filsafat anarkisme paul karl feyerebend

Download filsafat anarkisme Paul Karl Feyerebend

If you can't read please download the document

Upload: muhammad-ghozali

Post on 05-Aug-2015

182 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tugas kuliah pasca sarjana UIN suka

TRANSCRIPT

A. Latar Belakang Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan keduanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang belum dan yang telah diketahui. Berfilsafat berarti jujur mengakui kebenaran yang mampu untuk dijangkau. Berfilsafat juga berarti mengoreksi diri dan mengakui bahwa tidak semua dapat dijangkau untuk diketahui.1 Meskipun tampak betapa banyak dan beraneka ragamnya buah pemikiran itu, namun pada hakikatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok, yakni: Apakah yang ingin kita ketahui? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? dan Apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?2 Hal ini juga sesuai dengan dimensi utama filsafat ilmu itu sendiri sebagai sebuah proses penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Sebab filsafat ilmu itu sendiri bersinggungan pula dengan bagian-bagian filsafat sistematik lainnya, seperti filsafat pengetahuan (hakikat serta otentisitas pengetahuan), ontologi (ciriciri serta susunan kenyataan) dan filsafat kesusilaan (nilai-nilai serta tanggungjawab).3 Pertanyaan itu kelihatannya sederhana namun mencakup permasalahan yang sangat azasi. Lahirnya sejumlah karya pemikiran besar pun sebenarnya merupakan wujud nyata dari keseriusan kaum intelektual dalam rangka merumuskan format penafsiran baru yang lebih bermutu atas ketiga pertanyaan tersebut di atas. Pemikiran-pemikiran besar dalam sejarah kebudayaan manusia dapat dicirikan dan dibedakan dari cara mereka menjawab dan menyikapi pertanyaan-pertanyaan itu yang merupakan titik tolak dalam pengembangan1 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 19. 2 Jujun Suparjan Suriasumantri (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakikat Ilmu (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal. 2. 3 Beerling, et.al., Pengantar Filsafat Ilmu, alih bahasa Soejono Soemargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), hal. xii.1pemikiran selanjutnya. Ilmu merupakan salah satu bentuk manifestasi dari pengetahuan manusia yang pada abad modern ini telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Salah satu pandangan kontemporer tentang ilmu yang paling menantang dan provokatif adalah pandangan yang dikemukakan dan dibela secara gemilang oleh Paul Karl Feyerabend. Satu hal yang menarik sosok seorang Feyerabend adalah keinginannya untuk membela kebebasan masyarakat termasuk dalam berpengetahuan dari otoritarianisme, kungkungan kekakuan pemikiran berikut segala bentuk ideologi yang telah melembaga dan melingkupinya.4 Ia mengajukan pandangan yang sangat menantang dan baru dalam filsafat ilmu. Baginya, tidak ada penilaian mengenai watak dan status ilmu akan lengkap tanpa suatu usaha untuk memahaminya secara integral dan holistik. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakikat ilmu itu sebenarnya secara mendalam, sehingga hal tersebut bukan saja akan meningkatkan apresiasi kita terhadap ilmu itu sendiri, namun juga membuka mata kita terhadap berbagai kekurangan yang dikandungnya Dalam konteks pemikiran inilah, Paul Karl Feyerabend ingin melihat mengapa pada abad modern ini ilmu pengetahuan diberi penghargaan tinggi dalam masyarakat dibandingkan bidang-bidang lainnya. Seolah-olah kini ilmu pengetahuan bersifat "anarkis".5 Feyerabend menyesalkan pembela-pembela ilmu yang secara tipikal menilai ilmu adalah superior atas bentuk-bentuk pengetahuan lain tanpa melakukan penyelidikan yang layak mengenai bentuk-bentuk pengetahuan lain.6 Ia mengemukakan bahwa banyak kaum metodologis sudah menganggap benar4 Paul Karl Feyerabend, How to Defend Society Against Science dalam Knowledge, Science and Relativism (Cambridge: Cambridge University Press, 1999), hal. 181. 