fakultas syari’ah dan hukumrepository.radenfatah.ac.id/6971/1/skripsi bab i.pdf · 2020. 6....
TRANSCRIPT
-
i
i
PANDANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI PALEMBANG
TERHADAP PELAKSANAAN HAK RESTITUSI BAGI ANAK YANG
MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA MENURUT PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM
SKRIPSI
OLEH :
ICHLASUL AMAL
NIM : 1651600045
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2020
-
ii
ii
-
iii
iii
-
iv
iv
-
v
v
-
vi
vi
-
vii
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Pandangan Hakim Pengadilan Negeri Palembang Terhadap
Pelaksanaan Hak Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana Menurut
Perspektif Hukum Pidana Islam. Dimana anak sebagai korban tindak pidana dalam praktik
penerapan hukum pidana selama ini hanya diposisikan sebagai “saksi korban” dan
terkadang mengabaikan posisi korban sebagai “pencari keadilan” serta menanggung sendiri
kerugian yang di deritanya baik kerugian secara materiil (yang dapat dihitung) dan kerugian
immateriil (tidak dapat dihitung). Namun dalam Pasal 71 D Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak berbunyi : ”Setiap anak yang menjadi
korban sebagaimana dimaksud Pasal 59 Ayat (2) huruf b anak yang berhadapan dengan
hukum), huruf d (anak yang dieksploitasi secara seksual dan ekonomi), huruf f (anak yang
menjadi korban pornografi), huruf h (anak korban penculikan, penjualan, dan
perdagangan), huruf i (anak korban kekerasan fisik dan psikis) dan huruf j (anak korban
kejahatan seksual) berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak restitusi yang menjadi
tanggung jawab pelaku kejahatan”.
Adapun permasalahan yang di angkat sebagai fokus penelitian adalah 1)
Bagaimana pandangan hakim Pengadilan Negeri Palembang terhadap pelaksanaan hak
restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana di wilayah hukum pengadilan negeri
palembang 2) Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pelaksanaan hak restitusi
bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis-
empiris, yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan
hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, sumber data yang digunakan
adalah sumber data primer yang diperoleh secara langsung dari studi lapangan, dan data
sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, kemudian disimpulkan secara deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
Pandangan Hakim Pengadilan Negeri Palembang Terhadap pelaksanaan hak restitusi bagi
anak yang menjadi korban tindak pidana adalah belum terlaksana pelaksanaanya di wilayah
hukum Pengadilan Negeri Palembang mengingat belum adanya putusan yang mengarahkan
bahwa putusan tersebut harus memberikan hak restitusi. Adapun tinjauan hukum pidana
Islam terhadap pelaksanaan hak restitusi adalah dapat berupa hukuman pokok (qishash-
diyat) dimana berorientasi pada perhatian dan perlindungan terhadap korban dalam
penyelesaiannya melalui perdamaian atau melalui pendekatan restorative justice dan juga
dapat berupa hukuman tambahan takzir yang diperberat dengan diyat yang telah ditentukan
oleh ulil amri.
Kata Kunci : Hak Restitusi, Perlindungan Anak, Anak Korban Tindak Pidana
-
viii
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
َصِغيَرنَا َويَُوق ِْر َكبِيَرنَا لَْيَس ِمنَّا َمْن لَْم يَْرَحْم
“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak
menghormati yang lebih tua. ”(HR. at-Tirmidzi no. 1842 dari shahabat Anas bin
Malik)
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
❖ Allah Swt. karena rahmat-Nya yang begitu besar, anugerah ilmu, nikmat
kesempatan dan kesehatan dari-Nya, penulis mampu menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
❖ Kedua orang tuaku, Ibunda (Siti Rukhanah, S.Pd) dan Ayahanda (Edy
Syafiq, S.H) yang selalu memberikan pendidikan yang baik, dukungan, doa
yang tiada henti, serta motivasi, semangat yang besar dalam hidupku,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Selalu Menjadi teladan yang baik,
selalu siap mendengarkan keluh kesah selama menulis skripsi.
❖ Kakakku (M. Riv’at Ridlo, S.T) dan Adikku (Inayah Alvisyahr) tersayang
yang selalu memberi semangat dan motivasi agar dapat menyelesaikan
skripsi ini.
❖ Untuk Dosen Pembimbingku yang selalu sabar membimbing dalam
penyusunan skripsi hingga selesai.
❖ Untuk keluarga besarku tercinta.
❖ Untuk seluruh teman-teman seperjuangan kelas Jinayah 2 Prodi Hukum
Pidana Islam Angkatan 2016 untuk semua suka duka, canda tawa dan
kenangan selama 4 tahun ini saya ucapkan terima kasih banyak.
