beberapa konsep fundamental karl marx

31
BEBERAPA KONSEP FUNDAMENTAL KARL MARX Sumber: The Economic and Philosophic Manuscript dan The German Ideology 1 Tentang Pendekatan Historis-Material Untuk menguraikan gagasan-gagasan fundamental Marx, tidak bisa dihindari orang harus mulai terlebih dulu dengan pendekatan yang dipakai Marx untuk mengartikulasikan gagasan-gagasannya. Berbeda dari cara pikir umum yang dipakai pada zamannya, suatu cara pikir yang dikritik Marx berbau religius-teologis, yang mulai dari alam abstrak-idealis, Marx mengambil jalan kontra dengan mulai dari bawah, dari denyut nyata kehidupan material manusia. Dalam The Economic and Philosophic Manuscripts, ia mendefinisikan metodologinya sebagai “a wholly empirical analysis” (67). Artinya, Marx mengacu dari pengalaman empiris manusia. Dalam The German Ideology ia lebih jauh jelaskan bahwa pendekatannya sebagai pendekatan yang berkutat dengan “the real individuals, their activity and the material conditions under which they live, both those which they find already existing and those produced by their activity” (149). Marx menunjukkan ketidaksetujuannya yang kuat kepada cara berpikir teologis-religius yang menguasai cara berpikir filsuf ekonomi, politik dan lain-lain pada zamannya karena cara berpikir semacam ini, menurut Marx tidak akan membawa revolusi atau perubahan apa-apa dalam kehidupan riil manusia. Cara berpikir teologis-religius yang dipersoalkan Marx adalah cara berpikir yang dimulai dari dogma-dogma yang sudah ajeg, yang dipercaya sebagai diturunkan dari atas, “descends from heaven to earth” (154), dan berusaha menginterpretasi apa yang terjadi di 1 Sumber yang dipakai adalah Robert C. Tucker, ed. The Marx-Engels Reader 2nd ed. (New York: W.W. Norton & Company, 1978). 1

Upload: tunung7755

Post on 23-Jun-2015

466 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Ringkasan pikiran-pikiran Marx dari dua tulisannya, yakni The Economic and Philosophic Manuscript dan The German Ideology.

TRANSCRIPT

Page 1: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

BEBERAPA KONSEP FUNDAMENTAL KARL MARX

Sumber: The Economic and Philosophic Manuscript dan The German Ideology1

Tentang Pendekatan Historis-Material

Untuk menguraikan gagasan-gagasan fundamental Marx, tidak bisa

dihindari orang harus mulai terlebih dulu dengan pendekatan yang dipakai

Marx untuk mengartikulasikan gagasan-gagasannya. Berbeda dari cara

pikir umum yang dipakai pada zamannya, suatu cara pikir yang dikritik

Marx berbau religius-teologis, yang mulai dari alam abstrak-idealis, Marx

mengambil jalan kontra dengan mulai dari bawah, dari denyut nyata

kehidupan material manusia. Dalam The Economic and Philosophic

Manuscripts, ia mendefinisikan metodologinya sebagai “a wholly empirical

analysis” (67). Artinya, Marx mengacu dari pengalaman empiris manusia.

Dalam The German Ideology ia lebih jauh jelaskan bahwa pendekatannya

sebagai pendekatan yang berkutat dengan “the real individuals, their

activity and the material conditions under which they live, both those

which they find already existing and those produced by their activity”

(149).

Marx menunjukkan ketidaksetujuannya yang kuat kepada cara berpikir

teologis-religius yang menguasai cara berpikir filsuf ekonomi, politik dan

lain-lain pada zamannya karena cara berpikir semacam ini, menurut Marx

tidak akan membawa revolusi atau perubahan apa-apa dalam kehidupan

riil manusia. Cara berpikir teologis-religius yang dipersoalkan Marx adalah

cara berpikir yang dimulai dari dogma-dogma yang sudah ajeg, yang

dipercaya sebagai diturunkan dari atas, “descends from heaven to earth”

(154), dan berusaha menginterpretasi apa yang terjadi di atas bumi dari

sudut pandang itu. Marx menyoal pendekatan ini karena di dalam

pemahamannya pendekatan ini sama sekali tidak memiliki sejarah dan

karena itu tidak memiliki perkembangan, “They have no history, no

development....” (155). Karena tidak punya sejarah dan tidak bergulat

dengan “men in the flesh....real, active men” (154) maka pendekatan ini

tidak punya kekuatan apapun untuk mengubah kehidupan manusia

1 Sumber yang dipakai adalah Robert C. Tucker, ed. The Marx-Engels Reader 2nd ed. (New York: W.W. Norton & Company, 1978).

1

Page 2: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

menjadi lebih sejahtera dan berkeadilan. Marx menolak keras pendapat

yang mengatakan bahwa perubahan pemikiran dalam bidang-bidang

ekonomi, sosial, hukum, dan lain-lain akan melahirkan perubahan yang

betul-betul nyata (material) dalam kehidupan manusia. Dalam Tesis XI

dari Theses on Feuerbach, ia meringkas penolakan ini dengan pernyataan:

“The philosophers have only interpreted the world, in various ways; the

point, however, is to change it” (145).

Manusia yang Hidup sebagai Titik Pangkal Refleksi Atas Sejarah.

Dengan metodologi atau pendekatan yang seperti di atas maka Marx

mulai dengan manusia dan kehidupan historis-materialnya sebagai

dasarnya berpikir. Ia bahkan tidak mau mulai dengan ide-ide tentang

manusia. Ia hanya ingin mulai dengan manusia yang hidup dan bergumul

untuk bertahan hidup setiap hari. Dalam bahasa Marx, titik tolak

berpikirnya adalah “The first premise of all human history is, of course, the

existence of living human individuals. Thus, the first fact to be established

is the physical organization of these individuals and their consequent

relations to the rest of nature” (149). Dua elemen penting dalam titik tolak

ini adalah kodrat alamiah fisik manusia secara aktual dan kondisi alam

dalam mana manusia hidup. Pemahaman yang tepat tentang sejarah

manusia, menurut Marx, harus berangkat dari semua basis alamiah ini dan

bagaimana itu dimodifikasi oleh perbuatan manusia (150). Jadi, dengan

kata lain, Marx hendak menjelaskan bahwa sejarah manusia tidak bisa lagi

ditulis dari perubahan ide-ide manusia tetapi harus berpangkal tolak dari

relasi manusia dengan lingkungan material di mana ia hidup dan

bagaimana ia melakukan sesuatu dengan alam material itu.

Dengan ini sebenarnya Marx harus dihormati sebagai orang yang coba

mengembalikan sejarah manusia sebagai benar-benar sejarah ‘manusia’

bukan sejarah ide-ide bikinan manusia. Sejarah adalah sejarah jatuh-

bangun manusia untuk hidup dalam lingkungan material di mana ia hadir.