5 Prasetya T.W., "Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend", dalam Tim Redaksi Driyarkara (penyunting), Hakikat Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu (Jakarta: Gramedia, 1993), hal. 47. 6 A.F. Chalmers, Apa itu yang dinamakan Ilmu? Suatu Penilaian Tentang Watak dan Status Ilmu serta Metodenya (Jakarta: Hasta Mitra, 1982), hal. 149.tanpa argumentasi, bahwa ilmu membentuk paradigma rasionalitas. Adanya klaim bahwa anarkisme ilmu pengetahuan sebagai bentuk kesewenang-wenangan epistemologis Feyerabend perlu kiranya dimengerti dalam porsi pemahaman yang tepat dan seimbang. Sebab pada kenyataannya istilah ekstrem itu dimaksudkan untuk memberikan kritik eksternal terhadap metode dan praktek ilmu pengetahuan yang acapkali mengaburkan karakter dan tujuan dasar utamanya. Maka berkaitan dengan persoalan itu pula, makalah ini diangkat guna menelaah lebih jauh mengenai pokok pemikiran Feyerabend tentang anarkisme dalam pengetahuan beserta aspek penting lain yang terdapat di dalamnya. B. Pembahasan 1. Seputar Anarkisme Secara etimologi, anarkisme berasal dari kata Yunani an archos = tanpa pemerintahan. Ia merupakan sebuah aliran dalam filsafat sosial yang menghendaki dihapuskannya negara atau pemerintahan serta kontrol politik dalam masyarakat. Aliran ini didasarkan pada ajaran bahwa masyarakat yang ideal itu dapat mengatur urusannya sendiri tanpa mempergunakan kekuasaan yang berlawanan dengan paham sosialisme dan komunisme. Tokohtokohnya: Gerrard Winstanley (1609-1660), William Goldwin (1756-1836), Mikhail Bakunin (1814-1876) dan Peter Kropotkin (1842-1921).7 Anarkisme (bhs. Yunani, awalan a, tidak, kebutuhan akan, ketiadaan,7 Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hal. 9-10. Antinomian (bhs. Yunani, anti, melawan, nomos, hukum) 1. seseorang yang menginginkan kebebasan dari aneka peraturan dan hukum dalam masyarakat. Seseorang yang ingin hidup di luar masyarakat dalam keadaan alami atau hidup dalam masyarakat dengan ikatan seminimal mungkin oleh norma-norma sosial. (Penganut antinomi, sebgai lawan dari kaum aktivis atau anarkis, umumnya tidak langsung terlibat dalam usaha penghapusan hukum-hukum dan struktur politik suatu masyarakat. 2. dalam teologi, (a) seseorang yang percaya bahwa hanya keimanan, bukan hukum moral, yang diperlukan bagi keselamatan. (b) dalam pengertian teologis yang lebih ekstrem, seseorang yang memandang rendah hukum dan batasan-batasan sosial serta meletakkan di atas segalanya soal keimanan dan pengetahuan tertentu yang menjanjikan keselamatan. Lihat dalam Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 17.3kekurangan + anarchos, seorang pengatur, pengarah, ketua, orang yang berwenang, komandan. Dalam bahasa Yunani istilah anarchos atau anarchia berarti tidak memiliki pemerintahankeadaan tanpa penguasa). Konotasi positif: Anarkisme adalah ideologi sosial yang menolak pemerintahan yang otoriter. Aliran ini berpandangan bahwa individu-individu harus mengatur diri mereka sendiri dengan cara yang disenangi demi pemenuhan kebutuhan dan ideal-ideal mereka. Dalam pengertian ini anarkisme tidak bisa disamakan dengan Nihilisme, tetapi lebih serupa dengan libertarianisme politik dan antinomianisme. Konotasi negatif: Anarkisme adalah kepercayaan yang menyangkal untuk menghormati hukum atau peraturan apapun dan secara aktif melibatkan diri dalam promosi kekacauan melalui perusakan masyarakat. Aliran ini mengajarkan penggunaan terorisme individual sebagai sebuah alat untuk meningkatkan terjadinya disorganisasi sosial dan politik.8 Kamus Ilmiah Populer dengan gamblang mendefinisikan anarkisme sebagai sebuah paham kebebasan