fieldtrip resume
DESCRIPTION
Laporan akhir dari praktikum geologi dasarTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapatnya perbedaan bentuk – bentuk fisik dari suatu daerah memiliki karakteristik
masing – masing yang dapat diidentifikasi melalui gejala alam dan struktur permukaan dan
kondisi di sekitar daerah tersebut.ditambah bumi telah mengalami pergerakan lapisan tanah
secara kontinyu Hal ino dapat dibuktikan di sekitar kita dengan menganal karakteristik suatu
batuan yang setiap pada jangka waktu tertentu akan mengalami perubahan
Pada dasarnya konsep pemahaman teori bersifat ideal,sedangkan apa yang bisa kita amati
di lapangan tidaklah seideal atau selalu sesuai dengan teori dan ilmu geologi itu sendiri
menuntut untuk melihat kenampakan yang terjadi. Hal ini melatar belakangi diadakan nya
studi lapangan Kenampakan dilapangan akan dibandingkan dengan konsep pemahaman
berdasarkan teori – teori yang ada dengan melihat langsung jenis batuan dengan berbagai
macam struktur tanah
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan diadakan nya kuliah lapangan (Fieldtrip) adalah untuk memenuhi Tugas mata
kuliah Geologi Dasar, Disamping itu dapat melihat langsung kenampakan peristiwa atau
kejadian geologi alam serta mengidentifikasinya yang nantinya akan dibandungkan dengan
konsep pemahaman berdasarkan teori
1.3 Waktu Penelitian
Kuliah lapangan telah dilakukan pada tanggal 11 mei 2013. Perjalanan dimulai pada
pukul 07.00 WIB di gedung Fisika Universtias Brawijaya. Dengan total 7 pemberhentian
(Stopside) hingga pukul 13.00 WIB sampai pada pemberhentian terakhir lalu kembali ke
Universitas Brawijaya tiba pada pukul 16.00 WIB. Perjalanan menggunakan 2 Kendaraan besar
yang berupa 1 buah bus dan 1 buah truck
1.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi yang dijadikan sasaran berada di Malang Selatan, Jawa timur. Dengan total 7
pemberhentian (Stopside) dengan masih waktu tempuh ±30 menit menggunakan transportasi
yang sama. Lokasi pemberhentian antara lain desa Druju, desa Argotirto, desa
Sumberagung, desa Kedung Banteng, desa Sidomulyo, dan pantai Bajulmati. Setiap stopsite
yang dituju memiliki satu rute yang searah.
Gambar 1.1 Lokasi Malang Selatan ditandai dengan Lingkaran Merah
Gambar 1.2 Rute (StopSide) Pemberhentian yang berada di Malang selatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
.
2.1 Geologi Regional
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan
Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua
zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1).
Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa.
Zona ini ditempati oleh kerucut G. Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut
merupakan dataran Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan
aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta
menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari P. Parangtritis hingga K. Progo.
Aliran sungai utama di bagian barat adalah K. Progo dan K. Opak, sedangkan di sebelah timur
ialah K. Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono, 2001).
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini
mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264 m. Beberapa puncak tertinggi
di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang
(lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur. Kedua perbukitan tersebut dipisahkan oleh aliran K.
Dengkeng. Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992)
2.1.1 Fisiografi Regional
Gambar 2.1 Pola Umum struktur P. Jawa
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat
dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah
selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta
dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk
Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-
selatan mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).
Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung,
Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan
Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari
barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m),
hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung
membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737
m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100 –
300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di bagian tengah Zona
Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona
Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan
Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat
dan menyatu dengan K. Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan permukaan di daerah ini
adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah
batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts, yaitu bentang
alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian beberapa
puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng (sink holes) dan di bawah
permukaan terdapat gua batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini
membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan
miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar
maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah
selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang
disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann.
1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga
tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit
dan dasit (Van Bemmelen,1949).
Gambar 2.2. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari
van Bemmelen, 1949).
Geologi Jawa timur dibagi atas beberapa zona, menurut van Bemmelen jawa timur dibagi atas 4
bagian antara lain :
Zona Pegunungan Selatan Jawa (Souththern Mountains) : batuan pembentuknya terdiri
atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik , dan batuan karbonat.
Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary Volcanoes) : merupakan gunung aktiv
Zona Kendeng (Kendeng Zone) : batuan pembentuknya terdiri atas Sekuen dari
volkanogenik dan sedimen pelagik.
