desain 3d a

69
BAB III DASAR TEORI III.1 Gelombang Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang menjalar di dalam bumi. Gelombang elastik yang menjalar dalam medium seperti gelombang suara, berdasar sifatnya dapat dikategorikan sebagai gelombang seismik. Gelombang seismik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni gelombang badan dan gelombang permukaan. III.1.1 Gelombang badan Gelombang badan merambat dalam badan medium yang berarti dapat pula merambat di permukaan medium. Gelombang badan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni : 1.Gelombang P atau gelombang primer atau gelombang longitudinal, yang dapat menjalar dalam segala medium (padat, cair maupun gas). Gerakan partikel medium 20

Upload: selly-mutiara-restika

Post on 22-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

seismik

TRANSCRIPT

Page 1: Desain 3D a

BAB III

DASAR TEORI

III.1 Gelombang Seismik

Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang menjalar di dalam

bumi. Gelombang elastik yang menjalar dalam medium seperti gelombang suara,

berdasar sifatnya dapat dikategorikan sebagai gelombang seismik. Gelombang

seismik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni gelombang badan

dan gelombang permukaan.

III.1.1 Gelombang badan

Gelombang badan merambat dalam badan medium yang berarti dapat pula

merambat di permukaan medium. Gelombang badan dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yakni :

1. Gelombang P atau gelombang primer atau gelombang longitudinal, yang

dapat menjalar dalam segala medium (padat, cair maupun gas). Gerakan

partikel medium yang dilewati gelombang ini adalah searah dengan arah

penjalaran gelombangnya.

2. Gelombang S atau gelombang sekunder atau gelombang transversal, yang

hanya menjalar dalam medium padat. Gerakan partikel yang disebabkan

oleh penjalaran gelombang ini adalah tegak lurus terhadap arah penjalaran

gelombangnya. Gelombang S dapat dibagi menjadi dua komponen, yakni :

20

Page 2: Desain 3D a

Gelombang SV, yakni gelombang sekunder yang gerakan partikelnya

terpolarisasi pada bidang vertikal.

Gelombang SH, yakni gelombang sekunder yang gerakan partikelnya

adalah horisontal.

Pada umumnya gelombang sekunder mempunyai kedua komponen ini,

yaitu SH dan SV.

III.1.2 Gelombang permukaan

Gelombang permukaan adalah gelombang yang merambat pada permukaan

bidang batas medium tertentu. Ada tiga macam gelombang permukaan, yakni :

1. Gelombang Rayleigh (R) / ground roll, yakni gelombang yang merambat

pada permukaan bebas medium berlapis maupun homogen. Gelombang ini

mempunyai gerakan partikel eliptik retrograd.

2. Gelombang Love (L), yang merambat pada permukaan bebas medium

berlapis dengan gerakan partikel seperti gelombang SH.

3. Gelombang Stonely, yaitu gelombang yang merambat pada bidang batas

antara dua medium (gelombang antar permukaan atau interface wave)

dengan gerakan pertikel serupa dengan gelombang SV.

Dari semua jenis gelombang di atas gelombang P mempunyai kecepatan yang

paling besar, kemudian berturut-turut disusul oleh gelombang S, gelombang L dan

gelombang R. Sedangkan untuk gelombang stonely biasanya tidak teramati di

permukaan tanah. Pada gambar III.1 merupakan ilustrasi penjalaran gelombang

badan dan gelombang permukaan pada suatu medium.

21

Page 3: Desain 3D a

Gambar III.1 Ilustrasi penjalaran gelombang gelombang badan : (a) gelombang P dan (b) gelombang S, gelombang permukaan : (c) gelombang R dan (d) gelombang L (sumber : http://web.ics.purdue.edu)

III.2 Konsep Dasar Metode Seismik refleksi

Pada dasarnya metode seismik refleksi dilakukan dengan cara membuat

getaran yang berfungsi sebagai sumber energi buatan. Gelombang yang dihasilkan

sumber getaran tersebut merambat ke dalam bumi atau formasi batuan, kemudian

dipantulkan ke permukaan oleh bidang pantul (reflektor) yang merupakan bidang

batas perlapisan yang mempunyai kontras akustik impedansi.

Gelombang yang dipantulkan tersebut diterima oleh receiver yang berada di

permukaan dan direkam ke instrumen. Gelombang yang terekam digunakan untuk

merekonstruksi penjalaran gelombang seismik refleksi yang membawa informasi

struktur bawah permukaan berdasarkan variasi amplitudo, variasi frekuensi dan

pengukuran waktu tempuh gelombang selama penjalaran (Telford et al., 1976).

22

Page 4: Desain 3D a

III.2.1 Penjalaran gelombang seismik

Penjalaran gelombang seismik dalam medium bumi mengikuti hukum-hukum

fisika yang berlaku dalam optika geometri, dengan mengambil pendekatan bahwa

tiap lapisan batuan dalam medium bumi dianggap bersifat homogen, isotrop dan

elastis sempurna sehingga gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan

konstan di sepanjang lintasan garis lurus.

Medium bumi terdiri atas beberapa lapisan batuan yang memiliki kerapatan

dan kecepatan gelombang berbeda-beda antara lapisan batuan satu dengan lapisan

batuan yang lain. Penjalaran dari gelombang seismik tersebut memenuhi hukum

Snellius. Hukum ini mengatakan bahwa gelombang seismik yang melewati bidang

batas antara dua medium akan mengalami pemantulan dan pembiasan sehingga

terjadi perubahan arah gelombang (Gambar III.2). Sesuai dengan hukum Snellius,

dapat dituliskan persamaan yang menjelaskan relasi antara sudut datang, sudut

bias dan sudut pantul terhadap kecepatan gelombang dalam medium, yakni :

(3.1)

Gambar III.2 Pemantulan dan pembiasan gelombang seismikberdasarkan hukum Snellius (Yilmaz, 2001)

23

Page 5: Desain 3D a

dengan θ1 sudut datang gelombang P, θ1’ adalah sudut pantul gelombang P, 1

adalah sudut pantul gelombang S, θ2 adalah sudut bias gelombang P, 2 adalah

sudut bias gelombang S, VP1 dan VP2 adalah kecepatan gelombang P pada medium

1 dan medium 2, VS1 dan VS2 adalah kecepatan gelombang S pada medium 1 dan

medium 2, dan p adalah parameter gelombang (konstanta).

Pada medium banyak lapis, hukum Snellius akan semakin terlihat lebih jelas.

Gambar III.3 mengilustrasikan 2 berkas gelombang dengan nilai p yang berbeda,

yakni p1 dan p2 yang menjalar pada medium 1, 2 dan 3. Menurut hukum Snellius

maka persamaan yang berlaku adalah :

untuk berkas I (3.2)

untuk berkas II (3.3)

Gambar III.3 Perambatan gelombang seismik padamodel medium bumi lapisan horisontal

24

Page 6: Desain 3D a

III.2.2 Geometri penjalaran gelombang seismik refleksi

Perambatan gelombang seismik refleksi dari source S ke receiver R dengan

kecepatan v dan waktu tempuh t dapat diilustrasikan seperti pada gambar III.4.

Dengan x adalah jarak dari sumber ke penerima, h adalah ketebalan lapisan

pertama dan r adalah jarak perambatan gelombang.

Gambar III.4 Geometri gelombang seismik pantul padamodel bumi 2 lapis (Robinson dan Çoruh, 1988)

Berdasarkan gambar III.4 penjalaran gelombang seismik refleksi tersebut

melalui garis SOR. Karena sudut datang sama dengan sudut pantul maka jarak

antara SO dan OR juga sama, sehingga persamaan waktu tempuhnya adalah :

(3.4)

Pada model bumi dengan lapisan pemantul (reflektor) miring (gambar III.5)

maka waktu tempuh penjalaran gelombang dari sumber ke receiver menjadi :

(3.5)

dengan x adalah jarak sumber ke penerima, v1 adalah kecepatan lapisan pertama,

v2 adalah kecepatan lapisan kedua, S adalah sumber, R adalah penerima, S’ adalah

pencerminan dari titik S terhadap reflektor, S” adalah proyeksi reflektor vertikal

S Rx

i1 i1

r r h

v

O

25

Page 7: Desain 3D a

dari S’ ke permukaan, D adalah titik pantul, d adalah jarak vertikal terhadap

reflektor, h adalah jarak tegak lurus terhadap reflektor dan α adalah kemiringan

dari lapisan pemantul.

