repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · upaya pendayagunaan ib pada sapi akan berdampak...

19

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan
Page 2: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan
Page 3: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan
Page 4: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

PRODUKSI ANAK DAN EMBRIO JANTAN KERBAU DENGAN APLIKASI METODE DEEP INTRACORNUAL ARTIFICIAL

INSEMINATION (DIAI) MENGGUNAKAN SPERMA SEXING

Bayu Rosadi, Teguh Sumarsono, Darmawan, Fachroerrozi Hoesni

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan metode Deep Intracornual Artificial Insemination (DIAI) pada kerbau dengan menggunakan sperma beku hasil seksing untuk produksi anak dan embrio. Target penelitian ini adalah memperoleh metode Inseminasi

Buatan (IB) yang efektif dalam memproduksi anak jantan melalui IB dan embrio jantan kerbau. Penelitian akan dilaksanakan dalam 2 tahap (2 tahun). Pada tahun pertama, akan dilakukan percobaan untuk menentukan efektifitas DIAI dalam menghasilkan kebuntingan

pada induk kerbau. Akseptor penelitian tahun pertama berlokasi di Sungai Rengas (Kabupaten Batanghari, Jambi) dan Krayan (Kabupaten Nununkan, Kalimantan Utara), dibagi dalam tiga perlakuan yaitu: P0= IB konvensional menggunakan semen beku tanpa sexing, P1= IB

konvensional menggunakan semen beku hasil sexing, dan P2= DIAI menggunakan semen beku hasil sexing. Semua induk diprogram sinkronisasi menggunakan preparat hormon PGF2α dilanjutkan dengan inseminasi buatan (Rosadi et al. 2016). Kebuntingan dan jenis

kelamin fetus dieksaminasi hari ke-54 sampai hari ke-70 setelah IB dengan menggunakan USG (iScan, Draminski). Peubah yang diamati adalah non-return rate, angka konsepsi, dan rasio jantan/betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan IB dengan semen sexing

memperoleh angka kebuntingan yang berbeda (P<0,05). Teknik IB dengan DIAI menggunakan semen sexing mendapatkan hasil yang sama dengan IB konvensional menggunakan semen non sexing. Penggunaan seme beku sexing pada kerbau meningkatkan proporsi fetus jantan mencapai diatas 80%.

Kata kunci: kerbau, IB, DIAI, sperma sexing, embrio

Page 5: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi reproduksi ternak telah memberikan manfaat

nyata bagi masyarakat peternak di Indonesia terutama teknologi inseminasi

buatan (IB) dan transfer embrio (TE). Di Indonesia teknologi IB sudah

diterapkan secara luas pada ternak sapi, pada ternak ruminansia lain juga sudah

dimulai. Penerapan TE masih terkendala untuk penerapan secara masif karena

produksi embrio masih terbatas dan angka konsepsi yang masih lebih rendah

dibanding hasil IB. Manfaat IB diantaranya memperbaiki kualitas sapi mela lui

perbaikan mutu genetik, dalam hal ini sapi lokal dapat menghasilkan anak sapi

unggul dari bangsa sapi Bos indicus (Onggole, Brahman, dll) dan Bos taurus

(Simmental, Limousine, FH, dll.). Penerapan IB juga dapat meningkatkan

produksi anak secara teratur, efisiensi biaya dan waktu dengan tidak perlu

memelihara pejantan dan mencegah perkawinan sedarah pada sapi betina

(Gunawan et al 2015). Penerapan IB di lapangan dapat ditunjang dengan

penerapan teknologi pendukung yaitu sinkronisassi estrus (Rosadi dan

Sumarsono, 2004) dan induksi estrus post partum (Rosadi et al 2012).

Produksi anak hasil IB dengan jensi kelamin yang diinginkan

dimungkinkan dengan adanya teknologi sexing spermatozoa. Jenis kelamin

ternak ditentukan oleh adanya kromosom X dan Y pada spermatozoa. Jika

spermatozoa X membuahi sel telur akan dihasilkan anak betina, jika

spermatozoa Y yang membuahi maka anak yang diperoleh berkelamin jantan

(Garner dan Hafez 2008). Inseminasi buatan dengan sperma hasil sexing sangat

mendukung program pemuliabiakan ternak sapi khususnya di peternakan rakyat.

