file.upi.edufile.upi.edu/direktori/fpips/m_k_d_u/195801281986121... · web viewbagi suku amish...

22
IV PERSOALAN BAIK DAN BURUK Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allâh Mengetahui (yang baik dan yang buruk) sedang kamu tidak mengetahui.(Qs. 2/Al-Baqarah: 216) Implikasi dari ayat ini, persoalan baik-buruk harus disandarkan atas ketaatan kepada Allah dengan berpedoman kepada petunjuk dan teladan Rasulullah. Implikasi lainnya, ijtihad harus dilakukan dengan sikap yang sangat hati-hati. A. SUMBER, INSTRUMEN, DAN UKURAN Apakah term BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH bersifat obyektif ataukah subyektif, absolut ataukah relatif, dan universal ataukah parsial? Apa sumber, instrumen, dan kriterianya? Bisakah manusia mengetahui persoalan BAIK-BURUK dan BENAR- SALAH, atau hanya Tuhan dan Utusan Tuhan saja yang mengetahuinya? Mari kita perhatikan fenomena berikut. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan nilai universal yang dipandang BAIK dan BENAR oleh semua manusia di dunia. Kisah Alqomah sangat berhasil menciptakan tradisi berbakti kepada ibu, sekaligus mitos larangan menyakiti sekecil apa pun perasaan gundah- gulana sang ibu. Cerita Malin Kundang sudah menjadi mitos bagi seluruh masyarakat Indonesia. Demikian juga mitos ‘saciduh metu saucap nyata’ telah benar-benar menciptakan rasa ngeri pada anak-anak Sunda. Hadits surga di bawah telapak kaki ibu mungkin telah dihapal oleh seluruh masyarakat Indonesia, yang muslim maupun non-muslim. Tapi ekspresi berbakti kepada kedua orang tua bisa bermacam-macam. Sungkem (dalam arti: mencium kaki atau lutut

Upload: lyliem

Post on 01-Apr-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

IVPERSOALAN BAIK DAN BURUK

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu;

dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allâh Mengetahui (yang baik dan yang buruk) sedang kamu

tidak mengetahui.(Qs. 2/Al-Baqarah: 216)

Implikasi dari ayat ini, persoalan baik-buruk harus disandarkan atas ketaatan kepada Allah dengan berpedoman kepada petunjuk dan teladan Rasulullah. Implikasi lainnya, ijtihad harus dilakukan dengan sikap yang sangat hati-hati.

A. SUMBER, INSTRUMEN, DAN UKURANApakah term BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH bersifat obyektif ataukah subyektif,

absolut ataukah relatif, dan universal ataukah parsial? Apa sumber, instrumen, dan kriterianya? Bisakah manusia mengetahui persoalan BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH, atau hanya Tuhan dan Utusan Tuhan saja yang mengetahuinya?

Mari kita perhatikan fenomena berikut. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan nilai universal yang dipandang BAIK dan BENAR oleh semua manusia di dunia. Kisah Alqomah sangat berhasil menciptakan tradisi berbakti kepada ibu, sekaligus mitos larangan menyakiti sekecil apa pun perasaan gundah-gulana sang ibu. Cerita Malin Kundang sudah menjadi mitos bagi seluruh masyarakat Indonesia. Demikian juga mitos ‘saciduh metu saucap nyata’ telah benar-benar menciptakan rasa ngeri pada anak-anak Sunda. Hadits surga di bawah telapak kaki ibu mungkin telah dihapal oleh seluruh masyarakat Indonesia, yang muslim maupun non-muslim.

Tapi ekspresi berbakti kepada kedua orang tua bisa bermacam-macam. Sungkem (dalam arti: mencium kaki atau lutut kedua orang tua) sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa, yang juga menjadi tradisi seluruh anak manusia dengan ekspresi yang berbeda-beda. Bagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi buah bibir masyarakat. Malah pada Suku Eskimo (Denmark), tindakan seorang anak yang membunuh orang tuanya yang sedang sakit dan tidak sembuh-sembuh lebih dari 7 hari dinilai sebagai tindakan berbakti kepada orang tua.

Haruskah seorang istri mentaati suaminya? Masyarakat Barat menilai kesamaan (equality) laki-laki dengan perempuan, juga kesamaan (equality) istri dengan suami, yang berimplikasi tidak adanya keharusan seorang istri untuk mentaati suaminya. Tapi pada masyarakat Timur seorang istri haruslah mentaati suaminya. Seorang istri haruslah lebih mentaati suaminya ketimbang kedua orang tuanya. Malah pada masyarakat tradisional Hindu-India, seorang istri yang turut serta dibakar bersama-sama suaminya yang telah meninggal dunia dinilai sebagai istri yang sangat setia. Islam bukanlah Barat dan bukan pula Timur. Islam tidak mengakui prinsip equality perempuan dengan laki-laki ala Barat, tidak

Page 2: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

juga mengakui penghambaan seorang istri terhadap suami ala Timur. Islam memandang perempuan setara dengan laki-laki (prinsip equity).

Apa sumber BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH? Realitasnya masyarakat dan orang perorangan menggunakan 5 sumber baik-buruk dan benar-salah, yakni:1. AGAMA. Semua perintah agama dinilai baik dan benar, sedangkan larangan agama dinilai

buruk dan salah, oleh pemeluk agama sesuai kepercayaan agamanya. Maksud agama di sini adalah perintah dan larangan agama yang dipersepsi oleh masing-masing pemeluk agama, juga oleh masing-masing mazhab dalam satu agama. Orang Islam menyebut Al-Quran dan Hadits (juga bisa ditambahkan dengan Ulama otoritatif) sebagai sumber agama Islam. Tapi masyarakat biasanya mengetahui ajaran agama ini dari TOKOH AGAMA yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Bagi kebanyakan kaum santri sekalipun sumber agama ini adalah tetap tokoh agama. Sekalipun para santri mempelajari Al-Quran dan Hadits, tapi sumber agama ini hanya digunakan oleh mereka untuk lebih membenarkan pandangan tokoh agama. Ali Shari`ati (1985) menegaskan, bahwa agama (yang dipersepsi oleh masyarakat) sebenarnya hanyalah ajaran agama produk kaum elit (kerjasama agamawan, penguasa, dan pengusaha) yang dibudayakan, disosialisasikan, dan diajarkan kepada masyarakat melalui berbagai saluran (media, rumah ibadah, dan sekolah) oleh kelas menengah (guru agama, juru da`wah, penulis buku). Oleh karena itu sumber agama yang sesungguhnya bagi masyarakat adalah TOKOH AGAMA yang diidolakan atau dipercaya oleh mereka.

