filsafat indonesia

14

Click here to load reader

Upload: zaenal-abidin

Post on 27-Jun-2015

396 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah filsafat indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat Indonesia

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Indonesia

B. Mazhab Etnik

C. Mazhab Tiongkok

D. Mazhab India

E. Mazhab Islam

F. Mazhab Barat

G. Mazhab Kristiani

H. Mazhab Paska-Soeharto

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Filsafat Indonesia | 1

Page 2: Filsafat Indonesia

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat dan hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah sederhana ini yang tak pernah lepas dari segala kekurangan dan kesalahan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas di program studi Manajemen Dakwah dan untuk menjalankan kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah Yang Maha ESa yaitu Menuntut Ilmu. Penulis menyadari, dalam penyelesaian makalah sederhana ini masih banyak terdapat kekurangan, kesalahan, dan kelemahaan, karena itu sumbangan fikiran, kritik atau tanggapan dari rekan-rekan sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada pembuatan makalah berikutnya.

Akhirnya, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok yang telah bekerja sama dan bertukar fikiran, juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalaah sederhana ini.

Kepada Allah SWT, penulis mohon taufiq dan hidayah-Nya semoga makalah sederhana ini bermanfaat dan semoga senantiasa dalam keridhaan –Nya. Amien.

Pekanbaru, 30 November 2010

P e n u l i s

Filsafat Indonesia | 2

Page 3: Filsafat Indonesia

BAB IPENDAHULUAN

Filsafat Indonesia adalah sebutan umum untuk tradisi kefilsafatan yang dilakukan oleh penduduk yang mendiami wilayah yang belakangan disebut Indonesia. Filsafat Indonesia diungkap dalam berbagai bahasa yang hidup dan masih dituturkan di Indonesia (sekitar 587 bahasa) dan 'bahasa persatuan' Bahasa Indonesia, meliputi aneka mazhab pemikiran yang menerima pengaruh Timur dan Barat, disamping tema-tema filosofisnya yang asli.

Istilah Filsafat Indonesia berasal dari judul sebuah buku yang ditulis oleh M. Nasroen, seorang Guru Besar luar biasa bidang Filsafat di Universitas Indonesia, yang di dalamnya ia menelusuri unsur-unsur filosofis dalam kebudayaan Indonesia.

Semenjak itu, istilah tersebut menjadi populer dan mengilhami banyak penulis sesudahnya seperti Sunoto, R. Parmono, Jakob Sumardjo, dan Ferry Hidayat. Sunoto menggunakan istilah itu pula untuk menyebut suatu jurusan baru di UGM yang bernama Jurusan Filsafat Indonesia. Sampai saat ini, Universitas Gajah Mada telah meluluskan banyak alumni dari jurusan itu.

Para pengkaji Filsafat Indonesia mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia.

Ada 7 (tujuh) mazhab pemikiran yang berkembang di Indonesia. Kategorisasi mazhab didasarkan pada tiga hal: pertama, didasarkan pada segi keaslian yang dikandung suatu mazhab filsafat tertentu (seperti pada mazhab etnik); kedua, pada segi pengaruh yang diterima oleh suatu mazhab filsafat tertentu (seperti mazhab Tiongkok, mazhab India, mazhab Islam, mazhab Kristiani, dan mazhab Barat), dan ketiga, didasarkan pada kronologi historis (seperti mazhab paska-Soeharto). Berikut ini adalah sketsa mazhab-mazhab pemikiran dalam Filsafat Indonesia dan filusuf-filusuf mereka yang utama.

Filsafat Indonesia | 3

Page 4: Filsafat Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA

Para pengkaji Filsafat Indonesia memilki perbedaan-perbedaan dalam mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia', dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia. M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi kata itu. Beliau hanya menyatakan bahwa 'Filsafat Indonesia' adalah bukan Barat dan bukan Timur, sebagaimana terlihat dalam konsep-konsep dan praktek-praktek asli dari mufakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, gotong-royong, dan kekeluargaan (Nasroen 1967:14, 24, 25, 33, dan 38).

