fibromixoma sinonasal3

Upload: meilina-elin-wardhani

Post on 16-Jul-2015

170 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENATALAKSANAAN FIBROMIKSOMA SINONASAL SINISTRA PADA LAKI-LAKI USIA 26 TAHUN

Meilina Wardhani, Denny S. Utama, Abla G. Irwan Bagian IKTHT-KL FK Unsri/Departemen KTHT-KL RSMH Palembang

Abstrak Fibromiksoma/miksofibroma/odontogenic fibromyxoma atau sering juga disebut odontogenic myxoma adalah neoplasma yang dikarakteristikkan dengan adanya sel bintang (stelata) dan sel berbentuk gelondong yang terkandung dalam jaringan miksoid yang juga mengandung banyak serabut kolagen. Fibromiksoma merupakan tumor odontogenik yang sangat jarang ditemui dan berasal dari jaringan mesenkim yang merupakan bagian germ-cell gigi. Tumor ini dapat terjadi di beberapa lokasi seperti jantung, tulang rahang dan otot rangka, namun sangat jarang terjadi pada daerah kepala dan leher. Tumor ini berbatas tegas namun tidak berkapsul, dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memiliki sifat destruktif pada tulang. Angka kejadian fibromiksoma bervariasi di berbagai negara, berkisar antara 3-20% dari seluruh tumor odontogenik. Prevalensi terbesar adalah pada dekade ketiga dan keempat. Usia rata-rata penderita adalah 30 tahun, dan sebagian besar terjadi pada wanita. Dilaporkan satu kasus fibromiksoma pada sinus maksilaris dan kavum nasi kiri yang meluas ke nasofaring dan rongga mulut pada seorang laki-laki berusia 26 tahun. Telah dilakukan penatalaksanaan dengan tindakan operatif berupa enukleasi tumor.

Abstract Fibromyxoma/mixofibroma/odontogenic fibromyxoma or often also called odontogenic myxoma is a neoplasm that is characterized by the existence of star cells (stellate) and spindleshaped cells contained in mixoid tissue which also contains many collagen fibers. Fibromyxoma is an odontogenic tumos are very rare, and are derived from mesenchymal tissue that is part of the tooth germ-cell. These tumors can occur in several locations such as heart, jaw bone and skeletal muscle. Very rare in the head and neck region. The tumor is bounded firmly encapsulated, can infiltrate the adjacent structure, and has a potential for extensive bony destruction.

1

2

Fibromyxoma incidence varies in different countries, the range is between 30-20% of all odontogenic tumors. Prevalence is greatest in the third and fourth decade of life. The everaget is 30 years old, and most occur in women. It was reported one case of fibromyxoma in left maxillary sinus cavity that extends to left nasopharynx and oral cavity in a man aged 26 years. Management has been carried out with a enucleation tumor surgery.

PENDAHULUAN Fibromiksoma/miksofibroma/odontogenic fibromyxoma atau sering juga disebut

odontogenic myxoma adalah neoplasma yang dikarakteristikkan dengan adanya sel bintang (stelata) dan sel berbentuk gelondong yang terkandung dalam jaringan miksoid yang juga mengandung banyak serabut kolagen.1-4 Fibromiksoma merupakan tumor odontogenik yang sangat jarang ditemui dan merupakan tumor yang berasal dari jaringan mesenkim yang merupakan bagian germ-cell gigi.1-6 Tumor ini dapat terjadi di beberapa lokasi seperti jantung, tulang rahang dan otot rangka. Fibromiksoma sangat jarang terjadi pada daerah kepala dan leher. Fibromiksoma merupakan tumor jinak odontogenik dan harus dibedakan dengan miksoma jaringan lunak. Fu dan Perzin,5 melaporkan 6 kasus miksoma pada penelitian terhadap 256 lesi nonepitelial sinus paranasal, nasofaring, dan kavum nasi dan hanya ditemukan 2 kasus miksoma yang mengandung komponen fibrosa. Fibromiksoma mengandung banyak substansi interselular yang kaya dengan asam mukopolisakarida yang membuatnya sangat agresif dan memiliki angka kekambuhan yang tinggi setelah terapi eksisi, sehingga memiliki sifat destruktif pada tulang dan kemampuan menginvasi struktur disekitarnya.6 Tumor ini dapat meluas ke nasofaring, hidung, sinus paranasal maupun orbita dan paling banyak ditemukan pada maksila dan mandibula.8 Gambaran histologi

