fh.unram.ac.id · web viewbagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum islam terhadap bedah mayat...

23
i PENDAHULUAN Ilmu kedokteran saat ini banyak melakukan percobaan dalam berbagai hal tentang pengobatan dan ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran guna penyidikan sebab-sebab kematian manusia yang dirasakan tidak wajar dengan metode membedah dan meneliti bagian dalam tubuh manusia tersebut. 1 Akan tetapi bedah mayat tersebut banyak menimbulkan permasalahan dalam masyarakat karena kegiatan bedah mayat yang dilakukan untuk pembelajaran mahasiswa ketokteran dianggap bertentangan dengan norma/kaedah keagamaan, kesusilaan, dan sopan santun serta nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat, dan tidak ada manfaatnya bagi masyarakat umum. Dalam hukum Islam, melukai atau melakukan tindakan tidak hormat pada mayat seorang muslim diharamkan karna perlakuan tersebut tidaklah selayaknya diperlakukan pada jasad manusia. 1 Dyah Hastuti, Perspektif Hukum Islam Terhadap Otopsi, Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negaeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hlm . 3

Upload: hoangque

Post on 27-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

i

PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran saat ini banyak melakukan percobaan dalam berbagai hal

tentang pengobatan dan ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran guna penyidikan

sebab-sebab kematian manusia yang dirasakan tidak wajar dengan metode

membedah dan meneliti bagian dalam tubuh manusia tersebut.1 Akan tetapi bedah

mayat tersebut banyak menimbulkan permasalahan dalam masyarakat karena

kegiatan bedah mayat yang dilakukan untuk pembelajaran mahasiswa ketokteran

dianggap bertentangan dengan norma/kaedah keagamaan, kesusilaan, dan sopan

santun serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, dan tidak ada manfaatnya

bagi masyarakat umum. Dalam hukum Islam, melukai atau melakukan tindakan

tidak hormat pada mayat seorang muslim diharamkan karna perlakuan tersebut

tidaklah selayaknya diperlakukan pada jasad manusia.

Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, maka penulis merumuskan

beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut: (1). Bagaimana pengaturan hukum

tentang bedah mayat sebagai obyek praktek pendidikan kedokteran?, (2).

Bagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat

untuk kepentingan pendidikan kedokteran?

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini Untuk mengetahui pengaturan

hukum tentang bedah mayat sebagai obyek praktek pendidikan kedokteran dan

Untuk mengetahui pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah

mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran.

1 Dyah Hastuti, Perspektif Hukum Islam Terhadap Otopsi, Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negaeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hlm . 3

Page 2: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

ii

Manfaat penelitian ini yaitu : (1). Manfaat Teoritis: Diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya bidang ilmu hukum perdata. (2). Manfaat peraktik: Diharapkan dapat

memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para praktisi maupun akademisi

untuk dijadikan pedoman atau pengetahuan bagi para pihak yang berkecimpung

dalam dunia hukum khususnya hukum perdata sehingga dapat menambah

khasanah pengetahuan praktisi di bidang hukum.

Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada aspek hukum bedah mayat

untuk kepentingan pendidikan (otopsi anatomi) menurut hukum kesehatan dan

hukum Islam. Jenis penelitian ini adalah normatif, bahan hukum yang digunakan

adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersir. Pengumpulan bahan hukum

menggunakan tekhnik studi dokumen.

Page 3: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

iii

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaturan Hukum Bedah Mayat Untuk Kepentingan Pendidikan

(Anatomi).

Regulasi Otopsi Anatomi Untuk Kepentingan Dunia Pendidikan

Pelaksanaan otopsi anatomi untuk kepentingan pembelajaran bagi

calon dokter di Indonesia, secara hukum berpijak pada landasan Undang-

Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 di dalam

beberapa pasal, yaitu: Pasal 120 ayat (1), (2), (3), dan (4). Pasal 121 ayat

(1) dan (2). Pasal 124. Untuk melaksanakan amanat dari Undang-undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut, untuk saat ini masih

dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat

pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat

Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transpalansi Alat dan atau

Jaringan Tubuh Manusia, dalam: Pasal 1 hurf (b). Menurut PP No. 18

Tahun 1981 Bedah mayat anatomis (kadaver) hanya boleh dilakukan

dalam keadaan sebagai berikut2: Pasal 2 huruf (a) dan (c), Pasal 5, Pasal

6, Pasal 7, dan Pasal 8.

Pelegalan Mayat Untuk Praktik Bedah Mayat Anatomi

Banyak korban kecelakaan atau orang meninggal dibawa ke rumah

sakit dimasukkan ke Divisi Pemulasaran Jenazah untuk mendapat

2 Cendy T.P , Fadhly A, Ima E, Yiti J, Sugeng. Aspek Medikolegal Otopsi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, 2011, hlm. 5

Page 4: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

iv

perawatan atau pengawetan sementara menunggu keluarga korban

menjemput.3 Pihak rumah sakit akan mengumumkan melalui media

massa dengan mencantumkan identitas korban, sedangkan bagi yang

tidak ada identitas akan dirinci ciri-ciri korban.4

Bagi mayat yang masih utuh, pihak rumah sakit akan

memanfaatkan untuk praktik bedah anatomi, dengan syarat jika dalam

jangka waktu dua hari (2x 24 jam) tidak ada keluarga yang mengakui,

maka pihak rumah sakit akan meminta surat keterangan dari pihak

kepolisian bahwa mayat tersebut adalah gelandangan, kemudian akan

diawetkan di labolatorium anatomi lalu disimpan sekurang-kurangnya

satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi bagi mahasiswa

kedokteran. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 PP No. 18 Tahun 1981.

Menurut hukum hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang

tidak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun

menurut KUH perdata pasal 1129. Adakalanya seseorang mewariskan

mayatnya setelah dia meninggal kepada fakultas kedokteran, hal ini

haruslah sesuai dengan KUH perdata pasal 935 yaitu dengan surat di

bawah tangan dan ditandatangani orang yang bersangkutan. Sedangkan

dalam ketentuan hukum Islam, apabila seseorang meninggal dunia tidak

meninggalkan orang yang mewarisi, maka hartanya akan diserahkan

3 Http://Trihanifa.Blogspot.Co.Id/2013/07/Hukum-Bedah-Mayat-Part-1.Html?M=0, di akses 13 Desember 20164 Cendy T.P , Fadhly A, Ima E, Yiti J, Sugeng, Op. Cit, hlm. 6

Page 5: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

v

kepada Baitul Mal (perbendaharaan Negara Islam) untuk dimanfaatkan

bagi kemaslahatan umat Islam.5

Analisis Hukum Kesehatan Dan Hukum Islam Tentang Pemanfaatan Tubuh

Manusia Untuk Praktik Bedah Mayat Anatomi

Pemanfaatan Tubuh Manusia Menurut Hukum Kesehatan

Bedah mayat anatomi yang dikenal dengan istilah cadaver (mayat

yang telah diawetkan)6, merupakan syarat yang sangat penting bagi

seorang calon dokter dalam memanfaatkan ilmunya kelak agar bisa

mendeteksi organ tubuh yang normal dan terserang penyakit untuk bisa

mengobatinya sedini mungkin atau tujuan lainnya, seperti untuk

mengetahui penyebab kematian manusia yang dirasa tidak wajar seiring

maraknya dunia criminal saat ini, dengan cara membedah mayat

manusia.7 Sekiranya mayat tersebut diperlukan sebagai sarana penelitian

untuk mengembangkan ilmu kedokteran,8 yang membawa kepada fungsi

kesejahteraan umum sesuai cita-cita bangsa indonesia, maka untuk alasan

tersebut menurut hukum hal ini diperbolehkan. Sebagaimana diatur dalam

pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan.

Namun demikian, kebolehan melakukan bedah mayat untuk

kepentingan pendidikan tersebut tidak terlepas dari beberapa syarat yang

5 H. Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, Suatu Analisis Komparatif Pemikiran Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 776 Dyah Hastuti, Op. Cit, hlm. 37 Abdul Mun’im Idries, Agung Legewo Tjiptomarnoto, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2 011. hlm. 68 Harmien Hadiati Koeswadji, , Hukum Untuk Perumah Sakitan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,. 2000., hlm. 5

Page 6: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

vi

harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981, yaitu: (a).

Dengan persetujuan tertulis orang bersangkutan dan atau kelurganya yang

terdekat setelah orang yang bersangkutan telah meninggal dunia, apabila

sebab kemtiannya belum dapat ditentukan dengan pasti, (b). Tanpa

persetujuan orang yang bersangkutan atau keluarganya yang terdekat,

apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam (dua hari) tidak ada keluarga

terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit, (c). Bedah

mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan

serjana kedokteran di bawah pimpinan dan tanggungjawab langsung

seorang ahli urai, (d). Perawatan mayat sebelum, selama dan sesudah

bedah mayat anatomis dilaksanakan sesuai dengan masing-masing agama

dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diatur oleh menteri

kesehatan. Dan harus dilakukan sesuai dengan norma agama, kesusilaan

serta memperhatikan kode etik profesi dalam dunia kedokteran

sebagaimana diatur dalam pasal 124 Undang-undang 36 Tahun 2009.

Pemanfaatan Tubuh Manusia Menurut Hukum Islam

Dalam praktik bedah mayat anatomi ini, berkaitan dengan

pembedahan tubuh mayat tersebut, hal ini menimbulkan beberapa

kontroversi di kalangan ulama. Diantara ulama yang menolak, yaitu

dengan alasan: Kesucian hidup/ tubuh manusia, Tubuh manusia adalah

amanah, Bahwa praktik tersebut bisa disamakan dengan memperlakukan

tubuh manusia sebagai benda material. 9 Agama Islam memerintahkan 9 Ibid,. hlm. 82-85

Page 7: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

vii

dengan perintah wajib, agar orang menghormati mayat dan melarang

untuk menodainya, baik jasmani maupun rohani, sebagaimana

diisyaratkan dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 70: “Sesungguhnya

kami muliakan anak cucu Adam (manusia)…” (QS: Al-Isra’: 70)

Dua prinsip penghormatan mayat dalam Islam yaitu: kewajiban

merawat mayat dan larangan melukai mayat. Wujud penghormatan

terhadap mayat bagi manusia yang masih hidup adalah larangan melukai

mayat, baik secara fisik maupun non fisik dikarenakan beberapa alasan

sebagai berikut: mayat merasakan sakit dengan hal yang dilakukan orang

yang masih hidup, perintah untuk memuliakan anak Adam dalam keadaan

hidup dan matinya, kewajiban menjaga tulang-belulangnya orang yang

telah mati yang ada dalam penguburan, pada saat mengaduknya dan

sebaliknya bagi penggali kubur untuk menutupinya dan jangan

memecahkannya. 10 Sedangkan ulama yang membolehkan (pembedahan

dan pengambilan organ tubuh mayat) di antaranya dikemukakan oleh

‘Abd al-Rahman al-Bassam dan Muhammad Rasyid Ridha Qabbani

dalam Majallat al-Majma al-Fiqhi. Mereka mendasarkan pada alasan;

Kesejahteraan umum, altruism/ al-itsar (berbuat baik kepada manusia).11

Dalam permasalahan bedah mayat anatomi, Majelis Ulama Besar

di Saudi Arabia telah melakukan pembahasan mengenai hal tersebut pada

tahun 1396 H / 1976 M. Pertemuan itu melahirkan keputusan di antaranya 10 Hasan Sulaiman al-Nawawi, Alwi Abbas al-Maliki, Ibanat al-Ahkam, Syarah al-Sarli, Juz II, Kairo, 1989, hlm. 24911 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah,Tranpalansi Organ, dan Eksperimen pada Hewan, Serambi, Jakarta, 2004, hlm. 88-91