Definisi Manusia dan Peradaban Manusia

Apa yang membuat manusia adalah manusia dan bukan hewan atau

tetumbuhan? Marx berpendapat bahwa manusia berbeda dari binatang

2

Page 3: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

atau makhluk lainnya karena manusia memproduksi sendiri alat-alat untuk

membuatnya bisa bertahan hidup di atas bumi ini. Dengan memproduksi

alat-alatnya untuk hidup, manusia bukan saja hendak bertahan hidup

tetapi lebih dari itu manusia sedang menampilkan suatu bentuk tertentu

dari kehidupan mereka masing-masing, “a definite mode of life on their

part” (150). Jadi, di satu pihak ia berbeda dari binatang di saat yang sama

oleh proses produksi ini, ia juga saling membedakan dirinya dari

sesamanya. Siapa dia, atau apa dia dapat dibedakan dari tindakanya

memproduksi dan mereproduksi alat-alat untuk bertahan hidup.

Di pihak lain, Marx juga menekankan koneksi erat di antara manusia

dengan lingkungan material di mana ia hidup. Produksi dan reproduksi

alat-alat untuk bertahan hidup amat tergantung pada “the nature of the

actual means of subsistence they find in existence and have to reproduce”

(150). Mereka tidak bisa memproduksi dan mereproduksi alat-alat

tersebut terpisah dari lingkungan alam material yang tersedia bagi

mereka. Sejatinya, produk yang mereka buat “depends on the material

conditions” dalam mana mereka hidup (150).

Dengan ini maka bagi Marx manusia dibedakan dari binatang bukan

karena manusia itu punya agama, punya kesadaran atau yang lainnya

melainkan karena manusia memproduksi sendiri alat-alatnya untuk

bertahan hidup. Dan dalam proses produksi itu manusia terikat erat

dengan tanah di atas mana ia berpijak.

Dengan dasar ini maka bagi Marx sejarah peradaban manusia pada

dasarnya adalah sejarah untuk memproduksi dan mereproduksi alat-alat

untuk bertahan hidup. Di mulai dari tingkat yang paling sederhana, yakni

keluarga, sampai ke tingkat yang sangat maju, yaitu negara, sejarah

peradaban manusia adalah sejarah untuk untuk bertahan hidup dengan

cara memproduksi dan mereproduksi alat-alat untuk bertahan hidup

dalam derajat yang cocok dengan kebutuhannya. Apa yang dikenal

sebagai masyarakat tribal, feodal bahkan modern pada prinsipnya adalah

bentuk-bentuk produksi dan reproduksi alat-alat untuk bertahan hidup.

Tentang Pembagian Kerja dan Kepemilikan Pribadi

3

Page 4: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Dengan dasar pemahaman sejarah manusia yang bisa dikatakan

ekonomis itu, Marx memahami soal pembagian kerja di antara manusia

tidak lebih sebagai usaha-usaha untuk memproduksi apa yang

dibutuhkannya untuk hidup. Pembagian kerja diawali oleh pemisahan kota

dari desa, dan kemudian berkembang dengan pemisahan sektor industri

dari sektor perdagangan. Selanjutnya, di dalam kedua cabang terakhir ini

berkembang lagi pembagian kerja lanjutan di antara individu-individu

yang saling bekerja sama dalam macam-macam jenis pekerjaan tertentu

(150).

Marx memahami keseluruhan tahapan pembagian kerja ini sebagai

bentuk-bentuk yang berbeda dari kepemilikan pribadi. Hubungan yang

terjadi di antara individu yang satu dengan individu lain dalam suatu

bentuk pembagian kerja ditentukan oleh materi, instrumen dan produk

yang mereka hasilkan dari kerja mereka. Di sini diasumsikan bahwa yang

satu memiliki sesuatu yang dibutuhkan oleh yang lain demi memproduksi

sesuatu yang dibutuhkan.

Namun macam kepemilikan ini tidak persis sama dalam setiap tahapan

pembagian kerja. Marx mendaftar 3 macam bentuk kepemilikan yang

telah berkembang selama ini. Kepemilikan pertama adalah kepemilikan

suku (tribal ownership). Di sini, kepemilikan dalam artian pribadi belum

ada. Kepemilikan bersifat komunal – milik suku. Pembagian kerja yang

terjadi adalah perluasan saja dari pembagian kerja alami yang sudah ada

di dalam keluarga. Produksi masih dalam bentuk yang amat sederhana

berupa mengambil dan mengolah apa yang disediakan alam. Tahap yang

lebih maju adalah mengolah “a great mass of uncultivated stretches land”

(151).

Kepemilikan bentuk kedua adalah kepemilikan masyarakat dan Negara

kuno. Negara kuno adalah gabungan dari beberapa suku yang menjadi

sebuah pemerintahan, yang terjadi baik lewat perjanjian atu penaklukkan,

dan ditambah dengan perbudakan. Walau sudah mulai berkembang

kepemilikan pribadi baik atas benda-benda yang bisa dipindahkan

maupun atas benda-benda yang tak bisa dipindahkan, kepemilikan

komunal tetap yang utama. Kepemilikan pribadi masih dipandang sebagai

4

Page 5: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

:an abnormal form” yang harus tunduk kepada “communal ownership”

(151). Pembagian kerja juga sudah mulai berkembang. Sudah mulai ada

antagonisme di antara kota dan desa, yang dikemudian hari juga melebar

kepada antagonisme di antara negara-negara yang mendukung

kepentingan desa dan negara-negara yang mendukung kepentingan kota.

Di dalam kota juga sudah mulai ada antagonisme di antara industri dan

perdagangan maritim.

Kepemilikan jenis ketiga adalah kepemilikan feodal (Feudal or Estate

Property). Di sini kepemilikan kembali didasarkan kepada sebuah

komunitas namun kelas yang memproduksi bukan budak-budak (slaves)

melainkan “the enserfed small peasantry” (153). Marx percaya bahwa

bentuk organisasi feodal bekerja untuk melawan “a subjected producing

class” (153). Tetapi bentuk asosiasi dan relasi di antara serfs dan

majikannya berbeda karena kondisi-kondisi produksi di mana mereka

berada. Di kota, sistem feodal mengambil bentuk “corporative property,

the feudal organisation of trades” (153). Di sini kepemilikan terutama

berada di dalam “the labour of each individual person” (153). Artinya,

kepemilikan atas sesuatu banyak ditentukan oleh apa yang bisa orang

buat dengan tangannya. Tetapi, kompetisi yang terjadi di antara para

serfs yang melarikan diri dan keharusan untuk melawan para bangsawan

menyebabkan di kota-kota muncul gilda-gilda dagang, yang oleh Marx

dipahami melahirkan suatu sistem yang meniru sistem feodal di

pedesaan, “... which brought into being in the towns a hierarchy similar to

that in the country” (153).

Dalam sistem feodal ini bentuk kepemilikan yang paling menonjol di desa

adalah kepemilikan para tuan tanah atas tanah dengan para serfs yang

terikat untuk bekerja mengolahnya; sementara di kota-kota bentuknya

adalah pekerjaan yang dimiliki oleh individu dengan kapital kecil yang

menentukan kerja para pencari kerja. Organisasi keduanya sama-sama

ditentukan oleh kondisi-kondisi produksi yang terbatas—pengelolaan

tanah skala kecil dengan cara primitif dan tipe industri kerajinan.

Pembagian kerja kecil saja pada masa kejayaan feodalisme, bahkan “no

division of importance took place” (153).

5

Page 6: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Di titik ini Marx kembali berkomentar bahwa sejarah peradaban manusia

pada hakikatnya adalah sejarah memproduksi dan mereproduksi alat-alat

yang menunjang kehidupannya. Produksi dan reproduksi terjadi dalam

suatu bentuk pembagian kerja yang terkait erat dengan pola kepemilikan

atas benda-benda atau barang-barang yang dibutuhkannya untuk hidup.