❖ Dan Almamater tercinta UIN Raden Fatah Palembang
-
ix
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, karena dengan ridha dan rahmat-
Nya. Sholawat seiring salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi yang berjudul “PANDANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI
PALEMBANG TERHADAP PELAKSANAAN HAK RESTITUSI BAGI ANAK
YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA MENURUT PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) dalam Fakultas Syari’ah di UIN Raden Fatah
Palembang. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis menyampaikan bahwa
skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya do’a, dukungan dan bantuan moril dan
materiil dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga skripsi
ini akan lebih berarti dengan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses ini. Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Terucap pertama kali rasa syukur kepada Allah Swt. untuk setiap kemudahan
kelancaran disetiap proses skripsi ini.
2. Kedua orang tua yang selama ini merawat dengan baik, membesarkan dengan penuh
kasih sayang, menyediakan seluruh kebutuhan dengan lebih dari cukup, dan
bimbingan ilmu yang diberikannya.
3. Bapak Prof. Drs. H. Muhammad Sirozi, Ph.D selaku rektor Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang.
4. Bapak Prof. Dr. Romli M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang.
5. Bapak Fatah Hidayat, S.Ag. M.Pd.I selaku ketua jurusan Jinayah Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
6. Bapak Syaiful Aziz, S.H.I., M.H.I selaku sekretaris jurusan Jinayah Fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
7. Ibu Hj. Rusmala Dewi, S.H., M.Hum Sebagai Penasihat Akademik yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan nasihat dan arahan selama masa
perkuliahan.
-
x
x
8. Bapak Dr. H. Marsaid, MA Selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
9. Bapak Antoni, SH., M.Hum Selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
10. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah yang dengan sabar memberikan petunjuk,
bimbingan serta bekal ilmu, penuh kesabaran dalam membimbing saat mengikuti
perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan
Hukum.
11. Teman seperjuangan selama bimbingan skripsi yang selalu membantu dan
memberikan petunjuk dalam pembuatan skripsi, Arib, Fauzan, Leo, Pithra, Inten,
Mada, Rizki, Aji, dll.
12. Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang.
Mudah-mudahan segala amal perbuatan yang bersangkutan mendapat nilai ibadah
disisi Allah Swt. serta penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini,
maka dari itu kritik dan saran yang membangun diperlukan dalam penyempurnaan
penulisan skripsi ini, dan semoga skripsi ini mampu menginspirasi dan memberikan
manfaat kepada penulis dan pembaca serta bermanfaat bagi perkembangan hukum dimasa
yang akan datang serta menambah ilmu pengetahuan kita.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatu.
Palembang, 2020
Penyusun
ICHLASUL AMAL
NIM: 1651600045
-
xi
xi
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam Skripsi ini menggunakan pedoman
transliterasi Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan R.I. No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543b/U/1987 yang secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Konsonan
Huruf Nama Penulisan
Alif Tidak dilambangkan ا
Ba B ب
Ta T ت
Tsa S ث
Jim J ج
Ha H ح
Kha Kh خ
Dal D د
Zal Z ذ
Ra R ر
Zai Z ز
Sin S س
Syin Sy ش
Sad Sh ص
Dlod Dl ض
Tho Th ط
Zho Zh ظ
‘ Ain‘ ع
Gain Gh غ
Fa F ف
Qaf Q ق
Kaf K ك
Lam L ل
Mim M م
Nun N ن
Waw W و
Ha H ه
-
xii
xii
` Hamzah ء
Ya Y ي
Ta (Marbutoh) T ة
B. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti halnya dalam vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
(monoftong) dan vokal rangkap (diftong).
C. Vokal Tunggal
Vokal tunggal dalam bahasa Arab:
Tanda Nama Huruf Latin
َ --- Fathah A
َ --- Kasrah I
َ --- Dammah U
Contoh:
ن ر Munira : م
Kataba : كتب
zukira (Pola I) atau zukira (Pola II) dan seterusnya : ذكر
D. Vokal Rangkap
Lambang yang digunakan untuk vokal rangkap adalah gabungan antara harakat dan
huruf, dengan transliterasi berupa gabungan huruf.
Tanda/Huruf Tanda Baca Huruf
Fathah dan ya Ai a dan i ي
Fathah dan waw Au a dan u و
Contoh:
Kaifa :ك ْيف
Haula :ه ْول
\
E. Mad
Mad atau panjang dilambangkan dengan harakat atu huruf, dengan transliterasi berupa
huruf dan tanda.
Harakat dan Huruf Tanda Baca Keterangan
-
xiii
xiii
Fathah dan أي
alif atau ya
Ā A dan garis
panjang di atas
Kasroh dan ya Ī I dan garis di atas أي
Dlommah dan او
waw
Ū U dan garis di
atas
Contoh:
qāla : قال
rama: رمي
iz qala yusufu liabihi : اذ قال يوسف ال بيه
F. Ta’Marbutah
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua macam:
1. Ta’Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasroh, dan dlammah,
maka transliterasinya adalah /t/.
2. Ta’Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya adalah
/h/.
3. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbutah diikuti dengan kata yang
memakai al serta bacaan keduanya terpisah, maka ta marbutah itu ditransliterasikan
dengan /h/.
4. Pola penulisan tetap 2 macam.
Contoh:
Rauḍlatul aṭhfāl رومضة االطفال
al-Madīnah al-Munawwarah المدينة المنورة
G. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, yaitu
tanda syaddah atau tasydid. Dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan
dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.
