fenomena anak jalanan

Upload: nurul-huda

Post on 09-Jul-2015

324 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nama NIM Jurusan Tugas Ujian

: : : :

Nurul Huda D2B008054 Ilmu Pemrintahan FISIP Undip Mata Kuliah Analisis Kebijakan

Fenomena Anak Jalanan: Upaya Pengentasan Anak Jalanan di Kota Semarang

A. Urgensi Masalah Pemerataan pembangunan yang selama ini menjadi salah satu kata kunci di semua lini pemerintahan ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri sebagai hasil dari pembangunan tersebut. Kondisi ini jelas terlihat dari ketimpangan pembangunan wilayah khususnya daerah perkotaan dan pedesaan. Munculnya pusat-pusat pemerintahan dan perekonomian di daerah perkotaan membawa pengaruh pada semakin tingginya tingkat mobilitas dan kompetisi masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan ekonominya. Tingginya tingkat kompetisi masyarakat membawa pengaruh pada beragamnya pola penghidupan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari tingkat status sosial dan strata ekonomi masyarakat itu sendiri. Perkembangan perkotaan yang begitu pesat ternyata tidak hanya dirasakan oleh para orang dewasa yang harus kerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya, kondisi serupa juga harus dirasakan oleh anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu/ miskin yang

terpaksa harus bekerja demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Salah satu cara yang dihadapi oleh anak dalam membantu ekonomi keluarga adalah ketika mereka terpaksa atau dipaksa oleh keluarga ataupun keadaan untuk kejalanan guna mendapatkan kebutuhan ekonomi tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena anak jalanan khususnya di daerah perkotaan merupakan suatu masalah klasik yang harus dihadapi oleh pemerintah kota dalam menata jalannya roda pemerintahan. Kondisi tersebut menjadi masalah klasik yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan diwilayahnya. Salah satu daerah yang mengalami kondisi tersebut adalah Kota Semarang. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, Kota Semarang memiliki magnet tersendiri bagi masyarakat untuk memperjuangkan nasibnya. Sehingga tidak sedikit pula masyarakat yang datang dari luar Semarang yang memperjuangkan nasib di Semarang. Tidak semua masyarakat berhasil merubah nasibnya di Semarang. Kesempatan kerja yang begitu ketat dan himpitan ekonomi yang tinggi di daerah perkotaan membuat banyak masyarakat yang putus asa, sehingga tidak berada pada kehidupan yang layak. Salah satu implikasinya adalah anak jalanan, baik yang terpaksa atau dipaksa untuk bekerja di jalan ataukah memang karena lingkungan yang menjadikan mereka menjadi anak jalanan. Sebagai masalah klasik di perkotaan, perlu adanya kebijakan alternative untuk mengatasi masalah tersebut sehingga masalah ini tidak berlarut-larut. Apalagi banyak tunas bangsa yang menjadi korban akibat fenomena anak jalana ini. Oleh karena itu dalam policy paper ini akan dibahas mengenai Fenomena Anak Jalanan: Upaya Pengentasan Anak Jalanan di Kota Semarang.

B. Tujuan dan Sasaran Kebijakan

Dengan adanya policy paper ini diharapkan dapat member rekomendasi pemerintah mengenai kebijakan alternative mengentaskan kemiskinan. Secara empiris memang telah banyak hal yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Semarang, namun tidak adanya suatu konsep terpadu sehingga pengentasan anak jalanan pun terkesan setengahsetengah. Selain itu, hubungan antara anak jalanan dan pemerintah, terutama satpol PP terkesan seperti kucing dan tikus. Sasaran kebijakan ini ditujukan agar para anak jalanan menjadi tunas bangsa yang kreatif , mandiri dan terbina sehingga tiak kembali ke jalanan.

C. Realitas kondisi saat ini Kota Semarang yang merupakan ibukota Jawa Tengah tidak terlepas dari permasalahan anak jalanan. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, menurut data Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Seamrang, pada tahun 2005 saja memiliki populasi anak jalanan sebanyak 335 orang yang terdiri dari 242 orang laki-laki dan 93 orang perempuan, dengan prospek pertumbuhan per tahun mencapai 10%. Dari data tersebut saja, bisa dibayangkan jumlah anak jalanan yang ada sekarang ini. Besarnya angka tersebut merupakan fenomena yang perlu segera ditangani. Selain mengganggu ketertiban umum, adanya fenomena anak jalanan merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam membina tunas bangsa ke depan. Apabila tidak ada tindakan progressif maka fenomena anak jalanan akan semakin banyak ke depannya. Selama ini memang pemerintah Kota Semarang sudah mengupayakan berbagai penanganan masalah anak jalanan. Salah satunya dnegan mengadakan kolaboraasi dnegan LSM dan masyarakat membentuk RPSA (rumah Perlindungan Sosial Anak). Ada tiga RPSA

di Kota Semarang yan telah bekerjasama dengan Dinas Sosial Propinsi Jateng, yaitu RPSA Mutiara, Anak Bangsa, dan Tunas Harapan. Upaya yang telah dilakukan adalah pemberian pelatihan kewirausahaan. Namun tidak adanya control dan manajemen yang baik dari

pemerintah, serta monotonnya materi yang diberikan sehingga banyak anak jalanan yang kembali ke jalan. (Suara Merdeka, 26 Januari 2010). Tentu saja ini menjadi perhatian, baik bagi pemerintah dan juga masyarakat untuk bersama-sama mengentaskan fenomena anak jalanan di Kota Semarang. Apalagi banyak isu tidak baik tentang anak jalanan, yakni mereka dianggap sebagai preman jalanan, pengganggu ketertiban dan lainnya. Oleh karena itu, alternatif kebijakan perlu disusun dengan segera.

D. Eksplanasi Pengalaman Daerah Lain Pandangan yang berkembang dalam masyarakat tentang posisi anak dalam keluarga tentunya menjadi masalah bagi pemerintah Kota Samarinda yang berkomitmen untuk menghapuskan anak jalanan di kota tepian. Guna mengatasi permasalahan anak jalanan, pemerintah Kota Samarinda melalui instansi terkait (Kantor Kesos dan Pemakaman, Dinas Pendidikan, dan Satpol PP) mengembangkan tiga strategi pengembangan yang diharapkan mampu mengakomodir berbagai segmen usia yang ada dalam anak jalanan. Ketiga strategi yang dilakukan adalah : 1. Pengembangan pendidikan formal/ non formal. 2. Pengembangan kemampuan permodalan. 3. Pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan.

Strategi pertama berupa pengembangan pendidikan formal/ non formal lebih diajukan pada anak-anak jalanan usia sekolah (5-9 tahun dan 10-14 tahun) yaitu agar mereka tetap dapat melanjutkan sekolahnya dan berada dalam lingkungan sekolah dan keluarga. Dalam strategi ini instansi terkait tidak hanya bekerja sendiri, akan tetapi juga menjalin kerjasama dengan lembagaswadaya masyarakat yang fokus dalam bidang pendampingan dan perlindungan anak. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah Kota Samarinda yang terkait langsung dengan upaya pembinaan bagi anak jalanan usia sekolah yang terkena razia merupakan alasan utama dalam membina kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam membantu pemerintah kota untuk secara bersama-sama membina dan menjaga ketentraman dan ketertiban umum di Kota Samarinda. Strategi kedua terkait dengan kemampuan permodalan ditujukan pada anak-anak jalanan yang sudah drop out dari sekolah dan usia sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah. Melalui strategi ini anak-anak jalanan diberi latihan keterampilan dan permodalan baik secara kelompok maupun perorangan. Upaya pengembangan strategi ni dilaksanakan dengan pola kemitraan dengan lembagalembaga terkait yang memiliki kompetensi dalam bidang usaha tertentu. Usia anak jalanan yang mendapatkan program ini terutama bagi mereka yang berusia antara 16-19 tahun. Hal ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa mereka akan segera memasuki masa remaja yang berarti pola pikir mereka diharapkan dapat berkembang untuk beralih berwirausaha dan tidak lagi berada di jalanan. Implementasi strategi pengembangan kemampuan permodalan dilaksanakan melalui suatu pelatihan dan bimbingan pengembangan bakat dan keterampilan bagi anak

jalanan. Materi yang diberikan dalam kegiatan tersebut diantaranya ; kebijakan pembangunan bidang kesejahteraan sosial, kesuksesan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, hubungan antar manusia, manajemen wirausaha, keterampilan perbengkelan, dan cara pembudidayaan keramba ikan air tawar. Materi yang diberikan dimaksudkan untuk memberikan bekal dari awal kepada anak jalanan tata cara berinteraksi dalam masyarakat yang beretika, dan sesuai dengan norma kesopan santunan yang jauh berbeda dengan pola kehidupan yang meraka dapatkan dijalanan. Sementara materi keterampilan disesuaikan dengan lingkungan dan bakat minat dari anak jalanan tersebut. Pendekatan yang dilaksanakan terhadap anak jalanan ini lebih diprioritaskan pada cara-cara persuasif sehingga secara sadar merasakan perlunya keterampilan bagi mereka supaya tidak kembali lagi kejalanan. Bagi mereka yang telah memiliki keterampilan yang memadai dan berkomitmen untuk meninggalkan kehidupan jalanan, pemerintah kota berupaya memfasilitasi dalam penyaluran ke lapangan pekerjaan seperti perbengkelan maupun usaha mandiri lainnya dengan jaminan Kantor Kegiatan Sosial dan Pemakaman. Sementara bagi mereka yang memiliki keluarga dan mempunyai potensi untuk mengembangkan keterampilannya dalam lingkungan keluarga, maka pemerintah kota berupaya untuk memberikan bantuan berupa permodalan usaha kecil dengan pengawasan yang ketat dan tetap dalam pantauan Kantor Kegiatan Sosial dan Pemakaman Kota Samarinda. Strategi ketiga adalah pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan. Anakanak jalanan yang semula berusaha secara individu didorong agar mau berusaha secara berkelompok maupun perorangan. Pembentukan kelompok maupun jenis usaha yang akan

dilaksanakan hendaknya muncul dari aspirasi mereka sendiri. Peran Institusi pemerintah maupun lembagalembaga pemberdayaan dilaksanakan terbatas pada upaya pendampingan dan monitoring saja. Hal ini dimaksudkan untuk tidak memberikan penekanan kepada anak bimbingan sehingga keterlibatan mereka dalam kelompok murni karena kesamaan visi dan sehingga terjalin suasana kondusif dalam melaksanakan usaha-usahanya. Jenis kelompok usaha bersama yang didorong untuk dikembangkan bagi anak jalanan diantaranya : kelompok usaha jualan sembako, menjahit, asesoris tubuh, jualan rokok, minuman dan makanan ringan, keramba ikan nila, servis sepeda motor, aksesoris HP/ jual pulsa. Kelompok usaha yang dikembangkan ini diupayakan tumbuh dan mampu dikelola dengan baik meskipun dengan modal usaha yang seadanya. Kemudian, jika melihat di daerah lain juga ada kebijakan yang melarang pemberian sedekah bagi pengemis, seperti yang dilakukan Pemda DKI Jakarta dengan PP Nomor 8 tahun 2007. Implementasi perda ini sampai sekarang cukup lemah karena tidak adanya pengawasan yang baik dari pemerintah. Dan terkesan hanya kuratif (pengobatan) bukan penanggulangan.

E. Alternatif Pilihan Kebijakan Dengan melihat dari berbagai praktik kebijakan di berbagai daerah, ada beberapa alternative kebijakan yang disarankan, antara lain: 1) Pengembangan pendidikan formal/ non formal. Sebagai anak yang juga memerlukan pendidikan maka perlua dikembangkan danay lembaga pendidikan khusus yang siap menampung anak jalanan, dnegan memberikan

kemudahan-kemudahan tertentu bagi mereka, seperti jam belajar di sore hari atau malam hari, dan lainnya. Hal ini diperluakan karena anak jalanan juga merupakan asset bangsa yang melanjutkan estafet pembangunan bangsa ke depan. Jika mereka hanya dianjurkan untuk mengikuti lembaga pendidikan formal, ada beberapa kendala,misalnya beban moral akan melingkupi mereka sebagai anak jalanan. Selain itu, peraturan pendidikan formal akan menyulitkan mereka untuk melanjutkan hidup, karena mereka mengalami kesulitan ekonomi. Yang terjadi adalah nantinya mereka akan terjun kemabli ke jalanan. Kendala dari kebijakan ini adalah diperlukan biaya yang cukup besar karena banyak sekali jumlah anak jalanan dengan berbagai tingkat usia dan pendidikannya. Selain itu, juga diperlukan tenaga pengajar khusus yang siap menempa mereka di luar jam-jam kerja. Serta diperlukan pemantauan yang ketat agar progress mereka juga termonitor dan tidak akan kembali ke jalanan. 2) Pengembangan kemampuan permodalan. Sebenarnya salah satu masalah esensial dari anak jalanan adalah himpitan ekonomi. Oleh karena itu, sebagai kebijakan alternative mereka diberikan modal usaha yang cukup untuk mengembangkan usahanya. Namun sebelum itu, perlu diberikan pelatihan-pelatihan berwirausaha, seperti yang digiatkan dalam ranah kampus saat ini. Dengan demikian, selain mereka mendapatkan pendidikan formal khusus, mereka juga akan terbina untuk menjadi wirausahawan sukses, tanpa harus berjualan yang tidak memberikan prospek yang jelas dan illegal (di jalanan). 3) Pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan Pembinaan anak jalanan menjadi wirausaha diarahkan kepada kepada esaha ekonomi kerakyatan, tanpa harus yang muluk-muluk. Karena apabila mereka sudah

diberikan pelatihan maka mereka akan mampu memanage usaha kecil mereka menjadi usaha kreatif mandiri. Misalnya, jual pulsa, minuman, makan, dan lainnya. 4) Program pemberdayaan keluarga anak jalanan Hal ini juga yang kurang menjadi perhatian pemerintah. Karena anak jalanan sebenarnya dapat ditanggulangi jika ada peraturan yang membina keluarga mereka dengan intervensi-intervensi tertentu. Sehingga selain pemerintah membina, ada keluarga yang juga akan memonitoring mereka dan aka nada sanksi jika mereka melanggar ketentuan yang ada. Dengan demikian, selain terbina dari pemerintah anak jalanan juga akan dipantau perkembangannya oleh keluarga. Dan manfaat lain juga akan menumbuhkembangkan usahanya bersama keluarga. Kemudian, bagi yang tidak mempunyai keluarga, akan berada di rumah singgah yang disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh LSM. Dengan demikian, tidak aka nada lagi anak jalanan yang terlantar di jalanan. Namun, implementasi dair kebijakan ini perlu adnaya pemantauna yang ketat dari pemeirntah agar tidak setengahsetengah dalam melakasnakan kebijakan. 5) Kemitraan berbagai pihak Hal ini yang kurang dilakukan. Perlu adnaya kemitraan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat umum untuk bersama-sama membagi peranan dalam pengentasan anak jalanan. Karena pengenatsan anak jalanan bukan hanya milik pemerintah semata, melainkan tanggun jawab bersama. Meskipun jelas dalam pasal pasal 34 diterangkan mengenai hal tersebut. Peranan nya seperti: swasta yang memabntu permodalan rumah singgah, LSM mengelola rumah singgah dan pemerintah memantau perkembangan mereka.

F. Rekomendasi kebijakan Dari berbagai alternative kebijakan yang ada terdapat kelebihan dan

kekurangannya. Namun, terlepas dari itu, untuk membentuk sebuah alternative kebijakan yang sinergis untuk mengentaskan anak jalanan maka harus dibentuk kebijakan yang bersifat preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Dalam makalah ini saya

merekomendasikan berbagai alternative kebijakan, antara lain: Preventif 1) Memberikan aturan hukum yang jelas mengenai larangan anak jalanan di Kota Semarang. 2) Memberikan sanksi bagi oknum yang memanfaatkan anak jalanan untuk kepentingan pribadi 3) Memberikan kampanye sosial kepada pengguna jalan agar tidak mengacuhkan anak jalanan, melainkan member imbauan dan perhatian agar mereka tidak menjadi anak jalanan Kuratif 1. 2. Memberikan pendidikan formal khusus kepada anak jalanan Memberikan pendidikan non formal yang mengarah kepada pelatihan

kewirausahaan mandiri 3. Memberikan modal usaha yang cukup kepada anak jalanan dan kelaurga untuk

berwirausaha 4. 5. Pembinaan keluarga anak jalanan untuk pemantauan anak jalanan Kemitraan dengan berbagai elemen, baik swasta (pengusaha), LSM, maupun

aktor lainnya dalam pengentasan anak jalanan sesuai dengan peranan masing-masing.

G. Tanggapan Sebenarnya berbagai alternatif kebijakan tersebut dapat dilaksanakan oleh pemerintah dengan menggandeng berbagai pihak. Dengan demikian, berbagai permasalahn yang mengganjal seperti SDM dan dana dapat diminimalisasi. Selain itu, juga perlua adanya peranan dari akademisi untuk dilibatkan dalam proses pembinaan anak jalanan. Terlepas dari itu semua, perlu adnaya pengawasan atau control yang baik dan efektif dari pemerintah. Karena selama ini, yang menjadi kekurangan dlam pelaksanaan pemerntah adalah dalam hal monitoring dan evaluasi sheingga yang terjadi adalah kebijakan hanya dilakukan setengah-setengah. Akibatnya tidak berjalan sesuai harapan. Harusnya terdapat monitoring untuk melihat progress implemenatsi kebijakan terhadap target serta evaluasi sehingga ada perbaikan terhadap langkah-langkah kebijakan yang akan dilakukan ke depanya, sebai alternative solusi kebijakn sekarang ini.

Referensi: Prof. Dr. Tjahya Supriatna, SU. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Jakarta: Rineka Ilmu http://www.sp4_2jauhari-penanganan-anak-jalanan432samarinda/pdf/com, diunduh pada 20 Juni pukul 20.11 WIB http://www.kondisi_anak_jalanan//i_reinita25.blogspot.com, diunduh pada 20 Juni pukul 20.11 WIB