fppti-jatim.or.id · web viewrobot cantik ini dibuat dengan menggunakan tulang hasil print 3d dan...

13
Jejaring & kepustakawanan Ida F Priyanto Universitas Gadjah Mada Seminar nasional perpustakaan Fppti – jawa timur sumenep, 21-23 September 2016 Pendahuluan: Instant everything Teknologi, manajemen, layanan, dan manusia tidak dapat dipisahkan karena terjadinya saling ketergantungan saat ini. Apa yang dikatakan oleh Floridi sebagai 4th revolution (Revolusi ke-empat) kini benar-benar sudah terasakan. Hampir semua orang sangat tergantung pada teknologi informasi. Sementara benda-benda juga mulai berkomunikasi dengan orang, dan benda-dengan benda pun juga mulai saling berbicara. Menurut Malczyk (2015) pada tahun 2004, konsumen tidak berkeberatan untuk menunggu sampai 10 hari untuk merespon produk atau jasa; namun menurut penelitian, mulai tahun 2014, waktu tunggu sudah menurun drastis menjadi 10 menit. Perusahaan- perusahaan besar dengan cepat merespon waktu tunggu konsumen yang cepat tersebut dengan berbagai media. Salah satunya adalah pengiriman dengan drone. Drone sudah siap menggantikan tugas- tugas kantor pos untuk pengiriman barang. Amazon pun sudah

Upload: hanhi

Post on 28-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jejaring & kepustakawanan

Ida F Priyanto

Universitas Gadjah Mada

Seminar nasional perpustakaan Fppti – jawa timur

sumenep, 21-23 September 2016

Pendahuluan: Instant everything

Teknologi, manajemen, layanan, dan manusia tidak dapat dipisahkan karena terjadinya saling

ketergantungan saat ini. Apa yang dikatakan oleh Floridi sebagai 4th revolution (Revolusi ke-

empat) kini benar-benar sudah terasakan. Hampir semua orang sangat tergantung pada teknologi

informasi. Sementara benda-benda juga mulai berkomunikasi dengan orang, dan benda-dengan

benda pun juga mulai saling berbicara.

Menurut Malczyk (2015) pada tahun 2004, konsumen tidak berkeberatan untuk menunggu

sampai 10 hari untuk merespon produk atau jasa; namun menurut penelitian, mulai tahun 2014,

waktu tunggu sudah menurun drastis menjadi 10 menit. Perusahaan-perusahaan besar dengan

cepat merespon waktu tunggu konsumen yang cepat tersebut dengan berbagai media. Salah

satunya adalah pengiriman dengan drone. Drone sudah siap menggantikan tugas-tugas kantor pos

untuk pengiriman barang. Amazon pun sudah melakukan uji coba layanan Amazon Prime

Instant, pengiriman produk maks. 30 menit dgn airborne drones. Sementara itu KLM mem-

posting di media sosial seperti Facebook dan Twitter dgn update setiap 5 menit dan respons

sebelum 1 jam.

Dalam kaitannya dengan kecepatan dan layanan tanpa henti, Nanyang Technological University,

Singapore, membuat robot berbentuk manusia (humanoid robot) bernama Nadine (Knapton,

2015). Pembuatnya adalah Professor Nadia Thalmann dan timnya dan kini sudah beroperasi

sebagai resepsionis yang tidak kenal lelah. Sementar itu The University of Science and

Technology of China juga menciptakan humanoid robot yang realistik, Jia Jia (Moon, 2016).

Robot ini mampu berinteraksi dengan manusia, menjawab pertanyaan, berekspresi saat merespon

tindakan atau jawaban atas pertanyaan. Bahkan saat diajak selfie, Jia Jia pun mampu merespon

dengan berbicara dengan orang di sebelahnya, “Don’t be too close to me when you are taking a

picture. It will make my face look fat.” Disainer China lainnya membangun Scarlett Johansson

Humanoid Robot (O, Neill, 2016). Robot cantik ini dibuat dengan menggunakan tulang hasil

print 3D dan bisa bergerak seperti manusia. Bahkan robot yang 70% hasil cetakan dari printer 3D

ini juga bisa menggelengkan kepala, dan dengan wajah natural dengan kulit dari silikon untuk

menutup perangkat elektroniknya. Berbeda dengan suasana di Asia, di Wesport Library,

Amerika Serikat, robot-robot kecil juga dikembangkan untuk menjadi pembantu di perpustakaan.