Contoh:
Robbana ربنا
Nazzala نزل
-
xiv
xiv
H. Kata Sandang
Diikuti oleh Huruf Syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan bunyinya dengan huruf
/I/ diganti dengan huruf yang langsung mengikutinya. Pola yang dipakai ada dua seperti
berikut.
Contoh:
Pola Penulisan
Al-tawwabu At-tawwabu التواب
Al-syamsu Asy-syamsu الشمس
Diikuti huruf Qomariah
Kata sandang yang diikuti huruf qomariyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan- aturan
diatas dan dengan bunyinya.
Contoh:
Pola Penulisan
Al-badi’u Al-badi’u البديع
Al-qomaru Al-qomaru القمر
Catatan : Baik diikuti huruf syamsiah maupun maupun qomariyah, kata sandang ditulis
secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan diberi tanda hubung (-).
I. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan opostrof. Namun hal ini hanya berlaku bagi hamzah
yang terletak ditengah dan akhir kata. Apabila terletak diawal kata, hamzah tidak
dilambangkan karena dalam tulisannya ia berupa alif.
Contoh:
Pola Penulisan
Ta’khuzuna تا خذون
Asy-syuhada’u الشهداء
Umirtu اومرت
Fa’tibiha فاتي بها
-
xv
xv
J. Penulisan Huruf
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf ditulis terpisah. Hanya kata-kata
tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata-kata
lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan. Maka penulisan kata tersebut
dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Penulisan dapat menggunakan
salah satu dari dua pola sebagai berikut:
Contoh Pola Penulisan
-Wa innalaha lahuwa khair al وان لها لهو خير الراز قين
raziqin
Fa aufu al-kaila wa al-mizani فاو فوا الكيل والميزان
-
xvi
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... ii
PENGESAHAN DEKAN ............................................................................................... iii
PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ....................................................................... v
IZIN PENJILIDAN ........................................................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................................... vii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................................... xii
DAFTAR ISI................................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ............................................ 9
D. Tinjauan Pustaka .................................................................. 10
E. Metode Penelitian ................................................................ 12
F. Sistematika Penulisan .......................................................... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, ANAK
KORBAN KEJAHATAN DAN RESTITUSI
A. Tindak Pidana ...................................................................... 20
1. Pengertian Tindak Pidana .............................................. 20
2. Unsur-Unsur Perbuatan Pidana ...................................... 23
3. Pemidanaan .................................................................... 26
B. Anak Korban Kejahatan ....................................................... 30
1. Anak ............................................................................... 30
2. Korban dan Kejahatan ................................................... 34
3. Perlindungan Anak ........................................................ 36
C. Restitusi ............................................................................... 40
1. Restitusi dalam berbagai Konsep ................................... 40
2. Sejarah Restitusi ............................................................ 45
3. Konsep Restitusi dari Sudut Viktimologi ...................... 50
4. Asas-Asas Pelaksanaan Hak Restitusi ........................... 51
BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus ...... 53
B. Tugas, Fungsi dan Kewenangan ............................................ 53
C. Struktur Organisasi ................................................................ 54
D. Tugas dan Fungsi Pegawai ..................................................... 57
E. Visi dan Misi .......................................................................... 61
-
xvii
xvii
F. Perkara di Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus .. 63
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pandangan Hakim Pengadilan Negeri Palembang Terhadap
Pelaksanaan Hak Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak
Pidana ................................................................................... 64
B. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pelaksanaan Hak Restitusi
bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana ................. 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 87
B. Saran ...................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 89
Lampiran-lampiran ............................................................................. 93
Daftar Riwayat Hidup ....................................................................... 99
-
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dari Allah Swt. oleh karena itu, menjaga, memelihara, dan mendidik
kelangsungan hidupnya adalah tanggung jawab keluarga (orang tua), pemerintah, dan masyarakat serta
lembaga-lembaga perlindungan anak dan masyarakat luas. Dengan demikian setiap anak mempunyai
harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-
haknya tanpa anak tersebut meminta.1
Islam memberikan perhatian secara khusus dan serius terhadap anak, mulai anak masih dalam
kandungan ibunya sampai anak menjelang dewasa. Kewajiban menyusui (radha’ah), mengasuh
(hadhanah), kebolehan ibu tidak berpuasa saat hamil dan menyusui, kewajiban memberi nafkah,
berlaku adil, memberi nama yang baik, mendidik, merupakan wujud dari kasih sayang tersebut. Seperti
dalam Firman Allah Swt:
َ َوْليَقُولُ فًا َخافُو۟ا َعلَْيِهْم فَْليَتَّقُو۟ا ٱَّللَّ يَّةً ِضعََٰ و۟ا قَْوًًل َسِديًداَوْليَْخَش ٱلَِّذيَن لَْو تََرُكو۟ا ِمْن َخْلِفِهْم ذُر ِ
1 Marsaid, Perlindungan Hukum Anak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam (Maqashid Asy-Syari’ah),
(Palembang: Noerfikri Offset, 2015), hlm. 1.