Pada peternakan sapi potong kelahiran anak jantan lebih diharapkan, karena sapi

jantan tumbuh lebih cepat, karkasnya lebih tinggi daripada sapi betina dan nilai

ekonomisnya lebih baik. Sebaliknya, untuk sapi perah, anak betina lebih

menguntungkan karena dapat dijadikan bibit penghasil susu. Inseminasi

menggunakan semen sapi yang mengandung sperma hasil sexing

menguntungkan bagi para peternak.

Page 6: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

Gunawan et al (2015), melaporkan tingkat efisiensi reproduksi IB dengan

sperma X dan sperma Y adalah sama tetapi lebih rendah dibandingkan sperma

tanpa sexing walaupun angka efisiensinya masih dalam kisaran normal.

Situmorang et al (2014) melaporkan bahwa hasil IB dengan sperma sexing X

mencapai 65%. Selama proses sexing terjadi penurunan kualitas sperma sapi

(Juniandri et al 2014), kemudian pada proses pembuatan semen beku akan

terjadi penurunan kualitas kembali. Walaupun demikian, kualitas sperma sexing

setelah pencairan kembali (thawing) tidak berbeda dibandingkan sperma tanpa

sexing dengan motilitas diatas 40% (Kaiin et al 2012),

Pendekatan untuk meningkatkan angka kebuntingan hasil IB telah

dilakukan dengan modifikasi teknik deposisi semn beku dikenal dengan deep

intracornual artificial insemination (DIAI). Deposisi semen dekat dengan

uterus-tubal junction dapat menurunkan spermatic loss karena aliran mucosa

uterus atau karena fagositosis selama migrasi uterus (Lopez-Gatius et al 2000;

Seidel Jr et al 1999). Keuntungan terbesar DIAI terkait penggunaannya secara

profesional adalah mendapatkan persentase kebuntingan yang lebih tinggi

dengan pemakaian jumlah sperma yang lebih sedikit (Larson et al 2010,

Campanile et al 2011, Meireles et al 2012).

1.2. Urgensi Penelitian

Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap

produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

dapat meningkatkan keberhasilan IB dicerminkan dengan meningkatnya angka

kebuntingan termasuk kegiatan IB dalam rangka produksi embrio. Produksi anak

sesuai jenis kelamin yang diinginkan dengan memanfaatkan sperma sexing

terkendala dengan efisiensi reproduksi yang lebih rendah dibandingkan sperma

tanpa sexing. Penggunaan sperma sexing pada IB seyogyanya dapat

dikombinasikan dengan teknik DIAI dengan harapan angka kebuntingan hasil IB

sperma sexing dapat ditingkatkan. Untuk itu, kajian mengenai efek penggunaan

teknik DIAI terhadap keberhasilan IB sperma sexing perlu dilakukan.

Page 7: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan metode Deep

Intracornual Artificial Insemination (DIAI) pada sapi potong dengan

menggunakan sperma beku hasil seksing untuk produksi anak dan embrio.

Tujuan khusus penelitisan ini adalah:

a. Mengetahui efisiensi reproduksi (CR, S/C) hasil IB betina sapi

potong menggunakan semen beku dengan sperma beku hasil sexing.

b. Mengetahui persentase jenis kelamin fetus dan anak yang

diinginkan dari keseluruhan fetus dan anak yang diperoleh.

c. Mengetahui keberhasilan fertilisasi hasil IB sperma sexing pada program

superovulasi betina donor untuk memperoleh embrio.

d. Mengetahui persentase embrio yang layak transfer hasil IB sperma

sexing.

e. Mengetahui keberhasilan kebuntingan pasca TE hasil IB sperma sexing.

f. Mengetahui persentase jenis kelamin anak yang diinginkan pasca TE.

1.4. Target Luaran Penelitian

Target penelitian ini adalah memperoleh metode Inseminasi Buatan (IB)

yang efektif dalam memproduksi anak jantan melalui IB dan embrio jantan

sapi potong pada program embrio transfer.

Page 8: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sexing Sperma

Jenis kelamin dapat ditentukan melalui kromosom yang terdapat pada

spermatozoa. Spermatozoa terdiri dari dua jenis, yaitu spermatozoa pembawa

kromosom X dan spermatozoa pembawa kromosom Y. Keberhasilan

spermatozoa X membuahi sel telur akan menghasilkan anak dengan kelamin

betina (XX) dan sebaliknya spermatozoa Y akan menghasilkan anak jantan (XY)

(Juniardi et al 2014).

