flotasi limbah

32
Makalah MK. Teknologi Pengendalian Pencemaran Industri TEKNIK PEMISAHAN LIMBAH: FLOTASI Oleh: Ahmad Putra Akbar F34100049 Maya Zalena F34100073 Hafizah Khaerina F34100110 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: hafizah-khaerina

Post on 01-Jan-2016

450 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Teknologi Pengendalian Pencemaran Industri

TRANSCRIPT

Page 1: Flotasi Limbah

Makalah MK. Teknologi Pengendalian Pencemaran Industri

TEKNIK PEMISAHAN LIMBAH: FLOTASI

Oleh:Ahmad Putra Akbar F34100049Maya Zalena F34100073Hafizah Khaerina F34100110

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2013

Page 2: Flotasi Limbah

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha manusia untuk memanfaatkan dan menguasai sumber alam dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun usaha/aktivitas manusia tersebut memiliki sisi lain yang tidak dikehendaki, yaitu akibat samping yang negatif bagi lingkungan hidup. Gangguan yang terjadi pada sumber daya alam dan lingkungannya akan menimbulkan masalah pencemaran.

Bahan pencemar yang dihasilkan dari usaha/aktivitas manusia harus dilakukan penanganan terlebih dahulu (pengelolahan limbah). Salah satu limbah yang dihasilkan dari usaha/aktivitas manusia berupa limbah cair. Pengolahan limbah cair adalah upaya untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan dari berbagai proses produksi sebelum dibuang atau dimanfaatkan kembali. Proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat berbahaya atau beracun yang terkandung dalam limbah cair tersebut. Penanganan limbah tersebut dilakukan agar tidak membahayakan kehidupan makhluk hidup lainnya saat limbah dibuang atau dimanfaatkan kembali. 

Proses pemisahan limbah suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (suatu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari suatu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa antaranya padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pemisahan suatu campuran heterogen dapat dilakukan dengan proses pemisahan flotasi.

Flotasi dikembangkan pertama kali untuk menyisihkan partikel halus dari minyak oleh Hockley pada tahun 1892. Teknologi flotasi banyak diterapkan pada industri pertambangan untuk memisahkan material yang diinginkan. Sekarang ini kurang lebih sebanyak dua juta ton per tahun bahan tambang dihasilkan dengan menggunakan teknik flotasi. Selain digunakan pada industri pertambangan, teknik flotasi ini juga dapat diaplikasikan pada penanganan lingkungan.

Teknik flotasi dapat diterapkan untuk pengelolaan limbah yang dapat mencemari lingkungan. Teknik flotasi yang digunakan berupa mikroflotasi, berbeda dengan teknik flotasi yang digunakan pada industri pertambangan berupa makroflotasi atau menggunakan gelembung udara berdiameter besar. Mikroflotasi banyak digunakan untuk pemurnian air, pengolahan limbah industri dan domestik, dan lumpur dari reaktor (Loewenberg 1994), serta limbah minyak-air (Aurelle 1991).

Page 3: Flotasi Limbah

1.2 Tujuan

Makalah ini dibuat untuk mendeskripsikan teknik flotasi dalam mengendalikan limbah industri yang meliputi pengertian, proses/mekanisme, keuntungan, jenis-jenis, faktor yang mempengaruhi, serta contoh design dan perhitungan flotasi.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Flotasi adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan partikel padatan dari cairan. Pemisahan terjadi karena gelembung udara dimasukkan ke dalam cairan (Metcalf 1972). Flotasi adalah suatu proses dimana padatan, cairan atau zat terlarut dibawa ke permukaan larutan dengan memanfaatkan gelembung udara. Zat yang diflotasi menempel pada permukaan gelembung udara, sehingga terangkat ke permukaan larutan yang untuk selanjutnya dapat dipisahkan dari larutan (Rickard 2007). Sedangkan Newerow (1978) menyatakan flotasi adalah proses yang menjadikan bahan-bahan tersuspensi dan berbentuk koloid menjadi terapung.

Pengertian lain disampaikan oleh Siregar (2009), flotasi merupakan proses pemisahan pengapungan yang digunakan untuk memisahkan padatan dari air. Unit flotasi digunakan jika densitas partikel lebih kecil dibandingkan dengan densitas air sehingga cenderung mengapung. Oleh karena itu, dalam proses ini perlu ditambahkan gaya ke atas dengan memasukkan udara ke dalam air, flotasi antara lain digunakan dalam proses pemisahan lemak dan minyak (oil and grease removal), pemisahan padatan pada pengolahan awal dan pengolahan lanjutan, pemindahan floc setelah pengolahan kimia, dan pengentalan lumpur (sludge thickening).

Menurut Prasetijo (2013), flotasi adalah suatu proses pemisahan suatu zat dari zat lainnya pada suatu cairan atau larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari zat yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat hidrofilik tetap berada pada fasa air, sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan terikat pada gelembung udara dan akan terbawa ke permukaan larutan dan membentuk buih, sehingga dapat dipisahkan dari cairan tersebut.

Nemerow (1978) menjelaskan beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fotasi, antara lain minyak dan padatan ringan secara alami dapat dipisahkan. Proses flotasi menggunakan waktu retensi singkat. Dengan waktu retensi singkat maka akan menurunkan kebutuhan ruang (ukuran tangki) dan biaya konstruksi. Di samping itu, gangguan bau yang berasal dari limbah dapat dicegah karena adanya penambahan udara dan waktu retensi yang singkat. Udara yang diberikan dengan tekanan memungkinkan udara dapat larut dalam air (Callely 1977). Teknik koagulan yang diikuti dengan flotasi dapat menghilangkan

Page 4: Flotasi Limbah

warna mencapai 95%% pada limbah cair industri pulp dan kertas (Ackel 1998). Flotasi juga dapat menurunkan nilai COD dan BOD sekitar 40% hingga 60%. Pada kasus limbah rumah pemotongan hewan, flotasi dapat menghilangkan maksimum 70% COD, 95% padatan tersuspensi, dan 98% lemak (fat) (Lovett 1986).

2.2 Proses/Mekanisme

Proses flotasi dapat berlangsung secara spontan atau alami. Pengapungan secara alami terjadi pada minyak, pelumas, atau subsatansi lain yang lebih ringan daripada air. Komponen ini secara alami akan naik ke permukaan air dan dapat dipisahkan secara manual (Fair 1971).