Sedangkan Sunoto mendefinisikan 'Filsafat Indonesia' sebagai kekayaan budaya bangsa kita sendiri yang terkandung di dalam kebudayaan sendiri (Sunoto 1987:ii),

Sementara Parmono mendefinisikannya sebagai pemikiran-pemikiran yang tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah (Parmono 1985:iii).

Dan Sumardjo mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' sebagai pemikiran primordial atau pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya (Jakob Sumardjo 2003:116).

Keempat penulis tersebut memahami filsafat sebagai bagian dari kebudayaan dan tidak membedakannya dengan kajian-kajian budaya dan antropologi. Secara kebetulan, Bahasa Indonesia sejak awal memang tidak memiliki kata 'filsafat'.

Sebagai entitas yang terpisah dari teologi, seni, dan sains. Sebaliknya, orang Indonesia memiliki kata generik, yakni, budaya atau kebudayaan, yang meliputi seluruh manifestasi kehidupan dari suatu masyarakat. Filsafat, sains, teologi, agama, seni, dan teknologi semuanya merupakan wujud kehidupan suatu masyarakat, yang tercakup dalam makna kata budaya tadi. Biasanya orang Indonesia memanggil filusuf-filusuf mereka dengan sebutan budayawan (Alisjahbana 1977:6-7). Karena itu, menurut para penulis tersebut, ruang lingkup Filsafat Indonesia terbatas pada pandangan-pandangan asli dari kekayaan budaya Indonesia saja. Hal ini dipahami oleh pengkaji lain, Ferry Hidayat, seorang lektur pada Universitas Pembangunan Nasional (UPN) 'Veteran' Jakarta, sebagai 'kemiskinan filsafat'.

Jika Filsafat Indonesia hanya meliputi filsafat-filsafat etnik asli, maka tradisi kefilsafatan itu sangatlah miskin. Ia memperluas cakupan Filsafat Indonesia sehingga meliputi filsafat yang telah diadaptasi dan yang telah dipribumikan, yang menerima pengaruh dari tradisi filosofis asing. Makalah ini dibuat dengan menggunakan definisi penulis yang terakhir.

Filsafat Indonesia | 4

Page 5: Filsafat Indonesia

B. MAZHAB ETNIK

Mazhab ini mengambil filsafat etnis Indonesia sebagai sumber inspirasinya. Asumsi utamanya ialah mitologi, legenda, cerita rakyat, cara suatu kelompok etnis membangun rumahnya dan menyelenggarakan upacara-upacaranya, sastra yang mereka hasilkan, epikepik yang mereka tulis, semuanya melandasi bangunan filsafat etnis tersebut. Filsafat ini tidak dapat berubah; ia senantiasa sama, dari awal-mula hingga akhir dunia, dan ia senantiasa merupakan Yang Baik.

Filsafat ini mengajarkan setiap anggota kelompok etnis tersebut tentang asal-mula lahirnya kelompok etnis itu ke dunia (bahasa Jawa, sangkan) dan tentang tujuan hidup yang akan dicapai kelompok etnis itu (bahasa Jawa, paran), sehingga anggotanya tidak akan sesat dalam hidup. Mazhab ini melestarikan filsafat-filsafat etnis Indonesia yang asli, karena filsafat-filsafat itu telah dianut erat oleh anggota etnis sebelum mereka berhubungan dengan tradisi-tradisi filosofis asing yang datang kemudian.

Kebanyakan tokoh mazhab ini berasumsi bahwa orang Indonesia kontemporer berada pada posisi buta terhadap nilai-nilai asli mereka. Jakob Sumardjo, misalnya, berpandangan bahwa banyak orang Indonesia sekarang yang lupa melestarikan nilai-nilai asli mereka dan lupa masa-lalu, lupa asal-mula, mereka seperti orang hilang ingatan yang mengabaikan sejarah nasional mereka sendiri (Sumardjo 2003:23, 25).