Pembagian kerja tidak lain adalah bentuk kepemilikan; karena itu

perubahan pembagian kerja juga melahirkan perubahan relasi manusia

satu sama lain dalam kerangka hubungan mereka masing-masing dengan

material, instrumen dan hasil kerja mereka.

Marx jelas menampilkan sentimen negatif terhadap pembagian kerja.

Dalam bagian yang lain dalam The German Ideology, pembagian kerja

tidak menyenangkan hati Marx sebab dari kepemilikan pribadi, pembagian

kerja melahirkan kontradiksi di antara kepentingan individu atau tiap

keluarga dengan kepentingan komunal dari semua individu. Hal ini terjadi

ketika pembagian kerja menyebabkan manusia terkurung dalam suatu

aktivitas kerja yang memaksa dirinya dan darinya ia tidak bisa lari keluar.

Pembagian kerja menyebabkan orang harus ada dalam “bagian” kerja

yang diperuntukkan baginya dan dengan itu berhentilah kreativitasnya

dan berhentilah kerja sebagai medium manusia mengapropriasi dunianya

dan sekaligus mengeksternalisasikan kekayaan dirinya sebagai manusia.

Tentang Kerja dan Upah Pekerjaan Manusia

Setia dan konsisten dengan prinsip historis-materialnya, Marx

menegaskan bahwa kerja adalah bagian integral dari menjadi manusia.

Manusia tidak bisa tidak bekerja. Manusia harus bekerja. Bekerjanya

manusia membuat manusia menjadi dirinya. Karena dengan bekerja

manusia berhubungan dengan alam lingkungannya lewat indera-

inderanya dan membuat sesuatu dari material yang tersedia di alam. Di

dalam bekerja manusia mengekspresikan siapa dirinya dan

mengeksternalisasikan dirinya. Dari apa yang dia kerjakan, manusia

mengekspresikan siapa dirinya yang sejati sebagai suatu spesies yang

berbeda dari hewan atau tetumbuhan. Di dalam bekerja manusia bukan

saja berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan pula

mengekspresikan hidup spesiesnya.

6

Page 7: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Ia tidak seperti hewan yang berproduksi semata digerakkan oleh

kebutuhan. Manusia tetap berproduksi bahkan ketika ia tidak didorong

oleh kebutuhannya. Binatang berproduksi karena takluk kepada

kebutuhan fisik saat itu sementara manusia tidak. Bila binatang

memproduksi hal-hal yang sesuai dengan ukuran dan kebutuhan

spesiesnya, manusia tahu persis bagaimana memproduksi hal-hal yang

sesuai dengan semua spesies dan tahu bagaimana menerapkan di mana-

mana ukuran yang sama dari suatu objek (76).

Dengan bekerja manusia menciptakan suatu dunia objektif yang berbeda

dari dirinya. Manusia dan produk kerjanya bisa dibedakan tetapi produk

kerja itu tampil di hadapan dirinya sebagai objektifikasi hidup spesies

manusia sebab di dalamnya nyata karakteristik manusia sebagai makhluk

yang bekerja mengapropriasi alam lingkungannya. Di dalam alam yang

sudah diapropriasinya inilah manusia merenungkan dirinya sendiri dan

menemukan siapa dirinya sebagai makhluk yang khas, unik, berbedari

makhluk-makhluk lainnya.

Dari sini terang bahwa bagi Marx antara manusia dan pekerjaannya tidak

bisa dipisahkan. Apa yang dibuat tangan manusia atau yang diproduksi

oleh manusia lewat pekerjaannya seharusnya menjadi bagian yang sama

tidak terpisahkan dari dirinya. Pemisahan manusia dari produk kerjanya

dan menggantinya dengan suatu upah seperti yang dilakukan kapitalisme,

bagi Marx adalah penyangkalan fundamental dari hakikat manusia dan

kerjanya. Pemisahan manusia dari produk kerjanya dan untuk

mendapatkannya lagi ia harus membelinya, seperti yang berlaku dalam

sistem kapitalisme, bagi Marx adalah suatu bentuk pemerkosaan hakikat

spesies manusia. Upah—kalau istilah ini mau dipakai juga—yang

sebenarnya dari produk kerja manusia adalah produk itu sendiri, bukan

uang atau pengganti lainnya. Upah yang diterima dalam bentuk uang atau

dalam bentuk yang lain dari produk kerja itu sendiri, di mata Marx, adalah

upah yang mengasingkan orang. Sebab dengan itu “labour does not

appear as an end in itself but as servant of the wage” (79). Upah yang

demikian itu adalah konsekuensi langsung dari “estranged labour” (80).

7

Page 8: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Kerja yang mengasingkan ini pada hakikatnya adalah sesuatu yang tidak

lagi dipandang sebagai melekat dalam spesies manusia melainkan

sesuatu yang bersifat properti pribadi dan yang “concerned with

something external to man” (80). Kalau seharusnya lewat kerjanya

manusia membuat alam menjadi cocok, tepat untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya (appropriates nature, 81), kini aktivitas ini telah menjadi

pengasingan karena ia dilakukan untuk orang lain, dan produknya tunduk

kepada kekuasaan lain, diberikan untuk orang lain (81).

Tentang Kesadaran dan Kesadaran Palsu

Mitra dialog Marx dalam membangun teorinya, yakni kelompok Hegelian

(baik Young Hegelians maupun Old Hegelians), berpendapat bahwa

kesadaran manusia (consciousness) akan dirinya merupakan hasil olah

pikir atau kontemplasi manusia. Manusia berpikir maka manusia

menyadari bahwa ia ada. Dalam tradisi semacam ini, berpikir menjadi

bagian yang penting dari hidup manusia. Dalam bahasa Descartes, filsuf

Pencerahan Eropa, berpikir adalah manusia itu sendiri – Cogito ergo sum,

“Aku berpikir maka aku ada!” Marx memahami pendekatan ini sebagai

pendekatan yang tidak memadai dan tidak tepat. Sebab pendekatan

semacam ini menarik manusia ke dalam alam abstrak dan mereduksinya

menjadi kesadaran yang tidak material, tidak berwujud, tidak berbentuk.

Marx membalik tesis itu dengan berpendapat bahwa kesadaran manusia

adalah produk sosial (158). Kesadaran bukan turun dari atas, dari suatu

alam abstrak, tetapi muncul sebagai hasil interaksi manusia dengan “the

immediate sensuous environment” dalam mana ia berada , dengan “other

persons” dan dengan “things outside the individuals” (158). Dengan cara

ini Marx menolak dualisme materi dan roh yang diwarisi oleh filsafat Eropa

dari filsafat Yunani kuno. Marx tidak mau ikut-ikutan memisahkan spirit

dan matter, tapi menegaskan bahwa “From the start the ‘spirit’is afflicted

with the curse of being ‘burdened’with matter” (158). Karenanya, baik roh

maupun materi harus diperlakukan sebagai sebuah kesatuan di dalam

memahami dinamika hidup manusia. Hegelians dipahami Marx masih

condong kepada satu pihak – yakni roh – dan tidak memperlakukan

keduanya – materi dan roh -- sebagai satu kesatuan yang bulat!