Spermatozoa X dan Y masing-masing berbeda dalam ukuran dan bentuk,

berat, demsitas, motilitas, muatan dan kandungan biokimia pada permukaannya

(Hafez 2000). Beberapa perbedaan ini menyebabkan spermatozoa X dan

memungkinkan untuk dipisahkan. Berbagai metode pemisahan spermatozoa

telah banyak dilakukan yaitu sedimentasi, kolom albumin, sentrifugasi gradient

densitas, elektroforesis, H-Y antigen, flow cytometry dan filtrasi dengan kolom

sephadex (Hafez 2000).

Keberhasilan menggunakan spermatozoa X dan Y ini sekitar 85-95%

(Garner dan Seidel 2000) sedangkan rasio jumlah spermatozoa X dan Y sebelum

pemisahan adalah 50%:50% (Hafez 2000). Pemisahan dengan kolom albumin

merubah proporsi sperma X menjadi sekitar 80% naik dari proporsi normalnya

50% (Afiati 2004). Susilawati (2000), telah melakukan sentrifugasi gradien

densitas percoll menghasilkan spermatozoa X pada lapisan bawah sebanyak

89%. Sentrifugasi menggunakan 10 gradien dengan kecepatan 2250 rpm selama

lima menit mempunyai kemampuan pemisahan yang tinggi yaitu sebesar 83,1%.

Dengan menggunakan albumin telur, Solichati et al (2008) memperoleh 62,8%

sperma Y pada fraksi bawah dengan konsentrasi albumin telur 70%.

Penurunan kualitas sperma sexing dibandingkan dengan sperma tanpa

sexing terdapat pada perpanjangan waktu 4 jam setelah thawing menunjukkan

sperma sexing mengalami penurunan motilitas di bawah 40% (Said et al 2004).

Penurunan efisiensi pada produksi embrio in vitro biasanya dilaporkan ketika

menggunakan sperma hasil sexing. Hal ini ditandai kualitas sperma di bawah

Page 9: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

standar setelah pemisahan, pembekuan, dan thawing (Pressice et al 2011).

Keberhasilan kebuntingan dan ketepatan jenis kelamin pedet yang dilahirkan

merupakan pembuktian akhir dari aplikasi IB sperma seksing. Gunawan et al

(2015) melaporkan kesesuaian jenis kelamin pedet dari sperma X mencapai 87%

dan sperma Y mencapai 89,5% Pada sapi perah dilaporkan bahwa hasil IB

dengan sperma X hasil pemisahan menggunakan albumin telur mencapai 65%

(Situmorang et al 2014).

2.2. Deep Intracornual Artificial Insemination (DIAI)

Pemahaman yang lebih baik mengenai anatomi dan fisiologi reproduksi

(transportasi dan daya tahan gamet) dan proses-proses yang terlibat dalam

fertilisasi memungkinkan pengembangan prosedur IB yang lebih efisien (Hunter

dan Greeve 1998). Tidak ada perdebatan mengenai keuntungan deposisi semen

di uterus dibandingkan di cervix, tetapi beragam pendapat mengenai loksai tepat

deposisi semen setelah cervix.

Dalton et al (1999) melaporkan bahwa fertilisasi oosit di tuba falopii lebih

baik pada bilateral DIAI, semen dideposisikan di di bagian tengah cornua.

Deposisi semen dekat dengan uterus-tubal junction dapat menurunkan spermatic

loss karena aliran mucosa uterus atau karena fagositosis selama migrasi uterus

dan meningkatkan angka kebuntingan 10,3% (Lopez-Gatius et al 2000; Seidel Jr

et al 1999). Penggunaan bilateral DIAI dengan setengah dosis semen diletakkan

jauh ke dalam cornua uterus menghasilkan kebuntingan 64,7% dibandingkan IB

konvensional sebesar 44,7% (Senger et al, 1988). Kurykin et al (2006)

menunjukkan kecenderungan kenaikan angka kebuntingan setelah DIAI

menggunakan 2 juta sperma dibandingkan penempatam semen di tengah cornua.

Keuntungan terbesar DIAI terkait penggunaannya secara profesional adalah

mendapatkan persentase kebuntingan yang lebih tinggi dengan pemakaian

jumlah sperma yang lebih sedikit (Larson et al 2010, Campanile et al 2011,

Meireles et al 2012).