Gambar III.5 Geometri gelombang seismik pantul padareflektor miring (Robinson dan Çoruh, 1988)

III.3 Akusisi Seismik 3D

Pengambilan data pada survei seismik 3D secara umum tidak jauh berbeda

dengan survei seismik 2D. Perbedaan paling menonjol adalah geometri bentangan

penerima dengan sumber gelombang. Bentangan survei seismik 3D merupakan

gabungan beberapa lintasan seismik 2D. Untuk survei seismik 3D di darat sering

digunakan penembakan dengan cara swath shooting, yaitu larikan penerima

tersusun paralel (in-line direction) sedangkan lintasan sumber berada pada arah

tegak lurus dengan lintasan penerima (x-line direction). Dalam pelaksanaan survei

seismik 3D menggunakan teknik tertentu dalam pengambilan data di lapangan

untuk mendapatkan data dengan kualitas yang bagus.

26

S’

S”

α

S R

D

v1

v2

α

α

Page 8: Desain 3D a

III.3.1 CDP gather

Pada eksplorasi hidrokarbon yang menerapkan metode seismik refleksi

multichannel menggunakan titik tembak sebagai sumber gelombang dan banyak

geophone/hydrophone sebagai receiver dalam pengumpulan data sehingga dapat

mempercepat akusisi data.

Mayne (1962) memperkenalkan teknik common depth point stacking untuk

meningkatkan signal to noise ratio dan analisis kecepatan yang lebih baik untuk

konversi kedalaman. Refleksi seismik yang berasal dari beberapa pasangan titik

tembak dan penerima yang dipantulkan pada satu titik pantul yang sama (CDP

atau Common Depth Point), kemudian dikumpulkan dalam satu CDP gather

(gambar III.6a). Selanjutnya data hasil rekaman seismik dari setiap CDP gather

diurutkan (sorting) kedalam satu susunan pertambahan jarak (offset) terhadap

waktu tempuh (gambar III.6b). Proses sorting CDP ini dilakukan pada setiap shot

gather data seismik dari lapangan.

Kemudian data waktu tiba setiap trace dalam CDP gather dikoreksi NMO

(Normal Move Out) (gambar III.6c), yaitu koreksi waktu tiba refleksi tiap trace

terhadap waktu mula-mula (T = 0). Setelah dilakukan koreksi NMO kemudian

dilanjutkan dengan proses stacking (gambar III.6d). Stacking trace adalah trace

hasil penjumlahan (stack) trace-trace dalam CDP gather yang telah dikoreksi

NMO sehingga amplitudo refleksi akan saling menguatkan sedangkan untuk

amplitudo noise yang sifatnya random akan saling melemahkan. Penampang

seismik terdiri dari deretan stacking trace yang dapat menggambarkan kondisi

geologi bawah permukaan bumi.

27

Page 9: Desain 3D a

Gambar III.6 Ilustrasi pengumpulan data rekaman seismik refleksi(a) CDP gather, (b) CDP gather sebelum koreksi NMO,(c) CDP gather sebelum koreksi NMO, (d) stacking trace

III.3.2 Konsep bin

Pada survei seismik 2D data diurutkan (sorting) kedalam CMP gathers yang

berasosiasi dengan satu titik diatas permukaan bumi. Sedangkan data pada seismik

3D lebih tidak teratur dan memerlukan konsep midpoint bin, (gambar III.7). Pada

data seismik laut ketidakteraturan berasal dari kabel yang terpuntir dan pada data

seismik darat dari akses, topografi dan permasalahan desain.

Bin didefinisikan sebagai ukuran dari in-line dan cross-line serta jumlah

sebenarnya dari seluruh midpoint yang terekam pada luasan bin dalam bentuk

CMP gathers. Fold dari setiap bin adalah jumlah dari trace yang terekam.

Gambar III.7 Midpoint dalam bin seismik 3D

28

Page 10: Desain 3D a

Proses stacking CMP pada seismik 3D adalah dengan menjumlahkan seluruh

trace dalam bin untuk mendapatkan stack trace tunggal (gambar III.8). Idealnya,

midpoint sebenarnya (riil) akan mengumpul dekat pusat bin. Trace ini berasosiasi

dengan pusat geometri bin untuk proses selanjutnya. Pada satu tingkatan untuk

pemahaman, bin merupakan objek yang sangat sederhana. Sungguh tak lain hanya

khayalan penggambaran kotak diatas permukaan bumi dengan menggunakan

ukuran in-line dan cross-line. Tetapi detail bagian dalam bin sulit divisualisasikan

untuk survei 3D yang besar.

Gambar III.8 Stacking CMP dalam setiap bin untuk mendapatkanTrace tunggal (Liner, 1999)

III.3.3 Luasan survei akusisi seismik 3D

Penentuan luasan area survei seismik 3D sangat penting, untuk mendapatkan

gambaran bawah permukaan dari target yang akan dicari. Dalam survei seismik

3D dikenal tiga luasan akusisi (gambar III.9), yaitu :

1. Luasan target, merupakan luasan yang dipakai sebagai dasar untuk seluruh

interpretasi geologi. Luasan ini disebut juga sweet spot.

2. Luasan permukaan liputan penuh (luasan 3D), yaitu luasan di permukaan

tempat tercapainya jumlah liputan yang dikehendaki, dimana sisi-sisinya

merupakan sisi luasan target ditambah dengan tingkap migrasi. Luasan ini

disebut juga image area atau luasan fold taper.

29

Page 11: Desain 3D a

3. Luasan survei, dimana sisi-sisi luasan ini merupakan sisi-sisi dari luasan

pertama dan kedua ditambah dengan jarak pembentukan jumlah liputan.

Dalam luasan inilah ditempatkan sumber penembak dan penerima. Luasan

ini disebut juga acquisition area.

Gambar III.9 Ilustrasi luasan akusisi

III.3.4 Geometri lapangan survei seismik 3D

Dalam survei seismik yang menggunakan berbagai macam susunan source

dan receiver dan biasanya disebut geometri lapangan atau field layout. Setiap

geometri lapangan memiliki keunggulan dan kelemahan. Pemilihan jenis geometri

lapangan yang dipakai pada suatu area survei tergantung dari target, keperluan

survei dan ketersediaan peralatan. Gambar III.10 menunjukkan beberapa geometri

lapangan pada survei seismik 3D yang sering digunakan.

Di sini digunakan tiga jenis geometri lapangan, yaitu : straight line, bricks

dan slanted. Pada geometri straight line arah lintasan source tegak lurus dengan

lintasan receiver, sedangkan lintasan source geometri slanted membentuk sudut

terhadap lintasan receiver (non orthogonal). Untuk geometri bricks merupakan

30

Page 12: Desain 3D a

modifikasi dari straight line, yaitu dengan menggerakkan group dari titik tembak

yang berada pada lintasan receiver secara bergantian keposisi setengah lintasan.

Dari segi pelaksanaan di lapangan, geometri bricks lebih susah diterapkan

daripada geometri straight line dan slanted walaupun terkadang memberikan hasil

yang lebih baik.

Gambar III.10 Geometri lapangan survei seismik 3D(a) Straight line, (b) Slanted, (c) Zig-zag,(d) Bricks, (e) Radial dan (f) Button

III.4 Parameter Akusisi Seismik 3D

Desain survei merupakan tahapan awal dalam akusisi seismik 3D. Pembuatan

desain survei melibatkan perhitungan parameter-parameter yang dapat digunakan

untuk menentukan keberhasilan dari suatu hasil desain. Parameter tersebut adalah

parameter target dan parameter lapangan.