Zona Rembang (Rembang Zone) : batuan pembentuknya terdiri atas endapan laut dangkal
, sedimen klastik , dan batuan karbonat. Pada zona ini juga terdapat patahan yang
dinamakan Rembang High dan banyak lipatan yang berarah timur-barat
2.1.2 Stratigrafi Regional
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh
beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis – Wonosari)
dan wilayah bagian timur (Wonosari – Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian
barat telah diteliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan
Ismoyowati (1975), Sartono (1964), Nahrowi, dkk
Tabel 2.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis.
.
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratifrafi
menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan
Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri
dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas,
satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di
Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai
ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki
utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir
berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa
perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian
tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi
andesit. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid.
Formasi ini tersebar di kaki utara Pegunungan Baturagung, sebelah selatan Klaten dan diduga
menindih secara tidak selaras Formasi Wungkal-Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi
Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya
terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan
batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini,
yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat
andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral
Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-
Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G.
Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian G. Gajahmungkur, Wonogiri.
Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter. (Bronto dan hartono, 2001).
4. Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan
penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan
lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak
berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian
tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang
membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.
Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat hingga
tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar sekitar 530
meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu dan secara
tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Dengan banyaknya fragmen
andesit dan batuan beku luar berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata
maka diperkirakan lingkungan asal batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut dangkal.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas
berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat.
Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi
Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.
(Bronto dan Hartono, 2001).
5. Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri
dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping
berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya
kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit
membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari
140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi
Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
6. Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang
terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk
dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di
daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi
karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan
stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas
menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri
dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah
napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. (Surono dkk, 1992).
7. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat
Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari yang
membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal
satuan ini lebih kurang 200 meter. Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan
kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil (Samodra, 1984, dalam Bronto dan
Hartono, 2001).
1. Pegunungan Selatan Bagian Timur
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat
dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar
maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah
selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang
disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann.
1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga
tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit
dan dasit (Van Bemmelen,1949). Sementara formasi Kabuh yang dijumpai di antara Madiun-
Nganjuk berada pada geomorfologi dataran-bergelombang lemah yang merupakan sedimentasi
bentukan channel (transisi).
Stratigrafi Pegunungan Selatan di Jawa Timur, telah diteliti oleh Sartono (1964) dengan
daerah telitian di daerah Punung dan sekitarnya- Pacitan. Susunan litostratigrafinya
sebagaiberikut (dari tua ke muda): Kelompok Formasi Besole, Formasi Jaten, Formasi Nampol,
Formasi Punung.
1. Formasi Besole
Merupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini. Sartono (1964), pencetus
nama Formasi Besole menyebutkan bahwa satuan ini tersusun oleh dasit, tonalit, tuf dasitan,
serta andesit, dimana satuan ini diendapkan di lingkungan darat.
Nahrowi dkk (1978), dengan menggunakan satuan batuan bernama Formasi Besole,
menyebutkan bahwa formasi ini tersusun oleh perulangan breksi volkanik, batupasir, tuf, dan
lava bantal, diendapkan dengan mekanisme turbidangit, pada lingkungan laut dalam. Samodaria
dkk (1989 & 1991) membagi satuan yang bernama Formasi Besole ini menjadi dua satuan yaitu
Formasi Arjosari yang terdiri dari perselingan batupasir dan breksi, yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal, dan Formasi Mandalika yang tersusun oleh perselingan breksi,
batupasir, serta lava bantal diendapkan pada lingkungan laut dalam. Terlepas dari perbedaan
litologi, dan lingkungan pengendapan pada satuan yang bernama Formasi Besole ini, mempunyai
penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit. Oleh Sartono (1964), satuan ini
merupakan bagian dari kelompok batuanOld Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang
terdapat di Kulon Progo. Jadi secara umum Formasi Besole tersusun oleh satuan batuan volkanik
(intrusi), lava dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan).
Djohor, 1993 meneliti singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo) menyimpulkan
urutan Formasi Besole yang tersingkap di daerah tersebut adalah sebagaiberikut: bagian bawah
terdiri dari breksi volkanik (pyroclastic), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan
dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf
dasitik, breksi volkanik, batupasir volkanik, dan sisipan lava basaltik dengann kekar-kekar
kolom, dibe-berapa tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas
didominasi oleh batn volkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasir tufan, tuf, dengan
sisipan breksi dan batulempung). Didapat intrusi berupa volcanic neck berkomposisi andesitik.
