filsafat etika immanuel kant

22
FILSAFAT ETIKA IMMANUEL KANT Oleh : Elan Sumarna Abstrak Pembicaraan masalah etika merupakan pembicaraan yang tak kunjung selesai untuk diperbincangkan. Dalam kaitanya dengan tulisan ini, Hal tersebut dapat dilihat dari pertarungan yang terus berguli r antara kaum Sofisme melawan Socrates di zaman Yunani kuno, dan dilanjutkan dengan pertentangan antara Sofisme modern versus Immanuel Kant. Adapun persoalan yang dipertentangkan adalah " masalah relatifnya segala apa yang ada " sebagai buah dari rasional isme dimana segala apa yang wujud, dalam pandangan mereka, ternyata tak ada kepastian dan tak bisa dipegang. Faham ini pada gilirannya mampu menyerang sain dan mengguncang rumusan - rumusan kepastian. Di pihak lain, masalah iman/hati yang kemudian melahi rkan konsep etika memiliki fenomena tersendiri dengan paradigmanya yang terpisah. Kant, dalam kaitan dengan itu, mampu menghentikan gerak laju relativisme dan memproforsikan sain dan agama pada tempatnya. Menurutnya, ukuran kebenaran sain dan agama tid ak boleh diukur dengan filsafat, melainkan agama harus diukur dengan agama dan sain dengan sain. Khusus dalam masalah etika, Kant melihat bahwa intelegensia seseorang akan terlahir dari nilai kesucian hati sebagi dasar dari kebaikan moralitasnya. Kata Kunci: Sofisme, Socrates, etika, moral, teologia. A. Pendahuluan Berbicara masalah etika merupakan pembicaraan yang tergolong mahal harganya. Karena itu, sebelum membahasnya secara detil, alangkah lebih baik jika ditengok terlebih dahulu bagaimana s ejarah timbul tenggelamnya etika

Upload: suci-ramadhan

Post on 08-Dec-2014

450 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat etika immanuel kant

FILSAFAT ETIKA IMMANUEL KANTOleh : Elan SumarnaAbstrakPembicaraan masalah etika merupakan pembicaraan yang tak kunjung selesai untuk diperbincangkan. Dalam kaitanya dengan tulisan ini, Hal tersebut dapat dilihat dari pertarungan yang terus bergulir antara kaum Sofisme melawan Socrates di zaman Yunani kuno, dan dilanjutkan dengan pertentangan antara Sofisme modern versus Immanuel Kant. Adapun persoalan yang dipertentangkan adalah"masalah relatifnya segala apa yang ada"sebagai buah dari rasionalisme dimana segala apa yang wujud, dalam pandangan mereka, ternyata tak ada kepastian dan tak bisa dipegang. Faham ini pada gilirannya mampu menyerang sain dan mengguncang rumusan-rumusan kepastian. Di pihak lain, masalah iman/hati yang kemudian melahirkan konsep etika memiliki fenomena tersendiri dengan paradigmanya yang terpisah. Kant, dalam kaitan dengan itu, mampu menghentikan gerak laju relativisme dan memproforsikan sain dan agama pada tempatnya. Menurutnya, ukuran kebenaran sain dan agama tidak boleh diukur dengan filsafat, melainkan agama harus diukur dengan agama dan sain dengan sain.Khusus dalam masalah etika, Kant melihat bahwa intelegensia seseorang akan terlahir dari nilai kesucian hati sebagi dasar dari kebaikan moralitasnya.Kata Kunci: Sofisme, Socrates, etika, moral, teologia.A. PendahuluanBerbicara masalah etika merupakan pembicaraan yang tergolong mahal harganya. Karena itu, sebelum membahasnyasecara detil, alangkah lebih baik jika ditengok terlebih dahulu bagaimana sejarah timbul tenggelamnya etika dalam perjalanan kehidupan manusia.Etika merupakan symbol dari kedamaian psikis manusia, yang daripadanya nilai-nilai sastera, musik dan lain-lain tercurahkan dalam wahana ini. Namun di sisi lain, manusia dituntut untuk memproyeksikan alam dengan akal beserta lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,sebagaimana kita simak