III.4.1 Parameter target

Parameter target adalah parameter yang berhubungan dengan deskripsi dari

kondisi geologi bawah permukaan yang berisi tentang informasi data-data dari

31

Page 13: Desain 3D a

target survei. Parameter target ini merupakan masukan awal dalam pembuatan

desain survei seismik 3D baik secara manual maupun dengan simulasi rekaman.

Semakin jelas dan akurat parameter target yang diperoleh akan semakin baik pula

desain yang dihasilkan. Parameter target tersebut meliputi :

1. Target survei

Target merupakan lapisan batuan atau formasi batuan bawah permukaan yang

dijadikan sebagai zona interest dari survei karena diperkirakan adanya kandungan

hidrokarbon yang potensial. Target survei ditentukan berdasarkan data sumur,

yaitu keadaan litologi batuannya dan berdasarkan penampang data seismik 2D

sebelumnya berupa horison lapisan batuan.

2. Kedalaman target

Kedalaman target merupakan tolok ukur dalam perencanaan sumber seismik

yang akan dipakai saat survei. Selain itu juga dijadikan sebagai parameter kontrol

untuk menentukan offset antara source dan receiver.

Kedalaman target dapat ditentukan berdasarkan peta struktur atau penampang

seismik 2D sebelumnya dan litologi batuan dari data sumur. Kedalaman target

meliputi kedalaman terdangkal dan terdalam dari target survei (gambar III.11).

Gambar III.11 Kedalaman targeta-b adalah formasi target primer danb-c : formasi target sekunder

a

b

c

target terdangkal

target terdalam

surface

32

Page 14: Desain 3D a

Berdasarkan faktor spekulasi kedalaman target dibagi menjadi dua jenis

(gambar III.11), yaitu : kedalaman primer adalah kedalaman dari zona target yang

utama dan kedalaman sekunder adalah kedalaman dari kemungkinan adanya zona

target yang lebih dalam.

3. Luasan target

Luasan target merupakan luas dari zona target di bawah permukaan yang

membutuhkan penggambaran seismik 3D. Informasi mengenai luas daerah target

merupakan input awal dalam mendesain luas daerah survei di permukaan. Desain

geometri yang efektif sangat ditentukan oleh informasi mengenai luas target yang

akan diselidiki karena hal ini berhubungan dengan interval line yang akan dibuat

dalam survei tersebut. Selain itu informasi luas target juga digunakan untuk

menentukan pengambilan arah bentangan dari lintasan pengukuran (in-line dan

cross-line) yang ekonomis.

Penentuan luasan target dapat ditentukan berdasarkan garis batas minyak

maksimum atau dari garis batas minyak dan air serta dari pola-pola patahan pada

penampang seismik 2D sebelumnya. Secara praktis dan ekonomis dapat dilakukan

perhitungan luasan target secara langsung (gambar III.12) dari peta struktur zona

target yang telah dibuat berdasarkan hasil survei seismik 2D.

Gambar III.12 Ilustrasi luasan target dari peta struktur

33

Page 15: Desain 3D a

4. Kemiringan (dip)

Kemiringan yang dimaksud adalah kemiringan maksimum dari bidang target

secara geologi pada arah in-line dan cross-line. Di dalam desain lapangan survei

seismik 3D, kemiringan bidang target berhubungan langsung dengan perencanaan

luas daerah survei yang akan dilakukan. Selain itu juga menentukan distribusi

offset dan azimuth antara source dengan receiver, karena pada umumnya lintasan

penerima eksplorasi seismik cenderung pada arah yang tegak lurus dengan strike

dari reflektor miring.

Teknik penentuan kemiringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Peta

struktur dan dilakukan langsung dari penampang seismik. Metode time structure

dapat dibuat berdasarkan data waktu tempuh gelombang pada target. Pada setiap

kedalaman dari target dibuat peta “isotime” yang kemudian diinterpretasikan pada

dua titik kedalaman yang berbeda. Sedangkan penentuan kemiringan bidang target

berdasarkan penampang seismik pada prinsipnya memiliki kesamaan yaitu dengan

menghitung selisih waktunya.

5. Frekuensi

Frekuensi merupakan salah satu parameter terpenting sebagai input awal

dalam penentuan parameter lapangan survei seismik. Frekuensi tersebut adalah

frekuensi maksimum yang dikandung oleh gelombang seismik yang diperoleh di

lapangan. Nilai frekuensi maksimum diperoleh dari data seismik 2D sebelumnya

dengan cara mengukur jarak dari puncak ke puncak gelombang di sekitar horison.

Frekuensi maksimum ini merupakan frekuensi yang bebas dari efek aliasing

baik akibat dari perubahan offset, kedalaman maupun kemiringan bidang target.

34

Page 16: Desain 3D a

Penentuan frekuensi maksimum sangat berguna untuk mendesain jarak atau spasi

trace yang optimal, yaitu suatu jarak dimana selisih waktu tiba gelombang pada

receiver terdekat dan terjauh optimal. Faktor penyebab dari selisih waktu ini

adalah kemiringan bidang reflektor dan variasi topografi di permukaan.

6. Kecepatan gelombang

Kecepatan yang dipakai dalam perhitungan desain parameter lapangan survei

seismik bisa berupa kecepatan interval atau kecepatan RMS (Root Mean Square).

Kecepatan interval dapat ditentukan dari survei check shot berdasarkan interval

kedalaman, sehingga kecepatan interval merupakan kecepatan gelombang yang

sebenarnya dari lapisan batuan di daerah penelitian atau juga dapat ditentukan dari

penampang seismik 2D sebelumnya. Sedangkan kecepatan RMS bisa diperoleh

dari seismik 2D saat melakukan analisis kecepatan sehingga diperoleh kecepatan

pada masing-masing formasi sekaligus target survei.

Kecepatan gelombang tersebut menunjukkan nilai kecepatan lapisan batuan

diatas zona target. Informasi kecepatan gelombang ini berguna untuk perhitungan

parameter selanjutnya, seperti : spatial sampling, tingkap migrasi maupun dalam

perhitungan dip dari peta struktur.

III.4.2 Parameter lapangan

Parameter lapangan adalah parameter yang dihitung berdasarkan hasil test

parameter lapangan, perumusan matematis dan parameter target yang ditentukan

sebelumnya. Dalam penelitian ini, parameter lapangan dikategorikan menjadi 4

bagian utama, yaitu :

35

Page 17: Desain 3D a

III.4.2.1 Parameter geometri

Parameter geometri meliputi fold coverage, ukuran bin, Xmin, Xmax, tingkap

migrasi, fold taper dan geometri bentangan.

1. Fold coverage (liputan)

Fold coverage dalam seismik 3D memiliki pengertian yang sama dengan fold

coverage pada seismik 2D, yaitu jumlah penembakan yang berulang pada satu

titik yang sama dengan sumber yang berbeda atau banyaknya midpoint setiap bin.

Kegunaan dari fold coverage untuk menaikkan signal to noise ratio dan meredam

noise random serta filtering. Besarnya sinyal dilipatkan sejumlah fold kali dan

noise (random) akan diredam akar dua fold kali.

Fold ini merupakan parameter awal yang harus ditentukan, karena parameter

ini sangat penting dalam desain geometri penembakan dan juga dalam penentuan

biaya yang efisien. Pada gambar III.13 menunjukkan grafik kesebandingan antara

fold dengan S/N. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setiap peningkatan fold

sebanyak 2 kali diperoleh kenaikan S/N 41 % atau dua kali S/N akan memperoleh

4 kali fold dengan asumsi noise bersifat Gaussian.

