filsafat

4

Click here to load reader

Upload: ishaq-jayabrata

Post on 02-Jul-2015

2.833 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat

FILSAFAT ILMU (SEBUAH PENGANTAR)Jujun S. Suriasumantri

I. Ke Arah Pemikiran Filsafat1. Ilmu dan Filsafat...Bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang arif bijaksana, ”bagaimana caranya agar saya mendapat pengetahuan yang benar?. ”mudah saja”, jawab filsuf itu,” ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu”.Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kapastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui apa yang telah kita ketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas ini.

Ilmu merupakan pengetahuan yang digumuli sejak di bangku sekolah sampai pada pendidikan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri; Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?, Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi sudut pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya, misalnya Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Selain itu membongkar tempat berpijak secara fundamental, inilah karakteristik yang keua dari berpikir filsafat yaitu mendasar.

Apakah yang sebenarnya ditelaah filsafat?Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia, mempersoalkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lainnya. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut dengan salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika) dan apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini kemudian berkembang luas hingga saat ini yang melahirkan berbagai cabang kajian filsafat yang kita jumpai seperti filsafat politik, pendidikan dan agama.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti; Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi denga daya tangkap indera manusia yang membuahkan pengetahuan?.

Untuk membedakan janis pengetahuan yang satu dari pengetahuan yang lain, maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui ketiga pertanyaan itu maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia.

II. Dasar-dasar Pengetahuan2. Penalaran. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri,

Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu (SMT Ganjil TA 2008-2009). Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S. dan Drs. Supomo Kandar, M.S.Merangkum Buku

Hermi Yanzi Mahasiswa Teknologi Pendidikan FKIP Unila

Page 2: Filsafat

yaitu: merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada penalaran seperti perasaan dan intuisi.

Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).

3. Logika. Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika.

4. Sumber Pengetahuan. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. pertama, mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta. Disamping itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya.

5. Kriteria Kebenaran, teori korespondensi: benar jika meteri pengetahuan yang terkandung di pernyataan berhubungan dengan objek yang dituju dalam pernyataan. Teori pragmatis: kebenaran diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

III. Ontologi: Hakikat Apa Yang dikaji.6. Metafisika, tapsiran yang paling pertama diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah terdapat ujud yang bersifat gaib (supernatural) yang memiliki kuasa lebih dibandingkan dengan alam yang nyata. Paham supernatural ditolak oleh paham naturalisme, materialisme yang merupakan paham berdasarkan naturalisme ini menyatakan bahwa gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib melainkan oleh kekautan yang terkandung dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari hingga dapat diketahui. Pada hakikatnya ilmu tidak biasa lepas dari metafisika, namun seberapa kaitannya itu tergantung kita. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini denga apa adanya, sehingga kita tidak dapat melepaskan diri dari masalah yang ada di dalamnya. 7. Asumsi, merupakan dugaan-dugaan sementara yang belum jelas kebenarannya, karena belum ada fakta pendukung yang valid. Ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti halnya agam. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi.

8. Peluang, .... jadi berdasarkan teori-teori keilmuan, saya tidak akan pernah mendapatkan hal yang pasti mengenai suatu kejadian, tanya seorang awam kepada seorang ilmuan. Tidak seperti itu kata ilmuan tersebut, hanya kesimpulan yang probabilistik.

Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu (SMT Ganjil TA 2008-2009). Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S. dan Drs. Supomo Kandar, M.S.Merangkum Buku

Hermi Yanzi Mahasiswa Teknologi Pendidikan FKIP Unila

Page 3: Filsafat

9. Beberapa Asumsi Dalam Ilmu. Seorang ilmuan harus benar-benar mengenal asumsi yang digunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sering kita jumpai bahwa asumsi yang melandasi suatu kejadian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat. Asumsi yang tersirat ini terkadang menyesatkan, sebab selalu mendapat kemungkinan bahwa kita berbeda penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik digunakan asumsi yang tegas.

10. Batas-batas Penjelajahan Ilmu, ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari sebab musabab kejadian terciptanya manusia?. Jawabannya tidak. Karena diluar penjelajahan ilmu.

IV. Ontologi: Hakikat Apa Yang dikaji.11. Jarum Sejarah Pengetahuan, pendekatan interdisipliner merupakan sebuah keharursan, dengan tidak mengaburkan otonomi masing-masing disiplin keilmuan yang berkembang berdasarkan routenya. Melainkan menciptakan paradigma. Paradigma ini mrupakan bukan ilmu melainkan berpikir ilmiah seperti logika, bukan merupakan fusi antara berbagai disiplin ilmu yang akan menimbulkann anarki keilmuan, melainkan suatu federasi dengan diikat pada pendekatan tertentu yang dengan otonominya saling menyumbangkan analisisnya dalam mengkaji objek yang menjadi telaah secara berasama.

12. Pengetahuan, pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu, sehingga pengetahuan merupakan bagian pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Untuk itu muncul pertanyaan Bagaimana cara kita menyusun pengetahuan dengan benar?. Masalah ini dalam filsafat disebut epistemologi dan landasan epistemologi adalah metode ilmiah yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.

13. Metode Ilmiah, merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu. Syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya pikiran, sehingga pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan yang bereksistensi dalam dunia empiris pula. Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori yang menjembataninya (Einstein). Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Adapun tahapan dalam kegiatan ilmiah, yaitu: perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis dan merumuskan hipotesis, penarikan kesimpulan.

V. Sarana Berpikir IlmiahUntuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah demham baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dam statistika. Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu (SMT Ganjil TA 2008-2009). Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S. dan Drs. Supomo Kandar, M.S.Merangkum Buku

Hermi Yanzi Mahasiswa Teknologi Pendidikan FKIP Unila

Page 4: Filsafat

16. BahasaKeunikan manusia sebenarnya bukan terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasanya. Tanpa bahasa maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dilakukan, tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak menungkin mengembangkan kebudayaannya, selanjutnya tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain. Jika kita berbicara maka hakikat informasi yang kita sampaikan mengandung unsur emotif, demikian jika kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur informatif. Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan dan sikap

17. MatematikaMerupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif.

VI. Aksiologi : Nilai Kegunaan18. Ilmu dan Moral.... benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di telaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Sokrates minum racun, John Huss dibakar sebagai contoh betapa ilmuan memiliki landasan moral, jika tidak ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi intelektual.

19. Tanggung Jawab Sosial IlmuanSeorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat yang yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia. Sampai ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netraldan para ilmuanlah yang memberikannya nilai. 20. Nuklir dan Pilihan MoralSeorang ilmuan secara moral tidak akam membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan. Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seperti halnya yang terjadi pada Albert Einstein diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah negaranya. Seorang ilmuan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.

Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu (SMT Ganjil TA 2008-2009). Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S. dan Drs. Supomo Kandar, M.S.Merangkum Buku

Hermi Yanzi Mahasiswa Teknologi Pendidikan FKIP Unila