frozshol fachrul 1
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia mampu menggerakkan anggota tubuhnya untuk
beraktivitas. Hal ini dapat dilakukan bila keadaan tulang, otot, persendian
maupun sistem-sistem lain tidak mengalami gangguan atau kelainan pada
persendian dimana terjadi pergeseran letak sendi ataupun terjadi
pemantapan tulang maka akan timbul masalah yang dapat menyebabkan
seseorang terganggu aktivitasnya.
Sa1ah satu penyebab yang dapat mengganggu seseorang melakukan
aktivitasnya adalah apabila seseorang tersebut mengalami nyeri bahu.
Nyeri bahu banyak dialami oleh seseorang dengan adanya gangguan gerak
atau aktivitas fungsional sehari-hari yang membebani struktur persendian
bahu, misalnya pada karyawan tukang cat, pemain tenis, juru ketik dan
aktivitas lain yang berkaitan dengan aktivitas gerak bahu.
Masalah-masalah yang sering dijumpai pada kasus nyeri bahu yaitu
nyeri di daerah bahu, adanya keterbatasan lingkup gerak terutama saat
melakukan aktivitas sehari-hari, misalkan tidak bisa menyisir rambut,
tidak bisa mengonde rambut, kesulitan dalam berpakaian dan semua
gerak yang melibatkan sendi bahu sehingga penderita ketakutan
menggerakkan sendi bahu.
Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma,
mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat
trauma. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan
otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau
pasif. Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun
kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis,
rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes
mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga
menyebabkan penyakit tersebut (Solomon, 2010).
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi
glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu
gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus
mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis (Heru P
kuntono, 2004). Nyeri bahu terjadi pada 4,5% dari populasi yang ada, 60%
adalah wanita, 2,4% adalah pria. Umumnya berusia sekitar 40-60 tahun.
Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu,
immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur
disekitar bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak
aktif yang dilakukan secara teratur pada bahunya, disamping itu juga karena
faktor immunologi serta hubungannya dengan penyakit lain misalnya:
Tuberkulosa paru, hemiparase,ischemic heart desease, bronchitis kronis dan
Diabetus Melitus. Diduga ini merupakan respon autoimun karena rusaknya
jaringan lokal (Solomon,2010).
Diantara beberapa faktor yang menyebabkan frozen shoulder adalah
capsulitis adhesiva. Keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang
mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan
tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan,
nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Pada pasien
yang menderita capsulitis adhesiva menimbulkan keluhan yang sama seperti
pada penderita yang mengalami peradangan pada jaringan disekitar sendi
yang disebut dengan periarthritis, keadaan ini biasanya timbul gejala seperti
tidak bisa menyisir karena nyeri disekitar depan samping bahu. Nyeri tersebut
terasa pula saatb lengan diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku kemeja,
ini berarti gerakan aktif dibatasi oleh nyeri. Tetapi bila mana gerak pasif
diperiksa ternyata gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan
yang disebabkan oleh perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar
didahului oleh adanya rasa nyeri, terutama rasa nyeri timbul sewaktu
menggerakan bahu, penderita takut menggerakan bahunya. Akibat
immobilisasi yang lama maka otot akan berkurang kekuatannya
BAB II
ANATOMI
A. Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint)
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint)
yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat
dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya
secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang
demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan
ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk
oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone),
humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup
empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi
acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama
secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya
karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis
dangkal (Sidharta, 1984).
Berbeda dengan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka
bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian
yang kompleks, yaitu:
a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan
cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per.
Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis
diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell, 2011).
Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae,
yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis,
sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar
sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.
Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus
coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk
mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas
glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral
dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas
glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell, 2011).
Ligament yang memperkuat antara lain:
1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus
coracoideus sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus
coracoideus sampai acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas
glenoidalis ke colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio
sebelah cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio
sebelah ventral.
c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation
sebelah inferius.
Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:
1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan
tendon latisimus dorsi.
2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan
tuberositashumeri.
3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot
pectoralis mayor.
4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri
dibawah otot deltoideus.
5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum
coracoclaviculare.
6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae
dengan otot subscapularis.
7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi
glenoidal yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi
merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan
menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang
disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis
akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi
tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam
sendi yang termasuk dalam joint play movement.
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi
atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan
menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan
gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan
artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan
gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan
gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk
dalam joint play movement.