Juga dijumpai sisipan tipis batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik
serta bongkah batu-gamping berukuran mencapai ±1 m didalam tubuh tuf. Secara tidak selaras di
atasnya terdapat Formasi Jaten. (Kuswanto, dkk.1983)
2. Formasi Jaten
Dengan lokasi tipenya K.Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964), tersusun oleh
konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosilGastrophoda, Pelecypoda,
Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan satuan ini mencapai 20-150
m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10)
3. Formasi Wuni
Dengan lokasi tipenya K.Wuni (anak Sungai S Basoka) – Punung, Pacitan (Sartono,
1964), tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan, lanau, dan batugamping. Berdasarkan
fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia
siakensis, Globigerinoides trilobus & Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-
N12) (Tim Lemigas). Ketebalan Formasi Wuni = 150 -200 m. Satuan ini terletak selaras
menutupi Formasi Jaten, dan selaras di bawah Formasi Nampol
4. Formasi Nampol
Tersingkap baik di K.Nampol, Kec Punung, Pacitan (Sartono,1964), dengann susunan batuan
sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat, batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri
dari perselingan batulanau, batupasir tufan, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit.
Diendapkan pada Kala Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro
(1985), Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal – Miosen Tengah.
Ketiga formasi (Jaten, Wuni, Nampol) berhu-bungan jari-jemari dengan bagian bawah Formasi
Punung.
5. Formasi Punung
Dengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies yaitu: fasies
klastika dan fasies kar-bonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun oleh batu-gamping
terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal, dimana satuan ini merupakan
endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini 200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas
(N9-N16). Sedangkan fasies klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir
gampingan, lanau dan serpih. Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil
foram menunjukan umur Miosen Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi.
Hubungan dengan fasies karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara
tidak selaras Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979),
Pringgoprawiro (1985) Formasi Punung menutui secara tidak selaras Formasi Besole, dengan
saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol.
6. Endapan Tersier
Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah endapan
terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi seri endapan Tersier
Gb.2.3. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti (Samodro, 1990)
2.2 Dasar Teori
Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu terdiri atas 2 kata geo dan logos, geo berarti
bumi dan logos berarti ilmu pengetahuan. Geologi adalah ilmu pengetahuan bumi mengenai
asal, struktur, komposisi dan sejarahnya (termasuk perkembangan, kehidupan) serta proses-
proses yang telah menyebabkan keadaan bumi seperti sekarang ini (Written n Brooks,
1972 ;204).
Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet bumi, terutama mengenai materi penyusunnya,
proses yang terjadi padanya, hasil proses tersebut. Sejarah planet itu dan bentuk-bentuk
kehidupan sejak bumi terbentuk (Bates dan Jakcson, 1990, 272).Geologi adalah suatu cabang
ilmu yang pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gajala yang berkaitan dengan proses
terbentuknya bumi. Keberadaan bumi serta fenomena lainnya yang berkaitan dengan – dengan
bentuk alam (Nour Djauhan.2009).
Geologi Struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan bumi serta
hubungannya dengan jenis-jenis batuan yang terbentuk dikerak bumi.
Geologi Pertambangan adalah ilmu yang mempelajari tentang kandungan mineral atau
bahan-bahan tambang yang dimungkinkan untuk dimanfaatkan untuk keperluan industri
atau keperluan lainnya.
Geologi Minyak adalah ilmu yang mempelajari tentang kemungkinan adanya bahan fosil
yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar (sumber energi) minyak dan gas bumi.
Geologi Teknik adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan permukaan bumi yang
dikaitkan dengan kekuatan tanah untuk penopang kontruksi bangunan (jembatan,
terowongan dll)
Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat batuan penyusun bumi dan
manfaatnya
Mineralogi adalah ilmu yang memepelajari tentang sifat dan ciri mineral –mineral yang
terdapat dalam bumi dan manfaatnya bagi manusia serta dampaknya terhadap sifat dan
ciri tanah.
Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, ciri serta pembentukan
gunungapi serta pengaruhnya terhadap kehidupan
Seismologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat gerakan kerak bumi berupa
gempa bumi serta dampaknya terhadap susunan kerak bumi dan bentuk permukaan bumi.
Stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan bumi baik dari sifat
lapisan maupun proses terjadinya perlapisan.
Geofisika adalah ilmu yang mempelajari tentang pembentukan keadaan permukaan bumi
dan atsmosfer seperti perubahan angin iklim dan beberapa sifat fisik lainnya yang
mempengaruhi permukaan bumi.
Geokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem penyusun bumi dilihat dari
aspek kimia seperti kelarutan unsur dan karakteristik unsur dalam tanah.
Geologi Sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang evolusi kehidupan di permukaan
bumi yang meliputi peradapan manusia di permukaan bumi dan pengaruhnya terhadap
lingkungan.
Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan fosil-fosil yang terkandung
dalam batuan yang dapat mengungkapkan sejarah masa lalu.
Geomorfologi adalah ilmu yang tentang proses-proses yang berhubungan dengan
pembentukan permukaan bumi dan pengaruhnya terhadap kondisi setempat
Sedimentologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk-beluk batuan
endapan (batuan sedimen) meliputi klasifikasi, jenis dan macamnya serta
pembentukannya
Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk,
dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai hasil
dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara kontinyu dan tidak
pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang
berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal
Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari. Kerak bumi yang tersingkap ke udara akan
mengalami pelapukan dan mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang
melibatkan atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Selanjutnya, proses erosi mentansportasikan regolit
dan kemudian mengendapkannya sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen
tertimbun dan mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen. Kemudian, proses-
proses tektonik yang menggerakkan lempeng dan pengangkatan kerak Bumi menyebabkan
batuan sedimen mengalami deformasi. Penimbunan yang lebih dalam membuat batuan sedimen
menjadi batuan metamorik, dan penimbunan yang lebih dalam lagi membuat batuan metamorfik
meleleh membentuk magma yang dari magma ini kemudian terbentuk batuan beku yang baru.
Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat kerak bumi dan
menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut mengalami pelapukan dan erosi. Dengan
demikian, siklus batuan ini akan terus berlanjut tanpa henti (Letgens.2000).
Dari kesimpulan diatas, jika kita hubungkan siklus batuan dengan sedimentologi, maka
batua sedimen itu bisa berasal dari batuan apa saja, baik itu batuan beku, batuan metamorf,
ataupun batuan sedimen itu sendiri sehingga memebentuk permukaan yang bisa dikatakan
dengan kenampakan yang ada disekitar kita
Gambar 2.3 Siklus batuan
2.4 Klasifikasi Batuan
Batuan merupakan semua bahan pembentuk kerak bumi dan merupakan kumpulan
(agregat) mineral – mineral yang terbentuk secara alami dan mempunyai sifat fisik dan kimiawi
tertentu.
Pengelompokkan batuan :
A. Batuan Beku
Merupakan batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan magma, suatu masa larutan
silikat cair liat, pijar dan mudah bergerak (mobile).
Pengelompokkan batuan beku berdasarkan proses terjadinya :
1. Batuan beku Vulkanik/ekstrusi : batuan beku yang proses pendinginan magma berada di
permukaan atau didekat permukaan bumi, sehingga proses pembekuannya terjadi dengan
relatif cepat dengan melepaskan kandungan gasnya. Oleh karena itu sering
memperlihatkan struktur aliran dan banyak lubang gasnya (vesikuler), yang
menyebabkan terbentuknya mineral penyusun berukuran halus atau masif (< 1 mm).
2. Contoh : Basalt, Andesit, Dasit, Obssidian, Riolit,Trakit,
dll.
3. Batuan beku Plutonik/intrusif : batuan beku yang proses pendinginan magma berada
pada kedalaman yang besar dan proses pembekuannya terjadi secara perlahan sehingga
memberi kesempatan untuk pengintian dan pembentukan kristal secara sempurna yang
dicirikan dengan mineral penyusun batuan berukuran besar (> 1 mm). Contoh : Gabro,
Diorit, Granit, Granodiorit, Dunit, Peridotit, dll.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawi :
Batuan Beku Asam, bila batuan tersebut mengandung SiO2 lebih besar dari
66%, Contoh : Granit, Riolit, Dasit, Granodiorit, dll.
Batuan Beku Intermediet/Menengah, bila batuan beku mengandung 52% - 66%
SiO2,Contoh : Andesit, Diorit, Trakit, Syenit, dll.
Batuan Beku Basa, bila batuan beku tersebut mengandung 45% - 52%
SiO2, Contoh :Gabro, Basalt, Diabas, Basanit, dll.
Batuan Beku Ultra Basa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari 45 %
SiO2,Contoh : Peridotit, Dunit, Serpentinit, Piroksenit,dll.
B. Batuan Sedimen
Merupakan batuan yang terbentuk sebagai hasil pembatuan (lithifikasi) dari endapan bahan
– bahan rombakan atau hasil kegiatan organisme atau hasil reaksi kimia tertentu.
Pengelompokkan Batuan Sedimen :
Batuan sedimen klastik, adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapn kembali
rombakan atau pecahan batuan asal, baik yang berasal dari batuan beku, batuan
metamorfik/ubahan maupun batuan sedimen sendiri yang lebih tua. Contoh : Batupasir,
Batulempung, Breksi, Konglomerat, dll.Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari
pelapukan mekanis (disintegrasi)maupun secara kimiawi (dekomposisi), kemudian tererosi
dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelahpengendapan berlangsung
sedimen mengalami diagenesa yakni proses perubahan – perubahan yang berlangsung pada
temperatur rendah didalam suatu sedimen, selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan
proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras.