Page 2: Filsafat etika immanuel kant

dalam sejarah, selalu terjadi pertarungan besar antara tiga komponen,yakni antara akal, indera dan hati. Ketiga komponen itu terus bersaing, kadang akalmenang dan hati kalah atau sebaliknya hati menang akal kalah.Sejarah pertarungan antara akal, indera, dan hati sebenarnya sudah lama terjadi. Sebenarnya pertarungan ini sudah dimulai pada zaman Socrates, ketika itu ia dihadapkan pada kaum Sofisme denganajaran-ajaran yang mencanangkan kuasa akal yang berlebih-lebihan.Pandangan mereka pada akhirnya merelatifkan segalanya, dengan kata lain segala apa yang ada sebenarnya tiada.Faham Sofisme merupakan puncak rasionalisasi filsafat pada zaman Yunani Kuno yang sebelum Socrates, faham ini terus bergulir merelatifkan segalanya.Sebelum pertarungan ini terus bergulir dari satu generasi pada generasi berikutnya, dimulai dari kaum Sofisme versus Socrates, kemudian antara Credo Ut Intelilgan-nya abad pertengahangan versus Descartes, dan terakhir antara Sofisme modern di satu pihak dan Kant di pihak lain. Pada zaman Yunani kuno, secara dipukul rata akal menang, kemudian dihadang oleh Socrates sehingga akal dan hati sama-sama menang seimbang. Pihak hati (iman), kemudian dihentikan oleh Descartes. Setelah ini, ada lagi yang membatasi keliaran akal yaitu Kant. Hasilnya : Kant memenangkan kedua-duanya(Tafsir, 1999:40)Pada zaman Socrates,faham Sofisme mampu merelatifkan segalanya, bahwa segala sesuatu sebenarnya tiada.Akibat dari semua itu, pengetahuan yang bersifat sainpun menjadi relatif.Hal seperti ini melebar pula pada masalah-masalah yang berkenaan dengan agama. Ingatlah ketika “anak panahnya Zeno"yang dikatakan diamsaat bergerak

Page 3: Filsafat etika immanuel kant

(Tafsir, 1999: 93). Dari sini nampak jelas bahwa, pengetahuan menjadi sesuatu yang relatif tak bisa dipegang. Namun akhirnya laju rasionalisasi ini, dapat dihentikan oleh Socrates.Ia berhasil menyelesaikan masalah-masalah ini dengan mengajukan argumen bahwa sebenarnya pada sain-sain itu ada kebenaran yang tak relatif yaitu pengertian umum atau definisi disamping ia pun mengakui pula ada yang relatif pada sain itu, yakni cirri-ciri aksidensi pada definisi tersebut (Tafsir,1999 : 216).Perelatifan sain dan agama pada saat itu, merupakanfenomena yang dihadapi Socrates. Namun pada gilirannya, secara umum ia berhasil menghentikan faham relatifisme ini (Sofisme).Secara substansi persoalan, Kant dinilai sama dihadapkan pada pertentangan ini. Tentu saja yang dihadapi Kant jauh lebih rumit dibanding Socrates.Di antaranya ada dua kelompok yang dihadapi kant ;Pertama: Mereka meniadakan kemerdekaan idea (jiwa) yang ada hanyalah benda-benda yang ada di sekitarnya.Kedua: Mereka mengakui adanya kemerdekaan idea, sedangkan benda-benda lain dianggap tiada. Inilah pertarunganh nilai yang dihadapi Kant itu. (Tafsir,1999:216). Dalam hal ini, sebagaimana Socrates, Kant memiliki tugas yang sama, yakni menghentikan terus bergulirnya relativisme dan skeptisisme terhadap sain dan agama.Menurut Kant, sain dan agama tidak boleh diukur dengan filsafat, sain harus diukur dengan sain dan agama harus diukur dengan agama.Namun sepanjang ukuran kebenaran sain adan agama itu diserahkan kepada filsafat, maka sepanjang itu pula ukurannya menjadi nisbi.Segalanya dipandang sebagai hal yang relatif tak menentu dan tak ada kepastian. Dengan demikian, segalanya menjadi kacau, tak ada ikatan-ikatan sosial yang bisa dipegang, karena semuanya dipandang sebagai hal yang relatif. Oleh karenanya bagi Kant, kebenaran sain harus diukur oleh sain pula, dan agama oleh agama pula.Dari uraian di atas, baik Socrates atau Kant, berjuang mati-matian untuk menghentikan relatifisme ini. Bagi mereka penggunaan logika yang tanpa batas dapat merusak segalanya.Ahmad Tafsir, dalam bukunya Filsafat Umum : Akal dan Hati Semenjak

