menghasilkan 25 m3 biogas per ton feses sapi, sedangkan babi dapat

menghasilkan 30 m3 biogas per ton feses babi. Normak dan Menin (2010)

menambahkan bahwa feses ayam petelur dapat menghasilkan 90-150 m3 biogas

per ton feses ayam petelur, sedangkan ayam boiler dapat menghasilkan 50-100 m3

biogas per ton feses ayam boiler. Sementara itu, feses kambing dapat

menghasilkan 40-93 m3 biogas per ton feses kambing (Kanwar dan Kalia, 1993).

Alternatif lain sumber bahan pembuatan biogas adalah feses gajah dari

kebun binatang. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kebun

binatang biasanya menghasilkan jumlah dan kualitas feses yang sama setiap

harinya. Kondisi ini disebabkan oleh pemberian pakan yang telah terukur dan

terjadwal. Menurut Association of Zoo and Aquarium (AZA) (2003), dalam sehari

rata-rata seekor gajah di kebun binatang dapat menghasilkan sekitar 50-60 kg

feses. Feses gajah memiliki karakteristik tinggi serat pakan dibandingkan dengan

feses sapi. Hal ini disebabkan oleh sistem pencernaan gajah yang bukan

ruminansia seperti sapi. Pencernaan gajah hanya mampu menyerap 40% nutrisi

dari makanan yang dicerna dan selebihnya akan dibuang menjadi feses, sehingga

gajah akan cenderung makan banyak dan juga menghasilkan banyak feses

(Association of Zoo and Aquarium, 2003). Tingginya serat pakan (selulosa) dalam

feses gajah ini kemungkinan besar akan meningkatkan produksi biogas melalui

proses anaerobik.

Weiland (2010) menjelaskan bahwa kadar biogas yang dihasilkan

bergantung pada material mentah yang digunakan. Oleh karena itu kemungkinan

besar feses yang dihasilkan gajah akan bergantung pada apa yang dikonsumsi

Page 18: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

3

gajah. Gajah di kebun binatang biasanya diberi pakan berupa rumput gajah

(Pennisetum purpureum schaum) ataupun daun kelapa (Cocos nucifera) sebagai

pakan utama yang ditambah pelengkap berupa buah-buahan, seperti jagung (Zea

mays), papaya (Carica papaya), pisang (Musa paradisiaca), wortel (Dacus

carota), kelapa, sayuran seperti kacang panjang (Vigna sp.), tebu (Saccharum

officinarun), dan umbi-umbian, seperti ubi jalar (Hipomoea batatas). Kondisi ini

membuat penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh jenis pakan terhadap

produksi biogas yang dihasilkan oleh feses gajah.

Penelitian sebelumnya mengenai biogas feses gajah telah dilakukan oleh

Hardyanti dan Sutrisno (2007) yang menghasilkan biogas maksimal sebesar 15,2

L/kg kotoran gajah dengan variasi penambahan urin, air dan starter. Sementara

itu, penelitian mengenai produksi biogas dari feses gajah berdasarkan jenis pakan

yang diberikan ini berfokus pada jenis pakan yang diberikan, mengingat gajah

adalah hewan generalist feeder dengan kemampuan mencerna hijauan yang

rendah maka kemungkinan besar tumbuhan yang dimakan oleh gajah akan

mempengaruhi produksi biogas.

Sampel feses gajah diperoleh dari Taman Margasatwa Ragunan (TMR)

yang merupakan salah satu lembaga konservasi ex-situ di Indonesia dengan total

jumlah Gajah Sumatera sebanyak 14 ekor yang terdiri dari 12 ekor dewasa dan 2

ekor anakan. Selama ini feses gajah di TMR hanya dibuang ke dalam lubang

galian tanah tanpa adanya proses pengelolaan limbah lebih lanjut. Oleh karena itu,

melalui penelitian ini diharapkan feses gajah akan lebih bermanfaat terutama

Page 19: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

4

untuk mensuplai kebutuhan oprasional dari TMR. Hal inilah alasan mengapa

satwa gajah dijadikan objek penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan produksi biogas dari feses gajah yang diberi pakan

rumput gajah dengan kombinasi rumput gajah, ubi jalar, pisang, dan jagung?

1.3 Hipotesis

Terdapat perbedaan produksi biogas antara feses gajah yang diberi pakan

rumput gajah dengan kombinasi rumput gajah, ubi jalar, pisang, dan jagung.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui komposisi pakan terbaik untuk produksi biogas dari feses Gajah

Sumatera Taman Margasatwa Ragunan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai acuan dalam manajemen limbah padat di Taman Margasatwa

Ragunan maupun tempat penangkaran ex-situ lainnya.

2. Memberikan nilai tambah ekonomi dari konservasi gajah melalui produksi

biogas feses gajah.

Page 20: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Gajah Sumatera merupakan sub spesies dari Gajah Asia (Elephas

maximus) yang diperkenalkan oleh Temminck dengan nama ilmiah Elephas

maximus sumatranus (Temminck, 1847). Gajah Sumatera termasuk ke dalam

famili Elephantidae, Genus Elephas, Spesies Elephas maximus (Linnaeus, 1758)

sub spesies Elephas maximus sumatranus (Temminck, 1847). Gajah Sumatera

atau Elephas maximus sumatranus merupakan salah satu sub spesies Gajah Asia

yang memiliki habitat asli di Pulau Sumatera. Gajah Sumatera tergolong sub

spesies Gajah Asia yang memiliki ukuran tubuh relatif kecil dibandingkan Gajah

Afrika. Perbandingan morfologi Gajah Sumatera dan Gajah Afrika dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan Morfologi Gajah Asia dan Afrika (Eade, 2011)

Page 21: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

6

Perbedaan mencolok selain dari ukuran tubuh Gajah Asia dan Afrika

adalah adalah telinga, gading, jari kaki, dan bibir pada belalai gajah. Telinga

Gajah Asia cenderung lebih kecil dan tidak menutupi bahu dibandingkan dengan

Gajah Afrika yang lebih besar dan menutupi bahu. Gading Gajah Asia juga

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan Gajah Afrika, sementara itu baik

pejantan maupun betina yang memiliki gading dengan ukuran yang sama pada

Gajah Afrika, sedangkan pada Gajah Asia betina juga memiliki gading, namun

ukurannya lebih kecil dari gading pejantannya. Kepala Gajah Asia memiliki 2

kubah (dome) bagian pada tulang frontal yang menonjol, sedangkan pada Gajah

Afrika hanya ada satu. Bagian pembeda terakhir adalah jari kaki, pada Gajah Asia

kaki depan memiliki 5 jari dan 4 jari pada kaki belang, sedangkan pada Gajah

Afrika memiliki 4 jari kaki pada kaki depan dan 3 jari pada kaki belakang (Frei,

2016).

Gajah Sumatera memiliki jumlah tulang rusuk sebanyak 20 pasang

(berbeda dengan subspesies lainnya yang umumnya hanya memiliki 19 pasang

tulang rusuk), telinga yang berukuran lebih besar, dan gading yang relatif lebih

panjang dibanding Gajah Asia lainnya (Sitompul, 2011). Siklus hidup gajah dapat

dikategorikan menjadi 3 periode utama yaitu : bayi, remaja dan gajah dewasa.

Seperti manusia, setiap tahap berlangsung untuk jangka waktu dan tahap

perkembangan yang sangat berbeda bergantung dari ciri masing-masing tingkat

kematangan.

Page 22: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

7

2.1.1 Pakan dan Prilaku Makan Gajah

Gajah Sumatera termasuk ke dalam hewan generalist feeder yang

merupakan hewan dengan kemampuan dapat mengkonsumsi berbagai jenis dan

bagian tumbuhan. Gajah merupakan hewan opurtunis yang dapat mengkonsumsi

tumbuhan apapun sesuai dengan lokasi dan musimnya, ia juga dapat

mengkonsumsi sebagian besar bagian tumbuhan seperti daun, batang, ranting,

akar, buah, dan bunga (Sukumar, 2003).

Sebuah studi di Taman Nasional Rajaji bagian India, tercatat bahwa pakan

Gajah Asia terdiri dari 50 jenis tumbuhan (Joshi dan Singh, 2008). Sebaliknya

sebuah studi oleh Sukumar di tahun 1990 menunjukkan bahwa gajah memakan

112 spesies tumbuhan di India Selatan. Bervariasinya jenis pakan juga terlihat

pada Gajah Afrika, sebuah studi yang dilakukan di Taman Nasional Lope, Gabon

menemukan bahwa gajah memakan minimum 307 spesies tanaman (White et al.,

1993).

2.1.2 Sistem Pencernaan Gajah

Sistem pencernaan gajah secara umum sama seperti pencernaan mamalia

pada umumnya, kecuali untuk ukurannya yang lebih besar. Secara anatomis

organ-organ pencernaan dibagi menjadi beberapa bagian yakni mulut bersama

gigi, esofagus, lambung, hati, pankreas, dan usus. Bagian pertama adalah mulut

yang memiliki 3 komponen yakni bibir, lidah dan gigi. Mulut merupakan tempat

pertama makanan mulai dicerna. Bibir bagian atas bergabung dengan belalai,

sedangkan bibir bawahnya mengerucut ke depan. Lidah gajah memiliki

karakteristik besar, berdaging, dan lincah. Lidah ini tak mampu menjulur ke luar

Page 23: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

8

mulut karena bagian pangkal lidah telah menempel dengan dasar rongga mulut.

Lidah ini berfungsi untuk mengarahkan makanan ke dalam rongga mulut (Fowler

dan Mikota, 2006).

Kelenjar saliva pada gajah terletak sepanjang mandibular ramus di bawah

external auditory meatus. Kelenjar ini berfungsi untuk mensekresikan saliva yang

membantu proses pencernaan. Saliva pada gajah mengandung enzim alfa amilase

(tidak pada Gajah Afrika) untuk membantu memcah molekul polisakarida. Tetapi

secara umum saliva membantu melumasi coarse ingesta. Kandungan dari saliva

(protein, sodium, kalsium, magnesium, fosfat dan urea) dapat berbeda-beda

tergantung dari umur, tingkat hidrasi, status hormon, dan laju sekresi saliva dari

seekor gajah (Fowler dan Mikota, 2006).

Gigi pada gajah memiliki formasi I 1/0, C 0/0, PM 3/3, M 3/3. Seekor

gajah akan memiliki 24 gigi molar (geraham) selama perjalanan hidupnya yang

pada masing-masing rahang terdapat 6 gigi. Premolars dan molars mengandung

enamel dan dentin yang tersusun dalam beberapa lamella, masing-masing lamella

terikat satu sama lain dengan cementum. Cementum menutupi bagian luar

permukaan dari masing-masing molar kecuali bagian apikal dari kepala gigi

(Dumonceaux, 2006).

Organ kedua adalah esofagus yang merupakan penghubung antara rongga

mulut dan lambung dari gajah. Organ ketiga adalah lambung, lambung gajah

merupakan organ sederhana dengan banyak lipatan kasar pada bagian kardiaknya.

Sphincter dari kardiak bersifat sangat tebal dan berotot. Volume maksimum yang

Page 24: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

9

tercatat dari lambung Gajah Asia dewasa adalah 76,6 L, sedangkan pada Gajah

Afrika adalah sekitar 60,5 L (Dumonceaux, 2006).

Organ keempat adalah hati (hepar), hati dari gajah memiliki 2-3 lobus.

Hati gajah dengan 3 lobus lebih sering dijumpai. Lobus sebelah kanan akan lebih

besar dibandingkan dengan lobus kiri ketika hanya terdapat terdapat 2 lobus pada

hati (Dumonceaux, 2006). Variasi individu diduga menjadi penyebab perbedaan

jumlah lobus pada hati gajah. Berat hati pada gajah betina dewasa adalah sekitar

36-45 kg sedangkan pada jantan dewasa adalah sekitar 59-68 kg. Tidak terdapat

vesica velea (kantung empedu) namun terdapat saluran empedu. Saluran hati

bergabung bersama saluran utama pankreas dan tersambung ke dinding duodenum

(usus duabelas jari) membentuk ampulla yang mengandung banyak lipatan

mukosa (Dumonceaux, 2006).

Organ kelima adalah pankreas yang terletak memanjang secara transversal

pada mesoduodenum. Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin dengan

berat sekitar 2 kg. Organ keenam adalah usus (intestinum), sama halnya pada

mamalia lainnya usus pada gajah dibagi menjadi dua bagian yakni usus kecil dan

usus besar. Usus kecil terdiri dari duodenum, ileum, dan jejenum dengan total

panjang 11-21,6 m (Mikota, 1994). Variasi perbedaan panjang ini bergantung dari

ukuran tubuh dan umur gajah. Duodenum dimulai dari pylorus lambung dan

berakhir pada jejenum. Jejenum terletak pada lilitan mesentrium di dasar rongga

abdominal pada sisi kanan dan kiri. Bagian terakhir yaitu ileum yang berakhir

pada cecum.

Page 25: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

10

Bagian kedua dari usus adalah usus besar yang terdiri atas cecum, colon,

dan mesocolon. Usus besar memiliki panjang 6-12,8 m (Mikota, 1994). Secara

fisiologis gajah merupakan hewan hindgut fermentor, yang artinya proses utama

penyerapan nutrisi makanan terjadi pada bagian posterior dari tubuh. Cecum

(sekum) adalah tempat pertama terjadi fermentasi pakan yang masuk. Sekum

merupakan bagian usus yang mempertemukan usus halus dengan usus besar,

bakteri membantu proses pencernaan selulosa pada organ ini. Sekum memiliki

banyak pembuluh darah yang terbagi menjadi banyak kantung kecil dan hasil

pencernaan dari makanan akan diserap melalui bagian ini. Colon (kolon) dianggap

sebagai organ pencerna utama dari gajah menyerap air dan sisa nutrisi yang

masih bisa diserap (Fowler dan Mikota, 2006).

Strategi penceraan dari gajah adalah dengan melewatkan sejumlah besar

pakan kualitas rendah melalui GI (Gastrointestinal) tract dalam waktu yang

singkat. Waktu transit pakan pada GI tract bergantung pada jenis pakan yang

dikonsumsi. Menu pakan berupa konsentrat dengan rumput akan lebih cepat

dibandingkan dengan hanya rumput. Terdapat perbedaan pula antara spesies

gajah, Gajah Afrika cenderung memiliki MRT (mean retention time) lebih cepat

dibandingkan dengan Gajah Asia (Dumonceaux, 2006).

2.1.3 Feses Gajah

Gajah dapat makan sekitar 200 sampai 270 kg pakan dalam sehari dan

menghasilkan sekitar 100 sampai 130 kg feses per hari dalam bentuk bola dengan

diameter 10-15 cm dan berat 1-2 kg. Gajah dapat melakukan defekasi sebanyak

15-20 kali per hari dengan 5-8 bola feses per defekasi (Cheeran, 2002). Lima

Page 26: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

11

hingga enam puluh persen pakan keluar sebagai feses tanpa tercerna. Gajah

merupakan hewan yang tak mampu mencerna makanan dengan baik, feses mereka

memiliki karakteristik tinggi serat yang banyak mengandung ranting, serat, dan

biji (Kitamura, 2007). Nehanji dan Plumptre (2001) menambahkan bahwa laju

dekomposisi dari feses gajah ini sangat lambat, dalam kurun waktu tiga bulan

feses masih dalam kondisi stabil.

Feses gajah yang dikeluarkan oleh kegiatan makan gajah pada ekosistem

alami mengalami proses pengembalian mineral ke tanah. Weir dalam Fowler dan

Mikota (2006), membandingkan komposisi kimia dari kotoran gajah dengan

tanaman pangan utama gajah, menunjukkan bahwa banyak mineral penting seperti

nitrogen, fosfat, dan kalium cenderung lebih tinggi pada feses dari pada material

pangan. Penyebab utamanya adalah sumber energi pada tanaman telah hilang,

mengakibatkan peningkatan proporsional dalam mineral yang belum

diasimilasikan. Penyebab lainnya, gajah menunjukkan seleksi intraspesifik untuk

bagian dari tanaman pangan yang memiliki kualitas nutrisi lebih tinggi.

Mineralisasi karbon dari feses gajah terjadi sangat cepat ketika 48 jam

pertama setelah dekomposisi tetapi aktivitas mikroorganisme makin terbatas oleh

kelembaban setelah periode awal, dan relatif rendah setelah dua minggu ketika

feses mengering (Masunga, 2006). Studi rata-rata komposisi kimia dari feses

Gajah Afrika di Kenya yakni 6,95 ±0,21% protein kasar, 1,108 ±0,033% nitrogen,

46,93 ± 1,16% serat kasar, 2,04 ± 0,085% kalsium, 0,246 ±0,013% fosfat, 0,134

±0,008% natrium, dan 0,577 ± 0,025% kalium (Dougal, 1963 dalam Fowler dan

Mikota 2006).

Page 27: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

12

2.2 Biogas

Biogas adalah gas hasil degradasi agen biologis yang mudah terbakar.