2. Batuan sedimen non klastik, adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia
atau dari hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau
reaksi organik (penggaraman unsur – unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang
terpresipitasi dan replacement).Contoh : Rijang, Halite, Batugamping Terumbu, Gypsum,
Dolomit, dll.
Kalsifikasi Batuan Sedimen menurut R.P. Koesoemadinata :
Golongan detritus kasar, golongan ini dapat dikenali melalui butiran penyusun batuannya
yang relatif berukuran kasar dengan diameter ≥1/16 mm dan umumnya dihasilkan oleh
proses sedimentasi mekanis.
Contoh : Batupasir, Breksi, Konglomerat, dll.
Golongan detritus halus, golongan ini dapat dikenali melalui butiran penyusun batuannya
yang berukuran relatif halus (diameter <1/16mm) sebagaihasil sedimentasi mekanis.
Contoh : lempung, lanau, serpih, napal (proses sedimentasi kimiawi)
Golongan Karbonat, golongan ini tersusun oleh kelompok mineral karbonat (kalsit, dolomit,
aragonit)dan cangkang – cangkang binatang karang (mollusca, foraminifera).
Contoh : batu gamping bioklastik (sedimentasi mekanis), batu gamping terumbu (sedimentasi
organis), batu gamping dolomit (sedimentasi kimiawi)
Golongan Evaporit, pada umumnya batuan ini terbentuk dilingkungan danau yang tertutup
dan untuk terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang
cukup pekat. Umumnya bersifat monomineralik.
Contoh : gypsum, anhydrite, halite
Golongan Sedimen Silika, proses terbentuknya batuan ini merupakan gabungan dari proses
organik dan kimiawi untuk menyempurnakan, bersifat monomineralik dan tersusun dari
mineral silika.
Contoh : Rijang, Radiolaria, Diatomea
Golongan Batubara, batuan sedimen ini terbentuk karena adanya akumulasi unsur – unsur
organik yang kaya unsur C yaitu dari tumbuh – tumbuhan, dimana sewaktu tumbuhan
tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal diatasnya sehingga tidak
memungkinkan untuk terjadinya pelapukan. Termasuk jenis sedimen organoklastik.
Contoh : Gambut, Bituminous, Antrasit
C. Batuan Metamorf
Merupakan batuan yang berasal dari batuan asal (beku, sedimen ataupun metamorf
sendiri) yang telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur maupun struktur yang terjadi pada
fase pedat sebagai tanggapan atas perbedaan suhu dan tekanan yang tidak sama dengan kondisi
sebelumnya. Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogi batuan yang
berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi suhu dan tekanan dari kondisi
batuan tersebut sebelumnya.
Tipe metamorfisme berdasarkan penyebarannya :
Metamorfisme Lokal, meliputi :
Metamorfisme Kontak : terjadi disekitar tubuh batuan beku sebagai akibat pemancaran
panas selama pendinginannya.
Contoh : Marmer, Kuarsit
Metamorfisme Dislokasi/Dinamik/Kataklastik : terjadi pada daerah yang mengalami
dislokasi seperti disekitar sesar. Pergerakkan antar blok batuan akibat sesar
memungkinkan menghasilkan breksi sesar, dan batuan metamorfik dinamik.
Contoh : proto milonit,milonit, dan ultra milonit.
Metamorfisme Benturan : hujan meteor menghasilkan metamorfisme pada batuan yang
dibenturnya.
Metamorfisme Regional, meliputi :
Metamorfisme Dinamothermal : terjadi pada kulit bumi bagian dalam, faktor yang
berpengaruhadalah temperatur dan tekanan yang sangat tinggi.
Contoh : slate, sekis mika,philit, serpentinit
Metamorfisme Beban : metamorfisme ini tidak ada kaitannya dengan orogenesa atau
intrusi magma, terjadi pada daerah geosinklin (cekungan sedimentasi yang terus
menerus), batuan metamorf terjadi jika batuan terbebani oleh sedimen yang tebal
diatasnya sehingga lapisan sedimen bagian bawah akan mengalami metamorfisme.
Metamorfisme Lantai Samudra : metamorfisme yang melibatkan perputaran fluida panas
sehingga akan menyebabkan terjadinya perubahan mineralogi batuan sekitarnya yaitu
penambahan unsur dalam batuan ubahan yang dibawa oleh larutan panas tersebut yang
dikenal metasomatisme.