Gambar III.13 Hubungan fold dengan S/N(Cordsen dan Pierce, 1995)

36

Page 18: Desain 3D a

Secara umum penentuan jumlah fold dalam survei seismik 3D sebenarnya

tidak menggunakan perumusan matematika yang akurat tetapi hanya berdasarkan

pada fold survei seismik 2D sebelumnya. Biasanya nilai fold 3D adalah ½ dari

fold 2D atau dilebihkan sampai dengan fold 2D jika memiliki S/N yang tinggi.

Beberapa pendapat mengatakan untuk data dengan S/N tinggi biasanya nilai fold

3D yang diinginkan adalah dari nilai fold 2D.

Cara apapun yang dipakai untuk menghitung fold 3D harus mengacu kepada

fakta bahwa satu titik tembak akan membuat beberapa midpoint dimana terdapat

titik perekaman. Jika semua offset berada pada jangkauan yang diperbolehkan,

maka nilai dari fold dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

(3.6)

dengan NS adalah jumlah titik tembak per luasan, NC adalah jumlah channel, b

adalah dimensi bin (persegi) dan U adalah unit faktor (10-6 untuk satuan m/km2)

Seismik 3D mempunyai nilai fold yang berbeda pada sisi-sisinya. Penentuan

nilai fold seismik 3D dilakukan dalam 2 arah, yaitu : in-line dan cross-line. Fold

dalam arah in-line dapat dihitung dengan persamaan (3.7), sedangkan fold dalam

arah cross-line dihitung dengan menggunakan persamaan (3.8). Gambar III.14

menunjukkan pembentukan liputan bawah permukaan.

(3.7)

dengan NCr adalah jumlah channel dalam arah in-line, RI adalah jarak antar group

receiver dan SLI adalah jarak antar lintasan titik tembak.

(3.8)

37

Page 19: Desain 3D a

dengan NRL adalah jumlah lintasan receiver dalam satu template atau satu kali

dilakukan penembakan.

Jumlah fold total dari survei seismik 3D dapat dihitung dengan menggunakan

persaman (3.9) yang merupakan perkalian antara foldinline dengan foldcrossline.

Perkalian dari keduanya tidak akan melebihi dari jumlah fold total.

(3.9)

Gambar III.14 Pembentukan liputan (Stone, 1994, hal.56)

Beberapa area akan memberikan nilai batas bawah dan lainnya memberikan

nilai batas atas untuk mendapatkan rata-rata dari nilai fold bukan bilangan cacah

tersebut. Jika dari hasil didapatkan nilai bukan bilangan cacah, maka akan terdapat

penumpukan nilai fold.

2. Ukuran bin

Salah satu teknik coverage yang digunakan untuk mendapatkan informasi

bawah permukaan berbentuk volumetrik adalah dengan membuat sample-sample

kecil pada setiap bagian dari target yang diinginkan. Sample-sample kecil dalam

38

Page 20: Desain 3D a

seismik 3D tersebut disebut “bin”, umumnya digunakan istilah “bin size” untuk

menyatakan ukuran besar dari nilai bin tersebut. Jumlah total dari setiap bin size

merupakan luas total dari seluruh target yang diinginkan.

Ukuran serta interval bin sangat diperlukan dalam desain survei seismik 3D.

Penentuan ukuran bin berdasarkan spasi cuplik, yaitu jarak maksimum antara dua

jejak seismik yang berturutan pada penampang seismik yang telah distack (zero

offset). Ukuran bin dan besarnya nilai fold akan saling mempengaruhi karena fold

merupakan fungsi kuadratik dari sisi bin (gambar III.15) selain itu ukuran bin

akan mempengaruhi nilai S/N.

Gambar III.15 Hubungan fold dengan bin size(Cordsen dan Pierce, 1995)

Bin adalah suatu luasan dimana beberapa CMP yang dihasilkan digabung

menjadi satu CMP gather. Bentuk bin pada umumnya berupa persegi, namun jika

diinginkan pada salah satu arah sisi bin maka geometrinya dapat diperpanjang

menuju arah tersebut. Penentuan ukuran bin ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu

ukuran target, frekuensi maksimum agar tidak terjadi aliasing serta resolusi

39

Page 21: Desain 3D a

horisontal yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman, ukuran bin ini diperoleh

dengan membagi ukuran target dengan tiga. Ukuran target ini ditentukan cukup

dengan 2-3 trace, untuk menggambarkan target yang berukuran kecil dalam

seismik 3-D. Untuk menentukan ukuran bin supaya tidak terjadi aliasing frekuensi

tergantung pada kemiringan target, kecepatan RMS dan frekuensi maksimum atau

sampling rate. Persamaan untuk menentukan ukuran bin tersebut adalah :

(3.10)

dengan b adalah ukuran bin, vrms adalah kecepatan RMS formasi batuan diatas

target survei, fmax adalah frekuensi maksimum gelombang yang dipantulkan zona

target dan adalah sudut kemiringan tercuram dari bidang target.

Parameter vrms dan fmax merupakan fungsi kedalaman. Perhitungan kecepatan

tetap dan jejak sinar yang lurus (raypath) menggunakan pendekatan yang lebih

realistik dengan mengasumsikan sebagai fungsi linear v(z).

3. Xmin (offset minimum terbesar)

Offset minimum terbesar adalah panjang diagonal dari suatu luasan survei

(box/kotak) yang dibatasi 2 lintasan source dan 2 receiver. Xmin digunakan untuk

menentukan kedalaman terdangkal dari target survei.

Penentuan nilai Xmin pada geometri lapangan dengan box berupa persegi

empat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan phytagoras. Secara umum

persamaan yang digunakan dalam penentuan Xmin dari setiap geometri lapangan

tersebut adalah :

(3.11)

40

Page 22: Desain 3D a

dengan SLI adalah jarak antar lintasan source atau titik tembak dan SLI adalah

jarak antar lintasan receiver atau penerima.

Secara mudah nilai Xmin ini dihitung dengan mengalikan kedalaman yang

diinginkan dengan suatu konstanta 1 sampai dengan 1,2 (Cordsen dan Pirce,

1995). Pada prinsipnya peletakan receiver dengan offset sedekat-dekatnya akan

menghasilkan data lebih baik khususnya pada intercept time dari kurva travel

time. Semakin jelas intercept time maka proses NMO akan semakin baik karena

pengambilan harga Δt akan terdeskripsi dengan jelas dan akurat.

4. Xmax (offset maksimum)

Offset maksimum merupakan jarak terjauh antara source dengan receiver.

Penentuan offset maksimum bergantung pada kedalaman reflektor terdalam pada

daerah survei dengan mempertimbangkan NMO serta kemiringannya. Apabila

kedalaman terget maksimum adalah d meter maka offset maksimum haruslah ≥ d

meter (gambar III.16). Hal tersebut karena pada umumya jarak offset maksimum

adalah sama atau mendekati sama dengan kedalaman maksimum dari jangkauan

raypath seismik dari permukaan.

Gambar III.16 Hubungan antara offsetdengan kedalaman target

41

x = d

d = kedalaman

RS

Page 23: Desain 3D a

Nilai Xmax dapat diubah dengan menggeser lokasi titik tembak. Faktor lain

dalam penentuan Xmax adalah ketersediaan kabel terpanjang dari kontraktor.

Dengan asumsi bahwa template/patch yang digunakan berbentuk persegi empat

dan titik tembak berada di tengah-tengah (gambar III.17) maka persamaan yang

digunakan untuk menentukan Xmax adalah :

(3.12)

dengan RLLi adalah dimensi in-line dan SLLx adalah dimensi x-line.

Gambar III.17 Diagonal Xmax

5. Tingkap migrasi

Tingkap migrasi adalah besar luasan yang ditambahkan pada area survei yang

dibutuhkan untuk mengetahui target dengan luasan dan kemiringan tertentu serta

mencakup zona difraksi. Semakin banyak difraksi sinar gelombang yang terekam

(difraksi masih memperjelas titik-titik reflektor) akan semakin baik pada proses

migrasi, karena titik reflektor akan diperjelas oleh ekor-ekor difraksi tersebut.

42

Patch

SourcePoint

Xmax

Page 24: Desain 3D a

Sebelum dilakukan proses migrasi pengolahan data seismik berasumsi bahwa

gelombang seismik pantul berasal dari reflektor horisontal. Pada kenyataannya

rekaman seismik berasal dari gelombang yang dipantulkan oleh lapisan dengan

berbagai sudut kemiringan. Akibatnya reflektor yang digambarkan tidak berada

pada posisi sebenarnya. Untuk menempatkan posisi reflektor ke posisi sebenarnya

maka dilakukan proses migrasi.

Proses pemindahan reflektor ke posisi yang sebenarnya dalam proses migrasi

memerlukan lintasan penerima di permukaan yang lebih panjang melebihi batas

tepi reflektor di bawah permukaan. Gambar III.18 menunjukkan panjang lintasan

penerima yang dibutuhkan untuk mengembalikan posisi reflektor sebenarnya.

Gambar III.18 Tingkap migrasi

Untuk menggambarkan batas tepi titik D pemantul miring di kedalaman, penerima

harus ditempatkan di titik permukaan B. Jika penerima ditempatkan di titik A,

maka yang tergambarkan adalah posisi bawah permukaan titik C. Tambahan

panjang lintasan penerima di permukaan dari titik A ke titik B (Xm) disebut

tingkap migrasi. Besarnya nilai tingkap migrasi ini tergantung pada kedalaman

dan kemiringan target. Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut :

(3.13)

α

αd

XmA B

DDC

A

43

Page 25: Desain 3D a

dengan Xm adalah tingkap migrasi, h adalah kedalaman dan adalah sudut

kemiringan reflektor.

6. Fold taper

Pada prinsipnya zona target dan zona tingkap migrasi seharusnya memiliki

distribusi fold yang tinggi, sedangkan zona di luar daerah tersebut memilki fold

yang lebih rendah. Zona-zona yang memiliki fold rendah dalam survei seismik 3D

tidak diperhitungkan dalam desain.

Berdasarkan analisis jumlah fold maka perluasan area survei tingkap migrasi

tidak akan menghasilkan distribusi fold yang diinginkan karena batas paling luar

dari area yang telah didesain hanya menerima satu raypath seismik saat dilakukan

penembakan yang berarti bahwa batas terluar hanya memiliki satu fold coverage.

Supaya batas paling luar area tingkap migrasi menerima full fold coverage, maka

desain survei harus dibuat sedemikian rupa supaya raypath yang jatuh pada batas

terluar area dapat memberikan distribusi fold maksimum.

Menurut Cordsen dan Pirce (1995) besarnya nilai fold taper mendekati 20 %

dari kedalaman target terdalam dengan asumsi bahwa lapisan bawah permukaan

adalah datar. Secara matematis, nilai dari fold taper dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan (3.14), yakni :

(3.14)

dengan FT adalah fold taper, d adalah kedalaman terdalam dari target dan 0,2

adalah faktor pengali.

Sebagai contoh jika full fold in-line sebesar 600% terjadi pada waktu shooting

ke-tiga dilakukan, baik di awal maupun di akhir lintasan, maka desain jumlah shot

44

Page 26: Desain 3D a

point harus ditambah dua di awal dan di ujung lintasan. Apabila dalam arah in-

line memiliki interval line a meter, maka penambahan panjang lintasan receiver

adalah 3a meter pada setiap ujung (gambar III.19). Penambahan a meter di kedua

ujung lintasan receiver dilakukan untuk mendapatkan full fold pada shot ketiga.

Gambar III.19 Penambahan area pada arah in-line

7. Geometri bentangan

Penentuan geometri bentangan dalam desain survei seismik 3D berdasarkan

target, parameter lapangan dan jumlah alat-alat yang tersedia. Geometri bentangan

meliputi perhitungan jumlah sumber (shot point), jarak antar lintasan source, dan

jarak antar lintasan receiver. Gambar III.20 menunjukkan gambaran perhitungan

paramater geometri bentangan dalam suatu template/patch.

1. Jumlah source / shot

point

Penentuan jumlah source tiap km2 dapat dihitung menggunakan persamaan

(3.15), sehingga persamaannya menjadi :

(3.15)

dengan NS adalah jumlah source per luasan, NC adalah jumlah channel

yang tersedia, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit

faktor (10-6 untuk satuan m/km2).

45

in-line

Full FoldFull Fold

a m a m a m a m a m a m

Page 27: Desain 3D a

2. Jarak antar lintasan

source

Perhitungan jarak antar lintasan source adalah jumlah source tiap 1 km

lintasan dibagi dengan jumlah source setiap 1 km2. Jadi, persamaan untuk

menentukan jarak antar lintasan source adalah :

(3.16)

dengan SLI adalah Jarak antar lintasan source, NS adalah jumlah source per

luasan, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit faktor

(10-6 untuk satuan m/km2).

3. Jarak antar lintasan

receiver

Persamaan untuk menentukan jarak antar lintasan receiver adalah :

(3.17)

dengan RLI adalah Jarak antar lintasan receiver, A adalah aspect ratio, Xr

adalah ½ dari panjang patch pada arah in-line, NC adalah jumlah channel

yang tersedia, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit

faktor (10-6 untuk satuan m/km2).

46

Page 28: Desain 3D a

Gambar III.20 Geometri bentangan dalam satu patchIII.4.2.2 Parameter perekaman

Parameter perekaman dalam desain survei seismik meliputi penentuan durasi

perekaman, waktu cuplik dan filter high-cut/low-cut.

1. Durasi perekaman

Durasi perekaman adalah lamanya penerima merekam gelombang seismik

setiap penembakan. Penentuan lama perekaman berdasarkan kedalaman terdalam

dari target survei yang terlihat pada penampang seismik. Berdasarkan eksperimen

(Liner, 1999), durasi perekaman dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

(3.18)

Dengan tmax adalah durasi perekaman, v adalah kecepatan rata-rata, x adalah offset

maksimum, d adalah kedalaman terdalam target dan konstanta pengali 1,4. Jika

menurut aturan, offset maksimum adalah x d maka persamaan (3.16) menjadi :

(3.19)

2. Waktu cuplik

Waktu cuplik adalah interval waktu maksimum antara dua pencuplikan data

yang berurutan dalam perekaman gelombang seismik untuk menghindari aliasing.

RLIXr

A × 2.Xr

NC per line =

NC =

Xline dimension :

RLI =

NRL = jumlah lintasan receiverRL = lintasan receiver

47

Page 29: Desain 3D a

Syarat yang harus dipenuhi supaya tidak terjadi aliasing saat merekam sinyal

seismik maka frekuensi maksimum dari gelombang harus kurang dari atau sama

dengan ½ dari frekuensi nyquist. Secara matematis dapat dituliskan sebagai :

(3.20)

dengan fmax adalah frekuensi maksimum dan

(3.21)

dengan Δt adalah waktu cuplik.

Jadi, berdasarkan persamaan (3.17) dan (3.18) waktu cuplik yang diperlukan

saat merekam sinyal adalah :

(3.22)

3. Filter high-cut/low-cut

Low-cut filter dan high-cut filter adalah filter rendah dan tinggi yang terdapat

pada instrumen perekaman atau processing. Filter high-cut dipasang untuk anti

alias filter sesuai dengan sample rate (dihitung berdasarkan besarnya frekuensi

nyquist). Sedangkan untuk filter low-cut dipasang bila noise terlalu besar dan sulit

dihilangkan dalam processing maupun dengan sistem array. Pada geophone juga

memiliki sistem filter low-cut di dalamnya dengan fungsi yang sama dengan filter

pada instrumen perekaman.

III.4.2.3 Parameter source

48

Page 30: Desain 3D a

Sumber getaran gelombang pada survei seismik darat biasanya menggunakan

dinamit atau vibroseis dan menggunakan air gun pada survei seismik laut. Sumber

getaran parameter penting terhadap kualitas data setelah direkam.

