filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan

10
FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 1.Pendahuluan Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982). Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari

Upload: fox-djieto

Post on 09-Jun-2015

33.345 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN

PENGEMBANGAN

ILMU PENGETAHUAN ALAM

1.Pendahuluan

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan

mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah

filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis.

Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga

kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya

merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens,

1987,  Nuchelmans, 1982).

Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan

munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi

perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah

dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah

identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van

Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian

dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat

yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999),

filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan

menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-

bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang

filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya

sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama

semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya

memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu

pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh

karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa

ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan

taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat

ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu

pengetahuan, sejak F.Bacon  (1561-1626) mengembangkan semboyannya

Page 2: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

“Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu

pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial

menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento

Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya

dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu

dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,

dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi

perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang

mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel

kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat

merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang

lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon

(dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-

ilmu (the great mother of the sciences).

Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena 

pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka

lahirlah filsafat ilmu  sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.

Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu

(Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada

komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu

yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel

Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa  filsafat ilmu

mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana

ditunjukkan oleh ilmu.

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat

dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu

tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip

ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa

ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan

persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak

mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan

landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan

permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka  penulisan ini akan difokuskan

pada pembahasan tentang: “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan

Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan bahwa

Page 3: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA –

Kimia).

2. Pengertian Filsafat

Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani

“philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya

ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang

semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun,

cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu

sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran

pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai

kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal

praktis (The Liang Gie, 1999).

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah

dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo,

1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud

sebenarnya  adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling

umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek

perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama

memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.),

yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam

geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya

“philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya

hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para

penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546

S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam

semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat

kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk

mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang

Gie, 1999).

Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang

ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan

yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari

kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada

kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk

mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).

Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada

tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala

Page 4: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin

kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara

memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997),

dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan

demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.

3. Filsafat Ilmu

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam

berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie

(1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-

persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun

hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu

merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan

pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik  dan saling-pengaruh

antara filsafat dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah

digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa  filsafat ilmu

merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat

ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah

mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan

pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk

mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie

J.Bahm (1980)  bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang

selalu berubah.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada

strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan

sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau

kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento

Wibisono dkk., 1997).

Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang

hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-

bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap

perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk

ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari

sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk

memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya,

sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat

dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah

hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Page 5: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu

menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus

dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada”

(being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih

pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain

sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan

epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya

menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu

nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang

mengembangkan ilmu.

Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento

Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu,

kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu,

simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi

penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat

ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan

metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah

dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang

ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.

4. Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam

Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai

perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam

adalah mengembangkan pengertian tentang strategi  dan taktik ilmu

pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan

filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara

berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan

alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan

praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat

ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan

menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common sense

(pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat

ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan

pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan

kemanusian mempunyai hubungan erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara

fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan

yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif

(relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan

Page 6: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi

eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam

meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme

menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan

dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah

bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan

registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai

registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu

tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala

alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam

eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan”

eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis

jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu

terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan

tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada

tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan.

Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste

Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu

pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu

pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan

mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara

lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu

pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih

cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari

Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia

diurutkan dalam urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas

ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu

yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan

lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang

Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap

ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi

adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi

yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang

Page 7: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan pengembangan ilmu pengetahuan

Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu

yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia

nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi

tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of

composition and decomposition, which result from the molecular and specific

mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-

kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan

dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu

pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui

pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan

perbandingan (komparasi).

Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada

mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam

bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari

pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan

alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk

itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam

merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam

pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

5. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah

tepat dijadikan landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan

alam  karena kenyataanya, filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan

alam.

Oleh:

Feti Fatimah

F-226010041

Epmail: [email protected]