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1)
gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior
(2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior,
sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput
humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal
rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso
lateral (Kapanji, 2008).
b. Sendi sterno claviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura
clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris,
tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada
suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies
articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis
luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.
Ligamentum yang memperkuat:
1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae
pertama sampai permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi
caudal incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas
sternalis claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak
depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak
osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula
kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll
clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi
roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10°
(sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi
terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial. (Kapanji,
2008)
c. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari
acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh
fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara
morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya
sempit, dengan ligamentum yang longgar.
Ligamentum yang memperkuatnya:
1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion
dataran ventral sampai dataran caudal clavicula.
2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,
Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan
dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala
maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini
menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno
clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula. (Kapanji,
2008)
d. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang
berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di
sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai
rongga sendi.
e. Sendi scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa
pergerakan scapula terhadap dinding thorax. Gerak osteokinematika sendi
ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam klinis disebut down
ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal dengan
gerak elevasi-depresi.
B. Innervasi
Sedangkan sendi bahu dipersarafi oleh plexus brachialis, plexus brachialis
merupakan anyaman serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1,
kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya keseluruh bagian
lengan atas dan bawah.
Plexus brachialis dimulai dari rami ventral saraf spinal, dimana rami
bergabung membentuk 3 truncus, yaitu trunkus superior (C5-C6), trunkus
inferior (C7), trunkus medialis(C8-T1). (Chusid,1993).
C. Vaskularisasi
Peredaran darah arteri yang memelihara sendi bahu adalah arteri axillaris
yang merupakan lanjutan dari arteri subslavia lalu bercabang-cabang, antara
lain: arteri subscapularis, dan arteri brachialis. Sedangkan pembuluh darah
vena pada sendi bahu anatara lain vena axillaris yang bercabang-cabang
menjadi vena cephalica, vena brachilica.
D. Biomekanik
Range of movement dari shoulder sangat kompleks, yaitu pada bidang
sagital (gerak flexi) 180º, sedangkan gerak extensi mencapai 60º. Pada bidang
frontal, gerak abduksi mencapai 180º, sedangkan gerak adduksi mencapai 45º.
Untuk gerak rotasi bervariasi, apabila shoulder dalam keadaan flexi 90º, maka
total external & internal rotasi adalah 150º.
BAB III
FROZEN SHOULDER (KEKAKUAN BAHU)
A. Definisi Frozen Shoulder
Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakit yang sudah
diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif
bahu yang berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis
tapi perubahan-perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan
seluruh cuff dan capsul (Solomon,2010).
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel
pada kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan
perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena
degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik
serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan
fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum
humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga
terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada
penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini
tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah.
Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan
menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa,
terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan
dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan
bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu : (AAOS,2011)
a. Primer/ idiopatik frozen shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih
banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih
dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan
lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan
dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.
b Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal
fraktur, dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin
sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
Capsulitis Adhesiva Tampak dari Anterior
B. Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum
diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode
immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada
sendi, hyperthyroidisme, penyakit cardiovascular,clinical depression dan
Parkinson.
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2011 mengenai
frozen shoulder, teori tersebut adalah :
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita
pada saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
Immobilisasi yang lama pada lengan karena nyeri merupakan awal
terjadinya frozen shoulder. Lengan yang immobilisasi lama akan
menyebabkan statis vena dan kongesti sekunder bersama dengan vasospastik,
ini akan menimbulkan reaksi timbunan protein, oedema, eksudat dan akhirnya
terjadi fibrous sehingga kapsul sendi akan kontraktur serta hilangnya lipatan
inferior sendi, fibrosis kapsul sendi meningkat sehingga mudah robek saat
humeri bergerak abduksi dan rotasi. Fibrous pada kapsul sendi ini akan
mengakibatkan adhesi antara lapisan bursa subdeltoidea, adhesi ekstra
artikuler dan intra arthrikuler. Perlengketan kapsul sendi akan mengakibatkan
gerakan sendi bahu menjadi terbatas.
Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu,
immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur
disekitar bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak
aktif yang dilakukan secara teratur pada bahunya, disamping itu juga karena
faktor immunologi serta hubungannya dengan penyakit lain misalnya:
Tuberkulosa paru, hemiparase,ischemic heart desease, bronchitis kronis dan
Diabetus Melitus. Diduga ini merupakan respon autoimun karena rusaknya
jaringan lokal (Solomon, 2010).