8

Page 9: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Kesadaran manusia berkembang dimulai dari tahap yang paling

sederhana sekali, yang disebut Marx sebagai “a purely animal

consciousness of nature” (158). Kesadaran ini muncul ketika hubungan

manusia dan alam berada pada tahap yang sama sekali terasingkan. Alam

tampil di hadapan manusia sebagai sesuatu yang sama sekali “alien, all-

powerful and unassailable force” (158) dan hubungan manusia dengan

alam tidak lebih dari hubungan binatang-binatang liar dengan alam. Di

titik inilah, menurut Marx, agama manusia bermula, yakni sebagai respons

kekaguman manusia kepada keasingan, kekuatan dan kedahsyatan

kekuatan-kekuatan alam yang sama sekali tidak dikenalnya itu.

Tahap berikutnya dari perkembang kesadaran manusia adalah ketika

manusia menyadari keharusan berasosiasi dengan orang lain. Kesadaran

di tahap ini dinamai Marx dengan istilah “herd consciousness” atau

“sheep-like or tribal consciousness” (158). Di sini kesadaran manusia

menempati posisi insting pada binatang. Instingnya adalah insting yang

disadarinya, bukan sama sekali tak diketahui-tak disadarinya.

Lewat proses produksi alat-alat untuk hidup yang semakin meningkat,

kebutuhan yang semakin berkembang, dan populasi manusia yang

semakin bertambah, kesadaran manusia terus berkembang dan meluas.

Pembagian kerja yang dilakukan dalam proses produksi ini pada akhirnya

membawa kesadaran kepada tingkat yang semakin tinggi.

Tingkat terakhir perkembangan kesadaran manusia terjadi ketika kerja

material dan mental dipisahkan. Di sinilah kesadaran mencapai suatu

tahap perkembangan di mana ia dibebaskan dari dunia dan kemudian

bergerak sendiri membentuk teori “murni,” teologi, filsafat, etika, dan lain-

lain. Kesadaran malah berdiri dalam kontradiksi terhadap dunia historis-

material dari mana ia dilahirkan (159).

Dari sudut pandang inilah maka gagasan Marx tentang kesadaran palsu

harus dipahami. Kesadaran disebut palsu karena kesadaran terlepaskan

dari akar historis-material dari mana ia muncul dan berkembang.

Kesadaran menjadi palsu karena ia bukan timbul dari bawah, dari denyut

rill kehidupan manusia dengan dirinya, sesamanya dan alam

9

Page 10: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

lingkungannya tetapi dipaksakan dari atas, dari luar dirinya sendiri, oleh

kekuatan sosial yang berada di luar dirinya. Manusia tidak lagi memahami

dirinya dari dalam situasi historis-materialnya. Manusia kini memahami

dirinya dari dalam suatu situasi ideal yang sama sekali tidak kena

mengena, malah kontradiktif, dengan situasi historis-materialnya setiap

hari.

Tentang Keterasingan atau Alienasi

Dalam The Economic and Philosophic Manuscripts, khususnya dalam

traktat Estranged Labor, Marx banyak menguraikan pikirannya tentang

keterasingan. Keterasingan ini dipicu oleh sistem ekonomi yang

menjadikan kepemilikan pribadi sebagai asasnya. Telah jelas di atas

bahwa bagi Marx kepemilikan pribadi bersama dengan pembagian kerja

yang ekslusif adalah sesuatu yang disikapinya secara negatif. Ia negatif

bagi Marx karena dalam sistem ini masyarakat dibelah dua menjadi

pemilik dan tak bermilik. Dalam susunan masyarakat semacam ini pekerja

atau individu mengalami setidaknya 4 macam keterasingan.

Macam pertama adalah keterasingan pekerja dari produk pekerjaannya.

Produk kerjanya menjadi sesuatu yang terpisahkan dari dirinya, suatu

objek yang asing dan bahkan bermusuhan dengan dirinya. Pekerja

mengerahkan segenap hidupnya dan segenap tenaganya diinvestasikan

untuk menghasilkan produk tersebut. Namun buah kerjanya itu bukan lagi

miliknya tetapi milik orang lain – pemilik modal tentunya. Dengan cara ini

produk kerjanya bukan lagi menjadi medium ia mengenal dirinya

melainkan menjadi objek yang asing dari dirinya. Segala sesuatu yang ia

hasilkan dengan tangannya memberi kontribusi kepada dunia di luar

dirinya, dunia yang kini bukan lagi miliknya. Yang menyakitkan, semakin

banyak ia memproduksinya semakin jauh lagi ia terasingkan dari produk

yang dibuatnya dengan tangannya sendiri itu.

Macam kedua adalah keterasingan pekerja dari aktivitas produksi. Kerja

yang ia lakukan bukan lagi miliknya tetapi telah menjadi sebuah alat

untuk bertahan hidup, yang dipaksakan kepadanya oleh orang lain untuk

ia kerjakan. Letak keterasingannya di sini yaitu bahwa kerja bukan lagi

menjadi sebuah aktivitas spontan yang keluar dari dalam sebagai suatu

10

Page 11: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

tindakan kreativitas alami tetapi kerja telah menjadi sesuatu yang berada

di luar dirinya. Dengan bekerja ia bukannya sedang memenuhi hidup

spesiesnya tetapi kerja telah menjadi sebuah aktivitas yang meniadakan

dirinya. Ia baru merasa dirinya manusia lagi justru ketika tidak bekerja.

“The worker therefore only feels himself outside his work, and in his work

feels outside himself” (74). Dan hanya dalam aktivitas-aktivitas yang

bersifat kebinatangan seperti makan, minum, seks saja ia merasa bebas.

Ia terpisahkan dari dirinya lewat kerja dan telah berubah menjadi binatang

dalam suatu sistem yang rusak.

Macam ketiga adalah keterasingan pekerja dari identitas

kemanusiaannya. Untuk identitas kemanusiaannya Marx memakai istilah

“species being” (75). Seperti jelas dalam The German Ideology, Marx

tegas bahwa manusia mendefinisikan dirinya sebagai berbeda dari

binatang dan berbeda dari satu sama lain lewat kerja (150). Dengan ini

hakikat identitas kemanusiaan digantung Marx pada aktivitas kerja. Di

dalam kerja manusia bertindak atas materi anorganik,

mentransformasinya untuk menciptakan apa saja yang menyusun

identitas dirinya sebagai manusia. Namun dalam sistem kepemilikan

pribadi dan pembagian kerja, pekerja diasingkan dari sumber hakiki

identitas dan tujuan spesiesnya ini. Kerja tidak lagi menjadi aktivitas yang

membuat orang mengenali dirinya dan dikenali sebagai mana adanya

dirinya. Kerja hanya menjadi sebuah alat untuk memuaskan kebutuhan

eksistensi fisik belaka. Di sini kerja bukan lagi menjadi medium manusia

“proves himself a conscious species being” dan “proves himself to be a

species being” (76) tetapi telah menjadi alat untuk mempertahankan

kelangsungan fisiknya belaka. Kerja sebagai yang memberi identitas dari

hidup spesiesnya telah turun derajatnya menjadi sekedar alat saja.

Di titik ini juga Marx bicara tentang keterasingan manusia dari alam.