2. AKAL. Manusia pun menentukan baik-buruk dan benar-salah dengan pertimbangan akal pikirannya. Terlebih-lebih kalangan terpelajar, mereka mempercayai akal pikiran dapat menentukan baik-buruk dan benar-salah. Di dunia Islam kaum Mu`tazilah merupakan mazhab yang paling percaya dengan kekuatan akal. Bahkan lebih jauhnya kaum Mu`tazilah berani mengambil kesimpulan, bahwa dengan akalnya manusia bisa menyimpulkan: (1) Tuhan itu ada, (2) Manusia harus menyembah Tuhan, (3) Manusia bisa membedakan baik dan buruk, (4) Perbuatan baik-buruk manusia akan diganjar oleh Tuhan, berupa surga atau neraka, dan (5) Adanya tempat, bukan surga dan bukan neraka, bagi anak kecil dan orang gila, almanzilu baenal manzilataen (Harun Nasution, 1995).

3. NEGARA. Menjalankan perundang-undangan dan peraturan pemerintah oleh warga negara-nya dinilai perbuatan baik dan benar, sedangkan melanggarnya dinilai sebagai perbuatan buruk dan salah. Perspektif Ushul Fiqih, Negara merupakan sumber perilaku Islami yang bersifat istihsan atau masholih mursalat (Mukhtar Yahya & Fathurrahman, 1986). Contohnya, punya KTP dinilai sebagai warga negara yang baik sedangkan tidak punya KTP dinilai sebagai warga negara yang tidak baik. Menikah, walau secara agama sah, tapi jika tidak punya surat nikah dianggap sebagai pelanggaran. Jika tidak punya surat nikah, maka di antara suami-istri tidak dianggap sebagai suami-istri. Jika bercerai, maka hak-hak sebagai istri atau suami tidak akan dilayani oleh negara. Tidak ada harta gono-gini dan tidak ada pewarisan.

Page 3: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

4. TRADISI. Menjalankan tradisi dinilai baik dan benar, sedangkan melanggarnya dinilai buruk dan salah, oleh komunitas masyarakatnya. Salah satu kaedah Ushul Fiqih adalah al-`adatu muhakkamat =adat-istiadat (yang baik) merupakan hukum yang Islami (Mukhtar Yahya & Fathurrahman, 1986). Di Indonesia baju rok adalah pakaian khusus perempuan. Jika laki-laki memakai rok maka akan dihukum oleh masyarakat (dibicarakan, dicemoohkan, bahkan akan dianggap sinting). Tapi bagi masyarakat Papua New Genia, kaum laki-laki dewasa biasa memakai rok. Malah banyak juga keyakinan agama yang sudah menyatu dengan tradisi. Contohnya tahlil kematian di rumah duka selama 7 hari dengan mengirim hadiah pahala (baca Al-Fatihah, Qul-Hu, Falaq-binas, beberapa ayat dari surat Al-Baqarah, surat Yasin, dan wirid-wirid tertentu), dinilai baik oleh komunitas NU tapi dinilai buruk oleh komunitas Muhammadiyah dan Persis. Baju Koko dianggap sebagai baju takwa oleh banyak kaum muslimin Indonesia, tapi tidak oleh kaum muslimin di Timur Tengah.

5. ORANG TUA. Nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan pandangan hidup orang tua (yang biasanya bersumber dari kepercayaan agamanya yang dipersepsi oleh orang tua dan tradisi masyarakatnya) merupakan sumber nilai bagi anak-anaknya. Anak-anak di dunia, termasuk di Indonesia, punya pandangan yang sama: pertama, harus berbakti kepada kedua orang tua, dan kedua, tidak boleh menyakiti keduanya; walau ekspresi berbakti dan menyakiti orang tua di berbagai daerah berbeda-beda. Perhatikan kembali kasus antara lain pada masyarakat kita, pada suku Amish dan suku Eskimo. Bahkan berbakti kepada kedua orang tua (nyaris) dimaknai sebagai keharusan ‘mentaati’ keduanya. Menolak keinginan orang tua dinilai sebagai pembangkangan dan kedurhakaan. Kaum perempuan lebih sering menjadi korban dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintainya hanya karena demi berbakti dan tidak menyakiti kedua orang tua.

Al-Quran melarangan orang-orang beriman memiliki keyakinan agama atas dasar ikut-ikutan kepada keyakinan agama mayoritas (Negara dan tradisi), nenek moyang (orang tua), tokoh idola, dan atas dasar pemikiran sendiri (akal). Al-Quran menegaskan orang-orang beriman harus beragama dengan jalan mentaati Allah dan RasulNya/Ulil Amri.

Pertama, hindari kepercayaan keagamaan mayoritas. Menurut Muthahhari (1986) dan Shari`ati (1985), keberagamaan mayoritas dibentuk oleh penguasa (kerja sama elit agama, elit penguasa, dan elit pengusaha). Allah SWT menegaskan bahwa keberagamaan mayoritas adalah sesat dan harus dihindari, sebagaimana firmanNya, antara lain dalam dua ayat berikut:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan an-nas (manusia) tidak mengetahui (shirothol mustaqim, agama yang lurus).(Qs. 30/Ar-Rum ayat 30)

Page 4: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini (mengikuti keyakinan agama mayoritas), niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (Qs. 6/Al-An`am: 116)

Kedua ayat ini menegaskan bahwa dalam beragama tidak boleh mempertimbangkan keberagamaan atau keyakinan agama mayoritas. Al-Quran menegaskan bahwa agama atas dasar mayoritas terbentuk dari dugaan-dugaan, bukan atas dasar keyakinan. Kita harus bersandar kepada agama yang benar-benar (bukan dugaan atau perkiraan) berasal dari Allah sebagaimana diajarkan dan diteladankan oleh Rasulullah.

Kedua, hindari kepercayaan keagamaan leluhur (nenek-moyang, orang tua ke atas). Keberagamaan leluhur sebenarnya terbentuk karena mayoritas juga, yakni kesinambungan agama atau mazhab yang dibentuk oleh penguasa. Setelah terbentuk agama atau mazhab yang kuat, kemudian generasi demi generasi mempertahankannya, melestarikannya. Mereka sama sekali tidak mau mengikuti Rasul (atau Ulil Amri). Allah SWT menegaskan bahwa keberagamaan leluhur adalah sesat dan harus dihindari, sebagaimana firmanNya:

Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". (Qs. 5/Al-Maidah ayat 104)

Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka."Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang mundzir (Pemberi Peringatan, Rasul) pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya." (Qs. 43/Az-Zukhruf: 22-24)Seorang anak memang harus berbakti kepada kedua orangtuanya. Tapi jika kedua orang tua

mengajak kemusyrikan, sikap sang anak adalah tetap berbuat baik dalam urusan dunia. Tapi dalam keberagamaan harus mengikuti (mentaati) kepada orang yang pernah kembali kepada Tuhan. Allah SWT dalam Qs. 31/ Luqman ayat 15 menegaskan: wattabi` sabiila man anaaba ilayya =dan ikutilah jalan orang yang pernah kembali kepada-Ku. Orang yang pernah kembali kepada-Ku (Aku=Tuhan)

Page 5: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

adalah para Rasul, Ulil Amri, dan Nabi. Merekalah yang kenal dengan Tuhan yang punya nama Allah tapi di dunia Al-Ghaib.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku (yakni itba` kepada Nabi dan Rasul atau Ulil Amri), kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Keberagamaan orang tua biasanya mengikuti keberagamaan leluhurnya, atau mengikuti keberagamaan mayoritas, atau mengikuti keberagamaan dari seorang tokoh agama yang dikaguminya. Oleh karena itulah Allah menegaskan keharusan sang anak mengikuti keberagamaan (taat, itba`) kepada “seseorang yang telah kembali kepada Tuhan” (wattabi` sabiila man anaaba ilayya), yakni Rasul atau Ulil Amri (sehingga mereka benar-benar ‘yakin’ dapat ‘menyaksikan’ Tuhan).

Ketiga, hindari kepercayaan keagamaan tokoh idola. Setiap sesuatu yang menarik hati karena sesuatu yang disenangi oleh nafsu dan syahwat, terlebih-lebih jika disandarkan pada agama pasti akan diikuti oleh kebanyakan manusia. Dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 204 Allah SWT menegaskan bahwa sebenarnya orang demikian adalah penantang agama yang paling keras, karenanya harus dihindari.

Dan (hati-hatilah nanti suatu) hari (di akhirat) orang yang zalim (=beragama yang sesat) menggigit dua tangannya (saking menyesalnya), seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu ketika di dunia) aku mengambil jalanbersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu ketika di dunia) tidak menjadikan si fulan sebagai kholil (tokoh idola). Sesungguhnya dia (sang kholil itu) telah menyesatkan aku dari Adz-Dzikro ketika Adz-Dzikro itu telah datang kepadaku; dan adalah syetan (=sang tokok idola itu) tidak mau menolong manusia. Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran ini sesuatu yang tidak diacuhkan (padahal Al-Quran jelas sekali memerintahkan agar umat manusia mentaati Rasul/Ulil Amri). (Qs. 25/Al-Furqan: 27-30)

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia (pandangan yang tidak sejalan dengan kehendak Tuhan)menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang (Rasul) yang paling keras.. (Qs. 2/Al-Baqarah: 204)

Keempat, hindari kepercayaan agama atas dasar dugaan. Pemikiran adalah hasil dugaan, perkiraan, dan sangkaan, yakni produk akal pikiran. Beragama haruslah didasarkan atas keyakinan religius yang benar (=mentaati Allah dan RasulNya/Ulil Amri), tidak boleh mengandalkan dugaan,

Page 6: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

perkiraan, dan sangkaan, karena cara-cara seperti itu tidak akan mencapai kebenaran. Allah SWT berfirman

Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu sedikit pun tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.(Qs. 10/Yunus ayat 36

Bahkan dalam Qs. 18/al-Kahfi ayat 13-16, orang yang beragama atas dasar “persangkaan” disebut-sebut sebagai orang yang menjadikan Al-Quran dan Rasul-Nya sebagai bahan olok-olokan:

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada Hari Kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan Rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (Qs. 18/al-Kahfi ayat 13-16)

Pembahasan BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH dalam buku ini adalah baik-buruk dan benar-salah yang bersifat UKHROWI, yang harus disandarkan kepada Allah dan RasulNya/Ulil Amri. Tapi masalah baik-buruk atau benar-salah yang bersifat DUNIAWI bisa bersumber kepada yang lainnya (Negara, tradisi, dan orang tua), bahkan bersumber diri sendiri (yang tentunya Agama pun memayunginya); dengan instrumennya akal atau pancaindra; asalkan dengan ukuran ketaatan (taat-membangkang), tanggung-jawab (bertanggung-jawab, tidak bertanggung-jawab), kebahagiaan (bahagia-sengsara, senang-susah), kemanfaatan (manfaat-mudarat), atau keindahan (indah-tidak indah, serasi-tidak serasi, selaras-tidak selaras). Contoh, akhlak anak terhadap orang tua yang telah dibahas tadi. Allah memerintah sang anak untuk berbakti kepada kedua orang tua. Tapi bentuk kongkrit berbaktinya tidak selalu terinci. Di Jawa sungkem dinilai sebagai akhlak mulia. Sungkem tidaklah bersumberkan agama, melainkan tradisi. Sungkem dalam arti mencium kaki atau lutut orang tua tidaklah dikenal di suku-suku bangsa lainnya. Terlebih-lebih lagi di Barat.

Contoh lainnya, pakaian jilbab dan baju koko. Allah memerintahkan penganut agama menutup aurat. Tapi model pakaiannya tidak disebutkan. Jilbab dan koko lebih merupakan tradisi kaum muslimin Asia Tenggara. Orang yang berpakaian model ini dinilai sebagai telah menjunjung tinggi akhlak Islam. Model pakaian yang dinilai berakhlak pada bangsa Arab dan Persia berbeda lagi. Demikian juga warna pakaian. Setiap orang berhak menentukan mana yang baik (indah) atau buruk (tidak indah) sesuai selera dirinya masing-masing.

Contoh lainnya lagi keharusan mengendarai kendaraan bermotor di sebelah kiri jalan. Ketentuan berkendaraan di jalan raya ini berlaku di Indonesia. Tapi di negara lain ada yang

Page 7: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

menetapkan harus berkendaraan di sebelah kanan jalan. Kita wajib mentaati pemerintah untuk berkendaraan di sebelah kiri jalan. Orang yang berkendaraan di sebelah kiri jalan adalah orang yang berakhlak baik (mentaati pemerintah), karena agama tidak mengatur teknis berkendaraan.

Anak-anak Indonesia haruslah bersekolah dan peserta didik haruslah disiplin bersekolah. Walaupun seorang anak cerdas dan dapat mengerjakan seluruh soal ujian nasional, tapi kalau tidak pernah terdaftar sebagai peserta didik maka ia tidak bisa mengikuti Ujian Nasional. Perundang-undangan kita mewajibkan anak-anak untuk bersekolah. Orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya dinilai sebagai orang tua yang berakhlak buruk, dianggap tidak mentaati pemerintah.

Apa instrumen untuk menentukan BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH? Biasanya masyarakat dan orang perorangan menggunakan 4 instrumen untuk mengukur baik-buruk dan benar-salah, yakni:

Pertama, NABI, yakni segala perintah dan larangan Nabi (dipercaya berasal dari TUHAN). Maksud Nabi di sini adalah perintah dan larangan agama yang dipersepsi oleh pemeluk agama sebagai berasal dari Nabi (yakni Nabi yang dipersepsi oleh masing-masing pemeluk agama dan mazhab, bahkan oleh orang perorangan. Pemeluk agama tidak mendengarnya secara langsung dari Nabi melainkan dari tokoh-tokoh agama, guru-guru agama, juga dari orang tua dan masyarakat sekitarnya, termasuk hasil bacaan terhadap kitab-kitab dan buku-buku agama).

Kedua, HATI-NURANI, yakni yang dinilai baik-buruk atau benar-salah oleh bisikan hati (tanpa membedakan apakah bisikan hati itu sebagai ‘ilham’ yang ‘fujur’ [fasiq, yakni ilham yang dirasakan baik padahal tidak sejalan dengan Kehendak Tuhan, karena dibisikkan oleh syetan] atau ilham yang ‘taqwa’ [ilham yang dipancarkan oleh Tuhan]).

Ketiga, AKAL, yakni baik-buruk atau benar-salah yang logis dan rasional (yang masuk akal) dan yang bermanfaat. Biasanya baik-buruk dan benar-salah perspektif AKAL ini sebenarnya baik-buruk atau benar-salah menurut kepentingan pribadinya. (Jika suatu perbuatan dapat membahagiakan dan membuat dirinya kaya, maka perbuatan itu adalah baik dan benar; tapi jika menyengsarakan dan tidak membuat kaya, maka buruk dan salah).

Keempat, PANCA-INDRA, yakni yang dinilai baik-buruk atau benar-salah oleh panca-indra. Sama dengan perspektif akal, baik-buruk dan benar-salah perspektif PANCA-INDRA ini sebenarnya baik-buruk atau benar-salah menurut kepentingan pribadinya (Jika suatu perbuatan dapat membahagiakan dan membuat dirinya kaya, maka perbuatan itu adalah baik dan benar; tapi jika menyengsarakan dan tidak membuat kaya, maka buruk dan salah).

Apa ukuran BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH? Ada 5 ukuran untuk menentukan baik-buruk dan benar-salah, yakni:1. Ketaatan (taat-membangkang [kepada agama, negara, adat-istiadat, orang tua]).2. Tanggung-jawab (bertanggung-jawab, tidak bertanggung-jawab).3. Kebahagiaan (bahagia-sengsara, senang-susah).4. Kemanfaatan (manfaat-mudarat).5. Keindahan (indah-tidak indah, serasi-tidak serasi, selaras-tidak selaras).

B. MANUSIA TIDAK TAHU BAIK-BURUKAyat-ayat Al-Quran berikut menyebutkan iblis, dan syetan sangat aktif membisikkan

pandangan sesatnya kepada manusia. Demikian juga nafsu (segala keinginan dan cipta angan-angan) merupakan musuh internal manusia.

Page 8: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Pertama, iblis bersumpah akan menciptakan pandangan yang baik kepada manusia, padahal buruk (karena tidak sejalan dengan Kehendak Allah):

Iblis berkata: "Ya Tuhan, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka (manusia)memandang baik (perbuatan yang tidak sejalan dengan Kehendak-Mu) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua (manusia akan mengikuti jejak iblis); kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka."( Qs. 15/Al-Hijr ayat 39-40)

Kemudian dalam Qs. 34/Saba` ayat 20 Allah menginformasikan tentang TERBUKTI-nya

sumpah iblis tersebut:

Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka (manusia) mengikutinya, kecuali sebagian kecil orang-orang yang beriman.

Kedua ayat ini menegaskan bahwa iblis akan menciptakan pandangan yang baik pada manusia, padahal menurut Allah buruk. Maksudnya, iblis akan selalu menggoda manusia sehingga manusia merasa beriman, merasa saleh, merasa taat beragama, dan perasaan-perasaan baik lainnya; padahal menurut Allah adalah tidaklah beriman, melainkan kafir, pelaku maksiat, dan beragama secara salah. Hanya orang yang beriman dan orang yang sudah mencapai tingkatan IKHLAS yang tidak bisa digoda oleh iblis.

Kedua, syetan dari bangsa jin ataupun syetan dari bangsa manusia selalu membisik-bisikkan pandangan sesatnya kepada setiap manusia. Oleh karena itu kita harus selalu hati-hati, selalu waspada, dan selalu memohon dengan sungguh-sungguh agar dihindarkan dari bisikan-bisikan syetan.

... dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi; yang membisikkan (kesesatan) ke dalam dada manusia; (yakni syetan) dari (bangsa) jin dan (bangsa) manusia.

Dan syetan itu merupakan musuh yang nyata (bukan musuh yang samar-samar) bagi manusia, sebagaimana firmanNya antara lain dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 208:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.

Page 9: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Perintah “masuklah ke dalam Islam secara keseluruhannya” ditujukan kepada orang-orang yang telah menyatakan dirinya beriman (telah beragama Islam). Artinya, orang yang sudah menyatakan beragama Islam haruslah masuk ke dalam Islam keseluruhannya, tidak sebagian-sebagian. Kemudian ditegaskan bahwa “syetan itu musuh yang nyata bagi manusia”, yakni selalu aktif yuwaswisu fî shudûrin nâs =berbisik-bisik dalam dada manusia, dengan menciptakan pandangan yang baik pada agama dan keyakinan yang sesat sehingga diyakininya agama dan keyakinan yang dipeluknya itu baik dan benar; padahal tidak sejalan dengan Kehendak Tuhan. Artinya, syetan itu (baik dari bangsa jin ataupun bangsa manusia) benar-benar sebagai musuh yang nyata membelokkan orang-orang Islam dari kehendak Allah.

Ketiga, manusia selain memiliki musuh eksternal (iblis beserta bala tentaranya syetan-jin dan syetan-manusia) juga memiliki musuh internal, yakni nafsu yang selalu mendorong untuk melakukan perbuatan buruk, tapi sebagaimana iblis merasakannya sebagai sesuatu yang baik. Dalam Qs. 3/Ali Imran ayat 14 dijelaskan:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Al-Quran menegaskan bahwa nafsu selalu mendorong perbuatan buruk:

(Kata Nabi Yusuf): Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.(Qs. 12/Yusuf: 53)

Keempat, akibatnya sangat mengerikan. Karena memiliki keimanan yang keliru, maka kebanyakan manusia sangat menyesal pada saat kematiannya, sebagaimana diterangkan dalam Qs. 34/Saba` ayat 51-54:

Dan (alangkah ngerinya) jika kamu (dibisakan) melihat ketika mereka(orang yang merasa beriman, padahal tidak mengenal Tuhan Yang Al-Ghaib) terperanjat ketakutan (pada saat kematiannya), maka mereka tidak dapat melepaskan diri dan mereka ditangkap (oleh tentara iblis) dari tempat yang dekat (untuk disiksa di tempat sesat)

Dan (ketika merasakan sakitnya siksaan) mereka berkata (memohon pertolongan Allâh): "Kami beriman kepadaNya!" (Kami beriman kepada Allâh, tapi mengapa kami disiksa? Kemudian Tuhan menyanggahNya: “Tidak! Mereka sama sekali tidak beriman)”Bagaimanakah mereka dapat mencapai (keimanan kepada Tuhan Yang Al-Ghaib)

Page 10: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

dari tempat yang jauh itu?” Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari (Diri)-Nya (Yang Al-Ghaib) sebelum itu (ketika di dunia); dan mereka (ketika di dunia hanya) menduga-duga tentang (Tuhan) Yang Al-Ghaib dari tempat yang jauh.

Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini (=ingin diterima keimanannya saat itu, atau dikembalikan ke dunia untuk taubat, atau dijadikan tanah) sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (ketika di dunia) dalam keraguan yang mendalam (=tidak pernah yakin karena tidak pernah mengenali Zat Tuhan Yang Al-Ghaib). (Qs. 34/Saba`: 54)

Qs. 34/Saba` ayat 51-54 ini memberikan peringatan betapa persoalan keimanan tidak boleh asal-asalan, tidak boleh berdasarkan informasi sepintas, tidak boleh berdasarkan informasi dari produk akal pikiran. Akibatnya sangat fatal. Pada saat mati yang hanya satu kali terjadi, mati dalam keadaan su`ul khotimah (mati sesat), karena selama hidup di dunia tidak pernah yakin (karena tidak pernah tahu dengan Zat Al-Ghaib yang punya nama Allah, tidak pernah ma`rifat bi Dzatillah).

Imam Ali bin Abu Thalib menyebutkan, rasa sakit orang yang mati sesat sebanding dengan ditusuk pedang 100 kali. Coba Anda bayangkan masing-masing tentara Jin menusuk bagian-bagian tubuh orang yang mati sesat: Seorang tentara Jin menusuk mata kanan, Jin lainnya menusuk telinga kiri, Jin lainnya menusuk kemaluan, dan seterusnya. Guru Mursyid Sufisme Syaththariah, KH Muh. Munawwar Affandi menggambarkan rasa sakitnya seperti dikuliti hidup-hidup sebanyak 70 kali. Coba bayangkan, kulit saudara diiris hidup-hidup hingga semua kulit terkelupas. Kemudian Allah menciptakan kulit baru. Bangsa Jin kemudian menguliti lagi seluruh kulit Anda. Penderitaan macam apa yang Anda rasakan!

Penulis pernah berjumpa dengan 2 orang yang dibisakan melihat orang yang mati sesat. Kedua orang itu mempunyai perilaku yang sama. Setelah menyaksikan kejadian yang sangat mengerikan itu mereka mengurung diri di kamar selama 2 bulan. Mereka hanyalah shalat, beristighfar dan wiridan. Selama 2 bulan mereka tidak mau makan, hanya minum saja. Mereka pun tidak bisa berbicara (seperti yang bisu), karena saking ngerinya menyaksikan peristiwa itu. Mereka mulai mau makan setelah lewat 2 bulan, dan baru bisa menceritakan kejadian setelah 6 bulan. Mereka ceritakan, orang yang mati-sesat itu keroyok bangsa Jin, seperti kijang yang dikeroyok singa-singa lapar. Setelah selesai disiksa, orang yang mati-sesat itu merasakan haus yang luar biasa. Kemudian ia diberi nanah segelas besar. Saking hausnya nanah itu diminum habis. Setelah itu mereka diperbudak oleh bangsa Jin. Na`udzu billahi min dzalik! Teman penulis pun pernah mendengar dari orang yang dibisakan melihat orang yang mati-sesat. Peristiwanya sama dengan yang penulis dengar dari 2 orang itu.

Qs. 34/Saba` ayat 51-54 ini memberikan peringatan betapa persoalan keimanan tidak boleh asal-asalan, tidak boleh berdasarkan informasi sepintas, tidak boleh berdasarkan informasi dari produk akal pikiran. Tidak boleh beribadah dan berperilaku secara asal-asalan, tidak boleh berperilaku yang menyimpang dari keimanan. Akibatnya sangat fatal. Pada saat mati yang hanya satu kali terjadi, mati dalam keadaan su`ul khotimah (mati sesat), karena selama hidup di dunia tidak pernah beriman secara benar, tidak pernah beribadah secara benar, dan tidak pernah berperilaku secara benar.

C. BAIK-BURUK HANYA DIKETAHUI OLEH RASULNYA

Page 11: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Pertanyaan dari perspektif agama Islam, bisakah manusia menentukan BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH? Agar lebih kongkrit, bagaimanakah pandangan Al-Quran tentang baik-buruk dan benar-salah, bisakah manusia menentukannya? Untuk diingat kembali, jika berbicara Al-Quran berarti berbicara akhirat. Jadi, pertanyaan yang lebih fundamental, bisakah manusia menentukan BAIK-BURUK dan BENAR-SALAH agar manusia dapat berjalan lurus (shirothol mustaqim) menuju Allah, sehingga diharapkan dapat ditarik oleh Allah ke surgaNya?

Dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 216 ditegaskan bahwa manusia tidak bisa menentukan baik-buruk dan benar-salah:

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.. Allâh Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui (yang baik dan yang buruk). Artinya, hanya Allah-lah Yang Tahu apa-apa yang baik dan yang buruk. Implikasinya, kalau kita ingin tahu yang baik maka kita harus merujuk kepada Allah.

Pertanyaan lanjutan yang harus kita ungkapkan, bagaimanakah cara kita dapat yakin bahwa ‘sesuatu’ itu merupakan Kehendak Allah? Contoh, mengerjakan shalat secara khusyu` merupakan perbuatan yang baik; sedangkan shalat sahun sebagai perbuatan yang buruk. Siapakah yang dapat dipercaya untuk mendeskripsikan shalat khusyu` dan sahun? Apakah masing-masing kita boleh mendeskripsikannya?

Jika kita kembali ke ayat tadi (Qs. 2/Al-Baqarah: 216), kita tidak bisa mendeskripsi-kannya. Shalat khusyu` dan sahun itu harus dideskripsikan oleh Allah. Sebab utamanya, ayat Al-Quran itu terdiri atas ayat-ayat yang muhkamat (maknanya jelas, seperti perintah-perintah dan larangan-larangan Al-Quran) dan mutasyabihat (maknanya samar-samar). Padahal tidak ada yang bisa menta`wilkan makna ayat-ayat mutasyabihat kecuali Allah (dan ar-rosyihuna fil `ilmi). Hanya karena Allah itu Maha Ghaib, tidak mungkin menampakkan DiriNya di bumi dan tidak mungkin mengajari secara langsung kepada setiap orang, maka Allah lalu mengangkat WakilNya (Khalifah fil ardhi) atau UtusanNya (Rasulullah). Mereka itulah yang disucikan oleh Allah (al-muthohharun), sehingga dipahamkan dengan Al-Quran. (Telaah kembali Qs. 3/Ali Imran ayat 7 &Qs. 56/Al-Waqi`ah ayat 77-79). Artinya, jika kita ingin tahu makna shalat khusyu` dan shalat sahun yang benar haruslah merujuk kepada Rasulullah atau kepada Ulil Amri, sebagaimana firmanNya dalam Qs. 4/An-Nisa ayat 59:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allâh dan taatilah Rasûl (Nya) dan (juga taatilah) Ûlîl Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh dan Rasûl (yakni mentaati Ûlîl Amri), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Kalimat ‘kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul’ umumnya Allah dimaknai dengan Al-Quran, sedangkan Rasul dimaknai Hadits. Artinya ‘berijtihad’. Kalau ijtihad pasti hasilnya berbeda-beda, yang seringkali tidak menyelesaikan masalah. Oleh karena itu makna yang lebih tepat adalah keharusan mengembalikan permasalahan dengan cara ‘mentaati Ulil Amri’. Makna ini sesuai dengan Firman Allah dalam Qs. 4/An-Nisa ayat 83:

Page 12: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syetan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).

Qs. 4/an-Nisa ayat 59 di atas menggunakan 2 kata athî`û, yaitu: (1) athî`ûllah =Taatilah Allâh, dan (2) athî`ûr rasûla wa ûlîl amri minkum =Taatilah pula Rasûl dan Ûlîl Amri di antara kamu. Kata Ûlîl Amri dicantolkan dengan kata Rasûl menunjukkan bahwa Ûlîl Amri itu memang Wakil Rasûl, yakni Wakilnya Kanjeng Nabi Muhammad Saw untuk melanjutkan fungsi dan tugas kerasulannya hingga hari kiamat. Mengapa ada Ûlîl Amri, karena Nabi Muhammad Saw penutup nabi-nabi serta Nabi rahmatan lil `alamin. Dalam Al-Quran ada 14 kata athî`û (=taatilah=fi`il amar). Ke-14 kata athî`û ternyata hanya dihubungkan dengan Allâh, Rasûl, danÛlîl Amri. Tidak ada satu pun kata athî`û dihubungkan dengan selain Allâh, Rasûl, dan Ûlîl Amriitu. Kata athî`û(fi`il amar, perintah) bukanlah kalimat bersyarat. Hal ini menunjukkan bahwa mentaati Allâh, mentaati Rasûl, dan mentaati Ûlîl Amrimerupakan perintah yang wajib ditaati secara mutlak tanpa syarat, karena Allâh sebagai Muwakkil (yang mewakilkan), sedangkan Rasûl dan Ûlîl Amrisebagai Wakil (WakilNya atau khalifah fil ardhi).

Hakekat beragama sebenarnya adalah mentaati Allâh. Tapi karena Allâh itu Al-Ghaib (tidak menampakkan DiriNya di muka bumi dan tidak mungkin mengajari secara langsung kepada setiap manusia) maka Allâh lalu mengangkat WakilNya, yakni Rasûlullâh. Karena ada kaedah Wakil = Muwakkil, maka mentaati Rasûlullâh pada hakekatnya sama dengan mentaati Allâh. Demikian juga halnya dengan Ûlîl Amri sebagai Wakil Rasûlullâh, maka mentaati Ûlîl Amri pada hakekatnya sama dengan mentaati Rasûlullâh, sama dengan mentaati Allâh. Oleh karena itulah dalam Qs. 4/An-Nisa ayat 59 ini keharusan mentaati Allâh dilanjutkan dengan keharusan mentaati Rasûlullâh dan Ûlîl Amri. Dalam hadits-hadits Nabi, Ulil Amri itu mungkin merujuk kepada Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyin (Wakil-wakilnya kanjeng Nabi) atau Ulama Pewaris Nabi (Ulama yang mewarisi Ilmunya Nabi secara sempurna).