Gambar 1. Robot-robot di Wesport Library, Amerika Serikat (Sumber: Nassivera, 2016. “Humanoid Robots to Teach Computer Skills in Connecticut's Westport Library” diambil dari http://www.hngn.com/articles/44194/20140930/humanoid-robots-to-teach-computer-skills-in-

connecticuts-westport-library.htm

Internet of Things

Di awal perkembangan teknologi informasi, perangkat teknologi informasi dimaksudkan sebagai

penunjang kegiatan sehari-hari secara manual (web 1.0)—dalam hal ini digunakan istilah

otomasi. Maka muncullah istilah otomasi perkantoran, otomasi pabrik, dan bahkan otomasi

perpustakaan. teknologi informasi kemudian berkembang dengan cepat dan menjadikan

teknologi informasi sebagai media untuk berkomunikasi antara satu orang dengan orang lain atau

satu kelompok dengan kelompok lain melalui berbagai aplikasi dan bentuk (Web 2.0). kini era

web 3.0 telah hadir dan menjadikan satu barang (obyek) dengan barang (obyek) lain, antara satu

aplikasi denan aplikasi lain, dan antara satu perangkat dengan perangkat lain bisa berkomunikasi

tenpa perantara manusia (web 3.0). komunikasi antar obyek disebut sebagai Internet of Things.

Dengan kata lain, Internt of Things adalah “a system of interrelated computing devices,

mechanical and digital machines, objects, animals or people that are provided with unique

identifiers and the ability to transfer data over a network without requiring human-to-human or

human-to-computer interaction” (Rouse, 2016). Semua obyek terhubung dan berinteraksi

dengan baik. Pada tingkat tinggi, hubungan ini mampu membuat komunikasi antar obyek tidak

membutuhkan manusia lagi.

Perlu diingat bahwa Internet of Things adalah komunikasi antar “things” atau obyek melalui

Internet dalam arti luas bukan berarti harus melalui Internet saja, tetapi juga melalui Bluetooth,

wifi, dan lain sebagainya.

Gambar 2. Peta IoT. Dikutip dari George (2013). The Gartner Symposium Blogs, Day 02 – Bringing in more cheers! Dalam http://suyati.com/gartner-symposium-blogs-day-02-bringing-cheers

Pada masa lalu, obyek yang berkomunikasi masih kecil jumlahnya, namun diperkirakan pada

tahun 2020, aka nada lebih dari 40 milyar obyek yang saling berkomunikasi baik dengan bantuan

manusia maupun tanpa bantuan manusia.

Gambar 3. Peningkatan jumlah obyek yang terkoneksi sampai tahun 2030. Diambil dari Hargreaves (2015). 2017 The Year Of Internet Of Things: Morgan Stanley. Valuewalk. Diambil dari http://www.valuewalk.com/2016/08/2017-the-year-of-internet-of-things-morgan-stanley/

Hadirnya Media Sosial ditambah dengan perangkat mobile, teknologi Cloud, Big Data, dan

Generasi C menjadikan kebiasaan sehari-hari berubah secara besar-besaran. Bahkan hal itu

sering disebut sebagai “The End of Business as Usual” tetapi di sisi lain, ada pencerahan,

kemudahan, dan kelebihan lain yang secara positif telah mampu membantu meningkatkan

kehidupan.

Digital Darwinism

Teknologi informasi telah banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat. Bahkan dapat

dikatakan bahwa teknologi informasi menjadi disruptive—menjadikan perubahan besar dalam

tatanan kehidupan masyarakat. Perubahan atau evolusi masyarakat karena pengaruh teknologi

informasi telah mempengaruhi dan merubah perilaku, ekspektasi, dan kebiasaan hidup

masyarakat.

Kondisi yang terjadi telah memunculkan apa yang disebut dengan Digital Darwinism, yaitu

sebuah prinsip Darwin dalam bentuk digital. Menurut teori Darwin dalam evolusi spesies,

bukanlah yang terkuat di antara spesies yang akan mampu bertahan, dan juga bukan yang paling

pandai sekalipun akan dapat bertahan, tetapi mereka yang paling responsif terhadap perubahan

yang akan mampu bertahan dan mengikuti perubahan tersebut. Dalam Digital Darwinism, juga

bukan yang paling kuat untuk memiliki teknologi informasi dan bukan yang paling mengerti

teknologi informasi, melainkan mereka yang mampu mengikuti perubahan akibat dari adanya

teknologi informasi. Mereka yang mampu mengikuti perubahan besar karena teknologi informasi

akan dapat bertahan dan tidak akan tertinggal oleh adanya perubahan tersebut. Dengan kata lain,

Digital Darwinism adalah bentuk dari evolusi dalam masyarakat atas hadirnya teknologi

informasi. Kemampuan memanfaatkan teknologi informasi akan menjadikan mereka dapat

beradaptasi dan mengikuti perubahan.