D. Batuan Piroklastik
Merupakan batuan vulkanik yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian
proses yang berkaitan dengan letusan gunung berapi. Material penyusun tersebut terendapkan
dan terbatukan/terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi oleh air dan es.
Contoh : breksi piroklastik,Aglomerat, batu lapilli, tuff, dll. (Sukandarsumidi.2007)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian yang Digunakan
Dalam kuliah lapangan ini terdapat metode penelitian yang digunakan dimulai dengan
Metode Orientasi Lapangan dan Metode Pemetaan Geologi Batuan/mineral. Metode digunakan
agar lebih mudah menganalisis hasil pengamatan serta membandingkan konsep pemahaman
secara teori
3.1.1. Metode Orientasi Lapangan
Plotting adalah menggambar atau membuat titik. Membuat garis dan tanda tertentu di
peta. Salah satu cara dari metode orientasi lapangan sehingga didapat interprestasi yang dapat
memperkirakan waktu tempuh,kemiringan medan dan keadaan cuaca rata – rata sehingga setiap
perpindahan pemberhentian dapat di perkirakaan
3.1.2. Metode Pemetaan Geologi Batuan/ Mineral
Salah satu cara yang digunakan dalam metode pemetaan yang diarahkan sebagai
pencarian indikasi. Secara umum bisa juga digunakan pengamatan fisik termasuk karakteristik
batuan pembawanya sehingga kita dapat menentukan umur lapisan dan batuan dan
memperkirakan arah penyebaran
3.2 Alat-Alat yang Digunakan
Selama berlangsungnya kuliah lapangan ini adapun alat yang digunakan dengan fungsi yang
berbeda antara lain adalah Beberapa buah Palu Geologi (berbeda jenis), GPS , Kompas
Geologi,HCL, Plastik Bening putih serta Alat tulis yang digunakan sebagai pencatat
BAB IV
ANALISIS HASIL PENGAMATAN DAN PENELITIAN
4.1 Stopsite I
Daerah yang menjadi pemberhentian atau (Stopside) pertama adalah desa Druju terletak
pada posisi 080 14.943’ lintang selatan 1120 40.459’ bujur timur diikuti dengan elevasi 422 m
dpl.Menunjukan terjadinya fenomena patahan turun (Normal Fault) Artinya tanah atau lapisan
struktur tanah bergerak dengan cepat sehingga menyebabkan adanya perbedaan batuan yang
ditunjukkan pada gambar (4.1). Fenomena ini dapat dilihat dengan adanya perbedaan kandungan
batuan yang ada pada patahan yang berada diposisi puncak dan dasar lapisan tanah (ditandai
dengan lingkaran merah pada gambar 4.1)
Gambar 4.1 Kenampakan adanya perbedaan Struktur Batuan
Fenomena lain nya dapat ditunjukan dengan adanya kemiringan tumbuhan akibat
pergeseran lapisan dibawahnya sehinggi pertumbuhan tumubuhan besar (pohon) memiliki
kemiringan sesuai dengan arah pergerakan pergesaran turun (Normal Fault),Contoh ini dapat
dilihat pada gambar (4.2). Apabila dilihat dari Struktur batuan diantara puncak dan dasar bukit
adalah adanya kandungan kapur yang berada dibawah tanah pada dasar bukit, Setelah diadakan
nya pengujian menggunakan HCL maka batuan ini mengandung mineral karbonatan
(CaCo3).Yang diperkirakan daerah ini merupakan kawasan laut dangkal dalam sekali periode
pengakangtan dapat di permukaan yang naik sekitar 25m
Gambar 4.2 Kenampakan fenomena kemiringan Tumbuhnya pohon salah satu
contoh yang dapat dilihat
4.2 Stopside II
Pada Stopside atau pemberhentian kedua yang berada di desa Argotirto. Dengan
berkoordinat 080 19.581’ LS 112040.867’BT dengan elevasi 490 m dpl. Merupakan lahan
pertambangan di daerah puncak bukit sehingga medan yang kami lewati merupakan jalur
kendaraan besar dan terjal, Pada daerah ini merupakan tambang dari batuan piropilit (
Al2 Si4 O10(OH )2 ¿ yang mulai ditambang sejak tahun 1983 dalam bentuk pertambangan terbuka.