Flotasi dengan penambahan udara dapat mengangkat partikel yang lebih berat dari pada air. Udara menolong pengangkatan partikel tersebut. Dapat pula ditambahkan bahan pembantu/reagen flotasi (Fair 1971). Flotasi melibatkan penangkapan partikel padat oleh gelembung gas yang selanjutnya dibawa ke permukaan. Kemudian partikel padat akan keluar dari tangki flotasi (Ives 1984).

Proses flotasi dengan memasukkan udara ke dalam air akan membuat partikel-partikel terlarut didalam air berkumpul membentuk flok-flok, sehingga menyebabkan ukuran partikel-partikel tersebut menjadi lebih besar dan mudah terangkat oleh gelembung-gelembung udara. Terjadinya flotasi merupakan hasil interaksi antara gelembung-gelembung udara dengan suatu fasa terdispersi, dimana kecepatan gaya dorong ke atas sangat tergantung pada gaya gravitasi dan dispersi. Flotasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi permukaan dari fasa terdispersi dan pemakaian bahan kimia sebagai penurun tegangan antara fasa terdispersi terhadap media air.

Untuk dapat diflotasi, maka suatu zat harus bersifat hidrofobik, sehingga dapat menempel pada gelembung udara. Zat yang bersifat hidrofilik dapat diubah menjadi hidrofobik dengan penambahan suatu senyawa yang disebut kolektor. Pada flotasi udara terlarut, ukuran diameter gelembung udara yang dihasilkan rata-rata 10 hingga 100 mikron (Metcalf & Eddy 1988).

Mekanisme kontak gelembung dengan partikel diterangkan oleh Nemerow (1978). Terdapat tiga mekanisme yang mungkin terjadi salah satu atau seluruhnya dalam proses flotasi.

a. PengepunganMekanisme ini lebih banyak terjadi pada material flok dimana gelembung udara naik ke atas dan tertangkap atau terjebak oleh struktur material flok. Dalam peristiwa ini ikatan terjadi antara gelembung udara dan partikel adalah penangkapan secara fisik. Mekanisme diperlihatkan pada Gambar 1.

Page 5: Flotasi Limbah

Gambar 1 Tertangkapnya gelembung udara yang naik ke atas permukan oleh struktur flok

b. PenyerapanPenyerapan gelembung gas ke dalam struktur flok padatan tersuspensi, sehingga membentuk suatu struktur flok yang baru. Mekanisme diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme penyerapan gelembung gas

c. PelekatanPelekatan terjadi karena daya tarik intra molekuler yang digunakan pada suatu permukaan antara dua fase yang disebut tegangan permukaan. Pelekatan antara gelembung udara dengan partikel terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme pelektan antara gelembung udara dan partikel

Sistem tiga fasa, yaitu udara-air-partikel memberikan pengaruh pada mekanisme pelekatan gelembung udara dan partikel. Pelekatan ini dapat diperkirakan dengan memperhitungkan besar sudut kontak terjadi. Sudut kontak

Page 6: Flotasi Limbah

melibatkan tegangan permukaan udara-air, tegangan permukaan air-partikel dan tegangan udara-partikel (Fair 1971).

Apabila tegangan permukaan yang terjadi antara partikel-udara sama atau kurang dari tegangan permukaan partikel-air. Hal ini berarti lapisan cairan (air) akan menghalangi kontak antara partikel dan udara, atau tidak terjadi kontak antara partikel dengan udara. Tegangan permukaan partikel-udara lebih besar daripada tegangan permukaan partikel-air menyebabkan gelembung udara menempel (kontak) pada partikel (Ives 1984).

2.3 Jenis Flotasi

Pemisahan padatan tersuspensi dalam cairan dapat dilakukan dengan bantuan gelembung udara yang dimasukan ke dalam tangki flotasi. Pada sistem flotasi terdapat tiga metode pembuatan gelembung udara, yaitu metode Dispersed Air Flotation, Vacuum Flotation, dan Dissolved Air Flotation (Ives 1984).

a. Metode Dispersed Air FlotationPemberian udara dilakukan dengan menggunakan impeler berputar.

Gelembung udara terbentuk disebabkan adanya tekanan udara yang masuk ke dalam sistem melalui impeller yang berputar (Metcalf 1972).

Ukuran gelembung udara yang dihasikan mempunyai diameter sekitar 1000 mikron atau lebih. Ukuran gelembung udara yang besar tidak efektif dalam penangkapan partikel, sehingga diperlukan komponen surface active (Ives 1984). Metode Dispersed Air Flotation biasa digunakan dalam industri metalurgi (Nemerow 1978).

b. Metode Vacuum FlotationFlotasi sistem vakuum dilakukan dengan menjenuhkan cairan dengan

udara pada tekanan atmosfir. Selanjutnya cairan dimasukan ke dalam sistem dengan penurunan tekanan. Sistem ini membutuhkan tangki tertutup yang mempertahankan keadaan vakuum. Alat tambahan lain adalah tangki aerasi yang berguna untuk menjenuhkan limbah cair (Metcalf 1972).

c. Metode Dissolved Air FlotationUdara dimasukkan ke dalam tangki dengan menggunakan pompa. Udara

masuk bersamaan dengan masuknya limbah cair. Pemasukkan udara dilakukan dengan tekanan tertentu, yang diikuti pelepasan tekanan sehingga menjadi tekanan atmosfir (Ives 1984). Gelembung udra yang terbentuk cukup halus, kira-kira 20 sampai 80 mikron (Metcalf 1972).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Flotasi

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses flotasi, antara lain:a. Tekanan

Tekanan udara yang digunakan pada sistem flotasi merupakan faktor penting karena menentukan jumlah udara yang dijenuhkan dan gelombang

Page 7: Flotasi Limbah

udara yang dibentuk. Bila tekanan dinaikan, maka kelarutan udara akan meningkat pula. Tekanan yang terlalu tinggi akan menyebabkan gelembung menjadi pecah (Anonim 1980)

Tekanan yang diberikan pada udara juga mempengaruhi ukuran gelembung. Gelembung yang terlalu besar menyebabkan permukaan yang diperlukan untuk menggabungkan gelembung udara dan partikel menjadi tidak cukup. Hal ini mempengaruhi daya apung flok. Umumnya uuran diameter gelembung sekitar 100 mikron, tetapi lebih disukai yang berukuran sekitar 50 mikron (Anonim 1980). Nemerow (1978) menjeaskan bahwa kecepatan naiknya gelembung udara ke permukaan air dipengaruhi oleh diameter gelembung udara, dapat dituliskan sebagi hukum Stoke.