2

3

dan radiologi sulit dibedakan dengan tumor odontogenik lainnya dan sering terjadi misinterpretasi sebagai tumor ganas.1-7 Li dkk.,3 melaporkan sebuah kasus odontogenic fibromyxoma-associated calcifying cystic odontogenic tumor (CCOT) pada seorang perempuan usia 15 tahun, yang dideskripsikan sebagai tumor pada molar dan regio ramus kanan mandibula. Gambaran radiologi pada kasus tersebut menunjukkan adanya massa radiolusens unilokuler yang disertai gigi molar 3 yang tidak mengalami erupsi. Setelah dilakukan enukleasi terhadap tumor, kekambuhan ternyata tidak dijumpai dalam waktu satu tahun sesudahnya. Penatalaksanaan kasus fibromiksoma beragam mulai dari enukleasi hingga bedah radikal. Fibromiksoma yang agresif dan diperkirakan dapat berakibat fatal dapat dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi radikal. Pada makalah ini dilaporkan suatu kasus jarang, seorang laki-laki usia 26 tahun dengan fibromiksoma pada sinus maksilaris dan kavum nasi kiri meluas ke nasofaring dan rongga mulut, gambaran histologi dan radiologinya, serta potensi keganasan dan penatalaksanaannya.8

Kekerapan Angka kejadian fibromiksoma bervariasi di berbagai negara, berkisar antara 3-20% dari seluruh tumor odontogenik.1,2 Tumor ini merupakan tumor odontogenik ketiga terbanyak (setelah odontoma dan ameloblastoma). Rentang usia penderita bervariasi antara 1-73 tahun. Prevalensi terbesar adalah pada dekade ketiga dan keempat.6 Usia rata-rata penderita adalah 30 tahun, dan sebagian besar terjadi pada wanita.1-4,9 Hampir 75% miksoma odontogen terjadi pada pasien usia 23-30 tahun, jarang terjadi pada usia diatas 50 tahun atau dibawah 10 tahun.10

3

4

Lokasi Sebanyak dua pertiga fibromiksoma berlokasi pada mandibula. Lesi pada maksila diawali dengan gambaran sinus maksilaris yang menghilang.1 Predileksi paling sering adalah pada mandibula posterior. Dilaporkan juga beberapa kasus fibromiksoma pada ramus, kondilus dan area yang bukan merupakan asal gigi.11

Gambaran Klinis Fibromiksoma yang berukuran kecil seringkali asimtomatik. Tumor yang besar dapat mengakibatkan perforasi. Tumor ini tidak menimbulkan nyeri. Fibromiksoma pada sinonasal sering menyebabkan obliterasi sehingga sering diduga sebagai polip. Gambaran radiologis menunjukkan massa radiolusen unilokular atau multilokular dan terkadang memiliki gambaran soap bubble atau honeycomb dengan trabekulasi. Tumor ini sebagian besar berbatas jelas namun dapat juga merupakan massa yang difus. Fibromiksoma yang besar dapat menimbulkan reaksi periosteal.1-4

Patogenesis Miksoma dideskripsikan sebagai neoplasma yang berasal dari jaringan mesenkim primitif. Penyebab miksoma masih belum diketahui secara pasti.5 Wirth dkk.12 mengusulkan teori histogenesis miksoma dan fibrous displasia pada umumnya, mengemukakan teori kegagalan metabolism dasar jaringan yang mengakibatkan pertumbuhan berlebihan. Tse & Vander13 juga menyetujui teori ini. Enzinger,14 mengemukakan teori bahwa sel stelata dan spindle cell pada jaringan miksoid merupakan fibroblas yang berubah sehingga menghasilkan

4

5

asam mukopolisakarida dan bukan kolagen. Glazunov dan Puckhov,15 mengemukakan dalil penyebab virus yang menyerang nukleus sel dan cytoplasmic inclusion bodies di berbagai miksoma intramuskuler. Penelitian terhadap 23 kasus menunjukkan bahwa miksoma odontogen tidak berhubungan dengan aktivasi mutasi Gs alpha gene (239).1,2