Page 10: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

2.3. Roadmap Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari peta jalan penelitian bidang

reproduksi di Fakultas Peternakan Universitas Jambi dan mengacu RIP

Universitas Jambi bidang unggulan”Peningkatan Produktivitas Ternak Berbasis

Teknologi dan Sumber Daya Lokal”. Bagian dari peta jalan penelitian yang

terkait penelitian ini adalah:

Tujuan: Optimalisasi proses reproduksi ruminansia untuk produksi bibit unggul dan konservasi satwa

TEMA RISET OBYEK RISET KON SE N T RA SI METODE DAN

PRODUK/HASIL

RISET TEKNOLOGI

Sinkronisasi

estrus

Manip ula si

siklus estru s Deteksi

Teknologi Eksplo ra si pada sapi estrus dengan

dan kerba u tepat

Repr od uk si Sumbe rd ay a

Tern ak Reproduksi Ovsynch

Produk si Insem ina si

Pedet dgn jns

embrio dan

Buatan

kelam in

pedet

RIP UNJA Bidang : DIAI Sperma sexing

Penin g ka ta n

Produ ktiv ita s Tern ak

BeBer

Berba i Teknologi

dan Sumberdaya

Lokal

Page 11: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

BAB III.

METODE PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan selama du tahun dengan perincian seperti sebagai

berikut (Bagan Alir):

OBYEK

PROSES

PERLAKUAN

PENGA-

MATAN

PARAMETER

TARGET

LUARAN

STANDAR

PENCAPAIA

N

TAHUN PERTAMA

60-90 ekor induk kerbau

Seleksi induk intervensi hormonal,

3 perlakuan teknik IB dgn

atau tanpa sperma sexing

Pemeriksaan kebuntingan, penentuan jenis kelamin fetus

CR, S/C, persentase

jantan/betina

Mendapatkan metode IB

terbaik dgn sperma sexing

Terdapat sekurangnya fetus

dgn jns kelamin diinginkan

sebanyak 75%

TAHUN 2

10 ekor sapi induk donor

Seleksi induk,

superovulasi IB

2 perlakuan terbaik tahun

untuk produksi embrio in vivo

Flushing embrio, pemeriksaan kebuntingan

pasca TE, penentuan jenis kelamin fetus

Jumlah embrio layak transfer, kebuntingan

pasca TE, persentase jantan/betina

Mendapatkan metode IB untuk produksi

embrio jenis kelamin

tertentu pada sapi

Jumlah embrio layak transfer > 3

Jns kelamin diinginkan >75%

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

Page 12: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

3.1. Ternak

Ternak yang digunakan adalah induk kerbau yang dipelihara peternak di

dua sentra kerbau yaitu Sungai Rengas Kabupaten Batang Hari (Jambi) dan

Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara). Jumlah induk yang

digunakan untuk tahun pertama 60-90 ekor sebagai akseptor IB, pada tahun

kedua juga berjumlah 10 ekor induk untuk donor embrio..

Kriteria ternak sapi yang akan dijadikan akseptor adalah yang berumur

lebih dari dua tahun bagi yang dara atau induk yang pernah beranak dan tidak

mengalami gangguan reproduksi. Induk yang beranak adalah induk pada paritas

kesatu sampai ketiga untuk memperkecil keragaman akibat tingkat fertilitas

individu karena pengaruh umur dan paritas.

Induk betina yang akan dijadikan donor pada tahun kedua dipilih

berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki siklus estrus yang teratur

b. Fertil dibuktikan dengan pernah beranak minimal satu kali

c. Memiliki postur yang sempurna

d. Bobot tubuh minimal 250 kg.

3.2. Seleksi Induk dan Perlakuan

Sebelum digunakan induk-induk kerbau akan diseleksi berdasarkan

catatan dari petugas teknis lapangan serta pemeriksaan kondisi uterus dan

ovarium dengan cara palpasi rektal. Untuk tahun pertama, induk- induk yang

terpilih dengan organ reproduksi normal dibagi dalam 3 perlakuan (masing-

masing 20-30 ekor) yaitu:

P0 = IB konvensional dengan semen tanpa sexing

P1 = IB konvensional dengan semen sexing

P2 = DIAI dengan semen sexing

Page 13: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

Untuk penelitian tahun ke-2, dilakukan produksi embrio dari induk donor.