Page 4: Filsafat etika immanuel kant

Thales Sampai dengan James, menyimpulkan bahwa, sejarah mengajarkan pada kitabahwa sekurang-kurang ada dua hal yang akan terjadi saat logika itu menjadi rujukan segalanya:1.Logika dapat bentrok dengan logika lagi2.Logika bebas tanpa batas dapat menimbulkan kehidupan yangt tak memiliki pegangan yang pasti dan jelas dapat menimbulkan kekauan dalam hidup (Tafsir,1999:216)Terhadap kenyataan ini, Kant mengkritiknya lewat beberapa karyanya. Dalam salah satu bukunya (The Critique Of Pure Reason) ia menyusun argumen untuk menyelamatkan sain, suatu usaha yang pernah dilakukan pendahulunya, yakni Socrates. Ia berpendapat bahwa, kebenaran sain dapat dipegang apabila dasar-dasarnya sama yaitu a priori. Memang benar a priori itu berada dalam daerah filsafat, dalam arti bahwa sain itu relatif juga kebenarannya. Untuk menyanggah persoalan ini, Kant berpendapat bahwa kebenaran sain dapat dipegang jika diukur dengan sain pula (Tafsir, 1999: 21)Dari uraian di atas,jelaslah bahwa situasi dan kondisi yang dihadapi Kant boleh dikatakan sama dengan Socrates, bahwa keduanya dihadapkan pada rasionalisasi yang merelatifkan segala kenyataan yang ada. B. Selayang Pandang Tentang Immanuel Kant dan Karya-KaryanyaKant dilahirkan di Konigsberg,Prusia tahun 1724. Ia sangat hobi untuk memberikan kuliah Geografi dan Etnologi. Ia terlahir dari keluarga yang taat dalam beragama.Ia sendiri seorang yang tekun dalam menjalankan agamanya, bahkan ia sangat berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang mendasar dalam agamanya. Dalam perkembangan berikutnya,ia dapat menghindar dari gelombang skeptisme yang melanda masyarakat saat itu. Bahkan ia sendiri banyak dipengaruhi oleh para pemikir yang kelak akan ditolaknya.Pada tahun 1755, Kant mulai karirnya sebagai dosen swasta di universitas Konigsberg. Kemudian ia meninggalkan kedudukannya itu selama 15 tahun. Pada tahun 1770 ia diangkat sebagai guru besar pada bidang logika dan metafisika.Dalam bidang belajar mengajar ia lebih menyayangi muridnya yang sedang-sedang saja. Baginya murid yang bodoh dan pandai tak perlu dibantu. Sebelum ia tertarik pada metafisika, ia lebih dahulu menyenangi pengetahuan la