Akibatnya, mereka terasingkan; teralienasi dari budaya-budaya ibu mereka (Sumardjo 2003:53). Gagalnya kebijakan pendidikan Indonesia, bagi Jakob, disebabkan oleh kebutaan terhadap budaya asli Indonesia ini (Sumardjo 2003:58). Karena itu, misi penting dari mazhab filsafat ini ialah menggali, mengingat, dan menghidupkan kembali nilai-nilai etnis yang asli, karena nilai-nilai merupakan ibu (lokalitas adalah ibu manusia), sedangkan manusia ialah bapak keberadaan (balita ialah bapak manusia), (Sumardjo 2003:22).

Berikut ini adalah beberapa pandangan filsosofis yang dianut mazhab ini:

Adat Mitos Asal-Mula Pantun Pepatah Struktur Sosial Adat

C. MAZHAB TIONGKOK

Para filusuf etnik masih menganut filsafat-filsafat mereka yang asli hingga kedatangan migrant-migran Tiongkok antara tahun 1122-222 SM. yang membawa-

Filsafat Indonesia | 5

Page 6: Filsafat Indonesia

serta dan memperkenalkan Taoisme dan Konfusianisme kepada mereka (Larope 1986:4). Dua filsafat asing itu bersama filsafat-filsafat lokal saling bercampur dan berbaur; begitu tercampurnya, sehingga filsafat-filsafat itu tak dapat lagi dicerai-beraikan (SarDesai 1989:9-13).

Salah satu dari sisa baurnya filsafat-filsafat tadi, yang hingga kini masih dipraktekkan oleh semua orang Indonesia, adalah ajaran hsiao dari Konghucu (bahasa Indonesia, menghormati orangtua). Ajaran itu menegaskan bahwa seseorang harus menghormati orangtuanya melebihi apapun. Ia harus mengutamakan orangtuanya sebelum ia mengutamakan orang lain.

Mazhab Tiongkok kelihatan eklusif, karena semata banyak dikembangkan oleh sedikit anggota etnis Tiongkok di Indonesia. Meskipun demikian, filsafat yang disumbangkan oleh mazhab ini bagi tradisi kefilsafatan di Indonesia, sangat penting. Sun Yat-senisme, Maoisme, dan Neo-maoisme merupakan filsafat-filsafat penting yang menyebar-luas seantero Indonesia pada awal 1900-an, bersamaan dengan pertumbuhan Partai Komunis Indonesia (PKI) (Suryadinata 1990:15). Filsuf-filsuf utama dari mazhab ini, di antara yang lainnya, adalah: Tjoe Bou San, Kwee Hing Tjiat, Liem Koen Hian, Kwee Kek Beng, dan Tan Ling Djie.

D. MAZHAB INDIA

Pembauran atau difusi filsafat-filsafat terus berlanjut bersamaan dengan kedatangan kaum Brahmana Hindu dan penganut Buddhisme dari India antara tahun 322 SM-700 M.

Mereka memperkenalkan kultur Hindu dan kultur Buddhis kepada penduduk asli, sementara penduduk asli meresponinya dengan menyintesa dua filsafat India itu menjadi satu versi baru, yang terkenal dengan sebutan Tantrayana. Ini jelas tercermin pada bangunan Candi Borobudur oleh Dinasti Sailendra pada tahun 800-850 M. (SarDesai, 1989:44-47).