Parameter source pada survei seismik darat antara lain : muatan sumber,

kedalaman sumber dan orientasi lintasan dari source.

1. Muatan sumber

Muatan sumber adalah jumlah bahan peledak (dinamit) yang dipergunakan

saat survei. Ukuran dari dinamit yang digunakan ditentukan oleh beberapa faktor,

yaitu : target kedalaman, resolusi vertikal, noise dan dipilih jumlah muatan yang

paling kecil, paling ekonomis tanpa mengorbankan sasaran survei.

Semakin dalam target kedalaman, semakin besar dinamit yang digunakan dan

sebaliknya. Resolusi vertikal dikontrol frekuensi, semakin besar muatan dinamit

maka semakin rendah frekuensi signal yang ditimbulkan begitu pula sebaliknya.

Semakin besar muatan dinamit yang digunakan semakin besar noise ground roll

yang akan dihasilkan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka besarnya muatan

harus didesain sedemikian rupa supaya hasilnya optimal.

Penentuan besar muatan dinamit dilakukan dengan cara charge test, meliputi :

penetrasi cukup dalam, frekuensi cukup tinggi, noise yang rendah dan energi yang

cukup untuk pertimbangan far offset.

2. Kedalaman sumber

49

Page 31: Desain 3D a

Penentuan kedalaman lubang bor dilakukan dengan test depth. Kedalaman

sumber biasanya bergantung dari ketebalan lapisan lapuk serta jenis batuan yang

ada di bawahnya (gambar III.21).

Kedalaman dipilih yang paling dangkal dengan biaya paling murah tetapi

memenuhi kriteria, antara lain :

1) Kualitas refleksi tinggi, kedalaman dinamit mempengaruhi koreksi statik

sehingga bila mengukurnya tidak benar dan penempatan dinamit tidak selalu

di bawah weathering zone maka mutu refleksi akan jelek.

2) Frekuensi tinggi, jika dinamit yang ditanam dibawah weathering zone maka

frekuensi yang dihasilkan selalu tinggi sehingga resolusi vertikal juga tinggi

begitu pula sebaliknya.

Gambar III.21 Posisi kedalaman sumberdi bawah lapisan lapuk

3. Orientasi lintasan source

Orientasi lintasan source merupakan arah lintasan source (sumber) terhadap

lintasan receiver (penerima). Pada umumnya lintasan source tegak lurus dengan

lintasan receiver karena pelaksanaan di lapangan lebih mudah dilakukan. Tetapi

50

weathering zone

Fresh RockBatuan Segar

Page 32: Desain 3D a

untuk keperluan tertentu lintasan source dibuat tidak tegak lurus dengan lintasan

receiver (slanted source line).

III.4.2.4 Parameter receiver

Pada survei seismik darat alat yang digunakan untuk merekam sinyal seismik

dari sumber adalah geophone. Parameter receiver yang dipakai dalam desain

survei seismik darat, meliputi : jumlah geophone per group, spasi antar group

geophone dan orientasi lintasan receiver di lapangan.

1. Jumlah geophone per group

Dalam perekaman data seismik di lapangan menggunakan beberapa geophone

dalam setiap tracenya atau disebut dengan group geophone. Penentuan jumlah

geophone dalam setiap trace berdasarkan test parameter sebelum survei. Selain itu

juga ditentukan konfigurasi dari sejumlah geophone tersebut.

2. Spasi antar group geophone (group interval)

Group interval merupakan jarak antar group geophone. Penentuan jarak ini

mempengaruhi resolusi horisontal dari interval CMP. Interval dari CMP adalah

setengah dari group interval. Pada perlapisan miring diusahakan supaya interval

antar group semakin kecil untuk memperapat CMP.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan group interval adalah :

(3.23)

dengan RI adalah group interval dan b adalah ukuran bin.

3. Orientasi lintasan receiver

51

Page 33: Desain 3D a

Orientasi lintasan receiver merupakan arah lintasan dari penerima di lapangan

yang digunakan untuk merekam sinyal seismik. Faktor yang perlu diperhatikan

dalam penentuan lintasan receiver adalah mengenai informasi target dari struktur

yang di lapangan, hal ini berkaitan dengan nilai ekonomis survei. Biasanya arah

lintasan ditentukan tegak lurus dengan arah strike struktur dan searah dengan dip.

III.5 Geometri Perekaman

Geometri perekaman merupakan gambaran pelaksanaan survei seismik 3D di

lapangan yang dibuat berdasarkan hasil perhitungan parameter lapangan dan

simulasi dengan menggunakan bantuan perangkat lunak. Cakupan dari geometri

penembakan ini meliputi operasi swath dan pola bentangan, diagram penembakan,

desain trace swing dan jarak pembentukan jumlah liputan.

III.5.1 Operasi swath dan pola bentangan

Desain swath dan live trace merupakan alternatif solusi terhadap keterbatasan

instrumen yang ada. Pada prinsipnya apabila instrumen, tenaga kerja, biaya dan

sistem manajemen komunikasi di lapangan memungkinkan tentunya akan lebih

baik jika shooting dilakukan sekaligus dengan menghidupkan semua receiver atau

sering disebut full sampling survey.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka sistem penembakan dalam survei

seismik 3D dilakukan dengan hanya menghidupkan beberapa receiver line dan

beberapa group receiver perlintasan dalam setiap kali penembakan. Teknik ini

dalam survei seismik 3D disebut sebagai sistem “swath dan patch”. Dasar-dasar

52

Page 34: Desain 3D a

desain swath maupun patch atau live traces yaitu berdasarkan pada distribusi fold

yang ada pada arah in-line dan cross-line. Desain swath ini biasa dilakukan pada

arah cross-line. Oleh sebab itu pemetaan desain luas daerah survei seismik akan

didapatkan setelah setelah desain swath dilakukan.

Secara umum metode penembakan untuk survei seismik darat terdiri dari dua

macam, yaitu :

1. Swath, yaitu sejumlah titik penembakan dengan beberapa lintasan receiver

(geophone) disusun paralel dan lintasan SP tegak lurus. Sekuen penembakan

dikontrol dengan CDP switch.

2. Seisloop atau loop technique, yaitu sejumlah titik penembakan pada daerah

dengan sarana jalan dan transportasi terbatas atau tempat untuk posisi

receiver dan SP terbatas, seperti : perkampungan, bukit-bukit curam, kota,

instalasi listrik, dll. Teknik loop mempunyai kelemahan bahwa fold dan

offset tidak merata (uniform). Teknik loop biasa digunakan untuk regional

atau sasaran dimana tidak dituntut resolusi tinggi dan bukan untuk sasaran

stratigrafi dan struktur komplek.

Operasi swath merupakan suatu teknik perekaman seismik 3D standar di

lapangan dengan menggunakan dua atau lebih lintasan penerima yang sejajar.

Lintasan sumber energi yang tegak lurus atau miring terhadap lintasan penerima,

bergerak dengan arah sejajar lintasan penerima dari awal sampai akhir lintasan

penerima (satu swath).

Pemilihan teknik operasi swath harus mempertimbangkan pada target struktur

geologi bawah permukaan serta ketersediaan peralatan yang dimiliki untuk survei.

53

Page 35: Desain 3D a

Operasi swath in-line cocok untuk struktur berupa patahan, sementara operasi

swath cross-line biasanya dipakai untuk struktur berupa kubah atau cekungan.

Ditinjau dari segi pendanaannya, maka teknik swath in-line lebih murah bila

dibandingkan swath cross-line.

Tipe bentangan swath dapat ditetapkan menggunakan lebih dari 2 lintasan

penerima dengan split spread simetri ataupun asimetri. Untuk overlapping swath

sebaiknya diatas ≥ 50 % supaya informasi data yang diperoleh lebih detil.