Page 5: Filsafat etika immanuel kant

in yang bukan metafisika, seperti tentang planet, bumi, etnologi dan lain-lain. Bukunya tentang antropologi memperkirakan asal-usul manusia, yang ia perkirakan dari hewan (Tafsir, 1999 : 152).Keseharian Kant, diwarnai dengan jadwal-jadwalnya yang tersusun secara rapih. Kegiatannya seperti bangun, minum kopi, menulis, memberi kuliah,makan, jalan-jalan, masing-masing memiliki alokasi waktu sendiri. Kalau ia muncul dari pintu rumahnya, ia kemudian berjalan-jalan di atas jalan kecil dibawah pohon yang rindang yang sering disebut tempat jalan-jalan sang filosof. Adapun karya-karya yang ia selesaikan selama lima belas tahun, diantaranya : 1. The critique of Pure reason(Pembahasaan mengenai akal murni)2. The critique of Practical reason( Pembahasan tentang akal praktis)3. The critique of Judgemente(Ensiklopedia britanica, hal 2726)Bukunya yang pertama (The Critique of Pure Reason) dimaksudkan untuk membela sain dari gangguan akal. Ini adalah misinya yang pertama, sedangkan yang kedua membela agama dari gangguan akal.Kritik yang dimaksud oleh Kant tidak sama dengan maksud kritik(Critism) pada umumnya. Tetapi kritik yang dimaksud adalah pembahasan kritis, dimana ia sangat menentang terhadap penggunaan akal murni. Yang dimaksud akal murni ialah akal yang bekerja secara logis. MenurutKant, akal murni dapat diperoleh dari struktur jiwa yang inheren

Page 6: Filsafat etika immanuel kant

, dimana pengetahuan itu masuk melalui watak dan struktur jiwa yang ada pada kita. Apa watak dan struktur jiwa itu? Inilah salah satu persoalan yang penting yang dibahas dalam buku ini ( Tafsir, 1999 : 153).Seperti telah disampaikan di muka, Kant dihadapkan pada faham empirisme yang menafikan hal-hal yang berbau kejiwaan (karena menganggap kebenaran itu berada dalam realita bukan dalam konsep), dan faham yang meragukan realita dengan melihat bahwa kejiwaan merupakan kebenaran yang mutlak. Oleh karena itu, dalam pandangan faham ini, semua sain itu juga relatif tak memiliki kebenaran yang dapat dipegang.Tokoh dari golongan pertama (empirisme) adalah John Locke dengan teori tabula rasanya (blank tablet) yang menekankan pengalaman sebagai yangakan mengisi kekosongan pengetahuan. Oleh karenanya, bagi Locke teori ini merupakan epistemologi untuk mencapai kebenaran. (Tafsir, 1999 : 136)Salah satu tokoh yang membidangi faham kedua (Idealisme) adalah Hegel. Dalam faham ini, epistemology yang digunakan adalah idea, yaitu faham yang mengajarkan materi bergantung pada spirit (jiwa) sehingga jika materi terlepas dari spirit tak bisa difahami sebagai kebenaran. Bagi Hegel, semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real. Ia mengatakan bahwa apa yang benar adalah perubahan ( Tafsir, 1999 : 135)Terhadap kedua pemikiran di atas, Kant memposisikan dirinya sebagai idealis empiris yang walaupun sebenarnya ia seorang idealis transcendental(Tafsir, 1999:128).Kemudian terhadap buku Critique-nya yang pertama ini, ia berhasil menyelamatkan sains dan agama. Baginya, sains pada mulanya absolut jika didasarkan pada a priori. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains itu dengan mengatakan bahwa sains itu naïf, sains hanya mengetahui penampakan objek saja yang akhirnya menjadi antinomy, yaitu menjadi sesuatu yang dapat dipegang. Dengan demikian sains dapat diselamatkan.Adapun bagian yang kedua mengenai penyelamatan agama. Baginya sains dan akal tak bisa menembus noumena, yaitu suatu tempat yang memiliki objek-objek keyakinan.Adapun dalam buku kritiknya yang kedua, Kant lebih banyak berfilsafat. Ia menyatakan bahwa filsafat lebih canggih ketimbang sains, karena filsafat dapat sampai pada tingkat konsepsi sedangkan sains tidak. Sains hanya berkutat pada perkara-