Gambar 4. Digital Darwinism by Brian Solis. Diambil dari https://www.flickr.com/photos/briansolis/15164317647

Mereka yang mampu beradaptasi akan dapat mengikuti perubahan tatanan kehidupan berbasis

teknologi informasi yang cukup disruptive. Di awal kehadiran teknologi informasi, teknologi

informasi lebih bersifat sebagai fasilitas untuk mendukung tugas-tugas dan kegiatan agar lebih

mudah. Namun ternyata teknologi informasi berjalan lebih cepat daripada yang diperkirakan dan

akhirnya menjadikan sebagian orang tidak mampu mengikuti perubahan tersebut. Namun mereka

yang mampu mengikuti perubahan, apalagi perubahan terbaru yang telah menjadikan dunia maya

dan dunia nyata tidak terpisahkan, telah beradaptasi dan menggunakan teknologi informasi

sebagai bagian dari kehidupan.

Salah satu pengaruh teknologi informasi saat ini adalah ketergantungan orang atas teknologi

informasi. Kalau pada awalnya, teknologi informasi hanya menjadi fasilitas pendukung, saat ini

teknologi informasi menjadi bagian dari kehidupan. Orang hanya dapat hidup lebih nyaman bila

sudah memanfaatkan teknologi informasi. Ketergantungan ini telah pula membawa perubahan

orang dalam koneksitas. Hubungan secara maya dan nyata tidak terpisahkan. Inilah yang

kemudian memunculkan Generasi C (Generation C). Leddy (2016) menyebutkan bahwa

generasi C memang lebih mudah berkolaborasi karena memiliki “the increasing array of digital

tools that support remote work and collaboration.”

Generation C

Generasi C adalah generasi yang saat ini memiliki akun yang dapat tersambung dengan berbagai

pihak dengan berbagai fasilitas media jejaring dan sosial. Generasi C yang tidak memiliki

batasan usia, tetapi memiliki karakteristik atau ciri-ciri antara lain sangat terkoneksi, terus-

menerus mencari dan mendapatkan informasi, sering memiliki persoalan Information overload

dan perhatian pendek atas informasi, menjadi bagian dari komunitas digital, senang berbagi dan

kadang bisa overshare, membuat keputusan informasi berdasarkan nilai konten dan pengalaman,

dan narsis – dalam beberapa hal tetapi tidak semuanya narsis!

Kolaborasi

Kita sebagai pustakawan Generasi C yang terbiasa dengan komputer, selalu terkoneksi, dan

mudah berkomunikasi. Itulah sebabnya pustakawan saat ini sudah seharusnya juga berkolaborasi.

Apalagi dengan banyaknya media untuk berjejaring seperti Facebook, Instagram, Linkedin, Path,

Twitter, Whatsapp, dll yang dapat menjadikan semua kebutuhan untuk berkomunikasi dan

berkolaborasi lebih mudah dan nyaman. Teknologi berbasis web 3.0 saat ini benar-benar

memudahkan kita untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan orang dari berbagai

lapisan. Media untuk berjejaring juga dapat membantu kita untuk menciptakan informasi

maupun berbagi informasi. Dengan media yang memudahkan kita untuk memanfaatkan

informasi tersebut sudah seharusnya kita dapat membangun kolaborasi. Berkolaborasi atau

bekerja sama akan menghasilkan produk yang lebih besar. R. M. Kanter (1994) mengidentifikasi

beberapa karakteristik kerjasama yang baik, yaitu:

a. Individual excellence, mitra memiliki kekuatan & bisa berkontribusi dalam kolaborasi.

b. Importance, hubungan sesuai dengan tujuan strategis kemitraan dan ingin merealisasikan

c. Interdependence, mitra saling membutuhkan & memiliki asset & ketrampilan.

d. Investment, mitra mau menunjukkan tanda-tanda komitmen jangka panjang secara kasad

mata.

e. Information sharing, komunikasi terbuka dan data penting di-share secara bebas.

f. Integration, mitra saling membangun linkages dan berbagi dalam kegiatan.

g. Institutionalization, kerjasama dapat mengadopsi status formal dengan tanggung jawab

jelas dan proses yang bertanggung jawab.

h. Integrity, mitra bertindak secara terhormat dan mendorong kepercayaan bersama.