bertindak tanpa mau diikat oleh undangundang; hal kesewenang-wenangan bertindak (melenyapkan undangundang).9 Sementara Dictionary of Philosophy secara terperinci memberikan pengertian anarkisme sebagai berikut: Anarchism: This doctrine advocates the abolition of political control within society: The State, it contends, is mans greatest enemy eliminate it and the evils of human life will disappear. Positively, anarchism envisages a homely life devoted to unsophisticated activity and filled with simple pleasure. Thus it belong in the primitive tradition of Western culture and springs from the philosophical concept the inherent and radical goodness of human nature. Modern anarchism probably owes not a little, in an indirect way, to the influence of the primitivistic strain in the thought of Jean Jacques Rousseau. In an popular sense the word anarchy is often used to8 Ali Mudhofir, Kamus Teori, hal. 13. 9 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hal. 30.denote a state of social chaos, but it is obvious that the word can be used in this sense only by one who denies the validity of anarchism.10 (anarkisme adalah: ajaran yang menganjurkan dihapuskannya penguasaan politik dalam masyarakat. Sebab negara menurut pendapat mereka adalah musuh terbesar manusia yang jika disingkirkan akan dapat menghilangkan kejahatan-kejahatan yang ada dalam kehidupan manusia. Jelasnya, anarkisme mengimpikan kehidupan yang bersahaja dengan menekuni kegiatan yang sederhana dan mengisinya dengan kesenangan yang wajar. Jadi ia termasuk kebiasaan kuno dari budaya Barat yang bersumber dari konsep filosofis yang telah melekat dan mengakar secara baik dalam sifat dasar manusia. Anarkisme modern kelihatannya juga tidak jarang, walaupun dengan cara yang berlainan, berusaha untuk mempengaruhi pandangan-pandangan kuno yang terdapat dalam pemikiran Jean Jacques Rousseau. Dalam pengertian populer, kata anarki seringkali digunakan untuk menunjukkan adanya kekacauan sosial dalam suatu negara, bahkan kata ini juga dipakai oleh seseorang yang menyangkal terhadap keabsahan anarkisme itu sendiri). Dalam bidang ilmu pengetahuan, anarkisme diartikan sebagai anarchy epistemological (kesewenang-wenangan epistemologis) yang digunakan dan dipopulerkan oleh Paul Karl Feyerabend. Menurutnya, tidak ada ukuranukuran yang tetap untuk memisahkan atau membedakan antara sampah dengan teori yang dapat diamati. Term anarkisme dalam hal ini adalah anarkisme epistemologis yang dipertentangkan dengan anarkisme politis atau religius. Jika anarkisme politis anti terhadap kemapaan (kekuasaan, negara, institusi-institusi dan ideologi-ideologi yang menopangnya), maka anarkisme epistemologis justru tidak selalu memiliki loyalitas ataupun perlawanan yang jelas terhadap semua sistem dan struktur elit tersebut.11 Dalam wilayah epistemologi, anarkisme berusaha mempertahankan sekaligus menentang kemapanan. Hal itu dilakukan untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternatif. Anarkisme tersebut10 Dagobert D. Runes (ed.), Dictionary of Philosophy (Littlefield Adams & Co., Totowa: New Jersey, 1971), hal. 11-12. 11 Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat (Yogyakarta: Liberty, 1992), hal. 9.5terkadang diartikan sebagai kesewenang-wenangan epistemologi, karena tidak adanya ukuran atau aturan yang pasti untuk menentukan antara yang ilmiah dan non ilmiah. Dalam posisi seperti itu, anarkisme juga tidak bisa disebut skeptisisme. Jika skeptisisme berpendapat bahwa suatu pandangan bisa benar dan bisa salah atau bahkan bisa juga tidak ada penilaian berarti baginya, maka tidak demikian dengan halnya dengan anarkisme epistemologis. Sedangkan dalam analisa Feyerabend sendiri, term anarkisme itu tidak lain adalah anarkisme epistemologis yang dipertentangkan dengan anarkisme politis atau