Sebagai spesies yang hidup karena ditopang oleh “inorganic nature” dan

secara fisik “lives only on these products of nature, whether they appear

in the form of food, heating, clothes, a dwelling, or whatever it may be,”

manusia tidak bisa lain selain “must remain in continuous intercourse

[with nature] if he is not to die” (75). Tetapi bukan saja hidup fisik, hidup

spiritualnya juga terkait erat dengan alam. Hubungan yang harus terus

11

Page 12: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

menerus dipertahankan ini dirusak oleh sistem kerja yang dilandasi oleh

pembagian kerja dan kepemilikan pribadi karena kini alam menjadi

semata-mata objek untuk dimanipulasi dan tidak lagi menjadi mitra

dengan mana manusia menemukan pemenuhan hidup spesiesnya. Alam

tidak lagi menjadi tempat manusia menemukan “his work and his reality”

(76).

Macam keempat adalah keterasingan manusia dari sesama manusia.

Karena produk kerjanya bukan lagi menjadi milik pekerja tetapi milik

orang lain, yaitu pemilik kapital, maka para pekerja memandang orang ini,

sang kapitalis ini, sebagai orang asing dan musuh. Hubungannya dengan

orang lain juga dipengaruhi dalam oleh ukuran-ukuran dan posisi-posisi

dirinya sebagai pekerja, orang yang tidak bermilik. Model hubungan yang

dialaminya dengan para pemilik kapital menjadi model yang

mempengaruhi hubungannya dengan sesamanya secara luas.

Tentang Kelas dan Pembebasan dari Kelas

Marx memahami kelas berawal pada pembagian kerja, kepemilikan

pribadi dan pemisahan kota dari desa. Kota dan desa mewakili suatu

masyarakat dengan sistem pembagian kerja dan kepemilikannya sendiri-

sendiri. Meski demikian, Marx pikiran Marx tetap sama bahwa keduanya

dibangun di atas suatu sistem yang melihat kerja sebagai private

property, sebagai milik pribadi (176).

Pada desa, masyarakat terbagi dalam 2 kelas, yakni para tuan tanah

(landlord) dan serfs. Pemilik utama kapital atau alat-alat produksi, yang

sebagian besar adalah tanah, adalah para tuan tanah. Mereka memiliki

tanah tersebut karena hak turun-temurun. Para serfs adalah orang-orang

yang mengabdi kepada para tuan tanah untuk mengerjakan tana mereka

dan diberikan hak untuk mendapat bagian dari hasil tanah yang dikelola

itu. Hubungan yang tercipta di antara mereka bersifat paternal, di mana

tuan tanah bertindak selalu pater, bapak, yang melindungi dan

memelihara para serfs. Di pihak para serfs, mereka bertindak selaku orang

yang mengabdi kepada kepentingan para tuan tanah itu. Para tuan tanah

berada di atas sementara para serfs berada di bawah. Meski memahami

situasi pedesaan ini sebagai sama sekali tidak ideal namun dibanding

12

Page 13: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

dengan mereka yang berada di kota-kota, dalam situasi industrial, Marx

masih melihat bahwa situasi para pekerja dalam ekonomi pedesaan ini

masih jauh lebih baik.

Pada masyarakat kota, Marx melihat terjadinya kelas harus dipahami dari

asal muasal terbentuknya kota. Kota terbentuk dari para serfs yang telah

merdeka dan masuk ke kota dengan sejumlah kapital yang ia bawa

bersamanya serta, yang terpenting, dengan keahlian kerja tertentu.

Selanjutnya, karena sebab-sebab sosial historis berupa kompetisi di antara

serfs yang kini menjadi warga kota itu, perang yang terus menerus di

antara kota dan desa, keharusan kota memiliki angkatan perang, ikatan

yang terbentuk di antara sesama pemilik keahlian kerja tertentu, ikatan

yang terbentuk untuk melawan para pedagang, kepentingan menjaga

rahasia keahlian kerja mereka dan mengorganisir diri berdasarkan

kesamaan asal-usul, memaksa para pekerja dari kerajinan tertentu untuk

bersatu dalam gilda-gilda.

Gilda-gilda ini kemudian menjadi institusi sosial yang demikian kuat yang

menentukan ke mana dan di mana pekerja harus masuk dan bekerja

supaya hidup. Para pekerja tidak bisa berbuat apa-apa melawannya. Di

pihak lain, para pemimpin gilda menjadi pihak yang amat berkuasa, yang

memaksa para pekerja untuk mengikuti kemauannya dan mengorganisir

mereka demi kepentingan mereka. Hubungan antara para pekerja dan

pemimpin gilda bersifat patriarkhal. Para pemimpin gilda memiliki

pengaruh besar pada keseluruhan hidup para pekerja lewat kuatnya

ikatan di antara mereka dengan tuan mereka sehingga menempatkan

mereka pada posisi yang berhadap-hadapan terhadap pekerja dari tuan

yang lain.

Para pekerja yang keahliannya tidak masuk dalam tipe kerajinan gilda

hanya bisa pasrah menjadi pekerja harian serabutan dan tidak pernah

berhasil mengorganisir diri ke dalam suatu gilda. Meski begitu tenaga

mereka tetap dibutuhkan. Kebutuhan ini melahirkan kelompok rakyat

jelata (rabble) yang tidak terorganisir, tidak punya power dan tidak saling

mengenal satu sama lain di dalam kota (177). Karena kota lahir sebagai

“asosiasi-asosiasi” yang muncul dari kebutuhan, dari kebutuhan untuk

13

Page 14: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

menyediakan proteksi atas milik pribadi, dari kebutuhan akan multiplikasi

alat-alat produksi dan dari perlindungan khusus atas anggota-anggota

tertentu dari masyarakat maka rakyat jelata yang tidak masuk dalam

asosiasi-asosiasi tertentu dalam kota ini harus diawasi --- karena

dipandang berbahaya.

Jadi di kota-kota awal ini telah muncul setidaknya 3 kelompok masyarakat

yang terpisah satu sama lain dan berbeda derajatnya: pemilik/pemimpin

gilda, para pekerja (journeymen, apprentices) dan rakyat jelata.

Setelah pembagian kerja di kota mengalami perkembangan dengan

terpisahkannya kerja produksi dari perdagangan, muncullah kelas baru

dalam masyarakat yang disebut kelas pedagang (merchant).

Lewat perdagangan, kota-kota mengalami transformasi. Tiap kota kini

lantas berfungsi layaknya gilda, yang fokus pada suatu produksi tertentu.

Perkembangan ini, ditambah oleh perjuangan yang sama melawan para

bangsawan pemilik tanah, membawa kota-kota kepada formasi baru yang

tidak lagi tersusun atas kelas-kelas lama dari gilda-gilda. Kelas baru

muncul dalam masyarakat, yakni kelas burghers.2 Kelas ini dibentuk dari

kesamaan nasib sebagai orang yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan

feodalisme dan visi untuk melawan feodalisme (179). Mereka ini dikenal

dengan nama kaum borjuis (the bourgeoisie).

Kelas borjuis perlahan-lahan berkembang dan terpecah-pecah ke dalam

pembagian kerja yang bermacam-macam. Namun pada akhirnya kelas

borjuis menyerap ke dalam dirinya kelas-kelas yang bermilik dan di saat

yang sama membentuk mayoritas rakyat tak bermilik dari periode

sebelumnya dan sebagian kecil dari kelas-kelas bermilik ke dalam kelas

baru yang disebut kelas proletar. Oleh mereka semua properti dari kelas

bermilik diubah menjadi “industrial or commercial capital” (179).