Page 7: Filsafat etika immanuel kant

perkaraa yang nampak saja. (Tafsir, 1999 : 158). Oleh karenanya, bagi Kant, kedua-duanya menjadi relatif, yaitu ketika yang satu (realita) diukur oleh yang kedua (filsafat) dan yang kedua (apalagi yang pertama) tak dapat mengukur pada yang ketiga. Menurut Kant, sains dan filsafat tidak dapat dijadikan ukuran bagi yang ketiga. Kemudian apa itu yang ketiga ? Kant menjawab, yang ketiga adalah moral, ia adalah kata hati, suara hati, perasaan, suatu prinsip yang apriori, absolut.Demikianlah sekelumit riwayat hidup Kant beserta karyanya, dimana kesehariannya selalu dipadati dengan jadwal-jadwal dirinya. Ia lebih mendahulukan berpikir daripadaberbuat.C. Filsafat Etika KantDalam ruang lingkup filsafat etika, Kant termasuk pada filsafat etika aliran deontologi, yaitu suatu aliran filsafat yang menilai setiap perbuatan orang dan memandang bahwa kewajiban moral dapat diketahui dengan intuitif dengan tidak memperhatikan konsep yang baik.Aliran lainnya adalah aliran teologi, yaitu suatu fahamdimana perbuatan orang dinilai dari tujuan yang hendak dicapainya. (Ninggolan, 1997:68).Karena faham deontologiyang dianutnya, maka Kant memandang bahwa perbuatan moral itu dapat diketahui dengan kata hati, Bagi Kant, melakukan kewajiban merupakan norma perbuatan baik.Ia mengambil contoh, perbudakan merupakan perbuatan buruk karena memakai manusia sebagai alat.Mempekerjakan pembantu rumah tangga dengan kasar merupakan perbuatan buruk pula, karena menjadikan manusia sebagai hewan (Ninggolan,1997 :68).Bagi Kant pula, hukum moral ini hanya berjalan sesuai dengan kata hati, dalam arti bahwa kata hati ini menjadi syarat kehidupan moral. Supaya moral ini baik, seseorang harus berbuat dengan rasa wajib ( Encyclopedia America, 1977 :251). Kant melihat bahwa, sebagaimana alam bisa berjalan dengan tertib, maka seperti itu pula dengan moral. Hukum moral harus berjalan secara tertib pula(Encyclopedia America, 1977 :71).Dalam konsepnya tentang moral yang dikaitkandengan hukum alam ini, pada gilirannya Kant dapat menemukan Tuhan, dalam arti bahwa, seseorang dapat memiliki rasa tentang idea fenomena ketuhanan, jika ia berusaha memikirkan hubungan Tuhan dengan dunia.Hal ini dapat dianalogikan dengan hubungan yang erat antara seorang ayah dengan anak-anaknya (Encyclopedia

Page 8: Filsafat etika immanuel kant

America, 1977 :221).Sebenarnya dari konsep inilah, lahirlah pemikirannya tentang perbuatan baik yang harus muncul sebagai kewajiban untuk berbuat baik sebagaimana layaknya seorang anak kepada Bapaknya. Atau dalam kaitannnya dengan itu, Kant berpendapat bahwa hanya dengan menjaga keharmonisan hubungan alam (termasuk tingkah manusia) dengan Tuhan, maka dapat tercapai adanya kebahagiaan itu.Dalam kaiatannya dengan ilmu pengetahuan, Kant menekankan adanya kesucian hati sehingga dengan kesucian tadi, seseorang mampu memiliki intelegnesia yang baik(Encyclopedia America, 1977 :221). Oleh karena itu, kebahagiaan hidup seseorang sehingga dapat mencapai pengetahuan yang baik, dan memiliki perilaku yang utama hanya didapat saat ia mampu menyatu dengan gejala alam yang secara kodrati telah diatur oleh Tuhan.Inilah makna dari kesucian hati itu.Dengan demikian, setiap orang, secara umum, sebenarnya mampu untuk membawa dirinya kedalam lingkungan alamnya sendiri sehingga dapat menjumpai pandangan-pandangan moralnya yang dengannya ia sendiri dapat bekerja. Keyakinan inilah sebenarnya yang menjadi kunci dari filsafat moral kant dan pandangan-pandangannya secara umum(Encyclopedia America, 1977 :222).D. KesimpulanDari uraian di atas, dapat kita simpulkanbeberapa pemikiran etika dari Immanuel Kant, sbb.:1.Pemikiran etika Kant, sebenarnya secara tidak langsung terlahir dari internalisasi nilai-nilai kepatuhan kepada agama melalui lingkungan keagamaan yang ditanamkan orangtuanya semenjak dini.2.Kant, sebenarnya secaratidak langsung terlahir sebagai pelanjut perjuangan nenek moyangnya, yakni Socrates yang berusaha untuk menampilkan kembali “Pandangan hati” setelah terkalahkan oleh pemikiran-pemikiran lainnya..3.Di samping filsafatnya tentang etika, Kant berhasil menyelamatkan sain dan agama dari keterancamannya sehingga dapat membagi tiga katagoriDAFTAR PUSTAKAAhmad tafsir, Dr., (1999), filsafat Umum : Akal dan Hati semenjak Thales sampai James: Pt. Remaja Rosyda Karya, cet.ke-7Encyclopedia Americana, 19