Sebanyak 10 ekor induk donor akan diprogram superovulasi sebagai berikut:

injeksi intramuscular 40 mg FSH diberikan 2 kali sehari selama 4 hari dengan

dosis menurun 7, 6, 4, 3 mg. Pada hari ketiga perlakuan sapi diinjeksi PGF2α ,

kemudian satu hari setelah penyuntikan terakhir, induk di-IB, IB diulang 8 dan

16 jam kemudian. Perlakuan IB pada sapi donor masing-masing 5 ekor.

P1 : IB konvensional

P2: DIAI

3.3. Panen Embrio (Flushing)

Embrio dipanen 7 hari setelah IB pada sapi donor. Koleksi embrio

dilakukan dengan memasukkan cairan pembilas berupa PBS+5% serum kedalam

cornua uterus menggunakan kateter. Cairan pembilas dikeluarkan, embrio

diamati menggunakan mikroskop. Embrio yang diperoleh diseleksi. Embrio

yang dipakai adalah embrio grade 1 dan 2 menurut standar IETS (Bo dan

Mapletoft 2013). Embrio grade 1 dibekukan dengan metode vitrifikasi,

selanjutnya disimpan dalam nitrogen cair, untuk sewaktu-waktu digunakan pada

program TE ke betina resipien.

3.4. Transfer Embrio

Transfer embrio hasil produksi in vivo dengan IB menggunakan semen

sexing dilakukan pada betina resipien yang sudah disiapkan sebelumnya. Betina-

betina calon resipien disinkronisasi dengan insersi CIDR-B selama 9 hari

(Rosadi dan Sumarsono 2004). Gejala estrus diamati 2-3 hari setelah pencabutan

CIDR-B. Pada betina-betina resipien yang mengalami estrus, embrio dideposisi

pada apex cornua uterus secara ipsilateral (searah dengan lokasi corpus luteum).

7 hari setelah munculnya estrus

Page 14: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

3.5. Pemeriksaan Kebuntingan

Untuk kerbau-kerbau akseptor pada tahun pertama dilakukan pemeriksaan

kebuntingan. Penentuan kebuntingan dilakukan dengan metode palpasi rektal 60

hari setelah IB atau TE. Untuk menentukan jenis kelamin fetus dilakukan

pemeriksaan dengan USG pada hari yang sama.

3.6. Analisis Data

Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak Excel.

Untuk melihat penngaruh perlakuan terhadap kebuntingan, data dianalisis

dengan Chi-square. Data S/C, jumlah embrio, dan persentase fetus/pedet

berkelamin tertentu dianalisis dengan uji-T

Page 15: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Angka Kebuntingan (Conception Rate)

Angka kebuntingan hasil IB menggunakan metode IB konvcnsional dan DIAI

dengan semen sexing dan non sexing tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Angka

kebuntingan (%) hasil IB pada kerbau

Perlakuan Jumlah akseptor (ekor) Jumlah induk Angka kebuntingan

bunting (ekor ) (%)

P0 35 17 48,57b

P1 26 10 38,46a

P2 17 8 47,06b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Angka kebuntingan P1 rendah dari P0 (P<0,05). Pada P1, semen beku yang

digunakan adalah hasil sexing. Proses sexing merupakan prosedur tambahan dalam

pengolahan semen segar menjadi semen beku, proses tersebut dapat mengakibatkan

penurunan kualitas semen sexing yang digunakan untuk IB. Penurunan kualitas sperma

sexing dibandingkan dengan sperma tanpa sexing terdapat pada perpanjangan waktu 4

jam setelah thawing menunjukkan sperma sexing mengalami penurunan motilitas di

bawah 40% (Said et al 2004). Penurunan efisiensi pada produksi embrio in vitro biasanya

dilaporkan ketika menggunakan sperma hasil sexing. Hal ini ditandai kualitas sperma di

bawah standar setelah pemisahan, pembekuan, dan thawing (Pressice et al 2011).

Angka kebuntingan P2 tidak berbeda nyata dengan P0 (P>0,05). Pada P2, semen

beku mengandung spermatozoa hasil sexing Y ditempatkan lebih ke dalam di

pertengahan cornua uteri, bukan di bifurcation seperti pada IB konvensional. Kekurangan

kualitas pada P2 dikompensasi dengan jarak yang ditempuh spermatozoa yang lebih dekat

dengan tempat fertilisasi di tuba falopii.