Rabindranath Tagore, seorang filsuf India yang mengunjungi Borobudur pertama kalinya, mengakui candi itu sebagai candi yang tidak-India, karena relik-relik yang dipahatkan padanya merepresentasikan pekerja-pekerja lokal yang berbusana gaya Jawa asli. Ia juga mengakui bahwa tarian-tarian asli Jawa yang terilhami dari epik-epik India tidak menyerupai tarian-tarian India, meskipun tariantarian dua negeri tersebut bersumber dari sumber yang sama. Hindu dan Buddhisme-dua filsafat yang saling berlawanan di India bersama-sama dengan filsafat Jawa asli dapat didamaikan di Indonesia oleh kejeniusan Sambhara Suryawarana, Mpu Prapanca, dan Mpu Tantular.

E. MAZHAB ISLAM

10-abad proses Indianisasi ditantang oleh kedatangan Sufisme Persia, dan Sufisme mulai mengakar dalam perbincangan kefilsafatan sejak awal tahun 1400-an hingga seterusnya. Perkembangan Sufisme itu dikendalikan oleh berdirinya

Filsafat Indonesia | 6

Page 7: Filsafat Indonesia

kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan Islam yang masif di Indonesia (Nasr 1991:262). Raja-raja dan sultan-sultan seperti Sunan Giri, Sunan Gunungjati, Sunan Kudus, Sultan Trenggono, Pakubuwana II, Pakubuwana IV, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan ‘Alauddin Ri’ayat Syah, Engku Haji Muda Raja Abdullah Riau hingga Raja Muhammad Yusuf adalah raja-sufi; mereka mempelajari Sufisme dari guru-guru Sufi terkemuka (Perpustakaan Nasional 2001:12-39).

Sufisme di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kelompok: Ghazalisme dan Ibn Arabisme. Ghazalisme utamanya terinspirasi oleh ajaran-ajaran Al-Ghazali, sedangkan Ibn Arabisme dari doktrin-doktrin Ibn Arabi. Sufi-sufi dari jalur Al-Ghazali adalah seperti Nuruddin Al-Raniri, Abdurrauf Al-Singkeli, Abd al-Shamad Al-Palimbangi, dan Syekh Yusuf Makassar, sementara yang dari jalur Ibn Arabi adalah Hamzah Al-Fansuri, Al-Sumatrani, Syekh Siti Jenar, dan lain-lain (Nasr 1991:282-287).

Wahhabisme-Arab juga pernah diadopsi oleh Raja Pakubuwana IV dan Tuanku Imam Bonjol, yang misi utamanya ialah menghapus Sufisme dan menggantikannya dengan ajaran-ajaran Quranik (Hamka 1971:62-64).

Di saat Modernisme Islamik, yang memiliki program yaitu menyintesis ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Pencerahan Barat, dimulai oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani di Mesir tahun 1800-an, maka muslim-muslim di Indonesia juga mengadopsi dan mengadaptasinya. Ini nampak jelas dalam karya-karya yang dihasilkan oleh Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Thaher Djalaluddin, Haji Abdul Karim Amrullah, Kyai Ahmad Dahlan, Mohammad Natsir, Oemar Said Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Haji Misbach, dan lain-lain (Noer 1996:37).

F. MAZHAB BARAT

Sejak pemerintah kolonial Belanda di Indonesia menerapkan ‘Politik Hati Nurani’ (Politik Etis) di awal tahun 1900-an, lembaga-lembaga pendidikan bergaya Belanda menjamur dimana-mana dan terbuka untuk anak-anak pribumi dari kelas-kelas feudal, yang hendak bekerja di lembaga-lembaga kolonial. Sekolah-sekolah berbahasa Belanda itu mengajarkan Filsafat Barat sebagai mata-pelajarannya. Misalnya, Filsafat Pencerahan filsafat yang diajarkan secara amat terlambat di Indonesia, setelah 5 abad kemunculannya di Eropa (Larope 1986:236-238).

Banyak alumni sekolah tersebut yang melanjutkan studi mereka di universitas-universitas Eropa. Mereka lantas muncul sebagai kelompok elit baru di Indonesia yang merupakan generasi pertama intelligentsia bergaya Eropa, yang kelak menganut Filsafat Barat untuk menggantikan filsafat etnik mereka yang asli.