Piropilit merupakan batuan beku alami pada daerah ini. Pada lokasi ini ditemukan 2 jenis batuan
piropilit dengan perbedaan warna yaitu berwarna merah yang diduga merupakan campuran
oksidasi mineral besi dan yang berwarna hitam mengandung unsure kaolin
Gambar 4.3 Lokasi Penambangan piropilit dan lokasi stopside II
Pada Gambar 4.3 kita dapat melihat adanya perbedaan warna dengan jenis batuan yang
sama yaitu piropilit. Kegunaan piropilit adalah untuk pakan ternak, industri kertas sebagai
pengganti talk, dan lain-lain .Piropilit terdapat di beberapa tempat yang diakibatkan
munculnya formasi andesit tua, seperti di Pulau Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, dan Pulau Sulawesi. Struktur batuan dapat diamati pada Gambar 4.4
yang merupakan gambar pengambilan contoh batuan yang berada di lokasi.
penambangan. Piropilit terbentuk umumnya berkaitan dengan formasi andesit tua yang memiliki
kontrol struktur dan intensitas ubahan hidrotermal yang kuat. Piropilit terbentuk pada zone
ubahan argilik lanjut (hipogen).Sehingga berkemungkinan muncul pada dataran tinggi yang tua
Gambar 4.4 Beberapa sampel batuan yang diambil pada jarak yang berbeda
4.3 Stopside III
Pada pemberhentian ketiga lokasi yang dituju adalah desa Sumberagung dengan
berkoordinat 080 21.007’ LS 1120 40.450’ BT yang diikuti elevasi 287 m dpl. Pada daerah ini
terdapat batuan batubara dipemukiman warga yang berbentuk memanjang dan berlapis. Desa ini
berketinggian 278m diatas permukaan air laut. Di daerah ini juga terdapat sedikit kalsit,beso dan
magnesium yang telah melewati proses oksidasi di sekitar pembentukan batu bara itu sendiri.
Gambar 4.5 Kenampakan Batuan Batu Bara yang berlapis
Pada lapisan tersebut merupakan batuan bara Sub-bituminus mengandung
sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminous. Banyaknya air sudah dapat dirasakan ketika batuan diambil
sampel dari lapisan tersebut,. Sampel batuan bisa dilihat pada gambar 4.6. dari gambar tersebut
menunjukan batuan terbentuk pada bawah tanah yang terdapat tumubuhan diatasnya. Batuan ini
masih bisa dikatakan basah atau disebut Tahap Diagenetik atau Biokimi dimana pada saat
material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut
Gambar 4.6 Batuan batu bara Sub-bituminus dengan kandungan air yang tinggi
4.4 Stopside IV
Pada pemberhentian ke 4 ini lokasi yang dituju adalah Desa Kedung Banteng dengan
ketinggian 282m diatas permukaan laut. Dengan koordinat yang berposisi 080 21.781’ lintangs
elatan dan 1120 42.775’ bujur timur pada daerah ini ditemukan banyak kaolin yang merupakan
jenis kaolin Kaolin residual Jenis ini diketemukan ditempat terbentuknya bersama batuan
induknya, belum mengalami perpindahan, kristal teratur, jarang terjadi substitusi ion, mineral
murni dapat dilihat pada lokasi banyak tebing batuan induk yang berada tidak jauh dari batuan
anakan nya, namun pada lokasi ini juga ditemukan batuan Kaolin sedimenter di daerah anakan
sungai karena batuan ini Sudah mengalami perpindahan oleh air, angin, gletser, diendapkan dlm
cekungan, kristal tdk teratur, bercampur dgn bhn lain (oksida besi, titan) lebih halus dan plastis
Lamanya usia membuat kemungkinan terjadinya oksidasi terhadap batuan tersebut sehingga
terdapat yang berwarna merah ditambah kandungan kaolin yang akan secara langsung terbentu.
Kaolin sendiri juga didominasi oleh kandungan alumina dan feldspar yang sifatnya sulit
meresap air atau permeabilitasnya buruk
(a) (b)
Gambar 4.7 Penampakan batuan induk sebelah kanan/ gambar (a) dan anakan pada sebelah
kiri / gambar (b)
4.5 Stopsite V
Pada lokasi pemberhentian berikutnya lokasi yang dituju adalah desa Sidomulyo,Malang
selatan yang apabila diamati dengan koordinat maka didapat pada posisi 080 21.276’ lintang
selatandan 1120 45.017’ buju timur dengan ketinggian 282m di atas permukaan air laut
distopsite ini akan banyak ditemukan batuan zeolit yang tidak jauh dari pemukiman warga di
hilir sungai daerah tersebut. Karakteristik dari endapan zeolit diputuskan di dalamnya genesis.
perbedaan alam kecil seperti suhu, lokasi geografis dan abu / sifat air menghasilkan komposisi
yang sedikit berbeda. Oleh karena itu beberapa sifat yang unik yang diberikan kepada beberapa
deposito. Perbedaan-perbedaan kecil hadir dalam pembentukan deposit zeolit adalah alasan
bahwa setiap properti zeolit alam memiliki sifat khas yang unik.