-
19
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.(Q.S An-Nisa (4): 9)
Kandungan ayat tersebut memerintahkan agar kita memiliki rasa khawatir meninggalkan anak
keturunan yang lemah. Lemah dalam hal fisik, psikis, ekonomi, kesehatan, moral, dan termasuk anak
yang berhadapan dengan hukum dan lain sebagainya. Ayat ini mengandung pesan untuk melindungi
anak-anak bahkan yang belum lahir sekalipun, jangan sampai nanti ia lahir dalam keadaan tidak sehat,
tidak cerdas, menderita dan terlantar tidak terpelihara.2
Sebagaimana Islam memberikan perhatian khusus bagi anak, Pemerintah Indonesia memiliki
kewajiban dalam melindungi dan juga menjamin hak-hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembangnya serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi hal ini telah diamanatkan
di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B Ayat 2 memperlihatkan bahwa anak adalah aset
bangsa yang harus dijaga, dipelihara dan dipersiapkan sebaik mungkin agar kelak bisa menjadi penerus
bangsa yang bisa diandalkan.3
Berkaitan dengan berbagai hak anak, terdapat Instrumen Internasional dan Nasional yang
terkait, yakni Deklarasi Hak-Hak Anak (Declaration Of The Right Of The Child) adalah konvensi yang
mengatur hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan kultural anak-anak yang tertuang dalam Resolusi
PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) 1386 (XIV) tanggal 20 November 1959. Secara substansial, Deklarasi
Hak-Hak Anak ini memuat seruan bagi umat manusia untuk memberikan yang terbaik bagi anak (the
best interest for child). Deklarasi Hak-Hak Anak memuat prinsip-prinsip perlindungan terhadap anak
sebagai seruan kepada dunia untuk secara bertahap mewujudkan berbagai perlindungan kepada anak
sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Anak berhak menikmati semua haknya sesuai ketentuan yang terkandung dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa pengecualian harus dijamin hak-haknya tanpa membedakan suku,
agama, warna kulit, jenis kelamin, bangsa, bahasa, pandangan politik atau pandangan lain,
kebangsaan atau tingkatan sosial, kaya miskin, serta kelahiran atau status lain, baik yang ada
pada dirinya maupun keluarganya.
2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus dijamin oleh hukum dan sarana lain, baik yang ada pada dirinya maupun keluarganya.
3. Anak sejak lahir berhak akan nama dan kebangsaan. 4. Anak berhak dan harus terlibat dalam kemasyarakatan untuk tumbuh secara sehat. 5. Anak yang cacat fisik, mental dan lemah kedudukan sosialnya akibat suatu keadaan tertentu
harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus.
6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia memerlukan kasih sayang dan pengertian.
2 Muhammad Zaki, “Perlindungan Anak dalam Perspektif Islam”, Jurnal ASAS Vol. 6 No.2, Juli 2014. 3 UUD 1945 pada Pasal 28B ayat 3 berbunyi : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
1
-
20
7. Anak berhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurang-kurangnya ditingkat sekolah dasar.
8. Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan.
9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan dan penghisapan. 10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi sosial,
agama dan bentuk-bentuk diskriminasi lainnya. 4
Berdasarkan semangat yang tertuang dalam Deklarasi Hak-hak Anak tersebut diatas, sehingga
dapat diketahui bahwa upaya untuk memberikan yang terbaik bagi anak menjadi sesuatu yang
diprioritaskan dalam kondisi apapun anak tetap harus memperoleh perlindungan dan layanan sebagai
anak dan insan generasi penerus yang akan menjadi ahli waris penerima tongkat estafet dalam
kehidupan. Dalam konteks ini, hak-hak anak menjadi hal yang bersifat prioritas. Masa depan anak
adalah masa depan bangsa. Sejauh itu anak akan siap menghadapi dunianya.5
Pemerintah Indonesia telah mengatur Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak untuk melindungi terjaminnya hak-hak anak Indonesia sehingga prinsip
penyelenggaraan tentang perlindungan anak ini harus mampu menjamin terwujudnya penyelenggaraan
hak-hak anak tersebut terhadap:
1. Agama (Pasal 42) Maksudnya setiap anak mendapat penyelenggaraan untuk beribadah menurut agama, jika
anak tersebut belum dapat menentukan pilihannya, maka agama yang dipeluk anak adalah
mengikuti agama orang tuanya.
2. Kesehatan (Pasal 44) Pemerintah menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang
komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak
dalam kandungan.
3. Pendidikan (Pasal 48) Untuk menjamin hak anak dalam pendidikan maka pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
4. Sosial (Pasal 55) Dalam hal ini Undang-Undang mewajibkan pemerintah untuk menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak telantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga.