III.5.2 Diagram penembakan

Diagram penembakan adalah gambaran geometri utama meliputi penyebaran

lintasan penerima dan lintasan penembakan beserta posisi titik tembak dan titik

penerima. Diagram penembakan dapat dibuat berdasarkan jenis bentangan operasi

swath dengan bantuan perangkat lunak.

Strategi penembakan pada survei seismik darat mempunyai keuntungan yaitu

beberapa crew dapat melakukan dua penembakan secara berurutan menggunakan

dinamit atau sering disebut tandem shooting.

Perpindahan patch sangat penting untuk meminimalisasi jumlah posisi patch

dalam survei seismik 3D. Pergerakan patch memerlukan waktu, khususnya ketika

jumlah channel yang tersedia dengan crew terbatas. Patch bergerak secara normal

memenuhi melalui penggunaan dari tombol roll sepanjang dalam truk recording.

Persamaan untuk menghitung jumlah perpindahan patch (roll patch) dalam

arah in-line adalah

54

Page 36: Desain 3D a

in-line roll = (ukuran in-line survei - ukuran in-line patch) / SLI (3.24)

dan dalam arah x-line persamaannya adalah

x-line roll = (ukuran x-line survei - ukuran x-line patch) / SLI (3.25)

dengan asumsi bahwa titik source hanya melebihi satu interval lintasan receiver

pada bagian tengah dari patch dan posisi awal patch seluruhnya berada dalam area

survei 3D. Jumlah total roll secara sederhana merupakan perkalian dari keduanya

Jumlah total roll = in-line roll × x-line roll (3.26)

III.5.3 Desain trace swing

Trace swing adalah satu teknik effisiensi dalam survei seismik refleksi.

Pengertian trace swing ini adalah pemindahan trace di lapangan ke poisisi trace

berikutnya. Teknik ini biasanya dilakukan karena keterbatasan jumlah geophone

yang dipakai di lapangan, dengan demikian dapat menghemat jumlah geophone

yang digunakan saat perekaman.

Dalam eksplorasi dengan metode seismik 3D, trace swing dilakukan dalam

multi lintasan sesuai dengan swath yang diperlukan. Kriteria perancangan trace

swing berdasarkan pada jumlah fold dan split spread dari raypath. Bila suatu

penembakan sudah berada pada posisi full spread maka untuk penembakan

selanjutnya trace no-1 akan off dan dengan demikian trace tersebut dipindah ke

nomor titik terdepan/selanjutnya.

III.5.4 Jarak pembentukan jumlah liputan

55

Page 37: Desain 3D a

Jarak pembentukan jumlah liputan adalah jarak yang menyatakan seberapa

jauh akan diperoleh jumlah liputan yang diinginkan pada suatu lintasan penerima.

Jarak pembentukan liputan diukur pada arah in-line dan cross-line berdasarkan

jarak yang ditentukan pada tipe bentangan operasi swath.

Pembentukan liputan dilakukan dengan cara memindahkan lintasan receiver

sepanjang patch atau sama dengan spasi lintasan source sampai semua area survei

selesai dilakukan penembakan dan perekaman satu persatu. Dalam penerapannya

desain ini membutuhkan banyak bentangan kabel serta peralatan dan receiver

dengan banyak channel. Setiap line swath sama dengan satu bentangan 2D.

III.6 Distribusi Attribut Bin

Pembuatan desain survei seismik belum lengkap jika analisis attribut dalam

setiap bin belum dilakukan. Maksud attribut dalam desain survei seismik adalah

informasi yang dikandung dalam setiap bin setelah dilakukan penembakan dan

perekaman. Attribut hanya bisa dianalisis lebih detil dengan bantuan perangkat

lunak komputer. Rintangan di lapangan berefek pada desain geometri utama dan

tidak bisa ditafsirkan dengan tangan atau pengamatan secara visual dan sebaiknya

dibuat sebelum dilakukan analisis. Standar attribut yang dianalisis dalam setiap

bin pada desain survei seismik 3D, yaitu :

1. Depth point coverage,

yaitu liputan bawah permukaan titik kedalaman yang ingin dicapai dalam

survei berupa geometri midpoint dalam bin.

56

Page 38: Desain 3D a

2. Distribusi fold, yaitu

sebaran dari jumlah trace pada area survei dengan titik kedalaman yang

berada dalam setiap bin.

3. Distribusi offset,

sebaran jarak antara source dan receiver dalam setiap bin pada area survei.

4. Distribusi azimuth,

sebaran arah source ke receiver untuk trace dalam setiap bin pada area

survei.

5. Biaya, merupakan

attribut yang dapat diperkirakan dengan statistik desain survei seperti

jumlah total station dan channel.

Dengan adanya ribuan bin dalam area survei, tampilan attribut memerlukan

tampilan warna supaya bisa dilihat dengan mudah. Tampilan warna dari attribut

juga menyediakan kombinasi attribut seperti azimuth dan offset.

III.6.1 Distribusi fold coverage

Analisis utama pada desain survei seismik 3D dilakukan terhadap distribusi

fold pada seluruh area survei, khususnya pada zona target. Jika terdapat lintasan

pengukuran mengalami rintangan sehingga daerah tersebut tidak bisa dilakukan

penembakan dapat mengakibatkan penurunan jumlah fold. Dengan melakukan

pemetaan distribusi fold bisa dilakukan analisis penurunan fold dan desain ulang

sistem penembakan pada daerah yang mengalami rintangan.

57

Page 39: Desain 3D a

Prinsip perhitungan untuk membuat peta distribusi fold yaitu dengan cara

mengalikan in-line fold dengan cross-line fold dalam setiap bin pengukuran. Hasil

pemetaan distribusi fold dari seluruh area survei akan memiliki distribusi fold

coverage yang maksimum pada area target survei di dalam batas tingkap migrasi,

sedangkan bagian tepi area survei memiliki distribusi fold yang minimum.

Fold minimum dari setiap bin biasanya dijadikan sebagai bagian dari desain

survei. Nilai dari fold coverage akan semakin meningkat dengan cara mengurangi

interval source dan menambah receiver station ke layout.

III.6.2 Distribusi offset

Pada setiap bin biasanya berisi midpoint dari banyak pasangan source dan

receiver. Setiap kontribusi trace dalam bin memiliki offset yaitu jarak dari source

ke receiver. Pertimbangan dari attribut distribusi offset tersebut sangat penting

dalam survei seismik 3D.

Distribusi offset dalam stacking bin sangat dipengaruhi oleh fold. Nilai fold

yang rendah akan menyebabkan distribusi offset yang sangat rendah sedangkan

peningkatan nilai fold dapat meningkatkan distribusi offset. Distribusi offset dalam

desain survei seismik 3D dapat dikatakan baik apabila memiliki keseragaman dari

offset terdekat sampai offset terjauh dalam setiap bin pada seluruh area survei.

Hasil distribusi offset yang semakin rata (seragam) akan semakin baik digunakan

dalam perhitungan kecepatan untuk koreksi NMO dan memperoleh respon

stacking yang baik. Campuran dari offset yang jelek dapat mengakibatkan aliasing

58

Page 40: Desain 3D a

dari efek dipping signal, source noise atau even primer pada sejumlah kesalahan

analisis kecepatan.

III.6.3 Distribusi azimuth

Azimuth merupakan arah raypath dari source ke receiver dalam setiap bin

pada seluruh area survei seismik berupa sudut. Distribusi azimuth dalam stacking

bin sangat dipengaruhi oleh fold sama seperti distribusi offset. Jika aspect ratio

dari patch kurang dari 0,5 dapat menyebabkan distribusi azimuth tidak bagus.

Campuran dari azimuth yang kurang bagus biasanya mengindikasikan adanya

ketidakmampuan mendeteksi dependent variations yang muncul akibat dari dip

dan atau anisotropy. Peningkatan aspect ratio antara 0,6 sampai dengan 1,0 dapat

memecahkan masalah tersebut. Distribusi azimuth yang bagus dapat memberikan

informasi dari semua sudut sekeliling stacking bin termasuk dalam stack. Bin

dengan distribusi azimuth bagus pada area survei akan sangat berguna dalam

melakukan analisis kecepatan azimuth pada daerah dengan struktur yang komplek,

sedangkan untuk lapisan target yang relatif datar analisis kecepatan azimuth tidak

begitu berpengaruh.

III.7 Geometri Template / Patch

Perekaman dalam akusisi seismik 3D tidak dilakukan dengan cara memasang

receiver dan kabel pada seluruh area survei karena keterbatasan peralatan. Oleh

sebab itu penembakan atau perekaman dilakukan menggunakan beberapa lintasan

receiver dan source. Geometri dari lintasan receiver dan source tersebut disebut

59

Page 41: Desain 3D a

template / patch. Jenis template yang sering digunakan dalam akusisi di lapangan

antara lain narrow geometry dan wide geometry.

Survei narrow geometry memiliki distribusi offset linear dengan aspect ratio

kurang dari 0,5. Sedangkan survei wide geometry mempunyai distribusi offset non

linear dengan aspect ratio 0,6 sampai dengan 1,0. Patch narrow geometry lebih

bagus digunakan untuk analisis AVO, DMO dan keberadaan variasi lateral yang

signifikan (Lansley, 1994). Sedangkan untuk patch wide geometry lebih bagus

digunakan untuk analisis kecepatan, atenuasi multipel, solusi static dan banyak

lagi keseragaman arah sampling dari sub surface.

Penentuan patch yang digunakan di lapangan sebaiknya menggunakan patch

wide geometry mengikuti aturan 85 % karena dapat memberikan penggambaran

dari target survei dengan lebih luas dan jelas. Hal ini berkaitan dengan nilai aspect

ratio dan penentuan dari offset maksimum Xmax.

Aturan 85 % merupakan suatu cara sederhana untuk mengoptimasi area dari

perekaman trace yang bisa dipakai dan jumlah channel diperlukan. Pada dasarnya

aturan 85 % dibuat berdasarkan aspect ratio seperti pada survei wide geometry.

Gambar III.22 menunjukkan ilustrasi aturan 85 %.

Langkah-langkah dalam aturan 85 % adalah :

1. Menentukan Xmax

2. Memilih offset in-line Xr menjadi 0,85 × Xmax

3. Memilih offset x-line Xs menjadi 0,85 × Xr = 0,72 × Xmax

dengan aspect ratio Xs / Xr = 85 %.

60

Page 42: Desain 3D a

Gambar III.22 Patch ideal, menggunakan aturan 85 %(Cordsen dan Pierce, 1995)

III.8 Desain Ulang Shot Point

Desain ulang shot point adalah mendesain kembali titik-titik penembakan

berdasarkan kondisi lapangan sebenarnya karena titik tembak yang telah didesain

tidak bisa diterapkan di lapangan karena mengalami rintangan seperti sungai dan

permukiman pada area survei, sehingga titik-titik tersebut tidak dapat dilakukan

pengeboran dan peledakan. Akibat skip tersebut dapat menyebabkan penurunan

jumlah fold, sehingga posisi tersebut harus didesain ulang untuk mendapatkan

jumlah fold yang diinginkan.

Desain ulang terhadap posisi receiver dan shot point dapat dilakukan dengan

dua teknik, yaitu : recovery offset dan shot point infill.

III.8.1 Pemetaan rintangan

Pemetaan rintangan dilakukan setelah checker line mendeskripsikan data-data

rintangan dengan jelas, meliputi :

61

78 %

Page 43: Desain 3D a

1. Jenis rintangan pada setiap shot point skip.

2. Jarak minimum dan maksimum antara shot point terhadap rintangan.

3. Kondisi dari lingkungan di sekitar shot point yang mengalami skip, hal ini

bertujuan untuk memperkirakan kemungkinan recovery dapat dilakukan.

Selain checker line tim drilling/preloading juga memberikan informasi offset

shot point pada tim surveying kemudian titik offset tersebut ditentukan posisinya

dan diberikan ke desainer untuk disimulasikan distribusi fold-nya.

III.8.2 Recovery Shot point

Hasil pemetaan rintangan yang telah diperoleh digunakan sebagai masukan dalam

melakukan desain. Shot point recovery biasanya dilakukan pada daerah yang skip akibat

adanya perumahan penduduk. Pada jenis rintangan seperti ini lintasan receiver masih bisa

melintasi daerah tersebut dan persoalan penurunan fold bisa diatasi dengan melakukan

recovery offset shot point dengan cara coba-coba sampai distribusi fold-nya meningkat

sesuai yang diinginkan. Saat me-recovery shot point ada 2 parameter kontrol, yaitu :

1. Distribusi fold coverage

2. Muatan sumber yang digunakan

Kontrol utama yang digunakan berdasarkan distribusi fold, hal disebabkan

geometri pengukuran seismik 3D merupakan satu kesatuan. Sehingga bila satu

shot point di recovery menyebabkan penurunan fold dan juga kenaikan fold pada

daerah tertentu yang dapat mempengaruhi saat processing data.

Faktor yang menjadi pertimbangan ketika melakukan desain recovery shot

point, antara lain :

62

Page 44: Desain 3D a

1. Jumlah fold minimum yang masih diperbolehkan bila recovery shot point

menyebabkan penurunan fold.

2. Distribusi offset dan azimuth harus merata dalam setiap bin, tidak boleh

terjadi kekosongan ataupun overlapping offset dan azimuth karena sangat

mempengaruhi dalam pelaksanaan processing data khususnya pada proses

NMO dan DMO.

3. Muatan sumber ledakan, pertimbangan ini lebih bersifat safety terhadap

lingkungan disekitar recovery shot point. Apabila satu titik tembak tidak

mungkin dilakukan recovery dilakukan penurunan ukuran muatan sumber

ledakan. Penurunan muatan sumber ditentukan berdasarkan test parameter,

meliputi kondisi geologi dan kondisi disekitar titik tembak.

4. Arah recovery shot point, hal ini juga harus diperhitungkan dalam desain

recovery shot point karena berhubungan dengan jatuhnya raypath seismik

pada bin-bin yang kita inginkan.

5. Jarak maksimum recovery shot point, penentuan jarak maksimum

recovery dilakukan untuk menghindari penurunan fold secara drastis pada

tiap bin.

III.8.3 Shot point infill

Desain shot point infill merupakan suatu teknik untuk mengatasi jumlah fold

minimum yang masih terjadi setelah dilakukan recovery shot point dengan cara

penambahan jumlah titik tembak pada lokasi yang sama. Daerah yang biasanya

63

Page 45: Desain 3D a

dilakukan shot point infill adalah lintasan sungai dimana pada daerah ini shot

point sudah maksimum dilakukan.

Shot point infill dilakukan setelah analisis offset dan azimuth pada daerah

yang memiliki nilai fold minimum karena raypath dalam survei seismik 3D terjadi

dalam semua arah. Dengan adanya analisis offset dan azimuth sebelum shot point

infill bisa diketahui arah dari shot point yang mempengaruhi bin dengan distribusi

fold minimum.

III.8.4 Sistem penembakan shot point infill

Dengan adanya shot point infill berarti terjadi penggandaan shot point dalam

suatu lokasi yang sama. Dalam survei seismik 2D dan 3D bila terjadi penembakan

pada posisi titik tembak dan receiver serta waktu penembakan yang sama maka

penembakan tersebut akan dihitung sebagai satu kali penembakan dengan jumlah

fold yang tetap.

Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan fold, maka penembakan harus

dilakukan dalam situasi berbeda. Apabila shot point infill terjadi pada swath I

maka penembakan harus dilakukan pada swath II (gambar III.23) dan sebaliknya,

begitu juga untuk infill-infill dari swath yang lainnya.

Gambar III.23 Sistem penembakan shot point infill

1 2 3 4 65

6 5 4 3 12

Swath I Infill Swath II

Infill Swath I

Swath II

64