religius. Dikatakannya, apabila anarkisme politis anti terhadap kemapanan (kekuasaan, negara, institusi-institusi dan ideologi-ideologi yang menopangnya), maka anarkisme epistemologis justru tidak selalu memiliki loyalitas ataupun perlawanan yang jelas terhadap semua sistem dan struktur elit tersebut. Di akhir renungannya tentang anarkisme, Feyerabend sendiri secara pribadi menyatakan keinginannya untuk menjadi seorang dadais yang dilukiskannya sebagai berikut: A Dadais is convinced that a worthile life will arise only when we start taking things lightly and when we remove from our speech the profound but already putrid meanings it has accumulated over the centuries...I hope that having read the pamphlet the reader will remember me as flippant Dadais and not as a serious anarchist.12 (Seorang Dadais percaya bahwa hidup yang berguna itu hanya dapat dibangun apabila kita mulai melakukan sesuatu yang gampang dan berhenti dari omong besar kecuali jika kita ingin pengertian-pengertian itu menjadi busuk karena ditumpuk-ditumpuk selama berabadabad...Saya berharap bahwa setelah membaca selebaran ini pembaca mengenangku sebagai seorang Dadais yang sembrono, dan bukan sebagai anarkis yang sesungguhnya).12 W.H. Newton-Smith, The Rationality of Science (Boston: Routledge & Keagan Paul Ltd., 1981), hal. 146-147. Istilah dadais muncul dari dunia seni di Perancis dan Jerman setelah Perang Dunia I sekitar tahun 1916-1922. Dadaisme berarti suatu gerakan protes dari dunia seni yang ditujukan bukan hanya terhadap seni yang sudah mapan, melainkan akhirnya juga menjadi gerakan protes terhadap segala bentuk kemapanan.Seorang anarkisme epistemologis menurut Feyerabend ibarat seorang dadais seperti yang dijelaskan oleh Hans Richter dalam bukunya Dada: Art and Anti-Art. Feyerabend mengutip pandangan Richter sebagai berikut: Dada, not only had no programme, it was against all programmes. This does not exclude the skillful defence of programmes to show the chimerical character of any defence, however rational.13 Maksud Feyerabend adalah bahwa dalam epistemologi terdapat bentuk anarkisme yang berupaya mempertahankan sekaligus menentang kemapanan. Ia bukan hanya tidak punya program, tetapi anti-program. Ia pembela status quo, tetapi juga anti status quo. Hal itu ditempuh untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternatif. Anarkisme Feyerabend yang demikian itu terkadang diartikan orang sebagai kesewenang-wenangan epistemologi, karena tidak adanya ukuran atau aturan yang tetap dan pasti untuk menentukan antara yang ilmiah dan yang nonilmiah. Dalam posisi seperti itu, anarkisme juga tidak bisa disebut skeptisisme. Jika skeptisisme berpendapat bahwa suatu pandangan bisa benar dan bisa salah atau bahkan bisa juga tidak ada penilaian berarti baginya, maka tidak demikian halnya dengan anarkisme epistemologis. Seorang anarkis di bidang ini tidak segan bahkan tidak malu untuk mempertahankan pandangan yang dianggap sudah basi dan konyol sekalipun. Lantas mengapa diksi yang ditawarkan oleh Feyerabend adalah anarkisme? Karena anarkisme epistemologis merupakan anarkisme teoretis. Menurut hemat Feyerabend anarkisme teoretis itu lebih manusiawi daripada alternatif hukum. Dari perspektif ini, ilmu pengetahuan secara hakiki merupakan usaha yang anarkistik mutlak. Feyerabend memberikan13 Paul Karl Feyerabend, Against Method: Outline of an Anarchistic Theory of Knowledge (London: New Left Books, 1975), hal. 23.7argumentasi historis, bahwa sejarah ilmu pengetahuan tidak hanya berisi fakta-fakta dan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta tersebut. Ia juga berisi ide-ide, interpretasi terhadap fakta-fakta, masalahmasalah yang timbul dari kesalahan interpretasi, interpretasi yang bertentangan, dan sebagainya. Feyerabend melihat bahwa para ilmuwan hanya meninjau