Komposisi biogas yang penting dan utama adalah gas metana (CH4) dan karbon

dioksida (CO2). Biogas dihasilkan dari dekomposisi senyawa organik oleh bakteri

anaerobik (tanpa oksigen). Gas-gas yang terbentuk berasal dari bahan-bahan

organik oleh aktivitas mikroorganisme dekomposer dan komposisi gas tergantung

substrat yang didegradasi (Jorgensen, 2010). Biogas dapat dihasilkan dari

fermentasi feses ternak misalnya sapi, kerbau, babi, kambing, ayam, yang di

rendam dalam air dan disimpan dalam tempat tertutup atau kedap udara (anaerob),

pada kondisi ini bakteri akan mencerna bahan organik yang menghasilkan gas

metana. Biogas sebenarnya dapat terjadi secara alami, namun untuk mempercepat

dan menampung gas ini memerlukan alat yang memenuhi syarat terjadinya gas

tersebut (Mustafa dan Ismail, 2010).

Biogas dapat menghasilkan gas terutama metana dan karbon dioksida,

selain itu biogas juga menghasilkan gas-gas lain seperti nitrogen, hidrogen

hidrogen sulfida, ammonia, serta uap air (Graaf dan Fendler, 2010). Biogas

terbentuk hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh dan mencapai puncak pada

hari ke-20 hingga 25. Biogas akan menghasilkan energi ketika dilakukan

pembakaran. Energi ini dapat dimanfaatkan untuk memasak, menjalankan mesin-

mesin pembakaran, alat penerangan dan lain-lain (Haryati, 2006). Komposisi dan

karakteristik biogas dapat dilihat pada tabel 1.

Dekomposisi bahan-bahan organik dalam kondisi anaerobik dapat

menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran metana dan

Page 28: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

13

karbon dioksida (Santoso, 2010). Komposisi biogas dapat bervariasi, selain

tergantung dari substrat yang digunakan juga dapat dipengaruhi oleh parameter

proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill memiliki konsentrasi metana sekitar

50%, sedangkan sistem pengolahan limbah maju dapat menghasilkan biogas

dengan 55-75% metana (Mustafa dan Ismail, 2010).

Tabel 1. Komposisi dan karakteristik biogas

Komponen 50-70% Metana (CH4)

30-45% Karbon dioksida (CO2)

0-0,5% Hidrogen sulfida (H2S)

0-0,5% Amonia (NH3)

1-5% Uap air (H2O)

0-5% Nitrogen (N2)

0-50 mg/m3 Siloxanes (SiO2)

<0,2% karbon Monoksida (CO)

Energi 6-6,5 kWh/m3

Batas Aman Ledakan 6-12% di udara

Suhu Pembakaran 650-750oC

Masa Jenis 1,2 kg/m3

Masa Molekul 16,043 kg/kmol

(Sumber: Deublein dan Steinhauser, 2008)

Komponen-komponen gas yang menyusun biogas akan memengaruhi

kualitas biogas. Proporsi gas metana dan karbon dioksida dipengaruhi oleh 7

faktor, yaitu jumlah rantai panjang hidrokarbon, waktu retensi, pengadukan, kadar

air ataupun jumlah fase cair dalam fermentor, suhu dan tekanan, serta substrat

yang digunakan. Selain itu semakin sedikit kandungan gas-gas ataupun zat

pengotor akan meningkatkan kalori biogas yang dihasilkan (Deublein dan

Page 29: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

14

Steinhauser, 2008). Macam-macam gas dan zat pengotor dapat dilihat pada tabel

2.

Tabel 2. Macam-macam gas dan unsur pengotor biogas

Komponen Pengaruh

CO2 - Mengurangi nilai kalori (energi)

- Dapat menyebabkan korosi (jika gasnya mencair)

- Meningkatkan sifat anti-knock dari mesin

-Merusak alkalinitas fuel cell

H2S - Memiliki efek korosi pada peralatan dan sistem pipa

- Akan menghasilkan emisi SO2 jika dibakar atau H2S jika

pembakaran tidak sempurna

- Sumber bau tak sedap

NH3 - Emisi NOx akan merusak fuel cell

- Meningkatkan sifat anti-knock dari mesin

H2O - Memiliki efek korosi pada peralatan dan sistem pipa

- Beresiko akan menyumbat pipa dan keran

N2 - Mengurangi nilai kalori (energi)

- Meningkatkan sifat anti-knock dari mesin

SiO2 - Berperan sebagai senyawa abrasif dan merusak mesin

(Sumber: Deublein dan Steinhauser, 2008)

Substrat yang digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan biogas

akan memengaruhi karakteristik dan komposisi gas yang dihasilkan. Secara umum

selama bahan baku atau substrat yang digunakan mengandung karbohidrat,

protein, lemak, selulosa sebagai komponen utama. Menurut Ertem (2011) terdapat

beberapa pertimbangan dalam memilih substrat untuk biogas yaitu nilai nutrisi

atau kandungan bahan organik, ada atau tidaknya agen patogen ataupun substansi

berbahaya, hasil biogasnya dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya, dan residu

Page 30: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

15

degradasinya dapat digunakan kembali (sebagai pupuk). Contoh substrat dan

potensi biogasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kandungan biogas dan proporsi metana berbagai substratSubstrat Total Bahan

Kering (%bahanbasah)

BahanOrganik (%bahankering)

WaktuRetensi(hari)

KandunganBiogas (m3/kgBahan Organik)

ProporsiCH4 (%)

Feses Babi 3-81 70-80 20-40 0,25-0,50 70-80

Feses Sapi 5-12 75-85 20-30 0,20-0,30 55-75FesesAyam

10-30 70-80 >30 0,35-0,60 60-80

Sisamakanan

10 80 10-20 0,50-0,60 70-80

Whey (airdadih)

1-5 80-95 3-10 0,80-0,95 60-80

Silase 60-70 90 8-30 0,56 -Jerami 70 90 10-50 0,35-0,45 -

(Sumber: Khanal, 2008)

2.3. Proses Pembentukan Biogas

Pembentukan biogas meliputi empat tahap proses, yaitu: hidrolisis,

fermentasi (acidogenesis), oksidasi anaerobik (acetogenesis), dan metanogenesis

(Tabel 4). Empat tahap proses tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk

memproduksi biogas yang efektif dan produktif. Produksi biogas dibutuhkan

parameter lingkungan yang optimal, nutrisi, dan peran mikroorganisme untuk

proses dekomposisi bahan-bahan organik (Zieminski dan Frac, 2012).

Hidrolisis adalah tahap pertama dari proses dekomposisi biogas. Gula,

lemak, dan protein dalam tahap ini diubah menjadi senyawa organik yang lebih

sederhana seperti asam amino, gula sederhana, asam lemak, dan beberapa alkohol.

Tahap pertama ini sangat penting karena hasil hidrolisis molekul organik

Page 31: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

16

kompleks digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrisi (Schnurer dan

Jarvis, 2009).

Molekul organik kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat akan

dipecah menjadi senyawa organik sederhana dengan bantuan enzim yang

dikeluarkan oleh bakteri hidrolitik (Jarvis et al., 2004). Enzim hidrolisis yang

diproduksi oleh bakteri dan bereaksi dengan air akan memecah senyawa organik

kompleks menjadi gula sederhana, asam amino, asam lemak dan alkohol (Persson

et al., 2010).

Tahap fermentasi (acidogenesis) dalam proses biogas menghasilkan asam

organik (asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam suksinat, asam laktat),

alkohol, amonia (dari asam amino), karbon dioksida dan hidrogen (Schnurer dan

Jarvis, 2010). Selama tahap ini, bakteri asidogenik mengubah zat kimia yang larut

dalam air, termasuk hasil hidrolisis menjadi asam organik rantai pendek (format,

asetat, propionat, butirat, pentanoik), alkohol (metanol, etanol), aldehid, karbon

dioksida dan hidrogen dari dekomposisi protein, asam amino dan peptida

(hidrolisis) yang akan menjadi sumber energi bagi mikroorganisme anaerobik

(Zieminski dan Frac, 2012).

Hasil reaksi yang terbentuk selama tahap fermentasi selanjutnya dipecah

oleh berbagai reaksi oksidasi anaerobik. Tahapan ini yang sangat penting dalam

proses biogas yang membutuhkan kerja sama yang erat antara organisme yang

melakukan oksidasi dan organisme yang memproduksi metana yang aktif dalam

tahap berikutnya, yaitu pembentukan metana murni. Selama oksidasi anaerobik,

Page 32: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

17

proton digunakan sebagai akseptor elektron akhir dan menghasilkan gas hidrogen

(acetogenesis) (Schnurer dan Jarvis, 2009).

Tabel 4. Tahapan degradasi anaerobik dan mikroorganisme yang berperanTahapan Mikroorganisme

Hidrolisis

(C6H10O5)n + nH2O = n(C6H12O6)

Bergantung dari substratyang digunakan

Asidogenesis

C6H12O6 + 2H2O = 2CH3COOH + 4H2 + CO2

C6H12O6 + 2H2 = 2CH3CH2COOH + 2H2O C6H12O6

= CH3CH2 CH2COOH + 2CO2 + 2H2

C6H12O6 = 2CH3 CHOHCOOHC6H12O6 = 2CH3 CH2OH + 2CO2

Bacteriodes, clostridiumButyrivibrie, eubacteriumBifidobacterium,lactobacillus

Acetogenesis

CH3CHOHCOOH + H2O = CH3 COOH + CO2 +2H2

CH3CH2OH + H2O = CH3COOH + 2H2

CH3CH2CH2COOH + 2H2O = 2CH3COOH + 2H2

CH3CH2COOH + 2H2O = CH3COOH + CO2 + 3H2

Desulfovibrio,Syntrophobacter wolinii,syntrophomonas

Metanogenesis

4H2 + CO2 = CH4 + 2H2O2CH3 CH2 OH + CO2 = 2CH3COOH + CH4

2CH3(CH2)2 COOH + 2H2O + CO2 = 4CH3COOH+ CH4

CH3 COOH = CH4 + CO2

MethanobacteriumformicicumMethanobacteriumbryantii,MethanobrevibacterRuminantium,MethanobrevibacterarboriphilusMethanospirilum hungateiMethanosarcina barkeri

(Sumber: Abbasi et al., 2012)

Tahap metanogenesis adalah tahap terakhir dalam pembentukan biogas.

Tahap ini menggunakan asam asetat, hidrogen dan karbon dioksida untuk

menghasilkan metana (Schnurer dan Jarvis, 2009). Tahap metanogenesis

dilakukan oleh beberapa kelompok mikroorganisme yang mendegradasi asam

Page 33: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

18

asetat, karbon dioksida dan hidrogen menjadi metana. Produksi metana dilakukan

oleh bakteri metanogen. Metanogen pada tahap ini dari kelompok Archaea,

eukariot dan bakteri (Eubacteria). Kondisi stabil dalam tahap ini, sekitar 70% dari

produksi metana berasal dari degradasi asam asetat, sedangkan sisanya 30%

berasal dari karbon dioksida dan hidrogen (Jorgensen, 2010).

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas

Lingkungan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikroorganisme

untuk proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi

proses anaerobik antara lain: temperatur, pH, kadar air, konsentrasi substrat,

Volatile Fatty Acid (VFA) dan ammonia (NH3). Faktor pertama yaitu temperatur,

faktor ini berpengaruh terhadap perkembangan bakteri dalam proses pencernaan

bahan organik. Metanogen merupakan bakteri golongan mesofil yang hidup di

suhu kamar. Temperatur optimum berkisar di antara 30-35oC. Kisaran temperatur

ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi

metana di dalam digester dengan proses yang pendek (Yanti, 2009).

Faktor kedua yaitu potensial hidrogen (pH), pH dapat mempengaruhi laju

produksi biogas. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik

yaitu sekitar pH 6,8-8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih

tinggi atau rendah (Haryati, 2006). Mikroorganisme metanogen menggunakan

asam organik untuk sumber nutrisi dan tidak bisa bertahan dalam lingkungan

asam. Nilai pH yang baik untuk mikroorganisme metanogen berada di antara 6,5-

8 dengan pH optimum adalah 7,2. Ketika proses degradasi seimbang, keasaman

dalam fermentor akan berada dalam kisaran tersebut. Keasaman yang seimbang di

Page 34: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

19

dalam fermentor dapat mengoptimalkan dan menstabilkan untuk memproduksi

biogas (Jorgensen, 2010).

Faktor ketiga yaitu kadar air, yang secara langsung dapat mempengaruhi

produksi biogas. Air berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik.

Penambahan air dapat meratakan sebaran bakteri dalam substrat, menjamin

pencampuran, ketersediaan nutrien, melarutkan inhibitor, menghambat transport

oksigen dari udara serta memfasilitasi penukaran substrat, nutrisi dan buffer

(Yanti, 2009). Kadar air tidak hanya bertujuan untuk pergerakan bakteri tetapi

juga mempengaruhi transpor materi serta keseimbangan produksi volatile fatty

acids (VFA) oleh bakteri asidogenik dan konversi asam menjadi metana oleh

bakteri metanogen (Lay et al., 1997). Kadar air dalam substart dan homogenitas

sistem juga mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kadar air yang tinggi

akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat

kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih erat (Manurung,

2004).

Faktor keempat yaitu ketersediaan nutrisi. Pertumbuhan mikroorganisme

membutuhkan unsur-unsur seperti karbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur harus ada

pada sumber makanannya (media tumbuh). Sel mikroorganisme mengandung

Karbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan perbandingan 100:10:1:1. Seperti

pada makhluk hidup pada umumnya, nutrisi pada mikroorganisme dibagi menjadi

dua yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien paling penting yang

dibutuhkan pada semua proses degradasi biologis adalah nitrogen dan phospat.

Nutrisi tersebut tersedia bagi mikroorganisme metanogen sebagai ammonia-

Page 35: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

20

nitrogen (NH4+-N) dan ortophospat-phospat (HPO4-P). Mikroorganisme

pembentuk metan lebih menyukai NH4+ -N (Ertem, 2011).

Terdapat empat mikronutrien penting bagi kelangsungan hidup

mikroorganisme metanogen yang berkaitan dengan proses enzimatis yaitu kobalt,

besi, nikel, dan sulfida. Kobalt dibutuhkan sebagai aktifator pada sistem enzim

mikroorganisme metanogen. Nikel secara umum tidak esensial bagi kebanyakan

mikroorganisme, tetapi pada mikroorganisme metanogen dibutuhkan untuk

memproduksi beberapa enzim khusus untuk produksi metana. Sulfida merupakan

sumber dasar sulfur untuk mikroorganisme metanogen (Gerardi, 2003).

Faktor kelima yaitu Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam lemak volatil

adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi biogas. Selain

sebagai sumber energi, VFA memiliki peran sebagai pembentuk protein

mikroorganisme. Keberhasilan proses asidifikasi dapat dilihat dari tingkat

pembentukan asam-asam organik rantai pendek yang berupa asam butirat, asam

propionat dan asam asetat yang keseluruhannya dideteksi dengan analisa kadar

VFA (Purwati, 2011). VFA terbentuk dalam proses pengasaman atau asidogenesis

untuk pembentukan asam-asam organik di dalam digester anaerobik seperti asam

asetat, asam format, asam propionat dan asam butirat (Jorgensen, 2010). Asam-

asam organik tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk proses asetogenesis

yang akan menghasilkan gas metana dan karbon dioksida (Wieland, 2010).

Faktor keenam yaitu Ammonia (NH3). Ammonia adalah hasil

katabolisme protein yang diekskresikan oleh organisme dan merupakan salah satu

hasil dari penguraian zat organik oleh bakteri. Amonia di dalam air terdapat dalam

Page 36: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

21

bentuk tak terionisasi (NH3) atau bebas, dan dalam bentuk terionisasi (NH4) atau

ionamonium (Dinas Perikanan, 1997). Amonia adalah gas yang diperoleh dari

hasil pemecahan senyawa nitrogen atau protein. Ammonia merupakan sumber

penting dari nitrogen dan diperlukan untuk sintesis asam amino (Rani dan

Neeraja, 2013).

Page 37: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Sampel penelitian ini berasal dari feses Gajah Sumatera di Taman

Margasatwa Ragunan (TMR), yang beralamat di Jalan Harsono RM. 1 Pasar

Minggu, Jakarta Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pusat

Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Teknologi Nuklir Nasional (PAIR-BATAN)

Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2016 hingga

Feburari 2016.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah 6 pipa polyvinyl chloride (PVC)

dengan diameter 3 inci, 6 pipa PVC dengan diameter 0,5 inci, 6 buah stop valve

PVC, dop penutup pipa PVC, tip, selang silikon, penjepit kertas, bejana bening,

gas bag 5 L, gergaji besi, bor listrik Maktec MT 60, cawan petri, pipet tetes,

cawan Conway, gas analyzer MRU Vario Plus Industrial, mikroskop Novel, UV-

VIS LAMDA 950 Perkin Elmer, pH meter, TDS-3 HM Digital, plastik sampel 5

kg, sekop, termometer, pH meter, destilator volatile fatty acid (VFA), pipet tetes,

selang plastik, plester hitam, object glass, cover glass, yellow tube, microtube,

timbangan analitik, tanur, dan oven. Bahan-bahan yang digunakan adalah rumput

gajah, pisang, ubi jalar, jagung, feses gajah, alkohol 70%, ragi instan merek

fermipan, aquadest, alumunium foil, vaselin, H2SO4, K2CO3, HCl, NaOH, H3BO3

dan indikator phenolphthalein.