Page 9: Filsafat etika immanuel kant

77Encyclopedia Britannica, 1970Nainggolan,Z.S, Dr. (1997), Pandangan Cendekiawan Muslim tentang Moral Pancasila, Moral Barat dan Moral Islam, Kalam Mulia: Jakarta.

Page 10: Filsafat etika immanuel kant

http://sumut.kemenag.go.id/1KAJIAN TERHADAP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DI SATUAN PENDIDIKANOleh: M.Halomoan,M.Pd.Widyaiswara Madya BDK MedanAbstractPendidikan karakter bukanlah mata pelajaran, karena itu tidak untuk diajarkan, melainkan untuk dikembangkan. Pendidikan karakter dalam arti luas haruslah secara simultan dilakukan oleh Masyarakat, Keluarga dan Dunia Pendidikan. Dalam kajian ini membatasi diri hanya pada ruang lingkup dunia pendidikan, khususnya satuan pendidikan. Mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter (NPK) di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui tiga jalur: a) jalur pengembangan diri, b) jalur mata pelajaran dan, c) jalur budaya sekolah.Pendekatan yang diharapkan untuk mengembangkannya adalah pendekatan holistik dengan metodeketeladanan.Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.PENDAHULUANPendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabatdalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab(UU Nomor 23 Thn 2003 tentang Sisdiknas, pasal 3).Menurut Ali Ibrahim Akbar (2009), praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill(keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan

Page 11: Filsafat etika immanuel kant

intelligence quotient(IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skillyang tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi.http://sumut.kemenag.go.id/2PERMASALAHANApa yang dimaksud dengan pendidikan karakater, apa tujuan dan fungsinya di satuan pendidikan, apa saja yang menjadi prinsip pengembangannya, bagaimana strategi pengembangannya di satuan pendidikan, inilah yang menjadi permasalahan dalam kajian ini.PEMBAHASANPengertian Karakter dan Pendidikan KarakterMenurut Ryan & Bohlin (1999), karakter merupakan suatu pola perilaku seseorang. Orang yang berkarakter baik memiliki pemahaman tentang kebaikan, menyukai kebaikan, dan mengerjakan kebaikan tersebut. Orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas(2008)adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakteradalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.Beberapa ciri orang yang memiliki karakter menurut Howard Kirschenbaum (1995) antara lain: hormat, tanggungjawab, peduli, disiplin, loyal, berani, dan toleran. Seseorang yang berkaraktermulia memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya,yang ditandai dengan nilai-nilai seperti percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya,jujur, menepati janji, adil, rendah hati, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, dan tabah. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan bertindak sesuai potensi dan kesadarannya.I