Dalton et al (1999) melaporkan bahwa fertilisasi oosit di tuba falopii lebih baik

pada bilateral DIAI, semen dideposisikan di di bagian tengah cornua. Deposisi semen

dekat dengan uterus-tubal junction dapat menurunkan spermatic loss karena aliran

mucosa uterus atau karena fagositosis selama migrasi uterus dan meningkatkan angka

kebuntingan 10,3% (Lopez-Gatius et al 2000; Seidel Jr et al 1999). Penggunaan bilateral

DIAI dengan setengah dosis semen diletakkan jauh ke dalam cornua uterus menghasilkan

kebuntingan 64,7% dibandingkan IB konvensional sebesar 44,7% (Senger et al, 1988).

Kurykin et al (2006) menunjukkan kecenderungan kenaikan angka

Page 16: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

kebuntingan setelah DIAI menggunakan 2 juta sperma dibandingkan penempatam semen

di tengah cornua.

4.2. Jenis kelamin fetus

Rasio kelamin anak jantan/betina tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Rasio fetus jantan/betina

Induk kerbau

Perlakuan bunting yg Fetus jantan (ekor) Fetus betina (ekor)

dieksaminasi

P0 12 7 (58,3% ) 5 (41,7% )

P1 8 7 (87,5% ) 1 (12,5% )

P2 6 5 (83,3% ) 1 (16,7% )

Hasil IB dengan semen non sexing menunjukkan bahwa jumlah anak jantan dan

betina berimbang. Pada semen beku non sexing, jumlah spermatozoa Y dan jumlah

spermatozoa X mempunyai proporsi yang sama. Kedua jenis spermatozoa mempunyai

pelung yang sama untuk memfertilisasi oosit. Ketika spermatozoa Y yang

memfertilisasi, maka embrio yang dihasilkan berjenis kelamin jantan, sedangkan jika

spermatozoa X yang memfertilisasi, maka embrio yang dihasilkan berjenis kelamin

betina. Semen beku hasil sexing, mempunyai proporsi spermatozoa Y dan X yang tidak

sama. Dalam peneltian ini digunakan semen beku dengan proporsi spermatozoa Y yang

lebih banyak. Pada P1 diperoleh persentase fetus jantan 87,5% dan pada P2 83,3%. Hasil

ini menunjukkan bahwa sexing sperma merubah secara signifikan proporsi jenis kelamin

fetus yang secara alamiah seimbang antara jantan dan betina.

Page 17: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

Penentuan jenis kelamin fetus ini dilakukan dengan pengamatan genital tubercle

(Gambar 2).

Gambar 2. Genital tubercle jantan (kiri) dan genital tubercle betina (kanan)

Keberhasilan kebuntingan dan ketepatan jenis kelamin pedet yang dilahirkan merupakan

pembuktian akhir dari aplikasi IB dengan sperma sexing ini. Gunawan et al (2015)

kesesuaian jenis kelamin sperma X mencapai 87% dan sperma Y mencapai 89.5%.

Rosadi et al (2018) melaporkan bahwa penggunaan semen beku hasil sexing Y

meningkatkan proporsi jumlah fetus jantan pada sapi potong mencapai 90%.

Page 18: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Afiati F. 2004. Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y hasil

separasi kolom albumin. Media Peternakan 27 (1): 16-20.

Bo GA, Mapletoft RJ. 2013. Evaluation and classification of bovine embryos. Anim Reprod 10 (3): 344-348.

Campanile G, Gasparrini B, Vecchio D, Neglia G, Senatore EM, Bella. 2011 Pregnancy rates following AI with sexed semen in Mediterranean Italian buffalo heifers (Bubalus bubalis). Theriogenology 76:500-6.

Dalton JC, Nadir S, Bame JH, Saacke RG. Effect of a deep uterine insemination on spermatozoa accessibility to the ovum in cattle: a competitive insemination study. Theriogenology 1999; 51:883-90.

Garner DL, Hafez ESE. 2008. Spermatozoa and Seminal Plasma. Edited by B Hafez/ ESE Hafez. South California USA. Pp 96-109.

Garner Dl, Seidel GE Jr. 2000. Sexing bull sperm. In: Chenoweth PJ (ed).Topics in Bull Fertility. International Veterinary Services IVISO. Colorado State

University, Fort Collins, Colorado, USA.