fakta ilmu pengetahuan dari dimensi ide belaka, sehingga tidak heran andaikata sejarah dan ide-ide ilmu pengetahuan yang berkembang itu kemudian menjadi pelik, rancu dan penuh dengan kesalahan seperti pemikiran dari para penemunya.14 Situasi semacam itulah yang dilukiskan Feyerabend sebagai sakit epistemologis, dan obat paling mujarab untuk mengembalikan eksistensinya pada koridor semula adalah dengan prinsip anarkisme. Dengan demikian, anarkisme, sebagaimana pengakuan Feyerabend bisa membantu kita untuk mencapai kemajuan dengan memilih salah satu pemikiran yang kita minati secara lebih rasional, jelas dan bebas. Pungkasan ide anarkisme Feyerabend yang secara esensial perlu kita gali maknanya dalam realitas keseharian kita adalah pernyataannya berikut ini: And my thesis is that anarchism helps to achieve progress in any one of the senses one cares to choose.15 2. Anarkisme Sebagai Kritik atas Ilmu Pengetahuan Secara garis besar, seluruh pemikiran individualisme ekstrem Feyerabend tentang anarkisme di atas sebenarnya adalah suatu kritik terhadap perjalanan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah didominasi oleh sains positivistik. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mengkritik ilmu dari dua sisi yang kaitan antar keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kritik pertama disebutnya sebagai anti-metode (Against Method) yang14 Prasetya T.W., "Anarkisme Pengetahuan dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend", dalam Tim Redaksi Driyarkara (penyunting), Hakikat Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu (Jakarta: Gramedia, 1993), hal. 54. 15 Paul Karl Feyerabend, Against Method , hal. 18.berusaha (mendekonstruksi) format metode ilmu pengetahuan yang telah dibuat dan dipahami oleh para kaum positivis dengan melakukan penyingkapan dan pembongkaran terhadap asumsi-asumsi beserta kesalahan dari teori-teori baku yang selama ini telah dikembangkannya. Dan kritik yang kedua dinamakannya dengan anti-ilmu pengetahuan (Against Science) yang secara lebih mendalam lagi mencoba mengoreksi tentang praktek ilmiah, fungsi dan kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat yang dianggap memiliki standar universal yang melampaui batas-batas partikularitas dan relativitasnya. a. Anti-Metode (Against Method) Dengan semboyan ini, Feyerabend ingin melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap mempunyai satu metode yang baku dan universal, memiliki resistensi terhadap kritik yang tahan sepanjang masa serta dapat pula membawahi fakta dan penelitian. Menurut Feyerabend, klaim itu tidak realistis dan jahat. Tidak realistis, karena kenyataannya ilmu pengetahuan hanya diambil dari pandangan sederhana atas dasar kemampuan seseorang dari lingkungan tertentu. Jahat, karena ilmu pengetahuan berusaha memaksakan hukum-hukum yang menghalangi berkembangnya kausalitas-kausalitas profesional kita dengan mempertaruhkan sifat kemanusiaan kita. Lagi pula, gagasan itu merusak ilmu pengetahuan dan menghambat laju perkembangannya karena mengabaikan adanya kompleksitas situasi fisik dan historis yang memungkinkan perubahan ilmu pengetahuan.16 Dengan menunjukkan bukti bahwa sejarah ilmu pengetahuan itu selalu dipenuhi dengan pertentangan teori, Feyerabend juga menyangkal pandangan saintisme yang menganggap ilmu berada di atas segala aspek budaya lain sehingga menyebabkan ilmu pengetahuan modern menghalangi kebebasan berpikir para ilmuwan itu sendiri.16 Prasetya T.W., Anarkisme Pengetahuan, hal. 55.9DanlangkahpertamayangdilakukanFeyerabenduntukmenindaklanjuti kritiknya tersebut adalah dengan mengajukan suatu prosedur yang diberi nama kontra-induksi (counterinduction). Prosedur ini dimaksudkan sebagai standar kritik dari luar yang sangat diperlukan demi kemajuan ilmu pengetahuan, karena sulitnya