Page 38: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

23

3.3 Prosedur Kerja Penelitian

3.3.1 Pembuatan Fermentor dan Gas Collector System

Tabung fermentor biogas dibuat dari pipa PVC berdiameter 3 inci dengan

panjang 75 cm, pada bagian atas dan bawah pipa ditutup dengan dop. Dop pada

bagian atas dilubangi dengan ukuran yang sesuai dengan diameter tip, sedangkan

dop pada bagian bawah dilem menggunakan lem pipa PVC. Tip pada bagian atas

kemudian disambungkan dengan selang plastik berdiameter 0,635 cm. Pipa PVC

kemudian dilubangi sebesar 0,5 inci 25 cm dari bagian bawah pipa menggunakan

bor listrik, kemudian dimasukkan pipa PVC 0,5 inci dengan panjang 10 cm

setelah itu direkatkan dengan lem PVC. PVC Stop valve kemudian dimasukkan ke

ujung pipa PVC 0,5 inci tersebut. PVC stop valve ini berfungsi sebagai katup

pencuplikan slurry untuk pengukuran parameter uji selanjutnya.

Gambar 2. Rancangan fermentor yang digunakan (dok. pribadi, 2016)

Keterangan :

1. Tip2. Dop PVC atas3. Selang plastik4. Pipa PVC 3 inci5. Pipa PVC 0,5 inci6. PVC stop valve7. Dop PVC bawah8. Gas bag

1

2

3

4

5

6

8

7

Page 39: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

24

Gas collector system sederhana dibuat dengan menggunakan container

box bening berukuran 15 L yang telah diberi skala volume dan gas bag berukuran

5 L. Pertama-tama gas bag disambungkan dengan selang dari fermentor, lalu

diletakkan di dasar container box dan direkatkan posisinya dengan plester hitam

berbahan kain. Container box kemudian diisi air sebanyak 2 L. Pertambahan

volume air pada skala yang ada di container box kemudian dicatat sebagai

volume kosong dari gas bag. Gas hasil fermentasi akan mengisi ruang pada gas

bag yang akan menambah volumenya. Kondisi ini akan membuat volume air dari

container box bertambah. Pertambahan volume ini diasumsikan sebagai volume

gas yang dihasilkan dari proses fermentasi. Pengukuran volume gas yang

terbentuk dijelaskan lebih lanjut pada subbab 3.3.5.6.

Gambar 3. Rancangan gas collector system yang digunakan (dok. pribadi, 2016)

3.3.2 Pengambilan Sampel Feses Gajah

Sampel feses gajah diperoleh dari 2 kelompok gajah di TMR, yang

masing-masing kelompok terdiri atas 3 individu (Lampiran 14). Kelompok

pertama, adalah gajah yang hanya diberi pakan berupa rumput gajah (perlakuan

pakan rumput gajah). Kelompok kedua, adalah gajah yang diberi pakan berupa

Keterangan :

1. Container box2. Selang plastik3. Plester hitam4. Gas bag

1

2

3

4

Page 40: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

25

rumput gajah, pisang, ubi jalar dan jagung (perlakuan pakan kombinasi).

Pemilihan jenis pakan sebagai kelompok perlakuan bertujuan untuk melihat

apakah ada perbedaan produksi biogas di antara pakan utama dengan pakan utama

yang ditambah dengan pakan tambahan.

Gajah yang menjadi objek penelitian adalah gajah yang telah masuk

kriteria penelitian dengan kisaran umur 30 tahun baik jantan ataupun betina dan

dipilih secara acak dengan cara diundi. Sebelum dilakukan sampling feses, gajah

terlebih dahulu diaklimatisasi dengan jenis pakan yang akan diujikan selama 4

hari untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pengambilan

feses gajah dilakukan pada hari ke-5 setelah masa aklimatisasi selesai. Sampling

dilakukan dengan cara komposit (composite samples), keseluruhan feses yang

dihasilkan melalui proses defekasi oleh gajah pada masing masing kelompok

perlakuan uji pada hari ke-5 dikumpulkan menjadi satu. Kemudian feses yang

tersampling diamati karakteristik fisik seperti bentuk, berat, dan diameter.

Kemudian diukur suhu, kadar air, kadar bahan organik dan rasio C/N.

Jumlah pakan yang diberikan sesuai kebutuhan pakan harian gajah

(Sukumar, 1989) dengan estimasi berat maksimal Gajah Asia (5000 kg) dikalikan

1,9% atau 95 kg. Pemberian pakan dilakukan setiap hari selama masa

aklimatisasi. Jadwal pemberian pakan mengikuti standar oprasional yang ada di

TMR, yakni siang dan sore hari. Jagung, ubi jalar, dan pisang diberikan pada

siang hari (12.00 WIB), sedangkan rumput gajah diberikan pada sore hari (15.00

WIB). Pemberian pakan dengan 2 waktu ini juga ditujukan agar pakan uji yang

Page 41: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

26

diberikan dapat seluruhnya dikonsumsi oleh gajah uji (Lampiran 14). Proporsi

pemberian pakan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Porsi pemberian pakan gajah per hari selama masa aklimatisasi

Jenis PakanPerlakuan Pakan Rumput Gajah

(kg)

Perlakuan Pakan Kombinasi

(kg)

Rumput Gajah 95 65

Jagung - 10

Ubi Jalar - 10

Pisang - 10

3.3.3 Pengukuran Karakteristik Fisika dan Kimia Feses Gajah

Karakteristik Fisika feses yang diukur diantaranya suhu, diameter, berat,

dan tampilan fisik dari masing-masing perlakuan uji. Pertama-tama tampilan fisik

dari feses masing-masing perlakuan diamati bentuk dan sifatnya (berserat atau

tidak berserat). Kemudian suhu feses gajah diukur menggunakan termometer

raksa dengan memasukkan termometer ke dalam feses. Pengukuran suhu ini

dilakukan pada setiap feses yang dihasilkan oleh proses defekasi gajah pada

masing-masing perlakuan. Diameter feses diukur menggunakan pita meteran dan

berat feses ditimbang dengan timbangan analog. Karakteristik Kimia feses yang

diukur diantaranya rasio C/N, kadar bahan organik, dan kadar air yang akan di

bahas pada subbab selanjutnya.

3.3.3.1 Pengukuran Rasio C/N Feses

Rasio C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi

unsur hara oleh mikrobia dekomposer bahan organik. Fermentasi anaerobik pada

fermentor diketahui dari pengukuran rasio C/N awal dan akhir. Rasio C/N optimal

Page 42: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

27

untuk digester anaerobik berkisar 20–30 (Haryati, 2006). Perhitungan rasio C/N

menggunakan rumus (Indrasti dan Rio, 2004):

Rasio C/N = C-organikN-organikSebelum dapat mengukur rasio C/N dari feses, terlebih dahulu dilakukan

pengukuran karbon dan nitrogen organik menggunakan metode spektrofotometri

dan kjedhal yang akan di bahas pada subbab selanjutnya.

3.3.3.1.1 Pengukuran Karbon Organik (C-Organik)

Analisis karbon organik dikerjakan dengan metode spektrofotometri

(Agus et al., 2005). Sebanyak 0,10 g sampel feses kering yang telah dihaluskan

menggunakan blender dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Sebanyak 5 ml

K2Cr2O7 2 N dan 7 ml H2SO4 ditambahkan ke dalam labu ukur yang telah berisi

feses, kemudian diamkan selama 30 menit.

Larutan standar karbon 250 ppm dibuat dari larutan standar karbon 5000

ppm. Larutan standar karbon 5000 ppm dibuat dengan menimbang 12,5 g glukosa

yang ditambahkan 36,60 ml K2Cr2O7 2 N dan 100 ml H2SO4, kemudian dilarutkan

ke dalam 1000 ml aquademineralized (air bebas ion). Pembuatan larutan standar

karbon 250 ppm dibuat dengan 5 ml larutan standar karbon 5000 ppm yang

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 2 N dan

7 ml H2SO4.

Larutan selanjutnya yang dibuat adalah larutan blanko sebagai standar

karbon 0 ppm. Larutan sampel, standar karbon 250 ppm dan 0 ppm kemudian

diencerkan hingga tanda tera 100 ml dan dihomogenkan. Larutan yang telah

Page 43: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

28

homogen didiamkan selama semalam kemudian diukur dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 561 nm. Kadar C-organik dapat diukur dengan

perhitungan sebagai berikut:

C-organik (%) = ppm kurva x100

mg sampelx fk

Keterangan:

ppm: kadar contoh yang di dapat dari kurva regresi hubungan antara kadar deretstandar dengan pembacaannya setelah dikurangi blanko

fk: faktor koreksi kadar air = 100/ (100 - % kadar air)

3.3.3.1.2 Pengukuran Kadar Nitrogen Organik (N-Organik)

Pengukuran nitrogen organik dilakukan dengan menggunakan metode

Kjedahl. Sampel feses ditimbang 250 mg, lalu dimasukkan ke dalam tabung

digestion Kjedahl, selanjutnya ditambahkan 1 g campuran selen dan 2,5 ml H2SO4

pekat. Kemudian sampel didestruksi selama 30 menit pada suhu 350oC hingga

didapat ekstrak berwarna jernih. Lalu tabung didinginkan dan ekstraknya

diencerkan dengan air bebas ion hingga 50 ml, dikocok hingga homogen dan

dibiarkan selama semalam agar partikel mengendap. Larutan blanko juga dibuat

dengan cara yang sama, namun menggunakan aquades sebagai pengganti sampel

feses.

Hasil ekstraksi kemudian didestilasi dan ditampung dengan menggunakan

Erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% ditambah 2 tetes indikator Conway.

Sebanyak 10 ml NaOH 40% ditambahkan dengan ke dalam labu didih yang berisi

ekstrak sampel. Distilasi dilakukan hingga volume mencapai 50-75 ml atau

berubah warna menjadi kehijauan. Hal yang sama dilakukan pada blanko. Distilat

Page 44: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

29

dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Volume titrasi sampel

dan blanko dicatat dan digunakan dalam perhitungan (Agus et al., 2005):

N-Organik (%)=(Vc-Vb) x N x 14 x50

10 mlx

100

250 mgx fk

Keterangan:

Vc: ml titrasi sampelVb: ml titrasi blankoN: normalitas larutan baku H2SO4

14: berat molekul unsur Nitrogen100: konversi ke %fk: faktor koreksi kadar air = 100 / (100-% kadar air)

3.3.3.2 Pengukuran Kadar Air dan Bahan Organik Feses

Pengukuran kadar air dan bahan organik feses dilakukan dengan

menggunakan metode Association of Official Analytical Chemists (AOAC, 1999)

yang dimodifikasi. Prosedur kerja pertama untuk dapat mengetahui kadar air dari

feses adalah dengan menghilangkan proporsi air dalam feses (berat kering).

Pengukuran berat kering feses dilakukan dengan mengambil 5 g sampel feses lalu

diletakkan ke dalam cawan porsen yang telah ditimbang berat konstannya.

Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam dan

ditimbang berat keringnya. Kadar air dari feses dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar Air (%) =Berat Basah - Berat Kering

Berat Keringx 100%

Pengukuran kadar bahan organik feses dapat diketahui dengan mengukur

kadar abu. Kadar abu sampel diukur dengan melanjutkan proses sebelumnya,

sampel feses kering dan cawan porselen yang telah ditimbang beratnya

Page 45: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

30

dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600oC selama 4-5 jam untuk mengubah

sampel kering menjadi abu, setelah itu sampel dan cawan dibiarkan selama

semalam dalam tanur. Kemudian cawan porselen berisi abu dipindahkan ke dalam

desikator selama 15-30 menit dan ditimbang. kadar abu kemudian dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Abu (%) =(C - A)

Bx 100%

Keterangan:

A: Berat konstan cawan porselenB: Berat kering sampelC: Berat abu sampel

Setelah didapatkan kadar abu sampel, kadar bahan organik dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Bahan Organik (%) = (100 - abu)%3.3.4 Fermentasi Sampel Feses Gajah

Sampel feses pada hari ke-5 setelah masa aklimatisasi dikumpulkan dalam

satu wadah, kemudian dicampur rata. Setelah feses tercampur rata, 1 kg feses

ditambah dengan 1 L aquadest dan 5 g ragi merek fermipan sebagai pembuat

kondisi anaerob, setelah itu diaduk rata dan dimasukkan ke dalam fermentor.

Kemudian fermentor ditutup oleh dop penutup yang telah dihubungkan oleh

selang plastik dan gas collector. Selanjutnya untuk mencegah kebocoran atau

masuknya udara ke dalam fermentor, pada sekitar dop diberi lem PVC.

Lama proses fermentasi sampel adalah 28 hari sejak dimasukkannya

sampel ke dalam fermentor. Fermentor diletakkan pada suhu ruang untuk

Page 46: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

31

merepresentasikan keadaan alami Taman Margasatwa Ragunan. Suhu dan pH

fermentor dibiarkan sebagaimana proses fermentasi berjalan tanpa ada perlakuan

ataupun modifikasi tambahan. Hal ini ditujukan untuk melihat apakah suhu

lingkungan TMR dapat mendukung proses fermentasi dan substrat dapat

menghasilkan biogas secara optimal tanpa penambahan zat asam/basa.

3.3.5 Pengukuran Karakteristik Fermentasi

Karakteristik fermentasi dari feses gajah kedua perlakuan pakan yang

diukur diantaranya adalah suhu, pH, konsentrasi ammonia, konsentrasi Volatile

Fatty Acid (VFA), degradasi substrat, pengamatan mikroorganisme dengan

metode apusan, pengukuran mikroorganisme asetotrofik dengan metode Most

Probable Number (MPN), produksi biogas, dan pengujian nyala api. Karakteristik

fermentasi tersebut secara rinci akan di bahas pada subbab selanjutnya.

3.3.5.1 Pengukuran Suhu dan pH Sampel

Pengukuran suhu dan pH sampel dilakukan dengan mengambil 10 ml

slurry dari fermentor melalui stop valve. Kemudian diukur suhunya menggunakan

TDS-3 HM Digital dan pHnya diukur menggunakan pH meter pada masing-

masing fermentor setiap interval 7 hari selama 28 hari. Pengukuran suhu dan pH

ini ditujukan untuk memonitor salah satu indikator proses fermentasi yang sedang

berlangsung. Suhu optimum yang disarankan pada proses fermentasi ini berkisar

antara 30-35oC sedangkan pH optimum yang disarankan adalah 6,8-7,2.

Page 47: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

32

3.3.5.2 Pengukuran Amonia (NH3)

Pengukuran amonia dilakukan dengan metode mikrodifusi Conway

(General Laboratory Procedures, 1966) setiap interval 7 hari selama 28 hari.

Sampel yang berasal dari fermentor diambil sebanyak 1,5 ml dan dimasukkan ke

dalam microtube. Cawan Conway yang telah dibersihkan diolesi dengan vaseline

pada bagian tepinya. Sebanyak 1 ml H3BO3 (warna larutan merah muda)

diteteskan pada bagian tengah cawan, pada bagian kiri cawan diteteskan 1 ml

K2CO3 dan sebanyak 1 ml sampel di bagian kanan cawan. Kemudian cawan

digoyangkan agar sampel dan K2CO3 tercampur (namun H3BO3 tidak ikut

tercampur) setelah itu ditunggu sampai 2 jam hingga terlihat perubahan warna

menjadi biru. Kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N hingga berubah menjadi

warna awal (merah muda), dicatat volume HCl yang terpakai dan dihitung

konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Konsentrasi NH3mg

100 ml=(vol.HCl x N HCl x BM NH3) x

100

Ax(A+B)

C

Keterangan:A: volume supernatant sampel (1 ml)B: volume K2CO3 (1 ml)C: volume larutan sampel (A+B) di dalam Cawan Conway (1 ml)N: normalitas HCl (0,01)BM: berat molekul NH3 (17)

3.3.5.3 Pengukuran Volatile Fatty Acid (VFA) Total

Pengukuran VFA total bertujuan untuk mengetahui VFA total yang

diproduksi selama fermentasi berlangsung. Apabila VFA total tinggi diharapkan

asam-asam organik yang dikonversi menjadi gas akan lebih banyak (Plummer,

Page 48: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

33

1971). Pengukuran VFA total dilakukan dengan teknik destilasi uap (General

Laboratory Procedure, 1966) pada setiap interval 7 hari selama 28 hari. Proses

distilasi dilakukan dengan cara menghubungkan tabung dengan labu yang berisi

air mendidih pada destilator Volatile Fatty Acids (VFA). Pertama-tama sebanyak

9 ml sampel slurry dimasukkan ke dalam yellow tube yang telah berisi 1 ml

H2SO4, kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Lalu sebanyak 5

ml supernatannya diambil untuk didestilasi.

Sampel didestilasi sampai 100 ml pada tabung erlenmeyer yang telah

berisi 5 ml NaOH 0,5 N, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein

dan dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga berwarna merah muda.

Perhitungan :

Konsentrasi VFA total mmol100 ml = Vol. HCl × N HCl × 100A × A + BCKeterangan :

N HCl = Normalitas HCla = volume supernatant sampel (5 ml)b = volume H2SO4 15% (1 ml)c = volume larutan sampel (A+B) di dalam tabung distilasi (6 ml)

3.3.5.4 Pengukuran Persentase Degradasi Bahan Organik

Pengukuran degradasi bahan organik dilakukan untuk mengetahui

persentase pengurangan bahan organik dari awal hingga akhir proses fermentasi.

Presentase degradasi bahan organik diukur menggunakan metode Association of

Official Analytical Chemists (AOAC, 1999) yang dimodifikasi. Presentase

degradasi bahan organik dapat diketahui melalui 2 pengukuran, yaitu pengukuran

berat kering dan kadar abu sampel. Pengukuran berat kering sampel dilakukan

Page 49: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

34

dengan mengambil 5 g sampel diletakkan ke dalam cawan porsen yang telah

ditimbang berat konstannya. Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu

105oC selama 24 jam dan ditimbang berat keringnya.

Kadar abu sampel diukur dengan melanjutkan proses sebelumnya, sampel

kering dan cawan porselen yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam

tanur bersuhu 600oC selama 4-5 jam untuk mengubah sampel kering menjadi abu,

setelah itu sampel dan cawan dibiarkan selama semalam dalam tanur. Kemudian

cawan porselen berisi abu dipindahkan ke dalam desikator selama 15-30 menit

dan ditimbang. kadar abu kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Abu (%) =(C - A)

Bx 100%

Keterangan:

A: Berat konstan cawan porselenB: Berat kering sampelC: Berat abu sampel

Setelah didapatkan kadar abu sampel, persen bahan organik dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Bahan Organik (%) = (100 - abu)%Pengukuran ini dilakukan sebelum proses fermentasi (hari ke-0) dan setelah

proses fermentasi selesai (hari ke-28). Hasil dari pengukuran bahan organik yang

diperoleh, digunakan untuk mengetahui persen degradasi bahan organik slurry

selama fermentasi :

% Degradasi = (Bahan organik awal - Bahan organik akhir)

Page 50: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

35

3.3.5.5 Pengamatan Mikroorganisme

Pengamatan mikroorganisme dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu

pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop dan perhitungan bakteri

asetotrofik menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Pengamatan

mikroskopis dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 21, kemudian pada hari ke-28

dilakukan perhitungan bakteri metanogen asetotrofik menggunakan metode MPN.

Pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop merek Novel yang terintegrasi

dengan kamera pada perangkat komputer. Uji MPN yang dilakukan merupakan uji

penduga untuk melihat adanya mikroba yang mengasimilasi asetat sebagai sumber

nutrisinya.

Langkah kerja yang dilakukan pada pengamatan mikroskopis dimulai

dengan sampel slurry dari masing-masing perlakuan diambil sebanyak 1 tetes

untuk dibuat apusan di kaca objek. Kaca objek kemudian ditutup menggunakan

kaca penutup. Sampel yang berada di kaca objek diamati dengan mikroskop pada

perbesaran 400 x dan 1000 x. Masing-masing pengamatan pada setiap perbesaran

dilakukan dokumentasi.

Langkah kerja yang dilakukan pada perhitungan bakteri metanogen

asetotrofik melalui metode MPN mengacu pada standar FDA (2002) yang

dimodifikasi. Pengerjaan MPN dilakukan pada laminar anaerob untuk

meminimalisir adanya oksigen yang dapat menghambat bakteri asetotrofik. Setiap

pemindahan sampel ke tabung MPN selalu dilakukan gassing dengan gas CO2.

Pertama-tama sampel slurry diencerkan ke dalam 3 pengenceran, yaitu 10-1, 10-2,

dan 10-3. Kemudian disiapkan 9 tabung MPN yang dibagi menjadi 3 untuk masing

Page 51: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

36

masing pengenceran. Setiap tabung MPN berisi 10 ml asam asetat 25% dan

tabung durham di dalamnya (Gambar 4).

Gambar 4. Skema pengerjaan MPN.

Sampel yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam 3 seri

tabung MPN. Pengenceran 10-1 dimasukkan sebanyak 1 ml ke 3 tabung pertama,

pengenceran 10-2 dimasukkan sebanyak 1 ml ke 3 tabung kedua dan pengenceran

10-3 dimasukkan sebanyak 1 ml ke 3 tabung ketiga. Tabung kemudian diinkubasi

pada suhu 35oC selama 24 jam, setelah itu diamati terbentuknya gas pada tabung

durham sebagai interpretasi hasil positif. Hasil tabung yang positif pada masing-

masing seri kemudian dicocokkan dengan tabel nilai MPN (Lampiran 13).

3.3.5.6 Pengukuran Produksi Gas

Pengukuran volume gas dilakukan dengan menggunakan prinsip

Archimedes, setiap interval 7 hari gas yang tertampung pada gas bag dimasukkan

ke dalam container box berskala yang berisi air dengan volume terukur.

Pertambahan volume air dari container box tersebut kemudian dicatat sebagai

Page 52: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

37

volume biogas yang dihasilkan. Data yang diperoleh bertujuan untuk mengetahui

peningkatan produksi gas mingguan.

Selain melakukan pengukuran secara kuantitatif berupa volume biogas

yang terbentuk, dilakukan juga analisis kualitatif gas dengan menggunakan MRU

Vario Plus gas analyzer. Penggunaan gas analyzer dilakukan pada hari ke-7, 14,

21 dan 28 untuk mengetahui persentase komponen gas yang terbentuk. Gas bag

yang berisi biogas dengan volume yang diketahui (100 ml) dihubungkan dengan

selang gas analyzer yang telah terhubung dengan perangkat komputer sebagai

output pembacaan hasil komposisi gas. Komponen-komponen gas yang dapat

diketahui adalah CH4, CO2, H2S, NOx, SO2 dan CO, namun hanya gas CO2 dan

CH4 yang akan dianalisis.

Prinsip kerja MRU Vario Plus gas analyzer dalam mengukur gas CO2 dan

CH4 (hidrokarbon) adalah deteksi dengan menggunakan cahaya inframerah.

Sampel gas yang masuk akan dipaparkan oleh cahaya inframerah dari gas

analyzer, cahaya inframerah ini kemudian akan diserap oleh masing-masing

komponen penyusun gas dengan panjang gelombang yang sesuai dengan

komponen gas yang diperiksa (CO2 dan CH4). Penyerapan cahaya inframerah

inilah yang menunjukan kadar dari masing masing komponen gas dalam suatu

sampel gas.

3.3.5.7 Uji Nyala Api

Uji nyala api bertujuan untuk mengetahui kualitas gas, yaitu dengan

melihat warna nyala api yang dihasilkan pada saat pembakaran. Pengujian nyala

api dilakukan dengan cara sederhana yaitu menekan gas bag hingga gas keluar

Page 53: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

38

melalui selang ke arah lilin yang sedang menyala. Gas yang memiliki kandungan

metana yang cukup akan membuat nyala api pada lilin membesar, menandakan

adanya gas metana yang terbakar. Gas yang lebih banyak mengandung karbon

dioksida akan membuat nyala api menjadi padam.

3.4 Analisis Data

Setiap data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji statistik

independent samples T-test pada taraf signifikansi 95% dengan dua kali

pengulangan untuk tiap parameter. Analisis ini menggunakan program Software

Statistical Product and Service Solutions (SPSS) V.23.

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 = Tidak ada perbedaan antara produksi biogas dari feses gajah yang diberi

pakan rumput gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan (Parameter

uji : suhu, kadar air, kadar bahan organik dan rasio C/N feses, suhu, pH,

VFA total, amonia, persentase degradasi bahan organik, dan volume gas

total serta komposisi gas (proporsi CH4 dan CO2) fermentor)

H1 = Terdapat perbedaan produksi biogas dari feses gajah yang diberi pakan

rumput gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan (Parameter uji :

suhu, kadar air, kadar bahan organik dan rasio C/N feses, suhu, pH, VFA

total, amonia, persentase degradasi bahan organik, dan volume gas total

serta komposisi gas (proporsi CH4 dan CO2) fermentor)

Jika Signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima

Jika Signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak

Page 54: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

39

3.5 Bagan Kerja

hari ke-21:suhu, pH, VFA,amonia,produksi biogas,uji nyala, danpengamatanmikroorganisme

Persiapan

Survey Lapangan:- Observasi daerah penelitian- Kondisi gajah yang akan diteliti

Dimasukkan ke dalam fermentor dan didiamkanselama 28 hari

Ditambah aquadest 1 L dan 5 g ragiinstan kemudian diaduk rata

Sampling feses gajah secara komposit,diambil 1 kg dari total feses yang

dihasilkan

Aklimatisasi selama 4 hari dengan 2kelompok perlakuan pakan uji

Diukur suhu, kadar air,kadar bahan organik, danrasio C/N feses masing

masing perlakuan

hari ke-0: suhu,pH, VFA,Amonia, kadarbahan organik,dan pengamatanmikroorganisme

hari ke-28: suhu,pH, VFA,amonia,produksi biogas,bahan organikuji MPN, dan ujinyala api

Pengukuran Parameter Uji

Analisis Data

Pengambilan Kesimpulan

hari ke-14:suhu, pH, VFA,amonia,produksibiogas, danpengamatanmikroorganisme

hari ke-7: suhu,pH, VFA,amonia,produksi biogas,dan pengamatanmikroorganisme

Page 55: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Fisika dan Kimia Feses Gajah Sumatera

Hasil pengamatan karakteristik fisik dari feses Gajah Sumatera yang diberi

perlakuan pakan juga tidak menunjukkan adanya perbedaan. Feses gajah berbentuk

seperti bola dengan diameter 10-15 cm, berat 1-2 kg dan memiliki karakteristik

tinggi serat pakan (Gambar 5). Hal ini karena rumput gajah tetap menjadi pakan

utama yang menyebabkan bentukan feses gajah memiliki serat pakan yang tinggi.

Gambar 5. Feses gajah hasil aklimatisasi selama 4 hari (dok. Pribadi)

Rumput gajah memiliki tiga kandungan utama yakni 6-10% protein kasar, 2-

4% lemak kasar dan 33-34% serat kasar. Kandungan serat kasar pada rumput gajah

akan memengaruhi kondisi pencernaan gajah dan sifat fisik dari feses yang

dihasilkan. Serat kasar cenderung merepresentasikan kandungan fraksi organik dari

dinding sel tumbuhan yang tidak dapat dicerna oleh enzim mamalia. Oleh karena

itu, serat kasar harus baik dicerna atau dicerna dengan bantuan mikroorganisme

simbion yang hidup di sekum dan kolon dari gajah (Adrianton, 2010).

Feses dengan pakan rumput gajah Feses dengan pakan kombinasi

Page 56: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

41

Hasil pengukuran karakter fisika-kimia dari feses gajah menunjukkan

perbedaan (Tabel 6). Suhu feses gajah pada perlakuan pakan rumput gajah berkisar

37oC, sedangkan suhu feses gajah pada perlakuan pakan kombinasi berkisar 36oC.

Nilai suhu ini masih dalam kisaran normal suhu feses gajah yang berkisar 36-38oC

(Urley 1997). Berdasarkan uji statistik independent samples T-test (Lampiran 1),

nilai suhu tidak menunjukkan perbedaan pada kedua perlakuan (P>0,05). Menurut

Sukumar (2003) suhu yang dihasilkan oleh feses gajah dapat dipengaruhi oleh

pakan, tingkat metabolisme, dan kesehatan gajah. Hal ini berarti kedua perlakuan

pakan yang diberikan tidak memengaruhi suhu feses yang dihasilkan gajah.

Tabel 6. Karakteristik fisika dan kimia feses gajah

Menurut Drosg et al., (2013), suhu bahan baku saat akan memasuki fermentor

biogas dapat menjadi informasi penting. Terutama jika proses fermentasi

terintregasi pada sebuah sistem biogas, daripada mengalami pemindahan tempat

atau disimpan dalam waktu lama. Jika suhu bahan baku rendah kemudian dicampur

dengan air, maka akan membutuhkan pemanasan untuk mengoptimalkan proses

fermentasi. Hal ini akan menyebabkan energi hasil dari biogas akan berkurang.

Rasio C/N feses gajah tidak menunjukkan perbedaan di antara perlakuan

pakan berdasarkan uji statistik independent samples T-test (Lampiran 2), dengan

pembacaan nilai signifikansi yang melebihi 0,05 (P>0,05). Rasio C/N kedua

perlakuan termasuk dalam katagori tinggi untuk dijadikan sebagai bahan baku

ParameterPerlakuan Pakan

Rumput gajah KombinasiSuhu (oC) 37±1,00 36±0,58Rasio C/N 35,89±2,06 38,37±3,05

Kadar bahan organik (%) 93,33±2,43 94,73±0,40Kadar air (%) 87,99±1,90 79,13±6,97

Page 57: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

42

biogas dan akan memengaruhi volume biogas yang dihasilkan. Menurut Triatmojo

(2004) rasio C/N yang baik untuk produksi biogas adalah 25-30. Jika rasio C/N

terlalu tinggi, maka nitrogen akan cepat diasimilasi oleh mikroorganisme untuk

memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan tersedia lagi untuk mengimbangi

karbon yang tersisa, sehingga produksi biogas akan berkurang. Jika rasio C/N

terlalu rendah, maka nitrogen akan tersedia bebas dan terakumulasi dalam bentuk

amonia. Kondisi ini akan meningkatkan pH fermentor yang akan menyebabkan

efek toksik bagi mikroorganisme metanogenik (Abbasi et al., 2012).

Rasio C/N feses gajah hasil aklimatisasi dengan kedua kelompok perlakuan

pakan dalam penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Rasio C/N feses

dari rata-rata 8 gajah di Machan Wildlife Resort, Nepal yaitu sekitar 43 (Karki,

2009), tetapi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Anderson dan Coe (1974)

di Taman Nasional Tsavo Kenya, feses gajah segar memiliki rasio C/N sebesar 36,

nilai rasio C/N tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian ini. Nilai rasio

C/N pada feses gajah dapat bervariasi tergantung oleh kandungan karbon dan

nitrogen pakan yang di konsumsi dan tingkat kecernaan dari masing-masing jenis

pakan.

Rasio C/N yang terkandung dalam feses gajah akan berhubungan dengan

kadar bahan organik dari feses. Kadar bahan organik feses pada kedua perlakuan

pakan tidak menunjukkan perbedaan berdasarkan uji statistik independent samples

T-test (Lampiran 4), dengan pembacaan nilai signifikansinya yang di atas 0,05

(P>0.05). Kadar bahan organik dari suatu bahan memiliki urgensi dalam proses

fermentasi biogas, karena merepresentasikan fraksi dari bahan yang dapat dirubah

Page 58: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

43

menjadi biogas. Menurut Wilkie (2015) kadar bahan organik (volatile solids) yang

berasal dari feses dapat berkisar di antara 70-90%. Sementara itu, kadar abu (fixed

solid) yang berisi materi anorganik (pasir, mineral, dan garam), dapat mengurangi

kandungan energi dan berdampak pada proses degradasi.

Kedua feses perlakuan pakan memiliki kandungan bahan organik yang lebih

dari kriteria kadar bahan organik yang berasal dari feses (Wilkie, 2015) dan hal ini

baik untuk proses fermentasi. Sanjaya et al., (2015) menjelaskan bahwa semakin

besar kandungan organik pada bahan baku, maka akan semakin mudah untuk dapat

didegradasi menjadi produk-produk fermentasi. Wilkie (2015) menambahkan,

meskipun kadar bahan organik adalah indikaror dari potensi produksi metana, tetapi

kandungan spesifik metana berdasarkan kandungan bahan organik tidak selalu

konstan. Hal ini karena komposisi penyusun bahan organik terdiri atas materi yang

mudah didegradasi seperti lemak, protrein, dan karbohidrat serta materi yang sulit

didegradasi seperti materi lignoselulosa, kompleks polisakarida, protein struktur

(keratin) dan materi lainnya yang dapat berbeda-beda tiap bahan baku. Sifat

kompleks dari komposisi sebuah bahan organik ini menandakan kandungan metana

akan lebih baik jika dideterminasi dengan pengujian degradasi anaerobik dengan

sampel yang sesuai (berdasarkan kandungan materi yang mudah didegradasi).

Kadar bahan organik yang terkandung pada feses kedua perlakuan pakan akan

membutuhkan kandungan air yang cukup untuk dapat melakukan proses degradasi

yang optimal. Kadar bahan organik yang terkandung pada feses kedua perlakuan

pakan akan membutuhkan kandungan air yang cukup untuk dapat melakukan

proses degradasi yang optimal. Pemeriksaan kadar air feses gajah dilakukan karena

Page 59: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

44

kadar air dapat memengaruhi proses dekomposisi secara biologis, terutama dalam

hal pencampuran (mixing), ketersediaan nutrien dan menjaga agar temperatur

konstan. Air penting untuk proses fermentasi karena digunakan sebagai pelarut

nutrien bagi mikroorganisme sebelum diasimilasi (Lay et al., 1997). Kadar air tidak

hanya bertujuan untuk pergerakan bakteri tetapi juga memengaruhi transpor materi

serta keseimbangan produksi volatile fatty acids (VFA) oleh bakteri asidogenik dan

konversi asam menjadi metana oleh bakteri metanogen (Lay et al., 1997).

Kadar air yang dikandung dari feses gajah tidak menunjukkan perbedaan di

antara kedua perlakuan pakan, berdasarkan uji statistik independent samples T-test

(Lampiran 3), dengan pembacaan nilai signifikansi di atas 0,05 (P>0.05). Kadar air

yang dikandung oleh feses kedua perlakuan belum cukup untuk dapat dijadikan

bahan baku biogas, oleh karena itu perlu ditambahkan air untuk menambah kadar

airnya. Menurut Wiratma et al., (2012), aktivitas normal dari mikroorganisme

pengahsil metana membutuhkan kadar air sekitar 90% untuk dapat mengoptimalkan

proses fermentasi. Penambahan air sebanyak 1 L yang ditambahkan pada fermentor

akan membuat kadar air meningkat sebesar 93,99% pada perlakuan pakan rumput

gajah dan 89,57% pada perlakuan pakan kombinasi. Kadar air feses pada perlakuan

pakan rumput gajah sudah lebih dari cukup untuk mengoptimalkan proses

fermentasi, tetapi pada perlakuan pakan kombinasi seharusnya ditambahkan air lagi

sebanyak 100 ml agar kadarnya menjadi 90% sehingga proses fermentasi akan lebih

optimal.

Page 60: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

45

4.2 Karakteristik Fermentasi

4.2.1 Suhu dan pH

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam degradasi anaerobik, karena

nilainya akan secara langsung memengaruhi metabolisme dari komunitas

mikroorganisme di dalam fermentor. Hasil pengamatan parameter suhu dari

fermentor perlakuan pakan rumput gajah maupun perlakuan pakan kombinasi

mengalami perubahan nilai selama masa fermentasi, dengan suhu tertinggi sebesar

31oC pada hari ke-14 untuk kedua perlakuan dan terendah sebesar 29oC pada

perlakuan pakan rumput gajah serta sebesar 28,5oC pada perlakuan pakan

kombinasi (Gambar 6). Berdasarkan uji statistik independent samples T-test

(Lampiran 5), nilai suhu fermentor yang dibandingkan setiap interval 7 hari tidak

menunjukkan perbedaan pada kedua perlakuan dengan pembacaan nilai

signifikansi yang melebihi 0,05 (P>0,05).

Gambar 6. Perubahan nilai suhu dalam fermentor selama masa fermentasi

25

30

35

0 7 14 21 28

Suhu

(o C)

HariPakan rumput gajah Pakan kombinasi

Page 61: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

46

Menurut Gerardi (2003), proses degradasi anaerob akan menghasilkan panas

dari terdekomposisinya senyawa-senyawa organik. Proses degradasi anaerobik

dapat berlangsung pada rentang suhu mesofilik (25-40oC) hingga rentang termofilik

(50-60oC). Dengan demikian, suhu yang dihasilkan dari proses degradasi anaerob

pada perlakuan pakan rumput gajah maupun perlakuan pakan kombinasi berada

dalam kategori suhu mesofilik. Hal ini menunjukkan bahwa proses degradasi

anaerob dari feses gajah berlangsung secara optimal. Menurut Weiland (2010) pada

rentang suhu tersebut bakteri mesofilik dapat mentoleransi fluktuasi suhu ± 3oC

tanpa pengurangan produksi metana yang signifikan .

Perubahan suhu yang terjadi pada masing-masing perlakuan uji selain dapat

disebabkan oleh proses degradasi bahan, juga dapat disebabkan oleh flukruasi suhu

lingkungan pada saat penelitian berlangsung. Menurut Pham et al., (2014), yang

menguji produksi biogas skala kecil di utara Vietnam dengan 4 fermentor (dua

diisolasi dan dua tidak diisolasi dengan stereofoam). Selama 7 bulan pengujian

terdapat perbedaan suhu yang menunjukkan bahwa suhu fermentor dipengaruhi

oleh suhu lingkungannya. Penelitian sebelumnya oleh Kalia dan Sing (1998) dalam

Khoiyangbam et al., (2004), menunjukkan kesamaan pengamatan pada fermentor

biogas tanpa pengaturan suhu yang dilakukan di daerah perbukitan India.

Proses perubahan suhu pada fermentor akan memengaruhi proses

metabolisme mikroorganisme yang akan berdampak pada perubahan pH fermentor.

Hasil pengamatan parameter pH fermentor pada masing-masing perlakuan

memiliki pola perubahan seiring waktu yang serupa (Gambar 7). Hal ini didukung

oleh hasil uji statistik independent samples T-test (Lampiran 6), yaitu nilai pH

Page 62: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

47

fermentor yang dibandingkan setiap interval 7 hari tidak menunjukkan perbedaan

pada kedua perlakuan, dengan pembacaan nilai signifikansi yang melebihi 0,05

(P>0,05). Nilai pH tertinggi terjadi pada hari ke-0 sebesar 7,5 pada perlakuan pakan

rumput gajah dan 7,25 pada perlakuan pakan kombinasi. Sementara itu nilai pH

terendah terjadi pada hari ke-14 sebesar 5,8 pada kedua perlakuan.

Gambar 7. Perubahan nilai pH dalam fermentor selama masa fermentasi

Potensial Hidrogen (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang

penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini karena bakteri tertentu akan

aktif pada pH tertentu juga. pH dapat memengaruhi aktivitas enzim karena setiap

enzim dapat aktif hanya pada pH spesifik dan pH rentang tertentu serta

menunjukkan aktivitas maksimumnya pada pH optimum. Nilai pH dalam degradasi

anaerobik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok asidogenesis dan

metanogenesis. Kelompok asidogenesis mempunyai pH optimum 5,5-6,5 dan 7,8-

8,2 untuk kelompok metanogenesis. Jika dikombinasikan, maka pH optimum untuk

keseluruhan proses degradasi anaerobik adalah 6,8-7,4 (Ertem, 2011).

4.5

6

7.5

9

0 7 14 21 28

Nila

i pH

HariPakan rumput gajah Pakan kombinasi

Page 63: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

48

Perubahan pH pada kedua perlakuan tidak masuk dalam katagori pH yang

optimum untuk proses degradasi anaerobik. Perubahan pH ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah tahapan fermentasi yang sedang

berlangsung. Penurunan pH dari hari ke-0 ke hari ke-7 dapat diasumsikan bahwa

mikroorganisme asidogenesis aktif mengkonversi produk-produk hasil hidrolisis.

Asam amino, asam lemak, dan gula sederhana dari tahap hidrolisis difermentasikan

untuk membentuk VFA seperti asam laktat, propionat, butirat, dan valerat pada

tahapan ini. VFA yang dihasilkan ini dapat menurunkan nilai pH menjadi asam jika

konsentrasinya terlalu tinggi pada beberapa fermentor tertentu. Faktor kedua adalah

konsentrasi amonia yang dapat memengaruhi pH menjadi basa jika konsentrasinya

terlalu tinggi (Abbasi et al., 2012).

Penurunan pH menjadi kisaran 5 pada kedua fermentor ini dapat disebabkan

oleh aktivitas ragi Saccharomyces cerevisiae. Walker (2009) menjelaskan, ragi S.

cerevisiae yang sedang aktif tumbuh dapat mengasamkan lingkungan hidupnya

melalui kombinasi penyerapan ion diferensial, sekresi proton saat transport nutrien,

sekresi asam organik (suksinat dan asetat), dan perubahan serta pemecahan karbon

dioksida. pH interselular pada ragi S. cerevisiae juga diatur ketat yaitu sekitar 5

melalui aksi membran plasma dalam pompa proton ATP-ase. Hal ini sesuai dengan

kisaran nilai pH pada fermentor di hari ke-7. Nilai pH fermentor yang turun menjadi

5 tentu akan sangat menghambat proses fermentasi yang terjadi di dalam fermentor,

tetapi penambahan ragi ini dapat berperan untuk membantu proses asidogenesis

dalam memproses gula sederhana maupun turunan protein seperti amonia

(Schaechter, 2009).

Page 64: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

49

Nilai pH pada hari ke-7 hingga hari ke-14 pada kedua perlakuan cenderung

konstan pada kisaran 5,80-5,95. Hal ini dapat disebabkan proses degradasi oleh

mikroorganisme stabil pada tahapan asidogenesis. Nilai pH mulai mengalami

sedikit kenaikan pada hari ke-21 hingga ke-28 yang mengindikasikan perubahan

komposisi mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi anaerobik. Peran

ragi akan segera digantikan bakteri metanogenik pada hari ke-21. Bakteri

metanogenik akan memproses asetat dan karbon dioksida yang dihasilkan baik oleh

proses asetogenesis maupun hasil metabolisme dari ragi (Gerardi, 2003). Hal ini

dibuktikan oleh pengamatan mikroorganisme pada hari ke-21 (Lampiran 15), yang

jumlah ragi S. cerevisiae-nya diperkirakan berkurang tidak seperti pada hari ke-0

dan ke-7.

4.2.2 Konsentrasi Amonia dan VFA

Pengukuran konsentrasi amonia fermentor dilakukan untuk menggambarkan

degradasi protein pada feses gajah. Hasil pengukuran konsentrasi amonia

menunjukkan terdapat pola perubahan konsentrasi amonia yang serupa, tetapi

memiliki perbedaan nilai pada kedua perlakuan selama proses fermentasi 28 hari

(Gambar 8). Hal ini didukung oleh hasil uji statistik independent samples T-test

(Lampiran 7), yaitu konsentrasi amonia fermentor yang dibandingkan setiap

interval 7 hari menunjukkan perbedaan pada kedua perlakuan, dengan pembacaan

nilai signifikansi yang di bawah 0,05 (P<0,05). Konsentrasi amonia tertinggi pada

kedua perlakuan terjadi pada hari ke-14 sebesar 18,7 mg/100 ml pada perlakuan

pakan rumput gajah dan 13,6 mg/100 ml pada perlakuan pakan kombinasi.

Page 65: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

50

Sementara itu, konsentrasi amonia terendah ada pada hari ke-0 sebesar 3,4 mg/100

ml pada kedua perlakuan.

Gambar 8. Konsentrasi amonia dalam fermentor selama masa fermentasi

Peningkatan konsentrasi amonia pada hari ke-0 sampai ke-14 menunjukkan

bahwa protein dalam feses sedang mengalami proses degradasi menjadi asam-asam

amino yang kemudian diasimilasi oleh beberapa bakteri untuk memenuhi

kebutuhan sumber nitrogen dan menghasilkan produk samping berupa amonia.

Sementara itu penurunan konsentrasi amonia pada hari ke-14 sampai ke-28 dapat

disebabkan oleh aktivitas ragi S. cerevisiae. Ragi S. cerevisiae mulai mengasimilasi

amonia sejak konsentrasinya mulai meningkat pada di antara hari ke-0 sampai ke-

7, sehingga peningkatan amonia tidak besar pada hari ke-7 sampai ke-14 yang

kemudian mengalami penurunan hingga akhir masa fermentasi. Merurut Schaechter

(2009), S. cerevisiae dapat mengikat garam-garam amonia seperti amonium sulfat

sebagai sumber nitrogen, begitu juga dengan nitrat, asam amino, peptida, purine,

pirimidin, dan amina.

0

5

10

15

20

25

0 7 14 21 28

Kon

sent

rasi

NH

3(m

g/10

0ml)

HariPakan rumput gajah Pakan kombinasi

Page 66: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

51

Peningkatan konsentrasi amonia pada hari ke-7 sampai ke-14 pada kedua

fermentor seharusnya dapat membuat pH fermentor meningkat, tetapi hasil

pengukuran pH fermentor menunjukkan penurunan (Gambar 4). Nilai pH terlihat

turun menjadi kisaran 5,95-5,8. Hal ini dapat disebabkan oleh setidaknya 2 faktor.

Pertama, aktivitas ragi S. cerevisiae mensekresikan asam-asam organik untuk

membantu mengimbangi produksi amonia (Walker, 2009). Kedua, peningkatan

amonia secara cepat dari hari ke-0 menuju hari ke-7 dapat menyebabkan

peningkatan VFA, kehilangan alkalinitas dan penurunan pH (Gerardi, 2003). Kedua

faktor ini terjadi lebih dominan, sehingga nilai pH tidak naik meskipun produksi

amonia meningkat.

Hasil pengukuran konsentrasi amonia ini sesuai dengan perkiraan protein

yang dikandung dalam masing-masing pakan. Perkiraan kandungan protein

menunjukkan bahwa perlakuan pakan rumput gajah akan memiliki kandungan

protein tertinggi. Hasil analisis Nast (2014), dalam 100 g jagung, pisang, dan ubi

jalar memiliki kandungan protein masing-masing sebesar 19%, 2%, dan 3%.

Berdasarkan informasi tersebut maka dalam 10 kg jagung, pisang, dan ubi akan

mengandung 1.900 g, 200 g, dan 300 g protein. Sementara itu, hasil analisis oleh

Andrianton (2010) menyebutkan bahwa rumput gajah mengandung 6-10% protein

per 100 g. Berdasarkan informasi tersebut maka dalam 95 kg rumput gajah pada

perlakuan pakan rumput gajah dan 65 kg rumput gajah pada perlakuan pakan

kombinasi, masing-masing akan mengandung 5.700-9.500 g dan 3.900-6.500 g

protein. Maka total protein yang dikandung oleh perlakuan pakan rumput gajah

sebesar 5.700-9.500 g dan 5.600-8.900 g pada perlakuan pakan kombinasi.

Page 67: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

52

Amonia dapat terkandung dalam bahan baku ataupun diproduksi saat

proses degradasi (Ertem, 2011). Keberadaan amonia dalam fermentor ini dapat

berpengaruh positif maupun negatif. Ion amonium dapat digunakan sebagai sumber

nutrisi, tetapi di sisi lain seiring dengan peningkatan pH akibat jumlah amonia bebas

yang bertambah dapat bersifat toksik bagi mikroorganisme metanogenik (Gerardi,

2003). Molekul amonia yang bersifat hidrofobik dapat berdifusi ke dalam sel,

menyebabkan tidak seimbangnya proton dan kekurangan kalium (Chen et al.,

2008). Konsentrasi amonia pada penelitian ini masih masuk dalam katagori yang

aman bagi kelangsungan aktivitas mikroba metanogenik. Menurut Chen et al.,

(2008), konsentrasi amonia di bawah 20 mg/100 ml yang dapat bermanfaat bagi

proses, karena nitrogen dapat menghasilkan kapasitas buffer bagi sistem yang

sangat penting untuk mikroorganisme. Konsentrasi amonia pada perlakuan pakan

rumput gajah akan lebih optimal bagi proses fermentasi feses menjadi biogas. Hal

ini karena konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan

kombinasi, namun nilainya masih di bawah 20 mg/100 ml.

Hasil pengamatan VFA menunjukkan terdapat perubahan dan perbedaan

nilai konsentrasi VFA baik pada perlakuan pakan rumput gajah maupun perlakuan

pakan kombinasi selama proses fermentasi 28 hari (Gambar 9). Perbedaan ini di

dukung oleh hasil uji statistik independent samples T-test (Lampiran 8), yaitu

konsentrasi VFA fermentor yang dibandingkan setiap interval 7 hari menunjukkan

perbedaan pada kedua perlakuan, dengan pembacaan nilai signifikansi yang di

bawah 0,05 (P<0,05). Konsentrasi VFA tertinggi terjadi pada hari ke-21 sebesar 93

mmol/100 ml pada perlakuan pakan rumput gajah dan hari ke-0 sebesar 70,20

Page 68: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

53

mmol/ 100 ml pada perlakuan pakan kombinasi. Sementara itu konsentrasi VFA

terendah terjadi pada hari ke-7 sebesar 53,10 mmol/100 ml pada perlakuan pakan

rumput gajah dan di hari ke-28 sebesar 55,20 mmol/100 ml pada perlakuan pakan

kombinasi.

Gambar 9. Konsentrasi VFA dalam fermentor selama masa fermentasi

Konsentrasi VFA mengalami dua kali penurunan pada perlakuan pakan

rumput gajah dan pada perlakuan pakan kombinasi konsentrasinya terus mengalami

penurunan. Penurunan konsentrasi VFA mengindikasikan bahwa mikroorganisme

menggunakan VFA untuk metabolismenya yang kemudian dapat dijadikan asetat,

hidrogen, dan karbon dioksida pada tahap asetogenesis. Kondisi berbeda terjadi

pada perlakuan pakan kombinasi, konsentrasi VFA yang cenderung terus

mengalami penurunan diduga disebabkan oleh kurangnya aktivitas bakteri

asidogenesis dalam memproses produk tahapan hidrolisis, sedangkan tingkat

asimilasi VFAnya lebih tinggi. Menurut Seadi et al., (2008), dua digester yang sama

dapat memberikan respon yang sangat berbeda terhadap konsentrasi VFA yang

40

60

80

100

0 7 14 21 28Kon

sent

rasi

VFA

(m

mol

/100

ml)

HariPakan rumput gajah Pakan kombinasi

Page 69: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

54

sama, di satu sisi VFA dapat optimal membantu proses dan di sisi lain VFA dapat

menjadi inhibitor. Hal ini karena komposisi populasi mikroorganisme yang

bervariasi dari masing-masing fermentor.

Nilai pH pada hari ke-21 dan ke-24 mengalami peningkatan pada kedua

perlakuan uji (Gambar 7), padahal berdasarkan konsentrasi VFA pada hari ke-21,

VFA terlihat mengalami peningkatan pada perlakuan pakan rumput gajah dan

cenderung turun pada perlakuan pakan kombinasi. Peningkatan konsentrasi VFA

dapat menjadi indikasi bahwa mikroorganisme pada tahap asidogenesis aktif

merombak monomer hasil hidrolisis. Weiland (2010) menjelaskan bahwa

akumulasi dari VFA tidak selalu dapat menyebabkan turunnya nilai pH karena

kapasitas buffer yang dimiliki oleh substrat. Hal ini disebabkan oleh surplus

alkalinitas yang dimiliki oleh feses hewan yang dapat menstabilkan nilai pH ketika

terjadi akumulasi VFA. Konsentrasi VFA pada perlakuan pakan rumput gajah lebih

optimal untuk produksi biogas. Hal ini karena semakin tinggi konsentrasi VFA

maka prekursor berupa asam asetat, propionat, butirat, dan valerat akan lebih tinggi

untuk dapat menghasilkan gas metana.

4.2.3 Presentase Degradasi Substrat

Presentase degradasi substrat yang berasal dari feses gajah baik pada

perlakuan pakan rumput gajah maupun perlakuan pakan kombinasi memiliki nilai

yang berbeda setelah 28 hari (Gambar 10). Persentase degradasi substrat

menunjukkan adanya aktivitas metabolisme mikroorganisme dalam mendegradasi

polimer seperti karbohidrat, protein dan lemak yang berasal dari feses gajah.

Perbedaan nilai presentasi ini juga di dukung oleh hasil uji statistik independent

Page 70: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

55

samples T-test (Lampiran 9), dengan pembacaan nilai signifikansi yang di bawah

0,05 (P<0,05).

Gambar 10. Persentase degradasi substrat feses gajah setelah 28 hari

Perlakuan pakan rumput gajah memiliki perentase degradasi bahan organik

0,9% lebih banyak dibandingkan perlakuan pakan kombinasi. Perbedaan nilai

degradasi substrat antara perlakuan disebabkan oleh perbedaan tingkat pemanfaatan

bahan organik yang terkandung dalam substrat oleh mikroorganisme untuk hidup

dan regenerasi selama proses fermentasi. Semakin tinggi nilai degradasi suatu

substrat maka akan semakin tinggi aktifitas mikroorganisme dan produk fermentasi

yang dihasilkannya. Kondisi ini dapat menyebabkan konsentrasi amonia, VFA,

maupun produksi gas meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran amonia

dan VFA yang ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6 serta hasil pengukuran gas pada

Gambar 12. Perlakuan pakan rumput gajah memiliki konsentrasi amonia, VFA dan

produksi gas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan kombinasi.

5.1

4.2

2

4

6

Pakan rumput gajah Pakan kombinasi

% D

egra

dasi

Sub

stra

t

Page 71: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

56

Degradasi bahan organik dipengaruhi juga oleh kandungan air. Kandungan

air dalam substrat ini akan memengaruhi proses kerja mikroorganisme. Menurut

Manurung (2004) andungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian.

Perlakuan pakan rumput gajah memiliki persentase kandungan air tertinggi yaitu

87,99%, sedangkan perlakuan pakan kombinasi dengan persentase 79,13% (Tabel

6). Kandungan air yang tinggi pada perlakuan pakan rumput gajah memudahkan

proses penguraian bahan organik, sehingga persentase degradasi bahan organik

perlakuan pakan rumput gajah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan

kombinasi.

Degradasi bahan organik dari feses gajah selama masa fermentasi 28 hari

ini termasuk sangat rendah jika dibandingkan dengan feses hewan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian Abubakar dan Ismail (2012), menunjukkan bahwa

nilai degradasi bahan organik dari feses sapi sebesar 47% dengan produksi biogas

sebesar 0,15 L/kg bahan organik, sedangkan degradasi feses gajah tertinggi yaitu

pada perlakuan pakan rumput gajah di penelitian ini hanya 5,1%, tetapi dengan

produksi biogas hingga 5,42 L/kg bahan organik. Berdasarkan perbandingan

tersebut, maka kemungkinan besar feses gajah masih dapat ditingkatkan potensi

produksi biogasnya dengan meningkatkan degradasi bahan organiknya. Kadar

bahan organik yang terkandung dalam suatu substrat biogas tidak dapat dijadikan

standar untuk menentukan potensi biogas yang dihasilkan. Hal ini karena bahan

organik merupakan gabungan dari polimer-polimer yang menyusun suatu substrat

dapat berbeda-beda komposisinya.

Page 72: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

57

4.2.4 Pengamatan Mikroorganisme

Hasil dari degradasi anaerobik berhubungan erat dengan struktur komunitas

mikroorganisme pada fermentor. Parameter operasional dan lingkungan dari proses

secara jelas akan memengaruhi karakteristik, hasil, dan komunitas mikroorganisme

dalam fermentor. Sifat dan pengaruh dari bahan baku yang digunakan juga apat

memengaruhi proses degradasi anaerobik (Ertem, 2011). Oleh karena itu,

pengamatan ini bertujuan sebagai data untuk menguatkan hasil dari parameter-

parameter uji seperti amonia, VFA, degradasi bahan organik, dan produksi biogas

bahwa terdapat peran komunitas mikroorganisme dalam proses fermentasi

(Lampiran 15).

Pengamatan mikroorganisme pada kedua perlakuan uji pada hari ke-0

menunjukkan dominansi ragi S. cerevisae (Gambar 11). Dominansi S. cerevisae

juga masih tetap berlanjut pada hari ke-7. Bakteri dengan bentuk diplobacillus dan

spesies yang diduga protozoa juga terlihat pada pengamatan hari ke-7. Dominansi

ragi S. cerevisae dapat terjadi karena penambahan ragi S. cerevisae sebanyak 5 g

pada digestor.

Pengamatan mikroorganisme pada hari ke-14 masih menunjukkan ragi S.

cerevisae tetapi jumlahnya diperkirakan mulai berkurang akibat mulai

meningkatnya produksi VFA dalam fermentor. Ragi S. cerevisae pada hari ke-14

terlihat masih dapat beregenerasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya budding yang

ditunjukkan oleh panah merah. Menurut Walker (2009), media yang diasamkan

dengan asam-asam organik seperti laktat dan asetat akan menghambat pertumbuhan

ragi S. cerevisae, dibandingkan dengan media yang diasamkan dengan mineral. Hal

Page 73: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

58

ini karena asam organik yang tidak terdisosiasi akan menurunkan pH interselular

dengan translokasi menuju membran sel ragi S. cerevisae.

Gambar 11. Hasil pengamatan mikroorganisme pada hari ke-0 dan 21 pada dan. (A: Hari ke-0 P. 400x, B: Hari ke-21 P. 1000x, panah hitam: ragi S.cerevisae ; biru: bakteri)

Pengamatan mikroskopis pada hari ke-21 tidak banyak menunjukkan

adanya mikroorganisme yang diindikasikan berpernan dalam proses metanogenesis

(Gambar 11). Pengamatan mikroskopis pada hari ke-21 ini masih menunjukkan

adanya ragi S. cerevisae, tetapi jumlahnya diperkirakan lebih sedikit dibandingkan

dengan hari ke-14. Sementara itu, pengamatan mikroskopis pada hari ke-28 sama

sekali tidak menunjukkan adanya mikroorganisme.

Berbeda dengan pengamatan mikroorganisme pada hari ke-28, hasil uji

MPN menunjukkan hasil positif pada kedua perlakuan pakan terhadap

mikroorganisme metanogen yang mengasimilasi asam asetat (asetotrofik) sebagai

sumber nutrisi (Tabel 7). Hasil Uji MPN menunjukkan jumlah mikroorganisme

metanogen yang lebih banyak pada perlakuan pakan rumput gajah sebesar 150

MPN/ml, sedangkan pada perlakuan pakan kombinasi hanya memiliki 45 MPN/ml.

A B

Page 74: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

59

Perbedaan jumlah perkiraan mikroorganisme asetotrofik melalui metode MPN pada

perlakuan pakan rumput gajah dibandingkan dengan perlakuan pakan kombinasi

jika berdasarkan pakan yang diberikan seharusnya tidak terjadi. Hal ini karena

kandungan bahan organik ataupun rasio C/N dari kedua feses tidak berbeda secara

signifikan (Lampiran 2 dan 4), tetapi terdapat perbedaan signifikan pada

konsentrasi VFA (Lampiran 8), diduga konsentrasi VFA ini yang menjadi penyebab

pebedaan jumlah mikroba antar dua perlakuan pakan.

Tabel 7. Hasil Uji MPN pada hari ke-28 pengamatan

Perlakuan pakan rumput gajah memiliki konsentrasi VFA yang jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan pakan kombinasi terutama pada hari ke-14,

21, dan 28 (Gambar 9). Tingginya konsentrasi VFA akan meningkatkan jumlah

mikroorganisme asetotrofik yang dapat mengasimilasinya menjadi biogas. Menurut

Karakashev et al., (2006), mikroorganisme metanogen asetotrofik terbagi menjadi

dua kelompok yaitu bakteri dan archaea, yang mengubah asetat menjadi metana dan

karbon dioksida. Aktivitas dan hasil dari mikroorganisme ini sangat penting saat

konversi anaerobik dari asetat. Asetat adalah prekursor utama untuk produksi

metana pada proses degradasi anaerobik dari material organik. Abbasi et al., (2012)

menambahkan, produksi metana melalui proses metanogenesis dapat dihasilkan tak

hanya melalui asam asetat (asetotrofik) melainkan dapat melalui gas karbon

dioksida bersama gas hidrogen (hidrogenotrofik), dan melalui metanol

(methilotrofik).

Hari Ke-Jumlah mikroorganisme asetotrofik (MPN/ml)

Pakan rumput gajah Pakan kombinasi

28 150 45

Page 75: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

60

4.3 Produksi, Komposisi, dan Uji Nyala Gas

4.3.1 Produksi Gas

Produksi gas merupakan bukti bahwa terjadi proses fermentasi pada kedua

perlakuan. Hasil produksi gas menunjukkan peningkatan seiring waktu pada

perlakuan pakan rumput gajah dan perlakuan pakan kombinasi selama masa

fermentasi 28 hari (Gambar 12). Berdasarkan uji statistik independent samples T-

test (Lampiran 10) produksi gas yang dibandingkan setiap interval 7 hari

menunjukkan perbedaan pada kedua perlakuan dengan pembacaan nilai

signifikansi yang di bawah 0,05 (P<0,05). Gas hasil fermentasi feses gajah mulai

terbentuk pada hari ke-7 pengamatan. Perlakuan pakan rumput gajah menghasilkan

gas sebesar 0,41 L, sedangkan pada perlakuan pakan kombinasi menghasilkan 0,38

L. Produksi maksimal gas pada masing-masing perlakuan terjadi pada hari ke-28.

Perlakuan pakan rumput gajah selama 28 hari mampu menghasilkan 6,08 L gas,

sedangkan pada perlakuan pakan kombinasi menghasilkan 3,59 L.

Gambar 12. Volume total biogas yang dihasilkan selama masa fermentasi

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

0 7 14 21 28Vol

ume

Tot

al B

ioga

s (L

)

Hari

Pakan rumput gajah Pakan kombinasi

Page 76: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

61

Produktivitas gas dapat dipengaruhi oleh kandungan organik dari substrat

yang difermentasi, tetapi pada penelitian ini baik kandungan organik maupun rasio

C/N tidak terlalu terpaut jauh dan tidak berbeda secara statistik (Lampiran 2).

Kemungkinan penyebab utama tingginya produksi gas oleh perlakuan pakan

rumput gajah adalah konsentrasi VFA. Konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh

perlakuan pakan rumput gajah terlihat lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan

kombinasi mulai setelah hari ke-7 sampai ke-28. VFA merupakan senyawa

perantara untuk dapat menghasilkan biogas yang dihasilkan pada tahapan

asidogenesis. VFA akan diubah menjadi asam asetat, gas karbon dioksida dan gas

hidrogen pada tahap asetogenesis, baru kemudian diubah menjadi metana pada

tahap methanogenesis (Weiland, 2010).

Penelitian yang dilakukan Saputra et al., (2010) yang menguji produksi

biogas berdasarkan rasio C/N menunjukkan bahwa rasio C/N dengan nilai 30-35

akan menghasilkan produksi gas dan proporsi metana lebih banyak dibandingkan

rasio C/N 25 dan 40. Rasio C/N pada perlakuan pakan kombinasi memang lebih

tinggi 6,91% dibandingkan dengan perlakuan pakan rumput gajah, tetapi aktivitas

mikroorganisme pada perlakuan pakan rumput gajah lebih baik dalam

menghasilkan VFA, sehingga produksi gasnya juga lebih besar. Produksi gas

tertinggi pada penelitian ini dapat menghasilkan 6,08 L/kg feses gajah. Hasil ini

lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Hardianti (2007) yang dapat

menghasilkan maksimal 15,2 L/kg kotoran gajah yang dicampur dengan urin dan

starter mikroorganisme dengan pakan yang diasumsikan tidak berbeda dengan

penelitian ini.

Page 77: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

62

4.3.2 Komposisi Gas

Komposisi gas hasil dari proses fermentasi feses Gajah Sumatra di TMR di

antaranya adalah metana (CH4), karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO),

nitrogen oksida (NOx), hidrogen sulfida (H2S), dan belerang dioksida (SO2). Gas

metana dan karbon dioksida merupakan gas utama penyusun biogas. Sementara itu,

gas CO, NOx, SO2, dan H2S terdapat dalam jumlah sangat sedikit dibandingkan

dengan gas metana dan karbon dioksida (Lampiran 16). Kedua gas utama ini

proporsinya mengelami pola perubahan yang serupa selama masa fermentasi pada

kedua perlakuan pakan (Gambar 13 A). Berdasarkan uji statistik independent

samples T-test (Lampiran 11) untuk proporsi metana pada kedua perlakuan

memiliki perbedaan, dengan pembacaan nilai signifikansi yang di bawah 0,05

(P<0.05). Berbeda dengan proporsi karbon dioksida, pada kedua perlakuan tidak

memiliki perbedaan berdasarkan uji statistik independent samples T-test (Lampiran

12) dengan pembacaan nilai signifikansi yang di atas 0,05 (P>0.05).

Proporsi gas metana pada kedua perlakuan mencapai puncaknya pada hari

ke-28, sebesar 59,64% pada perlakuan pakan rumput gajah, sedangkan pada

perlakuan pakan kombinasi mencapai 38,73%. Sementara itu, proporsi gas karbon

dioksida pada kedua perlakuan mencapai puncaknya pada hari ke-14 sebesar 52,6%

pada perlakuan pakan rumput gajah dan sebesar 45,19% pada perlakuan pakan

kombinasi. Secara total volume gas yang dihasilkan, komposisi gas metana terus

mengalami peningkatan baik pada perlakuan 1 maupun perlakuan 2, sedangkan

komposisi gas karbon dioksida mengalamai penurunan pada hari ke-28 (Gambar 13

B). Produksi gas metana maksimal terjadi pada hari ke-28, pada perlakuan 1 sebesar

Page 78: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

63

3,63 L, sedangkan pada perlakuan 2 sebesar 1,39 L. Hasil berbeda ditunjukkan pada

komposisi gas karbon dioksida yang produksi maksimalnya terjadi pada hari ke-21,

perlakuan 1 menghasilkan 1,42 L sedangkan perlakuan 2 menghasilkan 1,39 L.

Gambar 13. Komposisi biogas yang dihasilkan selama masa fermentasi 28 hari(A:Proporsi gas (%) B: Volume Biogas (L))

Gas metana yang mulai terbentuk pada hari ke-7 pada perlakuan pakan

rumput gajah sebenarnya adalah tanda bahwa proses fermentasi pada fermentor

berjalan secara parsial. Hal ini karena prekursor yang tersedia (asam asetat, CO2,

0

50

100

0 7 14 21 28

Pro

pors

i Gas

(%

)

Hari

CH₄ CO₂ CH₄ CO₂Pakan kombinasiPakan rumput gajah

(A)

0.0

2.5

5.0

0 7 14 21 28

Kom

posi

si B

ioga

s (L

)

Hari

CH₄ CO₂ CH₄ CO₂Pakan rumput gajah Pakan kombinasi

(B)

Page 79: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

64

dan H2) hanya sedikit maka proporsi metana yang dihasilkan hanya sedikit. Berbeda

pada hari ke-14 sampai ke-28, mikroorganisme pada fermentor telah banyak

menghasilkan prekursor untuk membuat gas metana. Berkurangnya proporsi

karbon dioksida pada fermentor dapat disebabkan oleh asimilasi oleh bakteri

metanogenik. Bakteri Methanobacterium formicium merupakan salah satu spesies

bakteri yang dapat mengubah gas karbon dioksida dan hidrogen menjadi metana

dan air melalui jalur hidrogenotrofik (Abbasi et al., 2012).

Peran dari bakteri asetotrofik dan hidrogenotrofik sangat penting untuk

tahap terakhir dari methanogenesis. Demirel dan Scherer (2008) menjelaskan

bahwa pada konsentrasi asetat yang rendah spesies dari Methanosaetaceae akan

mendominansi, tetapi tingginya konsentrasi inhibitor seperti amonia, hidrogen

sulfida, dan VFA akan menghambat pertumbuhan spesies dari Methanosaetaceae.

Sebaliknya hal ini akan memberikan keuntungan bagi spesies dari

Methanosarcinaceae. Kondisi ini bisanya ditemui pada substrat yang menggunakan

kotoran hewan. Penjelasan tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami oleh

penelitian ini, konsentrasi amonia dan VFA yang terukur terlihat tinggi pada hari

ke-7 hingga ke-21. Hal ini memungkinkan spesies asetotrofik jenis

Methanosarcinaceae diduga akan lebih mendominansi dibandingkan dengan

bakteri asetotrofik jenis Methanosaetaceae.

Potensi produksi gas metana yang dihasilkan dari feses Gajah Sumatera

Taman Margasatwa Ragunan pada penelitian ini termasuk tinggi dibandingkan

dengan sumber-sumber lainnya. Proporsi gas metana yang terbentuk dari campuran

ampas tebu dan kotoran sapi pada penelitian yang dilakukan oleh Saputra et al.,

Page 80: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

65

(2010) berkisar 23,8-27,5%. Penelitian lain yang menggunakan feses kuda dan sapi

yang dicampur dengan daun jati oleh Windyasmara et al., (2012) menghasilkan

metana sebesar 33,74-39,67%. Selanjutnya Wahyudi et al., (2012) melakukan

penelitian tentang pengaruh suhu mesofilik dan termofilik terhadap produksi biogas

dari feses kuda dan didapatkan hasil yang tidak berbeda jauh dari proporsi metana

penelitian ini yaitu 56,3% untuk mesofilik dan 59,8% untuk termofilik.

Berdasarkan perbandingan penelitian-penelitian diatas, produksi biogas dari

feses Gajah Sumatera Taman Margasatwa Ragunan dapat dikembangkan sebagai

sumber energi terbarukan. Produksi biogas, baik volume maupun komposisi gas

terutama metana perlu dilakukan upaya peningkatan, terutama sumber nitrogen

untuk menurunkan rasio C/N dan penambahan starter mikroorganisme

pendegradasi polimer seperti lignin, hemiselulosa, lignoselulosa dan sebagainya,

sehingga dapat meningkatkan produktivitas produksi biogas.

4.3.3 Uji Nyala Api

Nyala api yang dihasilkan oleh biogas hasil fermentasi merupakan salah

satu indikator yang dapat menentukan potensi suatu substrat menjadi biogas.

Pengujian nyala api pada penelitian ini dapat menghasilkan api mulai dari hari ke-

21 (Tabel 9). Adanya api pada pengujian bergantung dari volume gas dan

konsentrasi metana yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini karena gas

metana merupakan satu-satunya gas yang dapat dibakar (oksidasi) dan

menghasilkan energi.

Page 81: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

66

Tabel 9. Hasil pengujian nyala api selama proses fermentasi

Hari ke-Pakan rumput gajah Pakan kombinasi

Nyala Api Warna Nyala Api Warna7 - - - -14 - - - -21 + Jingga + Jingga28 + Biru + Jingga

Ket : (-) : Tidak menghasilkan api(+) : Menghasilkan api

Pengujian nyala api mulai dilakukan mulai hari ke-7, saat gas karbon

dioksida dan gas metana mulai terbentuk, namun belum menghasilkan nyala api.

Hal ini karena proporsi metana yang terbentuk masih sangat sedikit untuk

menghasilkan nyala api. Hal yang sama juga terjadi pada pengujian hari ke-14.

Nyala api mulai ada pada hari ke-21 saat proporsi metana mencapai 48,55% pada

perlakuan pakan rumput gajah dan 27,93% pada perlakuan pakan kombinasi yang

sama sama didominasi oleh warna api jingga (Gambar 14). Pengujian nyala api

pada hari ke-28 juga menunjukkan adanya nyala api yang lebih besar dengan warna

api yang menjadi biru pada perlakuan pakan rumput gajah. Hal ini karena proporsi

metana yang dihasilkan pada hari ke-28 lebih besar dari hari ke-21. Sementara itu,

pada perlakuan pakan kombinasi nyala api masih didominasi oleh warna api jingga.

Page 82: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

67

Gambar 14. Hasil uji nyala api pada hari ke-21 dan ke-28 (A dan B: perlakuan pakanrumput gajah hari ke-21 dan 28; C dan D: perlakuan pakan kombinasihari ke-21 dan 28).

Menurut Yenni dan Sari (2012), warna nyala api yang dihasilkan pada saat

pembakaran ini sesuai dengan kandungan metannya. Jika gas langsung terbakar dan

warna api yang dihasilkan biru, maka gas yang dihasilkan berkualitas baik. Jika

biogas mengandung lebih banyak gas-gas pengotor lainnya maka warna api yang

dihasilkan adalah cenderung kemerah-merahan. Jika nyala api hampir tidak terlihat

(tidak terbakar) menandakan bahwa kandungan metana dalam biogas yang

terbentuk masih sangat sedikit.

A B

C D

Page 83: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

68

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pemberian pakan gajah menghasilkan perbedaan pada produksi biogas,

yaitu berupa rumput gajah lebih efektif dalam menghasilkan biogas sebesar 6,08

L/kg dan proporsi metana sebesar 59,64%, sedangkan kombinasi pakan yang

menghasilkan 3,59 L/kg biogas dan proporsi metana sebesar 38,73%.

5.2 Saran

1) Perlu dilakukan penambahan unsur nitrogen sebagai campuran feses gajah,

agar rasio C/N dapat lebih rendah sehingga dapat memaksimalkan produksi

biogas.

2) Perlu ditambahkan starter mikroorganisme seperti jamur atau bakteri untuk

membantu hidrolisis komponen lignoselulosa atau materi organik lain yang

sulit didegradasi dari feses gajah agar proses hidrolisis lebih cepat dan

efesien.

3) Perlu pengaturan suhu agar produktifitas dari produksi biogas dapat tetap

terjaga, pengaturan suhu ini dapat dilakukan dengan penggunaan fermentor

biogas yang terintregasi dengan termostat untuk mengatur dan memonitor

suhu.

Page 84: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

69

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, T., S. M. Tauseef dan S. A. Abbasi. 2012. Biogas Energy. Springer.Berlin.

Adrianton. 2010. Pertumbuhan dan Nilai Gizi Tanaman Rumput Gajah padaBerbagai Interval Pemotongan. Jurnal Agroland. 13(1): 192-197.

Agus, F., Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis KimiaTanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan PenelitianPengembangan Teknologi (BPPT), Departemen Pertanian. Jakarta.

Anderson, J. M. dan M. J. Coe. 1974. Decomposition of Elephant Dung in anArid, Tropical Environment. Oecologia. 14: 111-125.

Arntzen, J. O. 2013. Manure Energy Exploitation: The Use of Biogas to secureWater Supply in Developing Countries. University of Agder, Faculty ofEngineering and Science Department of Engineering Sciences. Ohio.

Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official methods of Analysis16th Edition. Association of Analytical Chemists. Washington DC.

Association of Zoo and Aquarium. 2003. AZA Standard for ElephantManagement and Care. AZA. Washington DC.

Cheeran, J. V. 2002. Elephant facts. Journal of Indian Veterinary Association.7(3): 12-14.

Chen Y., Cheng J. J. dan Creame K. S. 2008. Inhibition of anaerobic digestionprocess: A review. Bioresource Technology. 99: 4044–4064.

Demirel B. dan P. Scherer. 2008. The roles of Acetotrophic andHydrogenotrophic Methanogens during Anaerobic Conversion of Biomasto Methane: a Review. Rev. Environ. Sci. Biotechnol. 7:173-190.

Deublein dan Steinhauser. 2008. Biogas From Waste and Renewable Resources.WILEY-VCH. Weinheim.

Dinas Perikanan. 1997. Pengelolaan Air pada Budidaya Udang. Bagian ProyekPembinaan Perikanan. Semarang.

Dougall, H. W. 1963. On The Chemical Composition of Elephant Feces. EastAfrican Wildlife Journal. 1(5): 123-129.

Page 85: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

70

Drosg B., R. Braum dan G. Bochmann. 2013. Analysis and Characterization ofBiogas Feedstocks in: Wellinger, A., J. Murphy dan D. Baxter (editors).The biogas Handbook. Woodhead Publishing. Cambridge.

Dumonceaux, G. A. 2006. Digestive system. In: Fowler, M. E. dan S. K. Mikota(editors). Biology, Medicine, and Surgery of Elephants. BlackwellPublishing. Oxford.

Eade, S. 2011. What is The Difference Between African and Asian Elephant.http://www.eleaid.com, 20 Juni 2016, pk. 15.20 WIB

Ertem, F. C. 2011. Improving Biogas Production by Anaerobic Digestion ofDifferent Substrates–Calculation of Potential Energy Outcomes. Thesis:Applied Environmental Science Halmstad University. Halmstad.

Fowler, M. E. dan S. K. Mikota. 2006. Biology, Medicine, and Surgery ofElephants. Blackwell Publishing. Oxford.

Frei, G. 2016. Diferences between Asian and Adrican Elephant in ElephantEncyclopedia. http://www.upali.ch/differences_en.html, 31 Mei 2016, pk.20.50 WIB.

General Laboratory Procedure. 1996. Report of Diary Science. University ofWisconsin. Madison.

Gerardi, M. 2003. The Microbiology of Anaerobic Digesters. John Wiley & Sons.Inc. New Jersey.

Graaf, D. dan R. Fendler. 2010. Biogas Production in Germany. FederalEnvironment Agency. Dessau-Rosslau.

Hackenberger, M. K., J. H. Burton, J. L. Atkinson dan K. M. Dickson. 1986. Rateof Ingesta Passage Within Captive African Elephants (Loxodontaafricana). Proceeding Annual Elephant Workshop 7.

Hardyanti, N. dan E. Sutrisno. 2007. Uji Pembuatan Biogas dari Kotoran Gajahdengan Variasi Penambahan Urin Gajah dan Air. Jurnal Presipitasi. 3(2):73-77.

Haryati, T. 2006. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber EnergiAlternatif. Jurnal Wartazoa. 16(3): 160-169.

Imam, M. F .I. A., M. Z. H. Khan, M. A. R. Sarkar, dan S. M. Ali. 2013.Development of Biogas Processing from Cow Dung, Poultry Waste, andWater Hyacinth. International Journal of Natural and Applied Science2(1): 13-17.

Page 86: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

71

Indrasti, N. S. dan R. R. Elia. 2004. Pengembangan Media Tumbuh Anggrekdengan Menggunakan Kompos. Jurnal Teknik Industri Pertanian. 14(2):40-50.

Jarvis, A. 2004. Biogas. Swedish Energy Agency and in cooperation with theSwedish Gas Centre. Swedia.

Jorgensen, P. J. 2010. Biogas: Green Energy 2nd Edition. Faculty of AgriculturalSciences, Aarhus University. Swedia.

Joshi, R. dan R. Singh. 2008. Feeding behaviour of wild Asian Elephants(Elephas maximus) in the Rajaji National Park. The Journal of AmericanScience. 4(2): 34-48.

Kalia, A. K. dan S. P. Singh. 1998. Horse Dung as a Partial Subtitute for CattleDung for Operating Familiy-size Biogas Plants in a hilly Region.Bioresour, Technol. 65: 61-63.

Kanwar, S. S. dan A. K. Kalia. 1993. Anaerobic Fermentation of sheep Droppingsfor Biogas production. World journal of Microbiology and Biotechnoogy.9: 174-175.

Karakashev, D., D. J. Batstone, E. Trably dan I. Angelidaki. 2006. AcetateOxidation is the Dominant Methanogenic Pathway from Acetate in TheAbsence of Methanosaetaceae. Applied and Environmental Microbiology.7(72): 5138-5141.

Karki, A. B. 2009. Biogas as Renewable Energy From Organic Waste. In: Doelle,H. W., S. Rokem dan M. Berovic. Biotechnology. EOLLS Publication.Paris.

Khanal, S. 2008. Anaerobic Biotechnology for Bioenergy Production: Principlesand Apllication. Wiley-Blackwell. Hoboken.

Khoiyangbam, R. S., S. Kumar, M. C. Jain, N. Gupta, A. Kumar dan V. Kumar.2004. Methane Emission from Fixed Dome Biogas Plants in Hilly anfPlain Region of Notrhern India. Bioresour, Technol. 95: 35-39.

Kitamura, S., T. Yumoto, P. Poonswad dan P. Wohandee. 2007. Frugivory andseed dispersal by Asian elephants in a moist evergreen forest of Thailand.Journal of Tropical Ecology. 23: 373-376.

Lay, J. J., Y. Y. Li, T. Noike, J. Endo dan S. Ishimoto. 1997. Analysis ofEnvironmental Factors Affecting Methane Production from High-SolidsOrganic Waste. Water Science Technology. 6(36): 493-500.

Page 87: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

72

Manurung, R. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif untuk MengolahLimbah Sawit. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik UniversitasSumatera Utara. Medan.

Mariappa, D. 1986. Anatomy and Histology of the Indian Elephant. IndiraPublishing House. Michigan.

Mikota, S. K., E. L. Sargent dan G. S. Ranglack. 1994. Medical Management ofthe Elephant. Indira Publishing House. Michigan.

Mustafa dan N. R. Ismail. 2010. Pengaruh Tekanan Biogas Terhadap KinerjaMesin Stasioner. Jurnal Agritek. 11(2): 39-48.

Nast, C. 2014. Self Nutrirtion data. http://nutritiondata.self.com. 16 Mei 2016, pk.18.50 WIB.

Nehanji, A. C. dan A. J. Plumptre. 2001. Seasonality in elephant dung decay andimplications for censusing and population monitoring in south-westernCameroon. African Journal of Ecology. 39: 24-32.

Normak, A. dan A. Menind. 2010. Animal Wastes and Energy Production:Manure, Biogas, and Compost. Eesti Maaülikool University. Estonia.

Ortner, M., K. Leitzinger, S. Skupien, G. Bochman dan W. Fuchs. 2014. EfficientAnaerobic Mono-digestion of N-rich Slaughterhouse Waste: Influence ofAmmonia, Temperature, and Trace Elements. Bioresources Technology.174: 222-232.

Pavlostathis, S. G. dan E. G. Gomez. 1991. Kintics of Anaerobic Treatment: aCritical Review. Crit. Rev. Environ. Control. 21: 411-490.

Persson, E., E. Ossiansson, M. Carlsson, M. Uldal dan L. E. Olsson. 2010.Peningkatan pencernaan dengan hidrolisis awal untuk ekstraksi metana dipabrik pengolahan limbah dan tanaman biogas. Svenskt GastekniskCenter. Swedia.

Pham, C. H., C. C. Vu, S. G. Sommer, S. Bruun. 2014. Factors Affecting ProcessTemperature and Biogas Production in Small-cale Rural Biogas Digesterin Winter in Northern Vietnam. Asian Australian Journal of AnimalScience. 27(7):1050-1056.

Purnomo. 2009. Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Sapi Sebagai PenggantiBahan Bakar Minyak dan Gas. Departemen Fisika. USU.

Page 88: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

73

Purwati, S., R. S. Soetopo dan T. Idiyanti. 2011. Aplikasi Protease dan PengaruhSuhu pada Asidifikasi Digestasi Anaerobik Dua-Tahap Lumpur Ipal.Biologi Industri Kertas. 1(1): 20-30.

Rani, A. S. dan P. Neeraja. 2013. Ammonia Stress Induced Biochemical ChangesIn Liver And Brain Of Albino Rat. Journal of Bio Chemistry 4(2): 73-78.

Sanjaya, D. A. Haryanto, Tmrin. 2015. Produksi Biogas Dari Campuran KotoranSapi dengan Kotoran Ayam. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 4(2): 127-136.

Santoso, A. A. 2010. Produksi Biogas dari Limbah Rumah Makan MelaluiPeningkatan Suhu dan Penambahan Urea pada Perombakan Anaerob.Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Sebelas Maret.

Saputra, T., S. Triatmojo dan A. Pertiwiningrum. 2010. Produksi Biogas dariCampuran Feses Sapid an Ampas Tebu (Baggase) dengan Rasio C/N yangBerbeda. Buletin Perternakan. 34(2): 114-122.

Savira, M. 2012. Analisis Variasi D-Loop DNA Mitikondria pada Populasi GajahSumatera (Elephas maximus) di Taman Nasional Way Kambas. Skripsi.FMIPA Departemen Biologi Universitas Indonesia. Depok.

Schaechter, M. 2009. Encyclopedia of Microbiology Third Edition. AcademicPress. Cambridge.

Schneur, A. dan A. Jarvis. 2010. Microbiological Handbook for Biogas Plants.Swedish Gas Center. Swedia.

Seadi T. A., D. Rutz, H. Prassl, M. Kӧttner, T. Finsterwalde, S. Volk dan R.Janssen. 2008. Biogas Handbook. University of Southern DenmarkEsbjerg. Esbjerg.

Shoshani, J., R. Alder, K. Andrews, M. J. Baccala, A. Barbish, S. Barry, R.Battiata, M. P. Bedore, Berbenchuk dan D. Yehiel. 1982. On the dissectionof a female Asian elephant (Elephas maximus maximus Linnaeus, 1758)and data from other elephants. Elephant. 2(1): 3-93.

Sikes, S. K. 1967. The African elephant, Loxodonta africana: Afield method forthe estimation of age. London Journal Zoology. 154(5): 235-248.

Sitompul, F. A. 2011. Ecology and Conservation of Sumatran Elephants inSumatra Indonesia. Desertasi Ph.D. University of massachusets,Massachusets, USA.

Page 89: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

74

Sugiyono A., Anindhita, M. S. Boedoyo, Adiarso. 2014. Outlook EnergiIndonesia 2014. BPPT. Jakarta.

Sukumar, R. (1989). The Asian Elephant: Ecology and Management. CambridgeStudies in Applied Ecology and Resource Management. CambridgeUniversity Press, Cambridge, U.K.

Sukumar, R. (2003). The Living Elephants: Evolutionary Ecology, Behavior andConservation. Oxford University Press, New York.

Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air. Alumni. Bandung.

Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, Prawirokusumo dan S.Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Triatmojo, S. 2004. Diktat Penanganan Limbah Peternakan. Jurusan TeknologiHasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Urley, D. E., S. D. Crissey dan H. F. Hintz. 1997. Elephants: Nutrition andDietary Husbandry. Nutrition Advisory Group. Michigan.

Van Hoven, W., R. A. Prins dan A. Lankhorst. 1981. Fermentative digestion inthe African elephant. South African Journal of Wildlife Research. 11(3):78-86.

Wahyudi, M. A., D. Widhiyanuriyawan dan N. Hamidi. 2012. Pengaruh KondisiTemperatur Meshophilic dan Thermophilic Anaerob Digester TerhadapParameter Karakteristik Biogas. Jurusan Teknik Mesin Fakultas TeknikUniversitas Brawijaya. Malang.

Walker, G. M. 2009. Yeast In: Schaechter, M. (Editor). Encyclopedia ofMicrobiology Third Edition. Academic Press. Cambridge.

Weiland, P. 2010. Biogas Production: Current State and Perspectives. AppliedMicrobiology and Biotechnology 85: 849-860.

White, L. J. T., C. E. G. Tutin dan Fernandez. 1993. Group composition and dietof forest elephants, Loxodonta africana cyclotis Matschie 1900, in theLope Reserve, Gabon. African Journal of Ecology. 31: 181-199.

Wilkie, A. 2015. Biogas a Renewable Biofuel; Feedstocks for Biogas Production.http://biogas.ifas.ufl.edu/feedstocks.asp, 25 Mei 2016, pk. 08.30 WIB.

Windyasamara, L., A. Pertiwiningrum dan L. M. Yusiati. 2012. Pengaruh jenisKotoran Ternak Sebagai Substrat dengan Penambahan Serasah Daun Jati

Page 90: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

75

(Tectona grandis) Terhadap Karatkteristik Biogas pada Proses Fermentasi.Buletin Peternakan. 36(1): 40-47.

Wiratmana, I. P. A., I. G. K. Sukadana, I. G. N. P. Tenaya. 2012. StudiEksperimental Pengaruh Variasi Bahan Kering Terhadap Produksi danNilai Kalor Biogas Kotoran Sapi. Jurnal Energi dan Manufaktur. 5(1): 22-32.

Yanti, A. 2009. Produksi Biogas Melalui Degradasi Bahan Organik dari SampahSayuran. Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yenni, Y. Dewilda, dan S. M. Sari. 2012. Pembentukan Biogas dari SubstratSampah Sayur dan Buah denan Ko-Substrat Limbah Rumen Sapi. JurnalTeknik Lingkungan UNAND. 9(1): 26-36.

Ziemiński, K. dan M. Frąc. 2012. Methane fermentation process as anaerobicdigestion of biomass: Transformations, stages and microorganisms.African Journal of Biotechnology. 11(18): 4127 - 4139.

Page 91: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

76

LAMPIRAN 1

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Data Suhu Feses Gajah

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap suhu feses yang dihasilkan.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap suhu feses yang dihasilkan.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) suhu feses gajah lebih

dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga mempunyai

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah

dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap suhu yang dihasilkan oleh feses

gajah.

Independent Samples Test

Suhu_Feses

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T dfSig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Perlakuan_10,40 0,56 1,00 4 0,37 0,67 0,67 -1,18 2,52

Perlakuan_2

Page 92: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

77

LAMPIRAN 2

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Rasio C/N Feses Gajah

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap rasio C/N feses yang dihasilkan.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap rasio C/N feses yang dihasilkan.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) rasio C/N feses lebih

dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga mempunyai

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah

dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap rasio C/N yang dihasilkan oleh

feses gajah.

Independent Samples Test

Rasio_CN

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Perlakuan_10,87 0,40 -1,17 4 0,31 -2,48 2,12 -8,38 3,42

Perlakuan_2

Page 93: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

78

LAMPIRAN 3

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Kadar Air Feses Gajah

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap kadar air feses yang dihasilkan.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap kadar air feses yang dihasilkan.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) kadar air feses lebih

dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga mempunyai

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah

dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap kadar air yang dihasilkan oleh feses

gajah.

Independent Samples Test

Kadar_air

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95%

Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Perlakuan_11,98 0,23 2,13 4 0,10 8,86 4,17 -2,71 20,43

Perlakuan_2

Page 94: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

79

LAMPIRAN 4

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Kadar Organik Feses Gajah

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan kadar bahan organik antara gajah yang diberi pakan rumput

gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan.

H1 : Ada perbedaaan kadar bahan organik antara gajah yang diberi pakan rumput gajah

dengan gajah yang diberi kombinasi pakan.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) kadar bahan organik

feses lebih dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga

mempunyai kesimpulan bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan

rumput gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap kadar bahan organik

yang dihasilkan oleh feses gajah.

Independent Samples Test

Bahan_Organik

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Perlakuan_13,18 0,15 -1,03 4 0,37 -1,45 1,42 -5,40 2,51

Perlakuan_2

Page 95: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

80

LAMPIRAN 5

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Suhu Fermentor

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap suhu fermentor.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap suhu fermentor.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) suhu fermentor lebih

dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga mempunyai

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah

dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap suhu fermentor.

Independent Samples Test

Suhu

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_0 Perlakuan_10,40 0,56 -2,00 4 0,12

0,580,67 -3,18 0,52

Perlakuan_2 0,58

Hari_7 Perlakuan_114,06 0,02 -0,92 4 0,41

0,000,47 -1,74 0,87

Perlakuan_2 0,60

Hari_14 Perlakuan_11,73 0,26 0,27 4 0,80

0,290,60 -1,5 1,84

Perlakuan_2 1,00

Hari_21 Perlakuan_10,24 0,65 -1,21 4 0,29

0,500,55 -2,20 0,87

Perlakuan_2 0,44

Hari_28 Perlakuan_12,00 0,23 2,60 4 0,06

0,500,58 -0,10 3,10

Perlakuan_2 1,00

Page 96: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

81

LAMPIRAN 6

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test pH Fermentor

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap pH fermentor.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap pH fermentor.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) pH fermentor lebih dari

0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga mempunyai kesimpulan

bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap pH fermentor.

Independent Samples Test

pH

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_0 Perlakuan_13,20 0,148 2,24 4 0,09

0,170,11 -0,06 0,56

Perlakuan_2 0,87

Hari_7 Perlakuan_12,78 0,171 -0,67 4 0,54

0,350,23 -0,78 0,48

Perlakuan_2 0,18

Hari_14 Perlakuan_10,00 1,00 0,00 4 1,00

0,360,29 -0,80 0,80

Perlakuan_2 0,35

Hari_21 Perlakuan_10,00 1,00 1,63 4 0,18

0,150,12 -0,14 0,54

Perlakuan_2 0,15

Hari_28 Perlakuan_11,99 0,23 2,29 4 0,83

0,340,22 -0,11 1,14

Perlakuan_2 0,20

Page 97: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

82

LAMPIRAN 7

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Konsentrasi Amonia Fermentor

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi amonia fermentor.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi amonia fermentor.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) konsentrasi amonia

fermentor kurang dari 0,05 (P<0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 ditolak, sehingga

mempunyai kesimpulan bahwa ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput

gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi amonia selama

28 hari masa fermentasi.

Independent Samples Test

Amonia

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_7 Perlakuan_16,01 0,07 0,84 4 0,001

0,871,79 0,12 10,08

Perlakuan_2 0,70

Hari_14 Perlakuan_10,08 0,79 3,59 4 0,023

1,701,42 1,16 9,04

Perlakuan_2 1,78

Hari_21 Perlakuan_110,81 0,03 3,31 4 0,005

0,880,51 0,28 3,12

Perlakuan_2 0,60

Hari_28 Perlakuan_12,63 0,18 3,41 4 0,008

0,620,99 0,63 6,17

Perlakuan_2 1,70

Page 98: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

83

LAMPIRAN 8

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Konsentrasi VFA Fermentor

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi VFA fermentor.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi VFA fermentor.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) konsentrasi VFA

fermentor kurang dari 0,05 (P<0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 ditolak, sehingga

mempunyai kesimpulan bahwa ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput

gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi VFA selama 28

hari masa fermentasi.

Independent Samples Test

VFA

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_0 Perlakuan_10,01 0,94 -10,33 4 0,000

1,801,39 -18,27 -10,53

Perlakuan_2 1,61

Hari_7 Perlakuan_10,07 0,80 -6,15 4 0,004

2,262,11 -18,81 -7,10

Perlakuan_2 2,87

Hari_14 Perlakuan_10,69 0,45 -9,55 4 0,001

1,201,15 7,78 14,15

Perlakuan_2 1,59

Hari_21 Perlakuan_11,71 0,26 42,71 4 0,000

1,060,70 28,05 31,95

Perlakuan_2 0,60

Hari_28 Perlakuan_10,00 0,99 10,56 4 0,000

2,562,19 17,05 29,21

Perlakuan_2 2,80

Page 99: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

84

LAMPIRAN 9

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Degradasi Bahan Organik dalam

Fermentor

Independent Samples Test

Persen_Degradasi

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95%

Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Equal variances

assumed0,15 0,72 3,62 4 0,02 0,90 0,25 0,21 1,59

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap degradasi bahan organik dalam fermentor.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap degradasi bahan organik dalam fermentor.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) degradasi bahan

organik kurang dari 0,05 (P<0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 ditolak, sehingga

mempunyai kesimpulan bahwa ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput

gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap degradasi bahan organik

dalam fermentor selama 28 hari masa fermentasi.

Page 100: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

85

LAMPIRAN 10

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Volume Gas

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap volume gas yang dihasilkan selama proses

fermentasi.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap volume gas yang dihasilkan selama proses

fermentasi.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) volume gas lebih

dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 ditolak, sehingga mempunyai

kesimpulan bahwa ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan

gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap volume gas yang dihasilkan selama proses

fermentasi.

Independent Samples Test

Volume_Gas

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_7 Perlakuan 14 0,12 5,20 4 0,01

0,100,01 0,01 0,05

Perlakuan 2 0,00

Hari_14 Perlakuan 111,58 0,27 3,00 4 0,04

0,300,18 0,04 1,02

Perlakuan 2 0,04

Hari_21 Perlakuan 10,05 0,83 3,40 4 0,03

0,630,54 0,33 3,31

Perlakuan 2 0,68

Hari_28 Perlakuan 110,76 0,03 3,19 4 0,04

1,360,80 0,28 4,70

Perlakuan 2 0,23

Page 101: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

86

LAMPIRAN 11

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Konsentrasi Metana

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi metana yang dihasilkan selama

proses fermentasi.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi metana yang dihasilkan selama proses

fermentasi.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) konsentrasi metana

kurang dari 0,05 (P<0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 ditolak, sehingga mempunyai

kesimpulan bahwa ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan

gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi metana yang dihasilkan selama

proses fermentasi.

Independent Samples Test

Metana

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_7 Perlakuan 10,12 0,75 4,49 4 0,01

0,110,09 0,15 0,65

Perlakuan 2 0,11

Hari_14 Perlakuan 10,23 0,66 3,07 4 0,04

0,980,88 0,26 5,14

Perlakuan 2 1,17

Hari_21 Perlakuan 10,01 0,93 8,32 4 0,00

3,002,48 13,74 27,50

Perlakuan 2 3,07

Hari_28 Perlakuan 15,34 0,08 4,16 4 0,01

8,145,03 6,95 34,87

Perlakuan 2 3,10

Page 102: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

87

LAMPIRAN 12

Hasil Uji Statistik Independent Sampels T-test Konsentrasi Karbon Dioksida

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah

yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi karbon dioksida yang dihasilkan

selama proses fermentasi.

H1 : Ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan rumput gajah dengan gajah yang

diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi karbon dioksida yang dihasilkan

selama proses fermentasi.

Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig. (2-tailed) konsentrasi karbon

dioksida lebih dari 0,05 (P>0,05). Berdasarkan hal tersebut H0 diterima, sehingga

mempunyai kesimpulan bahwa tidak ada perbedaaan antara gajah yang diberi pakan

rumput gajah dengan gajah yang diberi kombinasi pakan terhadap konsentrasi karbon

dioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi.

Independent Samples Test

Karbon_dioksida

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T dfSig. (2-

tailed)

Std.

Deviation

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Hari_7 Perlakuan 10,39 0,57 -0,30 4 0,78

0,410,30 -0,94 0,76

Perlakuan 2 0,34

Hari_14 Perlakuan 10,50 0,52 1,92 4 0,13

4,083,87 -3,34 18,16

Perlakuan 2 5,32

Hari_21 Perlakuan 10,01 0,95 -0,67 4 0,54

0,800,60 -2,07 1,27

Perlakuan 2 0,67

Hari_28 Perlakuan 10,07 0,80 1,74 4 0,16

4,363,75 -3,89 16,95

Perlakuan 2 4,82

Page 103: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

88

LAMPIRAN 13Tabel Nilai MPN

Tabung PositifMPN/ml

Interval Kepercayaan (95 %)0.10 0.01 0.001 Atas Bawah

0 0 0 <3.0 -- 9.50 0 1 3.0 0.15 9.60 1 0 3.0 0.15 110 1 1 6.1 1.2 180 2 0 6.2 1.2 180 3 0 9.4 3.6 381 0 0 3.6 0.17 181 0 1 7.2 1.3 181 0 2 11 3.6 191 1 0 7.4 1.3 201 1 1 11 3.6 381 2 0 11 3.6 421 2 1 15 4.5 421 3 0 16 4.5 422 0 0 9.2 1.4 382 0 1 14 3.6 422 0 2 20 4.5 422 1 0 15 3.7 422 1 1 20 4.5 422 1 2 27 8.7 942 2 0 21 4.5 422 2 1 28 8.7 942 2 2 35 8.7 942 3 0 29 8.7 942 3 1 36 8.7 943 0 0 23 4.6 943 0 1 38 8.7 1103 0 2 64 17 1803 1 0 43 9 1803 1 1 75 17 2003 1 2 120 37 4203 1 3 160 40 4203 2 0 93 18 4203 2 1 150 37 4203 2 2 210 40 4203 2 3 290 90 10003 3 0 240 42 10003 3 1 460 90 20003 3 2 1100 180 41003 3 3 >1100 420 --

Page 104: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

89

LAMPIRAN 14

Dokumentasi Metodologi Penelitian

Objek PenelitianPerlakuan Pakan Rumput Gajah Perlakuan Pakan Kombinasi

1. Gajah Melky 2. Gajah Mulyani

3. Gajah Putri 4. Gajah Ratih

5. Gajah Arli 6. Gajah Ola

Page 105: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

90

Pemberian Pakan dan Proses Fermentasi

Proses pemberian pakan Feses yang terkumpul dalam 15 jam

Penimbangan feses Pencampuran bahan baku fermentasi

Memasukkan slurry ke dalam fermentor Fermentor

Page 106: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

91

Pengujian Parameter Fermentasi

Penimbangan abu dalam uji kadar organik Uji konsentrasi amonia

Uji MPN Perhitungan volume gas

Uji Komposisi Gas Uji Nyala

Page 107: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

92

LAMPIRAN 15

Dokumentasi Pengamatan Mikroorganisme

1. Foto Mikroskopis mikroorganisme hari ke-0pada perbesaran 400x (panah hitam: ragi

Saccharomyces cerevisiae)

2. Foto Mikroskopis mikroorganisme hari ke-7pada perbesaran 1000x (panah hitam: ragi S.

cerevisiae, kotak merah: bakteri diplobacillus)

3. Foto Mikroskopis mikroorganisme hari ke-7pada perbesaran 1000x, masih menunjukkan

dominansi ragi S. cerevisiae.

4. Foto Mikroskopis mikroorganisme hari ke-7pada perbesaran 1000x (kotak merah: protozoa)

5. Foto Mikroskopis mikroorganisme hari ke-14pada perbesaran 1000x (panah hitam: ragi S.

cerevisiae, panah merah: proses budding)

6. Foto mikroskopis mikroorganisme hari ke-21pada perbesaran 1000x (panah hitam: ragi S.

cerevisiae)

Page 108: FUAD ALBANI · 2019-02-28 · produksi biogas dari feses gajah sumatera (elephas maximus sumatranus temminck, 1847) terhadap jenis pakan yang diberikan di taman margasatwa ragunan,

93

LAMPIRAN 16

Rata-rata komposisi gas pengotor hasil fermentasi selama 28 hari

Komposisi Gas (ppm)Perlakuan Pakan

Rumput Gajah KombinasiCO 0,38 ± 0,70 0,31 ± 0,88NO 0,63 ± 0,18 0,19 ± 0,53NO2 0,63 ± 0,18 tidak terdeteksiSO2 0,63 ± 0,18 tidak terdeteksiH2S 1,88 ± 3,23 0,88 ± 1,22