V = k DKecepatan naik gelembung udara dinyatakan dalam V, sedangkan k adalah faktor konversi Stroke, meliputi seluruh faktor yang mempengaruhi naik atau turunnya gelembung seperti densitas atau viskositas cairan. Diameter gelembung dinyatakan dengan D.

b. SuhuSemakin kecil temperatur limbah cair sebagai input dalam proses

flotasi, maka kelarutan udara semakin meningkat. Kelarutan udara di dalam air dapat digambarkan pada Gambar 4 dengan asumsi faktor-faktor lainnya dianggap tetap (Nemerow 1978).

Gambar 4 Grafik pengaruh suhu terhadap kelarutan udara dalam flotasi

c. Lama retensiPenanganan limbah cair berhubugan dengan aplikasinya dengan volume

yang besar, sehingga lama retensi merupakan faktor kritis. Lama retensi yang tinggi menyebabkan proses penanganan limbah membutuhkan waktu yang lama dan kapasitas tangki yang besar. Lama reatensi tergantung kepada kecepatan gelembung udara naik ke permukaan air. Kecepatan gelembung udara naik diterangkan dengan Hukum Stoke (Nemerow 1978).

Ukuran tangki flotasi yang tinggi membutuhkan kompresi udara yang lebih tinggi pula, sehinngga menambah biaya operasi. Tangki yang terlalu

Page 8: Flotasi Limbah

rendah menurunkan waktu kontak gelembung udara dengan air. Lama retensi dapat bervariasi antara 10-30 menit (Anonim 1971).

Lovett (1986) menyatakan bahwa udara dapat ditambahkan pada air limbah dengan tekanan berkisar 100-500 kPa selama 6-16 menit. Sedangkan menurut Kofta (1987) lama retensi flotasi sekitar 8-15 menit.

d. Perbandingan udara dan input limbahPerbandingan padatan dan udara merupakan parameter tanpa dimensi

yang dinyatakan dengan perbandingan A/S (Air/Solid) (Henry 1980). Nilai A/S berhubungan dengan konsentrasi zat padat yang terkandung dalam limbah cair suatu industri (Anonim 1980). Sistem flotasi yang dilengkapi dengan lumpur aktif dapat menggunakan perbandingan A/S sebesar 0,03-0,02 (Anonim 1980). Nemerow (1978) menyatakan nilai A/S sebesar 0,03 digunakan dalam sistem flotasi Dissolved Air Flotation. Menurut Hendry (1980) menyimpulkan dari hasil percobaan bahwa kondisi optimum A/S berkisar 0,3 dengan input limbah cair yang mempunyai kandungan padatan tersuspensi sebesar 60-500 mg/l.

Rasio udara dan input limbah cair mempengaruhi penampakan setelah dilakukan proses flotasi. Parameter ini juga dapat dinyatakan sebagai perbandingan udara yang ditambahkan dengan cairan input (Anonim 1971). Ives (1984) menunjukan peningkatan besarnya ratio udara yang ditambahkan dan input limbah cair dapat menurunkan beban pencemaran yang dideteksi dengan parameter turbiditas.

2.5 Reagen Flotasi

Untuk membantu proses flotasi dengan mengubah sifat-sifat permukaan partikel mineral perlu ditambahkan zat-zat kimia berupa reagen. Menurut Shergold (1984), reagen-reagen yang digunakan dalam proses flotasi dapat digolongkan sebagai berikut:1. Collector

Collector adalah bahan yang dapat menyebabkan partikel mineral menjadi suka udara, yaitu dengan cara melapisi permukaan polar dari partikel mineral dengan reagent. Sehingga pada bagian luar dari mineral terjadi reaksi kimia yang membentuk lapisan non polar yang mudah menarik udara, dan mineral kan mudah menempel pada gelembung udara. Contoh collector untuk mineral sulfida adalah xanthate dan Dithiophosphate. Sedangkan untuk mineral non sulfida adalah fatty acid jenuh dan tidak jenuh.

2. FrotherFrother zat kimia yang digunkan untuk membantu menstabilkan

gelembung udara yang terbentuk, sehingga tidak mudah pecah. Gelembung-gelembung udara yang terbentuk harus dapat bergerak bebas di dalam pulp dan dapat mengambil partikel partikel mineral berharga, kemudian diapungkan ke dalam pulp. Contoh dari frother adalah DOWFROTH Flotation Frother Series, MIBC, deterjen dan Polyalkoxyparaffins.

Page 9: Flotasi Limbah

3. Modifier (Modifying Agent)Modifier digunakan untuk mengembalikan sifat permukaan ke yang

aslinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan selectivity. Modifying agent dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Regulating dan dispersing agentRegulor berfungsi untuk mengendalikan pH, menghilangkan pengaruh gangguan slime, koloid, dan garam laut, contohnya adalah CaO, Na2CO3. Dispersing agent berfungsi untuk melepaskan slime pada pemukaan mineral, contohnya adalah Na2SiO3.

b. AktivatorPenambahan aktivator bertujuan meningkatkan aktivitas permukaan mineral agar dapat berinteraksi dengan kolektor, sehingga adsorbsi kolektor pada permukaan partikel menjadi lebih baik. Contohnya adalah Cu++ untuk mengapungkan sfalerit, dan Ca++ untuk mengapungkan kuarsa.

c. DepresantDepresant dapat mencegah pengapungan mineral tertentu tanpa menghalangi pengapungan mineral lainnya. Digunakan apabila float ability mineral yang tidak diinginkan mengapung sama dengan mineral yang akan diapungkan oleh kolektor tertentu. Contohnya adalah CN-

(pyrit, sfalerit), dan Zn++(sfalerit).