5. Perlindungan Khusus (Pasal 59 Ayat (2)) Undang-Undang mewajibkan pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi
darurat dan anak yang dikategorikan sebagai berikut :
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis;
4 Marsaid, Perlindungan Hukum Anak Pidana, hlm. 92. 5 Marsaid, Perlindungan Hukum Anak Pidana, hlm. 94.
-
21
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak penyandang disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang
Tuanya. 6
Perlindungan khusus dalam hal ini anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang menjadi korban pornografi, anak korban
penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis dan anak
korban kejahatan seksual haruslah dilindungi karena dalam praktik penerapan hukum pidana selama ini
apabila terjadi tindak pidana terhadap anak, pihak korban tidak hanya menanggung sendiri kerugian
materiil (yang dapat dihitung) dan kerugian immateriil (tidak dapat dihitung) antar lain kerugian berupa
rasa malu, kehilangan harga diri, rendah diri, dan/atau kecemasan berlebihan bersifat traumatik.
Kerugian ini seharusnya juga ditanggung oleh pelaku dalam bentuk restitusi sebagai bentuk ganti rugi
atas penderitaan yang dialami anak yang menjadi korban tindak pidana maupun pihak korban. Sebagai
contoh beberapa anak yang menjadi korban tindak pidana yang peneliti temukan di berbagai media,
yaitu:
1. Kamis, 17 Oktober 2019. “Ngaku Khilaf, Tiga Kali Cabuli Korban Diberi Uang Rp2 Ribu”.
Perbuatan SP (46) tak patut ditiru. Pasalnya, pria tersebut tega mencabuli bocah, sebut saja
namanya Bunga (12), yang juga teman bermain anak kandungnya. Karena perbuatannya,
pelaku akan dijerat Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman
di atas 20 tahun penjara.7
2. Jum’at, 28 Juni 2019. “Oknum Guru Jadi Tersangka Pelecehan Seksual”. Diketahui tersangka
HI diduga telah mencabuli sedikitnya tujuh siswi kelas 2 SD. Kejadian itu terungkap setelah
beberapa orang tua curiga karena anaknya tidak mau sekolah dan ketakutan dengan oknum
guru tersebut. Sehingga terungkap siswi-siswi tersebut telah mengalami pelecehan seksual.8
3. Sabtu, 5 Oktober 2019. “Bocah 5 Tahun Jadi Korban Pencabulan Anak di Palembang”.
Terlapor yang bernama SA(30), melakukan pelecehan seksual kepada GQ(5) di dalam kamar
mandi di rumah keluarganya sehabis bermain dengan kedua temannya, perbuatan itu telah
terjadi sebanyak tiga kali.9
Selain kasus diatas masih banyak lagi kasus-kasus lain yang terjadi kepada anak yang terjadi di
Kota Palembang. Melihat kasus diatas anak sebagai korban hanya diposisikan sebagai “saksi korban”
6 Darwin Prist, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti.2003), hlm. 159. 7 Koran Sumatera Ekspres. “Ngaku Khilaf, Tiga Kali Cabuli Korban Diberi Uang Rp2 Ribu”. Kamis, 17
Oktober 2019, hlm. 20.
8 Koran Sumatera Ekspres. “Oknum Guru Jadi Tersangka Pelecehan Seksual”. Jum’at, 28 Juni, 2019, hlm.
24. 9 Koran Sumatera Ekspres. “Bocah 5 Tahun Jadi Korban Pencabulan”. Sabtu, 5 Oktober 2019, hlm. 22
-
22
dan terkadang mengabaikan posisi korban sebagai “pencari keadilan”. Dalam proses persidangan
korban diwakilkan kepada penegak hukum. Reaksi terhadap pelaku delik menjadi hak penuh negara
untuk diselesaikan.10 Hal tersebut disebabkan karena sistem peradilan pidana diselenggarakan untuk
mengadili pelaku tindak pidana, bukan untuk melayani kepentingan korban tindak pidana, keberadaan
sistem peradilan pidana ditujukan untuk kepentingan negara dan masyarakat, bukan untuk kepentingan
personal warga masyarakat. Hal ini menyebabkan kerugian akibat tindak pidana yang diderita oleh
korban tindak pidana merupakan musibah yang harus ditanggung korban itu sendiri karena bukan
merupakan fungsi sistem peradilan pidana untuk menanggungnya.11
Pasal 71 D Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak berbunyi : “Setiap anak yang menjadi
korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan
huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku
kejahatan. “Restitusi” adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang
diderita korban atau ahli warisnya. Khusus untuk Anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak
mendapatkan restitusi adalah anak korban tindak pidana. Menurut Mardjono Reksodiputro, dalam hal
penderitaan atau kerugian yang bersifat materiil yang dialami oleh korban sebagai akibat dari tindak
pidana yang dilakukan oleh orang lain, sepantasnyalah pelaku kejahatan (orang lain tersebut) yang
menyendiakan ganti kerugian itu.12 Restitusi merupakan suatu perwujudan dari resosialisasi tanggung
jawab sosial dalam diri si pelaku. Dalam hal ini, restitusi bukan terletak pada kemanjurannya membantu
korban, melainkan berfungsi sebagai alat untuk lebih menyadarkan pelaku atas perbuatan pidana (akibat
perbuatannya) kepada korban.13
Anak yang memperoleh Hak Restitusi adalah anak yang menjadi korban tindak pidana
sebagaimana meliputi Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak yakni, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
menjadi korban pornografi, anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, anak korban
kekerasan fisik dan/atau psikis dan anak korban kejahatan seksual. Restitusi bagi anak yang menjadi
korban tindak pidana tersebut berupa:14
1. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan.
2. Ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana.
10.Maya Indah, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi, (Jakarta: Kencana,
2014), hlm. 135. 11 Fauzy Marasabessy, Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana: Sebuah Mekanisme Baru, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke-45, No.1 (Januari-Maret 2015): hlm. 54. 12 Madjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan
dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 2007), hlm. 77. 13 Marlina, Hak Restitusi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, (Bandung: Refika
Aditama, 2015), 39. 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
-
23
3. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
Pelaksanaan Hak Restitusi ini diatur dalam Pasal 71 D Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yakni, melalui Peraturan Pemerintah dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017
Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2017 melengkapi mekanisme ganti rugi dan restitusi yang telah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, dan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dapat dikatakan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 menjadi peraturan yang lebih
bersifat khusus, yakni mengatur mekanisme restitusi bagi anak korban tindak pidana. Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan salah satu lembaga yang dapat membantu korban
mengajukan hak restitusi berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Namun dalam pelaksanaannya sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 belum secara luas
diterapkan dalam proses peradilan pidana di Indonesia.15 Sehingga Pelaksanaan Hak Restitusi bagi
Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana ini belum maksimal penerapannya dalam proses peradilan
peradilan pidana ini padahal segala komponen untuk menerapkan peraturan itu telah ada.
Maka dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“PANDANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI PALEMBANG TERHADAP
PELAKSANAAN HAK RESTITUSI BAGI ANAK KORBAN YANG MENJADI KORBAN
TINDAK PIDANA MENURUT PERSPEKTIF ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka penulis mengambil rumusan
masalah yang akan di bahas yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan hakim pengadilan negeri palembang terhadap pelaksanaan hak
restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana?
2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang
menjadi korban tindak pidana?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian yang penulis kaji, yaitu:
15 Haris Sibuea. Persoalan Hukum Atas Restitusi Terhadap Anak Korban Tindak Pidana,” Majalah Info
Singkat Hukum, Vol. IX, No. 21/I/Puslit (November 2017), hlm.2.
-
24
1. Untuk mendapat gambaran bagaimana pandangan hakim pengadilan negeri palembang
terhadap pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum pidana islam terhadap pelaksanaan hak restitusi
bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
Adapun kegunaan dari penelitian ini yang penulis kaji, berkaitan dengan judul di atas,maka
penelitian ini mempunyai dua jenis kegunaan, yaitu:
a. Kegunaan teoritis
1. Secara teoritis, dari penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam rangka pengembangan
ilmu pengetahuan dan menambah perbendaharaan kepustakaan terutama bidang hukum.
2. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola pikir kritis bagi penulis
sendiri pada khususnya, serta untuk pemenuhan persyaratan dalam menyelesaikan studi
di Jurusan Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Raden Fatah Palembang.
b. Kegunaan Praktis
Dengan penelitian ini, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
pengetahuan bagi penulis, praktisi-praktisi hukum baik itu penegak hukum serta lembaga-
lembaga hukum dan berbagai elemen masyarakat dalam tindak pidana kekerasan kepada anak
sehingga dapat memberikan pemenuhan hak restitusi bagi anak korban tindak pidana tersebut
serta bahan masukan bagi pihak terkait. Kemudian, Untuk mengetahui, memahami dan
menganalisis mekanisme pemberian restitusi terhadap korban kejahatan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 71 D Ayat (2).