Tapi ada juga yang memaknai mentaati Allah maksudnya mentaati Al-Quran, mentaati Rasul maksudnya mentaati sabda-sabda Nabi Muhammad dalam Kitab-kitab Hadits, dan mentaati Ulil Amri maksudnya mentaati Khulafaur Rasyidin (yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali – terutama Abu Bakar dan Umar). Kemudian Ulama Pewaris Nabi pun dimaknai para Ulama yang mendalami Al-Quran, Kitab-kitab Hadits, ratusan atau puluhan Kitab Tafsir, dan mendalami Ilmu-ilmu Islam lainnya (terutama Aqidah, Syari`ah, dan Akhlak; tapi ada juga yang menambahkan-nya dengan Tasawuf). Adapun metode yang digunakannya adalah: (1) memahami makna ayat-ayat Al-Quran, (2) mencari hadits-hadits yang shahih, dan (3) berijtihad. Hasilnya, produk pemahaman keagamaan para Ulama berbeda-beda. Dalam bidang Aqidah ada mazhab Jabbariyah dan Qodariyah, kemudian ada mazhab Asy`ariyah, Maturidiyah, dan Mu`tazilah; dan dalam bidang Fiqh ada mazhab Ja`fari, Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Hanbali. Adapun dalam bidang Tasawuf ada yang bertasawuf dan yang menolak Tasawuf. Mazhab yang menerima Tasawuf pun ada yang bertasawuf disertai Tarekat, ada juga yang bertasawuf tanpa tarekat. Kemudian tarekat pun berkembang menjadi ratusan bahkan mungkin ribuan mazhab. Tapi mayoritas Ulama sudah sepakat ‘Satu Islam, tapi berbeda mazhab’. Argumentasi utamanya hadits Nabi yang menyebutkan, berijtihad dengan hasil yang benar mendapat 2 pahala, dan berijtihad dengan hasil yang salah mendapat 1 pahala. Artinya benar atau salah dalam berijtihad tidak menjadi soal karena tetap mendapat pahala dari Allah. Tapi ada juga Ulama yang membatasi ber-ijtihad, antara lain khusus bagi Hakim yang memutuskan perkara bagi terdakwa. Adapun untuk menentukan agama (keimanan dan ibadah) tidaklah boleh berdasarkan ijtihad melainkan harus atas dasar ketaatan kepada Allah, Rasulullah, dan Ulil Amri. Ulil Amri pun dimaknainya bukan khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dan para sahabat Nabi yang senior, melainkan Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyin (=wakil-wakilnya Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang mendapat petunjuk Allah dan punya otoritas menunjuki ke arah Jalan LurusNya Tuhan) atau Ulama Pewaris Nabi, yakni Ulama yang mewarisi Ilmunya Kanjeng Nabi

Page 13: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Muhammad Saw; mereka yang mewarisi Al-Kitab, Al-Hikmah, dan An-Nubuwah (Qs. 6/Al-An`am ayat 89).

D. RENUNGANCoba simak dan renungkan dua kisah berikut: Pertama, kisah orang `alim, dermawan, dan mujahid yang masuk neraka. Kisah ini disadur dari

Greenbuble.blogspot.com (2009). Dikisahkan Sufyan Ash-Ashbahiny bercerita kepada 'Uqah ibn Muslim ketika dia memasuki Madinah, dia melihat orang sedang mengerumuni Abu Hurairah r.a. Sufyan pun menghampirinya lalu dia duduk di hadapan Abu Hurairah yang sedang menyampaikan sebuah hadis. Abu Hurairah lalu terdiam. Sufyan meminta agar dia melanjutkan menyampaikan hadis tersebut. Abu Hurairah lalu berkata. “Aku akan sampaikan kepadamu satu hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepadaku”. Tiba-tiba Abu Hurairah menangis tersedu-sedu hingga hampir pingsan. Kemudian dia diam sebentar lalu berkata lagi, “Aku akan sampaikan kepadamu satu hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW kepadaku di rumah ini, tidak ada orang lain selain aku dan baginda.” Tiba-tiba Abu Hurairah menangis tersedu-sedu hingga hampir pingsan lagi. Setelah sadar kembali dia bercerita, “bahwa pada hari kiamat nanti Allah SWT akan turun kepada hambanya untuk memberikan keputusan tentang mereka. Setiap umat ketika itu berlutut. Golongan pertama yang dipanggil Allah adalah orang `alim, orang kaya, dan mujahid (orang yang berperang) fi sabilillah.” Allah SWT bertanya kepada orang alim itu, “Bukankah AKU telah mengajarkan kepadamu Al-Kitab yang telah AKU turunkan kepada Rasul-KU?” Dia itu menjawab. “Benar, wahai Tuhan.”' Allah SWT bertanya lagi. “Apa yang engkau kerjakan dengan ilmu yang engkau miliki itu?'” Dia menjawab, “Dengannya aku beribadat kepada-MU di malam hari dan siang hari.” Malaikat berkata kepada orang `alim itu, “Engkau berdusta!” Allah SWT lalu berfirman, “Engkau hanya ingin disebut-sebut sebagai orang `alim!” Setelah itu dipanggil orang kaya. Allah SWT berfirman kepadanya, “Engkau telah AKU beri rezeki sehingga keadaanmu berkecukupan.” Dia menjawab, “Benar wahai Tuhan!” Allah SWT kemudian bertanya lagi, “Apa yang telah engkau kerjakan dengan hartamu itu?” Dia menjawab, “Dengannya aku bersillaturrahim dan bersedekah!” Allah SWT berfirman kepadanya, “Engkau dusta!” Malaikat juga berkata begitu. Allah SWT kemudian berfirman, “Engkau hanya ingin disebut-sebut sebagai orang dermawan!” Kemudian dipanggil orang yang terbunuh ketika berperang fi sabilillah. Allah SWT berfirman kepadanya, “Apa yang menyebabkan engkau terbunuh?” Dia menjawab, “Telah diperintahkan kepadaku untuk berjihad di jalan-MU, maka aku berperang hingga terbunuh. Allah SWT berfirman kepadanya, “Engkau berdusta!” Malaikat juga berkata begitu. Allah SWT lalu berfirman, “Engkau hanya ingin disebut-sebut sebagai seorang pemberani!” Kata Abu Huraerah, kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku sambil bersabda, “Wahai Abu Hurairah, ketiga orang itu adalah orang-orang yang pertama kali merasakan seksaan api neraka.