otokritik yang berasal dari dalam tubuh ilmu pengetahuan itu sendiri. Maksud Feyerabend bukanlah mengganti seperangkat aturan-aturan dengan peraturan yang lain, tetapi tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa semua metode yang sudah jelas sekalipun mempunyai keterbatasan. Dan cara terbaik untuk menjelaskan ini adalah dengan menunjukkan batas-batas, irasionalitas dari beberapa aturan yang mungkin dianggap sebagai hal yang paling mendasar. Hal tersebut diungkapkan Feyerabend sebagai berikut: My intention is not to replace one set of general ruler by another such set: my intention is, rather, to convince the reader that all methodolgies, even the most obvious ones, have their limits. The best way to show this is to demonstrate the limits and even the irrationality of some rules which she, or he, is likely to regard as basic.17 Hal ini jelas berbeda dengan paradigma positivisme yang menganggap induksi sebagai satu-satunya metode yang dianggap valid ataupun juga dengan kaum induktivisme naif yang berpendapat bahwa batang tubuh ilmu pengetahuan ilmiah dibangun di atas prinsip induksi yang dasarnya cukup kuat. Ketika ditemukan sejumlah fakta observasi dan eksperimen yang sesuai dengan teori, maka teori atau hukum diperkuat atau dikorborasi. Prinsip induksi berupaya mencari fakta yang mendukung dan menghindari fakta yang tidak sesuai dengan teori. Kontra-induksi yang ditawarkan Feyerabend itu adalah juga untuk mengatasi masalah kekurangan prinsip verifikasi atau falsifikasi yang17 Paul Karl Feyerabend, Againts Method, hal. 23.sama-sama tidak menghendaki adanya fakta yang konsisten dengan teori. Melalui kontra-induksi, Feyerabend mengusulkan counterrule, yaitu memberikan hipotesis yang tidak konsisten dengan teori yang mapan atau dengan fakta yang bahkan tidak sesuai atau tidak terukur sekalipun. Jadi, kontra-induksi yang dikemukakan oleh Feyerabend itu sesungguhnya berperan penting untuk menjembatani permasalahan teori dan fakta. Walaupun begitu, menurut Feyerabend, masalah ini tidak memerlukan pembelaan khusus, karena tidak ada satu pun teori yang menarik dan sesuai dengan semua fakta yang selalu dapat diketahui dalam bidang domainnya secara pasti dan meyakinkan. Oleh karena itu, pertanyaan pokoknya bukan apakah teori-teori yang kontra-induktif ini harus diakui dalam ilmu pengetahuan atau tidak, tetapi apakah kesenjangan yang ada antara teori dengan fakta harus diperbesar atau diperkecil? Atau apa yang harus kita lakukan dalam menjawab persoalan ini? Maka untuk bisa menyadari dan melakukan kritik terhadap asumsiasumsi ilmu pengetahuan diperlukan standar eksternal guna memeriksa karakteristik dari dunia nyata yang diamati. Dan untuk itu semua, Feyerabend kemudian merancang pertanyaan mendasar tentang apa yang seharusnya dilakukan? Pertama, melakukan kritik terhadap fakta untuk memutuskan rantai dan konsep yang sudah mapan. Kedua, mengacaukan prinsip-prinsip teoretis yang paling masuk akal, dan Ketiga, memperkenalkan persepsi yang bukan merupakan bagian dari dunia persepsi yang ada. Semua itu merupakan langkah yang disebut oleh Feyerabend sebagai kontra-induksi. Itu sebabnya kontra-induksi selalu masuk akal dan selalu mempunyai kemungkinan untuk berhasil (counterinduction is, therefore, always reasonable and it has always a chance of success).1818 Paul Karl Feyerabend, Againts Method, hal. 23.11Sebagai ganti atas anti-metode, Feyerabend memasukkan beberapa prinsip (bukan metode), yaitu prinsip pengembangbiakan (proliferation) dan prinsip apa saja boleh (anything goes) yang telah penulis terangkan dalam bab sebelumnya. Jadi dalam dalam kaitan ini kami hanya akan membahas tentang prinsip pengembangbiakan yang secara harfiah berarti membiarkan semua berkembang sendiri. Maksudnya kita tidak bekerja dengan sistem pemikiran, bentuk-bentuk