D. Tinjauan Pustaka
Karya hasil penelitian baik berupa buku, jurnal, artikel, maupun skripsi yang membahas tentang
pemenuhan hak restitusi pada korban tindak pidana telah banyak dijumpai. Namun, yang membahas
secara khusus tentang pemenuhan hak restitusi terhadap korban tindak kekerasan pada anak dan hukum
pidana islam belum ditemukan. Akan tetapi ditemukan beberapa karya yang masih ada kaitannya
dengan permasalahan ini. Terhadap karya-karya ini kedepannya akan di jadikan penulis sebagi bagian
refrensi dan rujukan dalam penulisan skripsi ini. Berikut ini beberapa karya ilmiah tersebut diantaranya
sebagai berikut:
Tabel 1
No Nama/ Tahun/
Judul / Jenis
Karya Ilmiah
Pokok Pembahasan Penelitian
Terdahulu
Perguruan Tinggi
-
25
1 Dian Eka Putri/
2017/ Hak
Restitusi Bagi
Korban Tindak
Pidana
Perdagangan
Orang (Human
Trafficking)/
Skripsi
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi
pemenuhan hak restitusi bagi korban
tindak pidana perdagangan orang
(Human Trafficking) dan
pemenuhan hak restitusi dalam
putusan Pengadilan Negeri
Makassar dimana hasil dari
penelitian ini menunjukkan peranan
penegak hukum tidak maksimal
dalam memperjuangkan hak restitusi
korban serta dari studi kasus penulis
tidak ada satu pun putusan
Pengadilan Negeri Makassar yang
menjatuhkan hukuman tambahan
berupa pemberian ganti rugi oleh
pelaku kepada korban.16
Universitas
Hasanuddin
Makassar
2 Atmi Resmi
Viarti/ Restitusi
Sebagai
Hukuman
Tambahan Bagi
Pelaku Tindak
Pidana
Perkosaan (Studi
Komparasi
Antara Hukum
Islam Dan
Hukum Positif/
2013/ Skripsi
Penelitian ini memberikan
Komparasi pemenuhan hak restitusi
bagi korban tindak pidana
pemerkosaan dalam hukum positif
dan juga hukum Islam dimana baik
hukum Islam maupun hukum positif,
keduanya melegalkan penjatuhan
hukuman tambahan bagi pelaku
perkosaan, dalam bentuk
pembayaran ganti kerugian kepada
korban perkosaan. 17
Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri
Purwokerto
16 Dian E. Putri, “Hak Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking).”
(Skripsi, Universitas Hasanuddin Makassar, 2017), hlm. 88. 17 Atmi R. Viarti, “Restitusi Sebagai Hukuman Tambahan Bagi Pelaku Tindak Pidana Perkosaan (Studi
Komparasi Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif).” (Skripsi, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto,
2013), hlm. 127.
-
26
3 Irawan Adi
Wijaya/
Pemberian
Restitusi
Sebagai
Perlindungan
Hukum Korban
Tindak Pidana/
2018/ Jurnal
Dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa penegakan hukum dalam
pemberian restitusi masih belum
tercapai disebabkan kelemahan yang
berhubungan dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini dapat
dilihat dari adanya peraturan
perundang-undangan yang mengatur
mekanisme terkait restitusi kepada
korban tindak pidana yang kurang
memberikan kepastian hukum serta
tidak seragamnya pengaturan
pemberian restitusi, seharusnya
diselaraskan antar peraturan-
peraturan yang terkait restitusi.18
Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Berdasarkan penelitian terdahulu telah adanya penulisan tentang pemenuhan hak restitusi
namun belum ada yang membahas tentang pemenuhan hak restitusi bagi anak korban tindak pidana
sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus bertindak. Metode penelitian
pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu19.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Menurut Jonaedi efendi dan Johnny Ibrahim jenis penelitian hukum dibagi menjadi dua, yakni
: Pertama, Penelitian Normatif, penelitian normatif adalah penelitian untuk menelaah ketentuan-
ketentuan hukum positif, dan perangkat hukum positif yang diteliti secara normatif akan digunakan
sebagai sumber bahan hukum. Kedua, penelitian empris, yaitu penelitian yang didasarkan pada
pemahaman tentang ilmu hukum yang tidak dipandang sebagai law as what it is in the books atau hukum
seperti apa yang telah diatur, melainkan secara empiris yang teramati didalam realitas sosial sehingga
hukum bukanlah sekedar kaidah akan tetapi ia juga fakta sekaligus.20 Dalam penulisan Skripsi ini,
penulis menggunakan penelitian hukum yuridis-empiris, yaitu adalah penelitian hukum mengenai
18 Irawan A. Wijaya, “Pemberian Restitusi Sebagai Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana,” Jurnal
Hukum Pembangunan dan Ekonomi Vol. 6 No. 2 (Juli-Desember 2018): hlm. 109. 19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 2. 20 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif Empiris, (Depok: Pranamedia
Group, 2018), hlm. 176.
-
27
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.21
2. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Muri Yusuf dalam bukunya menjelaskan bahwa jenis data dibagi menjadi dua yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis subjektif peneliti dengan memanfaatkan landasan teori sebagai panduan
dilapangan. Sedangkan data kuantitatif adalah data sistematis, terencana dan terstruktur dengan
jelas sejak awal hingga hasil akhir penelitian berdasarkan pengumpulan data informasi yang
berupa simbol dan angka.22 Adapun dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif untuk
mendapat data yang berkaitan dan menguraikan data-data dilapangan yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
b. Sumber Data
Sumber data, menurut Zainuddin Ali sumber data dalam penelitian hukum dibagi menjadi
dua, yakni :23
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama diperoleh
dengan cara melakukan wawancara dan dokumentasi.24
2. Data Sekunder, yaitu data yang sudah diperoleh dari bahan-bahan pustaka, dokumen
resmi, buku-buku dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan hak restitusi
bagi anak yang menjadi korban tindak pidana. Adapun sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan data primer yang dilengkapi dengan data sekunder, maka
dalam rangka untuk mendekati sumber data sekunder menggunakan pendekatan sumber
bahan hukum, sumber bahan hukum dibagi menjadi tiga, yakni :25
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum mengikat yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan secara hierarki dan putusan pengadilan. Bahan hukum primer dalam
penelitian ini meliputi :
1. Al-Qur’an dan Hadits
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana;
21 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2004). hlm. 134. 22 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kulitatif, Kuantitatif dan Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana,
2017), hlm. 28. 23 Zainuddin Ali, Metode Penlitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 106. 24 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm.
