financial instruments futurum - apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Apakah Dana IPO Dapat Dianggap Dana “Murah”?
Bagian Kedua : Perhitungan Biaya Flotasi dalam Analisa Proyek
Pendahuluan
Bagian kedua dari tulisan sebelumnya terkait dengan dana IPO yang banyak dianggap dana
“murah”, namun kali ini akan menyorot masalah biaya-biaya yang terkait dengan IPO, dan
bagaimana biaya-biaya tersebut diperhitungkan dalam biaya modal atau kapital (cost of
capital)?
Dalam penerbitan saham untuk dijual di pasar perdana dan diperdagangkan di bursa efek,
pada umumnya perusahaan calon emiten akan mengeluarkan beberapa biaya, yang umum
dikenal sebagai biaya “flotasi” (flotation or issuance costs) atau biaya IPO.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Proses perjalanan suatu perusahaan untuk menjadi perusahaan publik melalui proses IPO
dapat digambarkan sebagai berikut1:
Persiapan IPO sendiri bisa memakan waktu bervariasi, sebagaimana ditunjukkan di bawah
ini, dimana untuk membangun tim eksekutif yang cocok dan sistem pelaporan laporan
keuangan bisa memakan waktu lebih dari 2 tahun2.
Proses IPO itu sendiri, di samping memerlukan kesiapan dan kerjasama yang solid dari tim
internal perusahaan, bahkan termasuk pemegang saham perusahaan calon emiten, akan
1 Ernst&Young’s Guide to Going Public: Are You Ready? We Are. 2013. Halaman 3.
http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/Ernst_and_Young_guide_to_going_public/$FILE/Guide_to_Going_Public.pdf. Diakses tanggal 17 Maret 2014. 2 Ernst&Young’s Guide to Going Public: Are You Ready? We Are. 2013. Halaman 17.
http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/Ernst_and_Young_guide_to_going_public/$FILE/Guide_to_Going_Public.pdf. Diakses tanggal 17 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
pada umumnya melibatkan pihak ketiga, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini dengan
masing-masing peran dan tanggungjawabnya3.
Hampir dapat dipastikan bahwa untuk semua jasa yang diberikan oleh pihak ketiga di atas,
perusahaan perlu membayar honorarium mereka. Peran yang terbesar umumnya adalah
penjamin emisi saham atau dikenal sebagai underwriter.
3 Ernst&Young’s Guide to Going Public: Are You Ready? We Are. 2013. Halaman 20.
http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/Ernst_and_Young_guide_to_going_public/$FILE/Guide_to_Going_Public.pdf. Diakses tanggal 17 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Apakah sesederhana itu biaya terkait IPO? Kita mundur satu langkah dulu untuk
memastikan pemahaman yang baik diperoleh.
Sebelum manajemen bersama-sama dengan pemegang saham perusahaan memutuskan
untuk melakukan IPO, manajemen dan pemegang saham perusahaan tentunya perlu
menyadari dan memperhitungkan biaya-biaya terkait (i) proses IPO itu sendiri, plus (ii)
biaya-biaya lainnya, baik sebelum, selama berjalannya proses IPO, dan sesudah proses
IPO sehubungan dengan proses menyusun dan mempertahankan infrastruktur suatu
perusahaan publik.
Proses IPO sebelum, selama dan sesudah itu sendiri dapat dibagi ke dalam 2 kategori
besar, yaitu Going Public dan Being Public4.
Going Public adalah suatu rangkaian proses yang pada umumnya ditempuh oleh suatu
perusahaan dimana mencakup langkah-langkah, antara lain:
pengumpulan informasi kondisi pasar modal baik regional maupun dalam negeri,
kebijakan pemerintah, angka-angka makroekonomi, perkembangan ekonomi terkini,
kondisi keuangan, bisnis, pemasaran dan pasar produk-produk perusahaan. Informasi
ini diperlukan guna menentukan saat yang tepat untuk melakukan IPO (biasanya dikenal
sebagai IPO Market Timing guna memperoleh harga jual saham yang maksimal. Di
samping itu, informasi ini juga diperlukan untuk menentukan struktur legal dan pajak
perusahaan yang seoptimal mungkin bagi keberlangsungan bisnis perusahaan sesudah
menjadi perusahaan publik, dan membawa manfaat yang semaksimal mungkin bagi
pemegang saham perusahaan.