Filsafat Indonesia | 7

Page 8: Filsafat Indonesia

Filsafat Barat mengilhami banyak lembaga sosio-politis Indonesia modern. Pemerintahan republik Indonesia, konstitusinya serta distribusi kekuasaan (distribution of power), partai politik dan perencanaan ekonomi nasional jangka panjang, semuanya dilakukan atas model Barat. Bahkan ideologinya ``Pancasila’’ (Yang telah diciptakan oleh Soekarno atau yang kemudian disalahgunakan oleh Soeharto), terinspirasi dari ideal-ideal Barat tentang humanisme, demokrasi-sosial, dan sosialisme nasional Nazi Jerman, seperti yang Nampak dalam pidato-pidato anggota Badan Pemeriksa Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tahun 1945 (Risalah Sidang 1995:10-79).

Fakta ini menggiring pada kesimpulan, bahwa ‘Indonesia Modern’ dibangun di atas cetak-biru Barat. Sangat menarik untuk diamati, bahwa meskipun elit itu menganut Filsafat Barat sepenuh hati, mereka masih merasa perlu mengadaptasikan filsafat itu kepada kegunaan dan situasi Indonesia yang kontemporer dan kongkrit. Misalnya, Soekarno, yang mengadaptasi demokrasi Barat dengan situasi rakyat Indonesia yang masih berjiwa feudalistik, sehingga ia menciptakan apa yang kemudian disebut Demokrasi Terpimpin (Soekarno 1963:376).

D.N. Aidit dan Tan Malaka mengadaptasikan Marxisme-Leninisme dengan situasi Indonesia (Aidit 1964:i-iv; Tan Malaka 2000:4556) dan Sutan Syahrir yang mengadaptasikan Demokrasi-Sosial dengan konteks Indonesia (Rae 1993:46).

G. MAZHAB KRISTIANI

Bersama-sama dengan pencarian kapitalis Barat akan koloni-koloni di Timur, ajaran Kristen mendatangi pedagang-pedagang Indonesia pada pertengahan abad 15 (Lubis 1990:78).

Pertama-tama yang datang ialah pedagang-pedagang Portugis, lalu kapitalis-kapitalis Belanda yang berturut-turut menyebarkan ajaran Katolik dan ajaran Calvin. Fransiskus Xaverius, pewarta Katolik pertama dari Spanyol yang menumpang kapal Portugis, menerjemahkan Credo, Confession Generalis, Pater Noster, Ave Maria, Salve Regina, dan Sepuluh Perintah Tuhan ke bahasa Melayu antara tahun 1546-1547, yang melaluinya ajaran Katolik dapat disebar-luaskan kepada penduduk Hindia Belanda (Lubis 1990:85).

Gereja-gereja Katolik pun didirikan dan penganut Katolik Indonesia berjejalan, namun tak lama kemudian para pastor Katolik diusir dan umatnya dipaksa untuk pindah ke Kalvinisme oleh penganut-penganut Kalvin Belanda yang datang ke Indonesia pada sekitar tahun 1596. Gereja Reformasi Belanda (Nederlandse Hervormde Kerk) didirikan sebagai

Filsafat Indonesia | 8

Page 9: Filsafat Indonesia

gantinya. Jan Pieterszoon Coen, salah seorang Gubernur-Jenderal VOC tahun 1618, adalah contoh dari penganut Kalvinis yang saleh. Beliau mendudukkan semua pewarta Kalvinis (yang dalam bahasa Belanda disebut Ziekentroosters) di bawah kendalinya (Lubis 1990:99).