105. 25 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif Empiris, hlm. 235.
-
28
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan korban;
2) Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, adapun bahan hukum sekunder dalam penelitian ini terdiri dari kitab
tafsir, fiqh jinayah, buku teks, jurnal hukum, pendapat para pakar, yurisprudensi dan
peraturan pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang
pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.26
3) Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya berupa bahan dari
media internet, kamu-kamus, ensiklopedia dan sebagainya.27
3. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Palembang Kelas
IA Khusus untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian mengenai pelaksanaan
restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah generalitas yang terdiri dari atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya28. Populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.
b. Sampel
Menurut Sugiyono, Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi29 Pengambilan sampel menggunakan purposive sample bertujuan berdasarkan
penilaian tertentu karena unsur-unsur, atau unit-unit yang dipilih dianggap mewakili populasi.
Dalam pengambilan sempel ini peneliti melakukannya dengan berbekal pengetahuan yang
cukup tentang populasi untuk memilih anggota-anggota sampel.30 Adapun pihak-pihak yang
terkait dalam pelaksanaan hak restitusi ini di ambil berdasarkan jenjang kepangkatan
(Stratified), adalah sebagai berikut: Hakim Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus (2
Orang) yang menangani Tindak Pidana Perlindungan Anak dan/atau yang telah menangani
permintaan pemenuhan hak restitusi.
1. Teknik Pengumpulan Data
26 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif Empiris, hlm. 172 27 Bambang Sunggono, Metodolagi Penelitian Hukum, (Jakarta; Raga Grafindo Perkasa, 2003), hlm. 117. 28 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 297. 29 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, hlm. 91. 30 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju: 2008). hlm. 166.
-
29
a. Wawancara
Menurut Patton dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara
ini, interview dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan
isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak
terbentuk pernyataan yang eksplisit wawancara langsung ini dimaksudkan untuk memperoleh
imformasi yang benar dan akurat dari sumber yang telah ditetapkan sebelumnya31. Wawancara
dilakukan di Pengadilan Negeri Palembang Kelas I A Khusus.
b. Studi Kepustakaan (Dokumentasi)
Studi kepustakaan merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian hukum,
baik penelitian hukum normatif maupun penelitian hukum empiris. Studi dokumentasi
dilakukan atas bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian ini.32
2. Analisis Data
Suratman dan Dillaphilips dalam bukunya Metode Penelitian Hukum mengatakan bahwa
analisis lazimnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan kualitatif (sulit diukur dengan
angka) dan kuantitatif (dapat diukur dengan angka).33 Adapun analisis data yang digunakan penulis
pada penelitian ini analisis kualitatif dengan menyajikan, menggambarkan atau menguraikan
sejelas-jelasnya seluruh masalah yang ada pada rumusan masalah secara sistematis, faktual dan
akurat. Kemudian disimpulkan secara deduktif, yakni dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-
pernyataan yang bersifat umum ke khusus.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis membagi pembahasan dengan beberapa
bagian agar dapat di uraikan secara tepat dan mendapat kesimpulan yang benar dan utuh. Adapun
bagian-bagian tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah yang terangkum di dalamnya tentang
apa yang menjadi alasan memilih judul dan Rumusan Masalah. Selanjutnya untuk lebih memperjelas
maka dikemukakan pula Tujuan dan Kegunaan Penulisan yang mengacu pada rumusan masalah.
Kemudian agar tidak terjadi pengulangan dan penjiplakan maka dibentangkan pula berbagai hasil
penelitian terdahulu yang dituangkan dalam Tinjauan Pustaka. Demikian pula Metode Penelitian
diungkapkan dengan maksud dapat diketahui apa yang menjadi sumber data, teknik pengumpulan data,
analisis data, dan pengembangannya kemudian tampak dalam Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM
31 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, hlm. 167. 32 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, Pranamedia, 2017), hlm. 192. 33 Suratman dan Dillaphilips, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 145.
-
30
Bab ini penulis akan memaparkan tentang Tinjauan Umum, dalam hal ini tinjauan umum, dalam
hal ini pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana. Menurut hukum pidana
yang meliputi: Pengertian Pengertian yang berkaitan dengan pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang
menjadi korban tindak pidana.
BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, yaitu sejarah, struktur organisasi, tugas
dan fungsi pegawai, visi dan misi dan tugas pokok.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan bagaimana pandangan hakim pengadilan negeri palembang
terhadap pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dan bagaimana
tinjauan hukum pidana Islam terhadap pelaksanaan hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak
pidana
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian terakhir yang akan menyimpulkan dari keseluruhan pembahasan,
mulai dari pembahasan awal sampai pembahasan akhir, dan memberikan saran-saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi yang di susun.