Kisah kedua, seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing kehausan masuk surga. Pada suatu hari, dalam suatu majelis, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah hanya ahli ibadah saja yang akan masuk surga?” Dengan tegas Rasulullah menjawab, “Tidak! Sesungguhnya seseorang masuk surga bukan semata-mata karena ibadahnya, melainkan karena ketulusan cintanya kepada Allah.” Penasaran, orang itu bertanya lagi, “Apa itu berarti ... hanya para aulia dan alim-ulama saja?” Rasulullah kembali menegaskan, “Tidak! Bukan begitu. Karena sesungguhnya telah ada seorang pelacur yang masuk surga!” Semua yang hadir menjadi kaget dan bertanya-tanya. Rasulullah lalu

Page 14: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

melanjutkan kisahnya. Suatu hari, di tengah musim kemarau yang amat kering, ada seekor anjing liar yang hampir mati kehausan. Anjing ini amat buruk rupanya dan badannya penuh kudis. Karena amat hausnya, anjing itu sampai menjilat-jilat tanah lembab di depan rumah seorang ulama terkenal. Melihat makhluk menjijikkan itu, si ulama segera mengusirnya dan bahkan melemparinya dengan batu. Anjing itu lari ketakutan sampai ke luar desa, dan akhirnya – karena lelah dan kehausan – hewan malang itu ambruk di pinggir sumur. Nampaknya, tak ada harapan lagi buat anjing itu. Dia pasti mati kalau tidak segera mendapatkan minum. Namun di saat kritis itu lewat seorang pelacur. Ia melihat anjing itu terbaring putus asa dengan lidah terjulur dan napas tersengal-sengal. Sang pelacur merasa iba. Karena tidak mendapatkan ember dan tali untuk mengambil air dari sumur itu dia lalu melepas sepatunya (untuk dijadikan ember) dan merobek gaunnya (untuk dijadikan tali). Dengan sepatu dan sobekan gaunnya itu dia lantas membuat timba untuk mengambil air dari dalam sumur, lalu memberi anjing itu minum. Setelah puas minum, anjing itu sehat kembali dan lantas pergi. Si Pelacur merasa gembira melihat anjing itu tidak jadi mati kehausan. Melihat apa yang telah diperbuat oleh hamba-Nya yang pelacur itu, Allah mengatakan kepada malaikatNya: “Catatlah hamba-Ku itu. Dia seorang hamba-Ku yang akan masuk surga pertama kali.” “Subhanallah...!” puji orang-orang yang hadir di majelis itu. Adapun kita ... apa yang telah kita lakukan sehingga kita punya harapan untuk layak memperoleh anugerah sehebat itu dari Allah SWT?” (Disadur dari Facebook.com, 2011 & 2012).

Kedua kisah tersebut perlu dijadikan bahan renungan mendalam. Orang umum selalu menilai orang dari segi perilaku lahirnya saja. Jika `alim, dermawan, dan mujahid pasti orang saleh dan pasti masuk surga; sebaliknya jika pelacur dan pelaku maksiat pasti orang buruk dan pasti masuk neraka. Padahal yang Allah lihat adalah aspek lahir sekaligus aspek batin manusia, aspek jasmani dan hati, atau istilah tasawufnya aspek syare`at da hakekat. Ketiga orang yang terkesan baik itu (`alim, dermawan, mujahid) mengapa dijadikan ahli neraka karena hatinya menyimpan keburukan. Dia menjadi orang `alim hanya karena ingin disebut-sebut sebagai orang `alim; dia menjadi orang dermawan karena ingin disebut-sebut sebagai orang dermawan; dan dia menjadi mujahid karena ingin disebut-sebut sebagai seorang pemberani. Mereka menyimpan sifat takabur, ujub, riya, dan sum`ah dalam hatinya. Artinya, mereka orang-orang `alim, dermawan, dan mujahid yang tidak berakhlak. Sebaliknya, seorang pelacur dijadikan ahli surga karena hatinya bening, cinta Allah sepenuh hati (tidak cinta dunia), dirinya merasakan banyak berbuat dosa dan salah sehingga terus-menerus bertaubat, dan mungkin saja dia menjadi pelacur karena korban perdagangan manusia; atau dia sudah benar-benar bertaubat dengan taubatan nashuha lalu dia melakukan berbagai kebaikan sebagaimana ditunjukkan dengan memberi minum seekor anjing budug yang hampir mati kehausan yang justru tidak dilakukan oleh seorang ulama di sekitarnya.

E. KESIMPULANManusia selalu melihat baik-buruk dari aspek lahir. Tetapi Tuhan melihat baik-buruk

dari aspek batin (hati-nurani) dan aspek lahir (yang mungkin tidak terlihat oleh manusia).

Page 15: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewBagi Suku Amish (Amerika Serikat), anak lelaki berusia 10 tahun yang berani menempeleng ayahnya menjadi

Jadi, suatu perbuatan yang baik bisa digerakkan oleh niat yang baik, bisa juga digerakkan oleh niat yang buruk. Sebaliknya, suatu perbuatan yang buruk bisa digerakkan oleh niat yang buruk, bisa juga digerakkan oleh niat yang baik. Mungkin saja di antara pelacur yang menjadi korban perdagangan manusia itu ada yang membenci perilaku melacur, hatinya menjerit bertaubat kepada Allah SWT, tapi dia tidak berdaya karena berada dalam tekanan kuat para mucikari dan sekutu-sekutunya. Karena kita tidak tahu baik-buruk, maka sebaiknya kita menuduh diri kita bahwa diri kita sendirilah yang paling banyak dosa dan salahnya, sehingga kita dapat selalu bertaubat memohon pengampunan Tuhan.