Pustakawan generasi C tentu memiliki kesempatan besar untuk berkolaborasi dengan

pustakawan maupun profesi lain. Untuk dapat membangun kolaborasi dibutukan kemauan

tentang pentingnya membangun kolaborasi dalam berbagai bidang, dalam berbagai kesempatan,

dan dalam berbagai kelembagaan.

Ukuran kolaborasi

Bekerja sama atau berkolaborasi dapat dilakukan dengan setidaknya satu kawan. Berkolaborasi

dengan satu kawan di unit sebuah lembaga dapat disebut sebagai kolaborasi kecil. Dua

pustakawan dapat bersama-sama menulis. Namun demikian dalam skala yang lebih besar,

kolaborasi dapat dilakukan juga, misalnya kolaborasi dengan:

a. beberapa kawan di unit sebuah lembaga

b. kawan-kawan dari beberapa unit di dalam sebuah lembaga

c. kawan seprofesi dari lembaga lain

d. beberapa kawan dari beberapa lembaga

e. kawan dari luar kota atau wilayahnya

f. kawan dari negara lain

Kolaborasi juga dapat dilakukan untek berbagai kepentingan, misalnya saja kolaborasi untuk

a. Menulis bersama

b. Presentasi bersama

c. Berbagi referensi/sumber informasi –seprofesi/berbagai profesi

d. Berbagi referensi/sumber informasi untuk users

e. Menyelenggarakan berbagai kegiatan

f. Membangun produk khusus

Kolaborasi untuk membangun masa depan perlu mempertimbangkan terlebih dahulu dengan

menjajagi passions. Tentu saja pustakawan yang ingin berkolaborasi harus berminat untuk

membangun komunitas; mau belajar dan tumbuh sesuai keinginan bersama; dan selalu terhubung

antara satu dengan yang lain.

Penutup

Sekali lagi perlu ditekankan bahwa pustakawan generasi C adalah pustakawan yang memiliki

kesempatan yang terbuka luas untuk selalu dapat terhubung satu dengan yang lain karena adanya

berbagai fasilitas digital yang dapaat menjadikan saling terhubung seperti Facebook, Twitter,

Google, Foursquare, Linkedin, dll. Kemauan untuk tumbuh dan berkembang akan menjadi salah

satu modal untuk pengembangan masa depan pustakawan yang besar.

Referensi

Floridi, L. 2014. The Fourth Revolution: How the infosphere is reshaping human reality.

Oxford: Oxford University Press.

George, A. 2013. The Gartner Symposium Blogs, Day 02 – Bringing in more cheers! Suyati:

Dream.Dare.Do. Diambil dari http://suyati.com/gartner-symposium-blogs-day-02-

bringing-cheers

Hargreaves, R. (2015). 2017 The Year Of Internet Of Things: Morgan Stanley. Valuewalk.

Diambil dari http://www.valuewalk.com/2016/08/2017-the-year-of-internet-of-things-

morgan-stanley/

Kanter, R. 1994. Collaborative Advantage: The Art of Alliances. Harvard Business Review.

Diambil dari https://hbr.org/1994/07/collaborative-advantage-the-art-of-alliances

Knapton, S. (2015). Meet Nadine, the world's most human-like robot. The Telegraph. Diambil

dari http://www.telegraph.co.uk/science/2016/03/12/meet-nadine-the-worlds-most-human-

like-robot/

Leddy, C. 2016. Generation C: Accommodating the Next, Hyper-Connected Generation. Spark.

Diambil dari http://www.adp.com/spark/articles/generation-c-accommodating-the-next-

hyper-connected-generation-8-415

Malczyk, A. 2015. What will your digital marketing toolkit look like 5 years from now?

Memeburn. Diambil dari http://memeburn.com/2015/10/what-will-your-digital-marketing-

toolkit-look-like-5-years-from-now/

Moon, M. (2016). China's realistic robot Jia Jia can chat with real humans. Engadget. Diambil

dari https://www.engadget.com/2016/04/17/jia-jia-robot/

Nassivera, J. 2016. Humanoid Robots to Teach Computer Skills in Connecticut's Westport

Library. Diambil dari http://www.hngn.com/articles/44194/20140930/humanoid-robots-

to-teach-computer-skills-in-connecticuts-westport-library.htm

O,Neill, K. 2016. Scarlett Johansson Humanoid Robot. Daily Mirror. Diambil dari

http://www.mirror.co.uk/news/weird-news/man-builds-scarlet-johansson-robot-7667715

Rouse, M. 2016. Internet of Things (IoT). IoT Agenda. Diambil dari

http://internetofthingsagenda.techtarget.com/definition/Internet-of-Things-IoT