kehidupan dan kerangka institusional yang tunggal. Ini berarti bahwa prinsip pengembangbiakan juga menafikan adanya sikap otoritarianisme terhadap produk pemikiran manusia yang paling absurd sekalipun. Prinsip pengembangbiakan ini merupakan realisasi kritik dari alternatif pemikiran Feyerabend yang pada prinsipnya bertujuan untuk mencapai tiga hal utama: (1) memberikan model abstrak tentang kritik terhadap ilmu pengetahuan; (2) mengembangkan konsekuensikonsekuensinya; dan (3) membandingkan konsekuensi-konsekuensi itu dengan ilmu pengetahuan. Berdasarkan hal yang ketiga, Feyerabend mengharapkan bahwa perbandingan antara fenomena-fenomena sejarah dan pandangan epistemologis mampu memberikan kriteria penilaian yang holistik terhadap struktur aktual ilmu pengetahuan, sehingga nantinya terbentuk suatu basis bagi kritisisme dan reformasi ilmu pengetahuan.19 Prinsip pengembangbiakan berusaha menemukan dan mengembangkan teori-teori yang tidak cocok dengan pandangan yang sudah lazim diterima. Dengan demikian, prinsip ini tidak hanya memungkinkan adanya penemuan-penemuan alternatif baru, tetapi juga membuka peluang bagi tampilnya kembali teori lama yang sudah tidak diakui lagi keberadaannya. Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa prinsip pengembangbiakan ini bukan aturan metodologis, sebab ternyata ia juga menegaskan bahwa19 Prasetya T.W., Anarkisme Pengetahuan, hal. 56.kemajuan ilmu pengetahuan itu tidak dapat diperoleh dengan hanya mengikuti teori tunggal, aturan atau metode apapun, melainkan dengan membiarkan teori-teori yang beraneka ragam dan berbeda satu sama lain berkembang secara bebas. b. Anti-Ilmu Pengetahuan (Against Science) Anti-ilmu pengetahuan Feyerabend ini tidak berarti ia anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang seringkali mengaburkan maksud dan tujuan utamanya. Dengan sikap ini, Feyerabend ingin melawan ilmu pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap lebih unggul daripada bidang-bidang atau bentukbentuk pengetahuan lain, seperti sihir, voodoo, magi, mitos, dan lain sebagainya. Ditegaskannya, ilmu pengetahuan menjadi pemikiran tunggalmutlak karena adanya propaganda dari para ilmuwan dan institusi terkait yang diberi wewenang untuk selalu mempengaruhi kesadaran kolektif masyarakat tentang hakikat dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan yang dianggap paling benar itu telah menguasai sistem kebenaran dunia ilmiah, dan pada gilirannya menjadi semacam ideologi yang menindas kebudayaan alternatif. Semboyan extra ecclesiam nulla salus (di luar Gereja tidak ada keselamatan) yang lebih dari satu abad lalu ada dalam tradisi gereja, diadopsi oleh para ilmuwan dengan mengatakan extra scientiam nulla salus (di luar ilmu pengetahuan tidak ada kebenaran).20 Walaupun dewasa ini tidak ada lagi orang yang dihukum mati dengan dakwaan subversif atau sesat terhadap rumus-rumus formal ilmu pengetahuan, tetapi mereka secara hukum konvensional mendapat sanksi sosial yang justru lebih berat daripada batas-batas toleransi yang ada dalam suatu masyarakat sekalipun.20 Prasetya T.W., Anarkisme Pengetahuan, hal. 58.13Dari semua bentuk pengingkaran yang sangat radikal tersebut, Feyerabend sejatinya ingin menyatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya merupakan salah satu gagasan terbuka dan plural dari sekian banyak pilihan ideologi yang ada dalam masyarakat. Dengan begitu, Feyerabend ingin mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu bukanlah ideologi yang berisi omong kosong belaka. Maka tidak wajar mendewa-dewakan ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya pengetahuan yang paling unggul dan bahkan paling menentukan kehidupan masyarakat. Karena masalahnya terletak pada muatan ideologis dari komunitas para ilmuwan dan pihakpihak yang selalu berusaha menciderai