Mempersiapkan prospektus awal dan mengurus proses pendaftaran efek ke otoritas
pasar modal. Di Indonesia, otoritas tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan (atau umum
dikenal OJK).
4 PWC. Considering an IPO? The Costs of Going and Being Public May Surprise You. September
2012. Publikasi dari PwC’s Deals practice. Halaman 4. http://www.pwc.com/en_us/us/transaction-services/publications/assets/pwc-cost-of-ipo.pdf . Akses tanggal 17 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
Prospektus awal umumnya mengandung informasi:
Penawaran umum
Rencana penggunaan dana hasil penawaran umum
Pernyataan utang
Ikhtisar data keuangan penting
Analisis dan pembahasan manajemen
Risiko usaha
Kejadian penting setelah tanggal laporan auditor independen
Keterangan tentang perseroan dan entitas anak
Kegiatan dan prospek usaha perseroan dan entitas anak
Industri perusahaan calon emiten
Ekuitas
Kebijakan dividen
Perpajakan
Penjaminan emisi efek
Lembaga dan profesi penunjang pasar modal
Pendapat dari segi hukum
Laporan auditor independen dan laporan keuangan perseroan
Laporan penilai independen
Anggaran dasar perseroan
Persyaratan pemesanan pembelian saham
Penyebarluasan prospektus dan formulir pemesanan pembelian saham.
Mengajukan dokumen pernyataan pendaftaran efek ke OJK.
Merespons terhadap masukan dari OJK.
Memperkenalkan bisnis perusahaan kepada calon investor saham perusahaan,
misalnya melalui road show.
Pada umumnya proses ini akan berakhir pada saat saham perusahaan mulai
diperdagangkan di bursa efek dan perusahaan menerima dana IPO.
Being Public adalah suatu rangkaian proses mempersiapkan dan membentuk organisasi
internal perusahaan agar ia dapat beroperasi atau melakukan kegiatan usahanya sebagai
suatu perusahaan publik. Banyak kerjaan di sini terlibat, misalnya menyusun dan
meningkatkan kemampuan pelaporan keuangan (perlu ada laporan keuangan ke publik
setiap kuartal, berakhirnya 1 tahun buku, laporan tahunan (corporate annual report)),
www.futurumcorfinan.com
Page 6
menciptakan fungsi PR (Public Relations) investor yang andal, menjaga hubungan baik
dengan pihak pemerintah dan pihak regulator, memastikan tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance), membentuk komite audit, sekretaris perusahaan
(corporate secretary) dan lain-lain.
Melalui pembahasan di atas, tentunya akan banyak biaya-biaya yang mesti ditanggung
perusahaan. Kita bicarakan dulu biaya-biaya yang lebih mudah diberi angka moneter (atau
dihitung biaya Rupiah-nya).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa biaya IPO akan mencakup, sebagai berikut:
Biaya-biaya langsung, mencakup honorarium penjamin emisi saham (underwriter),
biaya honorarium auditor eksternal, biaya honorarium penasehat (advisor) baik untuk
bidang hukum maupun pelaporan keuangan.
Biaya-biaya yang berjangka lebih panjang, misalnya untuk mengembangkan
pelaporan ke pihak eksternal atau pemegang saham publik, PR investor dan fungsi
pengembangan sumber daya manusia, program-program CSR (Corporate Social
Responsibility) untuk menaikkan branding atau kesadaran akan nama perusahaan
(company name awareness) di kalangan calon investor.
Biaya-biaya terkait untuk menyusun skim insentif untuk para eksekutif dan karyawan,
misalnya ESOP (Employee Stock Option Plan).