Patologi Gambaran histopatologi ditandai dengan adanya sel-sel stelata, bulat dan spindle shaped cell dengan sitoplasma eosinofilik yang pucat . Sel-sel tersebut menyebar pada stroma mukoid atau miksoid yang mengandung kolagen dalam komposisi yang berbeda-beda. Ada atau tidaknya sisa epitel odontogen tidak mutlak untuk diagnosis. Sebagian fibromiksoma memiliki tendensi menghasilkan serabut kolagen. Penelitian histokimia menunjukkan bahwa substansi dasar fibromiksoma mengandung banyak asam mukopolisakarida, asam hialuronat dan kondroitin sulfat. Fibromiksoma secara mikroskopis mirip dengan pembesaran atau hiperplasia miksoid folikel gigi dan papil gigi dari gigi yang sedang berkembang. Fibromiksoma maksila sering diduga sebagai polip nasi. Fibromiksoma harus dibedakan dengan sarkoma jaringan lunak (liposarkoma, lipoid kondrosarkoma), malignant fibrous histiocytoma dan neurofibroma1-5

Diagnosis Neurofibroma dan fibromiksoma menimbulkan intensitas rendah pada area sentral yang merupakan gambaran jaringan fibrokolagen. Gambaran MRI lebih baik dibanding CT scan untuk menentukan definisi anatomi fibromiksoma namun tidak menggambarkan secara jelas karakteristik jaringan terutama karakteristik jaringan fibrosa.5

5

6

Secara radiologi, fibromiksoma akan tampak sebagai massa yang yang meluas, radiolusens multilokuler dengan atau tanpa batas yang tegas. Namun, sebagian fibromiksoma memiliki gambaran unilokuler. Pada beberapa kasus terdapat gambaran bercorak dan difus sehingga mirip dengan gambaran neoplasma maligna.6

Diagnosis Banding Secara mikroskopis fibromiksoma didiagnosis banding dengan neurofibroma,

chondromixoid fibroma, low-grade myxoid fibrosarcoma dan sarcoma-sarkoma miksoid lainnya.1-4

Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dianjurkan adalah enukleasi atau eksisi radikal yang melibatkan juga jaringan sekitarnya.6 Miksoma merupakan tumor jinak dengan tendensi rekurens lokal.5,6 Miksoma yang berukuran kecil dapat ditatalaksana secara konservatif dengan kuretase dan diikuti dengan kauterisasi listrik atau kimia. Tumor yang berukuran lebih besar membutuhkan reseksi ekstensif dengan angka rekurensi 25%, hal ini berhubungan dengan adanya sisa lesi akibat reseksi inkomplet, kemampuan invasi dan sifat gelatin pada jaringan itu sendiri.8,16 Reseksi luas dengan melindungi struktur vital disertai bedah rekonstruksi atau graft tulang juga dapat dilakukan bila diperlukan.17 Penatalaksanaan bedah yang lebih agresif diperlukan pada fibromiksoma yang diduga kuat mengalami transformasi maligna. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiogram moderen

6

7

sebelum dilakukan terapi bedah, terutama bila diduga lesi bersifat infiltratif. Pasien juga harus diingatkan pentingnya dilakukan follow-up setelah operasi.

Prognosis dan Faktor Predisposisi Tumor yang kecil dapat ditatalaksana dengan enukleasi namun tumor yang besar membutuhkan eksisi komplit dengan batas bebas. Angka kekambuhan mencapai rata-rata 25%, namun prognosis adalah baik. Kekambuhan seringkali diakibatkan operasi yang tidak bersih dan terjadi dalam dua tahun atau lebih. Kematian dapat terjadi akibat perluasan tumor ke basis tengkorak.1-4 Stout dan Himadi,18,19 menyatakan bahwa pleomorfisme dan mitosis yang berlebihan berhubungan dengan tendensi kearah malignansi, dan hal ini menimbulkan prognosis yang kurang baik pada sebagian besar pasien.