2 Ini adalah penghuni burgh. Burgh pada masa itu dipahami sebagai kota berbenteng. Para penghuninya adalah orang yang bersepakat untuk berperilaku baik satu sama lain dan apabila ditemukan adanya pelanggaran dari kesepakatan itu mereka diharuskan untuk memberi sanksi kepada pelanggar tersebut. Lihat Noah Webster’s 1828 Dictionary of American English, untuk lema borough dalam e-Sword®Version 9.5.1. Copyright©2000-2009 Rick Meyers.

14

Page 15: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Individu-individu dalam masyarakat membentuk suatu kelas ketika

mereka melancarkan perjuangan yang sama melawan kelas lain. Kelas ini

perlahan-lahan mencapai bentuknya yang independen. Individu-individu

masuk ke dalam suatu kelas tertentu karena ditentukan oleh kondisi-

kondisi eksistensinya. Sekali mereka berada di suatu kelas posisinya

dalam kehidupan dan perkembangan pribadinya ditentukan oleh kelas itu

dan ditundukkan oleh kelas itu.

Karenanya, kelas timbul, menurut Marx, dari pengalaman berada dalam

kondisi-kondisi, kontradiksi-kontradiksi dan kepentingan-kepentingan yang

sama. Ia menyebut ketiga hal itu sebagai “class conditions” (179).

Kesadaran bahwa diri adalah bagian dari suatu kelas muncul karena

ditempatkan dan diperlakukan demikian menurut suatu kelas oleh

masyarakat.

Di tingkat global, bersamaan dengan berkembangnya perdagangan antar

negara, Marx melihat bahwa pola pembentukan gilda berulang kembali.

Pengambilan oper peran gilda oleh kota-kota kemudian berlanjut ke

tingkat antara bangsa dan negara. Seperti dulu pada masa gilda di mana

suatu gilda mengikat dirinya dalam suatu jenis ketrampilan atau kerajinan

begitu juga kota yang satu dengan kota yang lain setelah gilda berakhir

dan begitu pula antar negara yang satu dengan negara yang lain.

Bagaimana caranya masyarakat terlepas dari situasi masyarakat yang

terpisah-pisah oleh kelas ini? Marx berpendapat bahwa hal itu hanya

mungkin terjadi ketika kaum proletar berada dalam suatu situasi di mana

kekuatan-kekuatan produktif telah benar-benar terceraikan dari mereka

dan menjadi dunia tersendiri yang terpisah dari individu-individu. Kerja

bukan lagi menjadi sebuah aktivitas hidup; materi telah menjadi tujuan

dan kerja hanya sekedar alat saja untuk mencapai tujuan itu (193). Di sini

kekuatan produktif telah menjadi seperti layaknya individu-individu. Di

hadapan individu kekuatan-kekuatan produktif ini, kaum proletar akan

menyadari dirinya sebagai orang-orang yang telah dirampas dan dirampok

hidupnya. Dalam kesadaran inilah maka sesama kaum proletar yang

tadinya terpecah-belah dan bermusuhan ini akan masuk ke dalam

“relation with one another as individuals” (193).

15

Page 16: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Di pihak lain, karena kekuatan produksi yang mengalienasi manusia itu

telah mencapai karakter universal maka upaya untuk membalikkannya

kepada ordenya yang benar harus universal pula. Di sini kaum proletar

perlu bersatu sebab hal itu akan membuat usahanya menjadi efektif

(192).

Dari caranya membicarakannya, Marx tampaknya percaya bahwa saat di

mana ia menulis adalah saat yang tepat untuk melakukan perubahan atau

revolusi itu.

“Thus things have now come to such a pass, that the individuals must

appropriate the existing totality of productive forces, not only to achieve

self-activity, but, also, merely to safeguard their very existnce” (191).

Tentang Kapital dan Kapitalisme3

Kapital, menurut Marx, pertama-tama adalah timbunan kerja (stored-up

labour). Marx sampai pada definisi ini berangkat dari pembacaannya atas

pikiran Adam Smith. Dengan pengertian ini kapital memiliki kemampuan

untuk memerintahkan kerja dan produk-produk kerja. Dengan kapital

seorang kapitalis memiliki kuasa untuk memerintahkan orang

mengerjakan sesuatu dan menguasai hasil pekerjaan orang tersebut.

Dengan pengertian ini maka di dasar kapital adalam kuasa (power) atas

sesuatu atau seseorang.

“Capital is, therefore, the power to command labour, and its products”

(12).

Tetapi bukan saja memberi kuasa kepada pemiliknya, kapital pada

gilirannya, menurut Marx, malah menjadi demikian berkuasa sehingga

kaum kapitalis sendiripun diperintah atasnya.

3 Untuk The Economic and Philosophic Manuscripts dalam bagian ini saya harus mengacu kepada teks dalam www.marxists.org karena Tucker tidak memuat penuh The First Manuscript. Bagian yang tidak dimuat adalah Wage of Labour, Profit of Capital dan Rent of Land. Tucker hanya memuat Estranged Labour saja.

16

Page 17: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

Berikutnya kapital adalah apa yang memberikan pemiliknya keuntungan

atau pemasukan. Kapital bukan sekedar barang, benda atau surat-surat

berharga. Semua itu berpotensi menjadi kapital tetapi belum benar-benar

menjadi kapital. Ia baru berubah menjadi kapital bila ia memberikan suatu

keuntungan.

“Bonds, or stock, is any accumulation of the products of the soil or of

manufacture. Stock is only called capital when it yields its owner a

revenue or profit” (12).

Dimensi kapital inilah yang dibicarakan Marx sewaktu mengatakan bahwa

kapital pada gilirannya berkuasa atas kapitalis. Demi mengejar

keuntungan atau pemasukkan dari kapital yang diinvestasikannya para

pemilik modal “dipaksa” oleh logika keuntungan untuk tunduk kepada

aturan permainan kapital.

Marx membedakan 2 macam kapital. Pertama adalah fixed capital dan

kedua adalah circulating capital. Fixed capital adalah kapital yang dipakai

untuk memperbesar lahan, membeli mesin-mesin dan alat-alat yang

berguna serta barang-barang lain yang sejenis dengan itu (18).

Sedangkan circulating capital adalah kapital yang dipakai dalam

pembuatan dan pembelian barang yang akan dijual lagi demi memperoleh

keuntungan (18).

Bagaimana seseorang dapat memiliki kapital? Kapital diperoleh melalui

hukum positif, yang dibuat oleh lembaga-lembaga legislatif (11). Hukum

positif memberi jaminan dan perlindungan kepada seseorang untuk

memiliki dan memperbesar kapitalnya.

Kapitalisme adalah suatu sistem yang berbasis kepada pemanfaatan

kapital seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya. Marx lebih sering memakai

istilah political economy untuk menyebut sistem ini dalam tulisannya. Dan

sistem ini jelas berakar dalam pemikiran Adam Smith. Dalam sistem

semacam ini, sudah terang buat Marx bahwa upah yang diterima kaum

buruh hanya penderitaan saja. Ketika produktivitas negara sedang turun,

17

Page 18: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

upah yang diterima buruh adalah “the increasing misery.” Dalam negara

yang sedang maju ekonominya, upaha buruh adalah “complicated

misery.” Sementara dalam negara yang mandeg pertumbuhan

ekonominya, upah tertinggi yang diterima kaum pekerja adalah “terminal

misery.” (3). Sementara bagi kaum kapitalis, dalam segala situasi ia hanya

berhadapan dengan pilihan: keuntungan berkurang atau keuntungan

bertambah atau bangkrut sama sekali. Yang hilang darinya hanyalah

kapitalnya. Tetapi bagi pekerja fisik, mental dan bahkan nyawanya sendiri

bisa turut hilang.