Page 10: Flotasi Limbah

PEMBAHASAN

3.1 Pemisahan Mineral

Menurut sifat permukaannya, mineral dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Hidrofilik merupakan mineral yang permukaannya mempunyai lapisan polar, sehingga sukar dibasahi air, tetapi mudah melekat pada gelembung udara. Hidrofobik merupakan mineral yang permukaannya mempunyai lapisan non polar, sehingga mudah dibasahi air, tetapi sukar melekat pada gelembung udara. Keterapungan (float ability) dari suatu mineral ditentukan dengan kecenderungannya untuk menempel pada permukaan gelembung udara, dan hal ini dipengaruhi oleh sifat-sifat permukaan mineral. Dengan menggunakan berbagai reagent flotasi, sifat-sifat permukaan mineral dapat diubah dan dikendalikan.

Menurut Shergold (1984), prinsip pemisahan sistem flotasi yaitu, penempelan partikel (mineral) pada gelembung udara, gelembung mineral harus stabil, dan ada sifat float dan sink. Pelekatan mineral pada gelembung udara tergantung pada kemampuan dan mineral dan gelembung mengatasi gaya-gaya yang terdapat dalam lapis tipis air. Mekanisme pelekatan mineral pada gelembung udara terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Gelembung atau mineral saling mendekat, kemudian menghasilkan suatu lapisan tipis air di antaranya. Dalam kondisi ini, partikel mineral bergerak sesuai dengan hukum hidrodinamika.

2. Mineral dan gelembung terus saling mendekat, hal ini mengakibatkan lapisan tipis air (water film) semakin tipis dan akhirnya terjadi kerusakan atau pecahnya lapis tipis.

3. Hilangnya lapis tipis akan diikuti dengan terjadinya penempelan minal-gelembung. Pelekatan atau penempelan ini diawali dengan terbentuknya kontak tiga fasa yang dengan cepat meluas dan stabil.

4. Adanya tiga gaya dalam film air yang harus diatasi samapi terjadinya pelekatan gelembung-mineral yaitu, gaya tarik antar molekul (van der wals), gaya elektrostatik yang timbul dari tarik menarik double layer di air dan sekitar mineral, dan hydrasi dari group hydrophilic yang ada pada permukaan mineral.

Menurut Will (1988), berdasarkan pada mineral yang diapungkan harus stabil, flotasi dibagi menjadi dua tipe yatu flotasi langsung dan flotasi tidak

Gelembug

mineral

Water film

Kontak tiga fasa

Gambar 5 Sistematika pelekatan mineral-gelembung

Page 11: Flotasi Limbah

langsung. Pada flotasi langsung, mineral berharga diapungkan dan dikeluarkan sebagai konsentrat dan sangat memerlukan mineral hidrfobik, sedangkan pada flotasi tak langsung atau reverse flotation mineral gangue yang diapungkan akan dikeluarkan sebagai tailing dan pada proses ini sangat memerlukan mineral hidrofilik dan tetap berada di dalam air. Sifat float (flotability) atau kemampuan apung didefinisikan sebagai kemampuan suatu mineral untuk dapat diapungkan. Dalam hal ini, kemampuan apung menunjukkan kecenderungan mineral untuk menempel pada permukaan gelembung udara.

Flotability suatu mineral sangat tergantung pada sifat permukaan mineral tersebut, serta dalam aplikasinya sifat permukaan suatu mineral dapat dirubah dan dikendalikan dengan cara pemberian reagent kimia tertentu. Setelah mineral melekat atau menempel pada permukaan gelembung, maka terjadi kesetimbangan tegangan antarmuka pada titik kontak tiga fasa. Pada Gambar 6 di bawah akan menunjukkan kontak antara permukaan mineral kesetimbangan tegangan antarmuka pada titik kontak tiga fasa.

Gelembung

mineral

T sa

air T ag

T sa

θ

Gambar 6 Skematika tegangan antarmuka

Pada keadaan setimbang, tegangan antar muka pada titik kontak tiga fasa:

keterangan: Tpu = tegangan antar muka padatan-udaraTua = tegangan antar muka udara-airTpa = tegangan antar muka padatan-airθ = sudut kontak diukur melalui air

Jika θ = 0o berarti permukaan partikel diselimuti air (hidrofobilik), θ =180o

berarti udara menutupi partikel (hidrofilik). Kenyataannya sudut kontak terbesar yang diketahui adalah 110o. Pada sistem flotasi sudut kontak 60o sudah cukup untuk berlangsungnya flotasi dengan baik. Untuk memperbesar sudut kontak, maka cos θ harus diperkecil, ini berarti Tpu–Tpa diperkecil, dan Tua diperbesar. Sudut kontak sering digunakan sebagai ukuran kehidrofobian permukaan partikel mineral dan perhatian dipusatkan pada adsorbsi, pada antar fasa padatan-air yang akan menurunkan tegangan antar muka.

Flotasi digunakan untuk mengambil mineral logam seperti tembaga, Pb, dan seng. Perkembangan selanjutnya flotasi digunakan untuk pemisahan mineral logam seperti nikel, molibdenum, mangan, kromium dan kobalt. Flotasi juga dapat digunakan untuk pengolahan mineral non logam seperti mika, florit, feldspar, dan batu bara, serta dimanfaat untuk mengambil mineral-mineral berbahaya yang terdapat di dalam air. Adapun syarat Syarat penggunaan proses pemisahan flotasi antaranya sebegai berikut:

Tpu = Tpa + Tua cos θ Cos θ = Tpu - Tpa

Tua

Page 12: Flotasi Limbah

1. Ada gelembung udara dalam cairan (0.5o – 1o)2. Ukuran partikel harus halus dan disesuaikan dengan butiran mineral (40 –

80 mm)3. Derajat liberasi yang tinggi4. Feed dalam bentuk pulp (lumpur) 5. Ada sudut kontak yang baik, yaitu sekitar 60°-90° dapat diartikan bahwa

usaha adhesi yang digunakan besar, sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral, yang mengakibatkan mineral dapat mengapung. Sudut kontak merupakan sudut yang dibentuk antara gelembung udara dengan mineral pada suatu titik singgung. Sudut kontak mempengaruhi daya kontak antara biji dengan gelembung udara. Untuk melepaskan gelembung dan mineral dibutuhkan usaha adhesi yang lebih besar.

6. pH kritis, merupakan pH larutan yang mempengaruhi konsentrasi kolektor yang digunakan dalam pengapungan mineral.