LAPORAN KASUS Seorang laki-laki, Tn. A, usia 26 tahun, berasal dari luar kota, masuk rumah sakit pada tanggal 3 Mei 2010 dengan keluhan utama benjolan yang makin lama makin membesar pada pipi dan hidung kiri disertai keluhan tambahan hidung tersumbat dan sulit makan sejak lebih kurang 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh timbul benjolan yang makin lama makin membesar, tidak nyeri pada wajah bagian kiri sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan pada pipi kiri juga disertai adanya benjolan pada rongga hidung dan mulut sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh pendengaran

7

8

menurun sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan mimisan disangkal dan gangguan penglihatan disangkal. Pasien berobat di poli THT (km 20) sejak lebih kurang 3 bulan yang lalu, dilakukan biopsi dua kali namun belum ada penanganan lebih lanjut. Pasien juga mengeluh sulit makan dan minum karena benjolan di dalam mulut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa yang keras, tidak nyeri, terfiksasi dan menutupi kavum nasi kiri, membuat bagian kiri wajah membesar dengan ukuran lebih kurang 20 cm x 15 cm x 10 cm. Deformitas tampak pada dorsum nasi, septum nasi terdorong ke kanan dan kavum nasi kanan menyempit. Massa yang padat, tidak nyeri berwarna putih juga muncul dari nasofaring kearah hipofaring dan dari sulkus ginggivo-bukalis ke dalam rongga mulut. Tampak palatum molle dan durum menonjol. Tidak tampak pendorongan pada mata dan penglihatan tetap baik.

Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) biopsi pertama pada tanggal 17 Februari 2010 tidak dijumpai massa tumor kavum nasi sinistra, dijumpai papiloma regio bukal, namun bila klinis curiga keganasan maka disarankan untuk mohon biopsi ulang. Hasil PA biopsi kedua tanggal 5 Maret 2010 adalah inflammatory polyp nasi.

8

9

Pemeriksaan CT scan pada tanggal 31 Maret 2010 menunjukkan adanya massa yang berasal dari sinus maksilaris sinistra, terdapat destruksi tulang medial dan lateral sinus

maksilaris sinistra. Massa menginfiltrasi ke sinus sfenoid sinistra, sinus etmoid kanan-kiri dan kavum nasi sinistra. Septum nasi terdorong ke kanan, kavum orbita kanan dan kiri normal. Hasil biopsi ketiga tanggal 31 Mei 2010 adalah radang kronis non spesifik pada bukal dan inflammatory polyp kavum nasi sinistra. Sementara hasil CT scan sinus paranasal (SPN) tanggal 8 Juni 2010 adalah massa di kavum nasi bilateral disertai destruksi dinding dan mengisi sinus maksilaris, etmoidalis kiri dengan perluasan ke nasofaring serta infiltrasi ke kutis regio bukal kiri. Pada tanggal 19 Mei 2010 pasien mengeluh sesak napas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan retraksi suprasternal, sehingga dilakukan trakeostomi pada tanggal 21 Mei 2010. Selanjutnya, pada tanggal 19 Agustus 2010 dilakukan operasi evakuasi massa sinonasal.

9

10

Dari hasil pemeriksaan histopatologi tanggal 24 Agustus 2010 didapatkan kesan sesuai dengan angiosarkoma kutaneus pada regio bukalis. Namun dari hasil pemeriksaan ulang pada tanggal 16 September 2010 didapatkan kesan fibromiksoma dengan fokal sel-sel atipik dan tanda-tanda infeksi jamur.

Gambar 8. Beberapa sel atipik berinti bizarre diantara jaringan ikat fibromiksoid edematous bersebuk sel radang limfoid dan sel plasma dalam pembesaran 400x

Gambar 9. Pembuluh darah dilapisi sel endotel setempat proliferasi, lumen berisi beberapa eritrosit dikelilingi jaringan fibromiksoid dalam pembesaran 100x

Gambar 10. Sulfur granula di tepi jaringan dan area nekrosis luas bersebuk sel radang menahun dalam pembesaran 40x

DISKUSI Fibromiksoma atau odontogenic myxoma (miksoma odontogen) adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat papil gigi. Tumor ini secara histologis jinak, terdiri dari sel stelata di dalam stroma retikuler. Kasus diatas adalah suatu fibromiksoma pada seorang laki-laki berusia 26 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur di mana angka kejadian fibromiksoma paling banyak pada usia 25-30 tahun.19 Pada kasus ini tumor membesar secara lambat sampai mencapai ukuran yang besar dan mengakibatkan deformitas.

10

11

Pada gambaran CT scan didapatkan destruksi tulang medial dan lateral sinus maksilaris sinistra dan massa telah menginfiltrasi sinus sfenoid sinistra, sinus etmoid kanan-kiri dan kavum nasi sinistra. Hal ini sesuai dengan literatur di mana dijelaskan meskipun tumor ini jinak namun dapat mengakibatkan destruksi lokal akibat perluasan tumor. Pasien ini juga mengalami destruksi pada konka dan pendesakan septum ke sisi kontralateral. Fibromiksoma odontogenik sangat jarang ditemukan, membesar secara lambat, merupakan tumor yang agresif dan dapat mengakibatkan deformitas wajah. Pasien harus menjalani penatalaksanaan berupa eksisi primer radikal untuk memperkecil resiko rekurensi.19

11

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Buchner A, Odell EW. Odontogenic myxoma/myxofibroma. In: Patology and genetic head and neck tumor. World Health Organization Classification of Tumours. Barnes L, Eveson JW, Reichart P, Sydansky J (Eds). IARC Press. Lyon. 2005: 318-9. 2. Slootweg PJ. Odontogenic cysts-developmental. In: Pathology of the head and neck. Cardesa A, Slootweg PJ (Eds). Springer. Heidelberg. 2006: 124-5. 3. Praetorius F. Odontogenic tumours. In: Surgical pathology of the head and neck. Barnes L (Ed). Informa Healthcare. New York. 2007; 3thEd(3): 1201-1313. 4. Sapp JP. Odontogenic tumours. In: Contemporary oral and maxillofacial pathology. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP (Eds). Mosby. 2004; 2ndEd: 134-63. 5. Grand S, Lantuejoul S, Ferretti G, Reyt E, Le Bas JF. Fibromyxoma of the retropharyngeal space. AJNR Am J Neuroradiol. 1998; 19:17935. 6. Shahoon H, Esmaeili M, Nikhalat M, Farokhi E. Odontogenic fibromyxoma and odontogenic cyst in an eight-year-old boy: Three-year follow-up. J Dent Res Dent Clin Dent Prospect. 2009; 3(3):103-5. 7. Abdelwahab IF, Hermann G, Klein MJ, Kenan S, Lewis MM. Fibromyxoma of bone. Skeletal Radiology. 1991; 20:95-8. 8. Gupta S, Gupta R, John A, Umarji H. Odontogenic fibromyxoma. JK Science. 2007; 9(1): 92-5. 9. Mishra A, Bhatia M, Sukhla GK. Fibromyxoma maxilla. Indian J Otolaryngol Head and Neck Surgery. 2004; 56(4): 93-5. 10. Keszler A, Dominguez FV, Giannunzio G. Myxoma in childhood: an analysis of 10 cases. J Oral Maxillofac Surg. 1995;53:518-21.

12

13

11. Craig GT. The paradental cyst. A specific inflammatory odontogenic cyst. Br Dent J. 1976;141:9-14. 12. Wirth WA, Leavitt D, Enzinger F. Multiple intramuscular myxomas: another extraskeletal manifestation of fibrous dysplasia. Cancer. 1971; 27:116773. 13. Tse J, Vander S. The soft tissue myxoma of the head and neck region; report of a case and literature review. Head Neck Surg. 1985; 7:479-83. 14. Enzinger FM. Intramuscular myxoma: a review and follow up studi of 34 cases. Am J Clin Pathol. 1965; 43:104-13. 15. Glazunov MF, Puckhov JG. Human muscular myxoma and intracellular inclusions. Vopr Onkol. 1960; 6:1127. 16. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. Cysts and tumours of odontogenic origin. In: A textbook of oral pathology. Igaku-Shoin W.B.Saunders; 1983: 295-7. 17. Chen CT, Chen YR, Lai JP, Tung TC. Maxillary myxoma reated with wide resection and immediate reconstruction: a case report. Ann Plast Surg. 1997; 39(1): 87-93. 18. Nwafo DC, Adi FC. Giant fibromyxoma of the parietal pleura. Thorax. 1978; 33: 520-3. 19. Malhotra V, Sethi A, Malhotra S, Sareen D, Puri R. Massive odontogenic fibromyxoma of maxilla. The Internet J Oncol. 2005; 3(1).

13