Gunawan M, EM Kaiin, S Said. Aplikasi Inseminasi Buatan dengan Sperma Sexing Sapi di Peternakan Rakyat. 2015. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia Vol 1 (1): 93-96.

Hafez, ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Hunter RHF, Greve T. Deep uterine insemination in cattle: a fruitful way forward with small numbers of spermatozoa. Acta Vet Scan. 1998;

39:149-63.

Juniandri, Susilawati T, Isnaini N. 2014. Perbandingan Pengencer Andromed dan CEP-2 terhadap Kualitas Spermatozoa Sapi Hasil Seksing dengan Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll. Jurnal Veteriner Vol 15 (2): 252-262.

Kaiin EM, Gunawan M, Afiati F, Said S, Tappa B. 2012. Production of frozen sexing sperm separated by BSA column method with standarized on

artificial insemination center. Proceedings International Conference on Biotechnology, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong, Bogor.

Larson JE, Lamb GC, Funell BJ, Bird S, Martins A, Rodgers JC. 2010.

Embryo production in superovulated Angus cows inseminated four times with sexed-sorted or conventional frozen-thawed semen. Theriogenology 73:698-703.

Page 19: repository.unja.ac.id faperta lengkap.pdf · Upaya pendayagunaan IB pada sapi akan berdampak positif terhadap produktivas ternak sapi secara keseuruhan. Penerapan teknik DIAI, diharapkan

Meirelles C, Kozicki LE, Weiss RR, Segui MS, Souza A, dos Santos IW, dos

Santos Breda JC. 2012. Comparison Between Deep Intracornual Artificial Insemination (DIAI) and Conventional Artificial Insemination (AI) Using low Concentration of Spermatozoa in Beef Cattle. Bra Arch Biol Tech vol 55 (1): 371-374.

Presicce GA, Antonino Bella, Jie Xu, Guochun Gong, Ellena M. Senatore, Juan F. Moreno, Xiangzhong Yang, Sanjeev Chaubal, . Cindy Tian, Fei Xue, Fuliang Du. 2011. Oocyte Source and Hormonal Stimulation for In Vitro Fertilization Using Sexed Spermatozoa in Cattle. Veterinary Medicine International, Article ID 145626, 8 pages doi:10.4061/2011/145626

Rosadi B, Sumarsono T. 2004. Efek pemberian progesteron dan prostaglandin terhadap keberhasilan sinkronisasi estrus dan kebuntingan sapi lokal Sumatera yang terindikasi malnutrisi ringan. JIIP 12 (3): 174-181.

Rosadi B, Sumarsono T, Darmawan. 2012. Fixed-time artificial insemination sapi potong dengan metode ovsynch dan modifikasinya. JIIP 16 (2): 130-138.

Rosadi, B. Sumarsono T, Darmawan, Jalius. 2018. The Application of Deep Intracornual Artificial Insemination using Sexed Sperm to Produce Male Offsprings in Beef Cattle. Proceeding International Conference on

Animal Production for Food Sustainability (ICAPFS-2018), Padang, West Sumatra, Indonesia, October 10-12th.

Said S, Kaiin EM, Afiati F, Gunawan M, Tappa B. 2004. Pengaruh metode dan lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi Peranakan Ongole. J Protein 12 (1): 81-88.

Seidel Jr GE, Schenk JL, Herickhoff LA, Doyle SP,Brink Z, Green RD et al. Insemination of heifers with sexed sperm. Theriogenology 1999; 52:1407-20.

Senger PLP, Senger L, Becker WC, Davidge ST, Hillers JK. Reeves JJ nfluence of cornual insemination on conception in dairy cattle. J Anim Sci. 1988; 66: 3010-16.

Situmorang P, Sianturi RG, Kusumaningrum DA. 2014. Kelahiran anak sapi merah betina menggunakan sexed sperma yang dihasilkan dengan kolom albumin telur. JITV 18(3):185-191.

Solihati N. Lestari TD, Setiawan R, Arifin J, Haryanti T. 2008. Penggunaan albumen untuk separasi spermatozoa epididymis domba Garut. J Ilmu Ternak 8(1):95-100.

Susilawati T. 2000. Analisis Membran Spermatozoa Sapi Hasil Filtrasi Sephadex dan Sentrifugasi Gradient Densitas Percoll pada Proses Seleksi Jenis Kelamin. Surabaya. Universitas Airlangga.