Demi mengejar keuntungan dan dengan kuasa yang dimilikinya,

kapitalisme memberi kekuasaan kepada kapitalis untuk mengatur upah

pekerjanya sesuai dengan besar keuntungan yang mau diperolehnya.

Sistem kapitalisme bikinan Adam Smith memberi hukum bahwa upah

normal untuk pekerja adalah “the lowest which is compatible with

common humanity” (1). Itu adalah jumlah yang cukup bagi seorang

pekerja untuk cukup kuat selama bekerja dan punya sedikit ekstra untuk

membiayai hidup keluarganya serta cukup untuk mencegah terhentinya

perlombaan tenaga kerja. Dengan ini kapitalisme memberi kekuasaan

kepada kapitalis untuk menguasai dan memperbudak para pekerjanya.

Lebih jauh lagi, kapitalisme, dalam pandangan Marx adalah suatu sistem

yang benar-benar mengalienasi manusia dari dirinya sendiri karena di

dalamnya pekerja tereduksi menjadi sekedar komoditas (1). Ia tidak

berbeda daripada barang yang dijajakan kepada para pembeli. Ia telah

benar-benar berhenti menjadi manusia. Dengan doktrin “the right to use

and abuse, freedom of exchange and unrestricted competition,” di

hadapan kapitalisme manusia “are nothing, the product everything” (21).

Dalam manuskrip kedua, Marx melanjutkan analisisnya tentang sikap acuh

tak acuh kapitalisme terhadap manusia. Karena sudah berubah menjadi

komoditas maka manusia bisa ditinggalkan kelaparan, tanpa upah, tanpa

kerja dan mati. Nilai dirinya tereduksi menjadi “how much interests it

brings in and how much it saves each year” (2). Dalam keseluruhan proses

kapitalisme, manusia ditinggalkan dalam situasi menang-kalah yang

18

Page 19: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

saling bermusuhan (5), di mana sang pemenang sudah tentu adalah kaum

kapitalis (4).

Sama seperti dulu pada zaman gilda di mana gilda-gilda itu menjadi

bengkel menghasilkan sesuatu, kini dalam era kapitalisme modern, gilda

telah menjadi bangsa. Bangsa kini menjadi “workshops for production, and

man is a machine for consuming and producing” (21).

Karena itu tidak heran kalau kapitalisme begitu nista di mata Marx.

Tentang Negara

Dalam bentuk yang dikenal dan dialaminya, negara dipahami Marx

sebagai perkembangan lebih lanjut dari komunitas setempat dalam mana

individu-individu dan keluarga-keluarga hidup. Sejak pembagian kerja dan

kepemilikan pribadi muncul dalam komunitas hidup manusia, orang sudah

diperhadapkan dengan kontradiksi di antara kepentingan individu-

individu, keluarga-keluarga dengan apa yang dikenal sebagai kepentingan

umum (the general interest). Segenap kontradiksi ini berakar di dalam

pembagian kerja yang berlaku di dalam komunitas. Isu kepentingan umum

diangkat sebagai upaya untuk membuat individu-individu yang berada

dalam divisi kerja yang berbeda untuk saling bergantung sama lain.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kepentingan umum kemudian

menjadi sesuatu yang terpisahkan dari akar historis-materialnya dan

menjadi prinsip abstrak yang membakukan dan membekukan aktivitas

sosial manusia. Kepentingan umum telah menjadi suatu prinsip yang

menjadikan pembagian kerja sebagai “an objective power above us,

growing out of our control, thwarting our expectations, bringing to naught

our calculations” (160).

Pada negara, komunitas yang besar sekali, pertarungan dan kontradiksi di

antara kepentingan-kepentingan terus berlanjut, namun kini dalam skala

yang lebih luas. Namun kini situasinya menjadi lebih asing lagi karena

Negara ditempatkan sebagai suatu bentuk kehidupan bersama yang tidak

lagi bersentuhan dengan kepentingan riil individu dan komunitas. Di pihak

lain, seperti dulu pada komunitas, Negara tetap berdiri di atas ikatan-

ikatan keluarga dan konglomerasi suku yang riil namun dalam skala yang

19

Page 20: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

luas sekali serta atas kelas-kelas yang timbul dari pembagian kerja yang

memisahkan manusia dan membuat yang satu mendominasi yang lain.

Dengan ini maka bagi Marx pergulatan di antara demokrasi, aristokrasi

dan monarkhi pada dasarnya adalah pergulatan di antara kelas-kelas

dalam masyarakat untuk menjadi yang berkuasa atas yang lain. Dalam

rangka mencapai kekuasaan, kelas-kelas itu berusaha sedemikian rupa

supaya kepentingan kelasnya menjadi representasi kepentingan umum.

Meski ini disebut kepentingan umum, lagi-lagi seperti kasus dalam

komunitas, Marx memahaminya sebagai ilusi karena pada dasarnya

individu-individu hanya mengejar kepentingannya sendiri saja.

Kepentingan umum yang dipaksakan kepada individu pada dasarnya

adalah kepentingan yang asing bagi individu tersebut. Perbedaan dan

kontradiksi di antara kepentingan pribadi dan komunal atau umum inilah

yang di mata Marx menuntut perlunya Negara, sebagai kekuatan sosial

yang memastikan individu-individu dan kepentingannya tidak bertabrakan

dengan kepentingan umum atau komunal (161). Negara dengan demikian

adalah lembaga sosial yang mengalienasi manusia dari dirinya,

memisahkan manusia dari kepentingan dan keinginannya sendiri.

Di bagian yang lain, Marx berpendapat bahwa dalam sistem kapitalisme

yang berbasis pada pembagian kerja dan kepemilikan pribadi, Negara

telah tersandera oleh para pemilik properti. Dengan hukum-hukumnya

Negara menjamin dan melindungi kepemilikan pribadi namun dengan cara

itu ia pun jatuh sepenuhnya ke dalam kelas pemilik kapital “through the

national debt, and its existence has become wholly dependent on the

commercial credit which the owners of property, the bourgeois, extend to

it, as reflected in the rise and fall of State funds on the stock exchange”

(187). Dengan ini negara telah menjadi bentuk organisasi sosial dalam

mana individu-individu dari kelas yang berkuasa menegaskan

kepentingan-kepentingan mereka.

Di sinilah, menurut Marx, muncul ilusi bahwa hukum dibangun di atas

kemauan (will) orang. Padahal yang sebenarnya terjadi hukum yang

dibuat telah diceraikan dari basis historis-materialnya, yakni kemauan

bebas tiap-tiap orang. Hukum yang dibuat di lembaga-lembaga legislasi

20

Page 21: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

lebih mencerminkan kepentingan kelas yang berkuasa daripada

kepentingan semua orang. Hal yang sama berlaku pada keadilan.