Gambar 4.8 Gambar batuan Zeolit yang menunjukan adanya perbedaan warna pada struktur dalam dan luar
Sehingga membuktikan bahwa komposisi penyusun pada batuan amat tergantung dari
lokasi pembentukan batuan tersebut. Zeolit merupakan mineral kristal absorber yang mampu
menyerap dan menyerap berbagai jenis gas, kelembaban, petrokimia, logam berat, elemen
radioaktif tingkat rendah dan banyak berbagai solusi. Saluran dalam menyediakan zeolit daerah
permukaan yang besar di mana reaksi kimia dapat berlangsung. Rongga dan saluran dalam
kristal dapat menempati hingga 50% dari volume. Zeolit dapat menyerap atau menyerap
sejumlah besar bahan, seperti ion atau molekul gas sehingga semakin banyak kandungan sulfur
didalamnya maka semakin hijau pula warna batuan nya.
4.6 Stopsite VI
Pada pemberhentian berikutnya lokasi yang dituju adalah Daerah Kawasan Bajul
Mati,Malang selatan dengan koordinat pada posisi 080 26.231’ lintang selatan dan 1120 38.779’
bujur timur dengan ketinggian hanya 32m diatas permukaan laut. Pada lokasi ini terdapat tebing
panjang berlapis sepanjang jalur kurang lebih 200m. yang berbentuk antiklin dimana lapisan
terlihat naik – turun secara terususnyang diperkirakan terbentuk akibat hasil dari sedimentasi laut
dan pengangkatan lapisan bumi alkibat adanya gaya dorong dari dalam bumi yang cukup besar
dan berulang – ulang sehingga setiap batasan antar lapisan terdapat rongga – rongga yang
menandakan adanya struktur batuan yang lemah. Lapisan ini dapat ditemukan dengan komposisi
berupa fosil dan bongkahan garam yang keras dan banyak
Gambar 4.9 Adanya Struktur tanah yang berlapis dan
memanjang
(a) (b)Gambar 4.10 pada gambar (a) merupakan bongkahan batuan garam dan
gambar (b) terdapat fosil – fosil yang membekas
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam kuliah lapangan (fieldtrip) yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
fenomena alam dapat terjadi dimana saja dan kapan saja sehingga hasil yang akan terbentuk akan
berbeda dan beragam meskipun dengan jarak yang relatif dekat,Dan Patahan,
Sedimentasi,Aktifitas bumi lain nya dapat terjadi tegantung dari energi penggerak baik dari
dalam maupun luar bumi. Sehinggha menimbulkan bentuk permukaan bumi yang
beragam,Dimulai dari Stopsite pertama hingga terakhir menunjukan adanya perbedaan tersebut
dan beragam.
Batuan yang ditemukan dalam kuliah lapangan ini berupa zeolit,kapur,piropilit,kaolin dan
batu bara dengan karakteristik batuan, proses pembentukan dan tempat pembentukan yang
berbeda yang dapat diamati, Untuk struktur geologi yang dijumpai berupa patahan turun (normal
fault) dan Lapisan Antiklin, Batu bara terbentuk akhibat pelapukan yang terjadi oleh fosil zeolit
akibat proses sedimentasi
5.2 Saran
Dalam kegiatan fieldtrip ini sebaiknya para peserta menguasai dan memahami konsep
materi yang akan disampaikan sehingga dilapangan dapat lebih mudah memahami, Dan
sebaiknya kurangi jumlah stopside namun perdalam materi di setiap stopsite
Daftar Pustaka
Kuswanto, dkk.1983.Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa.Solo.Tiga Serangkai
Letgens.F Fredrick,Edward J.Tarbuck.2000. Essesntials of Geology.USA. Prentice :Hall PTR
Nour Djauhan.2009.Pengantar Geologi Edisi Pertaa.Bogor:Pakuan University Press
Sukandarsumidi.2007.Geologi Mineral. Yogyakarta.Gadjah Mada University Press
LAPORAN KULAIH LAPANGAN (FIELDTRIP) GEOLOGI
MALANG SELATAN
DISUSUN OLEH:
NAMA :Alfin Sharil Widantoro
NIM :125090707111006
KELOMPOK :RIG
TANGGAL PRAKTIKUM :11MEI 2013
LABORATORIUM GEOFISIKA
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
JURUSAN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA