fisiologi penciuman

7
FISIOLOGI PENCIUMAN Bertha Nevira Wintari | 021211133008 Eksitasi pada sel olfaktori Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu pada septum superior pada struktur yang disebut membran olfaktori. Bagian dari saraf penghidu yang berkaitan langsung dengan odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel olfaktori. Sebelum dapat menempel dengan silia sel olfaktori, odoran tersebut harus dapat larut dalam mukus yang melapisi silia tersebut. Odoran yang hidrofilik dapat larut dalam mukus dan berikatan dengan reseptor pada silia tersebut, yaitu pada protein reseptor pada membran silia sel olfaktori. Pengikatan antara reseptor dengan odoran menyebabkan aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi enzim adenil siklase dan mengaktifkan cAMP. Pengaktifan cAMP ini membuka kanal Na+ sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius. Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan ditransmisikan hingga sampai ke korteks serebri.

Upload: brooke-smith

Post on 02-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

physiology

TRANSCRIPT

Page 1: fisiologi penciuman

FISIOLOGI PENCIUMANBertha Nevira Wintari | 021211133008

Eksitasi pada sel olfaktori

Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu pada septum superior

pada struktur yang disebut membran olfaktori. Bagian dari saraf penghidu yang

berkaitan langsung dengan odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel olfaktori.

Sebelum dapat menempel dengan silia sel olfaktori, odoran tersebut harus dapat larut

dalam mukus yang melapisi silia tersebut. Odoran yang hidrofilik dapat larut dalam

mukus dan berikatan dengan reseptor pada silia tersebut, yaitu pada protein reseptor

pada membran silia sel olfaktori. Pengikatan antara reseptor dengan odoran

menyebabkan aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi enzim adenil

siklase dan mengaktifkan cAMP. Pengaktifan cAMP ini membuka kanal Na+

sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius.

Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan

ditransmisikan hingga sampai ke korteks serebri.

Pada keadaan istirahat, resting potential dari sel olfaktori yaitu sebesar -55mV.

Sedangkan, pada keadaan terdepolarisasi, membrane potential sel olfaktori yaitu

Page 2: fisiologi penciuman

sebesar -30mV. Graded potential dari sel olfaktori menyebabkan potensial aksi pada

sel mitral dan tufted yang terdapat pada bulbus olfaktorius.3

Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf bebas dari saraf

trigeminus yang menimbulkan sinyal nyeri. Sinyal ini dirangsang oleh odoran yang

bersifat iritan, seperti peppermint, menthol, dan klorin. Perangsangan ujung saraf

bebas ini menyebabkan bersin, lakrimasi, inhibisi pernapasan, dan refleks respons lain

terhadap iritan hidung.2

Terdapat tiga syarat dari odoran tersebut supaya dapat merangsang sel

olfaktori, yaitu:3

Bersifat larut dalam udara, sehingga odoran tersebut dapat terhirup hidung.

Bersifat larut air/hidrofilik, sehingga odoran tersebut dapat larut dalam mukus

dan berinteraksi dengan silia sel olfaktorius.

Bersifat larut lemak/lipofilik, sehingga odoran tersebut dapat berikatan dengan

reseptor silia sel oflaktorius.

Ambang rangsang dari sel olfaktori berbeda-beda terhadap masing-masing tipe

odoran. Beberapa odoran tersebut yaitu:

Penghidu pada manusia dapat mendeteksi berbagai jenis odoran yang berbeda,

namun sulit untuk dapat membedakan intensitas odoran yang berbeda. Untuk dapat

membedakan intensitas tersebut, perlu terdapat perbedaan konsentrasi odoran sebesar

30%. Kemampuan penghidu untuk dapat membedakan berbagai odoran yang berbeda

diperankan oleh glomerulus yang terdapat pada bulbus olfaktorius. Terdapat sekitar

1000 dari protein reseptor untuk odoran yang berbeda, yang masing-masing reseptor

tersebut terdapat pada satu sel olfaktori. Terdapat sekitar 2 juta sel olfaktori yang

Page 3: fisiologi penciuman

masing-masingnya berproyeksi pada dua dari 1800 glomeruli. Hal ini menyebabkan

adanya proyeksi yang berbeda-beda untuk setiap odoran.2

Adaptasi

Sel olfaktori mengalami adaptasi yang cepat pada detik pertama, yaitu sekitar

50% adaptasi terjadi. Sedangkan, 50% adaptasi sisanya terjadi dalam waktu yang

lambat. Adaptasi ini diperankan oleh sel-sel pada glomerulus di bulbus olfaktorius

dan sistem saraf pusat. Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul.

Kedua sel tersebut berperan dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada

sel mitral dan sel tufted. Sel mitral dan sel tufted yang teraktivasi kemudian

melepaskan neurotransmiter glutamat dan menyebabkan eksitasi sel granul. Sel granul

tersebut kemudian melepaskan GABA dan menginhibisi sel mitral dan sel tufted. Sel

periglomerular dan sel granul tersebut juga berespon terhadap feedback dari sel saraf

pusat yang menginhibisi sel olfaktorius, sehingga terjadi penekanan pada transmisi

sinyal yang menuju bulbus olfaktorius. Selain itu, adaptasi ini juga diperankan oleh

aktivasi ion Ca2+ melalui kanal ion CNG (cyclic nucleotide-gated) yang mengaktivasi

kalmodulin. Ion Ca2+ ini menyebabkan adaptasi dari mekanisme transduksi dan

penurunan respons terhadap stimulus. Sedangkan, adaptasi yang diperankan oleh

sistem saraf pusat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan adaptasi pada

glomerulus.2,3,4

Page 4: fisiologi penciuman

Jaras Olfaktorius

Sinyal pada sel mitral dan sel tufted pada bulbus olfaktorius menjalar menuju

traktus olfaktorius. Traktus olfaktorius kemudian menuju area olfaktorius primer pada

korteks serebral, yaitu pada lobus temporalis bagian inferior dan medial. Aktivasi

pada area ini menyebabkan adanya kesadaran terhadap odoran tertentu yang dihirup.

Selain itu, traktus tersebut menuju dua area, yaitu area olfaktorius medial dan area

olfaktorius lateral.1,3

a. Area olfaktorus medial

Area ini terdiri atas sekumpulan nukleus yang terletak pada anterior dari

hipotalamus. Nukleus pada area ini merupakan nukleus septal yang kemudian

berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik. Area ini berperan dalam

ekspresi respons primitif terhadap penghidu, seperti salivasi.

b. Area olfaktorius lateral

Area ini terdiri atas korteks prepiriformis, korteks piriformis, dan nukleus

amygdala bagian korteks. Dari area ini, sinyal diteruskan ke sistem limbik dan

hipokampus. Proyeksi tersebut berperan dalam pembelajaran terhadap respon

dari odoran tertentu, seperti respon mual atau muntah terhadap odoran yang

tidak disukai.

Page 5: fisiologi penciuman

DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-12. USA:

John Wiley & Sons. 2009; h. 599-604.

2. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed ke-21. USA: McGraw-Hill. 2003.

3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia:

Saunders Elsevier. 2006; h. 663-670.

4. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. Ed ke-8. USA: Benjamin

Cummings. 2012; h.570.