Dipisahkan dari basis riilnya, keadilan direduksi menjadi “the actual laws”

(187) – hukum-hukum aktual dianggap sebagai keadilan itu sendiri.

Dengan menegaskan bahwa relasi kepemilikan yang ada saat ini sebagai

kemauan umum (the general will), hukum lebih mencerminkan

kepentingan kelas yang berkuasa akan keamanan atas properti pribadi

mereka daripada kemauan yang sesungguhnya dari orang banyak.

Tentang Komunisme

Komunisme adalah alternatif Marx untuk segala bentuk alienasi yang

dialami manusia di dalam sistem sosial kapitalisme. Dalam traktat Private

Property and Communism pada manuskrip ketiga, Marx menjelaskan

bahwa komunisme adalah upaya untuk mengembalikan manusia kepada

hakikat dirinya sebagai makhluk sosial, memulihkan manusia dengan

dirinya dan sesamanya dan juga dengan alam (5).4 Di dalam komunisme

penghapusan kepemilikan pribadi terjadi secara positif. Kepemilikan

pribadi tidak lagi menjadi rintangan bagi “the appropriation of human life”

(5). Keterasingan manusia yang disebabkan oleh modus produksi yang

diatur oleh agama, keluarga, negara, hukum, moralitas, dan lain

sebagainya, dalam komunisme tidak akan ada lagi. Manusia benar-benar

dipulihkan eksistensi dirinya sebagai makhluk sosial.

Di sini proses produksi tidak bukan untuk menghasilkan kapital atau

kepemilikan pribadi melainkan menghasilkan manusia, menghasilkan

dirinya dan sesamanya. Aktivitas individual manusia sekaligus menjadi

“his existence for other men, their existence and their existence for him”

(5). Aktivitas konsumsi dan produksi, dalam isi dan modus eksistensinya,

adalah “social acitivity and social consumption” (6), bukan lagi kegiatan

pribadi dan konsumsi pribadi. Di sini, masyarakat akan menjadi “the

perfected unity in essence of man with nature, the true resurrection of

nature, the realized naturalism of man and the realized humanism of

nature” (6). Dengan kata lain, dalam komunisme ini manusia benar-benar

menjadi manusia yang sesungguhnya, yang tidak lagi terasingkan dari

4 Teks ini bersumber dari teks di dalam www.marxists.org.

21

Page 22: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

alam, dari pekerjaannya dan dari dirinya sendiri serta sesamanya.

Manusia demikian terlekatkan dengan sesamanya dan alam

lingkungannya sehingga bahkan di dalam pekerjaan di mana seseorang

hampir jarang sekali bersama orang lain, orang yang beraktivitas di situ

tetap aktif secara sosial sebab ia tidak lagi diatur oleh suatu keinginan

untuk mengumpulkan kekayaan pribadi atau mengejar kepemilikan

pribadi melainkan bekerja untuk orang lain. Ini dimungkinkan, menurut

Marx, karena dalam komunismenya orang memiliki kesadaran universal

akan dirinya “as social being” (6).5 Kesadaran ini menjadi mungkin karena

orang dibuat hidup di dalam “the real community” (6).6

Dalam pemahaman ini maka bagi Marx kepemilikan pribadi adalah suatu

kebodohan dan kesia-siaan. Sebab kepemilikan pribadi menjadikan

manusia sasaran untuk dirinya sendiri dan sekaligus menjadi objek yang

asing dan tidak manusiawi untuk manusia (7). Kepemilikan pribadi

membuat manusia tolol dan berat sebelah sebab ia membuat manusia

menyadari bahwa sesuatu objek adalah miliknya ketika ia memilikinya,

ketika ia ada untuk dirinya sebagai kapital, dan ketika ia memakainya. Ia

membodohi manusia dengan menggantikan indera fisik dan intelektual

manusia hanya dengan indera kepemilikan (7). Ia menjadi ada dan

menyadari keberadaan dirinya karena memiliki sesuatu bukan karena

terikat dalam suatu relasi sosial dengan orang lain, alam dan dirinya

sendiri.

Karena itu pembebasan manusia dari kepemilikan pribadi akan membuat

manusia terbebas dari kebodohan dan kesia-siaan ini. Pembebasan ini

akan membuat manusia kembali menjadi manusia “subjectively as well as

objectively” (7). Penglihatan manusia akan menjadi penglihatan yang

benar-benar manusiawi karena objek yang dilihatnya kini adalah objek

sosial, manusiawi, yang dibuat oleh manusia untuk manusia. Ia akan

berhubungan dengan sesuatu sebagaimana adanya itu, bukan lagi alat

untuk memuaskan keinginannya. Kebutuhan dan kerja “lost their egoistic

5 Dalam kesadaran ini maka menurut Marx menjadi tidak bisa lagi dilakukan tindakan mengabstraksi masyarakat sebagai sebuah entitas yang terpisah dan berhadap-hadapan dengan individu. Seorang individu adalah makhluk sosial. Ia adalah integral dari the species-life universal disebut manusia. Kesadaran diri sebagai spesies manusia dengan manusia lain inilah yang membuatnya berpikir dan bertindak bukan lagi untuk dirinya saja tetapi juga untuk orang lain dan bersama orang lain. 6 Kesadaran universal macam ini, menurut Marx, belum ada pada masa kini karena kesadaran universal saat ini merupakan ”an abstraction from real life and as such in hostile opposition to it” (6).

22

Page 23: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

nature” dan alam sendiri “has lost its mere utility in the sense that its use

has become human use” (7). Manusia dan alam benar-benar hidup dalam

keserasian yang sejati.

Lebih jauh Marx menjelaskan manusia sebagai makhluk sosial ini dalam

kategori objektif dan subjektif. Ia meringkasnya demikian: manusia tidak

akan berhenti menjadi manusia, tidak kehilangan dirinya sendiri bila objek

seorang manusia adalah objek atau sasaran seluruh umat manusia. Di sini

objek itu menjadi objek sosial dan dirinya sendiri menjadi makhluk sosial

untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, seorang manusia benar-benar

manusia bila ia memahami dirinya sebagai bagian dari orang lain dan

makhluk lain juga. Di dalam objek yang dilihatnya atau yang dengannya ia

berhubungan, manusia mendapati bahwa objek itu sebenarnya adalah

“objectification of himself, objects that confirm his individuality” (7). Objek

itu adalah dirinya juga. Kesadaran semacam ini hanya dicapai manusia,

bila indera-indera sensualnya dibukakan kepada seluruh kekayaan

alamiah manusia dan alam. Dengan keterbukaan kepada kekayaan ini

kekayaan subjektif manusia menjadi tercipta atau disuburkan. Dalam

keterbukaan ini manusia benar-benar dibuat menyadari bahwa ia adalah

bagian yang integral dari alam semesta ini dan karena itu pula bagian

integral dari sesamanya.7

7 Karena hal ini Marx sangat mendukung studi-studi ilmu kealaman. Karena ilmu ini membuat manusia berhubungan kembali dengan alam dan mengembangkan kesadaran sensual serta kebutuhan sensualnya (9). Dengam kembalinya manusia berhubungan dengan alam maka terbuka jalan lapang bagi pemulihan kemanusiaan manusia yang telah direduksi selama ini oleh kepemilikan pribadi.

23

Page 24: Beberapa Konsep Fundamental Karl Marx

24