femur

Upload: birman

Post on 08-Jan-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gjkjkgj

TRANSCRIPT

MANAJEMEN KASUS OrTOPEDIFraktur Femur

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu BedahRSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Disusun oleh : Amelia Rozianty (13712123)Pembimbing : dr. Mohammad Leonardo, Sp. OT

SMF ILMU BEDAH RSU DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA2014

UNIVERSITASISLAMINDONESIAFAKULTAS KEDOKTERANDEPARTEMEN ILMU BEDAH

STATUS PASIEN

Nama Dokter MudaAmelia RoziantyTanda Tangan

NIM13712123

Tanggal Presentasi

Rumah SakitRSU dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Gelombang Periode3 Maret 17 Mei 2014

A. Identitas pasien

Nama : Sdr. IP Umur: 20 tahun J. Kelamin: Laki-laki Alamat : Bandingan 3/2, Purbalingga Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar No. RM: 562391 Tgl. Masuk : 7 April 2014 Tgl. Diperiksa: 7 April 2014 Bangsal: Dahlia

B. AnamnesisKeluhan utama : Pasien tidak dapat menggerakkan tungkai kanan atas sesaat setelah kecelakaan.Riwayat Penyakit SekarangPasien mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar pukul 17.00 WIB pada tanggal 7 April 2014. Pasien mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm dengan kecepatan sekitar 70 km/jam. Sebuah motor datang dari arah berlawanan dan terjadi benturan antara keduanya. Pasien kemudian terjatuh membentur aspal kesebelah kanan dan motor yang masih berjalan terjatuh menimpa paha kanan pasien. Di tempat kejadian pasien sempat pingsan selama kurang lebih 10 menit. Saat berada di IGD RS dr. R. Goeteng Taroenadibrata pasien sadar dan mengerang kesakitan mengeluhkan tidak dapat menggerakkan tungkai atas kanannya. Pada paha kanan terdapat bengkak sewarna kulit. Ekstremitas bawah kanan pasien terlihat lebih pendek dibandingkan dengan ekstremitas bawah kiri.Di IGD RS dr. R. Goeteng Taroenadibrata, terhadap pasien dilakukan debridement pada wajah, pemasangan infus, pemberian obat secara injeksi, dan pemasangan urin kateter untuk monitoring urin output. Pasien kemudian diobservasi dan disiapkan untuk keperluan rontgen. Selama masa observasi, pasien tetap sadar, tidak pusing, tidak mual, tidak muntah, serta tidak ada keluar darah dari hidung, telinga, dan mulut.Riwayat Penyakit Dahulu:Tidak berhubunganRiwayat Penyakit Keluarga:Tidak berhubungan

C. Pemeriksaan FisikPrimary Survey Airway:Pasien dapat berbicara dangan lancar, tidak ada stridor, tidak ada sumbatan jalan nafas Breathing:Normal, dibuktikan dengan gerakan dada simetris, auskultasi vesikuler seluruh lapangan paru Circulation:Nadi teraba jelas 90x/m, akral hangat, TD: 100/60 Disability:Keadaan umum : cukup, kesadaran : compos mentis, GCS : 15; E4V5M6, reaksi pupil (+/+) isokor Exposure:Ada jelas vulnus laceratum multiple pada wajahStatus generalis Keadaan umum:Tampak kesakitan Kesadaran:Compos mentis Keadaan gizi:Cukup Vital sign:TD:100/60 mmHgN:90x/mR:24x/mS:36,80 C

Kepala-Leher Kepala:Benjolan (-), luka (-) Wajah:Multiple VL, pada dagu dan pelipis kanan Mata:CA (-/-), SI (-/-) Leher:DbnThorax:S1,S2 reguler, SDV (+/+)Abdomen:Supel, BU (+) N, NT (-)Ekstremitas:Status lokalisGenitourinaria:Dbn, DC produktif

Status lokalisRegio femoralis dextraLook:Bengkak sewarna kulit, tidak ada luka terbuka, terdapat deformitas pada sepertiga tengah, tampak pemendekan dibandingkan dengan ekstremitas inferior sinistra, tidak tampak sianosis pada bagian distal. Bagian distal tampak edem.Feel:Terdapat nyeri tekan, suhu rabaan hangat, arteri dorsalis pedis teraba, krepitasi (-), rangsangan taktil (+)Movement:Terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif

D. Diagnosis Suspect fraktur 1/3 media femur dextra Comusio cerebri CKR

E. Pemeriksaan Penunjang Darah rutin Foto rontgen femur dextra

F. Hasil pemeriksaan penunjang Darah rutinHb:13,3 g/dLAL:18.000 uLHmt: 42 %AE:4.800.000 uLAT:183.000 uLCT:5.00BT:4.00 Foto rontgen

Diskontinuitas complete transversal displaced angulasi 600 1/3 media femur dextraG. Diagnosis kerja Closed fraktur complete transversal displaced angulasi 600 1/3 media femur dextra Comusio cerebri CKRH. Manajemen PasienMedikamentosa preoperatif : Rehidrasi kebutuhan cairan dengan menggunakan infus RL 20 tpm Inj. Ketorolac 2 x 30 mg sebagai analgetika Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr sebagai profilaksis infeksi untuk luka pada wajah Inj. Anti Tetanus Serum 1500 IU sebagai profilaksis untuk mencegah tetanus Inj Tetanus Toxoid 0,5 ml sebagai profilaksis untuk mencegah tetanus

Non medikamentosa preoperatif : Pasang DC untuk monitoring urin output Bidai bagian yang patah untuk imobilisasi Debridement luka

I. Rencana operatif Tindakan Open Reduction Internal Fixation dengan Plate and Screw; pilihan lain dapat dilakukan Traksi tulang tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk fase penyembuhan Edukasi preoperasi Penjelasan jenis operasi yang akan dilakukan, perlunya dilakukan, cara , tujuan dan manfaat, keuntungan, kerugian. Puasa 10 jam menjaga agar lambung tetap kosong untuk keperluan anastesi, sehingga terhindar dari aspirasi muntah Monitoring keadaan umum baik, vital sign dalam batas normal, laboratorium dan kimia klinik dalam batas normal. Istirahatkan.

J. Terapi medikamentosa post operasi Mengurangi rasa nyeri dapat diberi analgetik ketorolac 3x30 mg Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik ceftriaxone 1x2 gr

K. Non-medikamentosa post operasiPasien diedukasi untuk imobilisasi, makan makanan yang bergizi, menjaga luka bekas operasi dan minum obat secara teratur agar fase penyembuhan tulang tepat waktu dan tidak mengalami malunion.

Fraktur Femur

I. PendahulanFraktur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada tulang melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur sering dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, pekerjaan, ataupun penyakit lainnya.1Fraktur femur adalah salah satu jenis fraktur yang sering terjadi. Insiden fraktur femur di USA diperkirakan 1 orang setiap 10.000 penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikumpukan oleh Unit Pelaksana Teknis Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalu lintas, 249 kasus atau 14,7% nya mengalami fraktur femur.1

II. DefinisiFraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total maupun parsial. 2,4

III. Proses terjadinya frakturUntuk mengetahui terjadinya mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan harus diketahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2Trauma dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Disebut trauma tidak langsung jika trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula.2

IV. Klasifikasi fraktur femurFemur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur dapat terjadi baik dari distal sampai ke proksimal femur.5,6 Fraktur femur secara umum dibedakan atas : fraktur leher femur, fraktur daerah trokanter, fraktur subtrokanter, fraktur diafisis femur, dan fraktur suprakondiler femur.2

a. Fraktur leher femurFraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada regio intrakapsular tulang panggul.7 Fraktur ini sering terjadi pada wanita usia di atas 60 tahun dan biasanya berhubungan dengan osteoporosis.8 Fraktur leher femur disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur leher femur.2Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden.8,9b. Stadium I adalah fraktur yang tidak sepenuhnya terimpaksi.c. Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeserd. Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedange. Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat

Gambar 1 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden2

A. Stadium IC. Stadium IIIB. Stadium IID. Stadium IV

Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan fraktur leher femur stadium I. Jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi fraktur leher femur stadium IV.8 Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada gambar 2

Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 300 Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 500 Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 700

Gambar 2 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel2

A. Tipe IB. Tipe IIC. Tipe IIIAnamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam posisi rotasi lateral dan anggota gerak bawah tampak pendek. Pada foto polos penting dinilai pergeseran melalui bentuk bayangan yang tulang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tak bergeser (stadium I dan II berdasarkan Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal. Sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non-union dan nekrosis avascular.8Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi, jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate and screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita diatas umur 55 tahun, berupa : eksisi artroplasti, hemiartroplasti, dan artroplasti total.2Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu :2 Komplikasi yang bersifat umum : trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus Nekrosis avaskular kaput femurKomplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur leher femur dengan pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasilisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih besar. Non-unionLebih dari 1/3 pasien fraktur leher femur tidak dapat mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat. Fiksasi yang tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan tergantung pada penyebab terjadinya non-union dan umur penderita. Osteoarthritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur atau nekrosis avaskuler Anggota gerak memendek Mal-union Malrotasi berupa rotasi eksterna

b. Fraktur intertrokanterFraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular.2,8 Seperti halnya fraktur leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula atau penderita osteoporosis. Kebanyakan pasien adalah wanita berusia 80-an.8Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma langsung pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe yang stabil dan tidak stabil. Fraktur yang stabil adalah fraktur yang korteks medialnya hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan dengan fiksasi internal.2,8Gambaran klinik fraktur intertrokanter biasanya pada pasien tua dan tidak sehat. Setelah jatuh pasien tidak dapat berdiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemendekan anggota gerak bawah dan berotasi keluar dibandingkan pada fraktur servikal (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya. Fraktur tanpa pergeseran yang stabil pada foto polos dapat terlihat sebagai tidak lebih dari retakan tipis disepanjang garis intertrokanter.8 Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif dengan traksi. Pemasangan fiksasi interna dilakukan dengan tujuan untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua.2

c. Fraktur batang femurFraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur. Fraktur melintang dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan langsung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari satu tempat.8Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser, femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat terbuka, simple, kominutif, fraktur Z, atau segmental.Gambaran klinik sebagian besar pasien adalah orang dewasa muda. Terjadi syok hebat, dan pada fraktur tertutup emboli lemak sering ditemukan. Ditemukan deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Paha membengkak dan memar.2,8 Pada foto polos fraktur dapat terjadi pada setiap bagian batang, tetapi yang paling sering adalah sepertiga bagian tengah, karena strukturnya relatif lebih ramping dibandingkan dengan bagian tulang lainnya. Fraktur dapat berbentuk spiral atau melintang. Pergeseran dapat terjadi pada setiap arah. Pelvis harus selalu difoto dengan sinar X untuk menghindari terlewatkannya cidera panggul atau fraktur pelvis yang menyertai.8Pengobatan dapat berupa terapi konservatif, yaitu :2 Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat kominutif dan segmental. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secra klinis.Terapi operatif dapat dilakukan :2 Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur. Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis. Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.

Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah syok, emboli lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, tromboemboli, dan infeksi.2Komplikasi lanjut dapat berupa :2 Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan Non-union, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya non-union dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan pengamatan terus-menerus selama perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomi. Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intramuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal. Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union yang solid.

d. Fraktur suprakondiler femur2Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batang metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas : tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan kominutif.

Gambar 3 Klasifikasi fraktur suprakondiler

A.Fraktur tidak bergeserC,D.Fraktur bergeserB.Fraktur impaksiE.Fraktur kominutif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa : traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson. Cast-bracing, dan spika panggul. Terapi operatif dapat dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan menggunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.

e. Fraktur subtrokanterFraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat. Gambaran klinisnya berupa anggota gerak bawah keadaan rotasi eksterna, memendek, dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor. Garis fraktur bisa bersifat transversal, oblik, atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal. Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunkan plate dan screw. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau bone grafting.2

Daftar pustaka

1. Rahmasari I. Pengaruh range of motion (ROM) secara dini terhadap kemampuan activity daily living (ADL) pasien post operasi fraktur femur di RSUI Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah; 2008.2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.3. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Bones, joints, and soft-tissue tumors. In: Robbins and Cotran pathologic basis of disease 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p 1219-1220.4. Sjamsuhidayat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.5. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighbone (femur) fracture.[online]. 2008 [cited 2014 April 14]; Available from: URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364.6. Cluett J. Femur fracture. [online]. 2005. [cited 2014 April 14]; Available from: http://orthopedics.about.com/od/brokenbones/a/femur.htm.7. Hoppenfeld S, Murthy VL. Treatment & Rehabilitation of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2000.8. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta:Widya Medika; 1995.

9. Perry CR, Elstrom JA. Handbooks of fracture. Ed 2nd.United State of America: McGraw-Hill; 2000