Menurut Nelson (1978), mekasnisme terjadinya flotasi dengan terbentuknya gelembung-gelembung udara karena adanya udara yang dihisap ke dalam pulp, dan frother yang membentuk energi bebas permukaan pada antar muka air dan udara. Untuk membantu proses flotasi, partikel-partikel mineral feed harus berukuran halus. Hal ini karena walaupun densitasnya besar, ukuran partikel yang halus akan menyebabkan densitas asosiasi partikel-gelembung menjadi lebih kecil dari densitas air. Karena ion permukaan dilapisi melalui reaksi secara adsorbsi fisik atau kimia dengan bagian ionik kolektor dan bagian organiknya merubah sifat permukaannya misalnya menjadi hidrofobik. Dengan sifat tersebut partikel menjadi adhesif terhadap gelembung udara, sehingga gelembung-gelembung udara akan mengalami aerasi. Partikel-partikel mineral yang menempel pada permukaan gelembung akan terbawa naik ke permukaan pulp, dan terpisahkan. Serta variabel yang mempengaruhi proses flotasi diantaranya adalah:

1. Keadaan dan ukuran butir, ukuran butir mineral yang akan mempengaruhi partikel mineral akan lebih besar dari density air, sedangkan jika terlalu kecil akan menimbulkan slime yang akan mengganggu jalannya proses flotasi.

2. Pulp preparation, penyediaan pulp diusahakan supaya cocok untuk proses pengolahan yang umumnya berkaitan dengan persen solid yang sesuai.

3. Intensitas pengadukan dan pemberian udara, pengadukan dalam flotasi dilakukan dengan mesin flotasi.

4. Kekentalan pulp, untuk suspensi pulp yang lebih kental akan diperoleh recovery yang lebih baik.

5. Waktu kontak dan waktu flotasi, kenaikan recovery terjadi pada suatu waktu tertentu, yang tergantung pada:- Komposisi mineral bijih- Keadaan dari partikel-partikel bijih- Jumlah kolektor yang ditambahkan- Lama pengadukan- Ukuran kemudahan mengapung suatu mineral (float ability)- Ukuran butir

6. Pengaruh pH, tujuan dari pengaturan pH adalah untuk menurunkan sudut kontak.

Page 13: Flotasi Limbah

7. Pengaruh Collector, yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat dari kolektor yang akan digunakan, misalnya xanthate sangat baik untuk merubah sifat permukaan mineral-mineral sulfida dan batubara, mudah larut dalam air dan tidak akan menimbulkan frother.

8. Pengaruh Frother, digunakan untuk menstabilkan gelembung udara untuk waktu yang relatif lama.Alat yang digunakan untuk proses flotasi memiliki standar alat yaitu,

mempunyai penerima pulp dan pengeluaran konsentrat, dapat menghasilkan atau ada aliran udara yang dapat dimasukan ke dalam sistem tersebut, dan feed harus dalam bentuk pulp. Sel flotasi berfungsi untuk menerima pulp dan dilakukan proses flotasi. Berdasarkan cara pemasukan udaranya, jenis sel dibedakan menjadi lima, yaitu: 

1. Agitation Cell, alat ini jarang digunakan sebab adanya perkembangan dengan ditemukannya sub aeration cell. Udara masuk ke dalam cell flotasi, karena putaran pengaduk.

2. Sub Aeration Cell, udara masuk akibat hisapan putaran pengaduk dan alat ini paling praktis, sehingga banyak digunakan.

3. Pneumatic Cell, alat ini jarang sekali digunakan karena udara langsung dihembuskan ke dalam cell.

4. Vacum and Pressure Cell, udara bisa masuk karena tangki dibuat vakum oleh pompa penghisap dan udara dimasukkan oleh pompa injeksi.

5. Cascade Cell, udara masuk karena jatuhnya mineral.Sedangkan syarat cell yang distandarkan adalah:

1. Pulp tidak mengendap (dilengkapi dengan alat agitasi).2. Ada pengatur tinggi pulp.3. Ada daerah yang relatif tenang sehingga butiran yang menempel

gelembung udara mudah naik ke permukaan.4. Konstruksi dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi short circuit.5. Mempunyai resirkulasi dan pengeluaran middling.6. Harus mempunyai penerimaan pulp dan pengeluaran busa yang

menumpuk.7. Mempunyai permukaan bebas untuk gelembung-gelembng yang sudah

mengandung mineral, sehingga tidak mempengaruhi agitasi.8. Harus dilengkapi dengan pengeluaran froth.

3.1.1 Pemisahan logamPada industri logam-logam berat yang biasanya terkandung dalam limbah-

limbah industri antara lain nikel, seng,tembaga, mangan dan besi. Berdasarkan pemantauan BPLHD DKI Jakarta, kawasan Jakarta Barat merupakan kawasan yang paling tinggi tingkat pencemaran air tanah oleh besi, yaitu mencapai 3,12 hingga 20,83% (Hanni 2003). Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, (penambangan) inyak, pelapisan dan pengelasan logam, serta pembuatan peralatan telepon melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan Logam berat perlu diolah lebih lanjut karena cenderung untuk dapat terbioakumulasi atau terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup dalam jangka waktu lama (Ghazy 2006).

Page 14: Flotasi Limbah

Flotasi merupakan metoda pemisahan bahan dengan pengapungan oleh gelembung gas sebagai diffuser. Penggunaaan ozon sebagai diffuser dalam proses flotasi ini dipilih karena mempunyai banyak keuntungan. Antara lain ozon merupakan zat oksidator kuat, lebih kuat dibandingkan dengan asam hipoklorit, zat disinfektan yang sangat efektif dibanding dengan klor untuk menghancurkan bakteri, virus, maupun protozoa dan dapat membantu proses flokulasi-koagulasi sebagai zat koagulan. Pada proses flotasi ini digunakan bonding agent yang berfungsi sebagai zat pengikat bagi partikel-partikel logam, sehingga dengan bantuan udara maka logam-logam berat yang sudah terikat akan naik ke atas kolom dan mengapung. Pada penelitian ini digunakan zeolit alam Lampung sebagai bahan pengikat karena mudah diperoleh dan murah serta telah terbukti mampu mengikat logam. Daya adsorpsi zeolit untuk logam berat relatif besar, dapat dianalogikan dengan daya penghilangan amonia yang tinggi dalam perairan biologis. Ada banyak parameter yang mempengaruhi keberhasilan proses flotasi, diantaranya adalah waktu operasi, penambahan bahan kimia (bahan pengikat, surfaktan, koagulan), laju alir diffuser yang digunakan, dan konsentrasi ion logam dalam limbah. Skema alat flotasi penanganan limabh logam dapat dilihat pada Gambar 7.Gambar 7 Skema alat flotasi

penanganan limbah logam

Analisis yang dilakukan meliputi pengukuran kandungan logam, nilai pH, kandungan oksigen terlarut (DO), dan kebutuhan oksigen kimia (COD). Hasil pemisahan logam berat dari limbah sintetik ini diperoleh dengan cara mengukur konsentrasi logam berat awal dan akhir pada air hasil olahan, dengan persamaan % pemisahan berikut:

% Pemisahan Logam = Co−Ca

Co x 100%

dengan, Co = konsentrasi logam awal, mg/L Ca = konsentrasi logam akhir, mg/L

Nilai DO menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air. Nilai DO pada air hasil flotasi dapat dikatakan cenderung meningkat dibandingkan dengan kondisi awal limbah. Hal ini dapat dijelaskan karena dengan semakin lamanya

Page 15: Flotasi Limbah

proses flotasi, maka jumlah diffuser yang ditambahkan pun akan semakin banyak, sehingga kandungan oksigen dari udara (kompresor) dan ozon juga akan semakin banyak. Semakin lamanya proses flotasi akan menyebabkan ozon terdekomposisi menjadi oksigen, sehingga menyebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air hasil flotasi cenderung meningkat.

Nilai COD merupakan nilai kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk dapat mengoksidasi senyawa-senyawa organik secara kimiawi. SLS merupakan senyawa organik, salah satu penyumbang nilai COD dalam air limbah ini. Logam besi dan tembaga berperan dalam menurunkan nilai COD air hasil proses dengan cara mengoksidasi senyawa yang bersifat basa, yaitu SLS. Proses okdidasi ini dapat dicapai apabila logam besi dan tembaga berada dalam keadaan basa. Namun tidak halnya untuk logam nikel, yang tidak dapat mengoksidasi SLS pada kondisi basa, yaitu pada pH pencampuran 9, sehingga tidak terjadi penurunan nilai COD dengan semakin lamanya waktu proses flotasi.

Dengan meningkatnya nilai pH, maka SLS akan semakin sulit untuk diolah dan akan menyebabkan tegangan permukaan semakin tinggi sehingga sulit ditembus oleh ozon sebagai zat oksidatornya. Dengan semakin tingginya kandungan logam awal dalam sampel, maka kinerja surfaktan dan koagulandalam mengikat hidroksida-hidroksida besi menjadi flok pun akan semakin berat, sehingga terdapat kondisi optimum yang diperlukan untuk proses flotasi pada konsentrasi logam tertentu. Selain itu dengan adanya kenaikan konsentrasi logam dalam sampel, maka koloid hidroksida yang terbentuk akan semakin banyak, sedangkan jumlah bahan koagulan (PAC) dan surfaktan (SLS) yang ditambahkan tetap, sehingga tidak mampu untuk mengubah semua partikel hidroksida tersebut menjadi flok. Dengan demikian koloid hidroksida tersebut tidak dapat dipisahkan ke permukaan dan akan tetap berada di tangki flotasi, sehingga pada akhirnya diperlukan proses lanjutan (sedimentasi) untuk dapat mengukur kandungan logam berat dalam effluent.

3.2 Pemisahan Minyak

Aplikasi flotasi pada industri dapat digunakan untuk pemisahan limbah yang mengandung minyak yang dihasilkan pada industri emulsi atau minyak pangan. Proses mikroflotasi pada industri tersebut mengunakan gelembung udara hasil dari presipitasi udara terlarut disebut juga flotasi udara terlarut (dissolved-air flotation/DAF). Proses DAF dapat diawali dengan menjenuhkan semua limbah minyak-air, tanpa air terdispersi di tangki tekan pada tekanan yang tinggi. Kemudian limbah terdispersi tersebut dilepaskan ke dalam tangki flotasi sehingga pengurangan tekanan menuju tekanan atmosfer yang menyebabkan udara terpresipitasi ke dalam larutan sebagai gelembung-gelembung kecil. Desain penanganan limbah dengan cara flotasi dengan teknik udara terlarut atau DAF dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 16: Flotasi Limbah

Gambar 8 Reaktor flotasi udara terlarut (Budianto et al. 2007)

keterangan:1. Kolom flotasi2. Tangki tekan3. Kompresor udara4. Tangki umpan5. Pompa6. Alat ukur debit air7. Alat ukur debit udara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses flotasi udara terlarut pada penyisihan minyak antara lain, kejenuhan air pendispersi, kesetimbangan konfigurasi antar muka gelembung udara dan air/minyak, ukuran gelembung, jenis dan ukuran droplet minyak (Budianto et al. 2007).

1. Kejernihan air.Kejernihan air berpengaruh pada teknik mikroflotasi DAF.

Kejernihan ini dinyatakan sebagai jumlah udara yang terlarut di dalam air dan dapat dihitung berdasarkan persamaan Henry:

Cs = kH*P ...(1)keterangan: Cs : konsentrasi kejenuhan gas di dalam air (g/m3)

kH : koefisien Henry (g/m3. Pa) P : tekanan gas parisal (Pa)

Koefisien Henry tergantung pada suhu dan jenis gas. Selain tekanan, volume udara yang dapat terpresipitasi dari volume air dispersi juga tergantung pada 1) efisiensi kejenuhan, antara lain tergantung pada jenis tangki penjenuh yang digunakan; 2) komposisi udara di dalam tangki penjenuh karena kenaikan tekanan parsial nitrogen di udara secara teoritis dapat mengurangi kelarutan sekitar 9%; 3) efisiensi udara yang dilepaskan (de Rijk 1993).

2. Kesetimbangan konfigurasi antar muka gelembung udara dan air/minyak.Menurut Aurelle (1991), mekanisme yang mungkin terjadi pada

keadaan ini adalah konfigurasi trasitori dan konfigurasi stabil (Gambar 9 dan 10). Pada konfigurasi transitori gelembung berada di dalam fasa air sesudah berinteraksi dengan fasa minyak. Sudut terlokalisasi dalam fasa minyak, sudut kontak yang terjadi pada fasa ini adalah 180o. Besaran sudut kontak ini dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan Young, yang

Page 17: Flotasi Limbah

didasarkan pada perbedaan tegangan permukaan dan tegangan antara muka pada kedua fasa tersebut.

a

Analisis fisika-kimia antara muka emulsi menunjukkan bahwa gelembung udara yang menempel pada droplet minyak berperilaku seperti ”parasut yang bergerak ke atas” (rising parachutes). Pergerakan ini mengantarkan minyak ke bagian atas kolom flotasi. Pada bagian atas kolom gelembung udara akan dilapisi oleh film minyak. Ketebalan lapisan ini tergantung pada jumlah efisiensi impak antara gelembung udara dengan droplet minyak. Gelembung udara yang dilapisi film minyak ini tidak mudah bergerak bebas dan membentuk formasi busa (froth) di permukaan kolom flotasi (Aurelle 1991).

3. Ukuran gelembung.Ukuran gelembung udara yang dihasilkan menurut de Rijk (1993)

harus kecil (<100-120 μm) karena 1) gelembung udara yang kecil memiliki sudut kontak yang lebih kecil dibandingkan dengan gelembung udara yang lebih besar (Hanisch 1959 dalam de Rijk 1993). 2) kemungkinan tumbukan (collision) dan adhesi antara gelembung udara dan partikel akan meningkat sesuai dengan jumlah gelembung udara yang dihasilkan, yang tergantung pada ukuran gelembung (Flint dan Howarth 1971; Reay dan Ratcliff 1973 dalam de Rijk 1993). Secara kuantitas ukuran gelembung harus sekecil mungkin untuk meningkatkan konsentrasi gelembung. 3) Gelembung kecil memiliki kecepatan naik yang lebih rendah dibandingkan dengan dengan gelembung yang besar, sehingga waktu tinggal dalam reaktor flotasi menjadi lebih lama, dan berarti kemungkinan tumbukan antara gelembung dan partikel juga meningkat; 4)

Gambar 9 Konfigurasi transisi Gambar 10 Konfigurasi stabil

Page 18: Flotasi Limbah

kecepatan naik dari gelembung yang besar (>2mm) memiliki gaya geser yang terlalu besar pada agglomerat gelembung-flok dan menyebabkan flok menjadi pecah (Jedele 1984 dalam de Rijk 1993).

4. Jenis dan ukuran droplet minyak.Hidrokarbon atau minyak dapat bercampur dengan air dengan empat

cara (Aurelle 1991), yaitu 1) Hidrokarbon terlarut. Hidrokarbon dengan polaritas besar dan berat molekul rendah, yaitu yang memiliki volatilitas tinggi akan memiliki tingkat kelarutan paling tinggi di dalam air. Benzene (cyclic hydrocarbons C6) memiliki tingkat kelarutan 1650 mg/l dan hexyne-1 (straight chain hydrocarbons C6) tingkat kelarutan dalam air 360 mg/l; 2) Hidrokarbon berada dalam bentuk emulsi tanpa adanya surfaktan. Emulsi ini terdiri dari dua jenis, yaitu emulsi primer (diameter droplet >100 μm) dan emulsi sekunder (diameter droplet <20 μm); 3) Hidrokarbon berada dalam bentuk emulsi dengan adanya surfaktan. Surfaktan akan mengakibatkan tegangan antar muka minyak-air menurun sesuai dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan, sehingga emulsi akan lebih mudah menyebar. Kosurfaktan membentuk mikroemulsi dengan diameter droplet antara 100-600 Ao; 4) Hidrokarbon berada dalam bentuk lapisan (layer atau film). Polutan hidrokarbon dalam bentuk ini paling mudah dideteksi, karena efek pelangi yang ditimbulkannya.

Laju flotasi ditinjau dengan mempergunakan persamaan Aurelle:

1− CsCo

=1−e−3

V 0 A 0

αnTHdb ...(2)

Keterangan: ϕ : debit udaraVo : kecepatan emulsi di dalam reaktor flotasiAo : luas potongan melintang reaktorα : faktor efisiensi adhesinT : faktor efisiensi tumbukan yang merupakan jumlah

efisiensi sedimentasi, intersepsi langsung, dan difusi.

Persamaan Aurelle ini diturunkan berdasarkan proses coalescence droplet minyak dengan mempergunakan bahan yang bersifat oleophilic. Terlihat bahwa terdapat keserupaan antara proses coalescence dan flotasi. Pada coalescence terdapat interaksi antara kolektor solid dan mikrodroplet minyak. Pada flotasi terdapat jenis interaksi yang sama, hanya perbedaannya bahwa kolektor pada flotasi adalah gelembung udara.

Konsekuensinya model transport yang digunakan pada coalescence untuk menjelaskan dan menghitung jumlah interaksi antara kolektor dan droplet, dapat ditranspos ke proses flotasi (Roques dan Aurelle 1991). Model transport yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 11.

Page 19: Flotasi Limbah

a b cGambar 11 Model transportasi untuk droplet hidrokarbon ke media coalescence

a) sedimentasi; b) intersepsi langsung; c) difusi. (Roques dan Aurelle 1991).

Metode perhitungan yang sama dapat digunakan untuk menentukan efisiensi unit flotasi. Konsentrasi minyak di emulsi pada inlet reaktor flotasi udara terlarut (Co) dihubungkan dengan outlet (Cs) diberikan oleh persamaan 2 yang serupa dengan persamaan untuk coalescence (Roques dan Aurelle 1991). Jumlah udara yang dilepaskan secara teoritis dari larutan ketika tekanan dikurangi mencapai 1 atm, menurut Eckenfelder Jr. (1989), dapat dihitung dengan persamaan:

s=sa(fPPa

−1)

keterangan:s : jumlah udara yang dilepaskan pada tekanan atmosfer per satuan

volume pada kejenuhan 100% (cm3/L)sa : kejenuhan udara pada tekanan atmosfer (cm3/L)P : tekanan mutlakPa : tekanan atmosferf : fraksi kejenuhan di dalam tangki yang bernilai antara 0,8-0,9.

Menurut Metcalf & Eddy (1988) untuk limbah solid sludge, faktor f (fraksi udara terlarut pada tekanan P) adalah 0,5. Karena range nilai f yang cukup besar diantara dua peneliti tersebut, maka perlu dicari nilai f untuk tangki tekan dan limbah minyak-air yang dipergunakan dalam penelitian ini, dengan menggunakan persamaan Bernoulli didapatkan (Finch dan Dobby 1990),

ε g=1−[ ρw

ρsl(1−∆ H

∆ L )]

Page 20: Flotasi Limbah

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Flotasi adalah suatu proses pemisahan suatu zat dari zat lainnya pada suatu cairan atau larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari zat yang akan dipisahkan. Proses flotasi dapat berlangsung secara spontan atau alami, dengan penambahan udara dapat mengangkat partikel yang lebih berat dari pada air, atau dapat pula ditambahkan bahan pembantu/reagen flotasi. Terdapat tiga mekanisme yang mungkin terjadi salah satu atau seluruhnya dalam proses flotasi yaitu pengepungan, penyerapan, dan pelekatan. Pada sistem flotasi, terdapat tiga metode pembuatan gelembung udara, yaitu metode Dispersed Air Flotation, Vacuum Flotation, dan Dissolved Air Flotation. Beberapa faktor yang secara umum mempengaruhi proses flotasi antara lain tekanan, suhu, lama retensi, serta perbandingan udara dan input limbah. Untuk membantu proses flotasi perlu ditambahkan zat-zat kimia berupa reagen yang digolongkan menjadi collector, frother, dan modifier (modifying agent).

Flotasi dapat digunakan untuk mengambil mineral logam seperti tembaga, Pb, dan seng serta pemisahan mineral logam seperti nikel, molibdenum, mangan, kromium dan kobalt. Flotasi juga digunakan untuk pengolahan mineral non logam seperti mika, florit, feldspar, dan batu bara, serta dimanfaat untuk mengambil mineral-mineral berbahaya yang terdapat di dalam air. Variabel yang mempengaruhi proses flotasi mineral adalah keadaan dan ukuran butir, pulp preparation, intensitas pengadukan dan pemberian udara, kekentalan pulp, waktu kontak dan waktu flotasi, pengaruh pH, pengaruh collector, dan pengaruh frother. Ada banyak parameter yang mempengaruhi keberhasilan proses flotasi, diantaranya adalah waktu operasi, penambahan bahan kimia (bahan pengikat, surfaktan, koagulan), laju alir diffuser yang digunakan, dan konsentrasi ion logam dalam limbah.

Aplikasi flotasi juda dapat digunakan pada pemisahan limbah yang mengandung minyak yang dihasilkan pada industri emulsi atau minyak pangan. Proses flotasi pada industri tersebut mengunakan gelembung udara hasil dari presipitasi udara terlarut disebut juga flotasi udara terlarut (dissolved-air flotation/DAF). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses flotasi udara terlarut pada penyisihan minyak antara lain kejenuhan air pendispersi, kesetimbangan konfigurasi antar muka gelembung udara dan air/minyak, ukuran gelembung, jenis dan ukuran droplet minyak.

4.2 Saran

Pengembangan sistem flotasi perlu dilakukan dengan optimalisasi proses sehingga dapat memaksimalkan penanganan limbah. Penerapannya di industri perlu dilakukan sehingga lingkungan dapat diminimalisir dari pencemaran.

Page 21: Flotasi Limbah

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1971. Water Quality and Treatment: A Handbook of Public Water Supplies. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Anonim. 1980. Modern Pollution Control Technology. New York: Research and Education Association.

Aurelle Y. 1991, Treatment of Oil-Containing Wastewater. Dept. of Sanitary Eng., Thailand: Chulalongkorn University. p. 69-70; 79-81.

Budiato H et al. 2007. Pengaruh Tinggi Reaktor Flotasi Udara Terlarut terhadap Efisiensi Penyisihan Minyak. Jurnal Rekayasa Perencanaan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Callely, A. G., C. F. Forster dan Stafford. 1977. Treatment of Industrial Effluaents. London: Hodder and Stoughton.

de Rijk S E, van der Graaf, JHJM Dan den Blanken. 1994. Bubble Size in Flotation Thickening, Water earch, 28, h 473.

Eckenfelder Jr. 1989. Industrial Water Pollution Control, 2nd ed. New York: Mc Graw Hill.

El-Sayed Ghazy, Shaban. 2006.Removal of Aluminium from Some Water Samples by Sorptive Flotation Using Powdered Midified Activated Carbon as a Sorbent and Oleic acid as a Surfaktan. Japan: Analytical science.

Fair, Gordon Maskew, John Charles Geyer dan Daniel A. 1971. Elements of Water Supply and Wastewater Disposal. New York: John Wiley & Sons Inc.

Finch J A dan Dobby G S. 1990. Column Flotation. Toronto: Pergamon Press.Hanni S Vincentia. 2003. Air Jakarta Semakin Tidak Sehat. Jakarta: Kompas 5

Juni 2003.Henry, J. G. Dan R. Gehr. 1980. Assessing Flotation Behavior of Different Types

of Sewage Suspention. Toronto: University of Toronto.Kofta, Milos dan Lawrence K. Wang. 1987. Flotation Technology and Secondary

Clarification. Tappi J. April: 92-96.Langlais, Bruno DA, Recklew DR, dan Brink. 1991. Ozone in Water Treatment:

Aplication & Engineering, Lewis Publisher.Nelson L, Nemerow. 1978. Industrial Water Pollution Origins Characteristic and Trearment, 2nd edition, Massachusets: Addison Wesley.

Lovett, D. A. dan S. M. Travers. 1986. Dissolved Air Flotation for Abattoir Wastewater. Great Britain: Pergamon Press Ltd.

Metcalf dan Eddy. 1972. Wastewater Engineering Collection Treatment Disposal. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Metcalf and Eddy. 1988. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse, 2nd ed. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Nemerow, Nelson L. 1978. Industrial Water Poluttion, Origins, Characteristics and Treatment. London: Addison-Wesley Publishing Co.

Prasetijo B. 2013. Flotasi. http://Smart-pustaka.com/flotasi (17 November 2013).Rickard, T.A. 2007. Flotation. California: University of California, digitized by

Microsoft.

Page 22: Flotasi Limbah

Roques H dan Aurelle Y. 1991. New Developments in Industrial Wastewater Treatment, ed. Turkman A dan Uslu O. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

Shergold H L. 1984. The Scientific Basis of Flotation, NATO ASI Series, K.J. Ivesed, Martinus Nijhoff Publishers, Boston.

Siregar Sakti A. 2006. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Wills B A. 1988. Mineral Processing Technology, 4th ed. Pergamon Press.