Dalam konteks ini, ada yang dikenal program Employee Stock Allocation pada saat
penawaran saham perdana perusahaan, atau alokasi saham karyawan, yang
merupakan program pemberian alokasi kepemilikan saham perusahaan calon emiten
kepada pegawai perusahaan dengan jumlah yang ditentukan sesuai dengan
ketentuan peraturan pasar modal yang berlaku dan sesuai dengan keputusan direksi
perusahaan yang disetujui oleh rapat umum pemegang saham. Saham yang dapat
dialokasikan sebanyak-banyaknya 10% dari saham yang ditawarkan ke publik.
Tentunya diharapkan pelaksanaan program Employee Stock Allocation dapat
meningkatkan rasa kepemilikan di kalangan pegawai perusahaan calon emiten
kepada perusahaan, sehingga diharapkan berdampak positif pada peningkatan
produktivitas kerja pegawai, dan kinerja keuangan perusahaan dan nilai perusahaan
bagi pemegang saham perusahaan secara keseluruhan.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Dengan memperoleh pemahaman yang baik akan biaya-biaya ini, analisa IPO (yang pada
dasarnya tidak jauh berbeda seperti analisa benefit-cost, atau analisa untuk mencari NPV
investasi yang positif) akan dapat membantu manajemen dan pemegang saham
perusahaan untuk memperoleh analisa yang lebih dapat diandalkan, dan bahkan dapat
membuat manajemen untuk menunda proses IPO sehingga memiliki lebih banyak waktu
untuk persiapan baik proses IPO itu sendiri maupun infrastruktur perusahaan sebagai
perusahaan publik.
PriceWaterhouseCoopers (PWC) mengungkapkan biaya-biaya IPO tersebut menggunakan
latar belakang pasar modal di Amerika Serikat5:
Berdasarkan analisa PWC atas 380 IPO antara tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 30
Juni 2012, biaya penjamin emisi saham, biaya-biaya honorarium legal, akuntansi dan lain-
5 PWC. Considering an IPO? The Costs of Going and Being Public May Surprise You. September
2012. Publikasi dari PwC’s Deals practice. Halaman 1 dan 5. http://www.pwc.com/en_us/us/transaction-services/publications/assets/pwc-cost-of-ipo.pdf . Akses tanggal 17 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
lain yang terkait langsung dengan IPO dapat merupakan biaya yang signifikan,
sebagaimana ditunjukkan di bawah ini 6 . Data dibawah walaupun bervariasi tergantung
dengan jumlah dana IPO yang diterima, berkisar antara 5,5% sampai dengan 6,9%, hanya
untuk fee penjamin emisi saham. Secara total bisa menghabiskan dana antara US$4,1 juta
hingga US$28,1 juta.
Diukur dari nilai pendapatan perusahaan yang melaksanakan IPO, secara total, biaya IPO
bisa memerlukan dana dari rata-rata US$11,5 juta hingga US$25,1 juta.
6 PWC. Considering an IPO? The Costs of Going and Being Public May Surprise You. September
2012. Publikasi dari PwC’s Deals practice. Halaman 7 dan 8. http://www.pwc.com/en_us/us/transaction-services/publications/assets/pwc-cost-of-ipo.pdf . Akses tanggal 17 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Dalam survei PWC tersebut disebutkan bahwa berdasarkan dokumen pernyataan
pendaftaran efek di Amerika Serikat, secara rata-rata perusahaan calon emiten dapat
mengeluarkan biaya untuk penjamin emisi saham antara 5%-7% dari jumlah kotor yang
akan diterima, plus adanya tambahan sekitar US$3,7 juta terkait biaya-biaya yang langsung
terkait dengan IPO.
Data lain hasil riset yang dilakukan oleh Lee, Lockhead, Ritter dan Zhao 7, biaya-biaya
langsung IPO, SEO (Seasoned Equity Offering), penerbitan obligasi convertible dan obligasi
biasa, sebagai persentase dari jumlah dana kotor yang diterima dari tahun 1990 sampai
dengan 2008, dengan latar belakang pasar modal Amerika Serikat, adalah ditunjukkan di
bawah ini.
7 Lee, Inmoo; Scott Lockhead; Jay Ritter dan Quanshui Zhao. The Costs of Raising Capital. Journal
of Financial Research 1. Spring 1996. Diambil dari buku: Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 670.
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Untuk IPO sendiri, biaya langsung tersebut bervariasi dari 5,15% sampai dengan 15,36%
dari jumlah dana kotor yang diterima, atau secara rata-rata 10,14%, suatu persentase biaya
yang tidak dapat dianggap “murah”.
Apabila dimunculkan dalam bentuk grafik, biaya-biaya IPO relatif terhadap total dana kotor
yang diterima oleh perusahaan-perusahaan calon emiten ditunjukkan di bawah ini8, dimana
terlihat bahwa dibandingkan dengan biaya penerbitan surat efek lainnya, total biaya IPO
untuk pertama kali sangat signifikan.
8 Berk, Jonathan; dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi kedua. Harlow: Pearson Education
Limited. 2011. Halaman 788-789.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Lebih jauh, kalau memperhitungkan IPO Underpricing, maka terdapat “biaya implisit” bagi
perusahaan dan pemegang saham lama perusahaan, yang bisa mencapai persentase yang
tidak dapat diabaikan, sebagaimana diberikan di data di bawah ini9.
Di samping itu ada fenomena lain, yaitu tidak sensitifnya biaya-biaya IPO terhadap total nilai
saham yang diterbitkan dan dilepas ke publik. Ini didokumentasikan pertama kali oleh
Hsuan-Chi Chen dan Jay Ritter, dimana mereka mendapatkan bahwa hampir semua IPO
9 Lee, Inmoo; Scott Lockhead; Jay Ritter dan Quanshui Zhao. The Costs of Raising Capital. Journal
of Financial Research 1. Spring 1996. Diambil dari buku: Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 671.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
dengan nilai antara US$ 20 juta hinggal US$ 80 juta (suatu kisaran yang cukup signifikan),
perusahaan-perusahaan calon emiten membayar biaya sekitar 7% 10 . Tentunya ini bagi
perusahaan-perusahaan calon emiten dengan ukuran nilai IPO yang tinggi, hal ini kurang
menguntungkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa IPO sendiri akan menaikkan biaya-biaya yang dibayar dan
ditanggung perusahaan calon emiten dan walaupun biaya-biaya IPO ini pada umumnya
tidak dibiayakan dan dibebankan ke Laporan Laba Rugi (akan di-net-kan ke dana IPO yang
diterima dan dicatat sebagai pengurang dari akun “Additional Paid-in Capital”), ini dengan
catatan kalau IPO berhasil. Kalau IPO tidak berhasil, biaya-biaya tersebut akan langsung
masuk ke Laporan Laba Rugi dan akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan calon
emiten.
Kalau perusahaan calon emiten merasa bahwa semua biaya-biaya IPO sudah dibicarakan
di atas…baiknya tunggu dulu…masih ada biaya-biaya lain yang seringkali tidak
diperhitungkan oleh perusahaan calon emiten dalam analisanya.
Biaya-biaya “tersembunyi” itu adalah11:
Biaya-biaya paska (atau sesudah proses IPO selesai atau efektif). Di sini
perusahaan emiten tetap akan mengeluarkan biaya-biaya lagi, yaitu pelaporan
kondisi keuangan perusahaan secara regular kepada publik, baik melalui laporan
keuangan kuartalan, tahunan, laporan tahunan atau laporan adhoc untuk kondisi-
kondisi tertentu; biaya-biaya PR atau hubungan investor; biaya-biaya tata kelola
perusahaan (good corporate governance) yang baik dan transparan; dan lain-lain.
Hilangnya pengendalian dalam hal jumlah saham yang dilepas tidak memungkinkan
lagi pemilik lama perusahaan memiliki pengendalian atas kebijakan operasional dan
keuangan perusahaan. Namun dalam banyak proses IPO, hal pengendalian tetap
dipertahankan oleh pemegang saham lama dan manajemen lama perusahaan.
Kalaupun pengendalian dipertahankan, dalam transaksi-transaksi tertentu yang
material dan memiliki benturan kepentingan, tetap diperlukan persetujuan dari
pemegang saham minoritas. Jadi di sini perlindungan kepada pemegang saham
minoritas diupayakan oleh ketentuan di pasar modal.
10
Chen, Hsuan-Chi; dan Jay Ritter. The Seven Percent Solution. Journal of Finance 55 (3). Tahun 2000. Halaman 1105-1131. Lihat juga salah satu penjelasan atas fenomena ini yang diberikan oleh Craig Dunbar dalam “Factors Affecting Investment Banks Initial Public Offering Market Share”. Journal of Financial Economics 55 (1). Tahun 2000. Halaman 3-41. 11
PWC. Roadmap for an IPO: A Guide to Going Public. November 2011. Halaman 8-9. http://www.pwc.com/en_US/us/transaction-services/publications/assets/roadmap-to-an-ipo.pdf. Akses tanggal 17 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Hilangnya “privasi” perusahaan karena sebagian besar kondisi keuangan dan
strategi bisnis perlu dikomunikasikan melalui dokumen publik. Termasuk di dalamnya
jumlah kompensasi yang diberikan kepada dewan komisaris dan direksi perusahaan
emiten, sedang jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh masing-masing
pemegang saham, anggota dewan direksi dan dewan komisaris, serta manajemen
inti perusahaan. Ketentuan ini banyak untuk mencegah terjadinya praktik “insider
trading”.
Adanya tekanan dari publik dan sorotan analis untuk kondisi keuangan dan kinerja
keuangan perusahaan. Pada umumnya, perusahaan publik diharapkan menunjukkan
kinerja keuangan baik dalam penjualan, laba kotor dan laba bersih, pangsa pasar,
inovasi produk, perluasan bisnis yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di sini
ada kesan “tekanan” bagi manajemen perusahaan untuk berfokus pada
pertumbuhan dan kinerja keuangan jangka pendek, dimana kadang sulit untuk
diseimbangkan dengan kebutuhan dan strategi untuk mencapai tujuan jangka
panjang perusahaan. Banyak contoh, ketidakmampuan perusahaan emiten untuk
memenuhi ekspektasi atau harapan dari analis, terutama kinerja keuangan jangka
pendek, misalnya penjualan, laba bersih, dan dividen, dapat secara signifikan
mempengaruhi valuasi saham di pasar modal.
Sekali IPO, umumnya akan relatif sulit bagi perusahaan emiten untuk menjadi “Go
Private”. Proses “Go Private” bisa memakan waktu yang lama, penuh ketidakpastian,
dan harga beli saham publik yang memberikan premi relatif tinggi di atas harga
perdagangan saham terakhir. Sebagai contoh: proses “Go Private” PT Aqua Golden
Mississippi Tbk pada tahun 2010/2011, dan yang sedang berjalan pada awal tahun
2014, PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (dahulu dikenal sebagai PT Schering-
Plough Indonesia Tbk) yang melalui penawaran tender sukarela oleh Merck Sharp &
Dohme Corp. dimana harga penawaran merupakan harga premium 244,8% di atas
harga perdagang terakhir saham PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk12.
Perusahaan publik juga bisa menjadi target pengambil-alihan (takeover), suatu hal
yang sangat umum terjadi selama periode 1980 – 2000 di pasar modal di Amerika
Serikat. Di sini, adalah usaha “pendisiplinan” dari pihak publik terhadap perusahaan-
perusahaan yang dianggap kinerja keuangannya belum maksimal dan optimal,
termasuk struktur kapitalnya.
12
Pengumuman “Penawaran Tender Sukarela oleh Merck Sharp & Dohme Corp. Atas 389.150 Saham PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (dahulu dikenal sebagai PT Schering-Plough Indonesia Tbk) pada harian Kompas tanggal 8 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Resiko litigasi dan reputasi. Seiring dengan transparansi dan akuntabilitas
perusahaan publik, berita-berita litigasi dapat mempengaruhi reputasi perusahaan
publik.
Dengan mengetahui biaya-biaya tersebut terutama biaya IPO pada saat pelaksanaan IPO,
pertanyaannya: Apakah Manajemen yang sudah berencana untuk melepas sahamnya ke
publik, sudah memperhitungkan biaya-biaya flotasi ini? Apakah biaya-biaya IPO (atau
disebut biaya “flotasi”) ini perlu dimasukkan ke dalam penentuan biaya kapital (cost of
capital)?
Ada 2 (dua) pandangan di sini13:
Pendekatan pertama, ya, cost of capital (atau weighted average cost of capital)
perusahaan perlu dinaikkan lebih tinggi karena masuknya unsur biaya ini. Pendekatan ini
bukan merupakan pendekatan yang terbaik karena tingkat imbal hasil yang diperlukan atas
suatu investasi (investasi dari sudut calon investor, atau dana yang akan digunakan untuk
dimasukkan ke proyek yang akan dikembangkan dari sudut perusahaan emiten), ditentukan
oleh resiko investasi, dan bukan oleh resiko sumber dana.
Pendekatan kedua, biaya flotasi ini tidak dimasukkan ke dalam perhitungan cost of capital,
tapi dimasukkan dalam analisa valuasi sebagai biaya tambahan proyek. Mengingat bahwa
biaya-biaya ini timbul sebagai konsekuensi dari keputusan menjalankan suatu proyek,
biaya-biaya tersebut merupakan arus kas [keluar] yang relevan.
Contoh sederhana:
PT ABC mempunyai suatu proyek rumah sakit yang akan dibangun, dimana memerlukan
dana investasi sebesar Rp 100 milyar, dimana kebutuhan dana tersebut akan dipenuhi
dengan menjual saham ke publik melalui bursa efek.
Misalkan biaya flotasi adalah sekitar 10% dari nilai saham yang akan diterbitkan, maka
adanya biaya flotasi ini, berarti PT ABC tidak akan memperoleh Rp 100 milyar, tetapi yang
jelas, kurang dari kebutuhan dana investasi, atau hanya akan menerima Rp 100 milyar
dikurangi 10% dari Rp 100 milyar, atau Rp 90 milyar.
13
Courtois, Yves; Gene C. Lai, dan Pamela P. Peterson. Reading 48: Cost of Capital. CFA Institute.. Halaman 109-111.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Kalau memang tetap mau menerima Rp 100 milyar, berarti PT ABC perlu menerbitkan
jumlah saham yang lebih banyak atau dijual dengan harga per lembar saham yang lebih
tinggi. Ini berarti jumlah yang perlu didapatkan dari pasar modal mesti lebih tinggi dari
Rp 100 milyar.
Perhitungannya menjadi:
Rp 100 milyar = (100% - 10% biaya flotasi) x Nilai Saham Yang Perlu Diterbitkan
Nilai Saham Yang Perlu Diterbitkan = Rp 100 milyar/ 90% = Rp 111,11 milyar.
Dengan diterbitkan saham senilai Rp 111,11 milyar, jumlah uang yang akan masuk ke kas
PT ABC adalah Rp 100 milyar, sesudah dipotong biaya IPO sebesar 10% dari Rp 111,11
milyar atau Rp 11,11 milyar.
Hal ini berarti dana keseluruhan yang perlu ini mendanai proyek pembangunan bisnis rumah
sakit, bukan Rp 100 milyar, tetapi jauh lebih tinggi, yaitu Rp 111,11 milyar, dimana Rp 11,11
milyar akan merupakan biaya flotasi yang dibayarkan ke penjamin emisi saham, kantor
akuntan publik, konsultan legal, dan sebagainya.
Tentunya struktur kapital perusahaan tidak hanya berupa ekuitas (atau melalui penerbitan
saham atau penggunaan saldo laba) tetapi juga berupa hutang atau obligasi.
Untuk penerbitan surat hutang (misalnya obligasi, atau bahkan pinjaman bank, juga ada
biaya provisi, biaya administrasi, biaya notaris, dan sebagainya), seperti pada penerbitan
saham, tentunya juga ada biaya-biaya yang perlu dikeluarkan oleh perusahaan, dimana
pada umumnya, jauh lebih kecil.
Seumpama:
rasio target penggunaan hutang obligasi: ekuitas = 44% : 55%
biaya flotasi saham 10%
biaya flotasi obligasi 4%
www.futurumcorfinan.com
Page 16
maka rata-rata tertimbang biaya flotasi adalah sebagai berikut14:
= [biaya flotasi hutang obligasi x (45%/100%)] + [biaya flotasi saham x (55%/100%)
= [4% x 0,45] + [10% x 0,55]
= 1,6% + 5,5%
= 7,1%
Apa makna dari 7,1% ini?
Artinya untuk setiap Rupiah yang diperlukan melalui pendanaan eksternal untuk membiayai
proyek pengembangan rumah sakit, perusahaan sesungguhnya memerlukan dana yang
lebih tinggi dari yang direncanakan, yaitu Rp 1 / (100% - 7,1%) = Rp 1 / 92,9% = Rp 1,0764.
Kalau dana kebutuhan investasi adalah Rp 100 milyar, berarti PT ABC perlu menerbitkan
efek hutang dan ekuitas sebesar Rp 100 milyar / (100% - 7,1%) = Rp 100 milyar / 92,9% =
Rp 107,6426 milyar.
Menggunakan Model Dividen Diskonto (Discounted Dividend Model), biaya ekuitas eksternal
(cost of external equity capital), dengan memasukkan unsur biaya flotasi menjadi:
Re = [D1/(Po – F) + g atau [D1/Po x (1-f)] + g
D1 = dividen pada tahun depan atau tahun pertama, dimana untuk kondisi pertumbuhan
dividen yang konstan dari tahun ke tahun, dapat digunakan rumus Do * (1+g)
Po = Harga market per lembar saham pada saat ini
F = biaya flotasi dalam angka
f = biaya flotasi dalam persentase dari jumlah atau nilai hutang atau saham yang akan
diterbitkan
g = tingkat pertumbuhan jangka panjang dari dividen yang diharapkan dari tahun ke tahun.
Menggunakan angka-angka, seumpama:
dividen per lembar saham tahun 2013 adalah Rp 10 per lembar saham
harga saham saat ini Rp 700 per lembar saham
tingkat pertumbuhan dividen jangka panjang yang diharapkan adalah 6%
14 Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi
kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 466-469. Bagian “13.11 Flotation Costs and the Weighted Average Cost of Capital”.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
Tingkat imbal hasil yang diharapkan menjadi:
re = [[10 x (1+ 6%)] / 700 ] + 6%
re = 7,5143%
Bagaimana kalau terdapat biaya flotasi saham sebesar, katakan 10%, maka tingkat imbal
hasil yang diharapkan menjadi:
re = [(10 x (1 + 6%)] / (700 x (1-10%)] + 6%
re = [10,6 / 630] + 6%
re = 7,6825%
Antara tingkat imbal hasil tanpa biaya flotasi (7,5143%) dengan yang diperhitungkan biaya
flotasi (7,6825%), terdapat perbedaan sebesar 0,1682% atau 16,82 basis point.
Apakah pendekatan di atas dalam memasukkan biaya flotasi ke dalam perhitungan cost of
capital sudah tepat?
Sebagaimana diketahui, biaya flotasi pada dasarnya merupakan pengeluaran biaya yang
dibayarkan kepada pihak eksternal, biaya-biaya mana pada umumnya dibayarkan pada saat
proses penerbitan saham dan pelepasan saham ke publik terjadi, dan ini jelas akan
mempengaruhi nilai dari suatu proyek investasi. Karena ia merupakan biaya, jelas ia akan
bagian dari biaya awal (initial costs) atau kalau ada arus kas masuk pada tahun pertama,
maka biaya flotasi akan mengurangi uang masuk tahun tersebut.
Ezzell dan Porter 15 mengajukan bahwa perlakuan yang tepat adalah mengurangi biaya
flotasi sebagai bagian dari arus kas tahun awal, dan bukannya memasukkan biaya flotasi
sebagai bagian dari cost of capital, karena dengan menjadikannya bagian dari cost of capital,
nilai kini dari arus kas masa depan menjadi terpengaruh secara keseluruhan, dengan tingkat
persentase tertentu. Pengaruh ini tidak sama dengan nilai kini dari biaya flotasi. Argumen ini
mudah dipahami karena biaya-biaya flotasi pada saat penerbitan saham pada umumnya
merupakan biaya one time, atau satu kali terjadi, sehingga kurang tepat apabila dimasukkan
ke perhitungan cost of capital, yang menjadi tarif diskonto untuk arus kas selama periode
valuasi atau periode proyeksi arus kas di masa depan.
15
Ezzell, John R., dan R. Burr Porter. Flotation Costs and the Weighted Average Cost of Capital. Journal of Financial and Quantitative Analysis. Volume 11, No. 3. September 1976. Halaman 403-413.
www.futurumcorfinan.com
Page 18
Mengikuti usulan Ezzell dan Porter, misalkan menggunakan contoh berikut ini16.
Menggunakan contoh di atas, tampak bahwa kalau sesudah biaya flotasi diperhitungkan ke
dalam NPV, maka proyek investasi tersebut menjadi tidak layak.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
16
Pendekatan yang sama juga diutarakan oleh 1) Jonathan Berk dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi kedua. Harlow: Pearson Education Limited. 2011. Halaman 616. Dikatakan: The fees associated with the financing of the project are a cost that should be included as part of the project’s required investment, reducing the NPV of the project. NPV = VL (nilai investasi dengan leverage) – (Investment) – (After Tax Issuance Costs) 2) Van Horne, James C.; dan John M. Wachowicz, Jr. Fundamentals of Financial Management. Edisi 13. Harlow: Prentice-Hall, Inc. 2001. Halaman 392.
Contoh:InvestasiAwal 100,000,000,000
Aruskasmasuktahunan 22,500,000,000
Umurproyek(dalamtahun) 10
PorsiPinjamanBank 45%
PorsiSahambaru 55%
Tingkatimbalhasilpinjamanbanksebelum
pajak 15%
Biayaflotasisaham 10%Tarifpajakpenghasilanbadan 25%
Tingkatdividentahunberjalanperlembar
saham(Do) 15,000,000
Hargasahamperlembarsaatini(Po) 100,000,000Tingkatpertumbuhandividenyangdiharapkan(g) 6%
Tingkatimbalhasilsahambaru
menggunakanModelDividenDiskonto =[Do*(1+g)/Po]+g
=[15,000,000*(1+6%)/1,200]+6%
21.90%
PerhitunganWeightedAverageCostof
Capital
SumberDana Jumlah Porsi
TingkatImbalHasil
Sebelum
Pajak
TingkatImbalHasil
Sesudah
Pajak WACC
PinjamanBank 45,000,000,000 45% 15% 11.25% 5.06%Sahambaru 55,000,000,000 55% 21.90% 21.90% 12.05%
100,000,000,000 100% 17.11%
Tahun Aruskas NilaiKini0 (100,000,000,000) (100,000,000,000)
1 22,500,000,000 19,213,116,154
2 22,500,000,000 16,406,392,549
3 22,500,000,000 14,009,685,587
4 22,500,000,000 11,963,098,5095 22,500,000,000 10,215,484,499
6 22,500,000,000 8,723,168,455
7 22,500,000,000 7,448,855,501
8 22,500,000,000 6,360,698,931
9 22,500,000,000 5,431,504,328
10 22,500,000,000 4,638,049,935
TotalNPV 4,410,054,448
NilaiPenerbitanSahamBaru 55,000,000,000Biayaflotasi 5,500,000,000 (5,500,000,000)
NPVbersih (1,089,945,552)
www.futurumcorfinan.com
Page 19
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved