fetal distress pada peb

50
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. I. Pre Eklamsi Berat I. I. I. Definisi Pre Eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umunya terjadi dalam trimester ketiga kehamilan, tetapi bisa terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. Pre eklampsia dan eklampsia dalam kehamilan adalah komplikasi serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis, seperti edema, hipertensi, protein uria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan diatas 20 minggu, dan dapat terjadi antepartum-intrapartum- pascapartum. Pre eklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya. Pre eklampsia adalah

Upload: galuhanidya

Post on 04-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

bab 1 + catatan kaki

TRANSCRIPT

Page 1: fetal distress pada PEB

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. I. Pre Eklamsi Berat

I. I. I. Definisi

Pre Eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umunya terjadi dalam trimester

ketiga kehamilan, tetapi bisa terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. Pre

eklampsia dan eklampsia dalam kehamilan adalah komplikasi serius trimester kedua-

ketiga dengan gejala klinis, seperti edema, hipertensi, protein uria, kejang sampai koma

dengan umur kehamilan diatas 20 minggu, dan dapat terjadi antepartum-intrapartum-

pascapartum. Pre eklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada

ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri,

dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak

menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya. Pre

eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke

20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan protein uria, edema juga bisa terjadi.1,24,25

I. I. II. Etiologi

Penyebab pre eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Banyak

teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang

dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan

sebagai sebab pre eklampsia ialah iskemia plasenta. Namun dengan teori ini tidak dapat

Page 2: fetal distress pada PEB

diterangkan semua yang berkaitan dengan penyakit itu. Hal ini disebabkan karena tidak

hanya satu faktor saja yang menyebabkan pre eklampsia, melainkan banyak faktor

penyebab.1

Gejala gestosis atau hipertensi dalam kehamilan, tidak dapat diterangkan dengan

satu faktor atau teori, tetapi merupakan multifaktor (teori) yang menggambarkan berbagai

manifestasi klinis yang kompleks, oleh Zweifel disebut “disease of theory”. Adapun

teori-teori itu antara lain12 :

a. Teori genetik

Ada kemungkinan diturunkan dari ibu kandung, khusunya pada kehamilan pertama

karena terjadi pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan menantu wanita.

Pada kehamilan kedua pre eklampsia-eklampsia sedikit berulang, kecuali mendapat

suami baru.

b. Teori imunologik

1) Janin merupakan “benda asing” yang relative karena faktor benda

2) Adaptasi dapat terjadi dengan aman, karena:

Janin bukan benda asing khusus dan dapat diterima.

Rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal.

Terjadi modifikasi respons imunologi sehingga dapat terjadi adaptasi.

3) Penolakan total rahim karena bersifat benda asing, maka terjadi “abortus” yang

sebabnya sulit diterangkan.

4) Apabila terjadi setelah plasenta lengkap, maka:

a) Sel tropoblas tidak sanggup secara total bertindak sebagai dilatator pembuluh darah.

b) Janin dalam perkembangannya berlindung dibelakang trofoblas

Page 3: fetal distress pada PEB

c) Teori iskemia region uteroplasenter

Invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada kehamilan

normal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2 serta plasenta

berfungsi normal.

Pada pre eklampsia terjadi invasi sel trofoblas, hanya sebagian pada arteri

spiralis didaerah endometrium-desidua.

Akibatnya terjadi gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri spiralis

di daerah miometrium tetap dalam keadaan konstriksi sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan darah untuk nutrisi dan O2.

Karena terjadi iskemia region uteroplasenter, dianggap terjadi pengeluaran

toksin khusus yang menyebabkan terjadinya gejala pre eklampsia sehingga

disebut “toksemia gravidarum”, tetapi teorinya belum dapat dibuktikan.

Teori radikal bebas dan kerusakan endotel

Oksigen yang labil distribusinya, menimbulkan “produk metabolisme” di

samping radikal bebas, dengan cirri terdapat “elektron bebas”.

Elektron bebas ini akan mencari pasangan “dengan merusak” jaringan,

khususnya endotel pembuluh darah.

Antiradikal bebas yang dapat dipakai untuk menghalangi kerusakan membran

sel, sebagai antiaksi dan vitamin C dan E.

Radikal bebas adalah proksidase lemak-asam lemah jenuh (kuning).

Kerusakan membrane sel akan merusak dan membunuh sel endotel.

d) Teori trombosit

Plasenta kehamilan normal membentuk derivate prostaglandin dari asam

Page 4: fetal distress pada PEB

arakidonik secara seimbang, yang menjamin aliran darah menuju janin antara lain

tromboksan (TxA2) yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah sehinga

menyebabkan agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah yang rusak.

Kemudian prostasiklin (PG12) yang menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah

sehingga menghalangi agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah.12

I. I. III. Faktor Resiko

Pre eklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,

terutama primigravida usia muda. Faktor predisposisi terjadinya pre eklampsia adalah

molahidatidosa, diabetes militus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur

yang lebih dari 35 tahun.14

Pre eklampsia lebih banyak terjadi pada :

a. Primigravida (terutama remaja 19-24 tahun dan wanita diatas 35 tahun)

Secara internasional kejadian hipertensi dalam kehamilan dapat diperkirakan

primigravida sekitar 7-12% (Manuaba, 2007). Angka kejadian pre eklampsia meningkat

pada primigravida muda dan semakin tinggi pada primigravida tua. Dalam penelitian

Sudhaberata Ketut dan Karta I.D.M (2001), hal ini dikarenakan ketika kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna (Purwantini,

2004).

b. Wanita gemuk

c. Wanita dengan hipertensi esensial

d. Wanita yang mengalami :

Page 5: fetal distress pada PEB

Penyakit ginjal

Kehamilan ganda

Polihidroamnion

Diabetes

Mola hidatidosa

e. Wanita yang mengalami riwayat pre eklampsia dan eklampsia pada

kehamilan sebelumnya

f. Riwayat eklampsia keluarga.23

I. I. IV. Patofisiologi

Perubahan pokok yang didapatkan pada pre eklampsia adalah spasmus pembuluh

darah disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal, Altchek dkk (1968)

menemukan spasmus yang hebat pada arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus lumen

arteriola demikian kecilnya, sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah dianggap

bahwa spasmus arteriola juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa

tekanan darah yang meningkat merupakan usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer,

agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui

sebabnya. Telah diketahui bahwa pada pre eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang

rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron

penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.

Pada pre eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.1

I. I. V. Maninfestasi

Page 6: fetal distress pada PEB

Pada pre eklampsia terjadi vasokonsentrasi yang menimbulkan gangguan

metabolisme endorgen dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi (nekrosis,

perdarahan, edema). Perubahan patologi-anatomi akibat nekrosis, edema dan perdarahan

organ vital, akan menambah beratnya manifestasi klinik dari masing-masing organ vital.12

Perubahan patologi-anatomi yang terjadi pada organ vital dapat dijabarkan

sebagai berikut1:

a. Perubahan pada plasenta dan uterus.

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.

Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih

pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada pre

eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.

b. Perubahan pada ginjal.

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,

sehingga menyebabkan filtrasi glomerolus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting

adalah dalam hubungannya dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi

garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka

akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerolus dan tingkat

penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal, penyerapan ini meningkat

sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerolus. Penurunan filtrasi glomerolus akibat spasmus

arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, yang

menyebabkan retensi garam dan demikian juga retensi air. Fungsi ginjal pada pre

Page 7: fetal distress pada PEB

eklampsia agak menurun bila dilihat dari clearance asam uric. Filtrasi glomerolus dapat

turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun, pada keadaan

lanjut dapat terjadi oliguria ayau anuria.

c. Perubahan pada retina.

Pada pre eklampsia tampak edema retina, spamus setempat atau menyeluruh pada

satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia

arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tidak

tampak pada penderita pre eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun

atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya pre

eklampsia berat, walaupun demikian vasospasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre

eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai

dengan buta sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler

dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah

persalinan berakhir, retina akan melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan

penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada

penderita pre eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia.

Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks

serebri atau dalam retina.

d. Perubahan pada paru-paru.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita pre eklampsia dan

eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.

e. Perubahan pada otak.

Page 8: fetal distress pada PEB

McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi

dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah

ke otak dan pemakaian oksigen pada pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian

oksigen oleh otak hanya menurun pada eklampsia.

f. Metabolisme air dan elektrolit.

Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia tidak diketahui

sebabnya. Disini terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.

Kejadian ini yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan

sering bertambahnya edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah

meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu aliran darah ke jaringan di

berbagai bagian tubuh berkurang, dengan mengakibatkan hipoksia. Dengan perbaikan

keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai

sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan tentang berhasilnya

pengobatan.1

I. I. VI. Diagnosis

Diagnosis pre eklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala,

yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan proteinuria.

Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu selama

berkali-kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari

tangan dan muka.13

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg

atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30

Page 9: fetal distress pada PEB

menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai

sebagai bakat pre eklampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air

kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2, atau kadar protein ≥

1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal

2 kali dengan jarak waktu 6 jam (Mansjoer, 2001). Disebut pre eklampsia berat bila

ditemukan gejala berikut13 :

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

b. Proteinuria +≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

c. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).

d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.

e. Nyeri epigastrium dan ikterus.

f. Edema paru atau sianosis.

g. Trombositopenia.

h. Pertumbuhan janin terhambat.

Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre eklampsia disertai

kejang dan koma. Sedangkan, bila terdapat gejala pre eklampsia berat disertai salah satu

atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut

menderita impending pre eklampsia. Impending pre eklampsia ditangani sebagai kasus

eklampsia.13

Page 10: fetal distress pada PEB

I. I. VII. Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi

yang tersebut dibawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia1:

i. Solusio plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada pre eklampsia

ii. Hipofibrinogenemia

Pada pre eklampsia berat 23 % hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan

untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

iii. Hemolisis

Penderita dengan pre eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik

hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini

merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati

yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus

tersebut.

iv. Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

v. Kelainan mata

Page 11: fetal distress pada PEB

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu

dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda

gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

vi. Edema paru-paru

Komplikasi ini disebabkan karena payah jantung.

vii. Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia dan eklampsia merupakan akibat

vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata

juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal hati, terutama penemuan enzim-enzimnya.

viii. Sindroma HELLP (Hemolisis, elevated liver enzyme andlow platelet)

ix. Kelainan ginjal.

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul

ialah anuria sampai gagal ginjal.

x. Komplikasi lain

Antara lain lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,

pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation)

xi. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.1

Page 12: fetal distress pada PEB

I. I. VIII. Penatalaksanaan .

1. Pemberian obat anti kejang

Obat anti kejang:

MgSO4

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetil kolin pada rangsangan

serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuscular

membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian magnesium sulfat, magnesium

akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif

inhibitor terhadap ion kalsium dan ion magnesium).

Cara pemberian:

Loading dose: initial dose

4 gram MgSO4; intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit.

Maintenance dose

Diberikan 6gr (15ml) di drip dalam ringer laktat 500cc, di berikan 20 tetes permenit

sela 6 jam.

Syarat pemeberian:

Harus tersedia antidotum (ca-glukonas 10%= 1gr, dalam 10cc), di berikan iv

selama 3 menit.

Reflex patella (+)

Frekuensi pernapasan >16 x/menit

Urin >30 ml dalam 2-3 jam atau <500cc dalam 24 jam. (pasang dc)

Page 13: fetal distress pada PEB

Pemberian magnesium sulfat di hentikan jika tidak memenuhi syarat/tandatanda

intoksikasi dan 24 jam setelah melahirkan tanpa disertai kejang.

Obat-obat lain

Diazepam

Fenitoin

Fenitoin sodium mempunyai stabilitas membran neuron , cepat masuk dalam jaringan

otak dan efek anti kejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Dosis yang di

berikan 15mg/kg BB dengan pemberian intravena selama 50 mg/menit. Hasilnya

tidak lebih baik dari MgSO4 berdasarkan penglaman penggunaan fenitoin di beberapa

senter di dunia, berdasarkan Cochrane review.

2. Tirah baring kearah kiri

3. Pengelolaan cairan

Lakukan monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan

(melalui urin). Hal ini sangat penting dilakukan untuk menghitung balance cairan.

Bila terjadi tanda tanda edema paru, harus segera dilakukan tindakan koreksi.

4. Diuretic (hanya diberikan jika terjadi udem paru)

Diuretic yang umum diberikan adalah furosemid. Pemberian diuretic dapat

merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta,

meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan

berat janin.

5. Pemberian antihipertensi

Page 14: fetal distress pada PEB

Tekanan darah diturunkan seraca bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan

sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 atau MAP <125.

Lini pertama

Nifedipin (10-20mg peroral, di ulangi setelah 30 menit, max 120 mg dalam 24 jam).

Lini kedua

Sodium nitroprusside/Diazokside.

6. Glukokortikoid

Sebagai pematangan paru janin (pada beberapa kasus, PEB dapat ditemukan pada

kehamilan <36 minggu), dosis 2x24 jam.15

I. II. IUFD

I. II. I. Definisi

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa

sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated

Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai

kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila

terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO

menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila

usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.4

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan

American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa

statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana

Page 15: fetal distress pada PEB

berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.2 Tapi tidak

semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan

batasan dari pengertian IUFD.25

I. II. II. Etiologi

Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar 25-

60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa

kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan

penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta.4

a. Faktor Ibu

1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,

sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang berakibat

antara ibu dan janin akan mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan

mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi hidropsfetalis, yaitu

suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa

pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut

(asites), pembengkakan kulit janin dan penumpukan cairan di rongga dada atau rongga

jantung. Akibat dari penimbunan cairan-cairanyang berlebihan tersebut, tubuh janin akan

membengkak yang dapat mengakibatkan darah bercampur dengan air. Jika kondisi

demikian terjadi dapat menyebabkan kematian janin.IUFD akibat ketidakcocokan Rh

darah ibu dan janin terjadi sekitar 2,7%.4,25

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Page 16: fetal distress pada PEB

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara

golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini

disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan

darah ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.1,3IUFD akibat ketidakcocokan

golongan darah ibu dengan janin terjadi sekitar 3%.25

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Penyakit-penyakit yang terjadi pada ibu hamil sehingga mengakibatkan kematian

janin dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :

1. Kelainan Metabolik

Diabetes Gestasional

Kadar glukosa yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan terjadinya IUFD sekitar

16,2%17. Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan kecepatan

metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan seperti hiperglikemia dan

keto-asidosis.4,9

2. Kelainan Vaskular

Hipertensi Gestasional

Hipertensi dapat menyebabkan suplai O2 pada janin berkurang yang disebabkan

oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh spasme dan

kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu. IUFD akibat hipertensi gestasional

terjadi sekitar 21,6%.4,25

Pre eklamsi

Page 17: fetal distress pada PEB

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak

mengalami hipertensi.4,10

Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver

Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta

bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat

janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal death (IUFD).5 IUFD akibat

hipertensi gestasional terjadi sekitar 10,6%.6

4) Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta.Trauma terjadi misalnya

karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja

mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menyebabkan solusio plasenta dan atau

ablasio plasenta, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat sehingga dapat

menyebabkan kematian janin. IUFD akibat trauma saat hamil dilaporkan terjadi sekitar

8%.4,5,25

5) Infeksi pada ibu hamil

a. Toxoplasma

Infeksi toxoplasma pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan (4%),

kematian janin dalam kandungan (3%), janin hidup dengan kelainan tertentu (7%),

toksoplasmosis bawaan (5%).8 Secara keseluruhan, kurang dari ¼ bayi yang mengalami

toksoplasmosis kongenital menampakkan gejala klinis pada saat lahir. Sebagian besar

baru akan memperlihatkan gejala kemudian hari. Toksoplasma menyerang otak janin dan

dapat menyebabkan berat badan janin rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia.

Page 18: fetal distress pada PEB

Gejala defisit neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intrakranial, retardasi mental

dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi

korioretinitis.19

b. Rubella

Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%), kematian janin dalam

kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang berat. Infeksi rubella pada janin dapat

menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus,

dan kelainan kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam

kandungan yang berdampak pada kematian janin.19

c. Cytomegalovirus

Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal, dengan

insidens mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada janin dapat

menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali,

hidrosefalus, mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus sehingga mengganggu kesejahteraan

janin dalam kandungan yang berdampak pada kematian janin.19

d. Herpes Simplex Virus

Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan lahir. Virus

kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban pecah. Hampir separuh dari

neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan resiko infeksi mereka tersebut berhubungan

dengan jenis infeksi maternal primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi

maternal primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.5,7Dari suatu

penelitian dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan terhadap virus

rekurens pada saat persalinan yang terinfeksi. Hal ini diduga terjadi karna inocuum virus

Page 19: fetal distress pada PEB

yang lebih kecil dan terdapat antibodi yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan

insidens dan beratnya penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki

luaran yang baik.19

e. Malaria

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra uteri dapat

terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang

menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental. Kematian janin

intra uteri akibat malaria dilaporkan terjadi sebanyak 4%.6,7

f. TBC

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkanoleh

basilMikobacterium tuberkolusis. Karena kehamilan belum terbukti meningkatkan risiko

TB, epidemiologi TB pada kehamilan adalah refleksi dari kejadian umum kasus

TB.Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC

setelah India (30%) dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total

penderita TBC di dunia.Patogenesis infeksi tuberkulosis pada wanita hamil sama dengan

pada wanita tidak hamil. Namun, gejala tuberkulosis pada ibu hamil dapat hadir secara

diam-diam, karena gejala malaise dan kelelahan yang terjadi lebih dianggap gejala akibat

kehamilan daripada penyakit. Selain itu, selama kehamilan menjadi sulit untuk mengenali

penurunan berat badan. Komplikasi kebidanan telah dilaporkan dapat mengakibatkan

aborsi spontan, kehamilan dengan rahim kecil, dan berat badan sub-optimal pada

kehamilan. Lainnya termasuk persalinan prematur, berat lahir rendah dan peningkatan

mortalitas neonatal. Keterlambatan diagnosis merupakan faktor independen, yang dapat

Page 20: fetal distress pada PEB

meningkatkan morbiditas obstetri sekitar empat kali lipat, sementara risiko persalinan

prematur mungkin meningkat sembilan kali lipat.6

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan kematian janin sekitar 5%.

Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya

akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa

berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk kedalam

paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color Doppler sehingga bisa

dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian kehamilan harus segera

dihentikan dengan cara induksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal dan akhir

kehamilan.4,5,25

7) Hamil pada usia lanjut

Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas

usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan

dengan wanita pada usia 20-29 tahun11. Risiko terkait usia ini cenderung lebih beratpada

pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian

risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,

diabetes gestasional, hipertensi, dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.4

8) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian

dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin tidak lagi ada.

Insidensi terjadinya IUFD karena kematian ibu adalah 50%.4,25

9) Ruptur uteri

Page 21: fetal distress pada PEB

Ruptur uteri pada kehamilan merupakan komplikasi yang jarang tetapi memiliki

insiden yang tinggi terhadap morbiditas janin dan ibu. Berdasarkan penelitian dari tahun

1976-2012, menggambarkan kejadian pecahnya rahim, dilaporkan 2.084 kasus di antara

2.951.297 wanita hamil, menghasilkan tingkat ruptur uteri keseluruhan dari 1 di 1.146

kehamilan (0,07%). Luka rahim dari operasi caesar sebelumnya merupakan faktor risiko

yang paling umum. Bentuk lain dari operasi rahim yang menghasilkan sayatan ketebalan

penuh (seperti miomektomi), persalinan disfungsional, augmentasi persalinan dengan

oksitosin atau prostaglandin, turut menjadi faktor resiko pecahnya rahim.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan

satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang

berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka

pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbatsehingga dapat

menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian janin dalam kandungan (10,8%).Gerakan

janin yang sangat aktif menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.4,5,6,25

2) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk

melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Kematian janin

akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu

dari hasil otopsi janin. Hal inidisebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih

dalam kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.4,5,9,25

3) Kelainan bawaan bayi

Page 22: fetal distress pada PEB

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidropsfetalus, yakni akumulasi

cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa

menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari

banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau

terjadi kelainan pada paru-parunya. Kematian janin akibat kelainan bawaan terjadi sekitar

1,6% 4,6,19,25

4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak

berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan

janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan

menyebabkan kematian pada janin. Kematian janin akibat malformasi janin terjadi sekitar

1,3%.4,6,19,25

5) Kehamilan multiple

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat.

Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia

kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500gr ). Hal ini bisa

disebabkan regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar.

Jika ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak

terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin sekitar 18%.4,16,25

6) Intra Uterine Growth Restriction

Janin IUFD rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin normal pada

tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi

pertumbuhan yang mungkin berbagi penyebab yang sama dengan insufisiensi plasenta.

Page 23: fetal distress pada PEB

IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan

multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi

Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia

gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan

prematur.4,16

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka

akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning,

pengapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan

membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan

mati. Dilaporkan bahwa kematian janin akibat infeksi terjadi sekitar 6-15% dari seluruh

kasus IUFD.4,7,19,20

c. Faktor Plasenta

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi

membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang

tampak sebagai infark, dan solusio plasenta yang dilaporkan sebanyak 12 %

menyebabkan IUFD. Kompresi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung.

Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat

menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian. Secara keseluruhan faktor plasenta dapat

menyebabkan kematian janin sebanyak 25-30%.4,20

I. II. III. Maninfestasi pada ibu

Page 24: fetal distress pada PEB

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada

beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda lain yang

juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada

usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara).

Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan

atau melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat

kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak

kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Pada foto rontgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)

Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin.4

I. II. IV. Patologi anatomi janin

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya

mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen

Page 25: fetal distress pada PEB

darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah

longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengan yang lainnya. Cairan

amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat

terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain,

patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut.4,16

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih

kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi

setelah 48 jam janin mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan

hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

I. II. V. Penatalaksanaan

Page 26: fetal distress pada PEB

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan.

Pada satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis

dihubungkan dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita

yang kelahirannya diinduksi dalam waktu 6 jam.4,25

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa

turun yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada kehamilan

tunggal karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal. Pada

beberapa kasus kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah

kematian kedua janin mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur.

Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak merekomendasikan untuk memeriksakan

koagulasi darah. Secara umum, resiko berkembangnya disseminated intravascular

coagulopathy sangat jarang.4

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh

dilatasi dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang

dari 28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2 vaginal

suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap

4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita

dengan kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis

yang lebih rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists

mengatakan bahwa untuk induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya

tidak digunakan pada wanita denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya

ruptur uteri.4,7,19

Page 27: fetal distress pada PEB

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus

kematian janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang

masih hidup. Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan

pemberian morfin biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa nyeri.

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD:

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus

diberitahukan secara berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda

prosedur evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara

psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga

mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada

serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian

janin, terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,

walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian

janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung

trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin time

(PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara serial.

Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif kacuali

ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30μg)

pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian

janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan

sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi

Page 28: fetal distress pada PEB

bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan

terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah

komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati

konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan

pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada

kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan

pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima

jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester.1,3

Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta

memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis 15-

methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu

sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah.

Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya

kegagalan mengarahkan pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan

terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika prostaglandin diberikan

pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari

karena resiko rupture uterin.

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun

cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat

dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah

disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan, atasilah

koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki

Page 29: fetal distress pada PEB

persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat

dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi

penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari

bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali terdapat

persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.

Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah

lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari

perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus.

Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan

persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera.

Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting dalam perawatan total

pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi janin,

karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.4,25

BAB II

REKAM MEDIK

II. I. IDENTITAS

Page 30: fetal distress pada PEB

Nama : Ny. S

Usia : 46 tahun

Alamat : Sukasiran, Cikeuntreung, SERANG.

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : tamat SLTP

Agama : Islam

No. RM : 00.18.93.71

Tanggal masuk : 28-06-2015 jam :20.00

II. II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Pasien mengaku mempunyai tekanan darah tinggi

Keluhan tambahan : Keluar air-air dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD dr. Drajat Prawiranegara diantar oleh keluarga dengan

membawa surat rujukan dari RS. Kencana. Surat rujukan +. Pasien mengaku mengetahui

dirinya mengidap tekanan darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu, tepatnya setelah

melahirkan anak ke 3-nya. Sebelum kehamilannya yang ke 4 ini, pasien sering

mengkonsumsi obat captopril untuk menurunkan tekanan darahnya. Keluar air-air

diarasanya seperti BAK yang tidak dapat tertahan dan berwarna jernih sejak pukul 05.00

(28-06-2015) / 15 jam yang lalu. Pasien merasa mulas-mulas sejak pukul 06.00 (28-06-

2015), mulas-mulas dirasanya menjalar dari atas perut ke bawah lalu ke pinggang. Lalu

pasien datang ke RS. Kencana dan diberi obat suntik yang terasa panas (MgSO4 20%

bolus), obat penurun tekanan darah, dan infus RL+MgSO4 40%. Pasien berkata dirinya

Page 31: fetal distress pada PEB

tidak lagi merasakan gerakan janin sejak keluar air-air pagi tadi. Riwayat trauma

disangkal.

Pasien mengaku ini adalah kehamilan yang ke 4-nya dengan usia kehamilan 8

bulan, riwayat keguguran disangkal. Pasien mengatakan mengetahui dirinya hamil saat

telat haid satu bulan dan memeriksakan dirinya ke bidan. Di bidan pasien di periksa

urinnya dengan test pack, hasil + hamil.

Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 tahun

Siklus : Teratur

Lama : 7 hari

Banyak : 3x Ganti pembalut (tidak ada gumpalan darah)

Dismenorrhea : -

Flour Albus : -

HPHT : 20-10-2014

TP : 27-07-2015

Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali, selama 27 tahun

Usia pasien saat menikah : 18 tahun

Usia suami saat menikah : 23 tahun

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

I : laki-laki, 25 tahun, lahir normal, 9 bulan, ditolong oleh paraji, BB saat

lahir ±3 kg

Page 32: fetal distress pada PEB

II : perempuan, 20 tahun, lahir normal, 9 bulan, di tolong oleh bidan, BB saat

lahir ±3,5 kg

III : laki-laki, 12 tahun, lahir normal, 9 bulan, di tolong oleh bidan, BB saat

lahir ±4 kg

Riwayat ANC

- Rutin periksa kehamilannya di bidan tiap bulan

- Pasien di beri vitamin, kalsium dan penambah darah

- Tekanan darah pasien berkisar 140/90 sampai 160/110

Riwayat Kontrasepsi

Pasien mengkonsumsi KB Pil selama 1 tahun

Pasien menggunakan KB Suntik tiap 3 bulan selama 2 tahun

Riwayat Imunisasi

Pasien di imunisasi TT saat usia kehamilan 4 bulan

Riwayat Penyakit Terdahulu

Asma : keluhan sesak napas disertai bunyi mengi, disangkal

Hipertensi : tekanan darah tinggi di akuinya sejak hamil anak ke 3 dan

menetap setelah melahirkan

Hepatitis : riwayat penyakit kuning, mual, muntah hebat disangkal

DM : banyak makan, banyak minum, banyak BAK disangkal

HIV : Riwayat penggunaan narkoba(jarum suntik) dan mengganti-ganti

pasangan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Asma : keluhan sesak napas disertai bunyi mengi, disangkal

Page 33: fetal distress pada PEB

Hipertensi : Ayah pasien mengidap tekanan darah tinggi

Hepatitis : riwayat penyakit kuning, mual, muntah hebat disangkal

DM : banyak makan, banyak minum, banyak BAK disangkal

HIV : Riwayat penggunaan narkoba(jarum suntik) dan mengganti-ganti

pasangan disangkal

II. III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital Tekanan darah: 180/110 mmHg

Respirasi : 22 x/menit

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 36,5 °C

Status Generalis

Kepala : Normochepale, rambut hitam, tidak mudah di cabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Leher : Pemberasan KGB (-)

Thorax : Simetris saat statis dan dinamis

Mammae : Membesar, menegang, hiperpigmentasi aerola

Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S1 S2 reguler, murmur sistolik (-/-), gallop (-/-)

Abdomen : Nyeri tekan (+), shifting dullness (+), status obstetrikus

Ekstremitas : Akral hangat, udem pada kedua kaki, reflex patella (+/+)

Page 34: fetal distress pada PEB

II. IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

II. V. DIAGNOSIS KERJA

II. VI. PENATALAKSANAAN

II. VII. PROGNOSIS