filhum tugas akhir
DESCRIPTION
Filsafat HukumTRANSCRIPT
FILSAFAT HUKUMRESUME 6 (ENAM) MAZHAB HUKUM
Nama : Fitri AmelinaNPM : 1106056491
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIASelasa, 20 Mei 2014
1. Teori Hukum Kodrat (Natural Law)
Hukum Kodrat berakar dari nilai religious atau supernatural. Namun, di
masa modern ini, Hukum Kodrat telah dijadikan landasan ideologis dan moral
dalam membenarkan setiap sistem hukum, ekonomi maupun sosial yang ada.
Terdapat 2 (dua) pendekatan dalam teori hukum kodrat, yaitu:
a. Pendekatan Teologis;
Seluruh alam semesta berpusat pada Tuhan semua hukum yang diciptakan oleh
manusia harus sesuai dengan hukum Tuhan seperti yang digariskan dalam kitab
suci.
b. Pendekatan Sekuler.
Pandangan ini didasari keyakinan bahwa manusia dan dunianya menjadi sumber
bagi tatanan moral yang ada. Tatanan moral tidak ada dalam sabda Tuhan yang
tertulis dalam kitab suci, melainkan dalam hati kehidupan sehari-hari.
Pandangan teleologis sangat emndominasi aliran hukum ini. Alam semesta
dan manusia memiliki tujuan akhir yaitu ekbaikan atau kebaikan atau kebaikan
bersama bila berbicara dalam konteks masyarakat manusia. mazhab Hukum Kodrat
merupakan aliran mengenai landasan epistologis akan keberadaan (dunia) hukum
adalah kodrat (alam; deus sive natura).
Tokoh mahzab Hukum Kodrat yang terkenal diantaranya adalah Thomas
Aquinas. Thomas Aquinas dilahirkan pada sekitar awal 1225 di Napoli. Thomas
pernah menjadi seorang pastur. Beliau dapat disetarakan dengan Santo Paulus dan
Santo Agustinus karena telah menerima gelar kehormatan doctor angelicus dari
Gereja Katolik. Dia dikanonisasi menjadi santo oleh Paus John XXII di Avignon
pada 18 Juli 1323.
Gagasan Thomas Aquinas tentang hukum dimulai dari asal muasal hukum,
yang pada dasarnya bersumber dari 2 tempat: dari wahyu dan dari akal budi
1
manusia. Thomas mendasarkan gagasanya dari Aristoteles. Secara khusus, Thomas
mengelaborasikan pemikirannya tentang nilai keutamaan, yakni keadilan.
2. Teori Positivisme Hukum (Positivism)
Positivisme hukum melihat bahwa yang terutama dalam melihat hukum
adalah fakta bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh orang-orang tertentu di
dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk membuat hukum. Sumber
dan validitas norma hukum bersumber pada kewenangan tersebut. Dalam aliran ini,
yang ingin ditekankan adalah bahwa aliran ini mencoba untuk memisahkan
pertanyaan is (yang sifatnya faktual) dan pertanyaan ought (yang sifatnya normative
– dalam aras formal). Keduanya harus dipisahkan karena dari sebuah fakta tidak
dapat disimpulkan sebuah keharusan. Dari sebuah pernyataan is tidak dapat ditarik
sebuah pernyataan ought. Aliran positivisme adalah aliran yang melepaskan moral
dari hukum, jadi sama sekali tidak menghubung-hubungkan antara moral dengan
hukum.
Tokoh Mazhab Positivisme Hukum yang terkenal adalah Jeremy Bentham.
Beliau lahir pada 15 Februari 1748. Bentham adalah seorang filsuf terdepan dalam
tradisi Anglo-Amerika dalam bidang hukum, dan juga dikenal sebagai “pendiri” dari
aliran utilitarianisme. Bagi Bentham, hukum hanya dapat diidentifikasi dan
digambarkan berkaitan dengan fakta-fakta hukum yang relevan, yang
mengikutsertakan hal-hal yang berkenaan dengan proses penciptaan hukum dan
pelaksanaannya oleh orang-orang yang dalam posisi memiliki kekuaaan dan kontrol
dalam masyarakat.
Menurut Bentham, hukum yang baik adalah hukum yang dapat memenuhi
prinsip memaksimalkan kebahagaiaan dan meminimalkan rasa sakit dalam
masyarakat. Teori Bentahm merupakan teori hukum yang bersifat imperative, yang
didalamnya terdapat konsep-konsep kunci, yaitu: Sovereignty, Power, dan Sanction
dalam sebuah masyarakat politik.
3. Teori Hukum Sosiologis (Sociological Jurisprudence)
Sociological jurisprudence memisahkan antara positive law dengan living
law, sehingga hukum adalah hasil interaksi dalam masyarakat, seperti hukum adat
2
yang tidak tertulis. Titik berat pandangan mazhab sociological jurisprudence ini
adalah hukum adalah hasil interaksi dalam masyarakat, seperti hukum adat yang
tidak tertulis. Hal ini disebabkan bahwa mazhab ini, pada dasarnya memisahkan
pemikiran antara positive law dengan living law.
Hampir tidak ada kesepakatan yang pas mengenai apa itu hukum yang
bercorak sosiologis. Namun, pada umumnya dapat disimpulkan bahwa pemikiran
hukum yang sosiologis ditandai dengan karakter-karakter demikian:
- Pertama, bahwa pandangan hukum sebagai satu metode kontrol sosial;
- Kedua, para ahli hukum sosiologis amat skeptis dengan aturan-aturan yang ada
dalam buku-buku teks hukum yang terkodifikasi, karena yang utama adalah
hukum dalam keadaan aktualnya;
- Ketiga, para ahli hukum sosiologis pada umumnya sepakat entingnya
memanfaatkan ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi, terhadap hukum.
Tokoh Mazhab Hukum Sosiologis yang terkenal adalah Auguste Comte.
Comte lahir pada tanggal 17 Januari 1789 di Perancis. Comte merupakan ilmuwan
yang pertama kali menerapkan metode ilmiah dalam lapangan ilmu-ilmu sosial.
Belia menggunakan istilah sosiologi untuk menamai ilmu-ilmu sosial yang
bermetodologi ilmiah. Baginya, penelitian sosial dilakukan dengan mengadakan
observasi, eksperimen, komparasi, dan penelitian historis. Data yang diperoleh dari
observasi kemudian diuji berhadapan dengan hukum kodrat alam.
4. Teori Hukum Sejarah (Historical Jurisprudence)
Isu hukum yang dibicarakan berdasarkan mazhab ini adalah bagaimana
hukum itu dilihat sebagai perwujudan perkembangan budaya masyarakat. Mazhab
ini berkembang di Eropa, yaitu di Jerman dan Inggris. Berkembang dari gagasan
Hegel dan Herder yang merupakan fondasi dari aliran pemikiran filsafat hukum
historis. Tesis utama dalam aliran pemikiran filsafat hukum historis adalah bahwa
studi mengenai sistem hukum yang ada memerlukan pemahaman mengenai akar
sejarah dan pemahaman tentang pola-pola evolusi dari sistem hukum tersebut.
Salah satu tokoh Mazhab Hukum Sejarah yang terkenal adalah Friederich
Karl von Savigny. Savigny lahir di Frankfurt, Main pada tanggal 21 Februari 1779.
Pada tahun 1808 beliau ditunjuk oleh Pemerintah Bavaria sebagai professor untuk
3
hukum Romawi di Landshut. Tahun 1814 beliau menerbitkan pamfletnya yang
fenomenal yang berizi penentangannya terhadap usaha kodifikasi yang diusulkan
oleh A.F.J thibaut.
Savigny menganggap asumsi-asumsi hukum kodrat mempunyai aroganisasi
yang tak terbatas (infinite arrogance) dan kedangkalan cara pandang filosofis dalam
melakukan kodifikasi. Menurut beliau, hukum bukanlah sesuatu yang dapat
diciptkan secara sewenang-wenang dan terencana oleh pembuat hukum. Hukum
adalah hasil dari proses yang bersifat internal dan otonom serta diam-diam (silently
operating) dalam diri masyarakat. Proses ini berakar dalam sebuah bangsa dengan
dasar kepercayaan dan keyakinan bangsa yang bersangkutan serta kesadaran
komunal bangsa tersebut.
Hukum layaknya seperti bahasa yang tumbuh dan berkembang dalam relasi
kebangsaan dan menjadi milik bersama dan juga kesadaran bersama. Hukum
didasarkan pada karakter kebangsaan dan jiwa kebangsaan bangsa yang
bersangkutan (Volkgeist).
Tiga tahap perkembangan positif menurut Savigny, yaitu:
1. Tahap Pertama, tahap ketika hukum positif masih dalam bentuk aslinya;
2. Tahap Kedua, tahap ketika sebuah bangsa telah lebih matang dalam berbangsa;
3. Tahap Ketiga, tahap ketika hukum tidak lagi mendapat dukungan dari rakyat.
5. Teori Hukum Murni (Pure Theory of Law)
Hukum yang menjadi titik berat dari pandangan ini adalah teori murni
hukum, bahwa hukum adalah benar-benar murni dan harus terbebaskan dari unsur-
unsur non hukum. Teori ini lahir dan dikembangkan oleh Kelsen dari analisis
perbandingan sistem hukum positif yang berbeda-beda, membentuk konsep dasar
yang dappat menggambarkan suatu komunitas hukum. Masalah utama dari teori
umum adalah norma hukum (legal norms), elemen-elemennya, hubungannya, tata
hukum sebagai suatu kesatuan, strukturnya, hubungan antara tata hukum, yang
berbeda, dan akhirnya, kesatuan hukum di dalam tata hukum positif yang plural. The
pure theory of law ini sendiri menekankan pada pembedaan yang jelas antara hukum
empiris dan keadilan transedental dengan mengeluarkannya dari lingkup kajian
4
hukum. Hukum bukan merupakan manifestasi dari otoritas super-human, tetapi
merupakan suatu teknik social yang spesifik berdasarkan pengalaman manusia.
Menurut the pure theory of law, hukum harus dibersihkan dari unsur-unsur
yang non-yuridis, seperti unsur sosiologis, politis, histories, bahkan etis. Hans
Kelsen memahami teorinya ini sebagai teori kognisi hukum, teori pengetahuan
hukum. Dan satu-satunya tujuan dari adanya teori the pure theory of law ini adalah
kognisis atau pengetahuan tentang objeknya, tepatnya ditetapkan sebagai hukum itu
sendiri.
Teori hukum murni ini sendiri adalah teori hukum positif tetapi bukan
hukum positif suatu sistem hukum tertentu melainkan suatu teori hukum umum
(general legal theory). Sebagai suatu teori tujuannya seperti yang sudah
dikemukakan di atas adalah pengetahuan tehadap subyeknya untuk menjawab
pertanyaan apakah hukum itu dan bagaimana hukum dibuat, bukan pertanyaan
apakah hukum yang seharusnya (what the law ought to be) atau bagaimana
seharusnya dibuat (ought to be made).
6. Teori Realisme Hukum (Realism)
Realisme secara umum dapat diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya tanoa idealisasi, spekulasi, atau idolisasi. Ia berupaya untuk
menerima fakta-fakta apa adanya, betapapun tidak menyenangkan. Jika dikaitkan
dengan konteks hukum, realism (Hukum) itu memiliki maksa sebagai pandangan
yang (mencoba) melihat hukum sebagaimana adanya tanpa idealisasi dan spekulasi
atas hukum yang bekerja dan yang berlaku.
Terdapat 2 (dua) aliran realism hukum yang dikenal, yaitu diantaranya:
a. Realisme Hukum Amerika; ditandai dengan cirri-ciri umum sebagai berikut:
- Para Pemikir Relisme Hukum Amerika amat kritis dengan pemikiran empiris
yang dikembangkan di Inggris,
- Para Pemikir Realisme Hukum Amerika ini juga amat kritis terhadap
gagasan historis yang dikembangkan oleh kaum utilitarian Inggris.
- Pendakatan dalam Realisme Hukum Amerika lebih dipengaruhi oleh
pendekatan sosiologis (dan juga psikologi sosial).
5
b. Realisme Hukum Skandinavia. Ciri-ciri aliran realism Hukum Skandinavia
adalh:
- Pemikiran ini berwatak sosiologis, diwarnai dengan warna penolakan
terhadap pemikiran yang a priori, dan menekankan pada pentingnya
menempatkan hukum dalam konteks kebutuhan yang faktual dari social life,
- Kepedulian aliran ini amat tinggi terhadap aspek praktis dari jalannya proses
peradilan, namun dikaji dengan cara yang bersifat teoretis.
Salah satu tokoh Realisme Hukum di Amerika Serikat yang terkenal adalah
Oliver Wendell Holmes. Holmes lahir pada tanggal 8 Maret 1841 di Boston,
Massachusetts. Holmes lulus dari Harvard University pada tahun 1861 dan menjadi
editor untuk jurnal Ameican Law Review pada tahun 1870.
Menurut pandangan Holmes, para hakim hanya menerapkan sudut personal
mereka dalam menangani sebuah perkara. Pandangan mereka sedemikian rupa
dijiwai oleh paham ekonomi laissez-faire. Dengan paham liberal itu mereka
mencoba menggagalkan peraturan yang telah dibentuk oleh pembentuk undang-
undang yang sah. Bagi Hilmes, keputusan pengadilan itu dibentuk oleh
kecurigaan0kecurigaan dan tuduhan-tuduhan yang dimiliki para hakim. Holmes juga
mempersoalkan masalah substantive due process (prinsip legalitas secara
substantive). Beliau melihat bahwa prinsip itu adalah prinsip kosong yang
memperbolehkan hakim secara semena-mena menghalangi pembuatan keputusan
yang demokratis.
Hukum meruoakan sebuah fakta yang empiris, sehingga harus dibedakan
dengan moral. Menurut Holmes, yang mempengaruhi hakim dalam memutuskan
suatu hal adalah:
a. Kaidah-kaidah hukum;
b. Moral hidup pribadi; dan
c. Kepentingan Sosial.
Fakta-fakta ini semakin menguatkan Holmes bahwa pentingnya mempercayai
pendekatan yang empiris terhadap proses hukum.
6
SUMBER
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang. Pengantar ke Filsafat Hukum. Cet.
4. Ed. 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Lubis, Fitri Handayani. “Resume Teori-Teori Filsafat Hukum”. Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2012.
Dwiesta, Afghania. “Tugas Akhir Filsafat Hukum”. Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2013.
7