C. Patologi
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalamnya terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak
dan sinovium, yang berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas
melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan
secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang
membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak
membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3
ml). Cairan sinovium juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan
sendi. Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena
terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam
kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi
fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi
impingement yang terlalu lama (Solomon, 2010).
Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu
persatu bagian secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi
sindroma nyeri bahu, maka dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Penyebab:
1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak
dan struktur anatomi
2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan
keluhan neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun
tidak langsung yang berupa nyeri rujukan.
b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi
2 yaitu :
1) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan
2) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti
pola kapsuler.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder
akibat capsulitis adhesiva adalah :
a. Nyeri
Pasien berumur antara 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma,
sering kali ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan. Nyeri
berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak bisa tidur pada
posisi yang terkena, setelah beberapa bulan nyeri mulai berkurang, tetapi
sementara itu kekakuan semakin menjadi, berlanjut terus selama 6-12
bulan. Setelah itu beberapa bulan kemudian nyeri mulai berkurang, tetapi
kekakuan semakin menjadi. Setelah berapa bulan kemudian pasien dapat
bergerak, tetapi tidak normal.(Solomon, 2010).
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam
hari sering dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya kesulitan penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi),
sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi dengan
mengangkat bahu pada saaqt gerakan mengangkat lengan yang sakit, yaitu
saat flexi dan abduksi sendi bahu diatas 90º atau di sebut dengan
shrugging mechanism. Juga dapay dijumpai adanya atrofi otot gelang
bahu.
b. Keterbatasan LGS
Frozen sholder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya
keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua gerakanyang
nyata, baik gerakan yang aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan
gerak sendi bahu terjadi pada semua gerakan sendi bahu, tetapi sering
menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola gerak sendi
bahu ini adalah gerak exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih
terbatas dari gerak adduksi.
c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya, sehingga penderita akan melakukan gerakan
kompensasi dengan shrugging mechanism.
d. Gangguan Aktifitas fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yanmg ditemukan
pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya
nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara
langsung akan mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu
a. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat
istirahat, gerak sendi bahu menjadi terbatas selama
2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-
36 minggu.
b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan
atau perlengketan yang nyata dan keterbatasan
gerak dari glenohumeral yang di ikuti oleh
keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12
bulan.
c. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan
tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan
gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini
berakhir 6-24 bulan atau lebih.
E. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan gerak dasar.
Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi :
1. Gerak aktif.
Dalam pemeriksaan gerak aktif, pasien diminta untuk
menggerakkan secara aktif bahunya kearah fleksi, ekstensi, abduksi,
adduksi, endorotasi, eksorotasi, elevasi, depresi, protraksi, retraksi dan
sirkumduksi.
2. Gerak pasif.
Merupakan pemeriksaan gerak sendi bahu yang dilakukan oleh
fisioterapis kearah fleksi, ekstensi, eksorotasi, endorotasi, sementara
pasien dalam keadaan pasif dan rileks abduksi dan adduksi horizontal.
3. Gerak isometris melawan tahanan.
Pada pemeriksaan gerak ini prinsipnya masih sama seperti pada
pemeriksaan gerak aktif pada sendi bahu ke segala arah hanya saja
pada pemeriksaan gerak ini masih ditambah dengan tahanan secara
isometrik oleh terapis. Hasil yang dinilai adalah
(1) Apakah pasien mampu melakukan gerakan isometris melawan
tahanan terapis dengan atau tanpa timbul adanya nyeri
(2) Ada atau tidaknya penurunan kekuatan otot penggerak bahu kiri
baik fleksor, ekstensor, endorotator, eksorotator, abduktor dan
adduktor sendi bahu.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan
problematik, tujuan dan tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemeriksaan derajat nyeri
b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)
No Pemeriksaan LGS LGS normal
1
2
Gerak aktif
Gerak pasif
S 43 º-0-95 º
F : 85 º-0-45 º
R(F90) : 39 º-0-42 º
S : 45 º-0-105 º
F :98 º-0-48 º
R(F90) :43 º-0-45 º
S : 45 º-0-180 º
F : 180 º-0-45 º
R(F90) : 90 º-0-90 º
S : 45 º-0-180 º
F : 180 º-0-45 º
R(F90) : 90 º-0-90 º
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya keterbatasan
lingkup gerak sendi menggunakan alat yang disebut dengan
goneometer, dalam pelaksanaannya banyak hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengukuran diantaranya letak
goneometer yang merupakan aksis dari sendi bahu. Hasil pengukuran
ditulis dengan standar International Standard Orthopedic Measurement
(ISOM). Cara penulisannya yaitu dimulai dari gerakan yang menjauhi
tubuh-posisi netral-gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan lingkup
gerak sendi bahu ini dilakukan dalm bidang gerak frontal (F), sagital
(S), tranversal (T) dan rotasi (R), adapun hasil yang telah diperoleh
seperti yang ditulis dalam tabel di bawah ini.
c. Appley strech test
1. Eksternal rotasi dan abduksi
Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis
scapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang
kepala. Pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva
biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Bila pasien tidak dapat
melakukan karena adanya nyeri maka ada kemungkinan terjadi
tendinitis rotator cuff.