Page 8: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

viii

dalam ketentuan hukum nomor 2 mengenai bedah mayat untuk belajar

bagi calon dokter (bedah mayat anatomi) dengan mempertimbangkan

beberapa hal, maka majelis memputuskan tidak boleh membedah mayat

orang muslim ataupun mayat orang kafir ma’shum. Yang digunakan

cukuplah mayat orang kafir yang tidak ma’shum, seperti kafir harbi atau

orang murtad. Senada dengan pendapat majelis ini, Syaikh Abdul-Aziz

bin Baz, juga berfatwa yang sama mengenai hukum bedah mayat untuk

keperluan pembelajaran ilmu kedokteran beliau hanya membolehkan

pembedahan mayat kafir harbi dan mayat orang murtad saja. 12 Akan

tetapi yang sangat penting untuk diperhatikan, adalah landasan

dibolehkannya bedah mayat karena faktor yang mendesak kebutuhan.

Oleh karena itu apabila suatu saat kebutuhan itu terpenuhi, maka kembali

kepada hukum asal bahwa seluruh mayat manusia tidak boleh dipotong-

potong.13

Di Indonesia, MUI (Majelis Ulama Indonesia) menetapkan fatwa

nomor 6 tahun 2009 tentang Otopsi Jenazah, untuk dijadikan pedoman.

Fatwa MUI tersebut menyimpulkan bahwa kegiatan bedah mayat dapat

dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang

bersangkutan (lewat wasiat) dan izin keluarga atau ahli waris,14 adanya

kemaslahatan yang lebih besar dibalik kegiatan pembedahan mayat

12 http://www.google.co.id/search?hl=id&q= Edih K. Wargasasmita, Hukum islam mengenai peraktik bedah mayat dalam studi anatomi,.diakses 15 oktober 2016.13 Ustadz Muhammad Yasir , “Bedah Mayat Dalam Tinjauan Hukum Islam”, Majalah As-Sunnah Edisi Khusus (03-04)/Thn XVII/Sya’ban-Ramadhan 1434H/Juli-Agustus 2013M, hlm. 61-6214 Dyah Hastuti, Op. Cit, hlm. 63

Page 9: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

ix

tersebut, dan mayat yang menjadi obyek pembedahan harus segera

dipenuhi hak-haknya. Dilihat dari syarat dan alasan beberapa pendapat

yang membolehkan praktik bedah mayat anatomi, bedah mayat memang

tidak diatur dalam hukum Islam secara mendatail, dan merupakan

wilayah kerja kearifan manusia.

Dari dua pendapat yang bertolak belakang, untuk mengetahui

boleh tidaknya pembedahan mayat untuk kepentingan pendidikan

kedokteran harus diperbandingkan antara mudharatnya melukai mayat

dan maslahah untuk pendidikan dokter dan pengembangan ilmu

kedokteran.

Mengobati penyakit adalah sunnah Nabi Muhammad SAW, yang

tidak diragukan lagi dan bahkan al-Qur’an sendiri memberikan

kesempatan kepada orang berpuasa untuk meninggalkan puasanya guna

mengobati atau mencegah semakin parahnya penyakit yang dideritanya.

Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk berobat dari segala penyakit,

berarti secara tersirat diperintahkan melakukan penelitian untuk menemukan

jenis-jenis penyakit dan cara pengobatannya. Bedah mayat anatomi maupun

klinis merupakan salah satu media penelitian untuk mengembangkan keahlian

dalam bidang pengobatan.15 Karena Hadist diatas juga menganjurkan untuk

mengembangkan ilmu kesehatan.

Dengan mempelajari ilmu kedokteran secara menyeluruh termasuk

juga ilmu bedah (urai), maka seorang dokter akan dapat menolong

15 Ibid, hlm. 67

Page 10: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

x

menyelamatkan jiwa manusia dari beraneka macam penyakit, sehinggan

dapat membantu kelestarian hidup sampai pada ajal yang telah ditetapkan

oleh Allah SWT. Sebagai pertimbangan atau pijakan, hukum Islam

datang untuk menjadi rahmat bagi kehidupan manusia, bahkan bagi

segenap alam. Maka rahmat itu tidak akan terwujud kecuali apabila

hukum Islam itu benar-benar mewujudkan kemaslahatan dan kebahagiaan

manusia,16 sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur’an surah al-Anbiya’:

107. Kaitannya dengan syari’at Islam, Hasby ash-Shiddieqy

berpendapat; “bahwa kemaslahatan yang dimaksud adalah kemaslahatan

untuk para hamba di dunia dan di akhirat”.17 Bila dikembalikan kepada

kaidah umum, maka diturunkannya syari’at Islam berpijak pada dua

sasaran; yang pertama adalah memperhatikan kemaslahatan, dan yang

kedua adalah menolak kerusakan.18

Disamping itu, kemaslahatan juga berpegang pada kaidah ushul

fiqh berikut: “keterpaksaan membolehkan yang dilarang”19,

“Keterpaksaan” yang dimaksud adalah terpaksa harus merusak kondisi

tubuh mayat, karena selama ini belum ada hewan yang dapat

menggantikan tubuh manusia,20 maka untuk sementara mengabaikan hal

yang terlarang yaitu melukai mayat. “Kemaslahatan umum didahulukan

16 Hasby ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 17617 Hasby ash-Shiddieqy, Op. Cit., hlm. 18018 Ibid.,19 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh; Sejarah dan Kaidah-Kaidah Asasi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 17320 Http://Trihanifa.Blogspot.Co.Id/2013/07/Hukum-Bedah-Mayat-Part-2.Html, di akses, 12 Desember 2016

Page 11: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

xi

daripada kemaslahatan khusus”21, Pelaksanaan bedah mayat anatomi

menghasilkan manfaat yang lebih besar untuk kepentingan umum,

daripada keutuhan mayat. Karena dari praktik ini akan menghasilkan

dokter yang bisa mengobati manusia dari berbagai penyakit. Larangan

melukai mayat yang dikemukakan dalam hadits di atas, masih bisa

menerima kemungkinan adanya pengecualian, yaitu melukainya untuk

kemaslahatan yang lebih besar.

Dengan demikian maka praktik bedah mayat anatomis yang pada

akhirnya untuk menolong jiwa umat manusia dan untuk pengembangan

ilmu kedokteran demi sampurnanya proses pengobatan, “sedangkan

pengobatan adalah sunnah Nabi Muhammad SAW” harus didahulukan

daripada larangan melukai mayat.22 Dengan kata lain, praktik bedah

mayat anatomis diperbolehkan dalam hukum Islam demi kemaslahatan

yang lebih besar dari pada melukai mayat itu sendiri.

PENUTUP

Kesimpulan dari hasil penelitian ini: (1). Pengaturan hukum bedah

mayat untuk kepentingan pendidikan di Indonesia, oleh hukum Kesehatan

diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

21 Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004., hlm. 14822 Dyah Hastuti, Loc. Cit

Page 12: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

xii

dan dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981

Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta

Transpalansi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Sedangkang

pengaturan menurut hukum Islam diatur dalam fatwa MUI Nomor 6 Tahun

2009 Tentang Otopsi Jenazah, yang didasarkan pada dalil-dalil yang

terdapat dalam Al-Qur’an, dan beberapa hadits Nabi Muhammad SAW

serta Qaidah Fiqhiyyah. (2). Menurut hukum Kesehatan otopsi yang

dilaksanakan guna pendidikan khususnya di bidang ilmu kedokteran

diperbolehkan, selama hal itu benar-benar diperlukan guna keamanan dan

keselamatan masyarakat yang membawa kepada fungsi kesejahteraan

umum yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Sedangkan menurut

hukum Islam, hukum asal bedah mayat adalah haram, namun apabila

bedah mayat tersebut dilandasi oleh suatu maksud demi kemaslahatan

umat, seperti penelitian dan pendidikan ilmu kedokteran. Hal tersebut

dibolehkan dalam hukum Islam bahkan bisa dihukumkan wajib apabila

keperluan tersebut menempati level darurat untuk menyelamatkan umat

manusia dan lingkungannya sebagai makhluk hidup.

Saran: (1). Hendaknya para pihak kedokteran tidak ragu-ragu

dalam melaksanakan otopsi jika hal itu benar-benar diperlukan guna

penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran serta penegakan hukum

untuk kemaslahatan manusia. (2). Dalam pelaksanaan otopsi hendaknya

para pihak kedokteran tetap memperhatikan kode etik kedokteran serta

tetap menghormati mayat yang akan diotopsi dan bertanggungjawab

Page 13: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

xiii

terhadap mayat sebelum, selama, dan sesudah diotopsi, yaitu;

bertanggungjawab memandikan, mensholatkan, dan mengembalikan

mayat seperti sebelum diotopsi (menyatukan kembali organ-organ yang

telah dipisahkan dengan cara menjahitnya sebelum mayat tersebut dikafani

dan dikuburkan).

DAFTAAR PUSTAKA

Dyah Hastuti, Perspektif Hukum Islam Terhadap Otopsi, Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negaeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009.

Abdul Mun’im Idries, Agung Legewo Tjiptomarnoto, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2 011.

Page 14: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

xiv

Ustadz Muhammad Yasir, “Bedah Mayat Dalam Tinjauan Hukum Islam”, Majalah As-Sunnah Edisi Khusus (03-04)/Thn XVII/Sya’ban-Ramadhan 1434H/Juli-Agustus 2013M. hlm. 59

Harmien Hadiati Koeswadji, Hukum Untuk Perumah Sakitan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,. 2000. Hlm. 5

Soejono Soekamto. Pengantar Hukum Kesehatan. CV Remadja Karya: Bandung. 1987.

R. Abdul Djamali, Hukum Islam berdasarkan kurikulum konsorsium ilmu hukum. Mandar Maju. Bandung. 2002.

Cendy T.P , Fadhly A, Ima E, Yiti J, Sugeng. Aspek Medikolegal Otopsi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.

H. Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, Suatu Analisis Komparatif Pemikiran Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.

Ustadz Muhammad Yasir, “Bedah Mayat Dalam Tinjauan Hukum Islam”, Majalah As-Sunnah Edisi Khusus (03-04),/Thn XVII/Sya’ban-Ramadhan 1434H/Juli-Agustus 2013M.

Dalmi Iskandar, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan, dan Pasien, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hlm. 1

Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah,Tranpalansi Organ, dan Eksperimen pada Hewan, Serambi, Jakarta, 2004.

Hasan Sulaiman al-Nawawi, Alwi Abbas al-Maliki, Ibanat al-Ahkam, Syarah al- Sarli, Juz II, Kairo, 1989.

Hasby ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.

Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh; Sejarah dan Kaidah-Kaidah Asasi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedaha Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transpalansi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

http://www.google.co.id/search?hl=id&q= Edih K. Wargasasmita, SH.,MM. Hukum islam mengenai peraktik bedah mayat dalam studi anatomi,.diakses

Page 15: fh.unram.ac.id · Web viewBagaimana pandangan hukum kesehatan dan hukum Islam terhadap bedah mayat untuk kepentingan pendidikan kedokteran? Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini

xv

15 oktober 2016.

Http://Trihanifa.Blogspot.Co.Id/2013/07/Hukum-Bedah-Mayat-Part-,1.Html ,di akses 13 Desember 2016