Sekolah-sekolah Katolik bergaya Portugis-Hispanik dan lembaga-lembaga pendidikan Kalvinis bergaya Belanda terbuka untuk penduduk Hindia Belanda. Tidak hanya diajarkan teologi di dalamnya, tapi juga Filsafat Kristen (Christian Philosophy). Satu sekolah lalu menjadi beribu-ribu jumlahnya. Hingga kini masih ada (dan terus ada) universitas-universitas swasta Katolik dan Protestan yang mengajarkan Filsafat Kristen di dalamnya. Misionermisioner dan pewarta-pewarta Injil dari Barat yang telah bertitel Master dalam bidang filsafat dari universitas Eropa, berdatangan untuk memberikan kuliah pada universitas Kristen Indonesia (Hiorth 1987:4). Dari universitas-universitas tersebut keluarlah banyak lulusan yang menguasai Filsafat Kristen, seperti Nico Syukur Dister, J.B. Banawiratma, Franz Magnis-Suseno, Robert J. Hardawiryana, J.B. Mangunwijaya, TH. Sumartana, Martin Sinaga, dan lain-lain.

H. MAZHAB PASKA-SOEHARTO

Mazhab ini terutama mengedepan untuk mengritik kebijakan sosio-politik Soeharto selama masa kepresidenannya dari tahun 1966 hingga (akhirnya tumbang) pada 1998. Perhatian utama mereka ialah Filsafat Politik, yang misi utamanya ialah mencari alternatif-alternatif bagi rezim yang korup itu. Mazhab inilah yang berani menantang Soeharto, setelah ia berhasil membisukan semua filsuf lewat cara kekerasan.

Sebelum kemunculan mazhab ini, telah ada beberapa orang yang mencoba melawan Soeharto di era 1970-an, namun mereka dipukul keras dalam insiden-insiden yang disebut sejarah sebagai Peristiwa ITB Bandung 1973 dan Peristiwa Malari 1974. Sejak praktek kekerasan itu, filsafat hanya dapat dipraktekkan dalam utopia; praksis dan inteleksi dipisahkan dari filsafat. Praksis dilarang, dan hanya penalaran yang mungkin bisa bertahan. Era Soeharto, dalam kacamata filsafat, dapat disebut sebagai ‘era candu filsafat’, dimana segala jenis dan segala mazhab filsafat dapat hidup tapi tak dapat dipraktekkan dalam kenyataan.

Filsafat hanya menjadi ‘latihan akademis’ dan ditundukkan. Pancasila menjadi satu-satunya ideologi dan filsafat di era itu (tentunya, Pancasila yang ditafsirkan menurut kepentingan Soeharto, bukan Pancasila BPUPKI 1945) (Hidayat 2004:49-55). Dalam ‘lingkaran setan’ rezim Soeharto muncullah pemberani-pemberani yang kelak memutuskan mata-rantai lingkaran itu, dan mereka disebut disini sebagai ‘filsuf paska-Soeharto’, di

Filsafat Indonesia | 9

Page 10: Filsafat Indonesia

antaranya seperti: Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, dan Pius Lustrilanang.

I.

BAB III

KESIMPULAN

Dilihat dari pembahasan di atas, bahwa para pengkaji Filsafat Indonesia mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia.

Dan terjadinya filsafat Indonesia yaitu adanya 7 (tujuh) mazhab pemikiran yang berkembang di Indonesia. Kategorisasi mazhab didasarkan pada tiga hal: pertama, didasarkan pada segi keaslian yang dikandung suatu mazhab filsafat tertentu (seperti pada mazhab etnik); kedua, pada segi pengaruh yang diterima oleh suatu mazhab filsafat tertentu (seperti mazhab Tiongkok, mazhab India, mazhab Islam, mazhab Kristiani, dan mazhab Barat), dan ketiga, didasarkan pada kronologi historis (seperti mazhab paska-Soeharto). Berikut ini adalah sketsa mazhab-mazhab pemikiran dalam Filsafat Indonesia dan filusuf-filusuf mereka yang utama.

Filsafat Indonesia | 10

Page 11: Filsafat Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Campanini, M.: Al-Ghazzali, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy 1996.

www.wikipedia.com

www.yahoo.com

Filsafat Indonesia | 11