2. Internal rotasi dan adduksi
Pasien diminta untuk menyentuh angulus inferior scapula
dengan sisi kontralateral, bergerak menyilang punggung. Pada
penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva biasanya tidak
bisa melakukan gerakan ini.
d. Joint play movement test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan transalasi
(traksi, kompresi, dan gliding) secara pasif untuk menggambarkan apa
yang terjadi di dalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi. Pada
frozen shoulder terjadi akibat capsulitis adhesiva, pola keterbatasan
gerak sendi bahu dapat menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola
kapsuler saat dilakukan pemeriksaan ini. Pola kapsuler sendi bahu
yaitu gerak eksorotasi paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak
abduksi dan endorotasi, atau dengan kata lain gerak eksorotasi lebih
nyeri dan terbatas dibandingkan dengan gerak endorotasi. Bila pada
pemeriksaan gerak eksorotasi ditemukan paling nyeri dan terbatas
kemudian diikuti gerak abduksi dan abduksi lebih terbatas daripada
gerak endorotasi maka tes positif adanya frozen shoulder dan terdapat
pola kapsuler. Pada frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis
adhesiva kualitasa gerakan yang terjadi pada saat menggerakkan
bonggol sendi humerus terasa adanya suatu tahanan dari dalam, yang
dapat menyebabkan munculnya rasa nyeri dan keterbatasan LGS pada
saat menggerakkan sendi bahu.
e. Drop arm test/tes Mosley
Drop arm test bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan dari
rotator cuff terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh
mengabduksikan lengannya dalam posisi lurus secara penuh,
kemudian pasien disuruh menurunkannya secara perlahan-lahan
apabila pasien tidak bisa menurunkan dengan perlahan tapi lengan
langsung jatuh berarti tes positif.Pada Pemeriksaan ini didapatkan
hasil negatif karena pasien mampu menurunkan lengannya secara
perlahan dan ini menunjukkan tidak adanya kerobekan pada otot
supraspinatus.
F. Diagnosis banding
Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan
dapat bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan
secara berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku
(Appley,1993)
Adapun keadaan lain yang gejalanya hampir mirip dengan kekakuan bahu
( frozen shoulder )
a. Tendinitis bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya
merupakian reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada
bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja
keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali.
Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya
aduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes
yorgason disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping
medial tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan
berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberkulum.
b. Bursitis Subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub
acromialis, keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke
samping (abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di
bahu. Lokasi nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya
pada insertion otot deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini
merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub acromialis yang khas sekali, ini
dapat dibuktikan dengan penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak
adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Panfull arc sub acromialis”
700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi
rasa nyeri.
c. Tendinitis Supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum
mayus humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang
dibentuk oleh kaput humeri (dengan pembungkus kapsul sendi
glinohumeral) sebagai alasnya, dan acromion serta ligamentum coraco
acromiale sebagai penutup bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan
saling bertumpang tindih dengan tendon dari otot bisep kaput longum.
Adanya gesekan berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan kerusakan pada tendo otot supraspinatus dan berlanjut
sebagai tendonitis supraspinatus.
G. Penatalaksanaan
Pertama dengan menggunakan terapi obat – obatan, yaitu meliputi
penggunaan non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) seperti
ibuprofen atau aspirin, suntikan kortikosteroid ke bahu yang terkena,
manipulasi, mobilisasi, pijat gesekan, dan modalitas terapi.
Ada beberapa modalitas fisioterpi yang dapat digunakan dalam kondisi
frozen sholder akibat capsulitis adhisiva.