kemurnian citra ilmu pengetahuan dengan kepentingan-kepentingan subyektif-individual yang menyebabkan proses idealisasi ilmu pengetahuan yang sebenarnya mengalami stagnasi. Mungkin situasi inilah yang dikatakan oleh Richard Rorty bahwa epistemology is dead, atau dalam konstruksi filsafat Feyerabend disebut sebagai anti-ilmu pengetahuan (Against Science) itu. Relevansi pemikiran yang dapat kita pertautkan makna aktualitasnya dari dasar-dasar epistemologi Feyerabend di atas dengan fenomena budaya akademik kita saat ini adalah bahwa kita perlu mengembangkan pola pikirdalam bahasa filsuf John Henry Newman illative sense, yaitu bagian intelektual manusia yang dapat mengandaikan adanya kompleksitas suatu obyek, dan kemungkinan manusia mengambil sikap terhadap obyek tersebut. Mungkin illative sense ini mirip dengan konsep phronesis dari Aristoteles, yakni semacam kebijaksanaan untuk mengakui segala keterbatasan pengetahuan kita, tanpa kehilangan kepastian bahwa kita dapat bicara mengenai kebenaran. Adanya pengakuan terhadap kompleksitas berbagai persoalan kemanusiaan dan keterbatasan kemampuan manusia menguasainya yang pada akhirnya mengandaikan keterbukaan terhadap beragam persepsi, penafsiran dan perbedaan pendapat itu tidak lantas membuat kita harus kehilangansandaran pencarian perennial tentang adanya kemungkinan bahwa kita dapat mencapaibetapapun mencapai disini mesti ditafsirkan sebagai (makin) mendekatihakikat kebenaran yang kita maksud. C. Kesimpulan Feyerabend juga berhasil mengembangkan sistem ilmu pengetahuan revolusioner yang menjadi suatu analisis alternatif untuk menginterpretasi dunia dengan metode anarkisme epistemologi yang ditujukan untuk semakin menemukan hakikat ilmu pengetahuan yang selama ini secara ideologis dianggap lebih unggul daripada bentuk pengetahuan lain lewat kritik anti-metode (Against Method) dan anti-ilmu pengetahuan (Against Science) nya. Selain itu, salah satu ide penting Feyerabend lainnya sebagai penjelasan lanjutan dari tesis apa saja boleh yang diusungnya adalah bahwa tidak ada keteraturan metode atau teori dalam ilmu pengetahuan. Ia berargumen bahwa selama ini para ilmuwan cenderung memakai standar-standar universal dan baku, sehingga menghalangi berkembangnya kausalitas-kausalitas profesional kita dan menegasikan pula pluralisme metodologi yang pada hakikatnya bisa menjadi sarana kritisisme dan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.Daftar Pustaka A.F. Chalmers, Apa itu yang dinamakan Ilmu? Suatu Penilaian Tentang Watak dan Status Ilmu serta Metodenya, Jakarta: Hasta Mitra, 1982 Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat, Yogyakarta: Liberty, 1992 Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996 Beerling, et.al., Pengantar Filsafat Ilmu, alih bahasa Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 199715Dagobert D. Runes (ed.), Dictionary of Philosophy, Littlefield Adams & Co., Totowa: New Jersey, 1971 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002. Jujun Suparjan Suriasumantri (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakikat Ilmu, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999 Paul Karl Feyerabend, How to Defend Society Against Science dalam Knowledge, Science and Relativism, Cambridge: Cambridge University Press, 1999. Paul Karl Feyerabend, Against Method: Outline of an Anarchistic Theory of Knowledge, London: New Left Books, 1975 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994 Prasetya T.W., "Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend", dalam Tim Redaksi Driyarkara (penyunting), Hakikat Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu, Jakarta: Gramedia, 1993 Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995 W.H. Newton-Smith, The Rationality of Science, Boston: Routledge & Keagan Paul Ltd., 1981.