Page 12: Filsafat etika immanuel kant

ndividu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-halyangterbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).Menurut T. Ramli (2001), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.Pendidikan karakter adalah usaha sadar dalam menanamkan nilai-nilai perilaku (akhlak, budi pekerti, karakter) kepada warga sekolah yang meliputi http://sumut.kemenag.go.id/3aspek pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan dansemsesta sehingga menjadi insan kamil. Insan Kamil mulai dari niat, lisan dan tindakan nyata yang berwujud adab dan prilaku baik secara horizontal terhadap sesama dan makhluk Tuhan lainnya maupun secara vertikal terhadap Sang Pencipta.Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus melibatkan diri, mulai dari Kepala sekolah, pengawas, guru, tukang kantin, tukang kebun, komite, satuan pengaman, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah oleh kepala sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.Pembinaan karakter juga termasuk melingkupi materi yang harus direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,

Page 13: Filsafat etika immanuel kant

pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai (aspek pengetahuan), belum menyentuh pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.Tujuan Pendidikan Karakter di Satuan PendidikanTujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya genarasi yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Dalam dunia pendidikan kita tujuan pendidikan karakter adalah:1.mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui aspek pedagogis2.mengembangkan kebiasaan dan perilaku terpuji sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;3.menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;4.mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusiayang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan5.mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).http://sumut.kemenag.go.id/4Fungsi Pendidikan Karakter BangsaSecara umum fungsi pendidikan karakter bangsa adalah meningkatkan kualitas prilaku, akhlak, budi pekerti dari setiap anak bangsa dalam menjalani kehidupan sebagai anggota masyarakat dan makhluk Tuhan, sedangkan secara akademik berfungsi sebagai:1.Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;2.Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan3.Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa

Page 14: Filsafat etika immanuel kant

lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakterbangsa yang bermartabat.Sumber Pengembangan Dan Nilai-nilai Pendidikan Karakter BangsaDarimana kita mengambil sumber nilai-nilai karakter bangsa? Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter menurut Balitbang Puskur Kemendiknas (2010) diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:1.Agama:masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.2.Pancasila: Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadinilai-nilaiyang mengatur kehidupanpolitik,hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yanglebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.3.Budaya:

Page 15: Filsafat etika immanuel kant

sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan http://sumut.kemenag.go.id/5budaya dan karakter bangsa.4.Tujuan Pendidikan Nasional:sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu seperti dimuat dalam tabel 1.Prinsip-Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Di Satuan PenidikanMenurut Lickona, Schaps dan Lewis dalam Cep’s Eleven Principles of Effective Character Education(2007) terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif:1)kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik2)definisikan 'karakter' secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, 3)gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter, 4)ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian5)beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral6)buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan

Page 16: Filsafat etika immanuel kant

membantu siswa untuk berhasil, 7)usahakan mendorong motivasi diri siswa, 8)libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa, 9)tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter, 10)libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter11)evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik. Sekolah atau guru harus mendefinisikannya dalam bentuk perilaku http://sumut.kemenag.go.id/6yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu,mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan masalah yang melibatkan nilai-nilai. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti dengan mengembangkan keterampilan empati, membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas beradab, mendengar cerita ilustratif dan inspiratif, dan merefleksikannya dalam kehidupan.Prinsip pembelajaran yang digunakan

Page 17: Filsafat etika immanuel kant

dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa menurut Balitbang Puskur Kemdiknas:1.Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadiselama 9 tahun sebelumnya.2.Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan http://sumut.kemenag.go.id/7dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 2 berikut ini memperlihatkan pengintegrasian nilai-nilai melalui jalur-jalur itu.3.GAMBAR2.Jalur Pengintegrasian Nilai-nilaiPendidikanKarakter

Page 18: Filsafat etika immanuel kant

Bangsa di Satuan PendidikanPengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini.GAMBAR3.Pengintegrasian Nilai-nilaiKarakterBangsamelaluiSetiapMataPelajaran (MP) di Sekolah4.Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti Pengembangan DiriMata PelajaranBudaya SekolahNilaiNilaiMP1MP2MP3MP4MP5MP6MP.n