1. Terapi manipulasi
Terapi manipulasi dalam kasus frozen shoulder terjadi akibat
capsulitis adhesiva, dimana problem yang terjadi merupakan keterbatasan
gerak sendi pola kapsuler, pada kasus ini penanganan yang diutamakan
adalah keterbatasan lingkup gerak sendi dengan pola kapsuler.
a. Traksi latero ventro cranial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping
sisi yang akan diterapi. Pelaksanaannya kedua tangan terapis
memegang humerus sedekat mungkin dengan sendi glenohumeral,
kemudian melakukan traksi ke arah latero ventro cranial. Lengan
bawah pasien rilek disangga lengan terapis, lengan bawah terapis yang
berlainan mengarahkan gerakan. Traksi diawali dengan grade I atau
grade II, kemudian dilanjutkan dengan traksi grade III. Traksi
dilakukan secara perlahan. Traksi mobilisasi dipertahankan selama ± 7
detik kemudian dilepaskan sampai grade II kemudian dilakukan traksi
grade III lagi. Prosedur tersebut dilakukan 6x pengulangan.
Traksi untuk mengurangi nyeri menggunakan traksi grade I atau
traksi dalam grade II tetapi tidak sampai terjadi slack taken up. Traksi
untuk menambah mobilitas sendi menggunakan grade III dengan cara
meregangkan jaringan yang memendek. Kedua traksi ini dilakukan
pada resting position atau actual resting position.
Traksi latero ventro cranial (Kisner, 1996)
b. Slide ke arah postero lateral
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi
menghadap pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis
memegang bagian proksimal lengan atas, siku pasien diletakkan pada
bahu terapis kemudian terapis mendorong ke arah postero lateral.
Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak
endorotasi sendi bahu.
Slide ke arah postero lateral (Kisner, 1996)
c. Slide ke arah caudal
Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas nyeri,
posisi terapis berdiri di samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya
siku terapis ditekuk dan diposisikan menempel pada tubuh terapis,
sedangkan jari I dan II diletakkan pada daerah caput humeri pasien,
lengan terapis yang lain menyangga pada siku pasien dengan fiksasi,
terapis mendorong caput humeri ke arah caudal dengan dorongan dari
siku terapis yang menempel pada tubuh terapis dan dorongan bisa
ditambah dengan gaya berat badan. Tujuan pemberian terapi ini adalah
untuk memperbaiki gerak abduksi sendi bahu.
Slide ke arah caudal (Kisner, 1996)
d. Slide ke arah antero medial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping
sisi yang akan diterapi. Pelaksanaan tangan terapis di letakkan pada
bagian proksimal lengan atas (sedekat mungkin dengan axilla). Lengan
bawah pasien dijepit dengan lengan terapis kemudian terapis
menggerakakkan ke arah antero medial. Tujuan pemberian terapi ini
adalah untuk memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu.
Slide ke arah antero medial (Kisner, 1996)
Dalam melakukan sliding selalu disertai dengan traksi grade I
yang tujuannya untuk menetralisir gaya kompresi yang ada pada sendi
sehingga mempermudah terjadinya sliding. Sliding dipertahankan
selama ± 7 detik kemudian secara perlahan dilepaskan dan istirahat ±
10 detik. Setiap satu arah gerakan dilakukan 6x pengulangan.
Adapun menurut persatuan dokter spesialis orthopedic queensland
terapi manipulasi adalah sebagai berikut:
a. Overhead stretch
Berbaring telentang dengan tangan di sisi pasien. Angkat satu
lengan lurus ke atas dan di atas kepala pasien. Raih tangan yang
diangkat dengan tangan pasien yang lain dan berikan tekanan lembut
untuk meregangkan lengan sejauh pasien dapat lakukan. Atau dengan
cara mengangkat kedua tangan dengan memegang sebuah pegangan
atau stik panjang,
b. Cross-body reach
Berdiri dan angkat satu tangan lurus ke satu sisi. Menjaga
lengan pada ketinggian yang sama, membawanya ke depan dan
seluruh tubuh pasien Seperti melewati bagian depan tubuh pasien,
ambil siku dengan lengan pasien yang lain dan memberikan
tekanan lembut untuk meregangkan bahu.
c. Towel stretch
Menggantungkan handuk di atas bahu yang berlawanan, dan
mengambilnya dengan tangan pasien di belakang punggung
pasien. Tarik perlahan handuk ke atas.
2. Terapi Latihan.
Adapun metode yang digunakan adalah :
a. Active exercise
Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah
lingkup gerak sendi (LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan
menggunakan metode free active exercise.Gerakan dilakukan oleh
kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak menggunakan suatu
bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa dilakukan
kapan pun dan dimana pun penderita berada.
b. Overhead pulley
Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah
lingkup gerak sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan
bantuan alat ini. Dengan adanya gerakan yang berulang-ulang maka
akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta menjaga dan
menambah kekuatan otot jika diberi beban (Kisner, 2010).
c. Codman pendulum exercis.
Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.
1. Tujuan : Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu
dengan melakukan gerakan pasif sedini mungkin
yang dilakukan pasien secara aktif. Gerakan pasif
dilakukan untuk mempertahankan pergerakan
pada sendi & mencegah pelengketan permukaan
sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif
adalah untuk mencegah terjadinya kontraksi otot-
otot rotator cuff & abductor bahu
2. Cara melakukan: Pasien membungkukkan badan dan lengan yang
sakit tergantung vertical. Posisi ini menyebabkan
lengan fleksi 90۫ pada bahu tanpa adanya
kontraksi otot- otot deltoid maupun rotator cuff.
Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan
pemisahan permukaan sendi glenohumeral
sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang.
Lutut pasien dalam keadaan fleksi untuk
mencegah timbulnya gangguan pada pinggang.
Tetapi jika dengan fisioterapi gagal maka dilakukan tidakan bedah, yaitu
Pembedahan dilakukan di bawah lokal anestesi atau anestesi umum dan
melibatkan memotong ligamen yang ketat & kapsul. Hal ini dapat dilakukan
dengan arthroscope atau dengan teknik terbuka (lebih besar sayatan).
Keuntungan utama dari Teknik arthroscopic adalah lebih pendek waktu
pemulihan. Ini merupakan teknik operasi minimal invasive yaitu dengan
sayatan yang kecil. Melalui sayatan itu, alat-alat operasi yang bentuknya
serupa pipa dimaskkan dan dikendalikan dokter dari luar. Pipa pertama adalah
kamera video yang tersambung dengan layar monitor. Kamera ini menjadi
mata dokter dalam melihat kondisi jaringan di dalam sendi. Pipa-pipa
berikutnya adalah alat-alat untuk melakukan prosedur-prosedur operasi,
termasuk menjahit dan membersihkan sendi. (Baums, 2006)
H. Komplikasi
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan
tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang
lama maka akan timbul problematik yang lebih berat antara lain :
1. Kekakuan saendi bahu
2. Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu
3. Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu
4. Atrofi otot-otot sekitar sendi bahu
5. Adanya gangguan aktifitas sehari-hari.
I. Prognosis
Apabila dilakukan tindakan sendiri mungkin secara tepat maka prognosis
gerak dan fungsi dari kasus frozen sholder adalah baik. Penderita sebaiknya
diberitahu bahwa akan dapat menggerakkan bahu kembali tanpa rasa nyeri
tetapi memerlukan waktu beberapa bulan.
J. Edukasi
Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva antara lain :
a. pasien diminta melakukan kompres panas (jika pasien tahan) ± 15 menit
pada bahu yang sakit untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul
b. pasien dianjurkan agar tetap menggunakan lengannya dalam batas
toleransi pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang
dapat memperburuk kondisi frozen shoulder
c. latihan sesuai metode Codman pendular exercise di rumah dengan beban
minimal dan dapat ditambah secara bertahap
d. latihan merambatkan jari lengan yang sakit ke dinding (walking finger)
e. menghindari posisi menetap yang lama yang dapat memicu rasa nyeri
f. latihan dengan handuk, posisi lengan seperti huruf “S” terbalik kedua
lengan memegang handuk kemudian bahu yang sehat menarik ke atas
sampai lengan yang sakit tertarik
g. latihan penguatan dengan prinsip Codman pendular exercise yang
dilakukan di dalam kolam atau bak mandi dengan melawan tahanan air.
BAB IV
KESIMPULAN
Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Frozen atau yang dikenal juga dengan
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi
glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.
Perawatan yang paling umum untuk frozen shoulder adalah mobilitas latihan
dan anti-inflamasi. Manipulasi bahu juga diindikasikan. Dalam kasus resisten,
steroid disuntikkan dimanfaatkan. Dalam kasus yang jarang terjadi, manipulasi di
bawah anestesi atau pembedahan dapat diindikasikan. Pada kasus yang tidak ada
perubahan dengan menggunakan terapi manipulasi dan latihan makan dapat
menggunakan teksik bedah yait dengan athroskopi yaitu minimal invasive
surgery, dengan luka sayat yang minimal menjadi rekomendasi terakhir untuk
kasus frozen shoulder yang di karenakan trauma,